Anda di halaman 1dari 23

NUR FRISMA OKTAVIA

P3.73.24.3.21.077

PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP KONSEP AGAMA


PRINSIP KAIDAH AGAMA DALAM PROMOSI KESEHATAN

Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan pandangan agama
Islam
Pengertian Kaidah

N. E. Algra et.al (dikutip dari Achmad Ali, 2008:32) mengemukakan arti harfiah dari
kaidah ialah “kaidah (norma) berasal dari Bahasa Latin : Norma Siku-siku”. Dimana suatu
siku- siku mempunyai dua fungsi yaitu alat pembantu untuk mengonstruksi sudut 90 derajat;
dan alat yang dapat dipergunakan untuk memeriksa apakah suatu sudut yang telah ada betul-
betul 90 derajat.Pandangan tersebut diatas merupakan sebuah analogi untuk mengetahui dan
memahami sebuah realitas sosial yang terjadi, dan bagaimana seorang manusia memaknai arti
daripada kaidah guna menentukan sudut pandang sebuah kebenaran yang berlaku dalam
suatu hubungan masyarakat.Hans Kelsen (Soerjono Soekanto, 1982:31) mengemukakan
kaidah atau norma adalah aturan tingkah laku atau sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
manusia dalam keadaan tertentu. Ada juga sebagian menyebutkan bahwa kaidah adalah
petunjuk hidup yang mengikat.Dari apa yang dikemukakan oleh N. E. Algra et.al diatas
lahirlah sebuah cerminan norma hukum yang berfungsi mengatur berbagai kepentingan di
dalam masyarakat, sebagaimana diketahui bahwa setiap anggota masyarakat mempunyai
sebuah kepentingan dalam hidupnya yang terkadang kepentingan itu saling bertabrakan
dengan kepentingan anggota masyarakat lainnya.

Kaidah Agama

Kaidah agama adalah kepercayaan manusia akan tingkah lakunya yang berhubungan
dengan dunia dan akhirat yang bersumber dari Tuhan. Manakala perbuatan yang dilakukan
tersebut menyimpang dari sebuah ajaran-ajaran agama maka manusia tersebut akan
menanggung dosanya di akhirat kelak.Achmad Ali membedakan atas dua kaidah tersebut,
yakni kaidah agama yang khusus mengatur hubungan manusia dengan Tuhan; dan kaidah
agama yang umum mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Salah satu contoh
dapat dilihat pada agama islam dimana sanksinya ada sanksi di dunia dan di akhirat kelak.
Namun kedua sanksi tersebut baik yang secara khusus maupun yang secara umum kedua-
duanya termasuh kaidah sosial karena meskipun ada yang mencakup sanksi di akhirat kelak,
tetapi sebab dari perbuatannya dilakukan di dunia. Contohnya larangan membunuh dengan
sanksi mendapatkan siksaan di neraka, sehingga mengakibatkan masyarakat yang beragama
tidak membunuh di dunia. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkah laku di akhirat kelak
keseluruhannya bergantung pada perbuatan yang ada di dunia bagi yang meyakini sebuah
agama. Namun contoh diatas bagi saya yang muslim, merupakan perumpamaan siksa neraka
sebagai ancaman, bukan semata-mata lebih takut akan ancaman neraka, namun mesti kita
takut akan yang menciptakan neraka bagi manusia yang ingkar kepadaNya. Jadi mari kita
beragama karena Allah SWT, bukan karena takut akan neraka.

Agama dalam aktivitas Promosi Kesehatan adalah hal yang paling mendasar, agama
berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat. Hal ini cukup
beralasan karena Agama memberikan bimbingan dan pengajaran dengan perantara petugas-
petugasnya mulai pembekalan pribadi dan kontak dengan klien selama 24 jam asuhan
Promosi Kesehatan, Pengetahuan dan pemahaman tentang agama perlu dipersiapkan demi
membangun seorang perawat yang professional.

Ulasan mendalam terhadap berbagai literatur menunjukkan tidak banyak tulisan-


tulisan yang membahas keterkaitan antara perilaku kesehatan dan Islam. Gagasan Islam
mengenai hubungannya dengan promosi kesehatan masyarakat, termasuk meliputi7 :

1. Zat al Bain: ikatan inti didalam masyarakat

2. Fard –El Kifaya (fardhu kifayah): Kewajiban bersama untuk merawat dan memperlakukan
sesama.

Meletakkan Konsep Islam ke dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan

Terdapat sebuah kesepakatan bersama bahwa genetik, lingkungan dan gaya hidup
membentuk faktor-faktor mendasar yang menentukan status kesehatan seorang individu.
Strategi promosi kesehatan mencoba sebisa mungkin untuk mempengaruhi berbagai faktor
penentu ini untuk meningkatkan derajat kesehatan. Karena faktor-faktor penetu tersebut
merupakan bagian dari berbagai bidang ilmu pengetahuan, konsep promosi kesehatan dapat
dikatakan telah menyatukan beberapa kajian bidang ilmu dalam satu payung. Di tahun 1986
WHO pada konferensi pertama promosi kesehatan yang diselenggarakan, mendeklarasikan
salah satu definisi promosi kesehatan yang paling komprehensif, yakni proses pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan kendali atas kesehatan, dan memperbaiki status
kesehatannya.

Sejak itu telah banyak tulisan dan kajian mengenai promosi kesehatan dan berbagai
cara untuk mendisain, merencanakan dan melaksanakan strategi promosi kesehatan. Terdapat
banyak cara untuk memulai atau mengimplementasikan program promosi kesehatan. Secara
garis besar cara yang dianggap sebagai yang paling sukses adalah adalah cara yang
berdasarkan pada kerangka kerja secara teoritis. Terdapat cukup bukti dalam pelaksanaan
promosi kesehatan yang menyarankan penggunaan kerangka teoritis untuk meningkatkan
kesempatan keberhasilan dalam mencapai tujuan awal program promosi kesehatan.

Kebanyakan strategi promosi kesehatan menggunakan lebih dari satu teori didalam
pengembangan sebuah rencana intervensi. Sejauh ini pembahasan telah menunjukkan kaitan
antara agama dan kesehatan, menggambarkan berbagai konsep Islam berasal dari tiga konsep
utama Islam yang menuju kesehatan. Namun, apa yang masih hilang adalah sebuah
penguraian rinci terhadap bagaiman aplikasi nyata konsep Islam dapat berguna dan
digunakan dalam implementasi teori model promosi kesehatan. Sebagai illustrasi bagaimana
konsep dan gagasan Islam dapat berintegrasi kedalam konsep dan gagasan promosi kesehatan
saat ini, model Lima Tahap dari Bracht dkk digunakan sebagai kajian analisis.

