Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

Tentang

DEBAT

Disusun oleh:
Kelompok/Kelas : 2/X MIPA Siti. Khadijah
Ketua : M. Fadel Januar
Anggota 1. M. Azhar Alief. F
2. Dandy Muria
3. Selpi Rahma
4. Marsya Meytasari. A
5. Fitri Nurafifah
6. Agni. P
7. Nurmala
MADRASAH ALIYAH YPPA CIPULUS
TAHUN PELAJARAN 2021 – 2022
Cipulus – Wanayasa - Purwakarta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT  Tuhan Semesta Alam
karena atas izin dan kehendakNya jualah, makalah sederhana ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Adapun yang kami bahas dalam makalah
sederhana ini mengenai Debat. Dalam penulisan makalah ini kami menemui
berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami
mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam
makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah
ini masih banyak kekurangan baik di dalam hal penulisan maupun isi. Oleh karena
itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang  membangun agar kami lebih
maju di masa yang akan datang.
Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi
referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar
makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Debat.....................................................................................................4
2.2 Penggunaan Debat...................................................................................................5
2.3 Metode Pembelajaran Debat....................................................................................7
2.4  Jenis-Jenis Debat.....................................................................................................8
2.5  Kelebihan Dan Kelemahan Metode Debat..............................................................9
2.6  Syarat-Syarat Susunan Kata Proposis......................................................................9
2.7  Pokok-Pokok Persoalan.........................................................................................11
2.8 Efektivitas Metode Debat Dalam Meningkatkan Partisipasi Siswa.......................11
2.9  Perbedaan Diskusi Dan Debat...............................................................................12
2.10   Persiapan Laporan Singkat.................................................................................14
2.11   Persiapan Pidato Debat.......................................................................................15
2.12   Sikap Dan Teknik Berdebat................................................................................17
2.13   Keputusan...........................................................................................................17
2.14  Turnamen Debat..................................................................................................18
2.15  Norma-Norma Dalam Berdebat Dan Bertanya....................................................19
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan...........................................................................................................21
3.2  Saran.....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pembelajaran saat ini kurang memiliki daya tarik. Kurang
menariknya pembelajaran karena 2 hal. Pertama, pembelajaran yang dirancang
oleh guru tidak dapat memacu keingintahuan siswa untuk membedah masalah
seputar lingkungan sosialnya sekaligus dapat membentuk opini pribadi terhadap
masalah tersebut. Kedua, guru memposisikan diri sebagai pribadi yang
menggurui, belum memerankan diri sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa.
Setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses
berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.
Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan
pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan praktek dan
banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti berlatih pula keterampilan
berfikir. (Tarigan, 1980:1; Dawson {et al}, 1963: 27). Pembelajaran peningkatan
keterampilan berbahasa dikembalikan pada peningkatan keterampilan berbahasa.
Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu
hubungan urutan yang teratur: Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak
bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
Menyimak dan berbicara kita pelajari pada saat sebelum memasuki sekolah.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di lingkup sekolah
dibutuhkan berbagai variasi teknik yang harus dikuasai oleh seorang guru agar
proses belajar yang tercipta di kelas menjadi lebih dinamis dan bernuansa
interaktif. Selain itu, variasi teknik yang digunakan juga harus dapat membantu
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dalam fase remaja
sesuai dengan pedoman psikologi individu. Beberapa diantara tugas
perkembangan tersebut menjadi landasan terciptanya metode pembelajaran
kooperatif yang mengedepankan kerja sama dari para peserta didik sehingga
tercipta nuansa kelas yang dinamis, interaktif, dan dapat menjadi faktor stimulan
agar peserta didik dapat mengembangkan pola pikir yang kritis.
Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara adalah suatu
keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan seseorang, yang hanya

