Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PANCASILA PADA SAAT REFORMASI


DOSEN PENGAMPU: ARI RETNO PURWANTI,S.H.M.H

Disusun Oleh :
1. Wahyu Afreza
2. Mafas Fuqia Husni
3. Muhammad Fajar Shodiq
4. Fadhli Mu’ammar
5. Hakani Musa Umasangaji
6. Maulana Fadhel
7. Riftahul Ikmal Nasution
8. Dwi Aji Pradanang
9. Luthfi Irfan Azhar
10. Aina Khukma Bella

PROGAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2021/2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………...……………………….
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………...
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………...………...
1.2 Tujuan…………………………………………………………...…………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………
2.1 Munculnya Masa Reformasi……………………………………………………….
2.2 Pelaksanan pancasila di era reformasi dalam landasan
apapun…..............................

2.3 Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita


Reformasi……………………………………...

2.4 Perubahan – Perubahan di Era Reformasi………………………………………….

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………...

DAFTAR PUTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Masa reformasi dimulai setelah soeharto memutuskan mundur dari kursi jabatanya dan
diganti oleh BJ Habibi, nti dari Reformasi sendiri adalah memelihara kinerja bangsa dan negara
yang sudah baik di masa lampau dan memperbaiki kekurangannya. Pada era Reformasi,
Pancasila direinterpretasi, yaitu Pancasila harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman. Penginterpretasian Pancasila harus relevan dan kontekstual, serta sinkron
atau sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Berbagai perubahan dilakukan untuk
memperbaiki nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah ideologi Pancasila.
Namun, masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum juga terselesikan.

Pancasila di era Reformasi dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan era Orde Lama dan
Orde Baru, karena tetap ada tantangan yang harus dihadapi Diketahui, banyak masyarakat yang
hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya. Adapun, tantangan
dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di
antara sesama warga bangsa. Dapat kita lihat sekarang, di era Reformasi saat ini sangat
tidak jelas, seperti tidak memiliki arah khususnya dalam penerapan nilai-nilai pancasila
di era Reformasi ini. Dimana Pancasila adalah ideologi Negara kita yang berasal dari
penggabungan nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya kehidupan
bermasyarakat yang serasa mulai pudar dan ditinggalkan, maka sebab itu Pancasila masih
sangat diperlukan khususnya dalam hal pembelajaran atau pendidikan sedari kecil maupun
tingkat universitas, agar penerapan nilai-nilai Pancasila tidak akan memudar danhilang
ditelan waktu karena adanya ketidakpedulian dari petinggi negeri ini untuk menjaga identitas
bangsanya atau ideologinya yaitu Pancasila.

1.2 TUJUAN
Makalah ini ditulis guna untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai Pancasila yang telah
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dalam bidang ekonomi, politik, dan hukum pada era
reformasi sekarang ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Munculnya Masa Reformasi

Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh


bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi
ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan
dan akhirnya pada suksesi atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak
korban yang berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang
menjadi korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan
melakukan penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo,
Medan, dan kota-kota lain di Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi
kacau dan tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini
menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan
negara ini menjadi lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal yang kontraproduktif.

Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD
1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui
dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba
terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknumoknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam
pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari
semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul
pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan
nepotisme dalam kekuasaan. Ini tentu tidak mudah untuk membuat sebuah latar balik dan
mengembalikan semangat seperti awalnya memerdekaan bangsa ini.

Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis membuat apa yang mereka
lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan dari nilai dan norma yang terkandung
dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat menempatkan
kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini. Lebih lagi
jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang baik dimasyarakat
umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai peranan penting
dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta nilai – nilai yang terkandung
untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari – hari

2.2 Pelaksanan pancasila di era reformasi dalam landasan apapun

landasan yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia


sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia dan kita melihat pancasila
di era yuridis ini seprtinya kurang karena adanya hukum yang kurang adil ,kita perlu
perombakan secra menyeluruh

filosofis Landasan adalah penggunaan hasil-hasil pemikiran filsafat Pancasila untuk


mengembangkan Pendidikan Pancasila. Secara praktis, nilai-nilai tersebut berupa pandangan
hidup (filsafat hidup) berbangsa.Pancasila yang merupakan filsafat negara sudah seharusnya
menjadi sumber bagi segala tindakan para penyelenggara negara, menjadi jiwa dari perundang-
undangan yang berlaku bagi kehidupan berbangsa dan sekarang bernegara pada saat ini semakin
kurang penerapan nilai nilai pancasila