1. Analisis Masyarakat (Community Analysis)

Tahap pertama ini membutuhkan pemahaman dan analisa yang akurat dan
komprehensif mengenai kebutuhan, sumber daya, struktur sosial dan nilai-nilai dalam
masyarakat. Untuk mendorong dan memastikan disain program telah merefleksikan hal ini,
tahap ini membutuhkan keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat secara baik. Konsep Islam yang
berdasar pada Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan titik awal dalam memahami struktur
sosial dan nilai-nilai dalam sebuah masyarakat Islami. Ulama, Imam dan Ustadz adalah
sumber utama bagi masyarakat dalam mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist dan dengan
begitu dapat ditafsirkan sebagai pemimpin Islam yang utama dalam masyarakat Islam.

Pemahaman terhadap berbagai macam konsep Islam seperti tiga konsep utama Islam
(Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum Islam) dapat memfasilitasi sebuah analisis
masyarakat yang mendalam terhadap sebuah masyarakat Islami. Ke tiga konsep utama Islam
tersebut telah memunculkan terhadap konsep-konsep lain yang bervariasi, yang mana
diterapkan dengan bentuk yang berbeda-beda didalam masyarakat Islami diseluruh penjuru
dunia. Konsep ini meliputi Da’wah, Syariah, Shuura, Hisba dan Waqaf dan diantara konsep-
konsep lainnya.

Da’wah contohnya, yang hakikatnya merupakan ajakan. Islam mendorong setiap


umatnya untuk mengajak satu sama lainnya untuk memahami dan mengetahui apa yang baik
dan apa yang buruk. Ini secara jelas diungkapkan didalam Al-Qur‟an Surat At-Taubah ayat
71 yang berbunyi: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf (kebaikan), mencegah dari yang munkar (keburukan), mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

2. Disain - Inisiasi

Tahap kedua dari model Lima Tahap Bracht ini adalah tahap desain dan inisiasi,
dimana tahap ini mengarahkan kepada pembentukan sebuah kelompok perencana inti dan
menseleksi koordinator setempat. Bersamaan dengan itu, tahap ini juga meliputi pemilihan
sebuah struktur organisasi dan contoh dari hal ini diberikan dalam bentuk dewan penasehat,
aparatur desa, koalisi, perwakilan terkemuka, jaringan informal, dan gerakan advokasi
masyarakat. Dalam Islam konsep Shuraa adalah sebuah contoh dari struktur organisasi dalam
masyarakat Islami. Konsep ini dapat dibandingkan dengan deskripsi dari koalisi atau aliansi
beberapa kelompok masyarakat dan atau organisasi kesehatan. Konsep dari Shuura ini tidak
hanya sekedar sebuah dewan penasihat atau sebuah koalisi, tetapi dalam komunitas Muslim
Shuura diharuskan untuk bekerjasama dalam perundingan yang saling menguntungkan dan
keputusan yang diambil bersifat mengikat. Oleh karenanya konsep ini menyediakan sebuah
kemungkinan pintu masuk menuju tahap ke dua dari model Lima Tahap Bracht.

3. Implementasi

Implementasi program promosi kesehatan merupakan tahap ke tiga dalam Model


Lima Tahap Bracht. Dalam tahap ini, teori dan ide dirubah menjadi tindakan pemanfaatan
para profesional dan sumber daya manusia lainnya didalam masyarakat sesuai perencanaan
intervensi. Selama proses, sumber daya yang tersedia di masyarakat dimaksimalkan dan
diadapatasi dalam batasan lokal. Konsep Islam Syariah, dimana termasuk dalam konsep
hukum Islami, menawarkan panduan yang jelas dalam menghadapi berbagai macam
permasalahan di dalam Islam. Bagi seorang promotor kesehatan, memahami ini akan sangat
krusial dalam memastikan kesuksesan program mereka. Dengan mengetahui skala dari area
intervensi didalam hukum Syariah (wajib, sunah, makruh, mubah dan haram) seorang
promotor kesehatan dapat melengkapi dirinya sendiri dalam merancang intervensi mereka
sesuai dengan sudut pandang masyarakat Islami yang dituju dan juga memastikan
kesempatan yang lebih baik untuk sukses. Prinsip Ijtihad dalam konsep Hukum Islam yang
mengacu pada fakta bahwa (1) hukum berubah seiring perubahan waktu dan tempat,
(2)memilih yang paling ringan derajat kerugiannya diantara dua pilihan yang sama-sama
menimbulkan kerugian, (3)melindungi kepentingan umum/umat, juga menawarkan saluran
komunikasi bagi promotor kesehatan untuk membawa masuk ide-ide baru ke dalam
masyarakat Islami.

4. Pemeliharaan – Konsolidasi

Tema dari tahap ke empat Model Bracht adalah pemeliharaan program (maintenance)
dan konsolidasi. Zakat, Waqaf dan Shodaqoh adalah konsep-konsep yang dapat ditemukan
pada semua konsep utama Islam (Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum Islam) menyediakan
pijakan yang dengannya seorang promotor kesehatan dapat menjelaskan secara rinci kepada
umat untuk memastikan keberlangsungan intervensi kesehatan masyarakat. Dalam ke tiga
konsep Islam ini baik struktur finansial dan struktur lainnya di masyarakat yang mendukung
kepentingan umat ditangani dan dapat dieksploitasi untuk manfaat intervensi kesehatan.
Contohnya adalah konsep Waqaf, sebuah konsep Islam dimana kaum Muslim yang mampu
memeberikan sumbangan materi untuk kemaslahatan (kebaikan) masyarakat, dapat menjadi
sebuah arti penting untuk memastikan dan memberikan pemasukan bagi intervensi vital
dalam promosi kesehatan.

