Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AQIDAH AKHLAK

PERILAKU TERCELA

Disusun oleh:
Nama : Elsa Nurjanah
Kelas : XI Mipa Thoriq Bin Ziyad

MADRASAH ALIYAH YPPA CIPULUS


TAHUN PELAJARAN 2021 – 2022
Cipulus – Wanayasa – Purwakarta

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perilaku Tercela” dalam
rangka memenuhi tugas Aqidah Akhlak ini.
Makalah ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Ibu Mirna selaku guru
pembimbing mata pelajaran Aqidah Akhlak.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga makalah tentang Perilaku Tercela
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Manfaat..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Akhlaq Tercela.................................................................................2
2.2 Sebab-sebab kemerosotan akhlak..................................................................2
2.3 Contoh-contoh Akhlaq Tercela......................................................................3
2.4 Bahaya Akhlak Tercela................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia perlu memperhatikan perangainya dari waktu ke waktu yang
dalam perjalanan itu kehidupan manusia mengalami banyak perubahan. Kemajuan
perdaban menimbulkan pergeseran banyak perilaku yang mempengaruhi perangai
perorangan maupun kelompok.
Iman Ibnul Qayyim berkata, "Akhlak yang tercela adalah bermula dari
kesombongan dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok
tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan
jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat sesuatu dan sebagainya.
Ibnul Qayyim juga mengatakan bahwa sebagaimana akhlak terpuji, akhlak
tercela juga memiliki akar di mana satuan-satuannya dapat dikelompokkan. Jika
akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak
juga akan selalu ada disana. Mengenai hal itu, Ibnul Qayyim menyebutkan dua
akar penyakit akhlak[1], yaitu Pertama, penyakit syubhat. Kedua, penyakit
syahwat.
Begitu banyaknya hal yang dapat menyebabkan kemerosotan akhlak yang
dapat menimbulkan akhlak atau perilaku tercela.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang di atas, penulis mengambil suatu rumusan masalah,
yaitu:
a) Apakah definisi akhlak tercela ?
b) Apa saja sebab kemerosotan akhlak ?
c) Apa saja contoh-contoh akhlak yang tergolong dengan akhlak tercela ?
d) Apa saja bahaya yang ditimbulkan oleh akhlak tercela ?

1.3 Manfaat
a) Mahasiswa mengetahi macam-macam akhlak tercela dan bahayanya.

1
b) Dapat menghindarkan dirinya, keluarga ataupun lingkungan dari perilaku
tercela karena membawa dampak buruk bagi semua aspek dan komponen
kehidupan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akhlak Tercela


Definisi akhlak menurut Imam AI-Gozali adalah: Ungkapan tentang sikap
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak
memerlukan pertimbangan atau pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu,[2] artinya
menciptakan, dari akar kata ini pula ada kata makhluk (yang diciptakan) dan kata
khalik (pencipta), maka akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang
datang dari pencipta (Allah swt). Sedangkan moral berasal dari maros (bahasa
latin) yang berarti adat kebiasaan, disinilah terlihat berbeda antara moral dengan
akhlak, moral berbentuk adat kebiasaan ciptaan manusia, sedangkan akhlak
berbentuk aturan yang mutlak dan pasti yang datang dari Allah swt. Kenyataannya
setiap orang yang bermoral belum tentu berakhlak, akan tetapi orang yang
berakhlak sudah pasti bermoral. Dan Rasulullah saw di utus untuk
menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabdanya dalam hadist dari Abu
Khurairah, “Sesungguhnya aku diutus Allah semata-mata untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak manusia.”
Dengan demikian, akhlak (perilaku) tercela adalah semua sikap dan
perbuatan yang dilarang oleh Allah, karena akan mendatangkan kerugian baik
bagi pelakunya ataupun orang lain.

