Anda di halaman 1dari 124

BERTANYA DAN

BERPIKIR
(Pengembangan High Order Thinking
Skill)

Prof. Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd., M.A.


Dr. Moh. Zayyadi, M.Pd.
Riya Dwi Puspa, M.Pd.
Lely Purnawati, S.Pd.
BERTANYA DAN BERPIKIR
(Pengembangan High Order Thinking Skill)

© vi+118; 16x24 cm
Januari 2021

Penulis : Prof. Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd., M.A.


Dr. Moh. Zayyadi, M.Pd.
Riya Dwi Puspa, M.Pd.
Lely Purnawati, S.Pd.
Editor : Moh. Afandi
Layout &
Desain Cover : Duta Creative

Duta Media Publishing


Jl. Masjid Nurul Falah Lekoh Barat Bangkes Kadur Pamekasan, Call/WA:
082 333 061 120, E-mail: redaksi.dutamedia@gmail.com

All Rights Reserved.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ISBN: 978-623-6705-53-7 IKAPI: 180/JTI/2017


Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KetentuanPidana
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii | Bertanya dan Berpikir


Sekapur Sirih
Mengajar pada hakikatnya adalah sebuah proses
mengaktifkan siswa untuk berpikir dan belajar. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan guru untuk menstimulasi agar siswa
berpikir adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
signifikan baik ragam maupun caranya. Kualitas pertanyaan guru
sangat berpengaruh terhadap taraf berpikir siswa. Faktanya,
apabila guru hanya mengajukan pertanyaan tingkat rendah
(LOTS), siswa cenderung berpikir tingkat rendah juga. Sebaliknya,
guru yang mengajukan pertanyaan tingkat tinggi (HOTS) maka
akan merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi pula.
Apakah sebagai guru, kita telah menyadari bahwa
pertanyaan adalah sebuah alat untuk mengajar? Apakah guru
menyadari bahwa cara mengajukan pertanyaan telah
mempermudah siswa belajar dan menjadikan siswa berpikir?
Apakah guru menyadari kualitas pertanyaan untuk mendorong
siswa berpikir tingkat tinggi? Bagaimana guru bertanya untuk
mendorong siswa berpikir?
Dalam buku ini, tulisan kami mungkin sangat sederhana.
Namun besar harapan kami mampu memberikan sumbangan
berarti bagi pembelajaran untuk mendorong keterampilan
berpikir siswa.

Malang, Januari 2021

Pengembangan High Order Thinking Skill | iii


DAFTAR ISI

Sekapur Sirih ......................................................................................... iii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
BAB 1
DEFINISI, PERAN DAN BERTANYA DALAM ERA MERDEKA
BELAJAR ................................................................................................... 1
❖ APA ITU BERTANYA? .....................................................................2
❖ MENGAPA GURU HARUS BERTANYA?....................................4
❖ BAGAIMANA GURU BERTANYA? ..............................................7
❖ PERAN PERTANYAAN DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA................................................................................ 10
❖ BERTANYA DALAM ERA MERDEKA BELAJAR ................. 21
❖ REFLEKSI DIRI… SUDAHKAH KITA MENJADI GURU
PENGGERAK MERDEKA BELAJAR? ....................................... 26
BAB 2
TAKSONOMI BLOOM DAN KETERAMPILAN BERPIKIR ..........30
❖ TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN BLOOM .............. 31
❖ KETERAMPILAN BERPIKIR...................................................... 43
BAB 3
MACAM-MACAM PERTANYAAN DAN KIAT BERTANYA..........60
❖ MACAM-MACAM PERTANYAAN ............................................ 60
❖ CONVERGENT ................................................................................ 65
❖ DIVERGENT .................................................................................... 65
❖ PROBING AND FOLLOW UP ..................................................... 66
❖ LEADING QUESTION ................................................................... 68
❖ CHECKLISTING .............................................................................. 68
❖ REPRODUCTIVE QUESTIONING ............................................. 69
❖ EVALUATIVE QUESTIONS......................................................... 70
❖ QUESTIONS REGARDING THE CLASSROOM ..................... 70

iv | Bertanya dan Berpikir


❖ RHETORICAL QUESTION .......................................................... 71
❖ FOCAL QUESTION ........................................................................ 71
❖ FUNNEL QUESTION ..................................................................... 72
❖ KIAT BERTANYA .......................................................................... 73
BAB 4
BERTANYA UNTUK MENDORONG BERPIKIR.............................78
❖ FOCUSING SKILLS ........................................................................ 78
❖ INFORMATION GATHERING SKILLS .................................... 80
❖ REMEMBERING SKILLS ............................................................. 81
❖ ANALIZYING SKILLS ................................................................... 84
❖ GENERATING SKILLS.................................................................. 85
❖ INTEGRATING SKILLS ................................................................ 87
❖ EVALUATING SKILLS .................................................................. 88
BAB 5
MEMANFAATKAN KLARIFIKASI PIKIRAN SISWA UNTUK
PENGEMBANGAN HOTS.....................................................................93
❖ REVOICING...................................................................................... 93
❖ PROMPTING TO SAY ................................................................... 95
❖ REPEATING..................................................................................... 97
❖ ADDING ON ..................................................................................... 99
❖ EXPLAINIG OTHER’S IDEAS .................................................. 101
❖ ASKING FOR EVIDENCE .......................................................... 103
❖ REASON ON OTHER ................................................................. 104
❖ REVISING ...................................................................................... 106
❖ WAIT TIME .................................................................................. 108
❖ PARTNER TALK ......................................................................... 109
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................... 114

Pengembangan High Order Thinking Skill |v


BERTANYA DAN
BERPIKIR
(Pengembangan High Order Thinking
Skill)

Prof. Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd., M.A.


Dr. Moh. Zayyadi, M.Pd.
Riya Dwi Puspa, M.Pd.
Lely Purnawati, S.Pd.

vi | Bertanya dan Berpikir


BAB 1
DEFINISI, PERAN DAN BERTANYA DALAM ERA
MERDEKA BELAJAR

Dalam proses pembelajaran, bertanya merupakan sebuah


seni dan unsur terpenting yang tidak terpisahkan. Bahkan ada
pendapat yang mengatakan bahwa efektivitas mengajar seorang
guru dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengajukan
pertanyaan yang tepat. Dengan kata lain, mengajukan pertanyaan
dengan baik adalah mengajar yang baik. Peranan ‘pertanyaan’
merupakan bagian penting dalam menyusun sebuah pengalaman
belajar bagi siswa. Sehingga, keterampilan bertanya bagi seorang
guru merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
dikuasai. Melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang lebih bermakna. Dapat dibayangkan
jika dalam suatu pembelajaran tidak ada pertanyaan yang
terlontar dari guru maupun siswa. Pembelajaran akan terasa
kering, guru hanya berperan sebagai penyampai informasi, tidak
terjalin diskusi, sehingga pada akhirnya pembelajaran menjadi
membosankan dan kurang bermakna.
Socrates meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan akan
diketahui atau tidak diketahui oleh siswa, hanya jika guru dapat
mendemonstrasikan keterampilan bertanya yang baik dalam
praktik pembelajaran di kelas. Dalam kelas, guru ibarat seorang
sutradara yang mengatur dan mengarahkan siswanya untuk aktif
dalam pembelajaran. Bertanya atau mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab siswa adalah salah satu cara yang
dapat dilakukan guru. Bertanya memerlukan keterampilan.
Karenanya, tidak berlebihan jika keterampilan bertanya
merupakan salah satu dari delapan keterampilan dasar mengajar
yang harus dikuasai oleh guru. Apakah sebagai guru kita
menyadari seberapa penting peran pertanyaan kita? Seberapa

Pengembangan High Order Thinking Skill |1


penting keterampilan bertanya yang baik harus dikuasai guru? Di
era “merdeka belajar”, sudahkah kita menjadi “guru merdeka”?
Tulisan ini sederhana, namun akan sedikit memberi sumbangsih
untuk untuk merefleksi kembali pembelajaran kita di kelas.
Sebagai pengantar, apa, mengapa dan bagaimana tentang sebuah
kata “bertanya” akan menjadi pembahasan dalam bab pertama ini.

❖ APA ITU BERTANYA?


Mengutip kata John Dewey, “Thinking it self is question”,
bertanya terkait erat dengan berpikir. Dapat diartikan bahwa
bertanya adalah mengemukakan pertanyaan yang mengkaji atau
menciptakan ilmu pada diri siswa. Sedangkan menurut pendapat
Brown (1975) pengertian bertanya adalah “any statement which
tests or creates knowledge in the learner (setiap pertanyaan yang
mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri siswa-siswi merupakan
pengertian dari bertanya)”. Bertanya dapat pula diartikan sebagai
keinginan mencari informasi yang belum diketahui. Sehingga jika
bertanya ada pada kondisi pembelajaran maka bertanya
merupakan proses meminta keterangan atau penjelasan untuk
mendapatkan informasi yang belum diketahui dalam
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Mason (2020) menyatakan bahwa bertanya berarti
menggunakan pertanyaan dan petunjuk lain yang ditawarkan
kepada siswa untuk membantu mereka mengarahkan perhatian
mereka melalui cara-cara yang berpotensi agar mereka
memperoleh peningkatan pemahaman. Bertanya merupakan
suatu aktivitas dasar manusia untuk mengumpulkan informasi,
menggunakan informasi untuk belajar, membantu kita
memecahkan masalah, membantu proses pengambilan keputusan
dan untuk memahami satu sama lain lebih jelas (Chikiwa &
Schäfer, 2018). Bertanya adalah kunci dari sebuah komunikasi
untuk memperoleh lebih banyak informasi. Komunikasi yang
sukses adalah sebuah bentuk interaksi dimana kita semua

2 | Bertanya dan Berpikir


bertanya atau ditanyai dalam sebuah percakapan. Bertanya
adalah salah satu bentuk interaksi dalam komunikasi
pembelajaran (Dahal et al., 2019). Aktivitas bertanya dapat
memunculkan stimulus efektif yang dapat mendorong
kemampuan berpikir. Dengan kata lain, kegiatan bertanya guru
kepada siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa bertanya merupakan suatu bentuk akvitas dalam
komunikasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau
pengetahuan mengenai sesuatu hal, kejadian atau peristiwa yang
belum diketahui. Dengan bertanya, seseorang dapat menarik
perhatian orang lain untuk memberitahukan informasi penting
yang belum diketahui atau belum dipahami. Dalam proses
pembelajaran di kelas, bertanya dilakukan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Bertanya dalam
pembelajaran akan memunculkan proses berpikir. Selain itu,
bertanya juga dapat mendorong keterlibatan, meningkatkan
pembelajaran, memotivasi siswa, dan menyediakan umpan-balik
tantang kemajuan pembelajaran, baik kepada guru maupun siswa.
Sehingga dapat terciptanya proses pembelajaran yang berpusat
kepada siswa.
Proses bertanya dalam pembelajaran mendorong
terciptanya lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered learning environment) sembari memelihara
aktivitas yang berfokus pada tujuan pembelajaran (a goal focused
learning activity). Mengajukan pertanyaan merupakan salah satu
strategi pengajaran dasar yang dapat diterapkan pada hampir
semua bidang materi pelajaran, tingkatan kelas, atau kepribadian
guru. Jika dilakukan dengan efektif, strategi ini dapat mendorong
keterlibatan, meningkatkan pembelajaran, memotivasi siswa, dan
menyediakan umpan-balik tantang kemajuan pembelajaran, baik
kepada guru maupun siswa. Oleh karena itu, teknik bertanya yang

Pengembangan High Order Thinking Skill |3


efektif sangat penting dikuasai oleh guru untuk mengontrol
proses pembelajaran agar mencapai tujuan yang yang
direncanakan. Teknik bertanya yang baik akan memunculkan
banyak jawaban kreatif dan memunculkan pertanyaan lain yang
luar biasa.

Sumber: https://images.app.goo.gl/kqCtujp9kBfX2nFz9

❖ MENGAPA GURU HARUS BERTANYA?


Albert Einstein pernah berkata “one most important thing
in this life is not to stop to questioning (salah satu hal terpenting
dalam hidup adalah tidak berhenti bertanya)”. Sebagai guru, satu
kata yang terlintas adalah mengajar. Apakah hubungan
pernyataan Einstein dengan mengajar? Anatole France (1859)
dalam seolah hendak menjawab pertanyaan ini, “The whole art of
teaching is only the art of awakening the natural curiosity of young
minds for the purpose of satisfying it afterwards”
(https://www.goodreads.com/author/show/48535). Mengajar
adalah sebuah bentuk seni untuk merangsang keingintahuan
siswa. Rasa ingin tahu itulah sesungguhnya yang akan membuat
siswa selalu ditantang untuk berpikir. Semua harus penuh tanda
tanya, karena dengan itulah kita akan selalu berpikir.
Mengapa kita harus berpikir? Menjawab pertanyaan ini,
pasti kitapun pada akhirnya menjadi berpikir. Berpikir untuk
mengetahui jawabannya. Jika tidak, maka kita kurang mempunyai

4 | Bertanya dan Berpikir


rasa ingin tahu untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tegasnya, kita enggan berpikir. Bagaimana dengan siswa kita?
Tentunya kita tidak pernah menginginkan ke”enggan”an ini
terjadi pada mereka. Oleh karena itu, aneh rasanya jika dalam
proses pembelajaran ada guru yang meminta siswa duduk manis
di bangkunya dan mendengarkan dengan baik ceramah guru
dalam pembelajaran. Duduk manis memang membuat suasana
kelas menjadi tenang, namun tak mampu menunjukkan ekspresi
dan potensi super unik siswa-siswi kita. Lebih tragis lagi, jika
terdapat guru yang tidak mengizinkan siswa bertanya. Bahkan
menganggap tabu jika ada siswa yang bertanya. Sesungguhnya,
tak ada pertanyaan berarti tak belajar pula. Semua orang memiliki
otak yang berpotensi untuk berpikir. Optimalisasi otak melalui
proses berpikir inilah yang seharusnya menjadi menu utama
dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Mengapa guru harus bertanya? Berdasarkan pengantar di
atas, meskipun hal-hal berikut ini belum lengkap, uraian berikut
ini menjawab pertanyaan tersebut secara umum.
➢ Untuk memperoleh informasi
Fungsi utama sebuah pertanyaan adalah untuk mendapatkan
informasi. Salah satu misalnya, di awal kegiatan pendahuluan
pembelajaran, saat guru mengabsen siswa, “ Siapa yang tidak
hadir hari ini?”
➢ Untuk menunjukkan perhatian dan ketertarikan komunikasi
pembelajaran.
Kegiatan bertanya memungkinkan seorang guru untuk
mengetahui kemampuan peserta didiknya, hal ini berguna
tidak hanya sebagai suatu bentuk perhatian dari apa yang
sudah dikerjakan oleh siswa akan tetapi juga penting untuk
memahami proses berpikir seorang siswa, misalnya “ Menarik
sekali langkah-langkah penyelesaiannya, bisa diceritakan lagi
bagaimana mendapatkan kesimpulan jawaban seperti itu?”.

Pengembangan High Order Thinking Skill |5


➢ Untuk mengeksplorasi proses berpikir ataupun kesulitan
belajar yang mungkin dimiliki oleh siswa.
Pertanyaan dalam pembelajaran dapat digunakan untuk
mengeksplorasi perasaan, pendapat, keyakinan, ide ataupun
proses berpikir seorang siswa. Proses berpikir dan
kemampuan berpikir siswa secara lengkap akan dibahas pada
bab 2 buku ini.
➢ Untuk memperjelas atau mengklarifikasi suatu hal.
Dalam suatu komunikasi, pertanyaan biasanya digunakan
untuk mengklarifikasi sesuatu yang disampaikan oleh
pembicara. Klarifikasi sangat penting untuk meminimalisir
kesalahpahaman dalam sebuah proses pembelajaran. Secara
lengkap pertanyaan klarifikasi akan dibahas secara khusus
pada bab 5 dalam buku ini.
➢ Untuk menguji pengetahuan dan mendorong pemikiran lebih
lanjut
Pertanyaan untuk menguji pengetahuan bisa berbentuk soal-
soal tes maupun kuis. Pertanyaan juga harus disusun dengan
kata-kata sedemikian rupa untuk mendorong agar terjadi
proses berpikir lebih lanjut. Ketika seorang siswa tidak
mampu menyebutkan nilai akar 90, guru dapat merangkai
pertanyaan yang bersifat membimbing, misalnya:
Guru : “berapakah nilai akar 90?”
Siswa : “tidak tahu, Bu”
Guru : “apakah kamu tahu nilai akar 81?”
Siswa : “akar dari 81, saya tahu Bu, 9”
Guru : “ bagaimana dengan nilai akar 100?”
Siswa : “nilai akar 100, saya juga tahu Bu, 10”
Guru : “bagus, sekarang dapatkah kamu menghubungkan
ketiga nilai akar tersebut?”
Siswa : “90 terletak diantara 81 dan 100, berarti akar 90
diantara 9 dan 10 ya Bu?”

6 | Bertanya dan Berpikir


Dalam hal ini kegiatan bertanya guru untuk mendorong siswa
berpikir bagaimana cara menentukan nilai akar suatu
bilangan.

❖ BAGAIMANA GURU BERTANYA?


Guru yang efektif dapat menggunakan pertanyaan untuk
menginspirasi, meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan berpikir siswa. Tak hanya itu,
melalui keterampilan bertanya seorang, guru juga mampu
menumbuhkan sikap kritis siswa dalam menghadapai suatu
masalah. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pulalah dia
membimbing siswa dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan, ketika itu pula dia mendorong siswa untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik. Dalam hal ini, istilah
“pertanyaan” tidak selalu harus dalam “kalimat tanya”, melainkan
juga dapat dalam bentuk pernyataan, jika keduanya menginginkan
jawaban verbal.
Bagaimana seharusnya guru bertanya? Jangan berikan
pertanyaan yang jawabannya hanya ada di kunci jawaban saja. Hal
ini tidak akan melatih siswa terampil berpikir. Memang
pertanyaan kita akan terjawab, tetapi langkah ini dapat membuat
siswa mandul cara berpikirnya. Mencari jawaban dari hasil
berpikir jauh berbeda kualitasnya jika dibandingkan dari hasil
menemukan jawaban pada kunci jawaban. Sekali-kali berikan
siswa kita tantangan berupa proyek kerja, menulis essai, menulis
makalah atau tugas apapun yang mampu menguji keterampilan
berpikir mereka.
Sesungguhnya, tak ada guru yang pandai dengan
sendirinya. Begitu pula bagi guru yang ingin mengembangkan seni
bertanya efektif di dalam kelas. Guru perlu mempelajari
bagaimana seni bertanya efektif. Beberapa kegiatan berikut dapat
dijadikan pedoman dalam kegiatan bertanya di kelas, diantaranya:

Pengembangan High Order Thinking Skill |7


1. Merencanakan pertanyaan.
Fakta di kelas, berdasarkan pengalaman pribadi tentunya,
banyak guru baru merencanakan pertanyaan yang akan
diajukan sesaat sebelum bertanya. Namun, alangkah baiknya
jika semua pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa kita
sudah termaktub dalam rencana pembelajaran (RPP)

2. Menggunakan beragam level jenis pertanyaan untuk


memfasilitasi keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Level jenis pertanyaan akan menjadi pembahasan pada bab
berikutnya dari buku ini. Hai ini sangat penting dilakukan
guru sebagai upaya untuk membantu siswa melatih
kemampuan berpikirnya. Secara sederhana, upayakan
mengikuti kaidah mudah-sukar dan sederhana-rumit.
Pertanyaan yang mudah dapat memotivasi dan meyakinkan
siswa, sesungguhnya mereka dapat menjawab pertanyaan
guru. Sedangkan pertanyaan sulit bertujuan untuk
merangsang kemampuan berpikir tingkat tingginya.

3. Menyediakan waktu tunggu berpikir untuk menjawab


pertanyaan.
Waktu tunggu sangat penting untuk dapat mendorong proses
berpikir. Ketika kita menjumpai suasana kelas yang hening
karena tak ada seorangpun yang dapat menjawab pertanyaan,
hindari langsung menjawab sendiri atau mengganti
pertanyaan, berhitunglah dalam hati sampai pada hitungan
kelima. Trik ini mampu memberi kesempatan berpikir untuk
siswa. Baru kemudian kita dapat meminta siapa diantara
mereka yang mau menjawab secara sukarela. Prinsip secara
sederhana, lontarkan pertanyaan untuk semua siswa, beri
mereka waktu berpikir, dan tentukan secara acak siapa yang
akan menjawabnya.

8 | Bertanya dan Berpikir


4. Hindari langsung memberikan opini dan juga umpan
balik terhadap jawaban siswa pada bentuk pertanyaan
yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Upayakan untuk dapat menahan diri menanggapi jawaban
siswa secara langsung. Beri kesempatan siswa lain untuk
saling mendengarkan jawaban diantara mereka. Dalam hal ini,
mereka akan saling belajar untuk melatih keterampilan
berpikir.

5. Mendengarkan dengan seksama jawaban siswa.


Pada prakteknya, hal ini sangat penting khususnya ketika
guru menyampaikan pertanyaan terbuka, pertanyaan kreatif
ataupun pertanyaan evaluatif. Lebih detailnya, jenis-jenis
pertanyaan akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
Hal ini perlu dilakukan agar guru dapat menangkat ide
maupun gagasan cemerlang dari setiap jawaban siswa.

Sumber : https://images.app.goo.gl/vm8VfpY4D3R16Y9m8

6. Berikan penguatan positif atas jawaban siswa.


Ketika siswa menjawab dengan dengan benar untuk jenis
pertanyaan mengulang informasi (level pengetahuan pada
Taksonomi Bloom-level berpikir paling rendah), respon
positif bisa kita berikan dalam bentuk pujian atau koreksi jika
sekiranya jawaban tersebut masih kurang tepat. Sedangkan

Pengembangan High Order Thinking Skill |9


untuk merespon jawaban atas pertanyaan tingkat tinggi, kita
bisa kembali memperhatikan trik pada kegiatan nomer 5 di
atas.

7. Menggunakan teknik yang bervariasi saat meminta siswa


menjawab pertanyaan.
Ketika kita ingin semua siswa terlibat dalam memberikan
jawaban, salah satu cara bisa dengan menyebut nama siswa
secara acak, atau mengambil kartu bernomor yang
disesuaikan dengan nomor presensi kehadiran, atau bisa juga
dengan melempar bola kepada murid yang akan diminta
menjawab pertanyaan. tentunya, semua prosedur tersebut
harus disepakai dulu dengan siswa.

8. Mengajarkan siswa membuat pertanyaan.


Kegiatan bertanya, tidak hanya dilakukan oleh guru dalam
proses belajar mengajar. Rasa ingin tahu harus selalu
dimunculkan untuk merangsang proses berpikir. Ibarat
sebuah pepatah, “Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”. Guru harus menguasai terlebih dahulu
keterampilan bertanya efektif. Praktikkan kehebatan guru,
refleksikan pengalaman kepada siswa, itulah cara terbaik
bagaimana siswa menguasai keterampilan bertanya efektif.

❖ PERAN PERTANYAAN DALAM PEMBELAJARAN


MATEMATIKA
Pada hakikatnya melalui bertanya kita akan mengetahui
dan mendapatkan informasi tentang segala sesuatu yang ingin
kita ketahui. Pada proses pembelajaran, kegiatan bertanya
menunjukkan adanya interaksi yang dinamis antara guru dengan
siswa dan siswa dengan siswa. Kegiatan bertanya akan lebih
efektif apabila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot, mudah
dimengerti atau relevan dengan topik yang sedang dibahas.

10 | Bertanya dan Berpikir


Dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran
matematika, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru
membentuk berbagai peran, diantaranya;
1. Sebagai acuan untuk menelaah dan merangkum
pembelajaran sebelumnya
Di dalam pembelajaran matematika, hubungan antar konsep-
konsep jauh lebih penting dari konsep itu sendiri, karena
setiap konsep memerlukan konsep pemahaman konsep yang
lain. Tanpa memahami hubungan tersebut, pembelajaran
suatu konsep akan lebih sulit atau bahkan mustahil dipahami
oleh siswa. Oleh karena itu diperlukan pertanyaan-
pertanyaan yang mampu membuat siswa bisa melihat
keterkaitan antar materi pelajaran matematika. Contohnya:
“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba nyatakan
dengan kalimat kalian sendiri bagaimanakah cara menghitung
luas layang-layang!”
Hal yang perlu dihindari adalah pertanyaan yang
mengarahkan siswa menjadi secara serentak atau membaca
tulisan yang ada, karena tidak membuat siswa menelaah apa
yang telah dipelajari.
Contoh pertanyaan yang perlu dihindari:
“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba sebutkan rumus
luas layang-layang!”.

Contoh lain pertanyaan terkait dalam peran ini adalah:


“Dari yang sudah kita pelajari hari ini, jelaskan bagaimana
hubungan antar persegi panjang dengan jajar genjang!”
Pertanyaan pada dimensi kedua ini lebih diarahkan pada
merangkum atau menarik poin penting dari apa yang telah
dipelajari. Sementara kegiatan menelaah lebih intens
diberikan di dalam proses pembelajaran berlangsung.
Contoh pertanyaannya:

Pengembangan High Order Thinking Skill | 11


• “Sekarang, coba masing-masing dari kalian menuliskan,
hal-hal apa saja yang menjadi ciri penting dari sebuah
jajar genjang!”
• “Jadi, apa kesimpulan yang dapat kita tulis setelah
mempelajari hubungan antar bangun datar?” Bagaimana
kalian dapat menyatakan hubungan tersebut secara
sederhana?”

2. Mendorong atau melibatkan siswa berpikir matematis


Berpikir matematis dalam pembelajaran matematika, apakah
itu? Hampir setiap mendengar kata matematika, yang ada
dalam pikiran orang adalah “angka” dan “rumus”. Padahal
sesungguhnya belajar matematika adalah belajar untuk
berpikir logis dan sistematis. Secara umum berpikir
matematis adalah memfokuskan kegiatan berpikir dengan
melibatkan kecermatan, relevansi, dan ketepatan. Sehingga
berpikir matematis dapat pula dikatakan berpikir logis.
Namun tentu yang dimaksud adalah logika matematika, logika
yang didasarkan pada kebenaran secara matematis. Jadi,
berpikir matematis tidak “melulu” harus berkaitan dengan
angka atau bilangan.
Tidak semua pertanyaan dapat mendorong siswa untuk
berpikir matematis. Oleh karena itu, harus dipilih dengan
cermat pertanyaan yang dapat mendorong siswa berpikir
matematis. Penggunaan bilangan tentu saja membuat sesuatu
menjadi lebih cermat. Contohnya: “seberapa besar selisih luas
antara lapangan basket dengan lapangan sepak bola?”
Contoh pertanyaan yang harus dihindari:
“Manakah yang lebih luas antara lapangan basket dan
lapangan sepak bola?”
Contoh lain adalah :

12 | Bertanya dan Berpikir


“Dapatkah kalian menjelaskan mengapa persegipanjang
merupakan jajargenjang?”, “Apakah semua sifat jajargenjang
ada pada persegipanjang?”
Hindari pertanyaan: “Apakah persegipanjang dan jajargenjang
itu berbeda?”.
Selain tidak perlu, jika tidak diikuti dengan pertanyaan yang
lebih substansial, pertanyaan ini tidak akan membuat siswa
berpikir matematis.
Untuk mendorong siswa berpikir lebih cermat dan teliti,
gunakan pertanyaan yang menghendaki kecermatan dan
ketelitian. Contohnya:
“Jika volume botol air mineral yang kalian bawa diukur dalam
satuan cm3 , barapakah volume botol air mineral tersebut
dalam satuan cm3 hingga angka satuan terdekat?”
Untuk dapat mendorong siswa berpikir matematis-logis, kita
perlu menghindari pertanyaan yang bersifat dikotomi atau
benar salah atau sekedar menyebutkan definisi atau bunyi
suatu konsep. Jadi, hindari bentuk pertanyaan “Sebutkan....”,
atau “Apakah....”.
Bentuk pertanyaan yang dapat digunakan, seperti: “Mengapa
.... “, “Bagaimana cara .....”, “Deskripsikan ....”, atau “Berilah
contoh .... dengan sifat ... “.
Namun, dalam praktik pembelajaran, sering kita mengalami,
bagaimana jika ternyata siswa belum mampu berpikir
matematis atau ternyata apa yang dipikirkan siswa belum
mengarah pada berpikir matematis? Dalam hal ini, guru dapat
mengajukan pertanyaan yang bersifat penggugah atau
pendorong.
Contoh:
• “Coba kamu periksa dan pikirkan kembali, apakah sudah
tepat cara menjawabnya seperti itu?”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 13


• “Bagaimana kamu mendapatkan bilangan tersebut?
Adakah perhitungan yang aneh yang telah kamu
lakukan?“
• “Coba diperiksa kembali, mungkinkah jawabannya
merupakan bilangan pecahan?”

3. Menilai kesiapan siswa


Bertanya juga dibutuhkan untuk menilai kesiapan siswa.
Tentu bukan kesiapan fisik semata, tetapi yang lebih penting
kesiapan untuk berpikir. Hal ini penting, karena keberadaan
siswa di kelas tidak langsung berarti bahwa siswa juga telah
siap mengikuti pelajaran. Dalam mempelajari matematika,
berpikir merupakan aktivitas paling pokok yang harus
dipastikan dilakukan oleh siswa.
Bentuk pertanyaan dengan tujuan ini lebih bersifat lisan
ketimbang tulisan. Oleh karena itu, dengan melihat susasana
dan perilaku siswa di kelas, guru juga dapat mengambil
keputusan apakah bertanya ataukah tidak.
Contoh pertanyaannya:
• “Bagaimana anak-anak, kita akan melanjutkan materi
pembelajaran, apakah kalian siap menyelidiki volume
kerucut?”
• “Andika, coba sebutkan peralatan apa saja yang sudah
disiapkan kelompokmu!”
• “Apakah masih ada pertanyaan lagi atau masih ada
yang ragu, berikutnya kita akan mempelajari volume
bola”

4. Mengecek pekerjaan rumah atau tugas kelas dan


pemahaman siswa
Bentuk bertanya secara lisan juga dapat diajukan untuk
mengecek pekerjaan rumah (PR) siswa. Hal yang perlu dicek
antara lain, apakah mereka sudah menyelesaikan PR, apakah

14 | Bertanya dan Berpikir


ada anggota kelompok yang tidak ikut mengerjakan PR,
apakah mereka membutuhkan waktu lebih lama lagi, apakah
mereka membutuhkan penjelasan tambahan, atau apakah ada
masalah atau soal yang membingungkan bagi mereka.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan membantu kita
sebagai guru memberikan penilaian terhadap tugas PR secara
lebih adil dan benar.
Hal yang sama juga berlaku apabila kegiatan bertanya
ditujukan untuk mengecek tugas kelas dan pemahaman siswa.
Contohnya:
• “Pertanyaan manakah yang paling menyulitkan menurut
kalian? Mengapa?”
• “Apakah masih ada yang belum memahami terkait dengan
tugas tersebut?”
• “Adakah kata-kata atau kalimat yang masih
membingungkan bagi kalian?”

5. Memfokuskan perhatian siswa pada materi matematika


tertentu
Agar pembelajaran menjadi lebih menarik, guru perlu
melakukan segala upaya untuk membuat siswa fokus pada
pembelajaran. Namun jika dalam pelaksanaan ada beberapa
siswa tidak fokus karena melakukan aktivitas lain, maka guru
harus segera meminta atau mengalihkan siswa agar kembali
fokus pada pembelajaran. Teknik bertanya menjadi salah satu
cara untuk mendapatkan perhatian siswa pada pembelajaran.
Contoh pertanyaan untuk memusatkan kembali perhatian
siswa secara adalah:
• “Syifa... mengapa kamu melihat ke luar jendela?”
• “Alzam, Maulana.... sampaikan bagaimana hasil diskusi
dengan kelompok kalian!”
Hal lain yang lebih teknis adalah bagaimana membuat siswa
lebih fokus pada hal-hal tertentu dalam materi matematika.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 15


Dalam tujuan ini, kita perlu menampilkan pengingat atau
salah satu ciri penting dari materi tertentu itu.
Misalkan kita ingin siswa fokus pada hubungan kuantitatif
atau hubungan perbandingan antara volume limas dan
volume prisma dengan luas alas dan tinggi yang sama, maka
kita perlu mengarahkan siswa pada beberapa kegiatan yang
terkait atau ciri dari konsep kuantitas atau perbandingan
tersebut.
Contoh secara khusus untuk memusatkan pada materi
pembelajaran:
• “Sudah berapa kali kamu melakukan penakaran? Jadi,
berapa perbandingannya?”
• “Setelah melakukan kegiatan tersebut, coba kalian tulis
hubungan volum kedua bangun tersebut! Gunakan data
yang sudah kamu peroleh.”

6. Menilai ketercapaian tujuan pembelajaran atau sebagai


asesmen formatif
Pertanyaan formatif yang bersifat lisan di depan kelas, tidak
dapat menilai siswa satu per satu. Sehingga, bertanya sebagai
asesmen formatif, lebih baik dinyatakan secara tertulis karena
bisa menjangkau setiap siswa dan bersifat individual. Dengan
demikian tujuan menilai untuk melakukan kedudukan siswa
dan diagnosa kesulitan tidak akan tercapai.
Tidaklah benar, jika pertanyaan asesmen hanya berkisar pada
pertanyaan benar-salah, juga pertanyaan terkait definisi atau
bunyi rumus. Namun demikian, pertanyaan yang bersifat
konseptual tidak berarti tidak penting. Barangkali sering
dilupakan oleh guru, bahwa tidak semua siswa telah
memahami konsep walaupun mereka dapat menyelesaikan
soal-soal terapan konsep tersebut. Hanya saja, pertanyaan
berbentuk konseptual harus dinyatakan untuk mendapatkan
pemahaman bukan hanya sekedar mengingat.

16 | Bertanya dan Berpikir


Contohnya:
• “Coba jelaskan dengan 3 cara berbeda, pengertian bangun
datar persegi!”
• “Berilah contoh dan bukan contoh, 5 benda dalam bentuk
yang berbeda-beda di sekitar kita yang dapat
dikategorikan sebagai prisma!”
• “Jelaskan, apakah kerucut termasuk dalam jenis bangun
ruang limas?”
Sementara bentuk pertanyaan terapan konsep, tidak cukup
pertanyaan yang bersifat mekanistik. Jauh lebih penting,
bentuk pertanyaan yang bersifat problematik atau bersifat
terbuka namun tetap terkait dengan konsep yang akan
dinilai.
Contoh pertanyaan yang bersifat mekanistik:
• “Berapa cm2 luas belah ketupat yang panjang masing-
masing diagonalnya 12 cm dan 16 cm?”
• “Hitunglah volume limas, jika diketahui luas alasnya 10
cm2 dan tingginya 5 cm!”
Contoh pertanyaan yang dianjurkan:
• “Jika sebuah persegipanjang memiliki luas 36 cm2 dan
memiliki sisi-sisi bilangan bulat, lukislah semua bentuk
persegipanjang yang mungkin dalam satuan cm!”
• “Jika volume limas 100 cm2 dan tingginya 5 cm, berapa
keliling yang alasnya berbentuk segitiga? Nyatakan
jawabanmu dalam angka satuan terdekat!”
• “Pak Hanif akan membuat wadah penampung air. Ia ingin
wadah dapat menampung antara 80 hingga 100 liter air.
Berbentuk apa dan berapa ukuran wadah yang dapat
dibuat Pak Dirman?”

7. Mendiagnosa kesulitan siswa


Untuk dapat mendiagnosa kesulitan siswa, maka bertanya
yang bersifat gradual perlu dilakukan. Namun ini lebih kepada

Pengembangan High Order Thinking Skill | 17


pertanyan lisan. Sedangkan untuk bentuk pertanyaan tertulis,
maka pemilihan pertanyaan yang kaya akan substansi lebih
diutamakan, misalnya pertanyaan terapan konsep,
pemecahan masalah, atau bentuk pertanyaan terbuka (open
ended).
Contohnya:
“Bagaimana cara kamu menggunakan perkalian 5 × 6 untuk
menemukan jawaban dari perkalian 8 × 6”
Ada kemungkinan siswa akan menjawab:
“ Jika hasil kali 5 × 6 = 30, maka 6 × 6 = 36, 7 × 6 = 42,
𝑑𝑎𝑛 8 × 6 = 48.
Atau ada siswa lain setelah memperhatikan jawaban dari
temannya menyatakan:
”Kita bisa menambahkan tiga kalinya enam, yaitu 30 + 18 =
48, jadi 8 × 6 = 48.”
Dalam kerangka asesmen formatif apalagi sumatif, maka
membuat pertanyaan yang bersifat uraian akan sangat
membantu guru dalam mendiagnosa kesulitan siswa. Oleh
karena itu, tanpa meninggalkan pertanyaan konseptual, maka
bentuk pertanyaan aplikasi yang bersifat kaya atau penuh
dengan data, cara, bahkan alternatif jawaban mutlak
diperlukan.

8. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan sikap


inkuiri
Dalam kegiatan bertanya, apabila kita mampu “meramu” isi
pertanyaan dengan tepat, dapat mendorong siswa untuk lebih
kritis dan kreatif. Seperti yang telah dijelaskan di bagian
terdahulu, perlu dihindari pertanyaan yang bersifat dikotomi
atau mendorong pada jawaban yang seragam.
Sikap inkuiri atau sikap selidik dapat didorong dengan
bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menantang pikiran
siswa. Alih-alih membuat soal yang rumit, lebih baik membuat

18 | Bertanya dan Berpikir


soal sederhana tetapi membutuhkan pemikiran yang kritis
untuk dapat menyelesaikannya.
Contohnya:
• “Buatlah sebuah trapesium yang semua sisinya merupakan
bilangan bulat!”
• “Untuk membentuk bangun segitiga, diperlukan 3 koin
atau 6 koin, seperti tampak pada gambar berikut.

Berapa koin di antara 100 dan 120 yang dapat membentuk


sebuah segitiga?”

9. Memancing siswa untuk mengemukakan pendapatnya


sendiri
Peran bertanya ini penting karena untuk mendorong siswa
berani mengemukakan pendapat dan bertanggungjawab atas
pilihannya dalam memecahkan masalah/soal.
Tidak mudah memancing siswa untuk mau mengemukakan
pendapat. Segala upaya harus dapat dilakukan guru agar
siswa terdorong untuk mengemukakan pendapatnya sendiri.
Namun tentu saja, guru harus memberikan pertanyaan yang
bersifat terbuka atau memungkinkan cara dan/atau jawaban
yang berbeda-beda. Jika soal yang diajukan bersifat tertutup
atau hanya ada satu jawaban atau satu cara maka tidak dapat
diharapkan adanya pendapat sendiri yang berbeda dari siswa.
Pertanyaan memancing harus dipilih sehingga
memungkinkan siswa untuk berani menyatakan pendapatnya.
Contohnya:
• “Coba kamu cermati hasil pekerjaan Nadia. Ada yang perlu
ditanyakan? Adakah yang perlu penjelasan tambahan?
Atau adakah yang keliru?”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 19


• “Ada yang berbeda dengan apa yang sudah kamu kerjakan
dibandingkan yang dikerjakan Nadia di depan tadi?”
• “Ibu pikir mungkin ada cara lain, siapa yang menjawab
dengan cara berbeda dari Nadia?”
• “Pekerjaan Nadia sudah benar, tetapi mungkin ada yang
lebih baik. Adakah cara lainnya?”

10. Memberi kesempatan kepada semua siswa mendengar


penjelasan yang berbeda-beda dari siswa lainnya
Tujuan bertanya ini dicapai bila bertanya dengan tujuan
memancing siswa mengemukakan pendapatnya sendiri dapat
terwujud. Pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa sama
dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing siswa
mengemukakan pendapatnya sendiri.

11. Membantu guru menentukan laju pelajarannya dan


untuk mengendalikan perilaku siswa
Bentuk pertanyaan dengan tujuan menentukan laju pelajaran
berkaitan dengan substansi materi yang telah dipahami siswa.
Jika dianggap siswa telah memahami sepenuhnya, maka guru
perlu mengajukan pertanyaan untuk meyakinkan guru akan
hal itu.
Contohnya:
• “Jadi, semua sudah paham, coba kalian jelaskan kembali
mengapa rumus limas memuat faktor sepertiga!”
• “Apa kesimpulanmu mengenai sifat-sifat belah ketupat?”
Untuk mengendalikan perilaku siswa, umumnya berbentuk
pertanyaan lisan, karena perilaku merupakan aktivitas yang
dapat diamati. Perilaku siswa dapat bersifat positif maupun
negatif. Perilaku yang bersifat positif antara lain keseriusan,
disiplin, cermat. Sementara perilaku negatif sebaliknya, tidak
acuh, seenaknya, terburu-buru, dan lain sebagainya.

20 | Bertanya dan Berpikir


Dengan bertanya, maka guru dapat mengendalikan perilaku
siswa menuju ke arah positif, baik pertanyaan itu bersifat
substantif maupun non-subtantif. Jika pertanyaannya
subtantif, maka siswa akan tersadar dan mau terlibat agar
dapat menjawabnya. Misalnya, “Nah, sekarang, ibu mau
bertanya, soal nomor ......”. Namun bila bersifat non-substantif
maka lebih diarahkan untuk mendapatkan perhatian langsung
dari siswa. Contohnya, “Ehhmm, Dika.... apa yang kamu
diskusikan dengan Hendra...?”

❖ BERTANYA DALAM ERA MERDEKA BELAJAR


Kata “Merdeka Belajar” menjadi tagline besar dalam
peringatan Hari Guru Nasional 2020. Sebuah kebijakan yang
dikemukakan oleh Nadiem Anwar Makarim. Mendikbud RI, yang
kerap mendapat panggilan “Mas Menteri” . Apakah sesungguhnya
makna dari pernyataan yang disampaikan Mas Menteri? Apa arti
dari Merdeka belajar? Apa pentingnya merdeka belajar?
Bagaimanakah peran guru dalam Merdeka Belajar? Merdeka
belajar dan belajar merdeka… lantas, adakah pula pernyataan
merdeka bertanya? Begitu banyak pertanyaan seakan
menyiratkan kemerdekaan untuk bertanya.
Banyak orang beranggapan, bahkan memberi label “kepo”
ketika ada seseorang yang banyak bertanya. Sebuah istilah yang
banyak dilontarkan untuk mengkritik dan menekan
keingintahuan seseorang. Istilah yang sangat berlawanan jika
digunakan dalam pembelajaran. Justru sebagai guru kita harus
bisa mendorong siswa untuk banyak bertanya. Karena pada
dasarnya pengetahuan selalu berawal dari sebuah kegiatan
bertanya.
Sebuah contoh yang mendunia, Issac Newton menemukan
teori gravitasi dari mengamati kemudian bertanya pada diri
sendiri “ Mengapa apel jatuhnya ke bawah, tidak ke atas?”. Kisah
inspiratif yang akan selalu mengingatkan kita untuk tidak pernah

Pengembangan High Order Thinking Skill | 21


membatasi keinginan bertanya siswa. Tidak ada pertanyaan,
berarti siswa kita tak belajar. Tidak ada proses berpikir dalam
otak mereka. Optimalisasi proses berpikir otak inilah yang
semestinya menjadi menu utama proses pembelajaran.
Dapat kita bayangkan, pembelajaran yang berpusat pada
guru, di saat akhir menutup pembelajaran, sebuah pertanyaan
terlontar “Apakah semua bisa memahami pembelajaran hari ini?”.
Tidak ada satupun siswa yang menjawab. Kemudian guru kembali
bertanya “Adakah yang belum memahami? Bagian mana yang
masih dirasakan sulit?”. Kelas membisu, tanpa ada satupun yang
mengangkat tangan, semua siswa tertunduk dalam keheningan.
Hampir seluruh siswa menghindari kontak mata dengan guru.
Suasana kelas terlanjur terpenjara. Terpenjara oleh guru yang
menutup semua pintu bagi siswanya untuk bertanya, berbincang
atau berdiskusi. Tragis, karena siswa tidak memiliki kebebasan
untuk mengemukakan pendapat, berpikir dan berjuang keras
mencari jawaban. Jika hal ini terus berlarut, mereka akan terbiasa
sebagai pendengar, bukan pemikir yang handal, hingga menjadi
generasi yang malas berpikir dan tidak kreatif.
Kelas seharusnya menjadi ruang ekspresi siswa yang
dipenuhi oleh suasana kemerdekaan. Merdeka untuk bertanya.
Merdeka untuk menjawab pertanyaan, merdeka untuk
menyanggah jawaban. Merdeka untuk mengasah keterampilan
berpikir. Dan kunci sukses dari kemerdekaan ini adalah sosok
guru yang open-minded dan punya keterampilan bertanya efektif.
Oleh karena itu, pemberian pertanyaan kepada siswa
menjadi bagian penting dalam merdeka belajar. Pertanyaan yang
mendorong kemerdekaan menjawab, pertanyaan yang produktif,
imajinatif dan terbuka. Mengapa? Pertama, pertanyaan produktif
diharapkan mampu mendorong siswa untuk mengamati, mencoba
dan menyelidiki. Berbeda dengan pertanyaan tidak produktif,
dimana siswa mampu menjawab tanpa harus melakukan

22 | Bertanya dan Berpikir


pengamatan, tanpa mencoba ataupun menyelidiki. Sebuah contoh
pertanyaan:

1. Perhatikan gambar di samping!


Berapakah volume kaleng susu
jika dihitung dalam satuan
cm3?”

2. “Berapakah volume tabung dengan jari-jari 7 cm dan


tinggi 10 cm?”.

Kedua pertanyaan tersebut menuntut siswa menentukan volume


tabung, namun ada perbedaan dari kedua pertanyaan tersebut.
Pertanyaan pertama menuntut siswa untuk mengamati bentuk
kaleng susu, kemudian menghitung panjang jari-jari dan tingginya
sebelum bisa menentukan dengan tepat volumenya. Sedangkan
pada pertanyaan kedua siswa bisa langsung menentukan jawaban
tanpa harus melakukan pengamatan terlebih dahulu.
Pertanyaan imajinatif diharapkan mendorong siswa untuk
berimajinasi. Misalnya guru memberikan sebuah gambar jaring-
jaring kubus. Pertanyaan imajinatif yang dapat diberikan guru
kepada siswa:

Berilah arsir untuk bidang yang menjadi alas dan tutup dari
jaring-jaring tersebut!

Pengembangan High Order Thinking Skill | 23


Untuk menjawabnya, siswa perlu berimajinasi dulu, kemudian
memilih pasangan bangun yang bisa menjadi alas dan tutupnya.
Berbeda dengan pertanyaan yang faktual atau tidak imajinatif,
misalnya “Jaring-jaring dari bangun apakah gambar tersebut?”.
Hanya dengan melihat gambar siswa dapat menjawab jika gambar
tersebut adalah jaring-jaring kubus.
Berikutnya, pertanyaan terbuka yang mendorong siswa
untuk menemukan lebih dari satu jawaban yang benar. Misalnya
siswa diperlihatkan gambar sebuah persegipanjang dengan lebar
6 satuan dan 8 satuan. Pertanyaan untuk siswa:

Buatlah persegipanjang yang kelilingnya sama dengan

persegipanjang berikut!

Maka siswa akan menemukan beberapa alternatif jawaban.


Berbeda halnya, jika pertanyaan yang diajukan

Hitunglah keliling dan luas persegipanjang berikut!

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan tertutup karena siswa


hanya menemukan satu jawaban yang benar. Oleh karena itu
pertanyaan menjadi alat yang sangat penting untuk mendorong
siswa bisa berpikir. Dalam merdeka belajar guru perlu
membiasakan mengajukan pertanyaan yang menantang siswa
untuk tidak hanya berpikir, namun juga mampu memunculkan
kemerdekaan berbeda pendapat jika mempunyai jawaban
berbeda.

24 | Bertanya dan Berpikir


Merdeka belajar tidak bermakna sebagai segala bentuk
kelonggaran dan kebebasan yang menyangkut proses
pembelajaran, misalnya tidak bersungguh-sungguh dalam belajar,
lalai mengerjakan tugas, terlambat dan tidak disiplin ataupun
tidak rapi dalam berpakaian, yang dilakukan sebagai pembenaran
atas penerapan merdeka belajar. merdeka belajar memberikan
kebebasan dalam proses untuk mencapai tujuan dengan tetap
melaksanakan aturan dan prosedur yang ada.
Menurut Mendikbud, "Merdeka belajar adalah
kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan
berpikir ini harus ada terlebih dulu di guru. Tanpa terjadi di guru,
tidak mungkin bisa terjadi di murid," Guru memiliki kebebasan
secara mandiri untuk menerjemahkan kurikulum sebelum
diajarkan kepada para siswa.
Saya lebih memaknai merdeka belajar adalah bagaimana
menjadikan pembelajaran di kelas lebih bermakna. Pembelajaran
yang berlangsung di ruang kelas menjadi bermakna bagi siswa
apabila dirasakan manfaatnya dan sesuai dengan kebutuhan
siswa. Pembelajaran yang menekankan pada penggunaan
pengetahuan secara bermakna dan proses pembelajaran lebih
banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan
siswa. Aktivitas belajar lebih menekankan pada ketrampilan
berfikir kritis, analisis, membandingkan, generalisasi,
memprediksi, dan menyusun hipotesis. Pelaksanaan evaluasi
dalam pembelajaran yang memerdekakan menekankan pada
proses penyusunan makna secara aktif yang melibatkan
keterampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam
konteks nyata.
Evaluasi menggali munculnya berfikir divergen,
pemecahan masalah secara ganda atau tidak menuntut satu
jawaban benar karena pada kenyataannya tidak ada jawaban
siswa yang salah, yang ada adalah pertanyaan pendidik yang
salah. Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara

Pengembangan High Order Thinking Skill | 25


memberikan tugas yang menuntut aktivitas belajar yang
bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks
nyata, artinya evaluasi lebih menekankan pada ketrampilan
proses dalam kelompok. Dengan kata lain saya sebagai guru
memaknai merdeka belajar adalah pembelajaran bermakna
dengan menerapkan pembelajaran aktif di kelas siswa.

