Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Qur’an Surah Al-Insyirah ayat 1-5 Tentang


Karakter Seorang Pendidik yang Sukses
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Tarbawi

Disusun Oleh : Kelompok 4 ( Empat )

Nama : 1. Aseh Lestari : 1811010153


2. Siti Syarah Fakriya : 1811010220
Dosen Pengampu : Luqy Syafi’ani, M. Pd. I

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM/ K/ SEMESTER II
1440 H / 2019 M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan limpahan kesehatan jasmani dan rohani serta rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami kelompok 4 dapat menyelesaikan tugas makalah
dari mata kuliah Tafsir Tarbawi dengan judul “Qur’an Sirah Al-Insyirah Ayat
1-5 Tentang Karakter Seorang Pendidik Yang Sukses.”

Kemudian shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan


kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW yang mudah-mudahan kita
selaku umat-Nya mendapat syafa’atul ‘uzma-Nya dihari kiamat kelak. Atas
tersusunnya makalah ini, kami ucapkan terima kasih kepada selaku dosen
kami bapak Dr. K. Hj. Ainal Ghani. S. Ag., S. H., M. Ag.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terlalu


banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami harap kritik dan saran yang
membangun agar sekiranya penyusunan makalah ini kurang baik akan bisa
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membaca, memahami dan mengamalkannya.

Bandarlampung, Maret 2019

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Asbabun Nuzul Qur’an Surah Al-Insyirah Ayat 1-8................................................3
B. Isi Kandungan dan Makna Qur’an Surah Al-Insyirah ayat 1-8................................6
1. Ayat Pertama.......................................................................................................6
2. Ayat Kedua............................................................................................................7
3. Ayat Ketiga............................................................................................................7
4. Ayat Keempat........................................................................................................8
5. Ayat Kelima...........................................................................................................8
6. Ayat Keenam..........................................................................................................8
7. Ayat Ketujuh..........................................................................................................9
8. Ayat Kedelapan......................................................................................................9
C. Karakter Seorang Pendidik Yang sukses...............................................................10
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN.....................................................................................................13
B. Saran.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat perlu diiringi dengan ilmu. Ilmu telah banyak mengubah sisi dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si
ilmuwannya. Kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang
ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu
pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek pembahasan
integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kah hakikat filsafat ilmu ?
2. Bagaimana kah hakikat aksiologi ?
3. Apakah pengertian aksiologi filsafat ?
4. Apa saja Kategori Dasar Aksiologi Filsafat ?
5. Apa saja Nilai dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi Ilmu) ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakikat filsafat ilmu
2. Untuk mengetahui hakikat aksiologi
3. untuk mengetahui pengertian aksiologi filsafat
4. Untuk mengetahui kategori dasar aksiologi filsafat
5. Untuk mengetahui nilai dan kegunaaan ilmu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asbabun Nuzul Qur’an Surah Al-Insyirah Ayat 1-8

ْ ِ‫يم هَّللا ِ ب‬
‫س ِم‬ ِ ‫ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح‬
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

1. ‫ك‬
َ ‫ص ْد َر‬
َ ‫َألَ ْم نَش َْر ْح لَ َك‬ Bukankah Kami telah melapangkan untukmu
dadamu?,
َ ‫ِو ْز َر‬
2. ‫ك‬ َ‫ض ْعنَا َع ْنك‬
َ ‫َو َو‬ Dan Kami telah menghilangkan dari padamu
bebanmu,
َ ‫ظَ ْه َر‬
3. ‫ك‬ ‫ض‬ َ َ‫الَّ ِذي َأ ْنق‬ Yang memberatkan punggungmu?
َ ‫َو َرفَ ْعنَا لَ َك ِذ ْك َر‬
4. ‫ك‬ Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
5. ‫س ًرا‬
ْ ُ‫س ِر ي‬ ْ ‫فَِإنَّ َم َع ا ْل ُع‬ Kerana sesungguhnya bersama kesulitan itu
ada kemudahan,
6. ‫س ًرا‬ ْ ‫ِإنَّ َم َع ا ْل ُع‬
ْ ُ‫س ِر ي‬ Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada
kemudahan.
7. ‫ب‬ َ ‫فَِإ َذا فَ َر ْغتَ فَا ْن‬
ْ ‫ص‬ Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain,
8. ‫ب‬ ْ َ‫ف‬
ْ ‫ار َغ‬ ‫َوِإلَى َربِّ َك‬ dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap.