5. Penyebaran – Penilaian ulang

Yang terakhir, tahap kelima dari Model Bracht adalah penyebaran dan penilaian ulang.
Pada tahap ini elemen kuncinya meliputi memperbaharui (updating) profil dan analisis
masyarakat, dimana didalamnya melibatkan usaha pencarian peluang yang mungkin telah
muncul dalam kepemimpinan, sumber daya dan hubungan organisasi di dalam masyarakat.
Untuk melaksanakan aktivitas pada tahap ini, para promotor kesehatan kembali dapat
menggunakan konsep Shuura, dimana telah dijelaskan pada tahap ke dua. Sebagai tambahan,
beberapa saluran komunikasi lainnya dapat diidentifikasikan didalam masyarakat Islam,
diantaranya meliputi masjid dan madrasah. Masjid merupakan area yang sangat penting di
dalam umat Islam, dan menyediakan sarana ideal bagi langkah penyebaran promosi
kesehatan. Contohnya para kaum pria Muslim berkewajiban melaksanakan sholat Jum’at di
masjid. Sholat ini dilaksanakan dalam sebuah kumpulan jama’ah dan terdapat dua khutbah
selama ibadah sholat Jum’at. Khutbah yang pertama ditujukan kepada permasalahan agama,
sementara di khutbah ke dua membicarakan permasalahan saat ini yang menimpa kaum
Muslim. Dengan mengambil keuntungan dari saluran komunikasi ini, promotor kesehatan
mampu menyelesaikan intervensi promosi kesehatannya secara sukses, berdasarkan sudut
pandang dari masyarakat itu sendiri terhadap kehidupan, kesehatan dan perilaku kesehatan.

Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan dari pandangan agama
Kristen
Prinsip Kaidah

Agama Seperti yang kita ketahui, semua agama pasti memiliki prinsip kaidah agama,
tetapi tidak semua agama memiliki persamaan prinsip yang sama, ada beberapa agama yang
memiliki perbedaan prinsip yang cukup mencolok. Belakang ini banyak sekali orang-orang
yang tidak bisa mengenali agama yang diyakininya, sehingga tidak bisa mengenali prinsip
kaidah agama yang diyakininya. Hal tesebut diharapkan tidak terjadi secara terus menerus,
karena suatu agama itu bagaikan rumah yang dapat melindungi kita dari gangguan- gangguan
yang berasaldari luar diri kita. Begitu juga dengan prinsip kaidah agama itulah yang dapat
menjadikan kita menjadi lebih baik lagi dan melindungi kita dari gangguan-gangguan yang
dapat menggoyahkan keimanan (kepercayaan) kita. Prinsip kaidah agama tersebut berisi
tentang falsafah dan ajaran-ajaran agama dan juga fungsi serta cara menjalani hidup
berdasarkan agama.

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kitaharapkan dan bukti dari segala sesuatu
yang tidakkita lihat (Ibrahim. 11:1). Iman Kristen bukandidasarkan oleh ketakutan terhadap
segala sesuatuyang ada di hadapan manusia, melainkandidasarkan oleh kasih Tuhan kepada
manusia.Dalam kesemua syarat tersebut, jelas terkandungprinsip-prinsip kesehatan sebagai
bukti iman atasdasar kasih dari manusia kepada Allah, manusia kepada dirinya sendiri,
manusia kepada sesamanya.

Kesehatan sebagai bukti iman atasdasar kasih kepada Allah

salah satu ayat yang penting dalammembahas pentingnya kasih kepada Allah dalam
hubungannya dengan Kesehatan tubuh terlihat pada 2 Tawarikh 16:12. Ilmu pengobatan
merupakan karunia Allah, namunhanya Allah sendiri, sebagai pencipta obat,yang dapat
memberikan kesembuhan.Tuhan tidak ingin manusia mengandalkan pikirannya sendiri,
Tuhan mau agar manusia hidup selalu bersandar kepadaNya (Macmur 40:5).
Bagi orang Kristen kesehatan spirituallebih penting dari pada kesehatan tubuh ( 1
Korintus 12:9). 0rang Kristen tidak dikendalikan oleh prinsip yang salah, yakni prinsip yang
menyatakan bahwa kebahagiaan yang sejati dapat ditemukan dalam hidup ini, dan kesehatan
tubuh adalah kunci dari kebahagiaan. lebih daripada itu, orang Kristen
memeliharakesehatannya hanya agar kita dapat lebihmengasihi Tuhan dan melayani
Tuhandengan lebih efektif (fil. 2:30)

Kesehatan sebagai bukti iman atasdasar kasih kepada diri sendiri

Secara khusus pada kesehatan tubuh manusia,orang Kristen yang benar-benar beriman
akan mengasihi dirinya sendiri. maksudnya di sini adalah orang Kristen tahu bagaimana ia
merawat dirinya sendiri sebagai bukti bahwa ia mengasihi dirinya.Tanpa adanya iman yang
dilandasi oleh kasih terhadap diri sendiri, kesehatan tubuh jasmani itu sulit untuk dicapai.
setiap orang yang percaya diharapkan mampu mengontrol keinginan, misalnya dalam
masalah makanan (Ams. 16:32), untukmemperoleh kesehatan, meningkatkan
kesehatan,maupun menjaga kesehatan.

Kesehatan sebagai bukti iman atas dasarkasih manusia pada sesamanya

Mengasihi sesama ini juga terlihat amat nyatabila diterapkan dalam kehidupan dalam
keluarga. Orang tua yang mengasihi anak-anaknya akan memberikan anaknya makananyang
sehat. Itu semua adalah untuk pertahanandiri mereka dalam mencegah penyakit (matius.7:11).
seorang anak yang sakit dapatmenimbulkan polemik di tengah keluarga.bahkan tidak jarang
orang tua juga dapat tertularpenyakit yang dibawa oleh anak tersebut dari luar.

Dalam kehidupan bertetangga, bergotongroyong adalah salah satu bukti nyata


orangberiman benar!benar mengasihi sesamanya(Gal.6:2). Misalnya saja pada acara
gotongroyong untuk membersihkan selokan yang adadi depan rumah masing-masing untuk
mencegah terjadinya banjir. orang yang tidakmau mengasihi sesamanya, dalam kasus
iniberarti tidak mau bergotong royong, maka dampak banjir tersebut akan dirasakan, yakni
timbulnya penyakit bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan dari pandangan agama
Katholik
Pengertian Agama dan Kesehatan

Konsep agama mempunyai dua makna, yaitu makna statis dan dinamis. Makna statis
lebih berorientasi untuk menunjuk religi sebagai sistem sosial agama secara formal, misalnya
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sedangkan makna dinamis adalah suatu sifat atau
semangat keagamaan. Aspek dinamis ini selain bersifat subjektif sesuai dengan pengalaman
keagamaan dan penghayatan masing-masing, juga tidak selamanya terkait dengan agamanya
secara formal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Sedangkan kesehatan menurut WHO adalah keadaan sempurna baik fisik,
mental, sosial bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

Pandangan tentang hidup sehat adalah suatu pola pikir, pola tindak tentang cara hidup
yang sehat baik menyangkut kesehatan fisik/badan maupun menyangkut kesehatan rohani.
Melakukan kegiatan olah rohani dan jasmani yang teratur, terus-menerus dan seimbang,
dalam mencapai pemenuhan kebutuhan mendasar hidup manusia. Kesehatan dimengerti
sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap manusia
hidup produktif dan kreatif seturut dimensi sosial dan ekonomi.