Iandasan Historis adalah fakta-fakta sejarah yang dijadikan sebagai dasar bagi pengembangan
pendidikan Pancasila. Berdasarkan landasan historis ini, Pancasila dirumuskan dan memiliki
tujuan yang dipakai sebagai dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya diambil dari nilai-
nilai pandangan hidup masyarakat Fakta historis tersebut membentang mulai dari kehidupan
prasejarah, sejarah Indonesia lama, masa kejayaan nasional, perjuangan bangsa Indonesia
melawan sistem penjajahan, proklamasi kemerdekaan, hingga perjuangan mempertahankan dan
mengisi kemerdekaan Indonesia

Fakta historis tersebut membentang mulai dari kehidupan prasejarah, sejarah Indonesia lama,
masa kejayaan nasional, perjuangan bangsa Indonesia melawan sistem penjajahan, proklamasi
kemerdekaan, hingga perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia
2.3 Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi

Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka


perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai
yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme
pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam
perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya
memiliki

aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat.
Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

2.4 Perubahan – Perubahan di Era Reformasi

Perubahan rezim dari otoriter ke era reformasi Reformasi politik Indonesia yang dimulai
sejak keruntuhan rezim otoriter Soeharto pada 1998 membawa perubahan dan dampak yang
sangat signifikan bagi perpetaan kondisi politik dalam negeri. Semenjak itu, istilah demokrasi
mulai berkembang dan familiar dalam perbincangan politik Indonesia secara khusus dan negara
berkembang secara umum.

Demokratisasi adalah perubahan rezim politik ke arah yang lebih demokrat. Transisi ini
biasa terjadi dari rezim yang semula otoriter. Demokratisasi dianggap sebagai suatu sistem
politik terbarukan yang paling cocok untuk mewadahi aspirasi dan kepentingan tidak hanya dari
kalangan elit politik saja, namun masyarakat umum secara keseluruhan.

Lepasnya Timor Timur dari Indonesia


Pada 30 Agustus 1999, Timor Timur atau yang sekarang kita kenal Timor Leste,
mengadakan jajak pendapat atau referendum. Referendum dilakukan untuk menentukan masa
depan Timor Timur, yang mana akhir keputusannya adalah lepas sepenuhnya dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebanyak 78,5 persen masyarakat Timor Timur memilih
kemerdekaan dari Indonesia.  Saat itu pemungutan suara dilakukan bagi warga Timor Timur
untuk memilih apakah akan tetap bersama Indonesia atau menjadi negara yang merdeka.
Referendum tersebut didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Referendum tersebut
juga disebut untuk mengakhiri konflik yang terjadi di Timor Timur. Timor Timur adalah negara
kepulauan di bagian timur Kepulauan Sunda Kecil, di ujung selatan Kepulauan Melayu. Timor
Timur berada di bagian timur pulau Timor, pulau-pulau kecil terdekat Atauro dan Jaco. Timor
Timur juga dekat kantong Ambeno, termasuk kota Pante Makasar, di pantai barat laut Timor.
Dili adalah ibu kota Timor Timur dan kota terbesar.

Amandemen UUD

UUD 1945 mengalami empat kali perubahan atau amandemen sejak Indonesia merdeka.
Tujuan amandemen ini adalah untuk menyempurnakan aturan dasar negara yang disesuaikan
dengan aspirasi bangsa. Amandemen disahkan dalam sidang umum dan tahunan MPR sejak
1999 hingga 2002. Keempat perubahan itu, yakni:

Perubahan pertama disahkan MPR dalam sidang umum pada 19 Oktober 1999

Perubahan kedua disahkan MPR dalam sidang tahunan pada 18 Agustus 2000

Perubahan ketiga disahkan MPR dalam sidang tahunan pada 9 November 2001

Perubahan keempat disahkan MPR dalam sidang tahunan pada 10 Agustus 2002

Dari seluruh di hasilkan

PASAL 5

(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan


Perwakilan Rakyat.

Diubah menjadi:

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
PASAL 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali.

Diubah menjadi:

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. "

PASAL 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa". "

Diubah menjadi:
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

Ditinjau dari segi sistematika, UUD 1945 sebelum perubahan terdiri dari tiga bagian, yaitu
Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Sementara sistematika UUD 1945 setelah
amandemen terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal. Perubahan dilakukan dengan tetap
mempertahankan Pembukaan.

- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;


Pembentukan KPK

Adanya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia atau biasa


disingkat KPK, adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna
dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK di Indonesia bertugas
sebagai pencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dalam
melaksanakan tugasnya. KPK didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun
2002. ada beberapa tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi. Antara lain:

- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Kemudian, dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang,


antara lain:

- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi

- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak - pidana korupsi; dan

- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Sejarah Terbentuknya KPK

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga
hukum yang ada sebelumnya. KPK sebagai stimulus upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Cikal bakal KPK bermula pada masa reformasi tahun 1999, lahir UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta UU Nomor 31 Tahun
1999. Kemudian pada 2001 akhirnya lahir UU No 20 Tahun 2001 sebagai pengganti sekaligus
pelengkap UU Nomor 31 Tahun 1999. Dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, KPK pun terbentuk.
Selanjutnya pada 27 Desember 2002 dikeluarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan lahirnya KPK ini, maka pemberantasan korupsi
di Indonesia mengalami babak baru.

pada 2019 dilakuka revisi UU Pemberantasan Korupsi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019
tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002.

Dalam menjalankan tugasnya, KPK berpedoman terhadap lima asas, antara lain:

- Asas Kepastian Hukum. Asas ini mengutamakan landasan peraturan perundangan, kepatutan,
dan keadilan dalam setiap kewajiban penyelenggara negara.

-Asas Keterbukaan. Asas ini adalah yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara.

Ini tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

-Asas Akuntabilitas. Asas ini yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

- Asas Kepentingan umum. Asas ini adalah mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
aspiratif, akomodatif, dan selektif.

- Asas Proporsionalitas. Asas ini mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Tanggung jawab KPK kepada publik dan harus menyampaikan laporannya secara terbuka dan
berkala kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksaan Keuangan
(BPK).

Otonomi Daerah

Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu:

UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut dinilai


baik dari segi kebijakan maupun implementasinya. Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi
jawaban dari persoalan otonomi daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik,
Desentralisasi Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi. Agar pelaksanaan otonomi daerah
tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang
kemudian dikenal dengan UU No 32 Tahun 2004. Untuk mengatur keuangan di daerah,
pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang
menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam
memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat

Pemilihan Presiden Secara Langsung

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998,
jabatannya digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Namun publik tetap
mendesak agar pemilu baru dipercepat dan segera dilaksanakan, agar sisa-sisa Pemilu 1997
dibersihkan dari pemerintahan. Akhirnya pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan
Habibie, pemilu kembali dilaksanakan. Pada saat itu kepentingan utama dilakukannya pemilu
agar mendapat pengakuan publik termasuk dunia internasional yang sudah kehilangan
kepercayaan terhadap pemerintahan dan lembaga-lembaga produk Pemilu 1997. kemudian
dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil
presiden yang baru, dan sekaligus memangkas masa jabatan Habibie yang harusnya sampai
2003.

Sebelum menyelenggarakan Pemilu percepatan itu pemerintah mengajukan RUU tentang


Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD. Ketiga draft UU disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai
oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta). Setelah RUU disetujui DPR dan
disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-
anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal menonjol yang
membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999
diikuti banyak sekali peserta.
Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu
pada masa itu berjumlah 48 partai. Jumlahnya sudah jauh lebih sedikit dari yang terdaftar di
Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri


Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu
lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan
pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski
persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya. Sedangkan
Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan
yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis
ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional. Adapun dalam Pemilu 1999
nama tokoh reformasi yang juga pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa Abdurahhman Wahid
(Gus Dur), terpilih menjadi Presiden RI kala itu. Meskipun PDI Perjuangan pimpinan Megawati
Soekarnoputri meraih suara terbanyak dalam pemilu, namun Megawati tidak langsung menjadi
Presiden.

Karena presiden tetap dipilih oleh MPR, maka Gus Dur selaku pimpinan PKB yang
meraih suara terbanyak nomor pada Pemilu 1999, justru yang menjabat menjadi Presiden RI
ketika itu. Masa pemerintahan Gus Dur diwarnai dengan aksi-aksi gerakan separatisme serta
konflik-konflik menyangkut suku, agama dan ras. Puncaknya pada Januari 2001, Gus Dur yang
didesak mengundurkan diri oleh mahasiswa memutuskan melepaskan jabatannya sebagai
Presiden RI dan menyerahkannya kepada Megawati Soekarnoputri.

Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai penerus pemerintahan Gus Dur, hanya


bertahan hingga Pemilu 2004. Pada Pemilu 2004, partai baru bernama Demokrat dengan
pemimpinnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi rival berat Megawati. Partai
pimpinan SBY yang menjanjikan beragam perubahan ketika itu lantas unggul dalam pemilu
2004 dan 2009. SBY menjadi presiden selama dua periode berturut-turut.

Menyongsong Pemilu 2014

Saat ini Indonesia tengah bersiap diri menyongsong pesta demokrasi Pemilu 2014. KPU telah
menetapkan 12 Partai Politik sah untuk menjadi peserta pemilu 2014. Ditengah situasi nasional
yang dibelenggu oleh isu korupsi, sebenarnya belum jelas betul bagaimana Pemilu 2014 akan
terlaksana. Sebab UU Pilpres sendiri tengah digugat di Mahkamah Konstitusi. Gugatan yang
diajukan adalah menyerentakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Selain itu gugatan juga terkait ketentuan ambang batas dalam UU Pilpres yang menyatakan
bahwa parpol yang berhak mengusung capres adalah parpol yang mendapatkan 25 persen suara
nasional dan 20 persen kursi di DPR.

Penerapan Pancasila di era digital

Nilai-nilai Pancasila di ruang digital yakni sila pertama, membina kerukunan hidup, anti
penistaan agama, menhormati dan menghargai perbedaan agama, seta toleran. Lalu sila kedua,
mengakui persamaan derajat, sigap membantu, tenggang rasa, junjung HAM, dan kolaborasi.
Peran Pancasila dan pesatnya teknologi saat ini kerap terabaikan padahal Pancasila dapat
membangun karakter positif dalam berperilaku di era milenial khususnya bersosial media.
Pemerintah saat ini membuat silabus yang berkaitan dengan karakter dari kalangan milenial,
BPIP dapat menggunakan instrumen riset guna menggali persepsi kaum milenial dalam
memahami pentingnya ideologi Pancasila di era 4.0.

Berbicara Pancasila di depan kalangan milenial tidak tepat jika terlalu filosofis, menjejali
dengan teori-teori. Narasinya perlu dikemas sedemikian rupa sesuai dengan bahasa kalangan
milenial, yang pada dasarnya merupakan masyarakat awam, ataupun literasinya minim. Maka
dari itu sangat perlu konten sederhana, terutama dalam konteks pemanfaatan digital dan
pemahamannya diharapkan mampu diaplikasikan oleh kaum milenial. Dua arus utama yang
dibutuhkan untu kembali memupuk ideologi Pancasila mulai dari sektor pendidikan hingga peran
penting Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Selain itu juga, diperlukannya struktur dan kultur. Dimana kultur yaitu yang berkaitan
dengan media dan pendidikan tetapi harus dikawal secara struktur maka kita sudah memastikan
bahwa pancasila itu akan tersosialisasi secara baik dan benar. Tingginya toleransi dalam bersikap
merupakan indikator dalam keberhasilan menggaungkan pancasila di era milenial, namun hal ini
harus selaras dengan kebijakan pemerintah yang menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bahwa Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber dari semua sumber
hukum adalah warisan hukum yang digali dari nilai budaya, adat serta kepribadian bangsa. tidak
ada yang salah dalam pancasila hanya saja penjabaran pelaksanaan pada masa pemerintahan
sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok pembenaran kekuasaan saja. pada masa reformasi
ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan tepat bila kita harus kembali pada nlai-nilai
pancasila yang telah sekian lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa.
Pengamalan nilai pancasila harus seiring dengan semangat reformasi dalam perubahan menuju
tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi tonggak sejarah dimana keberhasilan reformasi
justru pada keberhasilan mengembalikan kemurnian dan keutuhan serta kekuatan pancasilaisme
disetiap warga negara Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-isi-perubahan-amandemen-uud-1945-
pertama-tahun-1999-ejFQ

https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/02/13/04000061/sistematika-uud-1945-
sebelum-dan-sesudah-amandemen

https://voi.id/berita/33739/sejarah-tugas-dan-fungsi-yang-harus-dijalankan-kpk

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/134500469/sejarah-otonomi-daerah-di-
indonesia?amp=1&page=4

https://m.antaranews.com/amp/berita/421351/sejarah-pemilu-pemilu-era-reformasi-1998-
sekarang

https://kilaskementerian.kontan.co.id/news/menerapkan-nilai-nilai-pancasila-di-ruang-
digital#:~:text=Nilai%2Dnilai%20Pancasila%20di%20ruang%20digital%20yakni%20sila
%20pertama%2C%20membina,%2C%20junjung%20HAM%2C%20dan%20kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai