Anda di halaman 1dari 17

TINGKAH LAKU TERCELA : BURUK SANGKA, GHIBAH DAN

BUHTHAN
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Hadits
Dosen Pengampu : Dr. H. Mahbub Nuryadien, M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok : 1

Fikri ahmad baihaqi (2281010082)


Sofia dewi Lestari putri (2281010069)
Listiyana (2281010081)
Rosyidatul chawariyyah : ( 2281010090 )

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2024

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrohim. Puja dan puji serta Syukur kepada


Allah SWT tuhan pencipta alam, tuhan yang maha Esa dan maha pengasih atas segala
Rahmat-nya. Serta tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
baginda alam yakni nabi Muhammad SAW.

Dengan izin Allah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul “Tingkah Laku Tercela : Buruk Sangka, Ghibah Dan Buhthan”. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hadits
yang diampu oleh Bapak. Dr. H. Mahbub Nuryadien, M.Ag.

Makalah ini juga disusun dengan keterbatasan ilmu yang kami miliki oleh karena itu
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami juga menerima kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca makalah ini agar makalah ini dapat diperbaiki sebagaimana
mestinya.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam
penyusunan makalah ini. Kami sebagai penulis mengharapkan supaya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khusunya dan umumnya bagi semua pembaca.

Cirebon, 10 Maret 2024

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN........................................................................................................................1
A. Definisi Perilaku Tercela.................................................................................................1
B. Perilaku Buruk Sangka....................................................................................................1
C. Larangan Berbuat Ghibah Dan Buhthan.........................................................................1
D. Larangan Berbuat Boros.................................................................................................1
PENUTUPAN............................................................................................................................1
A. KESIMPULAN...............................................................................................................1
B. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................1

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku tercela merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.


Penganiayaan itu berarti penyiksaan, penghinaan dan berbagai bentuk ketidakadilan
seperti perundungan, kekerasan terhadap hak orang lain, dan lain-lain. Penganiayaan
merupakan perbuatan tercela yang dibenci oleh Allah SWT bahkan manusia lainnya.
Penganiayaan berarti berbuat dosa, oleh karena itu penganiayaan mempunyai akibat
buruk bagi pelakunya, saat ini banyak sekali perilaku-perilaku kasar bahkan menjadi
trend dikalangan orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Mereka selalu menilai
seseorang dan memperlakukan seseorang berdasarkan status sosialnya. Jika seorang
pejabat menilai seseorang jauh di bawah status sosialnya, bukan tidak mungkin dia
akan menuruti keinginannya. Akhlak manusia memang sangat rusak akibat perilaku
tercela tersebut.
Di sisi lain, Al-Qur'an juga mengungkapkan akhlak yang buruk atau tercela
serta memberikan peringatan terhadap hal-hal yang dapat merugikan keimanan
seseorang dan pada akhirnya merugikan dirinya dan nyawanya. kepada masyarakat
Akhlak buruk yang disampaikan Rasulullah menunjukkan kaum Quraisy di masa lalu
yang menolak kebenaran yang disampaikan Rasulullah, begitu pula dengan tokoh-
tokoh Quraisy seperti Abu Jalal, Walid bin Mugirah, Akhnas bin Syariq. Aswad bin
Abdi Yaquts. Oleh karena itu, keimanan merupakan pengakuan akan kebenaran dan
harus dijaga serta ditingkatkan kualitasnya melalui sikap dan perilaku bersyukur. Sifat
terpuji dan hina yang tersembunyi dalam diri manusia selalu berdampingan dan
terlihat dalam perilaku sehari-hari. Jika tingkah laku seseorang menunjukkan
kebaikan, maka sikapnya terpuji. Sebaliknya jika tingkah laku seseorang
menunjukkan baik atau buruk, maka sikapnya tercela. Perilaku memalukan sangat
dilarang oleh Allah SWT dan harus dihindari dalam pergaulan sehari-hari karena
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Maka dari itu seseorang perlu memperhatikan perilakunya ketika terjadi
banyak perubahan dalam kehidupan. Berkembangnya peradaban telah menyebabkan

3
perubahan banyak pola perilaku yang berdampak pada perilaku diri sendiri maupun
orang lain.
Iman Ibnul Qayyim berkata: “Akhlak yang murahan atau tercela timbul dari
kesombongan dan rendahnya harga diri. Dari kesombongan muncul sifat keras kepala,
tidak adil, tergila-gila pada nilai, kedudukan dan status, suka dipuji padahal tidak
berbuat apa-apa, dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Perilaku Tercela ?