1
didahului dengan keterampilan menyimak. Berbicara sudah barang tentu
berhubungan erat dengan kosa kata yang diperoleh oleh seseorang; melalui
kegiatan menyimak dan membaca. Kekurang matangan dalam perkembangan
bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa.
Perlu kita sadari pula bahwa keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan
berbicara aktif yang efektif banyak persamaan dengan yang dibutuhkan bagi
komunikasi efektif.
Debat adalah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh penyedia jasa
konstruksi untuk dapat mengerjakan sebuah proyek. Di dalam proses debat ini
penyedia jasa konstruksi atau calon kontraktor mengajukan penawaran agar dapat
pemahaman tentang debat dan penggunaan keterampilan bahasa memperoleh
proyek tersebut. Namun dalam proses debat sering terjadi kesalahan-kesalahan
yang dilakukan peserta debat. Hal ini diakibatkan karena pemahaman terhadap
bahasa yang kurang baik, sehingga kurang di perhatikan oleh para owner.
Hingga saat ini, terdapat berbagai macam model yang digunakan dari
turunan metode pembelajaran tipe kooperatif. Salah satu dari model yang
berkembang dan sering digunakan pada kegiatan belajar mengajar adalah debat.
Debat digunakan pendidik dalam upaya menumbuhkembangkan pola pikir kritis
dan kemampuan kerja sama antar peserta didik dalam bentuk kelompok.
Perkembangan model pembelajaran debat saat ini masih barlangsung, bahkan
model ini diterapkan hingga menjadi jenis kompetisi antar pelajar hingga tingkat
dunia. Oleh karena itu, penulis mencoba membahas metode pembelajaran debat.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan dabat?
2. Apa saja norma-norma debat?
3. Bagaimana mekanisme metode pembelajaran debat?
4. Bagaimana efektivitas metode pembelajaran debat dalam meningkatkan
partisipasi siswa?
5. Apa perbedaan debat dan diskusi?

2
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Berbicara
1. Untuk mengetahui mekanisme metode pembelajaran debat
2. Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran debat dalam
meningkatkan partisipasi siswa
3. Mengetahui perbedaan debat dan diskusi

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Debat


Setelah anggota suatu
kelompok mempergunakan teknik
diskusi untuk mencapai penyelesaian
yang paling baik terhadap suatu
masalah, maka mereka pun memakai
prinsip-prinsip debat untuk
mempengaruhi orang lain di luar
kelompok untuk menerima usul yang terpilih itu. Teknik yang satu tidak dapat
digantikan oleh yang lainnya. Keduanya mempunyai bidang masing-masing yang
tidak dapat dipertukarkan.
Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut
identik dengan istilah sawala yang ebrasal dari bahasa Kawi yang berarti
berpegang teguh pada argumen tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu
pendapat untuk saling mengalahkan atau memenangkan lidah. Jadi, definisi dari
debat sendiri adalah suatu cara untuk menyampaikan ide secara logika dalam
bentuk argumen disertai bukti.

Berdasarkan beberapa kajian dan kasus yang dihadapi pada berbagai kondisi,
dapat disimpulkan bahwa debat memiliki pengertian sebagai berikut:
1. Debat adalah kegiatan argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara
individual maupun kelompok dalam mendiskusikan dan memecahkan
suatu masalah. Debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan
hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri
2. Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda
pandangan, dimana antara satu pihak dengan pihak yang lain saling
menyerang (opositif).
3. Debat terjadi dimana unsur emosi banyak berperan. Pesertanya
kebanyakan hanya hendak mempertahankan pendapat masing-masing
dibandingkan mendengar pendapat dari orang lain dan berkehendak agar

4
peserta lain menyetujui pendapatnya. Oleh karena itu, dalam debat
terdapat unsur pemaksaan kehendak.
4. Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang mengedepankan
demokratik.
5. Sebuah kontes antara dua orang atau grup yang mempresentasikan tentang
argumen mereka dan berusaha untuk mengembangkan argumen dari lawan
mereka.

Adapula debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar


kandidat legislatif dan debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum
dilakukan menjelang pemilihan umum.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa
dilakukan di tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan
sebagai pertandingan dengan aturan ("format") yang jelas dan ketat antara dua
pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat
disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan
pemenang dari sebuah debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang
berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
Debat kompetitif dalam pendidikan tidak seperti debat sebenarnya di
parlemen, debat kompetitif tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun
lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di
kalangan pesertanya, seperti kemampuan untuk mengutarakan pendapat secara
logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan pendapat yang berbeda, dan
kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan dalam bahasa asing).
Namun demikian, beberapa format yang digunakan dalam debat
kompetitif didasarkan atas debat formal yang dilakukan di parlemen. Dari sinilah
muncul istilah "debat parlementer" sebagai salah satu gaya debat kompetitif yang
populer. Ada berbagai format debat parlementer yang masing-masing memiliki
aturan dan organisasinya sendiri.

2.2 Penggunaan Debat


Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting dalam:
 Perundang-undangan

5
Amandemen-amandemen dapat diketengahkan dan debat perlu tidaknya mengenai
amandemen-amandemen akan mendahului tindakan yang akan diambil
terhadapnya. Kalau dalam perdebatan kedua belah pihak mengemukakan suatu
analisis yang lengkap mengenai kegunaan dan kelemahan rencana undang-undang
itu, maka para pembuat undang-undang (legislator) haruslah siap melaksanakan
pemungutan suara (voting) terhadap masalah itu.

 Politik
Selama kampanye-kampanye politik berlangsung, debat-debat bersama
memudahkan para pemilih atau pemberi suara mendengar para calon yang
bertentangan saling mempertahankan pendapat dan menyerang kelemahan lawan.