❖ REFLEKSI DIRI… SUDAHKAH KITA MENJADI GURU


PENGGERAK MERDEKA BELAJAR?

"Apapun perubahan kecil itu, apabila setiap guru


melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini
pasti bakal bergerak," ungkap Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A.
saat pidato pada peringatan Hari Guru Nasional di kantor
Kemendikbud, Jakarta. Sebuah ungkapan yang mendasari gagasan
munculnya sebuah istilah “guru penggerak”. Menurut beliau, guru
penggerak pada era Revolusi Industri 4.0 seperti saat ini menjadi
kebutuhan mendasar bagi sekolah untuk terus mampu
menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas yang diyakini bisa
mendorong cepatnya reformasi pendidikan bagi bangsa
Indonesia. Guru penggerak yang akan menjadi inspirasi bagi guru-
guru yang lainnya. Menginspirasi bagi peserta didiknya, dan pada
akhirnya jika diberikan keleluasaan penuh oleh kepala sekolah
mampu menjadikan lembaga pendidikan tersebut melesat dan
menjadi pembeda bagi sekolah yang lainnya.
Maju mundurnya pendidikan tergantung guru yang
mengajar, jika pendidikan diibaratkan tubuh kita, maka siswa
adalah jasadnya dan guru adalah nyawanya. Siswa ibarat sebuah
badan yang tidak memiliki daya yang harus digerakkan dengan
segala cara sementara guru adalah penggerak yang bertugas
untuk mengerakkan siswa agar mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik. Jika guru sebagai penggerak tidak mampu

26 | Bertanya dan Berpikir


memberikan pendidikan yang baik kepada siswa sama artinya
dengan mayat hidup. Lalu apa yang kita banggakan dari identitas
yang telah tersematkan di dada kita jika tidak ada prestasi dan
hasil yang bisa kita raih?
Mengajar tidak hanya sekadar aktivitas untuk mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa, namun harus selalu
memperhatikan aspek tertentu, seperti semangat belajar siswa,
kemampuan memahami pelajaran yang disampaikan guru, kondisi
belajar siswa serta hal-hal lain yang dapat mendukung aktivitas
proses belajar mengajar di kelas. Hal-hal sedemikian ini yang
sering tidak diperhatikan guru dalam memulai pembelajaran,
sehingga di dalam kelas ketika mendapatkan hal-hal yang tidak
sesuai dengan kehendak guru, misalnya siswa yang mengantuk
atau bermain-main dan mengacuhkan pelajaran sering yang
disalahkan adalah siswa.
Namun, pernahkah guru mengingatkan dirinya bahwa
ketika terjadi hal yang demikian yang salah siapa? Hal semacam
ini jarang sekali diperhatikan guru saat mengajar sehingga sering
kali menyalahkan siswa, padahal masalah yang terjadi di dalam
kelas tidak sepenuhnya berasal dari siswa, sebab siswa hanyalah
jasad yang tidak berdaya tanpa digerakkan oleh guru.

Mari menjadi bagian pengerak merdeka belajar


Sebagaimana semua hal yang dilakukan guru, pertanyaan
sejatinya berpusat pada murid. Apakah guru percaya pada
kemampuan refleksi serta konstruksi pemahaman anak dan
pentingnya mempertanyakan asumsi serta keterampilan berpikir
lain sebagai salah satu tujuan utama pendidikan. Atau sebaliknya,
guru percaya bahwa anak belajar melalui instruksi langsung yang
harus diarahkan dan tujuan pendidikan adalah menyelesaikan
sebanyak-banyaknya cakupan pengetahuan. Hanya bila kita
sepakat pada paradigma di pernyataan pertama lah, kita bisa
sepakat pada tujuan pertanyaan untuk meningkatkan rasa ingin

Pengembangan High Order Thinking Skill | 27


tahu, melibatkan dan meningkatkan proses berpikir murid serta
membantu guru mengecek pemahaman murid.
Sudah saatnya kita sebagai guru bangkit dari kebiasaan
lama. Mendesain dan merencanakan hal baru dalam kelas yang
dapat membangkitkan siswa untuk ingin tahu lebih mendalam
berbagai hal terkait materi yang kita sampaikan. Lupakan
mengejar nilai yang membuat siswa terhambat untuk
bereksplorasi. Menggerakkan diri, menggerakkan hati, untuk
mampu menggerakan orang lain melakukan kebaikan.Teruslah
bergerak melakukan perubahan dari apa yang disukai dan kuasai.
Perubahan itu bukan sekedar kata-kata manis tapi tindakan nyata
yang membuat guru menjadi mulia.

Daftar Pustaka

Chikiwa, C., & Schäfer, M. 2018. Promoting Critical Thinking in


Multilingual Mathematics Classes through Questioning.
Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, 14(8). https://doi.org/10.29333/ejmste/91832

Dahal, N., Luitel, B. C., & Pant, B. P. 2019. Understanding the Use of
Questioning by Mathematics Teachers: A revelation.
International Journal of Innovation, 5(1), 118–146.

Mason, J. 2020. Questioning in Mathematics Education. In S.


Lerman (Ed.), Encyclopedia of Mathematics Education (pp.
705–711). Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-15789-0_132

https://www.weareteachers.com/8-ways-to-pose-better-
questions-in-math-class/
http://www.ascd.org/ascd-express/vol14/num19/questioning-
strategies-that-invite-math-participation.aspx

28 | Bertanya dan Berpikir


https://thirdspacelearning.com/blog/9-effective-questioning-
strategies-improve-pupils-understanding-key-concepts-
maths/
https://www.nctm.org/Conferences-and-Professional-
Development/Tips-for-Teachers/Asking-Questions-and-
Promoting-Discourse/

Pengembangan High Order Thinking Skill | 29


BAB 2
TAKSONOMI BLOOM DAN KETERAMPILAN
BERPIKIR

Apakah siswa saya memiliki keterampilan berpikir yang


cukup baik ketika mengerjakan soal? Bagaimana cara saya untuk
meningkatkan keterampilan berpikir yang dimiliki siswa saya?
Upaya apa saya yang harus saya lakukan agar siswa saya dapat
melatih keterampilan berpikir mereka? Apakah pertanyaan yang
saya ajukan dapat melatih keterampilan berpikir mereka?
Bagaimana jenis pertanyaan yang dapat melatih keterampilan
berpikir siswa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali dipikirkan oleh
guru ketika sedang merencanakan ataupun melaksanakan
pembelajaran termasuk pembelajaran matematika. Sebelum
membahas lebih jauh mengenai pertanyaan yang dapat diajukan
oleh guru atau siswa untuk menstimulasi atau melatih
keterampilan berpikir siswa, mari kita bahas mengenai seluk
beluk dari keterampilan berpikir itu sendiri.
Marom, Novik & Sloan (1987) mengkarakteristikkan
keterampilan berpikir sebagai perubahan yang sangat cepat serta
dalam keterampilan berpikir terdapat banyak alternatif tindakan.
Dengan demikian, keterampilan berpikir bukanlah hal yang statis
melainkan sangat dinamis. Oleh karena itu, dalam melatih
keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran diperlukan
adanya tindakan dari guru untuk memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan keterampilan berpikir yang dimiliki siswa. Guru
hendaknya jangan menggunakan kata “harus begini caranya” atau
“harus menggunakan rumus ini” dalam memecahkan masalah
yang dihadapi siswa. Guru harus melatih siswa untuk menjadi
terampil dalam menemukan pemecahan dari masalah yang
mereka hadapi dengan cara yang variatif atau bahkan jika

30 | Bertanya dan Berpikir


memungkinkan siswa dapat menemukan jawaban yang variatif
sebagai hasil dari berpikir dengan menggunakan banyak cara.
Jika Anda adalah seorang guru, pastilah Anda seringkali
mempelajari terkait keterampilan berpikir. Anda juga pasti sangat
familiar dengan istilah HOTS maupun LOTS. HOTS merupakan
akronim Higher Order Thinking Skills yang apabila diartikan
merupakan keterampilan tingkat tinggi sedangkan LOTS
merupakan akronim dari Lower Order Thinking Skills atau
disingkat LOTS yang diartikan sebagai keterampilan berpikir
tingkat rendah. Saat ini pemerintah mengharuskan para guru
untuk melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada HOTS
sebagai upaya memperbaiki kualitas lulusan untuk meningkatkan
sumber daya manusia di Negara Indonesia.
Nah apakah bapak/ibu guru sudah memahami HOTS
ataupun LOTS dengan baik? Jika seorang guru ingin memahami
benar terkait LOTS dan HOTS maka guru tersebut secara otomatis
juga harus memahami taksonomi tujuan pembelajaran Bloom.
Pokok bahasan dalam tulisan pada bab ini adalah mengenai
taksonomi tujuan pembelajaran Bloom dan keterampilan berpikir
yang meliputi keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking Skills atau disingkat HOTS) dan keterampilan berpikir
tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills atau disingkat LOTS).
Mari kita mengulas lengkap mengenai taksonomi tujuan
pembelajaran Bloom, HOTS dan LOTS.

❖ TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN BLOOM


Taksonomi Bloom telah lama dikenal dalam dunia
pendidikan. Taksonomi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai kaidah dan prinsip yang meliputi
pengklasifikasian objek. Oleh karena itu, ketika kita membahas
mengenai Taksonomi Bloom, kita pasti akan membahas terkait
pengklasifikasian terkait tujuan pembelajaran yang disampaikan
oleh Bloom. Rahman & Manaf (2017) mengklaim bahwa dalam hal

Pengembangan High Order Thinking Skill | 31


pengembangan kognitif diperlukan suatu alat penting yang
disebut dengan taksonomi tujuan pembelajaran Bloom. Dengan
demikian, Taksonomi Bloom merupakan hal yang sangat penting
untuk diketahui bagi dunia pendidikan.
Taksonomi Bloom pertama kali diperkenalkan pada tahun
1956 oleh Bloom, Engelhart, Furst, Hill, & Krathwohl pada
karyanya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives.
Taksonomi Bloom original terdiri atas 3 (tiga) yang meliputi
ranah kognitif yang didasarkan pada pengetahuan, ranah afektif
yang didasarkan pada tingkah laku serta ranah psikomotor yang
didasarkan pada keterampilan fisik.
Taksonomi Bloom telah mengalami perubahan atau revisi.
Revisi Taksonomi Bloom disampaikan oleh Anderson &
Krathwohl pada tahun 2001 dalam karya yang berjudul A
Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Revisi dari
Taksonomi Bloom ini lebih menekankan pada dimensi
pengetahuan dan proses kognitif. Revisi pada taksonomi tujuan
pembelajaran Bloom tentu saja dilakukan tidak tanpa alasan yang
jelas. Revisi tentunya dilakukan berdasarkan munculnya
kelemahan-kelemahan yang muncul dari penggunaan dari
taksonomi tujuan pendidikan Bloom original (sebelum direvisi)
seiring dengan penemuan-penemuan baru terkait konsep dan
metode pembelajaran.
Anderson & Krathwohl (2001) menyatakan terdapat 2
(dua) alasan mengapa revisi terhadap Taksonomi Bloom original
dilakukan. Dua alasan tersebut adalah 1) memfokuskan kembali
nilai dari Taksonomi Bloom original dalam mendesain program
akuntabilitas, menyesuaikan dengan kurikulum dan
mengembangkan asesesmen yang autentik dan 2)
memperbaharui Taksonomi Bloom original didasarkan pada
pengetahuan dan pemikiran baru terkait praktik pembelajaran.
Pembahasan lebih detail terkait Taksonomi Bloom edisi revisi

32 | Bertanya dan Berpikir


akan dibagi berdasarkan dimensi yang menjadi fokus utamanya
yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dimensi Pengetahuan pada Taksonomi Bloom Edisi Revisi


Ditinjau dari dimensi pengetahuan, Taksonomi Bloom
mengklasifikasikan pengetahuan menjadi 4 (empat) jenis
pengetahuan yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural dan metakognitif. Pemahaman terkait karakteristik
dari masing-masing jenis pengetahuan tersebut tentunya
mempermudah guru untuk membelajarkan pengetahuan sesuai
dengan jenisnya. Tentunya jika guru tersebut memahami
karakteristik pengetahuan yang diberikan kepada siswa, guru
dapat memikirkan bagaimana metode pembelajaran yang tetap
dalam membelajarkan pengetahuan tersebut kepada siswa.
Dengan demikian, penguasaan siswa terhadap penguasaan
pengetahuan menjadi lebih efektif. Berikut adalah ulasan terkait
masing-masing jenis pengetahuan pada Taksonomi Bloom edisi
revisi.
1. Pengetahuan Faktual
Anderson & Krathwohl (2001) mengklaim bahwa dalam
mempelajari pengetahuan faktual, siswa akan belajar
mengenai pengetahuan yang meliputi terminologi dan
pengetahuan terkait detail dan elemen yang spesifik dari
suatu subjek. Seperti yang kita ketahui apabila kita membahas
kata terminologi tentunya kita akan membahas mengenai
suatu definisi istilah. Selain itu, tidak salah apabila kita
menyatakan bahwa pengetahuan faktual adalah pengetahuan
yang terkait dengan fakta atau kenyataan terkait suatu subjek
yang dibicarakan karena dalam pengetahuan faktual siswa
juga akan mempelajari detail dan elemen-elemen spesifik dari
suatu subjek.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 33


Nah sekarang kita akan membahas mengenai pengetahuan
faktual dalam ilmu matematika. Sebelum itu kita harus tahu
dulu mengenai definisi dari fakta matematis. Dalam
matematika, banyak hal yang diterima begitu saja tanpa
pembuktian sebagai kesepakatan bersama dari para
matematikawan. Hal tersebut kita sebut sebagai fakta
matematis. As’ari, Ali, Basri, Kurniati & Maharani (2019)
menyebutkan bahwa umumnya simbol-simbol matematis
merupakan fakta matematis. Kita menerima saja tanpa
memikirkan pembuktian terkait makna dari simbol- simbol
matematis ketika mempelajari matematika.

Contoh pengetahuan faktual dalam matematika misalnya


dalam pokok bahasan himpunan. Pengetahuan faktual yang
harus diajarkan pada siswa pada pokok bahasan himpunan
adalah makna simbol atau lambang yang terkait dengan
himpunan. Misalkan pada himpunan A = {𝑎, 𝑏, 𝑐}. Apabila
siswa telah memahami benar terkait makna simbol yang
menyatakan anggota himpunan, maka untuk menyatakan
bahwa a adalah anggota himpunan A, siswa akan menuliskan
𝑎 ∈ 𝐴. Dengan memahami makna simbol atau lambang dalam
materi himpunan maka siswa lebih mudah untuk mempelajari
materi himpunan serta lebih mudah mengkonstruksi
pengetahuan mereka terkait himpunan.

Berdasarkan ilustrasi contoh pengetahuan faktual pada


matematika pokok bahasan himpunan tersebut, kita dapat
mengetahui bahwa pengetahuan faktual sangat penting
dikuasai oleh siswa karena pengetahuan faktual menjadi
dasar bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang
lebih luas. Ketidakmampuan siswa dalam memahami
pengetahuan faktual, tentu saja akan mempengaruhi
penguasaan pada pengetahuan lainnya.

34 | Bertanya dan Berpikir


2. Pengetahuan Konseptual
Jenis pengetahuan berikutnya adalah pengetahuan
konseptual. Definisi kata konseptual menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berhubungan dengan konsep
atau menunjukkan ciri- ciri atau karakteristik. Oleh karena
itu, kita dapat mendefinisikan pengetahuan konseptual adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan konsep dari suatu subjek
ilmu dimana ketika mempelajari suatu konsep kita
diharapkan dapat mengetahui karakteristik atau ciri-ciri dari
subjek yang dibahas. As’ari, Ali, Basri, Kurniati & Maharani
(2019) menyebutkan bahwa dalam mempelajari konsep,
seseorang dimungkinkan akan mempelajari mengenai
klarifikasi. Selain itu, pengetahuan konseptual terdiri atas
pengetahuan dari klasifikasi dan kategori, prinsip dan
generalisasi, teori, model dan struktur (Anderson &
Krathwohl, 2001).

Pengetahuan konseptual dalam matematika seperti apa ya?


Misalkan seorang guru akan membelajarkan siswa mengenai
materi relasi dan fungsi. Pengetahuan konseptual yang
dimaksudkan dalam materi relasi dan fungsi dapat
diilustrasikan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut: 1) Relasi yang seperti apa yang dapat dikatakan
sebagai suatu fungsi? 2) Apakah semua relasi pasti
merupakan fungsi atau apakah semua fungsi pasti merupakan
suatu relasi? 3) Apa saja karakteristik relasi yang merupakan
fungsi jika dinyatakan dalam bentuk diagram panah? 4) Apa
saja karakteristik relasi yang merupakan fungsi jika
dinyatakan dalam bentuk himpunan pasangan berurutan? 5)
Apa saja karakteristik relasi yang merupakan fungsi jika
dinyatakan dalam bentuk diagram kartesius?

Pengembangan High Order Thinking Skill | 35


Dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, seorang
siswa dapat menemukan karakteristik dari suatu relasi yang
dapat dikatakan sebagai fungsi serta dapat menentukan
representasi yang tepat mengenai fungsi pada diagram panah,
himpunan pasangan berurutan dan diagram kartesius. Inilah
yang salah satu contoh pengetahuan konseptual pada materi
relasi dan fungsi. Dari ilustrasi tersebut, dapat dikatakan
bahwa seorang siswa telah mempunyai pengetahuan
konseptual mengenai relasi dan fungsi apabila siswa tersebut
telah mampu mengkategorikan relasi yang dapat disebut
sebagai fungsi serta dapat mengetahui karakteristik
representasi relasi yang merupakan fungsi pada diagram
panah, himpunan pasangan berurutan dan diagram kartesius
dengan menghubungkan fakta-fakta terkait fungsi.

3. Pengetahuan Prosedural
Prosedural berasal dari kata prosedur. Kita seringkali
mendengar istilah prosedur ketika kita melakukan suatu
aktifitas. Misalnya prosedur membuat Kartu Tanda Penduduk
(KTP). Dalam prosedur pembuatan KTP tersebut pasti akan
terdiri banyak tahapan atau langkah yang harus dilakukan
oleh seseorang hingga KTP siap cetak. Berdasarkan ilustrasi
tersebut kita dapat menggeneralisasikan bahwa pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan terkait bagaimana kita
melakukan suatu aktifitas atau kegiatan. Anderson &
Krathwohl (2001) menyatakan bahwa dalam pengetahuan
prosedural siswa akan mempelajari mengenai pengetahuan
dari suatu keterampilan dan algoritma, teknik dan metode,
serta kriteria yang dipergunakan untuk menentukan kapan
siswa harus melakukan sesuatu.

Andaikan ada seorang guru menanyakan kepada siswanya


dengan pertanyaan berikut “Bagaimana cara kamu

36 | Bertanya dan Berpikir


menggambar fungsi kuadrat 𝑦 = 𝑥 2 ?” Siswa yang dapat
menjelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut dengan
menjelaskan prosedur tentang langkah-langkah dalam
menggambar fungsi kuadrat mulai dari menentukan titik
potong sumbu x dan sumbu y hingga terbentuk gambar grafik
fungsi kuadrat 𝑦 = 𝑥 2 merupakan siswa yang telah memiliki
pengetahuan prosedural. Berdasarkan ilustrasi tersebut,
dapat dikatakan bahwa pengetahuan prosedural erat
kaitannya dengan keterampilan siswa dalam menjalankan
suatu prosedur kerja.

4. Pengetahuan Metakognitif
Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengetahuan
metakognitif. Kita kenali dulu arti kata dari kognisi. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kognisi adalah
suatu proses memperoleh suatu pengetahuan atau usaha
mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri dimana proses
tersebut melibatkan kesadaran diri serta perasaan dan
sebagainya. Dengan demikian, dalam proses kognisi, siswa
secara sadar berusaha dengan usahanya sendiri untuk
memperoleh pengetahuan baru. Pada proses kognisi siswa
diminta untuk mengalami sendiri suatu proses untuk
mengenali sesuatu yang baru yang belum siswa ketahui
sebelumnya. Proses kognisi penting sekali diketahui dalam
pengetahuan metakognitif. Hal tersebut dikarenakan
Anderson & Krathwohl (2001) mendefinisikan pengetahuan
metakognitif sebagai pengetahuan terkait kognitif serta
kesadaran dan pengetahuan mengenai proses kognisi yang
terjadi pada diri sendiri.

Pengetahuan metakognitif dapat membimbing siswa untuk


memecahkan masalah. Hal tersebut dikarenakan apabila
seorang siswa yang telah memperoleh pengetahuan

Pengembangan High Order Thinking Skill | 37


metakognitif, maka siswa tersebut telah mengerti masalah
apa yang sedang dia hadapi, secara sadar memilih strategi apa
yang dia pilih untuk menyelesaikan masalah tersebut,
mengevaluasi hasil yang dia peroleh serta melakukan
peninjauan kembali terhadap proses dan hasil yang telah
ditemukan. Dari adanya kesadaran dalam serangkaian proses
dalam memecahkan masalah inilah dimungkinkan siswa
dapat mengembangkan pengetahuan baru yang belum pernah
dia dapatkan sebelumnya.

Misalnya dalam memecahkan masalah terkait limit fungsi


1
aljabar. Guru meminta siswa untuk menentukan nilai lim 𝑥 .
𝑥→0
Dalam memecahkan soal tersebut, guru akan mendapatkan
banyak variasi jawaban yang diberikan oleh siswa. Salah satu
contoh siswa yang telah memiliki pengetahuan metakognitif
dapat menyelesaikan soal tersebut adalah secara sadar
memilih strategi dengan menggunakan gambar dari fungsi
1
𝑓(𝑥) = 𝑥 untuk mengetahui nilai limit ketika x mendekati nol.
1
Berikut adalah gambar dari fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑥

1
Gambar 1. Gambar Grafik Fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑥
Dengan mengunakan gambar grafik tersebut, siswa menemukan
1 1
bahwa lim− 𝑥 = −∞ sedangkan lim+ 𝑥 = +∞. Kemudian siswa
𝑥→0 𝑥→0

38 | Bertanya dan Berpikir


1 1
menyatakan bahwa lim− 𝑥 ≠ lim+ 𝑥. Oleh karena itu, siswa
𝑥→0 𝑥→0
1
tersebut mengklaim bahwa nilai lim 𝑥 tidak ada. Siswa yang dapat
𝑥→0
menyadari proses kognitif yang dia lakukan dalam setiap tahapan
mememecahkan masalah merupakan siswa yang telah memiliki
pengetahuan metakognitif.