Surah Al Inshirah atau Surat Alam Nasyrah( ‫) سورة الشرح‬adalah surat ke-94
dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan surat-surat
Makkiyah serta diturunkan sesudah surat Adh Dhuhaa. Nama Alam Nasyrah
diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat pada ayat pertama, yang berarti:
bukankah Kami telah melapangkan. Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT
yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan pernyataan Allah bahwa

3
disamping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan kepada Nabi agar
tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal kepada-Nya.
Dalam menjalani hidup di dunia ini, tidak jarang ditemukan orang yang
kadang merasa berat dalam menjalani hidupnya, apalagi di zaman global, yang
penuh dengan tantangan ini. Karenanya seringkali seseorang merasa stres karena
tidak kuat menjalaninya. Ketika seperti itu, ada yang melampiaskannya dengan
minum minuman keras, mengkonsumsi sabu-sabu, melacur, dan sebagainya.
Naasnya lagi kadang ada yang sampai berani bunuh diri. Naudzubillah.
Kenapa sampai terjadi seperti itu? Apa dan siapa yang salah? Apakah hidup
bahagia memang tidak gampang dicapai oleh sembarang orang? Semua itu
sebetulnya tergantung pada masing-masing diri kita sendiri. Kita tinggal memilih
apakah kita ingin hidup bahagia atau tidak. Tinggal kita bagaimana cara mengatur
emosi dan pikiran kita.
Bagaimana cara kita mengaturnya agar kita bisa mencapai hidup bahagia?
Jawabannya bisa ditemukan dalam kandungan surat al-Insyirah, surat ke-94 dalam
al-Qur'an. Surat al-Qur'an yang terdiri dari delapan ayat ini mengandung falsafah
hidup yang patut kita jadikan acuan untuk menggapai kebahagiaan hakiki dunia-
akhirat. Surat al-Insyirah ini bisa dijadikan paradigma meraih kesuksesan,
keberhasilan, dan kebahagiaan hidup.
Kandungan pertama surat al-Insyirah ini diawali dengan anugerah lapang
dada, yang kemudian dilanjutkan dengan anugerah-anugerah yang lain. Surah ini
menyiratkan bahwa hidup itu berarti bercengkerama dengan kesulitan-kesulitan
dan sekaligus menunjukkan bagaimana meraih kemudahan-kemudahan. Hal ini
sesuai dengan bunyi salah satu ayat dalam surat ini yang artinya: "karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah
kesulitan itu ada kemudahan" (QS. Al-Insyirah (94): 5-6).
Pada hakikatnya, surat ini adalah surat yang dikhususkan kepada diri
Rasulullah agar ia berlapang dada. Akan tetapi tidak ada salahnya kalau kita juga
mengambil ibrah darinya. Apalangi sudah jelas bahwa Rasulullah itu merupakan
contoh teladan yang patut dicontoh, seperti apa yang difirmankan Allah yang