 Bisnis
Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan,
disamping diskusi, mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan
dalam berbagai kebijakan.

 Hukum
Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang sering kali tergantung pada
debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela, dimuka dewan juri atau
hakim, hak-hak milik, hak-hak penduduk, tuntutan-tuntutan kerugian, dan banyak
lagi masala h kewarganegaraan yang membutuhkan keputusan hakim.

 Pendidikan
Pada beberapa kampus perguruan tinggi di universitas, debat telah menjadi suatu
sarana penting untuk memperkenalkan komunitas atau masyarakat tersebut
dengan masalah-masalah yang hangat diperbincangkan dalamkehidupan sehari-
hari. Debat yang demikian bermanfaat sekali apabila dibarengi oleh komentor-
komentor yang terperinci, analitis oleh suatu panel yang terdiri dari tiga atau
empat orang ahli dan dilanjutkan dengan forum tanya jawab. (Mulgrave,
1954 :64-65)

6
2.3 Metode Pembelajaran Debat
Pada tingkat sekolah menengah atas, pola pikir siswa harus mulai
dibangun membentuk karakter yang kritis dan cepat tanggap terhadap
permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Biasanya, ketika siswa diajak
memecahkan suatu kasus permasalahan yang menuntut sebuah keputusan untuk
diambil, akan terbagi menjadi 3 buah kubu. Siswa kubu pendukung suatu
keputusan (biasanya disebut kelompok Pro), siswa kubu penolak (kelompok
Kontra), dan kubu netral yang mengambil sikap “cari aman” dengan tidak
memilih pihak manapun.
            Dengan pembelajaran smetode debat, siswa dibentuk menjadi hanya dua
jenis kelompok yaitu Pro dan Kontra.
            Berikut ini adalah langkah-langkah debat yang biasanya diterapkan di
kelas dalam lingkup sekolah menengah atas:
1. Guru membagi siswa menjadi dua kelompok peserta debat, yang satu pro
dan yang lainnya kontra.
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan
oleh kedua kelompok di atas.
3. Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota
kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian setelah selesai ditanggapi
oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide
dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang
diharapkan.
5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
6. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat

Kesimpulan atau rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.


Dengan adanya acuan teknis diatas, dapat dilihat bahwa model debat mengadopsi
gabungan dari beberapa metode pembelajaran seperti Diskusi, Ceramah, dan
Pembelajaran Kooperatif.

7
2.4  Jenis-Jenis Debat
   Berdasarkan bentuk maksud dan metodenya debat diklasifikasikan menjadi:
(a). Debat parlementer/majelis; (b). Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui
kebenaran pemeriksaan terdahulu; dan (c). Debat formal, konvensional, atau debat
pendidikan.
Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, namun
debat parlementer merupakan ciri-ciri badan legislatif. Debat pemeriksaan
ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor-kantor pengadilan dan
debat formal berdasarkan pada konversi-konversi debat bersama secarapolitis
(Mulgrave, 1954 :650).
a.       Debat Majelis atau Debat Parlementer.
Maksud dan tujuan debat majelis adalah untuk memberi dan menambah dukungan
bagi undang-undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan
pandangan dan pendapatnya, berbicara mendukung atau menentang usul tersebut
setelah mendapat izin dari majelis. Pembatasan-pembatasan waktu berdebat dapat
diatur oleh tindakan parlementer majelis itu.
b.      Debat Pemeriksaan Ulangan
Debat ini merupakan suatu bentuk perdebatan yang lebih sulit dan menuntut
persiapan yang lebih matang dari pada gaya perdebatan
formal.Prosedurnya adalah sebagai berikut:
Ø  Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato resminya. Segera setelah
itu, dia diperiksa dengan teliti oleh pembicara negatifyang pertama.
Ø  Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan selama empat
menit untuk menyajikan kepada para pendengar pengakuan-pengakuan apa yang
telah diperolehnya dengan pemeriksaan ulang itu. Dia dibatasi pada apa-apa yang
telah diperolehnya secara aktual dengan pengakuan-pengakuan itu, dan tidak
diperkenankan memperkenalkan fakta-fakta atau argumen-argumen baru.
Ø  Selanjutnya, anggota pembicara negatif yang kedua mengemukakan kasus
negatif, dan seterusnya diteliti ulang oleh pembicara afirmatif yang kedua. Teknik
ini memang agak sulit dan menuntut keterampilan berbahasa yang tinggi yang ada
hubungannya dengan pokok permasalahannya.
Maksud dan tujuan debat ini adalah mengajukan serangkaian pertanyaan yang
satu dan lainnya berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya

8
menunjang posisi yang hendak ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya.
Setiap pertanyaan haruslah disampaikan dengan tepat dan jawabanya haruslah
singkat, lebih disukai ya atau tidak. Batas waktu dari setiap pembicara telah
ditetapkan sebelumnya, biasanya 8-15 menit perorang.
c.       Debat Formal
Tujuan debat formal adalah memberi kesempatan bagi dua tim pembicara untuk
mengemukakan kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau
membantah suatu usul. Setiap pihak diberi jangka waktu yang sama bagi
pembicara-pembicara konstruktif dan bantahan.