Dimensi Proses Kognitif pada Taksonomi Bloom Edisi Revisi


Perubahan besar juga terjadi pada ranah kognitif pada Taksonomi
Bloom original. Banyaknya tahapan pada Taksonomi Bloom
sebelum dan sesudah revisi tidak mengalami perubahan yaitu
sebanyak 6 (enam) level. Gambar 2 berikut ini menunjukkan
Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah revisi pada ranah kognitif

Gambar 2. Revisi pada Taksonomi Bloom

Jika kita memperhatikan Gambar 2 tersebut, perbedaan


jelas terlihat pada penggunaan jenis kata pada Taksonomi Bloom
sebelum dan sesudah revisi. Taksonomi Bloom sebelum revisi
menggunakan kata benda pada masing-masing levelnya,
sedangkan Taksonomi Bloom sesudah revisi menjelaskan masing-
masing level proses kognitif dengan menggunakan kata kerja.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 39


Dengan demikian, Taksonomi Bloom sesudah revisi lebih
menekankan adanya proses kognitif pada tiap levelnya. As’ari, Ali,
Basri, Kurniati & Maharani (2019) juga menjelaskan bahwa hasil
revisi dari taksonomi tujuan pendidikan Bloom menjadikan tujuan
pendidikan bukan sebagai hasil dari kegiatan kognitif melainkan
kegiatan kognitif itu sendiri.
Anderson & Krathwohl (2001) sendiri juga menyatakan bahwa
salah satu revisi atau perubahan yang dilakukan pada Taksonomi
Bloom adalah adanya pergantian istilah “behaviour (tingkah laku)”
dengan “cognitive process (proses kognitif)”. Jelas sekali terlihat
bahwa pada Taksonomi Bloom edisi revisi, hal utama yang
menjadi perhatian adalah pengetahuan terkait proses kognitif
siswa dalam pembelajaran.
Level proses kognitif pada Taksonomi Bloom memiliki
karakteristik masing-masing disertai dengan kata kerja kunci
yang sangat penting untuk menunjukkan masing-masing level
tersebut. Tabel 1 berikut adalah menampilkan ulasan detail
terkait level proses berpikir pada Taksonomi Bloom edisi Revisi
merujuk dari Anderson & Krathwohl (2001)
Tabel 1. Level Proses Berpikir pada Taksonomi Bloom Edisi Revisi

Level Proses Karakteristik Kata Kerja Kunci


Berpikir
Remembering C1 siswa mengambil Recognising
(Mengingat) kembali (Mengenali), Listing
pengetahuan (Mendaftar),
relevan yang ada Describing
pada memori (Mendeskripsikan),
jangka panjang Identifying
(Mengidentifikasi),
Retrieving
(Mengambil
Kembali), Naming

40 | Bertanya dan Berpikir


Level Proses Karakteristik Kata Kerja Kunci
Berpikir
(Memberi Nama),
Locating
(Menempatkan), dan
Finding
(Menemukan)
Understanding C2 Siswa membangun Interpreting
(Memahami) makna dari apa (Menginterpretasi),
yang diperoleh Exempliflying
proses (Mencontohkan),
pembelajaran, Classifying
termasuk (Mengklasifikasi),
komunikasi lisan, Paraphrasing
tertulis dan grafik (Menyatakan
kembali),
Summarizing
(Meringkas),
Inferring (Menarik
Kesimpulan),
Comparing
(Membandingkan),
dan Explaining
(Menjelaskan)
Applying C3 Siswa Implementing
(Menerapkan) melaksanakan atau (Mengimplementasi)
menggunakan , Carrying Out
suatu prosedur (Melakukan), Using
untuk memecahkan (Menggunakan), dan
masalah pada Executing
situasi tertentu. (Menjalankan)
Analyzing C4 Siswa membagi Comparing
(Menganalisis) materi dalam (Membandingkan),

Pengembangan High Order Thinking Skill | 41


Level Proses Karakteristik Kata Kerja Kunci
Berpikir
beberapa bagian Organizing (Menata),
dan siswa juga Deconstructing
menentukan (Mengurai),
bagaimana Attributing
hubungan antar (Memberikan
bagian serta Atribut), Outlining
hubungan antara (Membuat Kerangka
bagian dengan Kerja), Finding
keseluruhan (Menemukan),
struktur. Structuring
(Memecah), dan
Integrating
(Memadukan)
Evaluating C5 Siswa mengambil Checking
(Mengevaluasi) keputusan (Memeriksa),
berdasarkan Hypothesising
berbagai kriteria (Menduga),
dan standar yang Critiquing
ditetapkan. (Mengkritisi),
Experimenting
(Membuat
Eksperimen),
Judging
(Memutuskan),
Testing (Menguji),
Detecting
(Mendeteksi) dan
Monitoring
(Memantau)
Creating C6 Siswa Designing
(Mengkreasi) menempatkan (Merancang),

42 | Bertanya dan Berpikir


Level Proses Karakteristik Kata Kerja Kunci
Berpikir
banyak elemen Constructing
secara bersamaan (Menyusun),
untuk membuat Planning
bentuk atau fungsi (Merencanakan),
yang koheren dan Producing
menyusun ulang (Memproduksi),
elemen-elemen Inventing
dalam suatu pola (Menemukan),
atau struktur yang Devising
baru. (Mengembangkan
Alat) dan Making
(Membuat)

❖ KETERAMPILAN BERPIKIR
Keterampilan berpikir dapat diartikan sebagai kecakapan
seseorang dalam berpikir untuk memecahkan masalah. Seseorang
dapat dikatakan terampil berpikir apabila seseorang tersebut
mampu mendeskripsikan masalah yang dihadapi dari berbagai
persepektif serta mengeksplor kemampuan berpikir yang
dimilikinya dengan menggunakan berbagai cara yang relevan
untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.
Keterampilan berpikir yang mengacu pada Taksonomi
Bloom dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu keterampilan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills - HOTS) dan
keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills
- LOTS). Gambar 3 berikut ini menyajikan pembagian level proses
berpikir dintinjau dari Taksonomi Bloom.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 43


Gambar 3. Jenis Keterampilan Berpikir Ditinjau dari Taksonomi
Bloom

Berdasarkan Gambar 3 tersebut, kita dapat menyatakan


bahwa tiga level proses berpikir terbawah yang meliputi
remembering (mengingat), understanding (memahami) dan
applying (menerapkan) disebut dengan keterampilan berpikir
tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills - LOTS). Sedangkan
tiga level teratas pada Taksonomi Bloom yang dikenal dengan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills -
HOTS) meliputi analyzing (menganalisis), evaluating
(mengevaluasi) dan creating (mengkreasi). Berikut ulasan lebih
detail terkait masing-masing keterampilan berpikir disertai
dengan pertanyaan yang dapat diajukan oleh guru sesuai dengan
keterampilan berpikirnya.

Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah (Lower Order Thinking


Skills – LOTS)
Guru telah melatih siswa untuk memiliki keterampilan
berpikir tingkat rendah atau yang lebih dikenal dengan LOTS
dalam pembelajaran selama ini. LOTS terdiri atas 3 level proses
kognitif terbawah pada Taksonomi Bloom yang meliputi
remembering (mengingat), understanding (memahami) dan
applying (menerapkan). Siswa diharapkan menguasai

44 | Bertanya dan Berpikir


keterampilan berpikir tingkat rendah sebelum menguasai
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Apabila diperhatikan pada
Gambar 3, kita dapat menyimpulkan bahwa LOTS ini merupakan
fondasi untuk mencapai keberhasilan dalam HOTS. Apabila LOTS
telah dikuasai siswa, memungkinkan bagi siswa tersebut untuk
memiliki dasar untuk mengembangkan keterampilan yang
dimilikinya mengarah pada HOTS. Penjelasan terkait masing-
masing level pada LOTS akan diuraikan sebagai berikut.

1. Remembering (Mengingat)
Kegiatan pada level mengingat dapat dimaknai sebagai
kegiatan seseorang dalam memanggil kembali pengetahuan
yang ada pada memori jangka panjang. Seseorang harus
mengingat kembali pengetahuan yang dia peroleh
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah yang ada pada
kegiatan mengingat. Contoh soal yang dapat diberikan oleh
guru dalam kegiatan mengingat adalah sebagai berikut

Diberikan gambar benda yang ada dalam kehidupan. Isikan


nama bangun ruang yang sesuai dengan bentuk benda yang
diberikan!

No. Gambar Benda Nama Bangun


Ruang yang Sesuai
1 …

2 …

Pengembangan High Order Thinking Skill | 45


3 …

Soal tersebut sangat sesuai diberikan pada kegiatan


mengingat. Hal tersebut dikarenakan siswa diminta untuk
menamai bangun ruang apa yang sesuai dengan benda yang
diberikan. Dalam menjawab soal tersebut siswa hanya perlu
mengingat kembali bentuk bangun ruang yang sama dengan
gambar yang diberikan oleh guru. Siswa hanya perlu
menyebutkan bahwa globe merupakan bentuk dari bola,
kubik merupakan bentuk dari kubus dan piramida
merupakan bentuk dari limas segiempat.

2. Understanding (Memahami)
Kegiatan seseorang yang disampaikan melalui komunikasi
baik berupa komunikasi lisan maupun tertulis (bisa berupa
grafik maupun gambar) dimaknai sebagai kegiatan pada level
memahami. Seseorang dimungkinkan membangun makna
sesuai dengan pemahaman siswa sendiri berdasarkan apa
yang diperoleh siswa dalam pembelajaran. Contoh soal yang
diberikan pada kegiatan memahami adalah sebagai berikut

46 | Bertanya dan Berpikir


Diberikan nama bangun datar, siswa diminta untuk
mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing bangun
datar yang diberikan

No. Nama Bangun Datar yang Karakteristik Bangun


Sesuai Datar
1 Persegipanjang …
2 Segitiga samakaki …
3 Persegi …
4 Belah Ketupat …
5 Lingkaran …

Soal tersebut sesuai diberikan pada kegiatan memahami


dikarenakan siswa diminta untuk mendeskripsikan
karakteristik yang sesuai dengan bangun datar yang
diberikan. Dalam menjawab soal tersebut siswa harus
memahami benar bagaimana bentuk bangun datar yang
diminta dan menyebutkan semua karakteristik yang sesuai.
Berikut merupakan salah satu contoh jawaban yang mungkin
diberikan oleh siswa

No. Nama Bangun Karakteristik Bangun Datar


Datar yang
Sesuai
1 Persegipanjang Bangun datar ini memiliki empat
sisi dimana terdapat dua pasang
sisi yang sama panjang,
mempunyai dua diagonal sama
panjang dan besar semua
sudutnya adalah 90 0

2 Segitiga samakaki Bangun datar ini memiliki tiga sisi


dimana panjang 2 sisinya adalah
sama, memiliki dua sudut yang

Pengembangan High Order Thinking Skill | 47


No. Nama Bangun Karakteristik Bangun Datar
Datar yang
Sesuai
besarnya sama.
3 Persegi Bangun datar ini memiliki empat
sisi dimana yang sama panjang,
mempunyai dua diagonal sama
panjang dan besar semua
sudutnya adalah 900
4 Belah Ketupat Bangun datar ini memiliki empat
sisi yang sama panjang, simetri
putarnya tingkat dua, memiliki
dua simetri lipat, diagonalnya
merupakan sumbu simetri dan
setiap sudut yang berhadapan
sama besar.
5 Lingkaran Bangun datar ini memiliki simetri
putar jumlahnya tak hingga,
memiliki satu buah sisi, tidak
memiliki titik sudut dan jumlah
simetri lipatnya tak hingga

3. Applying (Menerapkan)
Dalam kegiatan pada level menerapkan kegiatan yang
dilakukan terkait dengan pelaksanaan untuk memecahkan
masalah. Pada level menerapkan inilah, seseorang harus
menerapkan prosedur yang disesuaikan dengan situasi yang
ada untuk menemukan solusi yang tepat dari suatu masalah.
Contoh soal yang tepat diberikan pada kegiatan menerapkan
adalah soal yang menuntut siswa untuk melaksanakan
prosedur dalam menemukan solusi dari soal tersebut. Berikut
adalah salah satu contoh soal yang dapat diberikan pada

48 | Bertanya dan Berpikir


kegiatan menerapkan pada materi barisan dan deret
aritmatika:
“Suatu ruang pertunjukan memiiliki 25 baris kursi. Terdapat
30 kursi pada baris pertama, 34 kursi pada baris kedua, 38
kursi di baris ketiga, 42 kursi pada baris keempat dan
seterusnya. Jumlah kursi yang ada dalam ruang pertunjukan
adalah …”

Dalam menyelesaikan soal tersebut siswa perlu


melaksanakan prosedur yang sesuai untuk mencari solusi
dari soal tersebut. Salah satu prosedur yang dapat dilakukan
oleh siswa dalam menyelesaikan soal tersebut adalah sebagai
berikut:

➢ Siswa merepresentasikan soal cerita dalam bentuk barisan


bilangan
Berdasarkan soal cerita di atas diperoleh barisan yang
merepresentasikan banyaknya kursi pada ruang pertunjukan
adalah sebagai berikut
30, 34, 38, 42, ….
Dengan melihat pola bilangan diatas, dapat disimpulkan
bahwa barisan tersebut merupakan barisan aritmatika
dikarenakan memiliki beda yang sama
𝑏 = 𝑈2 − 𝑈1 = 34 − 30 = 4
➢ Siswa menentukan banyaknya kursi dalam ruangan
tersebut dengan menggunakan rumus deret aritmatika
Diketahui bahwa ruang pertunjukan memiliki 25 baris kursi.
Hal yang ditanyakan dalam soal adalah jumlah kursi yang ada
dalam ruang pertunjukan, sehingga perlu dicari 𝑆25 . Kita tahu
𝑛
bahwa rumus 𝑆𝑛 = (2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏)
2
25
𝑆25 = (2(30) + (25 − 1)4)
2

Pengembangan High Order Thinking Skill | 49


25 25 25
= (60 + 24.4) = (60 + 96) = (156) = 25(78)
2 2 2
= 1.950
Jumlah kursi yang ada dalam ruang pertunjukan adalah 1.950
kursi.

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking


Skills – HOTS)
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang lebih
dikenal dengan sebutan HOTS yang merupakan kepanjangan dari
Higher Order Thinking Skills saat ini benar-benar mendapatkan
perhatian yang sangat besar dalam pendidikan. Guru diharapkan
dalam melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada HOTS.
Soal yang sesuai dengan HOTS juga telah diujikan dalam ujian
pada tingkat sekolah maupun pada tingkat nasional. Oleh karena
itu, pembelajaran yang melatih HOTS siswa melalui soal-soal tipe
HOTS merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap guru.
Pembelajaran yang berorientasi pada HOTS diyakini
mampu menghasilkan lulusan yang unggul dengan memiliki
keterampilan yang mumpuni untuk menghadapi kehidupan yang
sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan dalam membelajarkan
HOTS pada siswa, siswa tersebut akan dilatih menjadi seseorang
yang unggul dalam memecahkan masalah yang kompleks dengan
menggunakan berbagai macam strategi. Bahkan dalam HOTS
siswa dimungkinkan memecahkan masalah dengan menggunakan
strategi yang benar-benar baru dengan mengembangkan
pengetahuan awal yang dimilikinya.
Terdapat banyak ahli yang telah menyampaikan definisi
mengenai HOTS itu sendiri. Salah satu definisi HOTS disampaikan
oleh Krulik, Rudnick, & Milou (2003) yang menyatakan bahwa
tingkatan berpikir yang merupakan HOTS adalah berpikir kritis
dan berpikir kreatif. Definisi lain mengenai HOTS disampaikan
oleh Brookhart (2010) yang menyatakan 3 (tiga) hal penting

50 | Bertanya dan Berpikir


terkait HOTS yaitu 1) berpikir tingkat tinggi sebagai transfer
artinya seseorang dapat menerapkan pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka kembangkan selama
pembelajaran dalam konteks yang baru, 2) berpikir tingkat tinggi
sebagai berpikir kritis artinya seseorang memiliki kepekaan
dalam memberikan alasan serta memiliki pemikiran reflektif
dalam memutuskan apa yang harus dilakukan, dan 3) berpikir
tingkat tinggi sebagai pemecahan masalah artinya seseorang
memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah.
Pembahasan detail mengenai HOTS pada buku ini adalah
definisi HOTS menurut Taksonomi Bloom yang meliputi analyzing
(menganalisis), evaluating (mengevaluasi) dan creating
(mengkreasi). Berikut adalah penjelasan mengenai level proses
kognitif yang merupakan HOTS
1. Analyzing (Menganalisis)
Kegiatan menganalisis dapat diartikan sebagai kegiatan
seseorang untuk membagi materi atau informasi yang utuh
dalam beberapa bagian kemudian menentukan hubungan yang
mungkin terjadi. Hubungan yang mungkin terjadi tidak hanya
antar bagian-bagian yang telah dipecah, melainkan juga
hubungan bagian dengan informasi utuh. Contoh pertanyaan
yang dapat diajukan agar seseorang tersebut melakukan
kegiatan membandingkan adalah sebagai berikut. Misalnya
dalam pembelajaran trigonometri. Soal yang dapat diajukan
pada level menganalisis adalah misalnya diberikan gambar
mengenai grafik fungsi 𝑦 = sin x
1

1800 3600

-1

Pengembangan High Order Thinking Skill | 51


Dengan mengamati grafik fungsi 𝑦 = sin 𝑥 , hubungkan nilai
sinus sin 150 dan sin 3800 dengan menggunakan tanda “< ",
" > " atau " = "

Soal tersebut sangat sesuai diajukan pada kegiatan


menganalisis. Hal tersebut dikarenakan soal yang diberikan
menuntut siswa untuk membandingkan dua nilai sinus pada
sudut yang bukan istimewa dengan memanfaatkan gambar
grafik sinus yang disajikan dalam soal. Dalam menjawab soal
tersebut, siswa mungkin saja akan menemui kesulitan
dikarenakan sudut yang diberikan bukan merupakan sudut
istimewa. Percakapan yang mungkin terjadi antara guru dan
siswa adalah sebagai berikut:
Guru : “Apa yang harus kalian lakukan untuk
menentukan hubungan antara nilai 𝑠𝑖𝑛 150
dan 𝑠𝑖𝑛 3800 ?”
Siswa : “Saya harus tahu nilai 𝑠𝑖𝑛 150 dan 𝑠𝑖𝑛 3800
terlebih dahulu bu.”
Guru : “Coba gunakan grafik 𝑦 = 𝑠𝑖𝑛 𝑥 . Coba
sebutkan dimana posisi sudut 150 dan 3800
pada grafik tersebut!“
Siswa : “Sudut 150 pada grafik sinus terletak pada
interval 00 ≤ 𝑥 ≤ 900 dan sudut 3800 pada
grafik sinus terletak pada interval 3600 ≤
𝑥 ≤ 4500 . "
Guru : “Dari grafik grafik 𝑦 = 𝑠𝑖𝑛 𝑥 , adalah nilai
fungsi yang bernilai sama?”
Siswa : “Ada bu, kalau digambar sih yang nilai sama
yaitu 0 adalah sudut 00 , 1800 dan 3600 .”
Guru : “Berapa jarak interval sudut 150 dari sudut
00 ? Berapa jarak interval sudut 3800 dari
sudut 3600 ?”

52 | Bertanya dan Berpikir


Siswa : “Sudut 150 bergeser ke kanan sebanyak 15
satuan derajat dari sudut 00 . Sedangkan
3800 bergeser ke kanan sebanyak 20 satuan
derajat dari sudut 3600 .”
Guru : “Bagaimana nilai fungsi pada 00 ≤ 𝑥 ≤ 900
dan 3600 ≤ 𝑥 ≤ 4500 ?”
Siswa : “Nilainya sama bu 0 sampai 1 bu.“
Guru : “Jadi, dari hasil analisis kamu tersebut,
hubungan apa yang kamu peroleh?”
Siswa : "𝑠𝑖𝑛 3800 > 𝑠𝑖𝑛 150 karena kan 𝑠𝑖𝑛 00 =
𝑠𝑖𝑛 3600 .“

Pada percakapan tersebut nampak bahwa guru menstimulasi


siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang merngarahkan
siswa untuk melakukan kegiatan menganalisis. Guru
mengarahkan siswa untuk menggunakan grafik sinus untuk
menentukan hubungan antara dua nilai sinus pada sudut yang
diberikan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dapat
berkembang sesuai dengan situasi pembelajaran dan soal yang
diberikan pada kegiatan menganalisis.

2. Evaluating (Mengevaluasi)
Dalam kegiatan mengevaluasi seseorang dituntut untuk
melakukan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
tersebut harus didasarkan dengan berbagai kriteria dan
standar yang ditetapkan. Pada kegiatan mengevaluasi
diharapkan seseorang dapat memberikan alasan logis mengapa
keputusan tersebut yang diambil. Contoh soal yang dapat
diberikan pada kegiatan mengevaluasi adalah sebagai berikut:
Diberikan gambar segitiga-segitiga berikut ini

Pengembangan High Order Thinking Skill | 53


Adi menyatakan bahwa panjang alas dan tinggi segitiga ABC
dapat ditentukan jika diketahui panjang KL = 16 cm sehingga
luas segitiga ABC akan sama dengan luas segitiga KLM.
Setujukah kamu dengan pernyataan Adi? Berikan alasanmu!

Soal tersebut meminta siswa untuk meminta persetujuan siswa


terkait kebenaran terhadap suatu pernyataan. Soal tersebut
sangat tepat sekali diberikan kepada siswa pada level
mengevaluasi. Hal tersebut dikarenakan soal tersebut
menuntut siswa untuk mengambil keputusan. Percakapan
berikut adalah percakapan yang mungkin saja terjadi dalam
diskusi antara guru dan siswa dalam memecahkan masalah
tersebut.

Guru : “Bagaimana pendapat kamu terkait pernyataan


Adi nak?”
Siswa : “Saya tidak setuju bu.”
Guru : “Apa alasan kamu sehingga kamu menyatakan
demikian?”
Siswa : “Segitiga ABC kan segitiga siku-siku bu,
sedangkan segitiga KLM adalah segitiga sama
kaki jadi tidak mungkin akan memiliki luas yang
sama.“
Guru : “Berdasarkan informasi yang ada pada soal,
bisakah kamu menghitung luas segitiga KLM?”
Siswa : “Bisa bu.”
Guru : “Bagaimana nak kamu menghitungnya?”

54 | Bertanya dan Berpikir


Siswa : “Begini bu prosedurnya.”
1
𝐿𝐾𝐿𝑀 = × 𝐾𝐿 × 𝐾𝑀 × 𝑠𝑖𝑛 300
2
Jika KL = 16 cm, maka
1
𝐿𝐾𝐿𝑀 = × 16 × 16 × 𝑠𝑖𝑛 300
2
1 1
𝐿𝐾𝐿𝑀 = × 16 × 16 ×
2 2
𝐿𝐾𝐿𝑀 = 64

Guru : “Baik, bagaimana rumus luas segitiga ABC nak?”


Siswa : “Begini bu,”
1
𝐿𝐴𝐵𝐶 = 2 × 𝐴𝐶 × 𝐴𝐵.
Guru : “Andaikan segitiga KLM dan ABC sama,
persamaan apa yang kamu peroleh?”
Siswa : “Ini bu,”
1
× 𝐴𝐶 × 𝐴𝐵 = 64.
2
Guru : “Coba pilih sembarang panjang AC dan AB
sehingga persamaan itu benar nak?”
Siswa : “𝐴𝐶 = 8 𝑐𝑚 dan 𝐴𝐵 = 16 𝑐𝑚.”
Guru : “Jadi, bagaimana pernyataan Adi, benar atau
salah?”
Siswa : “Benar bu.”
Guru : “Jadi bagaimana apakah kamu setuju dengan
pernyataan Adi?”
Siswa : “Setuju Bu, karena dengan memilih 𝐴𝐶 = 8 𝑐𝑚
dan 𝐴𝐵 = 16 𝑐𝑚 maka luas segitiga ABC dan
segitiga KLM sama.”

Dengan mengamati percakapan antara guru dan siswa


tersebut, dapat dilihat bahwa pada awalnya siswa menyatakan
bahwa dia tidak setuju dengan pendapat yang diberikan oleh
Adi. Siswa memberikan alasan tanpa melakukan pemikiran

Pengembangan High Order Thinking Skill | 55


yang mendalam pada soal tersebut. Guru dapat mengarahkan
siswa untuk mengevaluasi setiap pernyataan dengan
memberikan pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk
menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan
berlandaskan pada pengetahuan yang dimilikinya.

3. Creating (Mengkreasi)
Kegiatan mengkreasi erat hubungannya dengan kreatifitas
seseorang dalam membuat sesuatu hal yang baru dengan
menempatkan bagian-bagian penyusun untuk membentuk
fungsi yang baru. Bagian-bagian dari penyusun tersebut dapat
diciptakan sendiri oleh seseorang tersebut. Selain itu, dalam
kegiatan mengkreasi ini seseorang juga dapat menyusun ulang
elemen atau bagian penyusun yang sudah ada sebelumnya,
akan tetapi membentuk suatu pola yang baru. Pola yang baru
tersebut tentunya harus memiliki keunikan yang membuat pola
tersebut beda dengan pola sebelumnya. Contoh soal yang
dapat diberikan oleh guru pada kegiatan mengkreasi adalah
sebagai berikut:
Diberikan gambar segitiga – segitiga berikut ini. Buatlah 2
ukuran panjang sisi–sisi segitiga ABC dan segitiga PQR agar dua
segitiga tersebut memiliki luas yang sama!

