MUHAMMADIYAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Semuanya berakar dari implementasi atas teologi Al-Maun. Dalam bidang layanan
kesehatan, Muhammadiyah sudah membangun 119 Rumah Sakit dan di bidang sosial
(feeding) Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai bantuan sosial, kebencanaan, anak yatim
dan lain sebagainya. Hal ini menjadi bukti, bakti Muhammadiyah terhadap umat dan negara
secara terus menerus sejak sebelum merdeka hingga saat ini.
Penokohan Kyai Ahmad Dahlan memang tidak mencolok dalam percaturan politik,
berkaitan dalam politik kemerdekaan Indonesia, nama Ki Bagus Hadikusuma sebagai salah
satu tokoh Muhammadiyah tidak bisa diabaikan. Pada tahun 1938, Ki Bagus Hadikusuma
bersama tokoh-tokoh lainnya yakni Mas Mansur, Dr. Sukiman Wiryosanjoyo dan Abdul
Kahar Muzakir sempat mendirikan Partai Islam Indonesia (PII) yang di era Jepang pada
tahun 1943 menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Dari sini, gagasan ide-ide
sistem ketatanegaraan yang berlandaskan nilai-nilai Islam telah dikembangkan.
Gagasan nilai-nilai Islam dalam bentuk negara kemudian diakomodir oleh Soekarno
melalui Pidato 1 Juni 1945 didepan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) menjadi bagian dari Sila Pancasila yakni “Ketuhanan yang
berkebudayaan’’.
Prinsip ini kemudian diperjelas dan pertegas merepresentasikan nilai Islam pada
Piagam Jakarta sebagai konsensus nasional yakni sila kesatu yang berbunyi “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Namun, karena ada
protes dari perwakilan Indonesia Bagian Timur, akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945,
Muhammad Hatta memanggil tokoh-tokoh Islam yakni Ki Bagus Hadikoesoemo, Wahid
Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan untuk rapat singkat sekitar 15 menit untuk
menentukan sikap. Ki Bagus Hadikoesoemo yang mencita-citakan negara berlandaskan nilai
Islam sangat berat hati memutuskan hal ini, akhirnya disepakati sila kesatu diganti
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai representasi dari makna ketauhitan yang menjadi dasar
negara.
Jika teologi Al-Maun telah berhasil merefleksikan Islam transformatif, maka teologi
Al-‘Ashr melahirkan konsep Islam berkemajuan untuk menjadi dasar dalam mewujudkan
Indonesia berkemajuan. Konstruksi cara berfikir transformatif dan berkemajuan
diterjemahkan oleh Kuntowijoyo kedalam 3 (tiga) prinsip utama yakni : amar
ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi), dan tu’minuna billah (transendensi). Dalam
wilayah sosial, implementasi atas ketiga prinsip tersebut diharapkan mampu untuk
mewujudkan Indonesia berkemajuan, yakni Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.