2.2 Sebab-sebab kemerosotan akhlak


Akhlak, memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan
mulia, dan sebaliknya juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya
merosot dan jatuh ke dalam keterpurukan.
Di antaranya yaitu :
a. Lemah Iman

2
Lemahnya iman merupakan petanda dari kerendahan dan rusaknya
moral, ini disebabkan kerana iman merupakan kekuatan (untuk membina
akhlak) dalam kehidupan seseorang.
b. Tabiat/ watak asli
Ada sebagian orang yang memang memiliki tabi'at/watak asli yang
buruk, rendah, suka iri dan dengki terhadap orang lain. Tabi'at ini lebih
mendominasi pada diri orang tersebut, sehingga terkadang pendidikan
yang diperolehnya sama sekali tidak mempengaruhi perilakunya.

c. Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak yang sangat kuat bagi perilaku
seseorang, karena seperti dikatakan pepatah bahwa seseorang adalah
anak lingkungannya. Kalau dia hidup dan terdidik dalam lingkungan
yang tidak mengenal makna adab dan akhlak serta tidak tahu tujuan
hidup yang mulia, maka akhlaknya akan rusak sebagai mana hasil
didikan lingkungannya.

2.3 Contoh-contoh Akhlaq Tercela


Akhlaq tercela dapat menciptakan perilaku tercela. Perilaku tercela dapat
di golongkan menjadi dua macam, yaitu perilaku yang berdampak buruk bagi
dirinya sendiri dan perilaku tercela yang berdampak buruk bagi orang lain. Begitu
banyaknya macam-macam akhlak tercela yang terdapat dalam hati manusia. Akan
tetapi, penulis hanya mengurai beberapa contoh akhlak tercela, yaitu
ujub/berbangga diri, takabur, putus asa, berlebih-lebihan, dusta dan iri/dengki.
a. Ujub
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas defenisi ujub sebagai
berikut[3]: "Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah
dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia
tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi
saudaranya itu lebih wara' dari perkara haram dan lebih suci jiwanya
ketimbang dirinya!". Orang yang demikian itu, beranggapan bahwa
segala kesuksesan yang diraihnya, seperti harta yang melimpah, jabatan

3
yang tinggi, kepandangan yang tak tertandingi semata-mata karena hasil
usaha serta kehebatan dirinya. Semua itu ia pikir, ia raih tanpa bantuan
dari siapapun, termasuk Allah SWT.
orang yang bersikap/berperilaku ‘ujub’ biasanya selalu merasa dirinya
benar, tidak pernah salah atau keliru, karenanya tidak bisa menerima
kritik orang lain.
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ujub antar lain Surat At-
Taubah:55 yang artinya:
Artinya: “Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu (menjadikan kamu bersikap ujub). Sesungguhnya Allah
menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-
anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir”. (QS.
Taubah: 55)
Abu Wahb al-Marwazi berkata, Aku bertanya kepada Ibnul
Mubarak, Apakah kibr (sombong) itu?،¨ Dia menjawab, Jika engkau
merendahkan orang lain.،¨ Lalu aku bertanya tentang ujub, maka dia
menjawab jika engkau memandang bahwa dirimu memiliki kelebihan
yang tidak dimiliki oleh orang lain, aku tidak tahu sesuatu yang lebih
buruk bagi orang yang shalat daripada ujub.
Berikut ini adalah hal-hal yang Dipakai 'Ujub dan Terapinya[4]:
1. 'Ujub dengan fisiknya
Pengobatan jenis 'ujub ini adalah dengan tafakkur (memikirkan)
tentang berbagai kotoran batinnya, tentang mula penciptaan dan
akhir kesudahannya, tentang bagaimana wajah yang cantik dan tubuh
yang gemulai itu akan terkoyak-koyak oleh tanah dan membusuk di
kubur hingga menjijikkan.