2. Bagaimana Perilaku Buruk Sangka ?
3. Apa Saja Larangan Berbuat Ghibah Dan Buhthan ?
4. Apa Saja Larangan Berperilaku Boros ?

C. Tujuan Masalah

1. Memahami Definisi Perilaku Tercela


2. Memahami Perilaku Buruk Sangka
3. Mengetahui Larangan Berbuat Ghibah Dan Buhthan
4. Mengetahui Larangan Berprilaku Boros

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perilaku Tercela

Perilaku tercela atau akhlak tercela ( Akhlak Mazhmumah ) adalah


perilaku yang tidak baik dan tidak disukai oleh Allah. Dalam Al-Qur’an
dan Hadits juga sudah dijelaskan contoh-contoh mengenai tingkah laku
tercela, agar kita dapat menjauhi perilaku-perilaku tersebut seperti dalam
surat Al-Baqarah ayat 246 :

‫َاَلْم َتَر ِاَلى اْلَم ِاَل ِم ْۢن َبِنْٓي ِاْس َر ۤا ِء ْيَل ِم ْۢن َبْع ِد ُم ْو ٰس ۘى ِاْذ َقاُلْو ا ِلَنِبٍّي َّلُهُم اْبَع ْث َلَنا َم ِلًك ا ُّنَقاِت ْل ِفْي َس ِبْيِل ِۗهّٰللا َق اَل َه ْل‬
‫َع َس ْيُتْم ِاْن ُك ِتَب َع َلْيُك ُم اْلِقَتاُل َااَّل ُتَقاِتُلْو ۗا َقاُلْو ا َو َم ا َلَنٓا َااَّل ُنَقاِتَل ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َو َقْد ُاْخ ِر ْج َنا ِم ْن ِدَياِرَن ا َو َاْبَنۤا ِٕىَن ۗا َفَلَّم ا‬
‫ُك ِتَب َع َلْيِهُم اْلِقَتاُل َتَو َّلْو ا ِااَّل َقِلْياًل ِّم ْنُهْۗم َو ُهّٰللا َع ِلْيٌم ۢ ِبالّٰظ ِلِم ْيَن‬

Artinya : "Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat,
(yaitu) ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah seorang
raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Dia menjawab, “Jangan-
jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan berperang juga.”
Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah,
sedangkan sungguh kami telah diusir dari kampung halaman kami dan
(dipisahkan dari) anak-anak kami?” Akan tetapi, ketika perang diwajibkan atas
mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka. Allah Maha
Mengetahui orang-orang zalim."

Ketika para sahabat nabi sangat bersemangat dalam menjalankan


perintah perang suci, ayat ini menunjukkan bahwa bani Israel membawa
perbedaan mereka kepada salah satu nabi setelah wafatnya Musa. Sikap
tersebut menunjukkan sebaliknya. ``Tunjuklah seseorang sebagai raja,
pemimpin perang kami, dan kami pasti akan memeranginya di jalan
Allah.'' Nabi mereka menjawab: ``Berjuanglah, karena takut mati dan
karena cinta dunia, maukah kamu tidak taat dan berperang?'' Mengapa
tidak, atau bagaimana bisa?'' Namun ketika perang sebenarnya dipaksakan
kepada mereka oleh keinginan mereka sendiri, mereka dengan cepat
5
berpaling darinya. dalam ketakutan dan kengerian, namun mereka selalu
konsisten, kecuali beberapa anak. Dan Allah SWT lebih mengetahui, jika
mereka menuntut suatu kewajiban dan mereka sendiri yang melanggarnya,
maka mereka zalim.

Menurut Wahab Ibn Munabbih, “Akhlak yang buruk itu adalah seperti
tembikar yang pecah. Tidak dapat dilekatan lagi dan tidak dapat
dikembalikan lagi menjadi tanah”.Yang termasuk akhlak tercela
diantaranya yaitu: berbuat zalim, kikir, berdusta, khianat, pemarah,
pendendam, curang, takabur, mengadu domba, hasud (dengki atau iri hati),
memutuskan tali silaturahmi, putus asa, mencuri atau mengambil yang
bukan haknya, Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip),
membunuh, dan segala bentuk tindakan atau perbuatan yang tercela yang
bisa berdampak merugikan terhadap orang lain dalam pandangan Islam hal
tersebut termasuk akhlak yang buruk.