Sasaran dan tujuan pola hidup sehat ialah menghargai dan menghormati tubuh sebagai
kenyataan yang sangat pribadi sebagai tanda dan wahana untuk membangun hubungan-
hubungan dengan sesama, dengan Allah dan alam semesta, demi terwujudnya kesejahteraan
bersama. Tubuh menjadi penting untuk dijaga, hal ini yang harus dimengerti sehingga setiap
orang yang menjaga dirinya (baca=tubuh) itu menjaga sesuatu yang lebih dalam dari sekedar
hal fisik belaka. Menurut Gereja Katolik, yang mengambil pengajaran dari St.
Thomas Aquinas, manusia terdiri tubuh dan jiwa. Namun jiwanya di sini adalah jiwa spiritual
(rohani); yang menyebabkan manusia sebagai mahluk rational/berakal budi. Sedangkan
binatang mempunyai juga tubuh dan jiwa, namun jiwanya bukan rohani, sehingga disebut
sebagai mahluk irrational/ tidak berakal budi. Jiwa binatang ini tidak abadi, jadi jiwanya mati
jika tubuhnya mati. jiwa di dalam tubuh manusia merupakan “prinsip utama yang
memberikan kehidupan” (Summa Theologica I), sehingga jika jiwa ini tidak ada lagi di dalam
tubuh maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh manusia. Ini yang terjadi saat kita
meninggal.

Hal-hal yang perlu diusahakan untuk hidup secara sehat: kesadaran akan tanggung
jawab bersama memelihara dan memperjuangkan kehidupan secara sehat (ini merupakan
pandangan dan arahan Gereja). Isi dari Katekismus Gereja Universal artikel 2288-2289 terkait
dengan kesadaran akan tanggungungjawab bersama memelihara dan memperjuangkan
kehidupan secara sehat (ini merupakan pandangan dan arahan Gereja) yaitu:

1. Bahwa kehidupan dan kesehatan merupakan hal-hal yang bernilai, yang dipercayakan
Tuhan pada kita. Maka kita harus merawatnya dengan cara yang bijaksana dan
bersama itu memperhatikan kebutuhan orang lain dan kesehjateraan umum

2. Hidup sehat diusahakan dengan cara menciptakan situasi hidup yang kondusif
sehingga manusia dapat mengembangkan diri dan menjadi matang dengan papan,
pangan dan sandang, perumahan, pelayanan kesehatan pendidikan, lapangan kerja dan
bantuan sosial yang memadai. Menurut iman kristiani, kesehatan bukan hanya
jasmani melainkan juga dalam hal batiniah.

Kesehatan juga dalam hal penguasaan diri. Rasul Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Galatia menggambarkan:

1. Cara hidup yang lebih mengutamakan fisik/badan sebagai cara hidup yang mengikuti
daging.

2. Orang yang hidup menurut daging akan mengikuti hawa nafsunya (Gal. 5:19). Dengan
mengikuti keinginan daging, maka yang akan terjadi adalah percabulan, kecemaran,
sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah dan kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dsb (Gal. 5:20).

3. Sedangkan cara hidup yang tidak mengabaikan dan lebih mengutamakan hidup rohani
disebut sebagai hidup menurut Roh.

Setiap orang beriman, menurut Santo Paulus, seharusnya berani memperjuangkan


kehidupan yang mengandalkan peranan Roh dan bukan sebaliknya hidup menurut daging.
Dengan hidup menurut Roh maka akan terjadi: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-23).
Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan dari pandangan agama
Hindu
Kesehatan menurut pandangan agama hindu

Dalam Hindu kesehatan manusia bisa dicapai tidak saja secara jasmani saja, namun
juga rohani. Secara rohani, tubuh sebagai simbol-simbol tempat bersthānanya Tuhan dalam
wujud Dewa tertentu yang merupakan media bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri
dengan Sang Pencipta, mengadakan dialog dengan Yang Maha Kuasa untuk memohon
perlindungan dan wara nugraha-Nya. Sehingga umat Hindu berkeyakinan bahwa, dalam
tubuh manusia secara kosmik dilinggakan Dewa untuk mengatur fungsi tubuh. Melalui
latihan meditasi fungsi-fungsi tubuh diaktifkan kembali dengan cara memproduksi
konsestrasi, kesadaran dan kebijaksanaan, yaitu getaran dari perbuatan meditasi yang sangat
diperlukan oleh tubuh dan merupakan pembangkit getaran-getaran energi semesta. Melalui
perspektif teologi kesehatan Hindu mengungkap tentang kesehatan terkait dengan
kepercayaan umat Hindu terhadap Tuhan, dimana Tuhan dipercayai sebagai sesuatu yang
mempengaruhi kesehatan.

Hidup sehat dalam pandangan agama Hindu dapat diwujudkan dengan adanya
kesatuan yang harmonis antara manusia dan alam lingkungan (palemahan), manusia dengan
manusia lainnya (pawongan) dan manusia dengan sang pencipta (parahyangan) sesuai dengan
pedoman Tri Hita Karana. Dengan menerapkan Tri Hita Karana diharapkan manusia dapat
mencapai kesejahteraan jasmani, rohani, sosial, spiritual dan menjaga serta memelihara
kesehatan lingkungan. Di masa pandemi Covid-19 saat ini banyak mengubah cara kita dalam
beraktifitas termasuk dalam hal beribadah. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan
Majelis Desa Adat (MDA) Bali mengeluarkan keputusan bersama terkait dengan ketentuan
pelaksanaan upacara panca yadnya dan atau kegiatan adat dalam situasi Pandemi Covid-19 di
Bali. Keputusan tersebut tertuang dalam keputusan bersama PHDI provinsi Bali dengan
MDA Provinsi Bali yang tertuang dalam surat bernomor 020/PHDI-Bali/III/2020. Dalam surat
tersebut disebutkan pelaksanaan upacara panca yadnya selama pandemi Covid-19 di Bali
dilakukan dengan beberapa ketentuan seperti dimuat dalam surat tersebut.

Menjelang pemberlakuan normal baru, pemerintah pusat juga menerbitkan panduan


untuk penyelenggaran ibadah di rumah ibadah. Aturan penyelenggaraan ini diatur dalam
Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan
Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman
dari Covid-19 di Masa Pendemi. Surat edaran tersebut mengatur panduan bagi
penyelenggaran rumah ibadah dan jemaah yang akan beribadah selama Covid-19 masih
mewabah. Salah satu aturan dalam surat edaran disebutkan rumah ibadah yang dibenarkan
untuk menyelenggarakan kegiatan harus mendapatkan pernyataan aman yang ditunjukkan
dengan surat keterangan ketua gugus tugas provinsi/kabupaten/kota/kecamatan sesuai
tingkatan rumah ibadah dimaksud. Surat keterangan aman Covid-19 bisa diperoleh pengurus
rumah ibadah dengan mengajukan permohonan secara berjenjang kepada ketua gugus tugas
kecamatan/kabupaten/kota/provinsi sesuai tingkatan rumah ibadah.

Kewajiban Jemaah:

1. Jemaah dalam kondisi sehat;

2. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki surat keterangan aman
Covid-19 dari pihak yang berwenang;

3. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area
rumah ibadah;

4. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun


atau hand sanitizer;

5. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan;

6. Menjaga jarak antar jemaah minimal satu meter;

7. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah,
selain untuk kepentingan ibadah yang wajib;

8. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang
rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi
terhadap Covid-19;

9. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah


sesuai dengan ketentuan.

Kewajiban Pengurus atau Penyelenggara Rumah Ibadah:

1. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan


di area rumah ibadah.

2. Melakukan pembersihan dan desinfeksi secara berkala di area rumah ibadah.


3. Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan
penerapan dan pengawasan protokol kesehatan.

4. Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer di pintu masuk dan pintu


keluar rumah ibadah.

5. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah
ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu > 37,5°C (2 kali
pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki area rumah
ibadah.

6. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi,


minimal jarak satu meter.

7. Melakukan pengaturan jumlah jemaah/pengguna rumah ibadah yang berkumpul


dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak.

8. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan


kesempurnaan beribadah.

9. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-
tempat yang mudah terlihat.

10. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah
ditentukan.

11. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah tamu yang
datang dari luar lingkungan rumah ibadah.
Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan dari pandangan agama
Budha
Pengertian Kesehatan

Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga yang dimiliki manusia. Konsep
kesehatan itu sendiri adalah suatu keadaan dimana badan jasmani, mental lingkungan dan
segala sesuatu yang ada disekitarnya benar-benar terjadi suatu keharmonisan. Dalam
kehidupannya yang suka mengganggu kehidupan orang lain, suka adu domba, fitnah,
menyeleweng, menipu dan sebagainya. Gejala tersebut merupakan unsur daripada kejiwaan
yang tidak sehat, jiwa yang sehat akan menimbulkan jasmani yang sehat pula.

Berarti sehat merupakan suatu bentuk konsep dasar yang mudah dirasakan dan
diamati keadaannya. Misalnya orang yang tidak memiliki keluh kesah fisik dipandang orang
yang sehat secara mental. Kesehatan merupakan suatu keadaan yang sehat, kebaikan keadaan
(badan) jasmani, keadaan sehat badan (tubuh), jiwa keadaan sehat jiwa, masyarakat kesehatan
jasmani bagi rakyat (KBBI, 2001.1011). menurut WHO (World Health Organization)
kesehatan merupakan sutu bentuk yang sangat luas daan keadaan yang sempurna baik fisik,
mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat atau dengan
kata lain merupakan suatu keadaan ideal dari segi biologis, psikologis, dan sosial.

Konsep Dasar Kesehatan

Manusia mengenal dirinya pada mulanya dari dimensi biologisnya dan memanfaatkan
anggota tubuhnya untuk memenuhi kebutuhannya, makan minum, bekerja dan aktivitas
lainnya. Jadi tidak langka bila tubuh mengalami gangguan kesehatannya karena manusia
belum merasa puas bila kebutuhannya belum tercukupi dan tidak pernah memperdulikan
kesehatannya (terlalu bekerja keras, tidak ingat waktu).

Status kesehatan seseorang ataupun masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan,


sekalipun tidak tetap tetapi juga tidak salah, kesehatan lingkungan sering diartikan sebagai
kebersihan lingkungan. Kesehatan lingkungan seharusnya, mencakup pula kebersihan
perorangan, kebiasaan hidup dan semua dampak hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkunan pertalian dengan peningkatan derajat kesehatan atau pencegahan penyakit.
Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang sehat, jadi ini tergantung dari manusia atau
masyarakat bagaimana menjaga lingkungan yang bersih.
Setiap individu memiliki peranan dalam kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat,
sekolah dan lainnya. Seseorang yang mempunyai jasmani dan mental yang sehat akan merasa
puas dengan peranannya dalam lingkuangannya tersebut, tetapi sebaliknya bila seseorang
tidak memiliki sehat jasmani dan mental yang kuat tidak merasa terpuaskan dalam peranan-
paranan tersebut, dan memang bila seseorang tidak memiliki badan jasmani dan mental yang
kuat tidak bisa beraktifitas dengan baik.

Pendekatan Kesehatan Menurut Agama Buddha

Manusia merupakan satu kesatuan dari unsur jasmani dan rohani, mengenai
pemahaman yang benar terhadap tubuh yang rapuh yang merupakan sarang suatu penyakit
yang justru akan mendorong agar manusia memperhatikan perawatan tubuhnya dengan baik.
“Perhatikanlah tubuh yang indah ini, penuh penyakit, terdiri dari tulang belulang, lemah dan
perlu banyak perawatan, keadaannya tidak kekal serta tidak tetap” (Dhp.XI.147). Perilaku
yang bersih dan sehat akan menghasilkan lingkungan yang bersih dan sehat pula, begitu pula
sebaliknya lingkungan yang bersih dan sehat akan mendorong prilaku yang bersih dan sehat
pula, walaupun diri sendiri merupakan faktor utama dalam menciptakan keadaan yang sehat.

Salah satu hal yang sangat penting dalam pribadi seseorang adalah kesehatan mental,
yaitu kondisi mental yang tidak sakit. Buddha Dhamma berperan besar dalam memecahkan
kesulitan para ahli tentang kesehatan mental, Buddha menunjukkan bahwa setiap orang
secara terus-menerus mendengarkan suatu suara dalam dirinya dan menafsirkan apa yang
sedang dirasakannya. Tindakan ini merupakan tindakan untuk menenangkan diri terhadap
prasangka, kegelisahan dan ketakutan. “Melenyapkan kegelisahan, dan kekawatiran maka
akan terbebas dari perasaan tegang, dengan pikiran tenang, mensucikan batinnya dari
kegelisahan dan kekawatiran. Ia melenyapkan keragu-raguan, ia hidup bagaikan orang yang
telah bebas dari kekacauan batin dan batinnya berada dalam kebaikan, ia mensucikan
batinnya dari keragu-raguan” (D.III.XIV.25).

“Sehat adalah anugrah tertinggi, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi” (M.II.VII.65).


Nibbana adalah tujuan tertinggi umat Buddha, sedangkan sakit, usia tua, kematian sebagia
ciri dari penderitaan merupakan proses tak terelakkan yang penuh makna dan hikmah dalam
perjalanan mencapai tujuan tertinggi. “Sungguh bahagia hidup tanpa penyakit diantar orang-
orang yang berpenyakit, diantara orang-orang yang berpenyakit hidup tanpa penyakit”
(Dhp.XV.198). Jadi dalam hal ini bisa dikatakan bahwa tujuan agama adalah sebuah keadaan
kesehatan mental yang sempurna dan kebahagiaan sejati, tetapi selama manusia belum
melenyapkan dukkha dalam dirinya mak kesakitan mental akan berada dalam dirinya bahkan
dapat berkembang dengan cepat dan kedamaiaan Nibbana belum dapat dirasakan. Perlu
diketahui bahwa tujuan dari Buddha mengajarkan Dhamma adalah untuk kebahagiaan umat
manusia dan memperoleh mental yang benar-benar bebas dari penyakit apapun. Bhagava
mengajarkan Dhamma agar Dharma dapat melenyapkan dukkha dari orang yang
melaksanakannya (D.III.XIV.24). Dukkha merupakan kekacauan-kakacauan dan Nibbana
adalah keadaan yang teratur dan sehat, tetapi umat Buddha adalah pengurangan serta
pelenyapan dukkha dan mencapai Nibbana yaitu dengan pelaksanaan delapan jalan utama
secara sempurna.

Keseluruhan terapi Buddhis menjadi suatu pedoman yang disebut dengan jalan utama
beruas delapan, yang merupakan terapi penolong dan terapi yang sebenarnya, terapi ini
mencakup prilaku setiap hari dari disiplin mental serta pengenalan terhadap teori filsafat
Buddha Dharma, terapi yang sebenarnya adalah adalah Meditasi (Dhyana) dalam terapi
Buddhis dalam melenyapkan kekacuaan mental memiliki beberapa kesamaan seperti test
wawancara dan diskusi, meditasi mirip dengan teknik terapi perilaku karena bagaimanapun
terdapat beberapa aspek meditasi yang merupakan keunggulan dalam terapi Buddhis, hal
yang penting dalam meditasi adalah perhatian, sempurna dalam perilaku, suci dalam cara
hidup, sempurna dalam sila, terjaga pintu indriya, memiliki perhatian murni dan pengertian
yang jelas. Terapi Buddhis mengatakan bahwa penyebab tubuh ini menjadi sakit dan sehat
adalah karena adanya melalui perasaan jasmani (rasa sakit) dan keadaan pikiran (emosi-
emosi) yang mempengaruhinya. Dengan begitu apabila tubuh ini ingin tetap sehat hendaknya
menyadari segala bentuk-bentuk pikiran emosi-emosi yang timbul dalam diri. Yang
dimaksud dengan bentuk pikiran yang menyebabkan penderitaan karena mempunyai
beberapa hal yaitu: (1). Keserakahan, (2). Harga diri yang terluka, (3). Iri hati, (4). Kebencian,
(5). Kekuatiran (Ruth Walshe, alih bahasa Upi. Ksantidewi, Terapi secara Buddhis).

Implementasi Promosi Kesehatan Dalam Agama Budha

Implementasi promosi kesehatan dalam agama budha disini merujuk pada kegiatan
promosi kesehatan yang dilakukan pada tempat ibadah agama budha, yaitu vihara. Kegiatan
yang dilakukan adalah menerapkan protokol kesehatan di vihara pada masa pandemi covid-19.

Dalam rangka mendukung berfungsinya kembali rumah ibadah pada masa pendemi
COVID-19, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama mengeluarkan panduan protokol
kesehatan untuk rumah ibadah termasuk vihara, arama dan cetiya.
Berikut protokol kesehatan untuk vihara berdasarkan surat edaran Kementerian
Agama No. SE. 15 Tahun 2020 yang ditandatangani Menteri Agama Fachrul Razi pada 29
Mei 2020 mengenai Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam
Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman COVID di Masa Pandemi.

Protokol Kesehatan untuk Vihara, Arama, dan Cetiya:

1. Vihara perlu memiliki Surat Keterangan Aman COVID-19


Vihara, arama, dan cetiya dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan
kolektif jika berada di daerah yang telah dinyatakan aman dari COVID-19. Vihara
perlu memiliki Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus
Tugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan. Jika umat atau pengguna vihara, arama,
dan cetiya mayoritas berasal dari luar kawasan vihara perlu pengajukan surat
keterangan aman dari COVID-19.
2. Pengurus/petugas vihara, arama, dan cetiya wajib melakukan protokol kesehatan di
antaranya:
a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol
kesehatan di area vihara, arama, dan cetiya.
b. Melakukan pembersihan dan desinfeksi secara berkala di area vihara, arama,
dan cetiya.
c. Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk vihara, arama, dan cetiya guna
memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan.
d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/ sabun/ sanitizer di pintu masuk dan pintu
keluar vihara, arama, dan cetiya.
e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna
(termasuk umat) vihara, arama, dan cetiya. Jika ditemukan pengguna (umat)
vihara, arama, dan cetiya dengan suhu di atas 37,5’C (2 kali pemeriksaan
dengan jarak 5 menit), umat tidak diperkenankan memasuki area vihara, arama,
dan cetiya.
f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus dilantai/kursi,
minimal jarak 1 meter.
g. Melakukan pengaturan jumlah umat/pengguna vihara, arama, dan cetiya yang
berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga
jarak.
h. Mempersingkat waktu pelaksanaan puja bakti tanpa mengurangi ketentuan
kesempurnaan puja bakti.
i. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area vihara, arama, dan
cetiya pada tempat-tempat yang mudah terlihat.
j. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang
telah ditentukan.
k. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi umat tamu
yang datang dari luar lingkungan vihara, arama, dan cetiya.
3. Umat yang akan melaksanakan ibadah wajib untuk:
a. Berada dalam kondisi sehat.
b. Meyakini bahwa vihara, arama, dan cetiya yang digunakan telah memiliki
Surat Keterangan aman COVID-19 dari pihak yang berwenang.
c. Menggunakan masker sejak keluar rumah dan selama berada di area vihara,
arama, dan cetiya.
d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan
sabun atau hand sanitizer.
e. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan.
f. Menjaga jarak antar umat minimal 1 (satu) meter.
g. Menghindari berdiam lama di vihara, arama, dan cetiya atau berkumpul di
area vihara, arama, dan cetiya, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib.
h. Tidak hadir di vihara, arama, dan cetiya bagi anak-anak dan warga lanjut usia
yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko
tinggi terhadap COVID-19.
i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di vihara,
arama, dan cetiya sesuai dengan ketentuan.
4. Penerapan fungsi sosial vihara, arama, dan cetiya Penerapan fungsi sosial vihara,
arama, dan cetiya meliputi kegiatan pertemuan masyarakat di vihara, arama, dan
cetiya (misalnya: pernikahan/ perkawinan), tetap mengacu pada ketentuan di atas
dengan tambahan ketentuan sebagai berikut:
a. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif
COVID-19.
b. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 2O% (dua puluh persen) dari
kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang.
c. Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.
Protokol Kesehatan dalam masa PSBB Transisi Khusus untuk Vihara, Arama, dan
Cetiya di DKI Jakarta dengan ketentuan:
a. Jumlah umat yang mengikuti kegiatan di dalam vihara, arama, dan cetiya
maksimal 50 persen dari kapasitas.
b. Menerapkan jarak aman antar orang minimal 1 meter.
c. Mencuci tempat kegiatan dengan disinfektan sebelum dan setelah kegiatan.
d. Setelah dipakai untuk kegiatan rutin, vihara, arama, dan cetiya ditutup kembali.
e. Jika sebelumnya menggunakan karpet/permadani, maka harus ditiadakan.
Setiap umat harus membawa sendiri alas duduk.
f. Jika ada tempat penitipan alas kaki, maka harus ditiadakan, setiap umat harus
membawa sendiri kantong/tas dan membawa sendiri kantong/tas dan
membawa alas kakinya masing-masing.

Konsep agama Prinsip kaidah agama dalam promosi kesehatan dari pandangan agama
Khong hu chu
Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam peradaban manusia. Tanpa proses
belajar dan mengajar, sangat tidak mungkin suatu kebudayaan dapat berkembang dengan baik.
Proses pendidikan juga harus didasari konsep dan teknik mendidik yang tepat. Teknik
pendidikan yang tepat selanjutnya akan membuahkan cara belajar yang baik.

Pendidikan tidak selalu di sekolah dan bersifat formal. Pendidikan dapat dilakukan di
mana saja dan kapan saja. Sejak bayi lahir, sudah mulai terjadi proses pendidikan. Sampai
pada saat usia dini, remaja, hingga dewasa, manusia selalu mengalami, secara sengaja
maupun tidak sengaja, proses-proses pendidikan dalam hidupnya. Apalagi, pada zaman
modern ini, pendidikan formal menjadi kebutuhan setiap manusia.

Macam-Macam Aliran Pendidikan

Sebelum kita memahami secara khusus tentang pendidikan humanistik yang ada
dalam Ajaran Agama Khonghucu, marilah kita mencoba memahami beberapa aliran
pendidikan sebagai pembanding. Berdasarkan materi pendidikan yang disampaikan, usia,
budaya di suatu daerah, maka metode dan konsep pendidikan pun bermacam-macam.

Menurut sudut pandang ilmu Psikologi, ada empat aliran pendidikan yang berkembang
sampai saat ini, yaitu:
1. Aliran Psikoanalisis (Freudian)

Psikonaliasa adalah kekuatan pertama dalam aliran psikologi yang dikembangkan


oleh Sigmund Freud. Aliran ini lebih mengutamakan pembinaan manusia sejak usia anak-
anak. Menurut aliran ini, pembinaan yang baik sejak usia dini akan tertanam ke alam bawah
sadar anak dan akan berpengaruh pada perilakunya di kala dewasa.

Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke


dalam tiga bagian yaitu: consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar), dan
unconsciousness (alam bawah sadar). Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah
yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya
dengan gunung es). Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan
mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud
dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu ide, ego, dan super ego.

2. Aliran Behavioristik

Aliran ini merupakan aliran psikologi (ilmu jiwa) yang tidak peduli dengan jiwa. Para
psikolog kelompok ini hanya mempelajari perilaku yang nampak, dan karena itu dapat diukur.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan hanya berhubungan dengan apa
saja yang dapat diamati. Jiwa jika didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak bisa diamati,
maka berarti berada di luar wilayah psikologi. Aliran ini terkenal dengan teori Conditioning
dengan eksperimen pada seekor anjing yang dikondisikan untuk mengeluarkan air liur ketika
mendengar bunyi bel.

Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami pengembangan dengan lahirnya teori-


teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Gunthrie. Mereka
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (rewards), hukuman
(punishment), atau penguatan (reinforcment) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan
stimulasinya. Aliran ini melihat dari sudut pandang yang dinyakininya rasional dan sangat
empiris.

3. Aliran Humanistik

Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran yang relatif masih muda,
beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan
bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri
(ekstensialisme), dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.

Aliran humanistik dan teori yang dikembangkan oleh tokoh-tokohnya yang relevan
dengan pendidikan, sampai saat ini dinyakini adalah konsep yang tepat dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.

4. Aliran Psikologi Kognitif

Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian luas dari cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976).

Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah
laku itu terjadi.

Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu, kognitif berbeda
dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang
diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada
dirinya.

Pendidikan Humanistik dalam Khonghucu

Ada metode-metode belajar bersifat humanistik, yang selalu ditekankan oleh Nabi
Kongzi di setiap kesempatan memberikan sabda, arahan, dan petunjuk kepada para muridnya,
antara lain adalah dalam istilah "meneliti hakikat tiap perkara". Meneliti hakikat tiap perkara
dapat diartikan secara umum dengan mempelajari semua hal, seluk beluk kehidupan di dunia
ini. Kemampuan untuk belajar tersebut tentu dibutuhkan dukungan kognisi dan afeksi yang
baik, tidak hanya sekedar mengikuti atau meniru, tetapi meneliti dan mempelajari.

Meneliti hakikat tiap perkara adalah kemampuan seseorang untuk peduli terhadap
lingkungan di sekitarnya. Kepedulian ini membuat seseorang memperhatikan setiap hal yang
dijumpainya. Perhatian / attention ini adalah bekal bagi kognisi untuk termotivasi
mempelajari sesuatu hal lebih lanjut.

Untuk lebih lanjut kita dapat mengulas dua konsep yang diajarkan di Agama Khonghucu
seperti tulisan dibawah ini.
1. Watak Sejati

Menurut Ajaran Agama Khonghucu, manusia dapat berbudi luhur jika


mengembangkan "Watak Sejati" nya. Watak Sejati merupakan anugrah Tuhan kepada
manusia. Baik buruk perilaku seseorang tergantung dari bagaimana ia mengembangkan
watak sejatinya.

Pemahaman tentang Watak Sejati dijelaskan dalam Kitab Mengzi Bab VI A. 6 ayat ke
7: “Adapun rasa hati berbelas-kasihan itu menunjukkan adanya benih Cinta Kasih, rasa hati
malu dan tidak suka itu menunjukkan adanya benih kesadaran menjunjung Kebenaran, rasa
hati hormat dan mengindahkan itu menunjuk kan adanya benih Kesusilaan, dan rasa hati
membenarkan dan menyalahkan itu menunjukkan adanya benih Kebijaksanaan. Cinta kasih,
Kebenaran, Kesusilaan, dan Kebijaksanaan itu bukan hal-hal yang dimasukkan dari luar ke
dalam diri, melainkan diri kita sudah mempunyainya. Tetapi sering kita tidak mau mawas diri.
Maka di katakan ‘Carilah dan engkau akan mendapatkannya, sia-siakanlah dan engkau akan
kehilangan”.

2. Delapan Program Pengembangan Diri

Jika mengembangkan empat watak sejati merupakan proses pengembangan diri secara
individu, maka delapan program pembinaan diri yang tertuang dalam Kitab Da Xue Bab
utama ayat 4 – 5 adalah bersifat lebih luas.

a. Meneliti Hakikat Perkara (Ge Wu)

Pendidikan secara umum dimulai dari usia dini dengan mengenal berbagai macam
nama-nama benda, dilanjutkan dengan memahami masalah-masalah dan fenomena yang ada
disekitar kita. Untuk dapat mulai memahami masalah di sekitar kita, maka yang paling awal
diperlukan adalah perhatian (attention).

b. Mencukupkan Pengetahuan (Zhi Zhi)

Kemampuan untuk meneliti hakikat tiap perkara akan diiringi dengan kemampuan
untuk mencukupkan keingintahuan dengan mempelajari berbagai pengetahuan sebanyak-
banyaknya, baik secara formal maupun informal. Sumber pengetahuan bisa berasal dari
buku-buku, guru ataupun fenomena disekitar kita.
Implementasi Promosi Kesehatan Dalam Agama Konghucu

Sama halnya dengan agama budha, implementasi promosi kesehatan disini juga
merujuk pada kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan di kelenteng sebagai tempat ibadah
umat konghucu. Kegiatan yang dilakukan adalah pemberlakuan protokol kesehatan selama
pandemi covid-19.
Jamaah mengenakan masker dan menjaga jarak sosial saat melaksanakan ibadah
tahun baru Imlek di Kelenteng Boen Tek Bio di kawasan Pasar Lama, Kota Tangerang,
Banten, Jumat (12/02/2021). Kondisi pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM berskala mikro
yang masih berlaku di wilayah Provinsi Banten mengharuskan pengurus kelenteng mengatur
keluar masuk jemaah yang akan melakukan ibadah dengan memberlakukan sistem buka tutup.
Ketentuan kenormalan baru diterapkan diantaranya, hannya memperbolehkan
maksimal 50 jamaah yang berada dalam kelenteng untuk beribadah. Lebih dari jumlah
tersebut pengurus meminta jamaah untuk menunggu diluar pagar menunggu giliran untuk
melaksanakan ibadah. Setidaknya seribuan jamaah silih berganti beribadah di Kelenteng yang
sudah berusia lebih dari 300 tahun ini, jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding perayaan Imlek
pada tahun sebelumnya.
Namun demikian, meskipun dengan kenormalan baru dan menerapkan protokol
kesehatan yang ketat, umat melaksanakan ibadah dengan khusyuk di setiap ruang ibadah.
Suasana sepi dan hening mewarnai perayaan Imlek tahun ini dan tidak ada perayaan pesta
kembang api dan petunjukan yang biasa di gelar memeriahkan perayaan tahun baru Imlek
2572.
Referensi

E De Leeuw, and A Hussein. “Islamic Health Promotion and Interculturalization.” Health


Promotion International 14, no. 4 (1999): 347–53.

Hussein, A A. “The Art of Health Promotion in Islam and The Contemporary Public Health
Challenges.” MPH Thesis, University of Maastricht, 1998.

Green, Lawrence W, and W M Kreuter. Health Promotion Planning: An Educational and


Ecological Approach. 3rd ed. Mountain View: Mayfield Publishing Company, 1999.

Joseph Bulbulia. "Are There Any Religions? An Evolutionary Explanation." Method &
Theory in the Study of Religion 17.2 (2005), pp.71-100

Yesika, R. (n.d.). Pandangan Agama Kristen terhadap Kesehatan.

Martinus. (2017). Hidup Sehat Menurut Pandangan Gereja. 24 Oktober

Donder, I Ketut. 2011. Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan Perspektif Hindu.
Surabaya: Pāramita.

https://diskes.baliprov.go.id/perilaku-hidup-bersih-dan-sehat-phbs-di-tatanan-pura-di-masa-
pandemi-covid-19/

BUDDHA, K. (2013). KESEHATAN MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA.


Retrieved 6 April 2022, from https://artikelbuddhis.blogspot.com/2013/01/kesehatan-
menurut-pandangan-agama-buddha.html

Buddhis, B. (2020). Protokol Kesehatan untuk Vihara dan Cetiya di Masa Wabah COVID-19 |
Berita Buddhis. Retrieved 6 April 2022, from
https://berita.bhagavant.com/2020/06/06/protokol-kesehatan-untuk-vihara-dan-cetiya-
di-masa-wabah-covid-19.html

Bonardo, Astra (2021). Ibadah dengan Protokol Kesehatan di Kelenteng Boen Tek Bio.
Retrieved 6 April 2022, from https://photo.sindonews.com/view/9518/ibadah-dengan-
protokol-kesehatan-di-kelenteng-boen-tek-bio

Sudarma, Momon. 2009, Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai