(Dicuplik dan diadaptasi dari salah satu kitab risalah dakwah sebuah gerakan dakwah
Islam Internasional)
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Islam adalah agama yang berdasarkan kepada wahyu Allah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw sebagai utusan dan nabi Allah yang terakhir. Wahyu Allah mencakup
Alqur’an dan as-Sunnah. Keduanya mengabarkan kepada manusia tentang akidah
dan syariat.
Akidah Islam menjelaskan berbagai hakikat yang harus diyakini atau diimani setiap
muslim dan harus diyakinkan kepada seluruh manusia. Pokok dari akidah Islam adalah
tauhidullah, yakni menunggalkan Allah dalam segala aspek keberadaan-Nya sebagai
Tuhan yang menciptakan segala sesuatu.
Adapun syariat Islam berisi perintah dan larangan Allah serta Rasul-Nya terkait perilaku
manusia baik ketika berhubungan dengan Allah dalam aktivitas-aktivitas ibadah
mahdlah, yakni hubungan ‘langsung’ dengan Allah, maupun ketika berhubungan
dengan sesama manusia, alam semesta, dan dirinya sendiri sebagai aktivitas-aktivitas
ibadah ghair mahdlah, yakni hubungan ‘tidak langsung’ dengan Allah. Keterikatan
kepada syariat Islam merupakan konsekuensi dari iman kepada akidah Islam.
Kesesuaian seluruh aktivitas itu dengan syariat Islam yang dilandasi keimanan inilah
yang menjadikannya terkategori sebagai aktivitas ibadah.
Dengan demikian, firman Allah yang mengabarkan bahwa Dia telah menciptakan jin
dan manusia agar mereka beribadah mengandung makna bahwa dua makhluk ini
dituntut mengikuti syariat Islam dalam melakukan seluruh aktivitas kehidupannya.
Dengan begitu, barulah mereka dikatakan menghambakan diri kepada Allah sebagai
makna ibadah itu sendiri.
Sebagai sebuah paket tuntunan hidup yang harus dipraktikkan, syariat Islam atau
hukum syara digolongkan ke dalam dua kategori. Yang pertama, ada yang
terkategori pemikiran sebagaimana halnya akidah Islam, dan, yang kedua, ada yang
terkategori metode untuk mewujudkan pelaksanaannya. Syariat Islam yang terkategori
pemikiran menjelaskan tentang status hukum dari fakta-fakta yang menjadi obyek
hukum dan tentang solusi terhadap berbagai persoalan manusia. Adapun syairat Islam
yang terkategori metode menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk menjamin
aspek penerapan syariat Islam baik kepada warga mulsim maupun nonmulsim, aspek
pelaksanaannya oleh seluruh kaum muslimin, dan aspek dakwah Islam kepada
segenap manusia.
Baik aspek pemikiran maupun aspek metode dari syariat Islam, keberadaanya sebagai
hukum syara, mengikat seluruh kaum muslimin, dan mereka tidak boleh menyalahinya.
Kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan dalam pengajaran, pembinaan, dan dakwah
Islam kepada umat.
Berfokus hanya kepada mengajarkan aspek pemikiran dari syariat Islam tanpa aspek
metodenya dengan sengaja adalah dosa besar karena sama dengan melalaikan dan
menyembunyikan sebagian dari syariat Islam. Terlebih jika hal itu dilakukan karena tidak
mengimani aspek metodenya dan malah mengimani serta mengikatkan diri dengan
syariat kufur dalam hal ini, maka tindakan itu bisa menjadi sebab murtadnya seorang
muslim, kehinaannya dalam kehidupan dunia, dan berlakunya azab yang keras dan
abadi kepadanya di akhirat.
Semua aktivitas yang tergolong aspek metode dari syariat Islam mesti menghasilkan
aktivitas-aktivitas yang terindera. Dari aspek ketercapaiannya terhadap hasil tersebut,
aktivitas-aktivitas tersebut mesti mengikuti prinsip dalam berbuat atau bertindak. Prinsip
yang dimaksud adalah bahwa perbuatan harus dibangun atas dasar pemikiran dan
dilakukan dalam rangka mewujudkan suatu tujuan tertentu.
Hal itu berarti bahwa mengindera suatu fakta yang dikaitkan dengan pengetahuan
awal yang telah ada dalam benak, harus menghasilkan sebuah pemikiran. Pemikiran
ini juga harus dikaitkan dengan perbuatan tertentu yang sesuai. Keduanya harus
ditujukan untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu.
Selain itu, semuanya harus dibangun atas dasar iman sehingga manusia tetap terus
berada dalam suasana keimanan. Tidak boleh sama sekali perbuatan dipisahkan dari
pemikiran, dari tujuan tertentu, atau dari iman. Pemisahannya sekecil apapun akan
membahayakan perbuatan itu sendiri, apapun yang dihasilkannya, serta
keberlangsungannya. Dengan demikian, tujuan tertentu dari suatu perbuatan harus
dipahami dan harus jelas terlebih dahulu bagi siapapun yang berupaya berbuat atau
bertindak sebelum ia memulainya.
Prinsip Manthiqul Ihsas dan Ihsasul Fikriy untuk Mewujudkan Perubahan Total
Hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa pemikiran inderawi (manthiqul ihsas)
harus menjadi asas. Artinya, pemahaman dan berpikir harus merupakan hasil dari
penginderaan, bukan dari berasumsi tentang masalah yang tidak nyata.
Penginderaan terhadap fakta juga harus membekas di dalam benak. Artinya, dengan
bersandar kepada pengetahuan awal yang telah ada, pemahaman dan proses
berpikir itu harus mewujudkan dinamika otak, yang tiada lain merupakan pemikiran.
Inilah yang bisa menghasilkan kedalaman berpikir dan produktivitas dalam perbuatan.
Jadi, orang yang mengindera fakta, lalu langsung bertindak, sebenarnya dia tidak
bertindak untuk merubah fakta melainkan untuk menyesuaikan dirinya dengan fakta.
Ia tetap dalam kondisi terbelakang dan tak berwibawa. Sebaliknya, orang yang
mengindera fakta, kemudian berpikir tentang cara melakukan perubahan atas fakta
tersebut, dan selanjutnya bertindak atas dasar pemikiran ini, maka ia sedang
melakukan upaya menyesuaikan fakta dengan ideologinya dan merubahnya secara
total. Inilah yang sesuai dengan metode perubahan total (revolusioner), yang
merupakan metode satu-satunya untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Hal itu karena metode ini menuntut bahwa pemikiran harus dihasilkan dari
penginderaan terhadap kondisi fakta. Lalu, pemikiran ini harus mengkristal di mana
rancang bangun pemikiran dan metode itu tergambar di dalam otak. Pada saat yang
sama, pada diri manusia ada kesadaran yang benar terhadap ideologi yang
mengantarkannya kepada tindakan, sehingga di dalam dirinya terjadi revolusi berpikir
secara total.
Dengan demikian, di sini terjadi format ulang terhadap elemen-elemen yang terdiri dari
individu, masyarakat, dan berbagai kondisi berdasarkan pemikiran ini. Targetnya
adalah terjadinya perubahan total terhadap opini umum (ra’yun ‘aam) setelah
terwujudnya kesadaran umum (wa’yun ‘aam) yang dilandasi oleh ideologi baik dalam
aspek pemikiran maupun aspek metode untuk mewujudkannya. Selanjutnya, mereka
memulainya dari metode kekuasaan dalam menerapkan ideologi dengan cara
revolusioner, bukan bertahap atau tambal-sulam.
Ternyata Islam memiliki metode khusus dalam pengajaran. Dengan mengikuti metode
ini, pengajaran Islam menjadi berpengaruh. Metode ini menjelaskan bahwa Anda
wajib mengajarkan berbagai pengetahuan untuk tujuan diamalkan. Pelajar harus
mendapatkannya dengan proses berpikir yang berpengaruh. Dalam hal ini, pemikiran
harus berpengaruh terhadap perasaannya. Dengan begitu, penginderaan dan
pengamatannya terhadap fakta kehidupan merupakan dinamika yang muncul
padanya sebagai dampak dari adanya pemikiran yang berpengaruh. Dampak
berikutnya, dalam dirinya muncul gelora, semangat, pemikiran, dan luapan
pengetahuan secara bersamaan. Berikutnya, penerapan syariat Islam menjadi akibat
yang otomatis terjadi.
Inilah metode dalam pengajaran, terutama dari aspek keberadaanya yang bisa
memunculkan pemahaman pada diri pelajar dan memunculkan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang telah dipahaminya dengan cara yang berpengaruh.
Dengan demikian, metode bisa memperluas pemikirannya dan mengikat
pemikirannya dengan perasaannya. Metode juga mendidiknya tentang hal-hal hakiki
yang membuatnya mampu memecahkan persoalan-persoalan kehidupan. Karenanya
harus dihindari pengajaran yang hanya memberikan ilmu semata. Dengan begitu,
pelajar tidak menjadi kitab yang bergerak.
Wallaahu a’lam