B. Perilaku Buruk Sangka

Berburuk sangka atau su'udzon adalah perilaku yang tidak boleh


dilakukan pada siapapun, hendaknya kita menghindari perilaku
berprasangka buruk karena perilaku berprasangka buruk dapat
menimbulkan rasa iri. Prasangka buruk atau Su'udzon adalah perilaku
yang tercela. Hal ini sangat tidak pantas dan sebaiknya kita hindari.
Biasanya orang yang selalu berpikiran buruk terhadap orang lain akan
terus berpikiran buruk terhadap orang tersebut. Dan itu adalah dosa. Allah
SWT telah melarang seluruh umat manusia untuk berprasangka buruk
terhadap siapapun, sebagaimana tercantum jelas dalam ayat 12 surat Al
Hujurat dalam Al-Quran.

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اْج َتِنُبْو ا َك ِثْيًرا ِّم َن الَّظِّۖن ِاَّن َبْع َض الَّظِّن ِاْثٌم َّو اَل َتَج َّسُسْو ا َو اَل َيْغ َتْب َّبْعُض ُك ْم َبْعًض ۗا َاُيِح ُّب‬
‫َاَح ُد ُك ْم َاْن َّيْأُك َل َلْح َم َاِخ ْيِه َم ْيًتا َفَك ِرْهُتُم ْو ُۗه َو اَّتُقوا َۗهّٰللا ِاَّن َهّٰللا َتَّواٌب َّر ِح ْيٌم‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka!


Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang
lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang

6
sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini berisi perintah untuk menghindari terlalu banyak


berprasangka, karena sebagian perbuatan berprasangka buruk adalah dosa.
Dalam ayat ini juga dilarang membuat tajassus. Tajassus mencari
kesalahan atau hal buruk pada orang lain, yang sering kali diakibatkan
oleh prasangka buruk.

Pikiran buruk seringkali datang dari dalam diri kita sendiri. Hal ini
berbahaya karena akan menghancurkan hubungan dengan orang yang
dianggap jelek, padahal orang tersebut belum tentu jelek seperti yang
mereka yakini. Inilah sebabnya mengapa keraguan sangat berbahaya.
Beberapa peneliti bahkan mengatakan bahwa curiga lebih berbahaya
daripada berbohong.

‫ِاّياُك م والظَّن فِان الظَّن َاْك َذ ُب الَح ِد يث‬

Artinya: “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena


prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan.”1

Oleh karena itu, kita harus menghindari sifat-sifat negatif. Ada


banyak cara untuk menghindari sifat buruk, antara lain:

1. Berhati-hatilah dalam berbicara, terimalah kebenaran informasi dan


tindakan.
2. Menerapkan ajaran agama dalam kehidupan
3. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
4. Meningkatkan introspeksi diri

Abu Hatim bin Hibban Al-Busti berkata: “Seharusnya orang yang


berakal mendapat keselamatan dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan
sok dan harus selalu sibuk memikirkan keburukannya sendiri.
Sesungguhnya orang yang hanya memikirkan keburukan dirinya sendiri
dan melupakan keburukan orang lain, maka pikirannya akan damai dan
tidak akan merasa berprestasi. Setiap kali dia melihat dirinya jelek, dia
akan merasa jijik ketika melihat keburukan yang sama pada saudaranya.
Ketika seseorang selalu sibuk memperhatikan keburukan orang lain dan
melupakan keburukan dirinya sendiri, maka hati akan menjadi buta, badan
lelah dan sulit melepaskan keburukan diri sendiri.2