Pada soal yang dicontohkan tersebut, seseorang diminta untuk


menghasilkan dua ukuran panjang sisi segitiga ABC dan
segitiga PQR sehingga kedua segitiga tersebut memiliki luas
yang sama. Dalam memecahkan soal ini, siswa dituntut untuk
kreatif dalam menghasilkan ukuran panjang sisi agar
memenuhi hasil yang diinginkan. Soal yang diberikan ini

56 | Bertanya dan Berpikir


bersifat terbuka artinya jawaban lebih dari satu dan
memungkinkan jawaban antara siswa yang satu dengan siswa
yang lainnya berbeda. Berikut adalah percakapan yang
mungkin terjadi antara guru dan siswa dalam menyelesaikan
soal tersebut:
Guru : “Bagaimana caramu menentukan panjang sisi
segitiga ABC dan segitiga PQR agar luasnya sama
nak?”
Siswa : “Bisa sama ya bu luasnya? Kan itu jenis
segitiganya saja sudah berbeda.”
Guru : “Coba sebutkan rumus luas untuk segitiga ABC
dan segitiga PQR nak!”
Siswa : “Rumus luas segitiga siku-siku ABC
1
𝐿𝐴𝐵𝐶 = × 𝐴𝐶 × 𝐴𝐵
2
rumus luas segitiga sama sisi PQR
1
𝐿𝑃𝑄𝑅 = × 𝑃𝑄 × 𝑃𝑅 × 𝑠𝑖𝑛 600
2
1 1
𝐿𝑃𝑄𝑅 = × 𝑃𝑄 × 𝑃𝑅 × √3
2 2
1
𝐿𝑃𝑄𝑅 = √3 × 𝑃𝑄 × 𝑃𝑅
4
Guru : “Coba pilih sebarang nilai agar
1 1
× 𝐴𝐶 × 𝐴𝐵 = √3 × 𝑃𝑄 × 𝑃𝑅
2 4
Siswa : “Gak bisa bu”
Guru : “Misal saya memilih bahwa 𝑃𝑄 = 4 cm dan 𝑃𝑅 =
4 𝑐𝑚, berapa luas segitiga PQR?”
Siswa : “Sebentar bu saya hitung”
1 1
𝐿𝑃𝑄𝑅 = √3 × 𝑃𝑄 × 𝑃𝑅 = √3 × 4 × 4 = 4√3
4 4
Guru : “Nah sekarang apakah AC harus sama dengan
panjang AB?”
Siswa : “Tidak harus bu, karena segitiga ABC bukan
segitiga siku-siku sama kaki. Jadi tidak harus

Pengembangan High Order Thinking Skill | 57


sama”
Guru : “Ok, jadi bisakah kamu memilih panjang AC dan
AB agar luas segitiga ABC sama dengan 4√3”
Siswa : “Bisa bu, AB= 4√3 cm dan AC= 2 𝑐𝑚,
1 1
𝐿𝐴𝐵𝐶 = × 𝐴𝐶 × 𝐴𝐵 = × 2 × 4√3 = 4√3
2 2
Guru : “Nah itu bisa.”
Siswa : “Oh iya ya bu”
Guru : “Sekarang coba sendiri yaa… tentukan dua
ukuran panjang sisi segitiga ABC dan PQR agar
luasnya sama”
Siswa : “Baik Bu”

Percakapan tersebut hanya simulasi agar siswa dapat


menghasilkan ukuran segitiga agar memenuhi hasil yang
diinginkan yaitu memiliki luas yang sama. Berdasarkan
percakapan tersebut jelas terlihat bahwa kemampuan siswa
dalam mengkreasi dapat distimulasi dengan pertanyaan –
pertanyaan yang mengarahkan pada hasil yang diharapkan.

Daftar Pustaka

Anderson, L. W., dan Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy for


Learning, Teaching, and Assessing A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison
Wesley Longman.

As’ari, dkk. 2019. Mengembangkan HOTS (Higher Order Thinking


Skills) melalui Matematika. Malang: UM Penerbit dan
Percetakan.

58 | Bertanya dan Berpikir


Bloom, B., Englehart, M. Furst, E., Hill, W., & Krathwohl, D. 1956.
Taxonomy of educational objectives: The classification of
educational goals. Handbook I: Cognitive domain. New
York and Toronto: Longmans, Green.

Marom, N & Sloan. 1987. Enhancing children's thinking skills: an


instructional model for decision-making under certainty.
Instr Sci 16, 215–231 (1987).
https://doi.org/10.1007/BF00120251

Shukran, A. Manaf, A. Faridah N. 2017. A Critical Analysis of


Bloom’s Taxonomy in Teaching Creative and Critical
Thinking Skills in Malaysia through English Literature.
English Language Teaching. 10. 245.
10.5539/elt.v10n9p245.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 59


BAB 3
MACAM-MACAM PERTANYAAN DAN KIAT
BERTANYA

❖ MACAM-MACAM PERTANYAAN
Pengajuan pertanyaan sebagai salah satu alat yang
digunakan dalam proses pembelajaran membantu mencapai
tujuan pembelajaran. Pertanyaan adalah alat pengajaran yang
paling sering digunakan (Wassermann, 1991). Dalam
pembelajaran, dapat dilakukan oleh seorang guru, siswa atau
keduanya. McCarthy, dkk (2016) menunjukkan bahwa bimbingan
guru melalui analisis pertanyaan yang diajukan dan tanggapan
yang didapatkan dari siswa selama berlangsung dalam wacana
matematis, dapat memungkinkan mengenali strategi tanya jawab
yang efektif dan tidak efektif dalam wacana kelas matematika.
Lebih lanjut, guru sebaiknya perlu menciptakan berbagai situasi
di mana pertanyaan berhubungan dengan pertanyaan yang
diajukan, dan mengenali situasi yang membutuhkan pembinaan
keterampilan bertanya-tanya (Aizikovitsh-Udi & Star, 2011). Ada
banyak macam pertanyaan yang dapat digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran.
McCarthy, dkk (2016) mengklasifikasikan pertanyaan
menjadi 4 kategori: (1) Probing dan follow up, jenis pertanyaan ini
digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut jawaban yang diberikan
siswa. Jenis pertanyaan ini menggambarkan ada pertanyaan
lanjutan yang diajukan oleh guru terhadap respon yang diberikan
oleh siswa. Respon yang diberikan dapat menjadi alat baru bagi
guru untuk melakukan follow up terhadap tujuan yang ada dalam
pertanyaan. (2) Leading question, pertanyaan utama yang
mengarahkan jawaban siswa melalui scaffolding. Jenis pertanyaan
ini memberikan pertanyaan utama yang mampu membimbing dan
mengarahkan siswa melalui bantuan scafollding untuk mencapai

60 | Bertanya dan Berpikir


jawaban dari pertanyaan yang diberikan, (3) Cheklisting, guru
memberikan pertanyaan dari satu pertanyaan ke pertanyaan
berikutnya dengan sedikit memperhatikan tanggapan siswa; dan
(4) Student spesific questioning, pertanyaan khusus yang
diberikan oleh guru tentang sesuatu. Jenis pertanyaan ini lebih
mengarahkan pada beberapa pertanyaan khusus yang diberikan
oleh guru.
Pertanyaan reproduktif, konvergen, divergen, evaluatif,
pengelolaan kelas dan retoris (Heinze & Erhard, 2006).
Pertanyaan reproduktif adalah pertanyaan yang menanyakan
tentang kemampuan konten yang dimiliki oleh siswa. Pertanyaan
yang berhubungan dengan konten materi dalam proses
pembelajaran merupakan salah satu pengertian pertanyaan
reproduktif. Pertanyaan konvergen dan divergen adalah
pertanyaan yang membutuhkan proses berpikir oleh siswa. Dalam
kasus pertanyaan konvergen guru terkadang meminta siswa
untuk melakukan tanggapan (respons) khusus yang dalam banyak
kasus dapat diperoleh dengan proses berpikir satu langkah (Apa
yang Saudara ketahui tentang identitas trigonometri ini?).
Dengan satu pertanyaan ini, siswa diharapkan memberikan
berbagai macam respon dari proses berpikir yang diperolehnya.
Sebaliknya, pertanyaan divergen adalah pertanyaan terbuka yang
memungkinkan memperoleh banyak tanggapan (respon) berbeda
(Bagaimana kalau hasilnya seperti ini?). Selanjutnya, pertanyaan
evaluatif yakni pertanyaan yang menanyakan aktivitas penalaran
dalam proses pembalajaran (Apakah jawaban ini benar atau
tidak? dan bagaimana alasannya). Dalam pertanyaan evaluatif ini
ada proses mengevaluasi atau mengklarifikasi atas respon yang
disampaikan oleh siswa. terkadang, pertanyaan ini digunakan oleh
guru untuk mengecek kebenaran atas jawaban pertanyaan yang
dimiliki oleh siswa. Pertanyaan mengenai manajemen kelas
diajukan oleh guru untuk memverifikasi apakah siswa dapat
mengikuti atau apakah siswa menyelesaikan pekerjaan tertentu

Pengembangan High Order Thinking Skill | 61


dalam prose pembelajaran. Sedangkan pertanyaan retoris adalah
pertanyaan yang diberikan oleh guru akan tetapi dijawab oleh
guru itu sendiri. Pertanyaan seperti ini tidak meminta tanggapan
dari siswa dikarenakan langsung dijawab oleh guru.
Moyer dan Milewicz (2002) mengemukakan berbagai
strategi yang dapat dilakukan kegiatan mengajukan pertanyaan:
(1) Checklisting (daftar periksa), mengikuti pertanyaan sesuai
rencana, guru memberikan satu pertanyaan ke pertanyaan lain
dengan sedikit bantuan untuk jawaban siswa (tidak ada
pertanyaan lanjutan). Pertanyaan jenis ini lebih memperhatikan
list pertanyaan yang ada ketimbang dengan tanggapan siswa
untuk menghasilkan pertanyaan lanjutan. Biasanya pertanyaan
yang dihasilkan seringkali cepat, ditandai dengan kurangnya
pertanyaan lanjutan, dan sering disertai dengan "tanda centang"
secara verbal.
(2) lebih banyak mengajar daripada menilai, guru memberikan
pertanyaan utama dengan tujuan untuk mengarahkan jawaban
siswa dan berhenti mengajukan pertanyaan untuk mengajarkan
konsep tanpa mendorong siswa untuk memberikan tanggapan.
Pertanyaan-pertanyaan utama yang memberikan petunjuk
tentang jawabannya, mencoba mengajarkan konsep dengan
menjelaskan atau memberi tahu kepada siswa. (3) mengajukan
pertanyaan dan memberikan tindak lanjut, guru menggunakan
berbagai jenis pertanyaan untuk mengetahui lebih banyak tentang
tanggapan siswa dan pertanyaan lain yang relevan, sehingga pada
akhirnya siswa memberi respons dan masih terbuka untuk
melakukan diskusi; jenis pertanyaan mencakup hanya
mempertanyakan jawaban yang salah; pertanyaan tidak spesifik
(saat guru menindaklanjuti jawaban siswa tapi dengan
pertanyaan yang mengindikasikan kurangnya spesifisitas); dan
pertanyaan yang kompeten, (saat guru mendengarkan jawaban
siswa dan menggunakannya untuk mengumpulkan informasi
tentang cara penalaran siswa).

62 | Bertanya dan Berpikir


Dickson dan Hargie (2006) membagi jenis pertanyaan
meliputi: pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, pertanyaan
utama, pertanyaan proses dan pertanyaan retorika. Pertanyaan
terbuka memiliki kecenderungan tidak membatasi, membuat
responden/siswa bebas untuk memilih salah satu dari sejumlah
cara yang mungkin untuk dijawab, dan panjang lebar. Pertanyaan
terbuka ini memberikan keleluasaan bagi siswa untuk
menggunakan berbagai macam cara dalam memberikan respon.
Pertanyaan tertutup sering kali dapat ditangani secara memadai
dalam satu atau dua kata dengan jawaban itu, bahkan menjadi
salah satu dari sejumlah pilihan terbatas yang disajikan dalam
pertanyaan itu sendiri. Pertanyaan jenis ini sering meminta
informasi dasar, terbatas, faktual, dan memiliki jawaban yang
benar. Karakteristiknya dapat dijawab dengan respons singkat
yang dipilih dari sejumlah opsi yang memungkinkan seperti
halnya ya atau tidak. Pertanyaan tertutup memudahkan guru
untuk mengendalikan pembicaraan, menjaga respon siswa tetap
pada jalur yang sempit untuk relevansi percakapan, dan seringkali
memerlukan lebih sedikit keterampilan siswa. Pertanyaan
terbuka akan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir
dan sharing ide, sebab melalui pertanyaan terbuka akan
memungkinkan adanya jawaban yang beragam. Sehingga kegiatan
pembelajaan akan memfasilitasisiswa untuk terlibat secara aktif.
Melalui kegiatan bertanya ini kemampuan komunikasi dari
seorang guru sangat diperlukan mengingat pertanyaan yang
disampaikan kepada siswa bisa saja diterima baik oleh siswa,
dapat dimengerti maupun sebaliknya. Kegiatan bertanya dalam
pembelajaran dapat muncul mulai dari kegiatan pembukaan
sampai penutup.
Pertanyaan utama adalah pertanyaan yang dapat
diasumsikan dengan potensi masalah. Hal ini dikarenakan
pertanyaan jenis ini mengandung makna tersirat dan terkadang
tidak jelas bagi siswa, perlu pemikiran khusus dalam

Pengembangan High Order Thinking Skill | 63


menjawabnya. Beberapa jenis pertanyaan yang digunakan sebagai
alat pengajaran dibedakan menjadi beberapa kategori (Tofade,
Elsner, & Haines, 2013). Jenis pertanyaan yang ada dapat
digunakan untuk menghasilkan proses pengetahuan tertentu.
Pertanyaan tertutup, tidak memberikan banyak pilihan jawaban;
menyatu pada satu atau beberapa daftar jawaban (cheklist);
mendorong memberikan tanggapan yang ringkas. Pertanyaan
terbuka, memberikan banyak tanggapan; memungkinkan adanya
eksplorasi dalam beragam perspektif; mendorong adanya dialog.
Jenis pertanyaan focal yakni siswa harus memilih atau
membenarkan suatu posisi. Jenis brainstorm sebagai Pertanyaan
yang menghasilkan banyak gagasan atau sudut pandang yang
bertujuan. Jenis shotgun yakni pertanyaan yang mengandung
beberapa area konten tertentu. Jenis pertanyaan funnel sebagai
beberapa pertanyaan dimulai secara luas dan secara bertahap
mengarah pada penyelidikan yang lebih terfokus.
Secara garis besar jenis pertanyaan adalah sebagai berikut:
a. Convergent
b. Divergent
c. Probing and Follow Up
d. Leading question
e. Checklisting
f. Reproductive Questions
g. Evaluative Questions
h. Questions regarding the classroom management,
i. Rhetorical question
j. Focal
k. Funnel

64 | Bertanya dan Berpikir


a. Convergent
❖ CONVERGENT
Pertanyaan konvergen guru terkadang meminta siswa
untuk melakukan tanggapan (respons) khusus yang dalam banyak
kasus dapat diperoleh dengan proses berpikir satu langkah.
Berikut contoh dari jenis pertanyaan convergent
Guru : “Masuk semua hari ini ya?
Siswa : “Iya Bu, masuk semua.”
Guru : “Kemaren Ibu sudah sampaikan, hari ini kita akan belajar
tentang apa?”
Siswa : “Identitas Trigonometri”
Guru : “Coba sebutkan ada berapa Identitas trigonometri?”
Siswa : “Dalam mempelajari identitas trigonometri ada tiga hal
yang harus kita dipelajari, yang pertama itu identitas
kebalikan, yang kedua itu identitas perbandingan, dan yang
ketiga adalah identitas Pythagoras.”
Jenis pertanyaan ini mengharuskan siswa berpikir tentang
jawaban. Akan tetapi biasanya hanya dengan satu langkah dalam
berpikir pertanyaan akan terjawab. Contoh di atas
menggambarkan siswa dengan menyebutkan apa saja tentang
identitas trigonometri maka pertanyaan akan terjawab.

b. Divergent
❖ DIVERGENT
Pertanyaan divergent memiliki kecenderungan tidak
membatasi, membuat responden/siswa bebas untuk memilih
salah satu dari sejumlah cara yang mungkin untuk dijawab, dan
panjang lebar. Pertanyaan terbuka ini memberikan keleluasaan
bagi siswa untuk menggunakan berbagai macam cara dalam
memberikan respon. Berikut contoh jenis pertanyaan divergent
Guru : “Soal yang diberikan seperti ini

Pengembangan High Order Thinking Skill | 65


𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 = 1
Jadi, kita olah ruas kiri sehingga menghasilkan yang ini.
Bagaimana cara mengolah ruas kiri tersebut?”
Siswa : “Menjabarkan mungkin Pak”
Siswa : “Tidak tahu Pak”
Guru : “Iya, berarti jadi gimana?”
Siswa : “Bisa jadi begini Pak 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼”
Guru : “Ya, ada yang lain?
Saya lanjutkan, sehingga menjadi,
𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 = 1
Jadi, terbukti.
Contoh di atas menggambarkan dengan satu pertanyaann
yang diberikan oleh guru untuk cara menjawab dengan mengolah
ruas kiri membuat sebagian siswa berpikir untuk menjabarkanya,
dan ada yang masih bingung menjawabnya. Sebenarnya
pertanyaan seperti itu memberikan keleluasaan bagi siswa untuk
memberikan jawaban atas pemikiran yang dimiliknya.

c. Probing and Follow Up


❖ PROBING AND FOLLOW UP
Jenis pertanyaan ini menggambarkan ada pertanyaan
lanjutan yang diajukan oleh guru terhadap respon yang diberikan
oleh siswa. Respon yang diberikan dapat menjadi alat baru bagi
guru untuk melakukan follow up terhadap tujuan yang ada dalam
pertanyaan. Berikut contoh dari jenis pertanyaan ini.

Guru : “Sekarang langsung contoh soal


𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
Soal: Sederhanakan bentuk trigonometri !
𝑡𝑎𝑛 𝛼

66 | Bertanya dan Berpikir


Coba, menurut kalian ini mau diapakan? Menurut
kalian jenis identitas trigonometri mana yang akan
digunakan? “
Siswa : “(bingung)
Guru : “(Memancing siswa) tan bisa tidak diubah ke sin atau
cos?”
Siswa : “(Beberapa siswa) menggunakan identitas perbandingan
bu “
𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑡𝑎𝑛 𝛼 =
𝑐𝑜𝑠𝛼
Guru : “Iya betul....”
Siswa : “Guru menuliskan di papan tulis.”
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑡𝑎𝑛 𝛼
𝑐𝑜𝑠 𝛼

Guru : “Lalu?”
Siswa : “Dijadikan perkalian bu..”
Guru : “Seperti ini?”
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑡𝑎𝑛 𝛼
𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 × 𝑠𝑖𝑛 𝛼
Siswa : “Iya bu...”
Guru & siswa : “Lalu, 𝑠𝑖𝑛 𝛼 dicoret dengan 𝑠𝑖𝑛 𝛼, sehingga sisanya
𝑐𝑜𝑠 𝛼 dikalikan 𝑐𝑜𝑠 𝛼”
Guru : “(Menulis jawaban sesuai dengan hasil pembahasan
bersama)
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑡𝑎𝑛 𝛼
𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 × 𝑠𝑖𝑛 𝛼
= 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼

Pengembangan High Order Thinking Skill | 67


d. Leading Question
❖ LEADING QUESTION
Jenis pertanyaan ini memberikan pertanyaan utama yang
mampu membimbing dan mengarahkan siswa melalui bantuan
scafollding untuk mencapai jawaban dari pertanyaan yang
diberikan. Berikut contoh pertanyaan dari jenis ini.
Guru : “Yang pertama adalah identitas kebalikan (sambil
mencatat di papan tulis)
1 𝒚
Untuk soal 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼. Jadi gini 𝒔𝒊𝒏𝜶 = 𝒓 kan ya?”
Siwa : “Iya”
1
Guru : “Misalkan Ibu tuliskan menjadi 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑟 akan mengubah
𝑦

nilai atau tidak?”


Siswa : “Iya”
“Tidak”
(siswa memiliki jawaban yang berbeda)
𝑦 1
Guru : “Kan 𝑠𝑖𝑛𝛼 = ya, misalkan Ibu tulis dengan 𝑟 ini tidak
𝑟
𝑦

akan mengubah nilai, ketika pembagian diganti dengan


𝑦
perkalian akan menghasilkan ini juga ( 𝑟 ).”
Siswa : “Iya”
𝟏
Guru : “Sehingga 𝒓 sama dengan apa?”
𝒚
1
Siswa :” 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼”
1
Guru : “Jadi, 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼”

e. Checklisting
❖ CHECKLISTING
Jenis pertanyaan ini biasanya mengikuti pertanyaan sesuai
daftar rencana, guru memberikan satu pertanyaan ke pertanyaan
lain dengan sedikit bantuan untuk jawaban siswa (tidak ada

68 | Bertanya dan Berpikir


pertanyaan lanjutan). Berikut contoh jenis pertanyaan ini dalam
pembelajaran matematika.
Guru : “Ibu absen dulu ya.
(mengabsen siswa, sebagian siswa mengacungkan tangan,
dan sebagian ada yang bilang “hadir”, ada siswa yang
terlambat)”
Siswa : “Assalamualaikum (bersalaman). Maaf terlambat.”
Guru : “Kenapa terlambat ?”
Siswa : “Tadi masih ada keperluan, dan macet.”
Guru : “Lain kali jangan terlambat ya, siapa namanya? (untuk
absensi)”
Siswa : “Afif Makki”
Guru : “Ya sudah, silahkan duduk. (melanjutkan mengabsen siswa)”
Guru : “Ada yang tidak Ibu absen ?”
Siswa : “Tidak ada bu.”

f. Reproductive Questioning
❖ REPRODUCTIVE QUESTIONING
Pertanyaan reproduktif adalah pertanyaan yang
menanyakan tentang kemampuan konten yang dimiliki oleh
siswa. Pertanyaan yang berhubungan dengan konten materi
dalam proses pembelajaran merupakan salah satu pengertian
pertanyaan reproduktif.
Guru : “Coba sebutkan apa pertanyaannya?”
Siswa : “Nilai lim− f(x) = . . . Pak”
x →2

Guru : “Ayo siapa yang bisa baca lim− f(x) dengan benar.?”
x →2

Siswa 1: “Limit x mendekati f(x) mendekati 2.”


Siswa 2: “Limit f(x) mendekati 2 dari kiri.”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 69


g. Evaluative Questions
❖ EVALUATIVE QUESTIONS
Dalam pertanyaan evaluatif ini ada proses mengevaluasi
atau mengklarifikasi atas respon yang disampaikan oleh siswa.
Terkadang, pertanyaan ini digunakan oleh guru untuk mengecek
kebenaran atas jawaban pertanyaan yang dimiliki oleh siswa.
Berikut contoh jenis pertanyaan ini:
Guru : “Soal yang diberikan seperti ini
𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 = 1
Jadi, kita olah ruas kiri sehingga menghasilkan yang ini.
Bagaimana cara mengolah ruas kiri tersebut?”
Siswa : “Menjabarkan mungkin Pak.”
Guru : “Iya, berarti jadi gimana?”
Siswa : “Bisa jadi begini Pak 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼”
Guru : “Bagaimana menurut yang lain? Ada jawaban lain?”
Siswa : “Tidak ada.”
Guru : “Baik, Saya lanjutkan, sehingga menjadi,
𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 − 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼
= 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 = 1

h. Questions regarding the classroom


management
❖ QUESTIONS REGARDING THE CLASSROOM
Jenis Pertanyaan mengenai manajemen kelas diajukan oleh
guru untuk memverifikasi siswa dapat mengikuti atau apakah
siswa menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam proses
pembelajaran. Berikut ini contoh jenis pertanyaan mengenai
manajemen kelas.
Guru : “Assalamu’alaikum Wr. Wb.”
Siswa : “Wa’alaikum salam Wr. Wb.”

70 | Bertanya dan Berpikir


Guru : “Masuk semua hari ini ya?”
Siswa : “Iya bu, masuk semua.”
Guru : “Kemarin kan ibu sudah sampaikan, hari ini kita akan
belajar tentang apa?”
Siswa : “Identitas Trigonometri.”

i. Rhetorical Question
❖ RHETORICAL QUESTION
Jenis pertanyaan ini biasanya pertanyaan yang diberikan
oleh guru akan tetapi dijawab oleh guru itu sendiri. Pertanyaan
seperti ini tidak meminta tanggapan dari siswa dikarenakan
langsung dijawab oleh guru. Beirkut adalah contoh dari jenis
pertanyaan ini:
Guru : “Soal: Buktikan bahwa (𝑠𝑖𝑛 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 𝛼)2 + 2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 = 1.
Ada yang bisa menjawab soal ini?”
Siswa : “Iya....tidak....
Guru : “Ini mau digimanakan kira-kira?”
Siswa : "(𝑠𝑖𝑛 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 𝛼)2 dijabarkan.”
Guru : “Iya, jadi, (𝑠𝑖𝑛 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 𝛼)2 dijabarkan. Tahu cara
menjabarkannya?”
Guru :“Jadi ini menjadi (𝑠𝑖𝑛 𝛼 − 𝑐𝑜𝑠 𝛼)2 = 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 −
2 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼.”

j. Focal Question
❖ FOCAL QUESTION
Jenis pertanyaan focal yakni siswa harus memilih atau
membenarkan suatu posisi. Pertanyaan ini sering digunakan
untuk mengetahui kemampuan siswa dengan acara memberikan
pilihan benar atau tidak. Berikut contoh jenis pertanyaan ini:
Guru : “Yang pertama adalah identitas kebalikan (sambil
mencatat di papan tulis)
1 𝑦
Untuk soal 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼. Jadi gini 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑟 kan ya?
Siwa : “Iya”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 71


1
Guru : “Misalkan Ibu tuliskan menjadi 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑟 akan mengubah
𝑦

nilai atau tidak?”


Siswa : “Iya
Tidak”
(siswa memiliki jawaban yang berbeda)
𝑦 1
Guru : “Kan 𝑠𝑖𝑛𝛼 = ya, misalkan Ibu tulis dengan 𝑟 ini tidak
𝑟
𝑦

akan mengubah nilai, ketika pembagian diganti dengan


𝑦
perkalian akan menghasilkan ini juga ( 𝑟 ).”
Siswa : “Iya
𝟏
Guru : “Sehingga 𝒓 sama dengan apa?”
𝒚
1
Siswa : “ 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼”
1
Guru : “Jadi, 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼.”

k. Funnel Question
❖ FUNNEL QUESTION
Jenis pertanyaan funnel sebagai beberapa pertanyaan
dimulai secara luas dan secara bertahap mengarah pada
penyelidikan yang lebih terfokus. Jenis pertanyaan ini ada
beberapa pertanyaan yang digunakan dengan beberapa langkah
dan dari setiap langkah terkadang ada pertanyaan untuk
mengarah pada tujuan. Berikut contoh dari jenis pertanyaan ini.
1 𝒚
Guru : “Untuk 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼. Jadi gini 𝒔𝒊𝒏𝜶 = 𝒓 kan ya?”
Siwa : “Iya.”
1
Guru : “Misalkan Ibu tuliskan menjadi 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑟 akan mengubah
𝑦

“nilai atau tidak?


