Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATERI TATACARA PENANGANAN DAN PENYELESAIAN

SENGKETA ATAU GUGATAN MALPRAKTEK DI RUMAH SAKIT

NAMA : NUR FRISMA OKTAVIA

NIM : P3.73.24.3.21.077

MALPRAKTEK DAN MALADMINISTRASI

Definisi Malpraktek Medis

Malpraktek medis berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam melakukan


prakteknya sesuai dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien, atau kurangnya
kemampuan atau ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan terhadap pasien yang menjadi
penyebab utama terjadinya cedera terhadap pasien.(World Medical Association 1992)

 MISCONDUCTS – sikap buruk, perilaku tidak baik

misal : Penahanan Pasien, Buka Rahasia Kedokteran Tanpa Hak, Aborsi Ilegal, Euthanasia,
Penyerangan Seksual, Keterangan Palsu, Praktek Tanpa Izin

 NEGLIGENCE – kelalaian (kurang hati-hati, kurang peduli)

- Malfeasance (melakukan tindakan tidak layak, lalai membuat keputusan)

- Misfeasance (melakukan pilihan yang tidak tepat, lalai eksekusi)

- Nonfeasance (tidak melakukan kewajiban)

 LACK OF SKILL - kekurangan kemampuan

- Dibawah standar kompetensi

- Di luar kompetensi (bukan kompetensi / kewenangan)

Dugaan sengketa medis dapat diadukan ke :

1. MKEK - Etika Murni

- Etikolegal

2. MKDKI - Standar Pelayanan

- SOP / SPO

- Standar Profesi

3. Peradilan Perdata - Perbuatan Melawan Hukum

- Wanprestasi
4. Peradilan Pidana - Perbuatan Melawan Hukum

- Misconduct, Negligence / Kelalaian

- Lack of skill

5. Peradilan TUN - Pencabutan Izin (STR, SIP & Surat Ijin RS)
6. BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) - Gugatan Perlindungan Konsumen

Maladministrasi

Menurut (UU No. 37 Thn 2008 tentang Ombudsman RI) Perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi
wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan
pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan
publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakatt dan orang
perseorangan (Pasal 1, Butir 37/2008).

Bentuk Tindakan Maladministrasi :

• Mis Conduct : Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan kantor

• Deceitful Practice : Praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik

• Korupsi : Penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya untuk memperkaya diri


sendiri maupun orang lain

• Defective Policy Implementation : Kebijakan yang tidak berakhir dengan


implementasi

• Indecision : Tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus

• Red Tape : Pelayanan yang berbelit-belit dan memakan waktu lama

• Cicumloution : Pengunaan kata-kata terlalu banyak, banyak janji tapi tidak ditepati

Penanganan Dugaan Sengketa Medis / Malpraktek

Perspektif Etik Profesi :

a. Pelanggaran Etik Murni, a.l:

• Menarik imbalan yang tidak wajar

• Mengambil alih pasien tanpa persetujuan

• Memuji diri sendiri di hadapan pasien


• Tidak mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan

• Mengabaikan kesehatan sendiri

• Kurang transparan terhadap Pasien, dll

b. Pelanggaran Etikolegal

• Pelayanan di bawah standar

• Menerbitkan surat keterangna palsu

• Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan

• Pelecehan seksual

• Kurang peduli, acuh tak acuh

• Kurang hati-hati, dll

CONTOH-CONTOH PENANGANAN KASUS

Penanganan Kasus (Mediasi, Negosiasi, Konsiliasi dan Litigasi)

1. Kasus pasien X disuntik antibiotik menjadi alergi  pasien bengkak , bintik 


Pasien menuntut dugaan malpraktek  Mediasi

2. Pasien operasi sextio ceasar tapi terdapat myoma sehingga oleh dr. Sp.OG setelah
berkoordinasi dan bersama-sama dengan dr.Sp.B diangkat pasien sembuh, anak sehat
tapi LSM mengadu bahwa dr.Sp.OG tidak berwenang untuk itu  Mediasi

3. Penderita tonsilopharingitis (gangguan amandel) diberi obat bactrim syrup,


cohistan syrup, zamel syrup  mengalami luka-luka sprt luka bakar, kulit
terkelupas sekujur tubuh, kuku jari tangan dan kaki mengelupas (alergi steven
johnson syndrom) dr. & RS di hukum membayar ganti rugi Litigasi

4. Penderita tumor jinak di usus, tumor melekat pd pembuluh darah, dioperasi dgn
mengambil sbgn tumor, tumbuh dilambung diambil sebgn (yg menempel pd
pembuluh darah tdk diambil), operasi sampai 3x, tumor tumbuh lg, kel pasien
menolak operasi, pasien meninggal, Dr & RS digugat dgn tuduhan melakukan
malpraktek  Litigasi

5. Kasus dr X melakukan tindakan pemberian obat antibiotik berlebihan mengakibatkan


pasien menderita, kemudian ketahuan tanpa SIP dilaporkan ke Polisi, Jaksa dan PN 
Litigasi

6. Kasus drg. Operasi gigi, cabut, konsultasi dengan dr.anak (pasien anak-anak), pasien
meninggal dan diduga karena Tumor pada gusi  diproses di Polisi  Litigasi
7. Penderita korban kecelakaan, (dgn kendaraan menabrak kendaraan yg sedang
berhenti), mengalami luka-luka sekitar mulut dan wajah/pelipis tertancap
serpihan kaca banyak perdarahan, masuk UGD RS tuk pembedahan dilakukan
pembiusan total, pasien menjadi vegetative state, Dr & RS digugat di pengadilan.

8. Seorg penderita fistel peri anal recidif (ulcus di dubur), tdk dpt bab, yg tlh diderita
antara 3 s/d 4 bln, dioperasi di RS perkebunan di satu kabupaten tdk sembuh, sirujuk
ke RS di Prop, diberi penjelasan akan dilakukan tiga tahap operasi:

Operasi I: colon dipotong dpndhkn ke perut (left colostomy, bab lewat perut

Perasi II: sambungan colon ke dubur dibersihkan

Operasi III: colon dipindahkan dari perut disambung lagi ke dubur.

Setelah operasi III ternyata tdk sembuh, dr luka operasi terus menerus keluar
cairan warna kekuning-kuningan

Dioperasi ke IV, hasilnya sama saja, dr luka operasi tetap keluar cairan

Operasi ke V, hslnya juga sama saja, dr luka operasi tetap keluar cairan kekuning-
kuningan

Pasien Luar Negeri :

Dokter pd RS tsb. menyatakan terdapat kesalahan dokter, sambungan colon tdk


sempurna.

Pasien dianjurkan tdk dioperasi, tapi cukup dirawat, bila perlu diberi obat sesuai
kebutuhan.

Pasien dilarang makan makanan yg keras hanya boleh dgn infus.

Paisen pulang ke Indonesia, dirawat jalan di RS dgn saran pasien tdk dioperasi,
tdk diberi makanan keras, makanan melalui infus, obat boleh diberikan sesuai
keperluan

Pasien gugat ke Pengadilan  Litigasi

TEKNIS PENANGANAN KASUS NON AJUDIKASI ATAU MELALUI ADR


( ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION )

 NEGOSIASI

Metode penyelesaian sengketa yang paling dasar, sederhana, murah dan tidak
formal.Komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat
kedua belah pihak memiliki kepentingan yang samamaupun berbeda tanpa keterlibatan
pihak ketiga penengah, baik pihak ketiga yang tidak berwenang mengambil keputusan
(mediator) atau pihak ketiga yang berhakmengambil keputusan (ajudikator).
(Fisher&Ury, 1991)
 MEDIASI

Perma No.2 tahun 2003: "suatu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para
pihak dengan dibantu oleh mediator" (pasal 1,6).Pasal 1, 5 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan, "proses penyelesaian sengketa yang
melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersangkutan guna mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh
permasalahn yang disengketakan."

 KONSILIASI

Konsiliasi permufakatan adalah penyelesaian sengketa dengan sesuatu cara musyawarah


yang tidak bertentangan dengan proses di pennar.'an,memiliki pandangan ke aran
menghindarkan'proses berpekara dipengadilan dan mencoba untuk terhindar dari akibat
buruk sengketa. Permufakatan adalah proses yang berpekara yang mengedepankan proses
diluar pengadilan.Konsiliasi dapat diartikan sebagai langkah awal perdamaian sebelum
sidang peradilan (litigasi) dilaksanakan artinya konsiliasi tidak hanya dapat dilakukan
untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi, meiainkan juga dapat dilakukan oleh para
pihak dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung baik di dalam maupun
diluar pengadilan kecuali untuk hal-hal sengketa yang telah diperoleh suatu putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap tentunya tidak dapat dilakukan konsiliasi

 KONSULTASI

Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara pihak
tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan
yang memberikan pendapatnya pada kliennya tersebut untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan kliennya.

 PENILAIAN/PENDAPAT AHLI

Pasal 52 UU No.30/1999: "para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon
pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan tertentu dar suatu
perjanjian.Pendapat ahli tidak harus dari lembaga arbitrase. Para pihak dapat menunjuk
ahli dari luar laembaaa arbitrase untuk memeriksa bahan-bahan yang diserahkan para
pihak dan selanjutnya memberikan pendapatnya sehubungan dengan permasalahan yang
diajukan kepadanya.Pendapat ahli cocok digunakan bila sengketa tidak mengenai
tanggung jawab hukum akan tetapi masalah penilaian fakta atau peristiwa, masalah teknis
atau ilmiah.

 ARBITRASE

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Arbitrase No.30 tahun 1999 yang dimaksud
arbitrase adalah; "Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa
Ada tiga hal pokok yang dapat dikemukakan dari pengertian yang diberikan dalam
ketentuan pasaia di atas yaitu sebagai berikut :

a) arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian

b) perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis

c) perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa


yang dilaksanakan di luar peradilan hukum

Anda mungkin juga menyukai