1
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563
2
kitab Raudhah Al-‘Uqala, hal.131
7
Dan Abu Hatim Bin Hibban Al-busti berkata: “Tajassus adalah cabang
kemunafikan, sebagaimana prasangka baik adalah cabang keimanan.” 3
Orang yang sensitif akan memperlakukan saudaranya dengan baik dan
tidak ingin membuat mereka sedih. Sedangkan orang bodoh akan selalu
berprasangka buruk terhadap saudaranya dan tidak segan-segan melakukan
kejahatan yang membuatnya menderita.” Lalu terjadilah perbincangan,
Sufyan bin Husain berkata: “Suatu hari, aku menyinggung keburukan
seseorang di hadapan Iyas bin Mu. " 'Awiyyah. Dia menatap wajahku dan
berkata: "Apakah kamu pernah berperang melawan Romawi?" Aku
berkata 'Tidak.' Dia lebih lanjut bertanya: “Apakah Anda melawan India di
Sindh atau Turki? Saya pun menjawab "tidak". Beliau bersabda:
“Pantaskah orang-orang Romawi, India, dan Turki bertahan dari
keburukanmu, sedangkan saudara-saudaramu yang muslim tidak selamat
dari keburukanmu? Setelah kejadian ini, saya tidak pernah melakukan hal
seperti itu lagi.4 Sungguh respon yang baik dari Iyas bin Mu'awiyah yang
terkenal itu, cerdas sekali. Dan jawaban di atas adalah contoh
kecerdasannya.”

C. Larangan Berbuat Ghibah Dan Buhthan

Secara bahasa ghibah adalah membicarakan orang lain tanpa


sepengatuhannya mengenai sifat atau kehidupan orang yang dibicarakan.
Dari segi terminologi, gosip/ghibah adalah membicarakan orang lain yang
kepribadian dan kehidupannya tidak mereka ketahui, jika mendengarnya
pasti tidak suka. Dan selanjutnya, jika yang dibicarakan tidak ada pada diri
orang yang dibicarakan, berarti berbohong (buhtan) atau mengada-ada dan
ini dosanya lebih besar dari fitnah itu sendiri. Dalam hadits Nabi SAW
dijelaskan gibah dan buhtan yaitu:

‫َم ا ِم ْن َذْنٍب َأْح َر ى َأْن ُيَع ِّج َل ُهللا ِلَص اِح ِبِه اْلُع ُقْو َبَة ِفي الُّد ْنَيا َم َع َم ا ُيَّد َخُر َلُه ِفي ْاآلِخَرِة ِم َن اْلَبْغ ِي َو َقِط ْيَعِة الَّر ِح ِم‬

‘’Tidak ada perbuatan dosa yang akan disegerakan siksanya bagi pelakunya oleh
Allah di dunia dan ditangguhkan (disimpan) baginya di akhirat melainkan berbuat
sewenang wenang dan memutuskan tali silaturrahmi.” (HR. Ibn Mâjah)5
3
kitab Raudhah Al-‘Uqala, hal 133
4
Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir 121
5
rifqoh qudsiah, Studi Hadis-Hadis Akhlak Dalam Kitab Arba’în Al-Nawawi, (Jakarta:Uin Syarif
Hidayatullah, 2018), Hal. 108

8
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa segala hal yang mengarah
kepada permusuhan dan memutus hubungan diantara kaum muslimin itu
dilarang, termasuk berperilaku tercela seperti berburuk sangka, ghibah,
buhthan dan boros.

Ada beberapa poin yang dapat kita tarik terkait dengan pengertian
ghibah di atas, yaitu: Membicarakan keburukan orang lain tanpa
mengetahui apa yang diucapkan, meski dengan kata-kata, sindiran atau
gerak tubuh. Membicarakan rasa malu orang lain. , meskipun apa yang
kita bicarakan itu benar bagi orang yang kita bicarakan. Jika orang yang
dibicarakan mengetahui hal ini, dia tidak akan suka jika orang lain
membicarakan rasa malunya. mencakup kehidupan pribadi, keluarga, dan
spiritual seseorang. Karena berbicara tanpa mengetahui apa yang
diucapkan berarti mengumpat dan tindakan ini sudah pasti mengandung
unsur keinginan untuk merusak harga diri seseorang. Dan dari hadits ini
juga dapat ditegaskan kembali bahwa perbuatan melawan orang lain
adalah perbuatan keji dan menjijikan sebagaimana digambarkan oleh
Allah, gosip atau ghibah diumpamakan dengan seseorang yang memakan
daging saudaranya yang telah meninggal (tubuh saudaranya).