4
artinya: "sesungguhnya pada diri Rasulullah itu telah ada contoh suri tauladan
yang baik..." (QS. Al-Ahzab (33): 21).
Dalam menjalani hidup di dunia ini setidaknya kita harus menghadapinya
dengan penuh senyuman. Berbagai macam kesulitan (rintangan) yang pastinya
akan dialami setiap orang, seyogianya dihadapi penuh pertimbangan dengan tetap
berlapang dada, istiqamah, dan tidak menjadikannya sebuah beban. Falsafah
dalam surat al-Insyirah bisa menuntun kita untuk bisa berdamai dengan aneka
ragamnya kehidupan kita. Tuntunan surat al-Insyirah ini meminta kita agar dalam
menjalani hidup pertama-pertama harus dan bisa berlapang dada, tetap istiqamah,
dan terakhir pasrah terhadap semua apa yang telah kita usahakan.
Falsafah untuk berlapang dada ini ada pada ayat pertama surat al-Insyirah.
Anjuran untuk tetap istiqamah ada pada ayat ketujuh. Dan ayat terakhir
menganjurkan kepasrahan. Kesulitan-kesulitan yang mungkin sering berhadapan
dengan kita, kita harus menghadapi dengan penuh lapang dada, tetap istiqamah
menjalankannya sesuai dengan koridor kehidupan, dan terakhir kita pasrah pada
Tuhan yang maha kuasa-yang nantinya pasti ada kemudahan yang akan diberikan-
Nya. Allah sudah berjanji bahwa setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan. Inilah
janji Allah yang tersurat pada ayat kelima dan enam dalam surat al-Insyirah ini.
Allah tidak ada mengingkarinya janjinya (QS. Ali Imran (3): 9).
Sungguh luar biasa, lewat surat al-Insyirah ini Allah memberi tahu rumus
bagaimana cara kita menjalani kehidupan. Dengan rahman dan rahim-Nya, Allah
bekali diri kita potensi untuk mengatasi kelemahan yang ada pada diri kita. Allah
berfirman yang artinya: "sesungguhnya manusia diciptakan besifat keluh kesah
lagi kikir" (QS. Al-Ma'arij (70): 19), tetapi Allah juga berfirman yang artinya:
"kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya..." (QS.
Al-Mukminun (23): 62).
Kalau kita sudah bisa menjalani hidup dengan kisi-kisi yang telah
dikandung surat al-Insyirah di atas, maka sudah barang pasti Allah akan
menganugerahkan pada kita sebuah kebahagiaan yang tiada tara. Buktinya bisa
kita lihat pada diri Rasulullah. Selain nabi-nabi yang lain, nama yang disejajarkan
dengan nama Tuhan adalah nama Rasulullah. Jika nabi Ibrahim disebut khalilullah

5
(kekasih Allah), maka Rasulullah lebih dari itu. Allah menggandeng nama
Rasulullah, Muhammad, sebagai paduan dua kalimat syahadat.
Setidaknya seperti itulah falsafah hidup bahagia yang semuanya
terkandung dalam surat al-Insyirah. Akan semua itu dibahas habis dalam buku
"Sukses dan Bahagia dengan Aurat al-Insyirah: Bersama Kesulitan Pasti Ada
Kemudahan". Taufiqurrahman Al-Azizy, penulis buku ini, dengan bahasa yang
ringan menafsirkan ayat demi ayat dari surat al-Insyirah itu, dengan bahasa dan
format yang mudah ditangkap berbagai kalangan. Bahasa dan format motivasi
yang diambil penulis membuat buku ini tidak terkesan menggurui.
Layaknya tidak ada sesuatu yang sempurna, dalam buku ini banyak
ditemukan kekeliruan dalam ejaan penulisannya. Karenanya buku ini terkesan
terburu-buru dalam menerbitkannya dan tidak adanya ketelitian editornya.
Padahal di sanalah fungsi editor yang sesungguhnya.

B. Isi Kandungan dan Makna Qur’an Surah Al-Insyirah ayat 1-8


1. Ayat Pertama

َ ‫َألَ ْم نَش َْر ْح لَ َك‬


َ‫صد َْرك‬
1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?
Syaraha berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan
atau menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syarahajuga berarti 'memotong'. Dalam
dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
Shadara berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan
shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin
'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek fisik.
Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga ia
merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas dengan
bebas. Dengan melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka
yang jauh menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.
Syarh (uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan,
penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang terakhir;
tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar penyaksian langsung.