2. 'Ujub dengan kedigdayaan dan kekuatan


'Ujub dengan kekuatan mengakibatkan kekalahan dalam peperangan,
pencampakan diri ke dalam kebinasaan dan terburu-buru. Terapinya
ialah dengan mengetahui bahwa meriang sehari saja bisa
melemahkan kekuatannya dan bahwa apabila ia ujub dengan

4
kekuatannya bisa jadi Allah akan mencabutnya dengan sebab
pelanggaran paling ringan yang dilakukannya.

3. 'Ujub dengan intelektualitas


Terapinya ialah dengan bersyukur kepada Allah atas karunia
intelektualitas yang telah diberikan-Nya, dan merenungkan bahwa
dengan penyakit paling ringan yang menimpa otaknya sudah bisa
membuatnya berbicara melantur dan gila sehingga menjadi bahan
tertawaan orang. Ia tidak aman dari ancaman kehilangan akal jika ia
ujub dengan intelektualitas dan tidak mensyukurinya. Hendakalah ia
menyadari keterbatasan akal dan ilmunya. Hendaklah pula ia
mengetahui bahwa ia tidak diberi ilmu pengetahuan kecuali sedikit,
sekalipun ilmu pengetahuannya luas.

4. 'Ujub dengan nasab terhormat


Terapi penyakit ini adalah mengatahui bahwa jika ia menyalahi
perbuatan dan akhlak nenek moyangnya dan mengira bahwa ia akan
disusulkan dengan mereka maka sesungguhnya ia bodoh, tetapi jika
meneladani nenek moyangnya maka hendaknya mengetahui bahwa
nenek moyangnya tidak pernah ujub bahkan mereka senantiasa
khawatir terhadap dirinya. Mereka mulia karena ketaatan, ilmu, dan
sifat-sifat terpuji bukan dengan nasab.

5. Ujub dengan nasab para penguasa yang zhalim dan pendukung


meraka.
Terapinya adalah dengan merenungkan tentang berbagai kehinaan
mereka dan tindakan-tindakan kezhaliman mereka terhadap para
hamba Allah, kerusakan yang meraka lakukan terhadap agama Allah,
dan bahwa mereka adalah orang yang dimurkai Allah.

6. 'Ujub dengan banyaknya jumlah anak, pelayan, budak, keluarga,


kerabat.

5
Terapinya adalah merenungkan tentang kelemahannya dan
kelemahan mereka, bahwa mereka semua adalah hamba yang lemah,
tidak kuasa memberi manfaat dan bahaya kepada diri mereka sendiri.

7. 'Ujub dengan harta


Terapinya adalah merenungkan tentang keburukan-keburukan harta
kekayaan, hak-haknya yang banyak, dan para pendengkinya yang
rakus. Kemudian memperhatikan keutamaan orang-orang fakir dan
bahwa mereka akan masuk surga terlebih dahulu pada hari kiamat.

8. 'Ujub dengan pendapat yang salah*


Terapi ujub ini lebih berat ketimbang terapi 'ujub yang lainnya,
karena pemilik pendapat yang salah tidak mengetahui kesalahannya,
seandainya tahu pasti ditinggalkannya. Tidak akan mengobati
penyakit orang yang tidak tahu bahwa dirinya sakit. Terapinya secara
umum adalah hendaknya ia selalu menuduh pendapatnya sendiri dan
tidak terpedaya, kecuali jika secara pasti didukung oleh Al-Qur'an
atau sunnah atau dalil akal yang shahih yang memenuhi berbagai
persyaratannya.

b. Takabbur
Takabbur adalah sikap perilaku membesarkan diri dan tidak menerima
kebenaran serta memandang kecil atau rendah terhadap orang lain.
Dalam bahasa Indonesia perkataan takabur sama dengan sombong.
Sikap/perilaku takabur termasuk akhlak tercela dan wajib dijauhi oleh
setiap muslim muslimah. Sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak diragukan lagi, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang takabbur
(sombong). (QS. An-Nahl:23)
Sifat sombong dibagi menjadi kesombongan batin dan
kesombongan zhahir. Kesombongan batin adalah kesombongan yang