Ada sebagian pendapat yang membenarkan alasan-alasan dalam


Ghibah untuk merujuk pada keburukan orang lain yang mempunyai tujuan
yang baik menurut Sayri'at, yang menurutnya tujuan tersebut hanya dapat
dicapai secara setara. Dalam hal ini, tindak pidana pencemaran nama baik
dianggap tidak ada,6 diantaranya: 7

1. Karena tindakan tidak adil. Yang dirugikan dapat merujuk pada


perbuatan salah pelaku kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan
atau kemampuan untuk memulihkan hak-haknya
(penguasa/pemerintah, hakim, atau lembaga pengambil

6
Ibnu Qudamah, Jalan Orang-Orang yang Dapat Petunjuk, terjemahan. Kathur Suhardi, hlm. 213
7
Abullah bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, hlm. 22-23
9
keputusan).menentukan perkaranya adil), dalam Al-Qur'an surat An-
Nisa ayat 148 Allah berfirman:

‫ال ُيِح ُّب ُهّٰللا اْلَج ْهَر ِبالُّس ْۤو ِء ِم َن اْلَقْو ِل ِااَّل َم ْن ُظِلَۗم َو َك اَن ُهّٰللا َسِم ْيًعا‬
‫َع ِلْيًم ا‬

Artinya : “Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan)


secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2. Sarana untuk mengubah kejahatan dan membawa penindas atau pelaku


kejahatan kembali ke jalan yang benar (peringatan terhadap kejahatan).
Dalam hal ini umat Islam saling membantu dalam ber amar ma'ruf nahi
munkar.
3. Boleh menyebutkan ciri-ciri seperti ketimpangan, kebutaan, kekecilan
agar orang lain cepat memahaminya (bukan membicarakan yang buruk
tetapi menunjukkan bentuk dan ciri-cirinya kepada yang bertanya).
4. Pada bagian ini Terkait, para ulama sepakat menilai bahwa narator (al-
Jarh wa Ta'dil) dapat dan bahkan harus diungkapkan kepada umat
Islam untuk kepentingan ibadah (ini melibatkan pencarian sumber
otentik atau apakah sebuah hadits).
5. Berbicara di muka umum tentang orang-orang yang melakukan
perbuatan haram, misalnya mabuk-mabukan, merampok dan perbuatan
tercela lainnya, boleh saja, seperti dalam hadis Nabi Muhammad SAW
berikut ini (Ibnu Qudaimah, h. 214).
6. Meminta fatwa berarti membela hak-hak seseorang, namun lebih baik
menyebutkan hal-hal yang buruk dengan cara yang lembut. Penyebab
umum terjadinya kata-kata buruk di masyarakat Majelis adalah:
1) Anda ingin meningkatkan status Anda dengan menjelek-
jelekkan orang lain. Artinya memperkuat posisi seseorang
terhadap orang lain dan membuat orang lain berpikir bahwa
dirinya lebih unggul dari orang lain.

10
2) Akibat penyakit jantung, misalnya iri terhadap kesuksesan dan
kejayaan teman atau tetangga, sombong terhadap kehebatan
diri, hingga merendahkan orang lain dengan cara bergosip dan
membalas dendam atas kejahatan yang dilakukan orang lain
terhadap Anda.
3) Untuk melampiaskan kemarahannya yang semakin besar,
ketika marah, ia melakukan tindakan yang menjelek-jelekkan
untuk melampiaskan kemarahannya.
4) Terkadang ada lelucon atau gurauan yang merendahkan orang
lain. Setelah mengetahui beberapa faktor yang mendorong
terjadinya tindakan buruk, sebaiknya menghindarinya dengan
tips berikut:
a) Ingatlah selalu bahwa Allah sangat membenci orang
yang menjelek-jelekkan saudaranya, maka kebaikan
akan kembali kepada orang yang kita bicarakan dan
sekalipun orang yang kita bicarakan tidak mempunyai
kebaikan maka keburukan akan kembali kepada orang
yang kita bicarakan. . bicara . fitnah.
b) Jika pikiran untuk menjelek-jelekkan Anda muncul di
benak Anda, maka lakukanlah introspeksi dengan
mencermati kesalahan diri sendiri dan selalu berusaha
memperbaikinya. Kamu akan merasa malu jika
membicarakan aib orang lain padahal aibmu sendiri tak
terhitung jumlahnya.
c) Sekalipun kamu merasa tidak punya rasa malu,
hendaknya kamu selalu mensyukuri nikmat yang Allah
anugerahkan kepadamu, tanpa menajiskan dirimu
dengan melakukan dosa ghibah.
d) Lindungi diri Anda dari sifat-sifat tercela, seperti sifat
iri hati, iri terhadap keberhasilan orang lain,