6
Meskipun ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua
orang. Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut
menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan
kepadanya.
2. Ayat Kedua

‫ض ْعنَا َع ْن َك ِو ْز َر َك‬
َ ‫َو َو‬
2. Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu,
Wazara, akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau
menanggung (suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul katawazir artinya 'menteri,
wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk
memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari
tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita
sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti
sebelumnya tapi kita malah hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban
kepada Allah, tanpa menambah beban lagi kepada diri kita.
3. Ayat Ketiga

َ َ‫الَّ ِذي َأ ْنق‬


َ‫ض ظَ ْه َرك‬
3. Yang telah memberatkan Punggungmu?
Lagi-lagi ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang
nampaknya memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang
bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa pada
suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali menjadi
debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah
menghamba dan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita
lakukan selain dari itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang
kesulitan di dunia ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan
menemukan kita. Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan

7
Allah), jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka
berbagai kesulitan akan menimpa kita

4. Ayat Keempat

‫و َرفَ ْعنَا لَ َك ِذ ْك َر َك‬.


َ
4. Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?
Ini berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir
lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi merupakan
kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak terputus
terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki kedudukan
paling tinggi karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling dekat kepada-
Nya.
Ketika Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi
berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.
5. Ayat Kelima

‫س ًرا‬ ْ ‫فَِإنَّ َم َع ا ْل ُع‬


ْ ُ‫س ِر ي‬
5. Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
6. Ayat Keenam

‫س ًرا‬ ْ ‫ِإنَّ َم َع ا ْل ُع‬


ْ ُ‫س ِر ي‬
6. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Dua ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni
'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu
kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi.
Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan
sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya
melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak
dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat
kesempumaan di dalamnya.

8
Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki
areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu.
Ia mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan
kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi
yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana
musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi
itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya
merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk mengetahui bahwa kita
berhubungan.
7. Ayat Ketujuh

َ ‫فَِإ َذا فَ َر ْغتَ فَا ْن‬


‫ص ْب‬
7. Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!
Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai
berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya,
hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas
Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai
menunaikan salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap
berikutnya, yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan
belajar. Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan
dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan
diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari
kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.
8. Ayat Kedelapan

ْ َ‫َوِإلَى َربِّكَ ف‬
‫ار َغ ْب‬
8. Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata!
Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan
pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana kita
mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan. Begitu kita

9
meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban kita,
maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita.
Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting,
karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri.[]

Ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni


'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu
kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi.
Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan
sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya
melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak
dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat
kesempumaan di dalamnya.
Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki
areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu.
Ia mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan
kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi
yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana
musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi
itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya
merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk mengetahui bahwa kita
berhubungan.

C. Karakter Seorang Pendidik Yang sukses


Karakter Pendidik dalam Pandangan Islam, seorang pendidik hendaknya
memiliki karakter yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan
karakternya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh totalitas
kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh
perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini Abdurrahman (1992: 239-246),
membagi karakter pendidik muslim kepada beberapa bentuk yaitu

10
a. Mempunyai watak dan sifat robbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah
laku, dan pola pikirnya.
b. Bersifat ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik sematamata untuk
mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.
c. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
d. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
e. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami
dan mengkajinya lebih lanjut.
f. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi sesuai dengan
prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan.
g. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan
proporsional.
h. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.
i. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat
mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berpikir peserta didik.
j. Berlaku adil terhadap peserta didiknya.
Menurut Athiyah al-Abrasyi (1989: 137-141), memberikan batasan tentang
karakter pendidik, di antaranya ialah :
a. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud, yaitu melaksanakan
tugasnya bukan semata-mata materi, akan tetapi lebih dari itu adalah karena
mencari keridhaan Allah.
b. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan
bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela.
c. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak ria dalam melaksanakan
tugasnya.
d. Seorang pendidik hendaknya bersikap pemaaf dan memaafkan kesalahan orang
lain (terutama terhadap peserta didiknya), sabar dan sanggup menahan
amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga kehormatannya.
e. Seorang pendidik hendaknya mampu mencintai peserta didiknya sebagaimana
ia mencintai anaknya sendiri (bersifat keibuan atau kebapakan).

11
f. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya, seperti
pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya.
g. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan
baik dan profesional.
Sifat-sifat pendidik dalam pandangan Islam Pendidik hendaknya mampu
mengaplikasikan sifat-sifat Allah yang berkaitan dengan pendidik dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan juga bisa mengambil pelajaran dari
hukum alam (sunatullah) dan di antara sifat-sifat Allah yang terkait dengan sifat
seorang pendidik adalah : arRahman (Yang Maha Pengasih), ar-Rahim (Yang
Maha Penyayang), alMuhaimin (Yang Maha Pemelihara), al-Khaliq (Yang Maha
Pencipta), alGhaffar (Yang Maha Pengampun), al-Bashir (Yang Maha Melihat),
al-‘Adl (Yang Maha Adil), al-Lathif (Yang Maha Penyantun), asy-Syakuur (Yang
Maha Pembalas jasa), al-Hasiib ( Yang Maha Membuat Perhitungan), arRaqiib
(Yang Maha Mengawasi), al-Ba’its (Yang Membangkitkan), asySyahiid (Yang
Maha Menyaksikan), al-Waliyy (Yang Maha Melindungi), alMuhyii (Yang Maha
Menghidupkan), al-Qayyuum (Yang Maha Mandiri), alWaajid (Yang Maha
Menemukan), ash-Shomad (Yang MahAa Dibutuhkan), al-Barr (Yang Maha
Dermawan), at-Tawwaab (Yang Maha Penerima Taubat), al-Jami’ (Yang Maha
Pengumpul), al-Maani’ (Yang Maha Mencegah), an-Naafi’ (Yang Maha Pemberi
Manfaat), al-Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk), al-Waarits (Yang Maha
Pewaris), ar-Rasyiid (Yang Maha Pandai) dan ash-Shabuur (Yang Maha Sabar).

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filsafat dapat diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa
dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam, dan ingin melihat dari segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Aksiologi merupakan
cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya.aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa yunani kuno, yang
terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori.
Jadi, aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dari penjelasan
diatas kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa aksiologi filsafat adalah
teori yang mempelajari nilai dari sebuah objek yang dicari kebenarannya secara
mendalam
Ada empat pendekatan etika, yang terdiri dari dua aliran subjectivism yaitu
teori nilai alamiah dan teori nilai emotif dan aliran objectivism, yang terdiri dari
teori nilai intuitif dan teori nilai rasional. 

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya, untuk memperbaiki makalah ini kami meminta saran, masukkan dan
kritikan yang bisa membangun kami untuk mengerjakan makalah selanjutnya
dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Latir, Mukhtar. Filsafat Ilmu. Jakarta. PRENADAMEDIA GROUP. 2013.


Uyoh, Sadullaoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. ALFABETA CV.
2012.
Abadi, Totok Wahyu. Aksiologi: anatra etika, moral, dan estetika, Jogja. Scribd.
2012.
Kasmawati, Andi. Filsafat etika dan hukum perkembangan ilmu pengetahuan.
Jurnal humanis, Vol.IX, No.2, 2008.
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 2016.
Ahmad, Tafsir. Filsafat ilmu. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2009.
Laily. (2011, 18 Desember). Variasi ilmu:Dimensi Aksiologi. Diperoleh tanggal
23 Februari 2019. Pukul 09.09 WIB.
http://laily-muttoharoh.blogspot.com/2011/12/dimensi-aksiologi.html?m=1

Cristiyoda. (2017, 22 Desember). Aksiologi dan Penerapannya dalam Ilmu


Pendidikan. Diperoleh tanggal 23 Februari 2019. Pukul 09.42 WIB.
https://christiyoda.blogspot.com/2017/12/aksiologi-dan-penerapannya-dalam-
pendidikan.html?m=1
ResearchGate. (2011, maret). PDF Aksiologi: Antara etika, moral, dan estetika.
Diperoleh tanggal 23 Februari 2019. Pukul 10.58 WIB.
https://www.researchgate.net/publication/326653111_Aksiologi_Antara_Etika_M
oral_dan_Estetika

14

Anda mungkin juga menyukai