6
terdapat dalam jiwa (hati), sedangkan kesombongan zahir adalah
kesombongan yang dilakukan anggota zahir, karena tingkah laku
seseorang merupakan akibat dari apa yang terjadi di hatinya.
Kesombongan batin akan memaksa anggota tubuh untuk melakukan hal-
hal yang bersifat sombong, maka apabila hanya menyimpan di dalam
hati tanpa ada tindakan disebut dengan kibr (sifat sombong).
Kesombongan berbeda dengan ujub. Karena ujub tidak
memerlukan orang lain yang dijadikan bandingannya. Seperti seseorang
yang ujub dengan ibadah shalat tahajudnya, maka ia tidak perlu melihat
ibadah tahajud orang lain, cukup baginya mengatakan, “Saya seorang
ahli ibadah karena selalu melakukan ibadah tajajud.” Maka ia telah
melakukan ujub. Sedangkan kesombongan, orang yang sombong
memerlukan orang lain untuk membandingkan dengannya. Semakin
tinggi kesombongannya, maka ia tidak ingin ada orang yang
menandinginya dan ingin selalu berada di atas yang lain.
Orang yang memiliki sifat sombong tidak menyadari bahaya
yang dapat di timbulkan dari sifat ini. Rasulullah bersabda :
“Tidak akan masuk surga (memperoleh kebahagiaan) orang yang di
dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebesar semut”. (HR.
Muslim)
Terapi sifat sombong dan cara memperoleh sifat tawadhu’
Terapi sifat sombong pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini.
Terapi pengobatannya adalah degnan ilmu dan amal. Karena penyakit ini
tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu.
Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan
siapa Penciptanya. Apabila seseorang telah mengetahui dan menyadari
dengan benar siapa hakikat dirinya, maka dia akan merasa dirinya hina
dan penuh kelemahan. Selanjutnya, akan menjadikannya sebagai seorang
yang tawadhu’. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan
membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan
mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.

7
c. Putus asa
Semua umat manusia pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah
menjadi lemah dan lenyap kekuatannya karena putus asa merupakan
penyakit atau racun yang benar-banar membahayakan bagi setiap pribadi
manusia.
Bukan sembarangan jika Allah SWT. dalam salah satu firman-
Nya, mempersamakan antara sifat putus asa itu dengan sifat kekafiran.
Sebabnya tiada lain hanyalah karena bencana yang ditimbulkan oleh
kedua macam sifat itu sama-sama besar dan dahsyat. Firman Allah dalam
Al-Qur’an, yang artinya: “janganlah kamu semua berputus asa dari
rahmat Allah, sesungguhnya tidak tidak ada yang suka berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan golongan orang-orang kafir”. (QS. Yusuf:87)
Putus asa memiliki kaitan dengan ujub. Ibnu Mas'ud ra. berkata:
"Kebinasaan ada dalam dua hal, putus asa dan ujub”. Ibnu Mas'ud ra
menyebutkan kedua hal tersebut karena kabahagiaan tidak bisa dicapai
kecuali dengan usaha, pencarian, keseriusan, dan perjuangan, sedangkan
orang yang putus asa tidak mau berusaha dan tidak mau pula mencari,
sementara orang yang 'ujub beranggapan bahwa ia bisa mencapai
kebahagiaan dan menggapai tujuannya sehingga ia tidak mau berusaha,
karenaapa yang sudah ada tidak perlu dicari dan apa yang mustahil juga
tidak perlu dicari.

d. Berlebih-lebihan
Berlebih-lebihan adalah melakukan sesuatu di luar batas ukuran yang
menimbulkan kemudharatan baik langsung ataupun tidak kepada
manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya sikap berlebih-lebihan
akibat dari sikap manusia yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya.
Sekecil apa pun perbuatan manusia berlebih-lebihan akan memberi
dampak negatif bagi manusia dan alam sekitarnya seperti kerusakan
moral, harta benda dan kerusakan alam.
Sikap berlebih-lebihan sangat dibenci Allah, sebagaimana
dalam firmannya :

8
Artinya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am:141).
Allah juga menegaskan dalam ayat lain, yakni:
Artinya: “Dan berilah kepada kerabat-kerabat akan haknya (juga
kepada) orang muslim dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah
engkau boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah
saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-
Isra’: 26-27).
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari sikap berlebih-
lebihan antara lain sebagai berikut:
a. Senantisa bersyukur kepada Allah SWT.
b. Mengatur anggaran keuangan denga menabung.
c. Senantiasa berhemat dan membelanjakan harta seperlunya.
d. Melakukan sesuatu sesuai ukurannya.

e. Dusta
Dalam Alquran kalau kita perhatikan kalimat al-kadzibu, maka
kita temukan dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan wazannya,
seperti Kaadzibu, Kadzaab, Al-Mukadzibuun, Al-Mukadzibiin,
Kadzaaba, Kadzaabat, Makdzuub, Takdziib, Kdazzabuu. Ini semua
sesuai dengan ayat dan bentuknya.
Kebohongan atau sifat dusta adalah suatu sifat yang timbul dari sebab
beberapa faktor yang ada, antara lain:
- Lemah jiwa dan mentalnya.
- Kegoncangan jiwa.
- Senang dengan perhatian manusia atau pandangan manusia.
- Suka bergurau atau bercanda yang berlebihan.
- Rasa dengki dan iri yang ada.
- Lingkungan yang buruk dan berpengaruh padanya.

Dalam Riyadhus Sholihin[5], Imam Nawawi membawakan dalil


dari Ummu Kultsum, dari Nabi saw. bersabda, "Tidaklah dikatakan Al-

9
Kadzibu orang yang mengishlah antara manusia, dan dia berkata baik
pada kedua belah pihak." Hadis Bukhari Muslim. Dalam riwayat Muslim
berkata, Ummu kultsum diberi keringanan tentang apa yang diucapkan
manusia dalam tiga hal, yaitu dalam perang, ishlah antara manusia, dan
ucapan seorang suami pada istrinya, dan istri pada suaminya."

f. Iri Hati atau Dengki


Syeikh Abu Hamid Al-Ghazali berkata [6]: “Ketahuilah bahwa tidak ada
kedengkian (hasad), kecuali terhadap kenikmatan, jika Allah memberi
nikmat kepada saudaramu, maka ada dua hal yang ada pada dirimu.
Pertama, benci kepada seseorang yang memperoleh nikmat, dan berharap
agar nikmat itu lenyap dari padanya. Keadaan ini disebut dengki.
Batasan dengki adalah benci terhadap nikmat, dan ingin melenyapkan
dari orang yang mendapat karunia. Kedua, ia sendiri mengharapkan agar
mendapat nikmat itu tanpa berusaha melenyapkan nikmat yang dimiliki
orang lain.
Sifat pertama di atas adalah haram hukumnya dalam segala hal.
Betapa ganasnya penyakit nafsiyah ini menyerang manusia, bisa kita
lihat dalam berbagai hadits Rasulullah SAW. Di antaranya :
“Hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api yang melalap
kayu bakar”.  (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari
Abbas)
“Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling
memutuskan hubungan persaudaraan, jangan saling membenci, jangan
pula saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba Allah sebagai
saudara”.(HR. Bukhari Muslim)
Orang yang memiliki sifat dengki juga bisa dilihat jika ia
merasa bahagia ketika orang lain mendapatkan suatu bencana atau
musibah. Kegembiraan yang demikian itu dinamakan Syamatah, yatu
bahagia yang timbulnya sebab mendengar atau melihat adanya
kesusahan, kemelaratan, kecelakaan yang menimpa orang yang dianggap

10
saingan atau lawan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang
artinya :
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tapi
jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya”.(HR. Ali
Imran:120)
Dengki adalah pangkal dari semua perilaku tercela. Misalnya
menggunjing, adu domba, menyebar fitnah. Oleh sebab itu, sifat dengki
harus dijauhi karena sifat ini hanya akan membawa manusia terhadap
kemelaratan dan rusaknya silaturahim.
Solusi untuk menghindari sifat dengki, di antaranya:
1) Menyadari dan selalu ingat bahwa iri dengki hanya akan menghapus
amal baik kita.
2) Menyadari dan senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah
Allah berikan.
3) berikhtiyar dan berdoa

2.4 Bahaya Akhlak Tercela


Adapun bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat atau perbuatan dosa itu
seperti di sebutkan oleh Ibnu Qoyyim rahimullah[7], sebagai berikut:
a) Terhalangnya ilmu agama karena ilmu itu cahaya yang diberikan Allah di
dalam hati, dan maksiat mematikan itu.
b) Terhalangnya rezeki, seperti dalam hadits riwayat Imam Ahmad, "Seorang
hamba bisa terhalang rezekinya karena dosa yang menimpanya."
c) Perasaan alienasi pada diri si pendosa yang tiada tandingannya dan tiada
terasa kelezatan.
d) Kegelapan yang dialami oleh tukang maksiat di dalam hatinya seperti
perasaan di kegelapan malam.
e) Terhalangnya ketaatan.
f) Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahannya.
g) Maksiat akan melahirkan maksiat lain lagi, demikian kata ulama salaf:
Hukum kejahatan adalah kejahatan lagi sebagaimana kebaikan akan
melahirkan kebaikan lagi.

11
h) Orang yang melakukan dosa akan terus berjalan ke dalam dosanya sampai
dia merasa dirinya hina. Itu pertanda-tanda kehancuran.
i) Kemaksiatan menyebabkan kehinaan. Dan kebaikan melahirkan
kebanggaan dan kejayaan.
j) Maksiat merusak akal, sedang kebaikan membangun akal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akhlak tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang dilarang oleh
Allah, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya ataupun orang
lain. Akhlak, memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia,
dan sebaliknya juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot
dan jatuh ke dalam keterpurukan.
Akhlaq tercela dapat menciptakan perilaku tercela. Perilaku tercela dapat
di golongkan menjadi dua macam, yaitu perilaku yang berdampak buruk bagi
dirinya sendiri dan perilaku tercela yang berdampak buruk bagi orang lain. Begitu
banyaknya macam-macam akhlak tercela yang terdapat dalam hati manusia.
Beberapa akhlak tercela, yaitu ujub (berbangga diri), takabur (sombong), putus
asa, dusta dan iri/dengki (hasad).

3.2 Saran
 Al-Qur’an menunjukkan cara melawan hawa nafsu dan setan dengan cara
yang sangat mudah yaitu dengan memohon perlindungan dan berpaling
dari orang bodoh, dan menolak perlakuan jahat mereka dengan berbuat
baik.
 Bersyukurlah atas karunia yang telah Allah berikan, maka insyaallah, hati
kita akan selamat dari akhlak tercela.

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Al-firqotunnajiyyah.blogspot.com
Al-qur’an dan Terjemahannya
Ghalayini, Syeikh Mushtafa.1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur.trj.
Moh Abdai Rathomy. Semarang: CV Toha Putra
Muhammad, Ibrahiem. 1982. Al-Hasad Wa Kaifa Nattaqieh trj. Baihaqy
Syafiuddin. Kairo: Maktabah Al-Qur’an
Syamsuri, haji.2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga
Yuhro, Alkasah dan Saminu.2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Viva
Pakarindo
www.al-islam.com
www.dakwatuna.com
www.halaqahdakwah.wordpress.com
www.mail-archive.com
www.mimbarjumat.com

Anda mungkin juga menyukai