11
kesombongan terhadap kelebihan diri sendiri, dan
hindari sifat dendam.
e) Jika Anda memfitnah karena pengaruh teman Anda,
atau karena takut dikucilkan karena tidak ikut
memfitnah, maka Anda harus selalu ingat bahwa Allah
murka kepada siapa pun yang mencari keridhaan
manusia dengan sesuatu yang membuat Allah murka.

D. Larangan Berbuat Boros

Sifat boros tidak hanya terdapat pada harta tahta dunia, namun juga
dapat terjadi pada hal-hal lain. Seperti hal nya pemborosan tenaga,
pemborosan listrik, pemborosan air, percuma, pemborosan waktu, dan
sebagainya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang boros. Nabi
muhammad saw memberi contoh untuk tidak boros perihal uang. Mulai
dari atribut pakaian yang kita kenakan dan barang bawaan Anda. Nabi
Muhammad SAW tidak pernah menyia-nyiakan apapun bahkan
menggunakan apa yang masih bisa digunakan. Cara mengatasi sifat boros
tersebut adalah dengan berhemat dan yang lebih penting kita harus sadar
bahwa kita tidak bisa membawa pulang kekayaan, kekayaan (duniawi).
Apa yang telah saya lakukan di dunia. Itu sebabnya kita harus bisa
menghemat uang mulai sekarang. Berhemat tidak sama dengan kikir.
Orang yang hemat tidak akan menyia-nyiakan hartanya untuk keperluan
yang tidak penting. Orang yang pelit adalah orang yang sulit
mengeluarkan uang kecuali terpaksa. Allah melarang terhadap
menggunakan harta secara berlebihan atau boros. Islam jelas melarang
sikap ini. Dalam QS. Al-Isra 27 Allah SWT berfirman:

‫ِاَّن اْلُمَبِّذ ِر ْيَن َك اُنْٓو ا ِاْخ َو اَن الَّشٰي ِط ْيِۗن َو َك اَن الَّشْيٰط ُن ِلَر ِّبٖه َك ُفْو ًر‬

12
Artinya : “Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”8

Penjelasan Tafsir Tahlili sebagai berikut :

Kemudian Allah swt menyatakan bahwa para pemboros adalah


saudara setan. Ungkapan serupa ini biasa dipergunakan oleh orang-orang
Arab. Orang yang membiasakan diri mengikuti peraturan suatu kaum atau
mengikuti jejak langkahnya, disebut saudara kaum itu. Jadi orang-orang
yang memboroskan hartanya berarti orang-orang yang mengikuti langkah
setan. Sedangkan yang dimaksud pemboros dalam ayat ini ialah orang-
orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya dalam perbuatan
maksiat yang tentunya di luar perintah Allah. Orang-orang yang serupa
inilah yang disebut kawan-kawan setan. Di dunia mereka tergoda oleh
setan, dan di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.
Allah swt berfirman: Dan barang siapa berpaling dari pengajaran Allah
Yang Maha Pengasih (Al-Qur'an), Kami biarkan setan (menyesatkannya)
dan menjadi teman karibnya. (az-Zukhruf/43: 36) Dan firman Allah swt:
(Diperintahkan kepada malaikat), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim
beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah. (ash-
shaffat/37: 22) Di akhir ayat, dijelaskan bahwa setan sangat ingkar kepada
Tuhannya, maksudnya sangat ingkar kepada nikmat Allah yang diberikan
kepadanya, dan tidak mau mensyukurinya. Bahkan, setan membangkang
tidak mau menaati perintah Allah, dan menggoda manusia agar berbuat
maksiat. Al-Karkhi menjelaskan keadaan orang yang diberi kemuliaan dan
harta berlimpah. Apabila orang itu memanfaatkan harta dan kemuliaan itu
di luar batas-batas yang diridai Allah, maka dia telah mengingkari nikmat
Allah. Orang yang berbuat seperti itu, baik sifat ataupun perbuatannya,
dapat disamakan dengan perbuatan setan. Ayat ini diturunkan Allah dalam
rangka menjelaskan perbuatan orang-orang Jahiliah. Telah menjadi