2.5    Kelebihan Dan Kelemahan Metode Debat


            Beberapa kelebihan dari model pembelajaran debat diantaranya adalah:
1. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang
telah diberikan.
2. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah
diberikan.
3. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

Selain itu juga terdapat kekurangan dalam model pembelajaran debat, diantaranya
adalah:
1. Ketika menyampaikan pendapat saling berebut.
2. Terjadi debat kusir yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi.
3. Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai
berargumen hanya diam dan pasif.
4. Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan sesi debat antar kelompok.
5. Perlunya tema yang mudah dipahami oleh siswa.
6. Tema haruslah dapat diperdebatkan.
7. Perataan siswa dalam kelompok terkadang tidak heterogen.

2.6      Syarat-Syarat Susunan Kata Proposis


Proposisi atau usul menentukan ruang lingkup dan pembatasan-pembatasan suatu
perdebatan. Bergantung kepada tipe debat yang dilaksanakan, maka suatu usul
mungkin merupakan suatu emosi, suatu resolusi, atau suatu rancangan undang-

9
undang yang akan diputuskan oleh suatu majelis parlementer. Sang pembicara
hendaklah meneliti agar usulnya sudah jelas memenuhi tuntutan-tuntutan atau
syarat-syarat tersebut, yaitu:
1)      Kesederhanaan
Usul-usul yang rumit dan berbelit menyebabkan analisis yang sukar. Semakin
sederhana suatu pernyataan maka semakin bergunalah bagi perdebatan yang
sedang berlangsung.
2)      Kejelasan
Pernyataan-pernyataan yang samar-samar dan tidak jelas menimbulkan beragam
penafsiran yang timbul dalam perdebatan yang membingungkan.
3)      Kepadatan
Kata-kata hendaklah dipergunakan sedikit dan sepadat mungkin. Terlalu bertele-
tele atau panjang lebar akan mengakibatkan suatu usul menjadi tidak praktis dan
menyebabkan salah pengertian.
4)      Susunan kata afirmatif
Usul yang negatif seakan-akan dapat memutar balikkan posisi-posisi afirmatif dan
negatif. Susunan kata suatu usul hendaklah bersifat afirmatifatau mengiyakan
jangan bersifat negatif atau meniadakan.
5)      Pernyataan Deklaratif
Suatu pernyataan yang tegas lebih disukai, lebih baik daripada suatu pertanyaan.
Pertanyaan pada umumnya dipergunakan bagi diskusi karena maksud dan
tujuannya adalah menyelidiki. Pernyataan diperlukan bagi debat karena maksud
dan tujuan adalah untuk menyokong dan membela.
6)      Kesatuan
Sebuah gagasan tunggal sudah cukup bagi satu perdebatan. Misalnya usul “Badan
pembuat undang-undang haruslah mengadakan pemilihan wajib dan haruslah
membuat regristrasi tetap” mengandung dua pokok perdebatan yang berbeda:
“pemilihan wajib” dan “registrasi tetap”.
7)      Usul Khusus
Usul-usul yang bersifat umum akan mengakibatkan perdebatan-perdebatan yang
terpencar dan tidak memuaskan.
8)      Bebas dari Prasangka

10
Bahasa yang berprasangka akan memperkenalkan asumsi-asumsi atau
pelanggaran yang tidak tepat ke dalam usul.
9)      Tanggung jawab untuk memberikan bukti yang memuaskan terhadap afirmatif
Susunan kata usul hendaknya dibuat sebaik dan secepat mungkin sehingga
pembicara afirmatif akan menganjurkan serta menyokong suatu perubahan.

2.7      Pokok-Pokok Persoalan


Untuk memperoleh pokok-pokok persoalan yang menarik serta merangsang bagi
suatu perdebatan, pembicara sepatutnya mempertimbangkan masak-masak
mengapa usul atau proposisi yang dikemukakannya merupakan masalah penting
bagi perdebatan pada saat ini. Pembicara haruslah membatasi secara tegas dan
tepat segala istilah yang terdapat pada proposisi tersebut. Dia harus menentukan
dengan tegas apa yang harus diakui/diterima, dilepaskan, atau dikeluarkan karena
tidak ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan. Masalah-masalah
utama akan membuahkan pokok-pokok persoalan dasar dalam perdebatan dan
selanjutnya membimbing ke arah pokok-pokok persoalan tambahan.
Terhadap usul-usul yang ada kaitanya dengan kebijaksanaan, biasanya tiga
persediaan pokok persoalan dapat dimanfaatkan, yaitu:
a.       Apakah diperlukan suatu perubahan.
b.      Apakah usul itu menawarkan terbaik yang mungkin dibuat.
c.       Apakah usul itu memberikan kerugian-kerugian yang lebih besar ketimbang
keuntungan-keuntungan yang diharapkan.

2.8 Efektivitas Metode Debat Dalam Meningkatkan Partisipasi Siswa


            Pembentukan pola pikir kritis dan kerja sama antar kelompok dapat lebih
ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran debat di kelas. Kelebihan
model ini lebih banyak mengeksplorasi kemampuan siswa dari segi intelektual
dan emosi siswa dalam kelompok kerjanya, sehingga pembentukan kerja sama
antarsiswa, pola pikir kritis, dan pemahaman etika dalam berpendapat dapat
diperoleh dalam pembelajaran di kelas.
            Namun disamping berbagai kelebihan yang diberikan oleh model
pembelajaran debat ini, ada beberapa kekurangan yang memerlukan peran dari
seorang guru untuk mereduksinya.

11
Beberapa hasil penelitian menunjukkan efektivitas metode pembelajaran debat
dalam meningkatkan partisipasi siswa.

2.9    Perbedaan Diskusi Dan Debat


1. Diskusi
            Diskusi adalah metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses
berpikir secara berkelompok atau bersama-sama sehingga menghasilkan
penyelesaian atau penjelasan secara mufakat. Diskusi dilakukan dengan cara para
peserta mengutarakan pendapatnya tentang permasalahan yang dibahas, kemudian
dilakukan proses berpikir bersama-sama, sehingga tercapailah suatu kesimpulan
secara mufakat.
            Tujuan dalam  berdiskusi mencari penyelesaian suatu masalah dan
penyamaan persepsi, sehingga akan diperoleh kesimpulan melalui jalan mufakat.
Selain itu, diskusi bertujuan untuk menghasilkan ide-ide dan memperoleh
informasi serinci mungkin melalui pendapat yang dikemukakan oleh peserta
diskusi.
            Ciri-ciri diskusi, yaitu:
a)      Tidak adanya pihak pro dan kontra
b)      Bertujuan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama, sehingga
diperoleh kesimpulan secara mufakat.
c)      Adanya forum terbuka untuk melakukan sesi tanya jawab yang bertujuan untuk
memperoleh informasi tambahan.
d)     Hasil diskusi diperoleh melalui musyawarah mufakat.
e)      Adanya moderator atau ketua diskusi yang berperan sebagai pengontrol
jalannya diskusi agar diskusi tertib dan tidak keluar dari tema diskusi.
            Etika berdiskusi, yaitu:
a)      Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dengan cara memperdalam bahan-
bahan atau materi yang didiskusikan
b)      Berbahasa yang baik, benar dan komunikatif
c)      Tetap pada tema, jangan keluar dari persoalan yang didiskusikan
d)     Tanyakan hal yang kurang jelas
Contoh Diskusi

12
            Diskusi umumnya dilakukan di sekolahan, yaitu di kegiatan pembelajaran.
Berikut ini adalah gambaran dari sebuah diskusi yang dilakukan siswa A kelas 2
SMP setelah menyaksikan rekaman drama, kemudian guru meminta siswa-siswa
di kelas tersebut untuk mendiskusikan tema drama tersebut.
Alifia: " Setelah mendengar pendapat teman-teman, saya cenderung menyatakan
tema drama ini adalah masalah keadilan dan kebenaran”. Secara lengkap dapat
diuraikan  bahwa dalam sebuah negara harus ada pemimpin yang jujur, adil, serta
berani menentang kejahatan. "
Joko: "Saya sependapat dengan Saudari Alifia. Namun, saya ingin menambahkan
bahwa tema yang ditampilkan ternyata mencakup juga masalah sosial."
Moderator: "Terima kasih Saudari Alifia dan Saudara Joko. Saya kira kita sudah
sependapat menentukan tema drama tersebut. Jadi, kesimpulan tema drama
tersebut adalah keadilan, kebenaran, dan masalah sosial dalam negara.
2. Debat
            Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara pihak yang berpandangan
affirmatif (mendukung topik) dan negatif (tidak mendukung topik), baik secara
perorangan maupun kelompok, terhadap permasalahan yang dibahas, sehingga
salah satu pihak dapat memperoleh kemenangan. Debat dilakukan menuruti
aturan-aturan yang jelas dan hasilnya diperoleh melalui voting atau keputusan juri.
            Tujuan berdebat adalah salah satu pihak berhasil memperoleh kemenangan
melalui  adu argumentasi. Tiap-tiap pihak saling menyampaikan argumennya
disertai dengan bukti yang mendukung, sehingga pihak tersebut mampu
menguatkan pendapatnya dan mematahkan pendapat lawan.

            Ciri-ciri debat, yaitu:


a)      Terdapat dua sudut pandang, yaitu affirmatif (pihak yang menyetujui topik)
dan negatif (pihak yang tidak menyetujui topik)
b)      Adanya suatu proses saling mempertahankan pendapat antara kedua belah pihak
c)      Adanya saling adu argumentasi yang tujuannya untuk memperoleh kemenangan
d)     Hasil debat diperoleh melalui voting atau keputusan juri
e)      Sesi tanya jawab bersifat terbatas dan bertujuan untuk menjatuhkan pihak lawan

13
f)       Adanya pihak yang berperan sebagai penengah yang biasanya dilakukan oleh
moderator
            Etika Berdebat 
a)      Dalam berdebat, harus diperhatikan beberapa etika, yaitu:
b)      Berfikir logis dan memiliki pengetahuan yang mendukung permasalahan yang
dibahas dalam debat
c)      Mampu berbahasa dengan baik, benar dan komunikatif serta tanggap terhadap
respon yang diterima
d)     Dilarang menyangkut pautkan pembahasan dengan SARA

Contoh Debat
            Dalam ruang sidang, kita bisa melihat bagaimana jaksa dan pembela saling
berdebat mengeluarkan berbagai macam argumentasi. Pembela berusaha untuk
membuktikan bahwa yang dibelanya itu benar/tidak bersalah dengan
menghadirkan bukti-bukti dan melontarkan argumen yang mampu mematahkan
argumen jaksa, sehingga pembela dapat memperoleh kemenangan. Kemudian,
jaksa berusaha untuk menguatkan pendapatnya melalui penyampaian pasal-pasal
yang memberatkan pembela. Sedangkan hakim bertindak sebagai penengah
sekaligus juri yang akan memutuskan siapa yang menang.

2.10    Persiapan Laporan Singkat


Hal ini dimaksudkan untuk merekam bentuk kalimat uraian mengenai usul yang
diajukan oleh pembicara. Laporan singkat dapat mencerminkan yang sewajarnya,
maka seorang pembicara pun telah mengetahui setiap aspek masalah yang
berhubungan dengan masalah lainnya. Pembicara hendaklah mempersiapkan
laporan singkat afirmatif dan negatif untuk mengetahui kasus bagi kedua belah
pihak.
1.      Bentuk dan pengembangan laporan
Laporan singkat hendaknya mempergunakan simbol-simbol yang tetap dengan
susunan: angka-angka romawi, huruf-huruf kapital, huruf-hurufarab, dan huruf-
huruf non kapital. Dalam pendahuluan hubungan maju langkah demi langkah dari

14
umum ke khusus menuju penalaran-penalaran terhadap fakta-fakta. Segala
pernyataan haruslah diserasikan dengan baik.

2.      Bagian-bagian laporan
Suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a)      Pendahuluan
Yang biasanya terdiri dari:
Þ    alasan pengadaan diskusi.
Þ    asal usul masalah.
Þ    batasan istilah-istilah.
Þ    masalah yang diakui.
Þ    hal-hal yang tidak relevan.
Þ    pendirian-pendirian utama pihak afirmatif.
Þ    pokok-pokok permasalahan.

b)      Isi
Isi laporan membuat argumen-argumen dan fakta-fakta penunjang bagi pihak
afirmatif dan negatif. Argumen utama merupakan jawaban-jawaban terhadap
pokok-pokok persoalan. Untuk menguji hubugan setiap argumen kata sebab atau
karena dapat disisipkan di belakang setiap pernyataan dalam isi laporan.

c)      Kesimpulan
Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argument-argumen utama
dalam bentuk “anak kalimat sebab“ atau “klausa selagi” yang diikuti atau “maka
dengan demikian”. Bagian afirmatif dan negatif masing-masing mempunyai
kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan satu dan lainnya.
2.11     Persiapan Pidato Debat
Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang berbeda yaitu:
1.      PidatoKonstruktif
Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato konstruktif yang
diturunkan dari argument-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta

15
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan para pendengarnya maupunargumen-
argumen yang timbul dari para penyanggahnya.
Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan
kalau perlu dan juga bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen-
argumen yang dikemukakan oleh oposisi. Karena waktu yang tersedia bagi
pembicara atau pidato debat memang terbatas, masalah yang dipilih serta usul
yang diajukan dalam pengembangan kasus merupakan pertimbangan-
pertimbangan penting, merupakan konsiderasi-konsiderasi utama. Hal-hal yang
harus ditekankan, fakta-fakta yang paling persuasif, minat serta kepercayaan
umum atau khusus para pendengar yang dapat dimanfaatkan, serta susunan ide-ide
yang akan dapat menimbulkan daya pikat yang paling kuat.

Untuk menemui serta memenuhi segala tuntutan bagi persiapan pidatonya,


pembicara debat hendaklah menelaah baik masalah-masalah yang bersifat
argumentatif maupun yang persuasif. Di mana akan menemui segala hal yang
perlu sekali bagi persiapan pidato, dalam pembuktian kasusnya, dalam penemuan
oposisi, dan dalam menarik perhatian serta meyakinkan para pendengar.

2.      Pidato Sanggahan
Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argument-argumen
konstruktif yang baru. Akan tetapi fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang
telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus tersebut.
Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata gagal
memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan. Sang pembicara
hendaknya mengakhiri serta menyimpulkan pembicaraannya dengan cara
mengarahkan kembali perhatian para pendengar kepada pokok-pokok persoalan
utama dalam perdebatan itu dan dengan jalan memperlihatkan secara khusus
bagaimana pembuktiannya menjawab masalah-masalah tersebut secara lebih
memuaskan ketimbang yang dilakukan oleh kasus penentang atau oposisinya itu.

16
2.12    Sikap Dan Teknik Berdebat
Para anggota debat yang tidak berpengalaman sering kali menimbulkan kebencian
para pendengar karena sikap mereka yang suka bertengkar, suka bercekcok, dan
menganggap dirinya selalu benar. Seorang pedebat haruslah bersifat rendah hati,
wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya.
Dia harus menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya
dan mempergunakan kata-kata dan ekspresi-ekspresi yang samar-samar yang
tidak di kehendaki oleh fakta-fakta nya.
Dalam hal ini mereka menghadapi kemungkian dan bukan kepastian mereka harus
yakin bahwa tidak mengemukakan sesuatu yang tidak ingin dan tidak dapat
diterima oleh para pendengar. Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka
berbuat marah karena adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak langsung dari
para lawan mereka. Sikap tenang dan santai serta sopan santun terhadap para
lawan dan para pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik.
Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah
komunikasi langsung dan persuasif dengan para pendengarnya. Harus dijaga
benar-benar agar tujuan utama ini jangan tersingkir oleh hal-hal kecil yang tidak
penting sama sekali.

2.13     Keputusan
Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu perdebatan diadakan
dengan cara pemungutan suara atau voting, resolusi, atau rancangan undang-
undang. Dalam kantor pengadilan keputusan yang diambil oleh hakim atau juri.
Dalam perdebatan-perdebatan yang berhubungan dengan pendidikan, keputusan
mempunyai jenis yang beraneka ragam. Beberapa perdebatan diadakan tanpa
suatu keputusan resmi di antaranya:
1.           Jenis-jenis keputusan pada perdebatan antar perguruan tinggi.
Pada perdebatan antar perguruan tinggi, keputusan dapat diambil dengan cara
pemungutan suara dari pendengar, suatu komite hakim atau juri maka seorang
hakim juga dapat menyajikan suatu kritik yaitu:
a.          Keputusan oleh para pendengar. Apabila suatu pemungutan suara
dilemparkan kepada para pendengar, maka kepeda mereka dapat diminta untuk

17
mengemukakan pendapat terhadap usul itu sendiri setelah mempertimbangkan
argumen pada kedua belah pihak, atau kegunaan perdebatan, ataupun keduanya.
b.         Keputusan oleh para hakim. Karena para pendegar belum tentu merupakan
orang yang ahli dalam teknik pengambilan keputusan mengenai manfaat
perdebatan lebih baik keputusan seorang hakim yang ahli dalam teori perdebatan.
Mereka mungkin mengadakan perundingan untuk mecapai suatu keputusan.
c.          Keputusan dengan kritik. Pada masa akhir ini telah sering diadakan keputusan
dengan kritik. Seorang ahli mengenai argumentasi dan perdebatan diundang untuk
memberikan suatu keputusan mengenai perdebatan itu dan suatu keputusan
mengenai karya para pendebat. Diapun dapat mengomentari aspek dasar dan
penampilan.

2.           Perdebatan tanpa keputusan resmi


Diskusi itu akan memperlihatkan sampai di mana taraf dan kemampuan para
pendengar dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan akan mencerminkan butir-
butir yang belum dibuat jelas, serta argumen-argumen yang tidak ditunjang secara
memuaskan. Banyak perguruan tinggi yang lebih mengutamakan perdebatan tanpa
keputusan karena mereka ingin memusatkan perhatian terhadap pemberitahuan
atau pelaporan kepada para pendengar saja.