Siswa : “Iya.”
“Tidak” (siswa memiliki jawaban yang berbeda).
Guru : “Yang sepakat berubah siapa?”

72 | Bertanya dan Berpikir


Siswa : “Saya (salah satu siswa mengangkat tangan).”
Guru : “Yang sepakat tidak berubah?”
Siswa : “Saya (beberapa siswa mengangkat tangan).”
Guru : “Lebih banyak tidak berubah kan?”
Siswa : “Iya.”
Guru : “Yakin?”
Siswa : “Yakin (beberapa siswa menjawab bersama-sama).”
Guru : “Yakin setengah-setengah apa gimana?”
Siswa : “Yakin sekali.”
𝑦 1
Guru : “Kan 𝑠𝑖𝑛𝛼 = ya, misalkan Ibu tulis dengan 𝑟 ini tidak
𝑟
𝑦

akan mengubah nilai, ketika pembagian diganti dengan


𝑦
perkalian akan menghasilkan ini juga ( 𝑟 ).”
Siswa : “Iya”
1
Guru : “Sehingga 𝑟 sama dengan apa?”
𝑦
1
Siswa :” 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼.”
1
Guru : “Jadi, 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝛼.”

❖ KIAT BERTANYA
Mengajukan pertanyaan tidak mudah dilakukan oleh
seseorang, apalagi bagi sesorang siswa. Siswa terkadang masih
merasa takut untuk mengajukan pertanyaan kepada guru dalam
proses pembelajaran. Siswa lebih merasa nyaman dengan
menyimpan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Ada juga siswa
yang lebih senang/berani untuk bertanya kepada teman-temanya
dibandingkan kepada gurunya. Oleh karena itu, seorang guru juga
harus mampu mendesain pertanyaan dalam upaya meningkatkan
partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Pertanyaan yang
efektif dapat dilakukan berdasarkan tujuan dan kondisi tertentu
dalam pembelajaran yang dilakukan (Zayyadi, 2019). Adapun
kiat-kiat dalam mengajukan pertanyaan sebagai berikut :

Pengembangan High Order Thinking Skill | 73


1. Fokus Pertanyaan
Fokus pertanyaan yang dimaksudkan adalah untuk
memenuhi kebutuhan siswa dan dapat dilakukan dari
berbagai cara dalam proses penyelidikan. Komponen untuk
memfokuskan pertanyaan dengan memadukan pengumpulan
informasi, penyelidikan, refleksi, dan pembenaran sehingga
mendorong siswa untuk melakukan asimilasi dalam pikiran
siswa.
2. Ajak siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan lainnya
Memfasilitasi pertanyaan akan jauh lebih mudah jika
kita bukan satu-satunya orang dalam proses pembelajaran
yang mengarahkan dalam bentuk diskusi. Ajak siswa untuk
mendukung, mengklarifikasi, mengkritisi, dan
mempertanyakan satu sama lain.
3. Sebaiknya menggunakan pertanyaan terbuka
Dalam membantu membangun kepercayaan diri siswa,
guru sebaiknya menggunakan pertanyaan terbuka. Selain itu,
pertanyaan terbuka dapat mendorong dan mendukung
berbagai pendekatan dan tanggapan terhadap penyelesaian
suatu masalah.
4. Gunakan pertanyaan yang memungkinkan kolaborasi dan
percakapan
Mintalah siswa bekerja berpasangan atau kelompok
untuk membicarakan gagasan dan memecahkan masalah yang
dihadapi. Selanjutnya, mintalah alasan untuk
mempertahankan atau menyangkal ide mereka dengan bukti.
Sehingga apabila siswa memahami bahwa kesalahan sering
terjadi dalam proses pembelajaran, dan bahwa memahami
suatu topik adalah tujuan akhir, siswa akan lebih terbuka
untuk mendiskusikan gagasan mereka dan gagasan orang lain.
5. Gunakan kata kerja berpikir tingkat tinggi
Menggunakan kata kerja dari Taksonomi Bloom
membantu mendorong siswa Anda lebih dalam ke suatu topik

74 | Bertanya dan Berpikir


dan mendorong pemahaman yang tulus. Kata kerja seperti
membandingkan, mendeskripsikan, membuktikan, dan
menunjukkan dapat menjadi cara yang ampuh untuk
membimbing siswa menuju pemahaman yang lebih baik
tentang suatu topik.
6. Berikan waktu yang cukup untuk menanggapi.
Memberikan waktu kepada siswa untuk memberikan
tanggapan setelah mendengar atau melihat pertanyaan sangat
penting dalam proses pembelajaran. Waktu tunggu dapat
berkisar dari 3 hingga 10 detik. Hal ini tidak hanya memberi
siswa kemampuan untuk memproses melalui beberapa
informasi, tetapi juga dapat membantu siswa yang kurang
percaya diri merespons lebih sering, dan memungkinkan
siswa yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk
menemukan solusi tambahan.
7. Jaga Bahasa tubuh (gestur)
Dalam proses siswa menyelesaikan masalah yang
dihadapi, sebaiknya guru menjaga bahasa tubuh karena
terkadang mengganggu cara berpikir siswa. Seperti halnya,
perubahan nada suara, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah.
Pastikan pertanyaan Anda nonjudgemental dan hindari
penggunaan kata-kata yang benar/salah, atau sulit/mudah.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 75


Daftar Pustaka

Aizikovitsh-Udi, E., & Star, J. 2011. The skill of asking good


questions in mathematics teaching. In Procedia - Social and
Behavioral Sciences.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.03.291.

Dickson, D., & Hargie, O. 2006. The Handbook of Communication


Skills. (O. Hargie, Ed.) (Third). Routledge.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-20185-6.

Heinze, A., & Erhard, M. 2006. How much time do students have to
think about teacher questions? an investigation of the quick
succession of teacher questions and student responses in the
German mathematics classroom. ZDM - International Journal
on Mathematics Education, 38(5), 388–398.
https://doi.org/10.1007/BF02652800

McCarthy, P., Sithole, A., McCarthy, P., Cho, J., & Gyan, E. 2016.
Teacher questioning strategies in mathematical classroom
discourse : A case study of two grade eight teachers in
Tennessee, USA. Journal of Education and Practice, 7(21), 80–
89.

Moyer, P. S., & Milewicz, E. 2002. Learning to Question: Categories


of Questioning Used by Preservice Teachers During
Diagnostic Mathematics Interviews. Journal of Mathematics
Teacher Education, 5(4), 293–315.
https://doi.org/10.1023/A:1021251912775.

Tofade, T., Elsner, J.L., & Haines, S. 2013. Best Practice Strategies
for Effective Use of Questions as a Teaching Tool. American
Journal of Pharmaceutical Education, 77.

76 | Bertanya dan Berpikir


Wassermann, S 1991 Teaching Strategies: The Art of the Question,
Childhood Education, 67:4, 257-259, doi:
10.1080/00094056.1991.10520806.

Zayyadi, M., Nusantara, T., Hidayanto, E., Sulandra, I.M., & As’ari,
A.R. 2019. Exploring prospective student teacher’s question
on mathematics teaching practice. Journal of Technology and
Science Education, 9(2), 228-237.
https://doi.org/10.3926/jotse.465.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 77


BAB 4
BERTANYA UNTUK MENDORONG BERPIKIR

Sebelum membahas tentang pertanyaan yang bisa diajukan


oleh guru untuk mendorong siswa berpikir, ada baiknya
dibicarakan tentang beberapa jenis berpikir. Di dalam tulisan ini,
akan dibicarakan tentang core thinking skills. Core thinking skills,
sebagaimana namanya, yaitu core, adalah keterampilan berpikir
yang semacam mendasari keterampilan berpikir lainnya.
Keterampilan berpikir lainnya, misalnya berpikir kritis, memuat
beberapa keterampilan berpikir pokok itu. Demikian pula dengan
kemampuan berpikir kreatif. Karena itu, ada baiknya diuraikan
secara singkat apa yang dimaksudkan dengan Core Thinking Skills
itu.

CORE THINKING SKILLS (KETERAMPILAN BERPIKIR POKOK)


Marzano (1988) dalam bukunya yang berjudul Dimension of
Thinking: Framework for Currriculum and Instruction,
mengemukakan 7 (tujuh) keterampilan berpikir pokok (core
thinking skills). Keterampilan berpikir yang pokok ini meliputi: (a)
focusing skills, (b) information gathering skills, (c) remembering
skills, (d) generating skills, (e) analysing skills, (f) integrating skills,
(g) evaluating skills,

a. Focusing Skills
❖ FOCUSING SKILLS
Focusing skills adalah keterampilan mengarahkan perhatian
kepada hal-hal terpilih. Ketika seseorang dihadapkan dengan
masalah misalnya, focusing skills ini memungkinkan orang itu
mengetahui apa sebenarnya masalahnya, dan apa yang
sebenarnya ingin diwujudkan. Dia mampu mengidentifikasi
informasi mana yang penting, dan mampu mengabaikan hal-hal

78 | Bertanya dan Berpikir


yang tidak penting. Oleh karena itu, kalau seseorang mencoba
memecahkan masalah dan mengikuti tahapan berpikir ala Polya,
maka focusing skills ini sangat bermanfaat pada tahap pertama
pemecahan masalah ala Polya yaitu tahap Understanding the
Problem.

Focusing skills merupakan salah satu keterampilan dalam proses


berpikir (Eldin, dkk, 2008). Dengan focusing skills, masalahnya
menjadi jelas dan memungkinkan munculnya inspirasi strategi
pemecahan yang bisa digunakan (Johnson, 1997). Kordaki dan
Daradoumis (2009) menjelaskan keterampilan ini dapat
digunakan kapan saja selama tugas untuk mengklarifikasi/
memverifikasi dan juga mendefinisikan kembali dalam
penyelesaian masalah. Banyak pihak berpandangan bahwa
mengetahui masalah berkontribusi setara 50% terhadap
penyelesaian masalah. Oleh karena itu, focusing skills ini sangat
penting untuk dimiliki siswa.
Contoh:
Misalkan kita dihadapkan dengan soal sebagai berikut:

Sebelum membeli duku, ibu Neni mencobanya


terlebih dahulu. Ia mengambil satu duku kecil, satu
duku sedang dan satu duku besar dari sekeranjang
duku milik penjual. Yang merupakan sampel
adalah…. (Soal UN Matematika SMP/MTs tahun
2005)
A. Satu duku kecil yang dicoba
B. Satu duku besar yang dicoba
C. Ketiga duku yang dicoba
D. Sekeranjang duku milik penjual

Kita dihadapkan dengan begitu banyak kata dalam soal. Dari soal
itu ada informasi tentang duku kecil, duku sedang, duku besar dan
sekeranjang duku. Ada pula nama pembelinya, yaitu Bu Neni. Tapi

Pengembangan High Order Thinking Skill | 79


kalau kita memiliki focusing skills, maka kita bisa memusatkan
perhatian kita hanya kepada berapa banyak duku yang dicoba
oleh Bu Neni. Kalau kita memiliki focusing skills yang baik, kita
akan melihat bahwa yang ditanyakan adalah sampel. Jadi dengan
focusing skills ini, seseorang akan mampu mengidentifikasi hal-hal
penting dalam soal yang diberikan, dan kita bisa mengabaikan hal-
hal lain di luar yang perlu diperhatikan.

b. Information Gathering Skills


❖ INFORMATION GATHERING SKILLS
Information gathering skills adalah kemampuan untuk
memperoleh data yang relevan dengan kebutuhan. Dengan
memiliki data yang relevan, langkah berikutnya akan menjadi
lebih terarah dan lebih bisa dijamin keberhasilannya. Kemampuan
ini bisa terjadi juga pada saat kita memecahkan masalah yang kita
hadapi. Information gathering skills dalam memecahkan masalah
meliputi mengidentifikasi semua informasi, menghubungkan
informasi yang relevan, mengelompokkan informasi sesuai
dengan bagian masing-masing, dan menetapkan tujuan yang
ditanyakan pada masalah berdasarkan informasi tersebut (Sutini,
dkk, 2017). Information gathering skills dapat digunakan sebagai
keterampilan kognitif yang digunakan dalam pemecahan masalah
untuk mengumpulkan informasi yang tepat terhadap masalah
yang dihadapi (Tüysüz, 2013; Stevens, 1998).

Keterampilan ini mungkin bisa didapatkan dari mengamati dan


juga mendengarkan. Mengamati tidak hanya dengan mata, tetapi
juga dengan indera-indera yang lain sesuai dengan sifat dari
datanya. Keterampilan ini adalah pemahaman yang melibatkan
persepsi dan interpretasi (Mackay, 1974). Selain hal tersebut,
keterampilan mungkin juga dari mengajukan pertanyaan. Hal ini
dikarenakan mengajukan pertanyaan adalah salah satu cara
paling alami untuk Information gathering (Hossain, 2015).

80 | Bertanya dan Berpikir


c. Remembering Skills

❖ REMEMBERING SKILLS
Remembering skills adalah kemampuan untuk menyimpan
informasi dalam otak dan mengambil ulang dari otak itu untuk
dimanfaatkan lagi. Orang yang memiliki remembering skills yang
baik akan mampu menyimpan informasi yang dimilikinya ke
dalam memori jangka panjangnya (long-term memory), dan
dengan cepat dan akurat pula memanggil informasi yang
tersimpan itu untuk digunakan sesuai keperluan. Remembering
skills dapat diasah melalui latihan, organisasi dan elaborasi
(Coffman, dkk, 2019; Ornstein & Coffman, 2020).
Meskipun dengan kemajuan teknologi saat ini, orang tidak perlu
menyimpan informasi sebanyak-banyaknya dalam otaknya, tetapi
ingatan yang baik masih sangat diperlukan untuk mengatasi hal-
hal yang memerlukan respons spontan dan segera.

Perhatikan tumpukan segi-6 yang memuat bilangan-bilangan


berikut:

Orang yang memiliki information gathering skills akan mampu


mengamati adanya beberapa pola yang ada di dalam susunan
bilangan itu kendati tidak diberitahukan apapun kepadanya.

Pada setiap barisnya misalnya dia akan melihat barisan bilangan


1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, ... sehingga dia bisa melihat bahwa jumlah

Pengembangan High Order Thinking Skill | 81


bilangan dari baris di bawahnya senantiasa dua kali lebih banyak
dari jumlah bilangan pada baris di atasnya. Dari mana dia bisa
mengetahui itu? Dia mengetahuinya dengan mengamati jumlah
bilangan pada setiap barisnya
Baris ke-1 banyak bilangannya adalah 1
Baris ke-2 banyak bilangannya adalah 1 + 1 = 2
Baris ke-3 banyak bilangannya adalah 1 + 2 + 1 = 4
Baris ke-5 banyak bilangannya adalah 1 + 3 + 3 + 1 = 8
Baris ke-6 banyak bilangannya adalah
1 + 4 + 6 + 4 + 1 = 16
Baris ke-7 banyak bilangannya adalah
1 + 5 + 10 + 10 + 5 + 1 = 32
Baris ke-8 banyak bilangannya adalah
1 + 6 + 15 + 20 + 15 + 6 1 = 64
Begitu seterusnya.

Dia juga mengamati adanya pola pada bilangan-bilangan yang


diberi tanda garis merah berikut.

Barisan bilangan yang terbentuk adalah, 1, 3, 6, 10, 15, 21 ... yang


orang kemudian memberi nama dengan bilangan segitiga karena
setiap bilangan yang ada, kalau digunakan untuk menyatakan
banyak titik, maka titik-titik itu akan membentuk segitiga yang
menarik. Berikut beberapa gambar dari bilangan segitiga itu.

82 | Bertanya dan Berpikir


Semua itu berasal dari information gathering skills.
Demikian pula dengan kemampuan menanya. Dengan menanya,
maka informasi baru akan ada peluang didapatkan. Bahkan,
produk-produk baru biasanya diperoleh dari hasil penelitian, dan
setiap penelitian senantiasa dimulai dengan rumusan masalah
yang tidak lain adalah pertanyaan.
Contoh bertanya dalam matematika.
Kita semua tahu bagaimana menyatakan bilangan asli, bulat, dan
rasional. Bagaimana menyatakan bilangan irasional?
Pertanyaan ini akhirnya memunculkan ide orang bagaimana
menghasilkan representasi bilangan irasional. Salah satu
wujudnya adalah menyatakan representasi bilangan berbentuk
akar (kadang rasional kadang irasional secara geometris.
Semula mungkin hanya,

Tetapi, kemudian bertanya lebih lanjut “Kalau proses ini saya


teruskan, seperti apa ya bentuk akhirnya?”. Maka dia pun
meneruskan dan kemudian supaya lebih cantik dia beri warna
pula sehingga hasilnya dia memperoleh gambar berikut.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 83


https://bit.ly/38YwdCu

Tampak bahwa barisan bilangan bentuk akar √1, √2, √3, √4, dst
ditata membentuk seperti wujud fisik seekor keong.
Demikianlah manfaat dimilikinya information gathering skills.

d. Analizying Skills

❖ ANALIZYING SKILLS
Analyzing skills adalah kemampuan mengklarifikasi informasi
dengan cara mengidentifikasi komponen dan bagian-bagian kecil
dari sesuatu yang teramati, dan kemampuan menentukan
perbedaan antar masing-masing komponen dan bagian tersebut.
Thompson (2008) mengatakan analyzing skills adalah
kemampuan untuk memecah konsep menjadi bagian-bagian dari
komponennya secara hierarki sehingga menjadi jelas,
memperjelas informasi yang ada dengan memeriksa bagian dan
hubungan, mengidentifikasi hubungan dan pola; mengidentifikasi
kesalahan dan kesalahan logika dan jika memungkinkan,
memperbaikinya. Selanjutnya Rahman dan Manaf (2017)
menjelaskan bahwa analisis dapat membedakan antara fakta dan
opini dan mengidentifikasi klaim yang menjadi dasar argumen
dibangun.

84 | Bertanya dan Berpikir


Orang yang memiliki kemampuan menganalisis cenderung bisa
menetapkan ciri khas dari suatu informasi, dan juga bagian-bagian
pembentuknya. Orang yang memiliki analyzing skills memiliki
kemampuan untuk melihat hubungan dan pola antar komponen-
komponen pembentuknya. Crossland (2015) menjelaskan
kemampuan analisis seperti halnya membuat kesimpulan dan
mendukungnya dengan bukti serta mengidentifikasi pola.

Perhatikan sekali lagi gambar bilangan segitiga berikut

Orang yang memiliki analyzing skills akan mampu memilah


komponen-komponen dan melihat hubungan yang ada. Contoh
Suku pertama 1
Suku kedua 1+2
Suku ketiga 1+2+3
Suku keempat 1+2+3+4
Suku kelima 1+2 +3+4+5
Tampak dia melihat bahwa pada suku ke 3 banyaknya
bilangannya adalah jumlah dari 3 suku pertama bilangan asli.
Pada suku keempat adalah jumlah empat suku pertama bilangan
asli, dan pada suku kelima adalah jumlah lima suku pertama,
sehingga bila diperoleh aturan bahwa suku ke-n sepertinya adalah
jumlah n suku pertama dari bilangan asli.

e. Generating Skills
❖ GENERATING SKILLS
Generating skills adalah kemampuan untuk menambahkan
sesuatu yang baru untuk menghasilkan informasi yang baru.
Heong, dkk (2012) menjelaskan generating sebagai kemampuan

Pengembangan High Order Thinking Skill | 85


untuk mengembangkan semua ide yang dimiliki untu menjadi
informasi baru yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Dengan menggunakan aturan penalaran tertentu
misalnya, seseorang bisa menarik kesimpulan yang tidak tertuang
secara eksplisit dalam informasi yang disediakan. Dengan
mengolah informasi yang disediakan, dia bisa menemukan pola
dan membuat prediksi atau dugaan apa yang akan terjadi. Dengan
menggunakan penalarannya pula, seseorang bisa menguraikan
lebih jauh (mengelaborasi) informasi yang ada yang informasi
baru yang tetap masuk akal. Dia juga bisa menghasilkan
representasi yang dengannya seseorang mungkin akan menjadi
lebih mudah memahami informasi itu. Oleh karena itu, generating
skills ini sangat bermanfaat sekali bagi seseorang untuk
memahami masalah, dan juga untuk menghasilkan ide-ide kreatif
yang brilian.

Contoh:
Misalkan kepada seseorang diberikan empat bilangan yaitu 15, 20,
23, dan 25. Orang itu dimintai tolong untuk membuang salah satu
bilangan yang dianggap tidak cocok dikumpulkan dengan tiga
bilangan yang lainnya.

Kalau orang itu memiliki generating skills yang baik, dia akan
banyak memberikan alternatif berikut alasan logis yang bisa
diberikan.
Dia bisa mengusulkan untuk membuang 15, karena semua
bilangan yang lain memiliki angka puluhan 2, dan hanya 15 yang
tidak memiliki angka puluhan 2.
Dia juga bisa mengusulkan 20, karena 20 adalah satu-satunya
bilangan dari empat bilangan yang ada yang merupakan bilangan
genap, sementara yang lain adalah bilangan ganjil.

86 | Bertanya dan Berpikir


Dia juga bisa mengusulkan 23, karena 23 adalah satu-satunya
bilangan prima dari empat bilangan itu, dan tiga bilangan yang
lainnya adalah bilangan komposit.
Dia juga bisa mengusulkan 25, karena bilangan yang lain tidak ada
yang merupakan bilangan kuadrat sempurna (kuadrat dari
bilangan asli), sementara 25 adalah bilangan kuadrat , yaitu 5
kuadrat.

f. Integrating Skills
❖ INTEGRATING SKILLS
Integrating skills adalah kemampuan untuk mengaitkan dan
mengkombinasikan informasi yang tersedia sehingga menjadi
informasi baru yang mungkin lebih mudah dipahami. Xue-Ping
(1997) menggambarkan Integrating skills sebagai keterampilan
terintegrasi yang biasanya digunakan untuk mengembangkan
keterampilan secara parallel. Penggunaan Integrating skills
bertepatan dengan cara berkomunikasi dalam kehidupan nyata,
dan mengintegrasikan keterampilan dapat membawa banyak
manfaat bagi pengajaran (Jing, 2006). Dengan kemampuan
membuat ringkasan misalnya, seseorang tidak perlu bersusah
payah dan tidak perlu waktu yang lama untuk memahami
informasi yang panjang lebar. Dengan kemampuan menata
informasi secara rapi dan terstruktur, seseorang akan bisa
memahami informasi dengan lebih mudah, bahkan
memungkinkan memberikan inspirasi baru bagi
pengembangannya.

Misalnya dikatakan bahwa jika


A adalah himpunan semua bilangan asli,
B adalah himpunan semua bilangan bulat,
C adalah himpunan semua bilangan cacah,
P adalah himpunan semua bilangan prima,

Pengembangan High Order Thinking Skill | 87


Q himpunan semua bilangan rasional, dan
R adalah himpunan semua bilangan real.

Kemudian seorang guru memberikan tabel tentang sifat


ketertutupan operasi penjumlahan (+) dan pengurangan (−),
perkalian (×), dan pembagian (÷) pada setiap himpunan dengan
tabel berikut:

Sifat Penjumlahan Pengurangan Perkalian Pembagian


Operasi
Pada A Tertutup Tidak Tertutup Tidak
Pada B Tertutup Tertutup Tertutup Tidak
Pada C Tertutup Tidak Tertutup Tidak
Pada P Tidak Tidak Tidak Tidak
Pada Q Tertutup Tertutup Tertutup Tidak
Pada R Tertutup Tertutup Tertutup Tidak

Orang dengan generating skills yang tinggi, meskipun tidak


diterangkan dengan sejelas-jelasnya, akhirnya juga akan dapat
menduga apa yang dimaksud dengan sifat tertutup dari suatu
operasi. Dia akan mampu mengatakan bahwa suatu operasi
dikatakan tertutup manakala hasil operasi dari dua unsur suatu
himpunan masih juga anggota dari himpunan itu.

Orang dengan kemampuan integrating skills seperti ini akan


mampu menarik kesimpulan yang mantap dari serpihan informasi
yang ada.

g. Evaluating Skills

❖ EVALUATING SKILLS
Evaluating skills adalah kemampuan menilai kualitas dan
kemasukakalan dari suatu ide. Orang yang memiliki evaluating
skills ini mampu menetapkan kriteria yang bisa digunakan untuk

88 | Bertanya dan Berpikir


mengukur kesahihan, kebenaran, ketepatan, dan aspek kualitas
lainnya. Dia juga bisa menentukan mana-mana dari sesuatu itu
yang melenceng dari standar yang ada. Dia juga bisa
memverisikasi apakah suatu klaim bisa dikatakan wajar, bisa
diterima akal, atau sebaliknya. Dia bisa mengidentifikasi
kesalahan-kesalahan yang terjadi, atau keanehan yang di luar
kebiasaan yang diterima sebagai kebenaran.
Misalkan kepada seseorang diberikan informsi bahwa data
tentang orang yang terkena dampak Covid-19 di suatu tempat
adalah sebagai berikut.

Tabel XXX
Data Covid di Kabupaten A, B, C, dan D di Provinsi X
(Satgas Penanggulangan Bencana Covid-19 Provinsi X)

Kabupaten Meninggal Positif Sembuh


A 5 87 34
B 42 124 76
C 36 89 54
D 22 69 27

Bagi seorang yang memiliki evaluating skilll yang baik, orang ini
akan mempertanyakan kebenaran dari data yang ada. Meskipun
di atas ada keterangan bahwa data ini dikeluarkan oleh Satgas
Penanggulangan Bencana Covid 19 Propinsi X, tapi dia mampu
menemukan adanya data yang aneh. Di Kabupaten C, jumlah
orang yang positif adalah 89. Dari 89 orang tersebut terdapat 54
orang yang sembuh, dan yang meninggal ada sebanyak 36 orang.
Kalau dia jumlahkan antara yang sembuh dan meninggal, dia akan
mendapatkan jumlah 90 orang, yang lebih banyak dari jumlah
orang yang positif. Meskipun mungkin dia tidak akan serta merta
mengatakan berita ini hoax, setidaknya dia akan menunda dulu
memutuskan benar tidaknya informasi itu, dan apalagi

Pengembangan High Order Thinking Skill | 89


menggunakannya untuk mengambil suatu kebijakan. Mungkin dia
akan melakukan klarifikasi atas data yang ada, entah untuk
melihat barangkali ada salah ketik dari datanya, atau bertanya
bagaimana membaca datanya. Dengan begitu, orang yang
memiliki kemampuan evaluating skills ini akan selamat dan
mungkin juga akan menyelamatkan.

Bertanya Untuk Mengembangkan Core Thinking Skills


Dari uraian di atas, tampak bahwa kepemilikan core thinking
skills ini akan memberikan manfaat yang besar. Bertanya untuk
mengetahui sampai seberapa jauh pengetahuan yang telah
dimiiliki siswa sebenarnya tidak ada salahnya. Akan tetapi,
bertanya yang hanya diarahkan untuk mengukur seberapa jauh
suatu pengetahuan telah dimiliki oleh siswa menurut hemat
penulis tidak perlu menjadi fokus utama pembelajaran.
Pertanyaan yang mendorong anak berpikirlah yang seharusnya
diutamakan, karena menurut Socrates, pertanyaan akan memicu
berpikir, dan berpikir akan memicu belajar. Jadi kalau kita ingin
anak kita belajar dengan baik, mari kita ajukan pertanyaan yang
mendorong anak berpikir dengan baik.

Daftar Pustaka

Coffman, J. L., Grammer, J. K., Hudson, K. N., Thomas, T. E.,


Villwock, D., & Ornstein, P. A. 2019. Relating children’s
early elementary classroom experiences to later skilled
remembering and studying. Journal of Cognition and
Development, 20, 203–221.
doi:10.1080/15248372.2018.1470976.
Crossland, J. 2015. Thinking Skills and Bloom's Taxonomy.
(https://www.researchgate.net/publication/285766349_T
hinking_Skills_and_Bloom's_Taxonomy).

90 | Bertanya dan Berpikir


Eldin, K. Mohamed, A. H., & Sallam. 2008. The effect of using the
dimensions of thinking model in developing map reading
skills and creative thinking abilities of elementary students.
In Proceedings of the International Conference on Excellence
in Education 2008: Future Minds and Creativity. 1131-
1138.
Heong, Y. M., Yunos, J. M., Othman, W., Hassan, R., Kiong, T. T., &
Mohamad, M. M. 2012. The needs analysis of learning
higher order thinking skills for generating ideas. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 59, 197-203.
Hossain, M. I. 2015. Teaching Productive Skills to the Students: A
Secondary Level Scenario (Doctoral dissertation, BRAC
University).
Jing, W.U. 2006. Integrating skills for teaching EFL—Activity
design for the communicative classroom. Sino-US English
Teaching, 3(12).
Johnson, S.D. 1997. Learning Technological Concepts and
Developing Intellectual Skills. International Journal of
Technology and Design Education .7, 161–180.
https://doi.org/10.1023/A:1008861003553
Kordaki, M., & Daradoumis, T. 2009. Thinking dimensions as a
foundation of learning design. In 2009 Ninth IEEE
International Conference on Advanced Learning
Technologies (pp. 634-636). IEEE.
Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B.F., Presseisen, B.Z.,
Rankin, S.C., & Suhor, C. 1988. Dimensions of Thinking: A
Framework for Curriculum and Instruction. Virginia: ASCD.
Ornstein, P. A., & Coffman, J. L. 2020. Toward an Understanding of
the Development of Skilled Remembering: The Role of
Teachers’ Instructional Language. Current Directions in
Psychological Science, 29(5), 445-452.
Rahman, S. A., & Manaf, N. F. A. 2017. A Critical Analysis of Bloom's
Taxonomy in Teaching Creative and Critical Thinking Skills

Pengembangan High Order Thinking Skill | 91


in Malaysia through English Literature. English Language
Teaching, 10(9), 245-256.
Sutini, S., dkk. 2017. Identification of Critical Thinking Process in
Solving Mathematic Problems. IOSR Journal of Research &
Method in Education (IOSRJRME), 07(04),05-10.
Stevens, M. 1998. Sorun çözümleme. (Çev. A. Çimen). İstanbul:
Timaş Yayınları.
Thompson, T. 2008. Mathematics teachers’ interpretation of
higher-order thinking in Bloom’s taxonomy. International
electronic journal of mathematics education, 3(2), 96-109.
Tüysüz, C. 2013. Üstün yetenekli öğrencilerin problem çözme
becerisine yönelik üstbiliş düzeylerinin belirlenmesi.
Mustafa Kemal Üniversitesi Sosyal Bilimler Enstitüsü
Dergisi, 10(21), 157-166.
Xue-Ping, G. 1997. A scheme for the obtaining of language skills.
The Internet TESL Journal. 3(6).

92 | Bertanya dan Berpikir


BAB 5
MEMANFAATKAN KLARIFIKASI PIKIRAN
SISWA UNTUK PENGEMBANGAN HOTS

Seorang guru bisa mengajukan untuk mengklarifikasi. Di


samping bermanfaat menjadikan guru itu sendiri, jelas apa yang
sedang dipikirkan siswanya, guru pun bisa membantu siswa
memikirkan kembali apa yang sudah dipikirkannya, dan
mengembangkan pikirannya lebih jauh termasuk
mengembangkan pemikiran tingkat tinggi.
Ada banyak cara untuk melakukan klarifikasi. Cara itu
antara lain adalah:1) Revoicing, 2) Prompting to say more, 3)
Repeating, 4) Adding on , 5) Explaining other’s Ideas, 6) Asking for
Evidence, 7) Reason on other Reasoning, 8)Revising, 9) Wait time,
10)Partner talk.

1. Revoicing

❖ REVOICING
Boukafri, dkk (2018) mengemukakan penggunaan revoicing oleh
guru membantu proses berpikir matematika siswa secara lebih
umum. Revoicing terjadi ketika seorang guru mengatakan kembali
apa yang dikemukakan oleh siswanya tapi diwujudkan dengan
kata-kata yang lain.
Misalnya.
Guru : “Berapakah hasil dari 7 + 8?”
Siswa : “15”
Guru : “Saya menghitung kok 14. Apakah
7 + 8 ≠ 14?”
Siswa : “Tidak mungkin 7 + 8 = 14. Ganjil ditambah genap adalah
ganjil.”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 93


Ketika kita mendengar jawaban seperti ini, kita sebagai guru bisa
meminta siswa untuk mengklarifikasi sekaligus mendorong anak
berpikir tingkat tinggi dengan melakukan revoicing, misalnya:
“Jadi kamu mengatakan bahwa setiap bilangan ganjil ditambah
dengan bilangan genap pasti menghasilkan bilangan ganjil.
Kamu yakin itu?”
Kalimat yang tercetak tebal di atas sebenarnya adalah
pengulangan dari apa yang dikatakan oleh siswanya, yaitu ganjil
ditambah genap adalah ganjil. Tetapi, si guru mengubah redaksi
dari kalimat itu dengan memberi kata-kata tambahan “setiap”.
Dengan tambahan kata ini, kalau semula si guru tidak tahu
bagaimana asal usul siswa mengambil kesimpulan bahwa ganjil
tambah genap, jawaban siswa terhadap revoicing itu akan
menjadikan guru mengerti proses berpikir siswanya. Di samping
itu, dengan pertanyaan itu, anak didorong untuk menggunakan
pemikiran tingkat tinggi. Anak diminta untuk membuat
generalisasi. Dia diminta untuk menciptakan aturan yang berlaku
secara umum. Tambahan kata-kata “Kamu yakin itu?”, semakin
mendorong anak untuk menganalisis keyakinan akan dugaannya.
Secara sadar atau tidak sadar si anak akan mencoba melakukan
justifikasi terhadap kebenaran dugaannya. Oleh karena itu,
pertanyaan klarifikasi yang dilakukan dengan cara revoicing ini
termasuk cara yang bisa digunakan guru untuk meningkatkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Apakah ada cara lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi
yang bersifat revoicing ini? Tentu saja ada. Kita bisa mengubah
kalimat kita dengan beberapa pilihan kalimat tertentu, misalnya:
a. “Apakah kamu menganggap bahwa bilangan genap kalau
ditambah dengan bilangan ganjil selalu menghasilkan bilangan
ganjil?”
b. “Hmm... saya mau mencoba memahami apa yang kamu
katakan. Bilangan genap ditambah dengan bilangan ganjil
selalu bilangan ganjil. Begitu kan?”

94 | Bertanya dan Berpikir


Tentu saja guru bisa menggunakan kalimat-kalimat yang lain.
Tapi, pada prinsipnya, kita menyuarakan ulang apa yang
dikatakan siswa dengan sedikit tambahan agar siswa
mengklarifikasinya.

2. Prompting to say more

❖ PROMPTING TO SAY
Kadang kita tidak langsung memahami apa yang dikatakan siswa.
Kita memerlukan sedikit elaborasi dari jawaban yang mereka
berikan. Karena itu, kita bisa meminta siswa untuk memberikan
penjelasan lebih jauh, dan untuk memberikan penjelasan lebih
jauh ini, anak bisa saja terdorong untuk berpikir tingkat tinggi,
meskipun mungkin saja mereka hanya sekedar mengingat-ingat.
Prompting ini sebagai salah satu cara dalam pengajuan
pertanyaan dalam pembelajaran matematika (Mason, 2000).
Misalkan terjadi percakapan antara guru dan siswa sebagai
berikut:
Guru : “Tentukan himpunan penyelesaian dari 𝑥 2 = 1.”
Siswa 1: "{−1,1}"
Siswa 2: “Nggak mesti {−1,1}. Jawabannya bisa saja { }, {1}, dan
mungkin juga yang lain.”

Jawaban siswa 2 ini mungkin termasuk aneh. Kita sebagai guru


jangan langsung menyalahkan. Kita justru harus meminta
klarifikasi dari siswa 2. Bisa jadi, dengan klarifikasi dari siswa 2
ini, teman-temannya yang lain yang semula tidak memikirkan
sama sekali apa yang sudah dipikirkan oleh siswa 2 menjadi ikut
berpikir dan berkembang kemampuannya. Di samping guru juga
menjadi jelas jalan pikiran siswa 2, teman-teman sekelasnya juga
akan berpikir tingkat tinggi.
Untuk itu, guru bisa meminta siswa untuk sedikit mengelaborasi
lebih jauh penjelasannya dengan mengajukan pertanyaan dalam

Pengembangan High Order Thinking Skill | 95


jenis prompting to say more. Contoh pertanyaannya adalah
sebagai berikut.
Guru : “Kamu mengatakan bahwa himpunan selesaian dari 𝑥 2 =
1, bisa { }, {1}, dan lain-lain. Apa yang kamu maksudkan
dengan kata bisa { }, {1}, dan mungkin juga yang lain?”
Ketika guru bertanya seperti ini mungkin saja siswa 2 yang
memang pemikir kritis itu akan menjawab:
Siswa2: “Bu... maaf ya Bu... saya memiliki penafsiran tersendiri
terhadap soal ibu. Maaf kalau salah. Di dalam tugas ibu itu,
semesta dari 𝑥 kan tidak disebutkan. Kalau saya asumsikan
bahwa 𝑥 adalah bilangan prima, maka tidak ada bilangan
prima yang kuadratnya sama dengan 1. Kalau saya
asumsikan 𝑥 sebagai bilangan asli, maka hanya 𝑥 = 1 yang
memenuhi sehingga himpunan selesaiannya sama dengan
{1}. Kalau 𝑥 adalah bilangan bulat negatif, maka
himpunan selesaiannya adalah {−1}, dan kalau 𝑥 yang
dimaksud adalah himpunan bilangan bulat, maka benar
memang bahwa himpunan selesaiannya {−1,1}. "
Apakah tidak hebat kalau kita memiliki anak seperti ini. Dia
memahami konsep variabel dengan baik. Dia memahami
himpunan semesta pembicaraan. Dia menguasai konsep
persamaan dan mampu menjaankan prosedur penyelesaian
dengan baik, dan dia juga berpikir kritis.
Orang yang berpikir kritis adalah orang yang memiliki sudut
pandang yang terbuka. Kalau dihadapkan dengan suatu masalah,
orang yang berpikir kritis tidak buru-buru, semacam cepat tepat,
untuk menjawab. Dia memikirkan masalah itu dengan seksama,
sistematis, dan juga berpikir jauh ke depan.
Karena itu, prompting to say more ini memberikan peluang kepada
kita untuk menjadi jelas pola pikir siswa kita. Prompting to say
more ini juga membantu teman-temannya memiliki pengalaman
belajar dimana mereka melihat pola pikir yang berbeda, dan kalau

96 | Bertanya dan Berpikir


beruntung akan memicu mereka juga untuk berpikir kritis, atau
berpikir tingkat tinggi lainnya.
Tentu saja kalimat tanya yang bisa kita gunakan untuk promting
to say more ini bervariasi sesuai dengan kesukaan kita. Beberapa
di antaranya adalah:
a. “Ketika kamu mengatakan bahwa jawabannya bisa { }, bisa
{1}, dan lain-lain, sebenarnya apa yang kamu maksudkan?”
b. “Ketika kamu mengatakan bahwa jawabannya bisa { }, bisa
{1}, dan lain-lain, bisakah kamu memberikan contoh yang lain
itu? Kok bisa?”
c. “Aku kok agak kurang paham jalan pikirannya. Ketika kamu
mengatakan bahwa jawabannya bisa { }, bisa {1}, dan lain-
lain, sebenarnya bagaimana sih asal usulnya?”
d. “Ketika kamu mengatakan bahwa jawabannya bisa { }, bisa
{1}, dan lain-lain, bisakah kamu menceritakan proses berpikir
kamu? Mudah-mudahan jawabanmu ini amal jariyahmu nak.”

3. Repeating

❖ REPEATING
Di dalam kelas, kadang ada yang memperhatikan percakapan yang
berlangsung. Tetapi kadang juga ada pernyataan seseorang yang
tidak bisa langsung dimengerti. Untuk mendorong siswa selalu
memperhatikan temannya yang berbicara, mencoba mengerti
jalan pikirannya, mengubah pernyataan temannya menjadi
pernyataan yang lebih mudah diterima, maka guru bisa
melakukan strategi repeating. Repeating dapat menjadi jembatan
yang efektif untuk memperkenalkan konsep dalam pembelajaran
matematika (Warren dan Cooper, 2007)
Misalkan ada percakapan:
Guru : “Dari fungsi kuadrat 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 diketahui bahwa
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 12, dan 𝑎 − 𝑏 + 𝑐 = −4. Seseorang mengklaim

Pengembangan High Order Thinking Skill | 97


bahwa fungsi kuadrat ini memotong sumbu−𝑥 di dua titik.
Setujukah kalian dengan klaim itu? Berikan penjelasan.
Siawa 1: “ Setuju bu, karena fungsi kuadrat itu melalui dua titik
(1,12) dan (−1, −4). Karena itu, maka fungsi itu memotong
sumbu-𝑥 di dua titik. “
Guru : “Siswa X, kalau kamu ulangi jawaban siswa 1 dengan
kalimat kamu sendiri, bunyinya akan seperti apa?”
Ketika guru bertanya seperti ini, siswa X (biasanya teman yang
lain juga, meskipun tidak ditunjuk) dipaksa untuk mencoba
memahami jawaban siswa 1 dan mengolahnya menjadi
kalimatnya sendiri. Anak yang menguasai konsep dengan baik,
dan mampu mengomunikasikan ide matematisnya dengan baik
mungkin akan menjawab:
Siswa Y: “ Bu... kan k 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 12 diperoleh dari persamaan
kuadrat 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 dengan cara disubstitusikan
𝑥 = 1, dan 𝑎 − 𝑏 + 𝑐 = −4 diperoleh dari substitusi 𝑥 = −1.
Jadi 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 12 itu adalah 𝑓(1), dan 𝑎 − 𝑏 + 𝑐 = −4
adalah 𝑓(−1). Jadi, ada dua titik yang dilalui oleh fungsi
kuadrat itu yaitu (1,12) dan (−1, −4). Satu titik berada di
atas sumbu−𝑥 dan satunya lagi di bawah sumbu−𝑥. Karena
fungsi kuadrat kontinyu, pasti ada titik di sumbu−𝑥 yang
dilalui oleh fungsi kuadrat itu, dan itu juga berarti bahwa
ada titik yang lainnya lagi di sumbu−𝑥 yang dilalui. Jadi
benar klaim itu Bu.”
Kalau kita memiliki siswa yang bisa menjawab pertanyaan
repeating itu seperti ini, tentu kita sangat bangga. Dia telah
menunjukkan pemahaman konsep yang luar biasa, dan
kemampuan komunikasi yang luar biasa pula. Pikiran yang
dikomunikasikannya bisa pula menjadi pemicu temannya berpikir
tingkat tinggi, kendati hanya sekedar dimaksudkan untuk
memhami penjelasannya. Jadi pertanyaan klarifikasi repeating ini
bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.

98 | Bertanya dan Berpikir


4. Adding on

❖ ADDING ON
Sebagai guru kita sebaiknya tidak cepat puas dengan jawaban
siswa dan buru-buru memberikan penguatan. Kalau di awal-awal
pembelajaran, mungkin kita perlu sering memberikan penguatan.
Tetapi, lama kelamaan, pemberian penguatan ini mungkin perlu
diatur dengan dinamis agar tidak mudah ditebak arahnya oleh
siswa, dan siswa didorong untuk bekerja dan berpikir keras guna
mendapatkannya.
Kita bisa menggunakan strategi adding on untuk meminta siswa
mengklarikasi apa yang dinyatakannya. Kita bisa meminta yang
bersangkutan untuk memberikan penjelasan tambahan, tetapi
juga kepada teman yang lainnya.
Contoh :
Guru : “Ada empat orang penggemar burung dara berkumpul. Si A
memiliki 15 ekor burung dara. Si B memiliki 20 ekor burung
dara. Si C memiliki 23 ekor burung dara. Si D memiliki 25
ekor burang dara. Burung-burung dara yang mereka miliki
akan dilombakan dalam suatu aduan tertentu, tetapi dari
keempat orang itu, hanya tiga orang yang boleh ikut. Panitia
lomba menggunakan lomba tertentu yang mengakibatkan
hanya tiga dari empat orang itu yang boleh ikut berlomba,
dan kriterianya itu didasarkan atas banyaknya burung dara
yang dimiliki. Menurut kalian, manakah dari orang itu yang
tidak boleh ikut lomba? Jelaskan kriteria yang digunakan.”
Siswa 1: “ Si A, Bu.”
Guru : “Alasannya?”
Siswa 1: “ Kriteria lombanya adalah peserta lomba minimal
memiliki burung dara sebanyak 20 bu.”
Guru : “Apakah ada kemungkinan si B yang justru tidak
diperbolehkan? “

Pengembangan High Order Thinking Skill | 99


Ketika seorang guru menggunakan pertanyaan yang dibuat tebal
di atas, guru sebenarnya sudah melakukan adding on. Guru
meminta siswa untuk menggunakan kriteria lain yang
memungkinkan si B yang justru tidak diperbolehkan
berkompetisi. Para siswa diminta berpikir untuk menemukan
kriteria kapan jumlah 20 tidak boleh digunakan. Para siswa
diminta untuk menganalisis kesamaan dan perbedaan dari empat
bilangan 15, 20, 23, dan 25 dan menemukan kriterianya.
Siswa yang berpikir tingkat tinggi mungkin akan menjawab
bahwa kriteria yang digunakan adalah banyak burung dara yang
digunakan harus ganjil. Dengan kriteria ini, maka yang punya
burung dara sebanyak 20 ekor menjadi dilarang ikut lomba,
sedang yang lain yaitu yang punya 15 ekor, 23 ekor, dan 25 ekor,
akan diperkenankan.
Guru masih bisa adding on lagi dengan meminta adakah kriteria
lain yang membuat si C yang tidak boleh ikut? Kalau ini yang
diajukan oleh guru, maka siswa harus mampu menggunakan
pemikiran tingkat tinggi untuk melihat perbedaan antara 23
dengan bilangan-bilangan lainnya. Setelah menganalisis, mungkin
mereka menemukan bahwa 15, 20, dan 25 adalah bilangan-
bilangan kelipatan 5, sedang 23 bukan.
Kalau si D yang memiliki 25 ekor burung dara yang tidak boleh
ikut lomba, apa krtiterianya? Dengan mengajukan adding on
semacam ini, siswa dituntut untuk melihat hal yang khusus dari
25 dibandingkan dengan tiga bilangan lainnya. Mungkin ada yang
berpikiran bahwa 25 adalah bilangan kuadrat sementara yang lain
bukan.
Jadi, dengan adding on, kita mendorong anak untuk memikirkan
kriteria-kriteria baru. Untuk menghasilkan kriteria baru, anak
dituntut untuk berpikir tingkat tinggi.
Tentu saja ada banyak cara adding on yang bisa dilakukan guru.
Berikut beberapa contoh:

100 | Bertanya dan Berpikir


a. “Ada hal lain yang bisa kita tambahkan dari jawaban si Anu
tadi?”
b. “Apakah kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan sudut
pandang yang lain?”
c. “Dengan model yang ada itu, dapatkan kita tambahkan sesuatu
pemahaman baru?”
d. “Apakah ada cara lain yang bisa kita gunakan untuk
menyelesaikan soal ini?”

5. Explaining Other’s Ideas

❖ EXPLAINIG OTHER’S IDEAS


Explaining other’s ideas artinya adalah menjelaskan ide atau
gagasan orang lain, dalam hal ini temannya. Dengan begitu, orang
yang diminta untuk explaining other’s ideas harus fokus pada
penjelasan temannya, mengidentifikasi kelebihan dan
kekuranganya, menemukan ide baru untuk menutupi
kekurangnnya. Dia harus berpikir tingkat tinggi.
Contoh:
Guru : “Perhatikan gambar berikut. Berapakah luas daerah yang
diarsir?”

Siswa 1 : “Daerah yang diarsir itu kan sebenarnya gabungan dari 3


trapesium dan tingginya 2 dan median masing-masing
trapesiumnya sudah jelas. Jadi tinggal kalikan untuk setiap

Pengembangan High Order Thinking Skill | 101


trapesium dan kemudian jumlahkan ketiganya. Sudah
didapat Bu jawabannya.”
Guru : “Ada yang bisa memberikan penjelasan apa yang
dimaksud oleh siswa 1 itu?”
Pertanyaan yang ditandai dengan huruf tebal ini adalah
pertanyaan yang menuntut siswa lain menjelaskan apa yang
dimaksudkan oleh Siswa 1. Akibatnya, siswa lain dituntut untuk
mehamami apa yang dipikir oleh siswa 1, dan mencoba
memberikan ilustrasi tambahan yang membuat orang lain
mengerti pola pikir orang lain.
Mungkin kalau Siswa A yang menjawab, dia akan memberikan
klarifikasi sebagai berikut.
Pertama dia beri tanda tiga trapesium yang dimaksud, misalnya
sebagai berikut:

Dengan cara begini, maka 3 trapesium yang dimaksudkan oleh


siswa 1 akan menjadi jelas.
Kemudian siswa A mungkin akan mengambil salah satu dari
trapesium yang ada dan menunjukkan mana yang disebut dengan
median dan tingginya serta berapa tingginya

102 | Bertanya dan Berpikir


Kemudian dia akan mengatakan bahwa luas trapesium ini
𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖. Karena tingginya 2 satuan, dan sama untuk
setiap trapesium, kemudian medianya berturut-turut adalah 5, 6
dan 7, maka luas dari tiga trapesium itu adalah
5 × 2 + 6 × 2 + 7 × 2 = 36 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 36 𝑐𝑚2
Sungguh bangga kalau anak kita bisa memahami pikiran
temannya, dan mampu mengemukakan dengan lebih jelas seperti
di atas. Terlihat dia menganalisis jawaban temannya,
mengidentifikasi kekurangan yang ada, menciptakan keterangan
tambahan berdasarkan hasil analisis dan pemahamannya
sehingga diperoleh penjelasan yang lebih lengkap dan lebih
mantap. Berarti permintaan explaining other’s ideas itu sungguh
bermanfaat bagi murid untuk belajar dan berkembang.

6. Asking for Evidence

❖ ASKING FOR EVIDENCE


Kita bisa meminta klarifikasi pernyataan siswa dengan meminta
mereka menambahkan bukti-bukti yang mendukung. Kita
meminta mereka memberikan justifikasi terhadap klaim yang
dibuat.
Contoh
Guru : “Jumlah dua bilangan prima dikalikan 9 adalah 1
kurangnya dari 100. Bisakah kalian temukan bilangan-
bilangan itu?”
Setelah sekian lama ada siswa yang menjawab
Siswa 1: “Soalnya salah bu.”
Guru : “Kok bisa? Mengapa?”

Pertanyaan kok bisa atau mengapa ini adalah jenis pertanyaan


yang menuntut bukti. Kalau siswa kita bisa menjawab dengan:
“1 kurangnya dari 100 adalah 99.”
“9 kali jumlah bilangan prima yang hasilnya 99.”

Pengembangan High Order Thinking Skill | 103


“Jadi jumlah dua bilangan prima itu adalah 11.”
“Karena jumlah dua bilangan primanya sama dengan 11, maka
yang satu genap dan satunya ganjil. Padahal, hanya ada satu
bilangan prima yang genap, yaitu 2.”
“Jadi salah satu bilangan primanya adalah 2. Sehingga bilangan
yang satunya, supaya jumlahnya 11 adalah 9. Padahal 9 bukan
bilangan prima. Jadi jawaban untuk soal itu adalah tidak mungkin,
sebab pernyataan dalam soal yaitu “jumlah dua bilangan prima
sama dengan 11” adalah salah. Jadi nggak ada gunanya diteruskan,
karena premisnya sudah salah.”
Coba bayangkan. Betapa senangnya kita sebagai guru kalau siswa
kita bisa memberikan penjelasan seperti itu terhadap permintaan
kita akan bukti bahwa jawaban yang dia berikan adalah tidak
mungkin.
Ada banyak macam pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk
mendorong anak memberikan klarifikasi dengan memberikan
beberapa bukti. Contohnya:
“Mengapa?”
“Mengapa kamu berpikir seperti itu…?
“Apa bukti bahwa kamu bisa mengatakan seperti itu…?”
“Mengapa yang demikian itu masuk akal?”
“Bagaimana kamu bisa menjawab seperti itu?”
“Apa yang membuat kamu berpikir begitu…?”
“Apa kamu kira hal yang seperti itu berlaku secara umum?”
“Jika kita pakai cara ini apa kita akan bisa mendapatkan hasi
yang sama?”

7. Reason on other reasoning

❖ REASON ON OTHER
Mengajak anak untuk menalar penalaran orang lain juga akan
mendorong anak tersebut melakukan pemikiran tingkat tinggi.
Selain dituntut memahami konsep atau prinsip matematisnya,

104 | Bertanya dan Berpikir


anak juga harus memahami bagaimana proses penalaran yang
berlangsung atau yang dilakukan oleh temannya.
Sebagai contoh
Guru : “Berapa banyak bangun persegi (dengan berbagai ukuran
satuan) yang bisa kamu temukan pada gambar di bawah?”

Amir : “Banyaknya perseginya kan 9 + 4 + 1 atau 14, bu.”


Guru : “Henry..menurut kamu, pola pikir si Amir dalam
menjawab 9 + 4 +1 itu bagaimana?”
Henry : “Saya pikir saya setuju bu. Kayaknya, apa yang dipikirkan
si Amir adalah dengan menghitung banyaknya persegi
secara sistematis. Pertama dia hitung persegi yang ukuran
1 × 1. Kemudian dia jumlahkan dengan yang ukuran 2 × 2.
Terakhir dia hitung yang ukuran 3 × 3. Karena yang 1 × 1
ada sebanyak 9, yang 2 × 2 sebanyak 4, dan 3 × 3 sebanyak
1, maka jumlah seluruhnya adalah 9 + 4 + 1. Begitu bu.”
Guru : “Apakah memang seperti itu pikiran si Amir? Sebelum saya
tanya kepada si Amir, coba menurut si Bayu bagaimana?”
Pertanyaan yang dikemukakan oleh si guru adalah pertanyaan
yang meminta siswa untuk memikirkan penalaran yang dilakukan
oleh temannya. Untuk bisa menjawabnya, siswa harus
menganalisis bilangan-bilangan yang dikemukakan oleh si Amir.
Mungkin dia akan bertanya: Apa ya hubungan dari bilangan 9
dengan banyaknya persegi? Bilangan 4? Bilangan 1?
Dengan menganalisis, Henry melihat bahwa bilangan 9 itu
bersesuaian dengan banyaknya persegi berukuran 1 × 1, bilangan
4 bersesuaian dengan banyak persegi berukuran 2 × 2, dan
bilangan 1 bersesuaian dengan banyak persegi berukuran 3 × 3.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 105


Jadi Henry harus melakukan pemikiran tingkat tinggi dengan
hanya ditanya seperti itu.
Ada banyak macam pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk
menjadikan seorang siswa mencoba memikirkan logika atau
penalaran yang dipakai oleh temannya, dan itu penting untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Contoh
dari pertanyaan itu antara lain adalah:
a. “Kamu setuju dengan jawabannya atau justru tidak setuju.
Mengapa?”
b. “Coba kalian jelaskan dimana letak perbedaan antara
jawaban kamu dengan jawaban dia?”
c. “Kalau lihat jawaban A dan jawaban B, sepertinya ada
kesamaan strategi ya. Apa kesamaan dan apa pula
bedanya?”
d. “Kalau kamu perhatikan jawaban si X tadi, di bagian mana
jawaban si X tadi cocok dengan pikiran kalian?”

8. Revising

❖ REVISING
Ada kalanya apa yang dipikirkan sebelumnya telah mengalami
perubahan setelah ada interaksi lebih lanjut. Kalau semula siswa
mengatakan bahwa himpunan penyelesaian dari 𝑥 2 = 1 adalah
{−1,1}, setelah mendengar tentang konsep dari berpikir kritis
orang itu tidak buru-buru dan tidak memaksakan kehendak
bahwa himpunan selesaiannya harus {−1,1}. Jika semula dia
menjadi orang yang selalu menganggap bahwa kalau tidak
disebutkan semestanya, maka semestanya selalu himpunan bilang
real, sekarang dia meminta ditegaskan terlebih dahulu himpunan
semestanya.
Contoh lain, misalnya:
1 1
Guru : “Berapakah 2 + 3 ?”
2
Siswa :” .”
5

106 | Bertanya dan Berpikir


Guru : “Ada yang bisa menjelaskan darimana hasilnya diperoleh? “
Siswa : ”Jumlahkan pembilang dengan pembilang, dan penyebut
dengan penyebut, bu”
1 1
Guru : “Kalau 2 + 2 . "
2
Siswa : “Ya …. 4.”
1 2
Guru :” 2 dan 4 itu sama nggak?”
Siswa : “Sama.”
1 1 1
Guru : “Berati…2 + 2 = 2 …dong.”
Siswa : “Nggak sama bu... kan ½ nya sudah ditambahkan dengan
sesuatu yang tak nol ... hasilnya tidak boleh sama dong.”
1 1 2 2 1
Guru : “Lho kan kalian tadi bilang 2 + 2 = 4 , 𝑑𝑎𝑛 4 = 2, nah
1 1 1
dengan sifat transfitif kesamaan maka 2 + 2 = 2 𝑑𝑜𝑛𝑔.”
1 1
Siswa : “Ya betul ... tapi salah dong bu ... masak 2 ditambah 2 tetap
setengah.”
Guru : “Bagus... kalau begitu ada yang salah dong .. yang salah
apanya kalau begitu.”
Siswa : “(Sambil ragu-ragu) rumusnya kali ya bu.”
Guru : “Nah... ada yang berubah pikiran sekarang tentang
bagaimana cara menjumlahkan dua pecahah? Apa
masih tetap dengan pembilang tambah pembilang dan
penyebut tambah penyebut?”

Pertanyaan yang ditandai dengan huruf tebal ini adalah contoh


pertanyaan yang mendorong anak untuk melakukan revisi atau
perubahan terhadap pola pikir sebelumnya.
Contoh pertanyaan lainnya adalah
a. “Apakah ada yang berubah pandangannya? Mengapa?”
b. “Apakah yang barusan kita bicarakan membuat kalian
mempertimbangkan kembali untuk mengubah pola pikir
kalian?"

Pengembangan High Order Thinking Skill | 107


c. “Apakah kalian berkenan untuk mengubah pola pikir kalian
menjadi seperti ini? Apa untung ruginya kalau berubah?”
d. “Saya tadi mendengar kamu berkata bahwa...., bagaimana
dengan kenyataan ini?”
e. “Apakah idemu itu masih bisa diterapkan? “

9. Wait Time

❖ WAIT TIME
Ketika kita menginginkan anak berpikir, kadang kita harus siap
untuk memberikan waktu jeda kepada anak untuk berpikir. Kita
minta anak memusatkan perhatian kepada hal penting. Kita minta
mereka untuk meluangkan waktu sejenak untuk mengkaji ulang
apa yang ada, merenungi setiap kata dan lambang yang ada dan
lain sebagainya. Kita tidak taken for granted anak paham dengan
sendirinya. Kita beri kesempatan kepada mereka untuk melihat
dari berbagai aspek. Kita dorong mereka berpikir yang cermat.
Wait time sebagai variabel bertanya dan mendengarkan yang
penting dalam pembelajaran (Baysen dan Baysen, 2010).
Misalkan
Guru : “Dua orang, A dan B, sama-sama gemar sepakbola Inggris.
Sampai musim menyisakan tiga minggu, kedudukan
Liverpool dan Chelsea berselisih hanya 2, yaitu Liverpool 86
poin, dan Chelsea 84 poin. Pada sisa pertandingan
berikutnya dua klub papan atas ini tinggal berhadapan
dengan tim-tim yang kemungkinan akan terdegradasi ke
liga level di bawahnya. Si A yang menjagokan Liverpool dan
si B yang menjagokan Chelsea bersepakat bahwa Liverpool
lah yang bakal jadi juara di musim itu. Bagaimana pendapat
kalian. Catatan: poin yang diraih kalau menang adalah 3,
kalau seri adalah 1, dan kalau kalah adalah 0.”
Ketika guru memberikan soal ini, dan si guru ingin mengebangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswanya, ada baiknya guru

108 | Bertanya dan Berpikir


memberikan waktu jeda (wait time) kepada siswanya untuk
mengkaji informasi yang ada dengan baik. Untuk itu, guru bisa
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu, antara lain;
a. “Pertanyaan ini penting. Ini mengajak kita berpikir cermat.
Mari kita luangkan waktu untuk memikirkan. Sesudah
selesai nanti (kurang lebih 3 menit), kemukakan apa yang
menjadi alasan si A dan si B bersepakat menjagokan
Liverpool sebagai juara?”
b. “Saya beri waktu tambahan. Di dalam informasi itu, tidak
disebutkan posisi dari Mancherster United. Menurut kalian
mungkinkah bahwa setelah masa itu usai, yang menjadi juara
justru Manchester United? Kapan kejadian itu bisa terjadi?”

10. Partner Talk

❖ PARTNER TALK
Bercerita kepada teman biasanya menuntut semacam
tanggungjawab agar ceritanya bisa dimengerti teman bicara.
Semacam ada kebanggaan tersendiri kalau cerita kita berterima.
Karena itu, sebelum kita berbicara atau menjelaskan sesuatu
kepada teman, kita akan memikirkan karakteristik teman itu.
Bagaimana bentuk penjelasan yang disukai? Topik apa yang
paling tidak disukai? Dalam kondisi seperti apa penjelasan kita
bak gayung bersambut? Pokoknya, kita mempertimbangkan dan
memikirkan banyak hal kalau kita mau berbicara dengan teman
atau dengan orang lain. Karena itu, mendorong siswa dengan
perintah atau pertanyaan untuk bercerita kepada teman adalah
salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Berpikir tingkat tinggi dan strategi pemecahan
masalah yang menunjukkan hubungan yang kuat dengan siswa
dalam menjelaskan baik secara pribadi maupun kepada kelompok
Contoh

Pengembangan High Order Thinking Skill | 109


Guru : “Sebuah tabel tentang informasi orang yang terdampak
virus Covid 19 diberikan sebagai berikut.”
Satuan Tugas Penanggulangan Wabah Covid-19 Provinsi X
Tabel 1; Data tentang korban terdampak Virus Covid-19 di
Provinsi X
No Kabupaten Positif Meninggal Sembuh
1 A 16 3 9
2 B 38 21 19
3 C 43 31 11

“Kalau kalian harus menceritakan kepada teman kalian


yang peduli dengan wabah Covid-19 dan tinggal di
kabupaten B, apakah kalian akan mengajak mereka
mempercayai data ini atau justru sebaliknya?”
Anak yang diminta untuk menceritakan ini seyogyanya perlu
memiliki data yang valid. Kalau datanya tidak valid, maka tidak
pantas ada kesimpulan terhadap data itu. Data itu tidak bisa
dimanfaatkan kalau datanya tidak valid. Karena itu, sebelum
bercerita kepada temannya, dia harus memeriksa validitasnya. Dia
bisa melihat sumber dari mana tabel itu dikeluarkan. Dia bisa juga
melihat langsung ke datanya.
Kalau melihat ke sumbernya, mungkin dia harus melihat apakah
sumber itu betul-betul mengeluarkannya. Mungkin dengan
melihat tanda tangan, stempel dan bukti resmi tidaknya data yang
diberikan anak itu akan dapat melihat validitas data tersebut.
Dengan melihat kepada figur-figur atau bilangan-bilangan yang
ada di dalam tabel dia juga bisa memeriksa adakah data yang
inkonsisten atau kontradiktif. Kalau ada data yang kontradiktif,
maka kevalidan data itu bisa dipertanyakan meskipun secara
formal sepertinya data itu memang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang. Sebagai contoh, di Kabupaten B jumlah yang
meninggal dan sembuh kalau dijumlahkan melebihi yang positif.
Hal ini semacam menimbulkan pertanyaan. Apakah ini mungkin?

110 | Bertanya dan Berpikir


Apakah tidak ada salah ketik dan tidak sempat direviu dengan
cermat datanya?
Jadi, dengan meminta anak untuk bercerita kepada temannya juga
termasuk suatu cara atau strategi untuk meningkatkan
keterampilan berpikir tingkat inggi siswa.
Berikut beberapa contoh tugas atau pertanyaan terkait dengan
talk to friend yang bisa digunakan oleh guru dalam pembelajaran
matematika.
a. “Kalau kamu harus memberitahu temanmu, informasi apa yang
kamu anggap valid dan layak disampaikan? Mengapa?”
b. “Saya lihat kamu berpikir berbeda dengan si A. Kalau kamu
ingin membuat semua kelas mengerti apa yang kamu pikirkan,
bagaimana kamu harus ngomong kepada teman kamu yang
berpengaruh itu sehingga teman yang lain menyetujui pikiran
kamu?”
c. “Supaya temanmu bisa menjawab selayaknya kamu menjawab,
bagaimana kalian harus menjelaskan proses berpikir kalian
dalam menghasilkan jawaban seperti ini?”

Daftar Pustaka

Baysen, E., & Baysen, F. 2010. Prospective teachers' wait-times.


Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2(2), 5172-5176.
Boukafri K., Civil M., Planas N. 2018. A Teacher’s Use of Revoicing
in Mathematical Discussions. In: Moschkovich J., Wagner D.,
Bose A., Rodrigues Mendes J., Schütte M. (eds) Language and
Communication in Mathematics Education. ICME-13
Monographs. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-
3-319-75055-2_12.
Enyedy, Noel & Rubel, Laurie & Castellón, Viviana &
Mukhopadhyay, Shiuli & Esmonde, Indigo & Secada, Walter.
.2008. Revoicing in a Multilingual Classroom. Mathematical

Pengembangan High Order Thinking Skill | 111


Thinking and Learning. 10. 134-162.
10.1080/10986060701854458.
Ferris, S J. 2014. Revoicing: A Tool to Engage All Learners in
Academic Conversations. The Reading Teacher, 67 (5) ,
353-357.
Ingram, Jenni &, Elliott, Victoria. 2015.A critical analysis of the role
of wait time in classroom interactions and the effects on
student and teacher interactional behaviours. Cambriedge
Journal of Education.
http://dx.doi.org/10.1080/0305764X.2015.1009365
Keeley, P. 2013. Uncovering students’ idea in primary science: 25
New formative assessment probes for K-2. Arlington, VA:
NSTA Press
Keeley, P. 2015. Science formative assessment: 50 more strategies
for linking assessment, instruction, and learning. Thousand
Oaks, CA: Corwinn Press
Lerman S. 2014. Wait Time in Mathematics Teaching. In: Lerman S.
(eds) Encyclopedia of Mathematics Education. Springer,
Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-94-007-4978-
8_162
Lomibao, L. 2017. Does Repetition with Variation Improve
Students' Mathematics Conceptual Understanding and
Retention?. International Journal of Science and Research
(IJSR), 6(6), 2.131 – 2.137.
Mason, J. 2000. Asking mathematical questions mathematically,
International Journal of Mathematical Education in Science
and Technology, 31:1, 97-111, DOI:
10.1080/002073900287426.
Michaels, S., Shouse, and Schweingruber. 2008. Ready, set, science:
Putting research to work in K-8 classrooms. Washington DC:
National Academies Press.

112 | Bertanya dan Berpikir


Moschkovich, J. 2015. Scaffolding student participation in
mathematical practices. ZDM. 47. 10.1007/s11858-015-
0730-3.
Tofade, T., Elsner, J., & Haines, S. T. 2013. Best practice strategies
for effective use of questions as a teaching tool. American
journal of pharmaceutical education, 77(7),
155.https://doi.org/10.5688/ajpe777155
Webb, N. Franke, M. Tondra D, Chan, A, G. Freund, D., Shein, P,..
Melkonian, D,k.. 2009. ‘Explain to your partner’: teachers'
instructional practices and students' dialogue in small
groups, Cambridge Journal of Education, 39(1), 49-70, DOI:
10.1080/03057640802701986
Warren, E dan Cooper, T. 2007. Repeating Patterns and
Multiplicative Thinking: Analysis of Classroom
Interactions with 9 -Year- Old Students that Support the
Transition from the Known to the Novel. Journal of
Classroom Interaction. 41(2).

Pengembangan High Order Thinking Skill | 113


BIOGRAFI PENULIS

Prof. Dr. H. Abdur Rahman As’ari,


M.Pd., M.A adalah salah seorang
Guru Besar di Jurusan Matematika
FMIPA Universitas Negeri Malang.
Beliau menjadi Guru Bessar dalam
Bidang Teknologi Pembelajaran
Matematika.
Beliau yang dilahirkan di
Kabupaten Probolinggo pada
tanggal 1 Maret 1962, menempuh
jenjang pendidikan tinggi jenjang S1
dan S2 pada jurusan pendidikan
matematika di IKIP Malang. Di samping S2 dalam negeri, Beliau
juga menempuh pendidikan jenjang S2 di luar negeri pada tahun
1994 – 1995 tepatnya pada program Early and Middle Childhood
Education, The Ohio State University USA. Pendidikan tinggi
jenjang S3 ditempuh oleh beliau pada Prodi S3 Teknologi
Pembelajaran Universitas Negeri Malang dan lulus tahun 2012.
Beliau telah membina banyak mata kuliah selama menjadi dosen
aktif di Universitas Negeri Malang. Selain itu, Beliau memiliki
ketertarikan yang sangat tinggi dalam menulis karya ilmiah
berupa artikel maupun buku serta modul. Hal tersebut terbukti
berdasarkan banyaknya karya yang telah dihasilkan. Beliau telah
menghasilkan sebanyak 57 karya ilmiah yang telah tereviu secara
nasional maupun internasional. Beliau juga sangat aktif dalam
menulis buku ataupun modul nasional. Tercatat sebanyak 22 buku
dan modul yang ditulis oleh penulis telah diterbitkan secara
nasional. Terkhir, dalam proses penerbitan, beliau bertindak
sebagai penelaah pada 14 modul yang akan diterbitkan oleh
Kementerian Agama yang rencananya akan digunakan oleh Guru
Madrasah Aliyah seluruh Indonesia.

114 | Bertanya dan Berpikir


Selama 35 tahun masa kerja beliau (1985 – sekarang), selain
dunia teori, beliau juga sangat aktif dalam dunia praktis. Tahun
1996 – 2003 beliau aktif menjadi konsultan di beberapa proyek
peningkatan mutu Pendidikan Dasar di Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta. Di tahun 2003 sampai tahun 2012 beliau
juga menjadi tim ahli peningkatan mutu Pendidikan di beberapa
proyek bantuan luar negeri seperti USAID, AusAID, UNICEF, dan
UNESCO. Pelatihan-pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu
Pendidikan, seperti CBSA dan PAKEM serta pelatihan tentang
keterampilan bertanya, dan pelatihan peningkatan HOTS sudah
sangat sering dilakukan bagi para guru SD, SMP, SMA dan SMK.

Pengembangan High Order Thinking Skill | 115


BIOGRAFI PENULIS

Dr. Moh. Zayyadi, M.Pd. lahir


di Pamekasan, Jawa Timur
pada tanggal 25 September
1987. Pendidikan tingkat
Sekolah Dasar lulus tahun
2000 di SDN Larangan Tokol
III, Tlanakan, Kabupaten
Pamekasan. Pendidikan
tingkat Sekolah Menengah
Pertama lulus pada tahun
2003 di SMPN 1 Pamekasan.
Pendidikan tingkat Sekolah
Menengah Atas lulus tahun
2006 di SMAN 1 Pamekasan.
Pendidikan tinggi pada
program sarjana pendidikan matematika di Universitas Madura
lulus tahun 2011. Pendidikan tinggi pada program magister
pendidikan matematika di Universitas Negeri Surabaya lulus
tahun 2014 dan dilanjutkan program doktor pendidikan
matematika di Universitas Negeri Malang lulus tahun 2020.
Bekerja di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Madura mulai tahun 2012.

116 | Bertanya dan Berpikir


BIOGRAFI PENULIS

Riya Dwi Puspa, M.Pd yang


kerap dipanggil riya
merupakan salah satu penulis
buku ini yang lahir di
Sidoarjo pada tanggal 10 Mei
1989 dan merupakan putri
kedua dari pasangan Ibu Siti
Aisyah (Alm) dan Bapak
Soewardji.
Penulis mengajar di SMK
Telkom Malang dari tahun
2013 hingga sekarang.
Penulis memiliki ketertarikan
yang tinggi dalam hal menulis
buku serta beberapa artikel
terkait dengan Higher Order Thinking Skills. Penulis telah
mengembangkan buku pedoman bagi guru SMK dalam
membelajarkan HOTS sebagai syarat kelulusan dari program
Magister Pendidikan Matematika yang ditempuh di Universitas
Negeri Malang UM dan lulus pada tahun 2020

Pengembangan High Order Thinking Skill | 117


BIOGRAFI PENULIS

Lely Purnawati, S.Pd, lahir di


Malang, 6 Mei 1979. Riwayat
pendidikan seluruhnya dari
tingkat SD hingga Perguruan
Tinggi ditempuh dan diselesaikan
di kota kelahirannya. Universitas
Negeri Malang yang telah
memberinya bekal ilmu keguruan,
mengantarnya untuk hijrah ke
Banyuwangi sebagai bagian dari
Kementerian Agama menjadi guru
Madrasah di MTsN 9 Banyuwangi
dari tahun 2005 hingga sekarang.
Dan pada akhirnya kesempatan belajar kedua dalam program
Pascasarjana diterima dan dijalani atas beasiswa belajar
Kementerian Agama pada almamater yang sama, Universitas
Negeri Malang.
Menyukai matematika namun juga hobby membaca dan penikmat
karya sastra. Sempat terbersit keinginan memadukan keduanya,
menganalisa bagaimana proses berpikir kritis Harry Potter dalam
menyelesaiakan masalah di setiap kisah petualangannya dalam7
seri novel yang secara sadar ia tahu sebagai sesuatu yang mustahil
karena tokoh sumber data hanyalah sesuatu yang bersifat fiksi.
Hingga akhirnya memulai tantangan menulis tentang “bertanya”
sebagai bagian dari proses berpikir. Artikel pertama tentang
analisis pertanyaan guru dalam proses pembelajaran diterbitkan
oleh Jurnal AKSIOMA pada bulan Desember 2020.

118 | Bertanya dan Berpikir

Anda mungkin juga menyukai