8
https://nu.or.id/superapp

13
kebiasaan orang-orang Arab menumpuk harta yang mereka peroleh dari
rampasan perang, perampokan, dan penyamunan. Harta itu kemudian
mereka gunakan untuk berfoya-foya supaya mendapat kemasyhuran.
Orang-orang musyrik Quraisy pun menggunakan harta mereka untuk
menghalangi penyebaran agama Islam, melemahkan pemeluk-
pemeluknya, dan membantu musuh-musuh Islam. Ayat itu turun untuk
menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.

Beberapa efek/dampak buruk perilaku/gaya hidup Boros :

1) Uang yang dimiliki cepat habis karena biaya hidup yang tinggi
2) Menjadi budak hobi (nafsu) yang bisa menghalalkan uang haram
3) Malas membantu yang membutuhkan & beramal sholeh
4) Selalu sibuk mencari harta untuk memenuhi kebutuhan.
5) Menimbulkan sifat kikir, iri, dengki, suka pamer
6) Anggota keluarga terbiasa hidup mewah tidak mau jadi orang sederhana
7) Bisa stres atau gila jika hartanya habis
8) Bisa terlilit hutang besar yang sulit dilunasi
9) Sumber daya alam yang ada menjadi habis
10) Tidak punya tabungan untuk saat krisis Oleh sebab itu mari kita hindari
sifat boros dalam hidup kita agar kita bisa hidup bahagia tanpa harta yang
banyak bersama seluruh anggota keluarga kita.

Ada peribahasa hemat pangkal kaya, sehingga dengan menjadi orang


yang bergaya hidup sederhana walaupun kaya raya maka hartanya akan
berkah dan terus bertambah dari waktu ke waktu.Dari uraian tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa sikap boros itu dilarang dan nabi mengajarkan
sifat hemat.

Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari sifat boros, antara lain :

1) Membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan

14
2) Memperbanyak bersedekah dan membantu orang yang tidak mampu
seperti fakir miskin
3) Meningkatkan ketaqwaan
4) Membiasakan diri hidup sederhana sehingga merasa tentram hati dan
jiwanya
5) Lebih mendekatkan diri kepada Allah swt serta memperbanyak iktikaf
6) Selalu melihat kondisi ekonomi orang lain sehingga dapat menimbulkan
sikap hati-hati dalam mebelajakan uang agar tidak terjerumus ke dalam
lembah kesengsaraan9

PENUTUPAN
A. KESIMPULAN

Berburuk sangka adalah perilaku yang tidak boleh dilakukan


kepada siapapun itu, dan sebaiknya perilaku berprasangka yang buruk
harus kita hindari karena berburuk sangka itu dapat menjadikan penyebab
timbulnya iri. Jika ada sebuah kabar tentang tindakan atau ucapan orang
lain yang tidak kamu sukai, maka kamu harus mecari alasannya, jika kamu
tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu
sendiri, mungkin mereka itu mempunyai alasan yang tepat sehingga
mereka melakukan perbuatan tersebut. Tajassus itu adalah cabang dari
kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan
cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada
saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan
orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan
tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita sendiri.

9
Muhammad Rafli, Tingkah Laku Tercela
15
Secara terminologi ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia
mendegar maka ia tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan
tidak terdapat dalam diri yang dibicarakan itu berarti dusta (buhtan) atau
mengada ada dan itu merupakan dosa yang lebih besar dari ghibah itu
sendiri.

B. DAFTAR PUSTAKA

Abullah bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terjemahan. Abu Haidar dan Abu
Fahmi, hlm. 22-23
Ibnu Qudamah, Jalan Orang-Orang yang Dapat Petunjuk, terjemahan. Kathur
Suhardi, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007
Kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285)
Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir 121
Kitab Raudhah Al-‘Uqala, hal 133
Rifqoh qudsiah, Studi Hadis-Hadis Akhlak Dalam Kitab Arba’în Al-Nawawi,
(Jakarta:Uin Syarif Hidayatullah, 2018), Hal. 108

16

Anda mungkin juga menyukai