3.           Pentingnya keputusan
Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap penataan perdebatan hendaknya
memilih hakim-hakim yang berwenang dan tidak berprangsangka sehingga
keputusan yang diambil benar-benar jujur, adil dan tepat sasaran. Penekanan yang
berlebihan akan mengubah program perdebatan dan membuatnya menjadi
pertandingan belaka.

2.14     Turnamen Debat


Turnamen debat mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan
pendidikan. Sebagai latihan tunggal suatu program debat memberi keuntungan
yang tidak sedikit. Tetapi tujuan dari suatu masa perdebatan hal itu akan

18
mengarah pada tujuan yang salah. Bahayanya ialah para pastisipan beranggapan
bahwa keputusan yang memenangkannya merupakan kriteria utama keberhasilan.
1.      Prosedur turnamen debat
Prosedur yang lazim di suatu turnamen debat ialah turut mengundang beberapa
lembaga untuk mengirimkan suatu tim afirmatif dan suatu tim negatif. Bagi
perdebatan mengenai sebuah suatu tema, pasangan-pasangan yang berdebat
sebaiknya adalah kelipatan empat, contohnya kita analogikan 16, masing-masing
tim berarti mempunyai 16 perdebatan pada putaran pertama. Selanjutnya pada
putaran kedua 16 tim pendebat dieliminasi oleh seorang hakim yang akhirnya
didapatkan tim yang tersisih dan yang melanjutkan ke putaran kedua.

2.      Masalah-masalah dalam turnamen debat


Yang menjadi masalah pokok turnamen debat ini adalah menemukan sejumlah
hakim yang cukup berwenang untuk memberi keputusan-keputusan yang akan
mendapat respek. Masalah lain adalah daya tahan dari semua yang bersangkutan
mewajibkan perdebatan yang berkesinambungan selama beberapa jam mengenai
suatu masalah. Ketika para anggota debat beranggapan tujuan utama karir
berbicara mereka selaku mahasiswa tingkat prasarjana, perdebatan itu hendaklah
mempertimbangkannya serta menyesuaikannya dengan tujuannya.

2.15     Norma-Norma Dalam Berdebat Dan Bertanya


1.      Norma-norma dalam berdebat
Semua pembicara hendaknya memiliki:
a.       Pengetahuan mengenai pokok pembicaraan.
b.      Kemampuan menganalisis.
c.       Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi.
d.      Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta.
e.       Kecakapan menemukan buah pikiran.
f.        Keterampilan dalam membuktikan kesalahan.
g.       Keterarahan, kelancaran dalam penyampaian pidato (Mulgrave, 1954:75).

2.      Norma-norma bertanya

19
a.       Mengetahui yang akan didiskusikan sebelum bertanya.
b.      Bersungguh-sungguh dalam mencari informasi.
c.       Janganlah kita ingin menguji pembicara.
d.      Singkat dan tepat.
e.       Tidak terlalu berbelit-belit.
f.        Hindarkan pertanyaan dari prasangka emosional.
g.       Pertanyaan mempunyai tujuan tertentu yaitu mencari penjelasan dan fakta-fakta
yang telah dikemukakan pembicara.
h.       Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus.
i.         Hindarkan cara berfikir yang tidak masuk akal dengan tidak untuk
mendemonstrasikan keterampilan kita sendiri (powers,1951:311).

20
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa debat merupakan suatu
argumen untuk  menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh
satu pihak yang disebut pendukung/afirmatif, dan ditolak, disangkal, oleh pihak
lain yang disebut penyangkal atau negatif.
Metode pembelajaran debat termasuk metode pembelaran yang interaktif
dan memaksa siswanya untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.Metode
pembelajaran debat efektif dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa.
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara pihak yang berpandangan
affirmatif (mendukung topik) dan negatif (tidak mendukung topik), baik secara
perorangan maupun kelompok, terhadap permasalahan yang dibahas, sehingga
salah satu pihak dapat memperoleh kemenangan. Sementara diskusi adalah
metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir secara
berkelompok atau bersama-sama sehingga menghasilkan penyelesaian atau
penjelasan secara mufakat.

3.2  Saran
Penulis mempunyai saran-saran yaitu:
Ø  Sebaiknya dalam debat kita menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Ø  Jangan menggunakan emosi ketika berpendapat maupun menyanggah.
Ø  Menerima kritikan dan saran.

21
DAFTAR PUSTAKA

     Tarigan, Henry Guntur.1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.
www.wikipedia.com
www.wordpres_model pembelajaran debat.com

Anda mungkin juga menyukai