Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa saya dapat Menyusun

Makalah ini, saya berusaha semaksimal mungkin makalah ini dapat tersusun dengan

sebaik – baiknya, mudah – mudahan saya buat makalah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Saya buat makalah dengan judul “PENERAPAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA

PADA ERA REFORMASI” memiliki arti yang sangat penting bagi kita semua khususnya

para pelajar, supaya lebih mengenal pendidikan kewarganegaraan dan dapat

mengambil manfaatnya. Dengan saya makalah ini diharapkan tercipta sumber

daya menusia yang handal dan bertanggung jawab. Pada kesempatan ini, dengan

segala kerendahan hati saya menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada

pembaca. Akhirnya saya mohon maaf apabila secara adminitrasi dan penyusunan maupun

penyajian materi ini ada kekurangan. Kritik dan saran yang sangat saya harapkan demi sempurnanya
makalah ini.

Suherman Purba

29 september2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR .................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Permasalahan….............................................................................. 2
1.3 Landasan Teori ............................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Munculnya Masa Reformasi .......................................................... 3
2.2 Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi ................................ 5
2.3 Penerapan Pancasila Di Era Reformasi .......................................... 8
2.4 Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi ....................................... 11
2.5 Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila ................................... 12
2.6 Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi ............................... 13
2.7 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum ........................... 13
2.8 Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum ...................... 14
2.9 Dasar Yuridis Reformasi Hukum ................................................... 15
2.10 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum...... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 20
3.2 Saran............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………….. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pancasila merupakan dasar dari Negara kita dimana Pancasila juga digunakan sebagai
alat pemersatu bangsa dimana Indonesia memiliki rakyat yang cukup banyak dengan
budaya yang dimiliki masing-masing dari rakyat tersebut. Sebagaimana pada awalnya nilai-
nilai pancasila dijadikan dasar Negara Indonesia pada era Orde Lama yang kala itu runtuh
dan kembali dimulai lagi oleh Presiden Soeharto pada era Orde Baru yang juga runtuh pada
tahun 1998 yang sering kita kenal sebagai Reformasi. Setelah runtuhnya Orde Baru kita
terus menyikapi atau memahami peran Pancasila di era Reformasi ini, tetap dalam konteks-
nya sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa dimana agar setiap warga Negara Indonesia
dapat memiliki pemahaman atau persepsi dan sikap atas kedudukan, peranan dan fungsi
Pancasila sebagai warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat. Serta bagaimana
perkembangan nilai-nilai pancasila yang diterapkan di era Reformasi saat ini.
Cukup ironis melihat banyak warga Negara Indonesia yang pada era reformasi ini
rasanya semakin lupa terhadap Pancasila bahkan terkadang merasa asing pada Pancasila itu
sendiri. Dan ini menjadi tanda tanya besar kenapa pada setelah runtuhnya Orde Baru, kita
sebagai anak bangsa seperti tidak peduli dengan Pancasila yang dimana adalah dasar
Negara kita dan ideologi Negara kita.
Dapat kita lihat sekarang, di era Reformasi saat ini sangat tidak jelas, seperti tidak
memiliki arah khususnya dalam penerapan nilai-nilai pancasila di era Reformasi ini. Dimana
Pancasila adalah ideologi Negara kita yang berasal dari penggabungan nilai-nilai luhur yang
berasal dari akar budaya kehidupan bermasyarakat yang serasa mulai pudar dan
ditinggalkan, maka sebab itu Pancasila masih sangat diperlukan khususnya dalam hal
pembelajaran atau pendidikan sedari kecil maupun tingkat universitas, agar penerapan
nilai-nilai Pancasila tidak akan memudar dan hilang ditelan waktu karena adanya
ketidakpedulian dari petinggi negeri ini untuk menjaga identitas bangsanya atau ideologinya
yaitu Pancasila.

1.2 Permasalahan
Sejauh mana relevansi untuk pengamalan nilai-nilai pancasila di era Reformasi ini,

apakah bisa menjadi tolak ukur untuk kita kembali atau bahkan meninggalkan nilai luhur

bangsa indonesia

1
1.3 Landasan Teori

Kondisi objektif negeri besar yang bernama Indonesia ini, sesungguhnya amat rentan.Memang
Indonesia adalah negara besar, berbeda dengan negara lain yang mana pun. Ini perlu dicamkan,
bukan untuk menggalang rasa chauvinistis atau kesombongan, tetapi justru untuk membangun
kesadaran bertanggungjawab yang rendah hati bagi seluruh rakyatnya. Apabila kitamelihat negeri ini
“cuma” seperti Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan, tanpa maksud mengecilkan keberhasilan
mereka, akibatnya bangsa ini bisa salah jalan dalam usaha mencariterapi krisis multi dimensi yang
melilitnya. Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angkastatistik, seperti jumlah penduduk.
Tetapi, ia juga besar di dalam skala jumlah permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat.
Artinya, sewaktu-waktu bisa muncul, bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga, yang
mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Indonesia, terutama para elitenya, sangat peka terhadap
masalah ideologi sehingga seringkali terpenjara dalam polemik tak berkesudahan. Namun, meski
permasalahanelementer itu begitu besarnya, sejarah telah membuktikan bangsa ini mampu
mengatasinya dengan tangan sendiri. Falsafah kita Pancasila dan selalu ingin memelihara semangat
gotong-royong serta mengedepankan mufakat dalam musyawarah, tetapi kita seringkali suka
melakukan rekayasa.
BAB II

PEMBAHASAN

1 Munculnya Masa Reformasi

Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokohtokoh bangsa ini
yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah
membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada
suksesi atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang berguguran
dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang menjadi korban dalam
tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan melakukan penjarahan,
pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan kota-kota lain di
Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan tidak tentu arah dan
justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini menjadi tanda tanya besar ketika
semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini menjadi lebih baik justru di
lapangan justru kita temui hal yang kontraproduktif.

Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945
dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui dengan
seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba terjadi
deviasia/ penyimpangan oleh oknumoknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam
pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari
semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul
pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan nepotisme
dalam kekuasaan.

Ini tentu tidak mudah untuk membuat sebuah latar balik dan mengembalikan semangat
seperti awalnya memerdekaan bangsa ini. Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis
membuat apa yang mereka lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan dari nilai dan
norma yang terkandung dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat
menempatkan kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini.
Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang baik
dimasyarakat umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai peranan
penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta nilai – nilai yang terkandung
untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari – hari

3
Dulu setiap sekolah dan kelompok organisasi selalu di wajibkan untuk mengikuti Penataran
Pelaksanaan Pengamalan Pancasila ( P4) dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari
kelompok karang Taruna Desa sampai Pejabat negara. Secara lahirlah ini perlu ditingkatkan dan
memang itu semua sebagai cara memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk lebih mengerti
dalam melaksanakan pancasila. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi yang harus dibuat lagi seperti
yang dulu yang hanya untuk tujuan dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority atau
stabilitas nasional dalam arti semu.

Satu kata kunci yang sekarang menjadi asing sudah luntur dari kita sebagai bangsa adalah
pancasila sebagai ideologi NKRI. Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran Pancasila
dalam strategi Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173 dapat kita ambil garis besar sebagai
berikut :

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa negara adalah
berdasar dan percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewajiban setiap warganya mengkui
adanya Tuhan.

Sila kedua, Kemanusian Yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan akan
penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras, serta pandangan politik
adalah sama.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengandung arti sesuai dengan pernyataan kemerdekaan
angsa di maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah satu dengan mengatasi paham
perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.

Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin olah Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
/ Perwakilan, mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia bukan Demokrasi bangsa
indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan individu, namun pada
pelaksanaan demokrasi pancasila yang mengikutsertakan semua golongan dengan jalan musyawarah
untuk mufakat.

Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung arti bahwa golongan
kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada golongan yang menekan
golongan lain dan mendapat perlakuan yangadildalam bekerja, hidup tertib, tentram dan layak.

Bila kita bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai jati diri sebagai angsa maka kita
harus pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh bersama. Terlebih lagi pada saat ini kita
hidup di jaman reformasi yang seharusnya justru kita mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita.
Nilai – nilai dasar tersebut adalah :

Pancasila sebagai landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari dasar bumi indonesia.
Tidak ada yang keliru dari pancasila yang di dalamnya termuat lima nilai dasar universal yaitu: believe
in god, nationalisme, internasionalisme

4
democracy, and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi paradigma baru yang ada dalam ruh
hati yang paling dalam serta jangan pernah hilang kapan pun, dimanapun, dan bagaiamanapun.

Tujuan NKRI, bagai sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah dan
wajib untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 45 yaitu
melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibn dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

Bineka tunggal ika, adalah semangat untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa
tetap dalam kerangka NKRI dan justru sebagai sebuah khasanah serta aset nasional memperkukuh
integrasi bangsa.

Reformasi, semangat untuk tetap mereformasi dengan sifat untuk menyempurnakan dari
kekurangan bangsa serta dengan konsep, agenda yang jelas didukung kerja keras semua komponen
bangsa untuk memajukan dan memberikan sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban demi
bangsa ini.

Ada sebuah seni yang sederhana dalam kita memulai semangat pengamalan nilai-nilai pancasila
yakni tiga M seperti : mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah apapun dengan baik tanpa
diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbaiki diri sendiri berarti memulai segalanya. mulai
dari hal kecil-kecil, tidak ada prestasi yang besar kecuali rangkaian prestasi kecil yang mudah dan
dapat kita laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.

mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan sekarang karena
terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah persoalan semakin banyak saja.
2.2 Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang tergali dari jati diri dan nilai-nilai adi luhur
bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dengan berbagai kajian ternyata didapat beberapa
kandungan dan keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak bisa di
pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yang lain. Ini dengan
sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya
perjalanan sejarah bangsa yang telah melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada
saat mengisi kemerdekaan.

5
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia sendiri lupa dan sudah asing
dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kita
sebagai anak bangsa yang justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa
mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi saat ini dengan
jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir dengan semangat untuk
mengembalikan tata negara ini dari penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.

Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi dan menghilangkan
dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus krisis yang berkepanjangan di segala
bidang kehidupan, serta menata kembali ke arah kondisi yang lebih baik atas system ketatanegaraan
Republik Indonesia yang telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masa sekarang arah tujuan
reformasi kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezim orde baru telah tumbang
namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini.

Sedangkan pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari
penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Sebagai
sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat, tetapi
bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahan ideologi
tersebut. Ideologi akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bila mempunyai
tiga dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :

1. Idealisme, yaitu kadar atau kualitas idealisme yang terkandung di dalam ideologi atau nilai-nilai
dasarnya. Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi dalam memberikan harapan kepada
berbagai masyarakat untuk mempunyai atau membina kehidupan bersama secara lebih baik dan
untuk membangun suatu masa depan yang lebih cerah.

2. Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi untuk mencerminkan realita yang hidup dalam
masyarakat dimana ia muncul untuk pertama kalinya, paling kurang realita pada saat awal
kelahirannya.

3. Fleksibilitas, yaitu kemamp uan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi berarti ikut mewarnai
proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat berhasil
menemukan tafsirantafsiran terhadap nilai-nilai dasar dari ideologi sesuai dengan realita-realita baru
yang muncul dan mereka hadapi

6
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai dimensibilitas agar substansi-
substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang dimakan waktu. Pada masa reformasi yang dimulai
dari tahun 1998 hingga masa sekarang, orangorang mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk
menjawab segala tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini. Maka Pancaila
menurut kami mutlak masih diperlukan.

Tampaknya kita perlu bercermin pada kehidupan bangsa-bangsa yang taat dan konsisten
terhadap ideologi yang diciptakannya. Bagaimana masyarakat Jepang masih menjunjung tinggi
semangat dan nilai-nilai restorasi Meiji, sehingga mereka selalu bekerja keras dalam membangun
harga diri bangsanya. Rakyat AS mengaplikasikan ideologi kebebasan sebagai spirit masyarakat,
sehingga terwujud kompetisi yang sehat dalam membangun bangsanya.

Kondisi objektif negeri besar yang bernama Indonesia ini, sesungguhnya amat rentan. Memang
Indonesia adalah negara besar, berbeda dengan negara lain yang mana pun. Ini perlu dicamkan,
bukan untuk menggalang rasa chauvinistis atau kesombongan, tetapi justru untuk membangun
kesadaran bertanggungjawab yang rendah hati bagi seluruh rakyatnya. Apabila kita melihat negeri ini
“cuma” seperti Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan, tanpa maksud mengecilkan keberhasilan
mereka, akibatnya bangsa ini bisa salah jalan dalam usaha mencari terapi krisis multi dimensi yang
melilitnya. Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angka statistik, seperti jumlah penduduk. Atau
luas negara yang meliputi hampir seluruh Eropa, atau pantai terpanjang di dunia, dan seterusnya.
Tetapi, ia juga besar di dalam skala jumlah permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat.
Artinya, sewaktuwaktu bisa muncul, bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga, yang
mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Riset Douglas E. Ramage dalam ”Politics in Indonesia:
Democracy, Islam and Ideology of Tolerance” (1995) mengungkapkan, bahwa Indonesia adalah
negara yang terlalu meributkan masalah ideologi. Indonesia, terutama para elitenya, sangat peka
terhadap masalah ideologi sehingga seringkali terpenjara dalam polemik tak berkesudahan. Namun,
meski permasalahan elementer itu begitu besarnya, sejarah telah membuktikan bangsa ini mampu
mengatasinya dengan tangan sendiri. Falsafah kita Pancasila dan selalu ingin memelihara semangat
gotong-royong serta mengedepankan mufakat dalam musyawarah, tetapi kita seringkali suka
melakukan rekayasa. Setelah hampir 62 tahun merdeka, telah muncul tantangan terhadap Pancasila,
karena kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah semakin kompleks. Ini berarti
perlu dicari bentuk-bentuk baru, suatu relasi sosial ke masa depan yang lebih baik.

7
Dalam situasi seperti ini, tepat kiranya apa yang disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono
X ketika membuka Seminar Nasional ”Kapasitas Pancasila dalam Menghadapi Krisis Multidimensi”
(LPPKB, 2003), bahwa pengamalan nilainilai Pancasila sebagai semen perekat persatuan-kesatuan
bangsa menjadi teramat penting. Karena Pancasilalah yang harus menjadi sumber sekaligus landasan
dan perspektif dari persatuan-kesatuan bangsa. Dengan landasan Pancasila itu pula, maka usaha
untuk lebih memperkokoh rasa persatuan-kesatuan bangsa memperoleh landasan spiritual, moral
dan etik, yang bersumber pada kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sejalan dengan paham kebangsaan, kita juga menentang segala macam bentuk eksploitasi,
penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa lainnya, oleh satu golongan terhadap golongan lain,
dan oleh manusia terhadap manusia lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Sebab Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat manusia
dan menjamin hakhak azasi manusia. Semangat persatuan-kesatuan kita menentang segala bentuk
separatisme, baik atas dasar kedaerahan, agama maupun suku, sebab Sila PersatuanIndonesia
memberikan tempat pada kemajemukan dan sama sekali tidak menghilangkan perbedaan alamiah
dan keragaman budaya etnik. Oleh sebab itu, bangsa ini harus menentang perilaku membakar,
menjarah, menganiaya, memperkosa dan tindak kebrutalan lainnya yang mengarah ke anarkisme,
serta berdiri di depan memberantas KKN tanpa membeda-bedakan partai, golongan, agama, ras,
atau pun etnik. Semangat untuk tetap bersatu juga berakar pada azas Kedaulatan yang berada di
tangan Rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme dan kediktatoran oleh mayoritas maupun
minoritas. Karena kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mendambakan terwujudnya
masyarakat yang demokratis, dan oleh karenanya, juga merupakan gerakan massa yang demokratis.
Kecenderungan munculnya tirani mayoritas melalui aksi massa, hendaknya dikendalikan dan
diarahkan, agar tidak merusak sendi-sendi persatuan-kesatuan bangsa. Jiwa persatuan-kesatuan juga
mencita-citakan perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, karena dituntun oleh Sila Keadilan
Sosial bagi seluruh RakyatIndonesia. Semangat persatuan-kesatuan yang dijiwai oleh Pancasila itu
adalah nilai-nilai

2.3 Penerapan Pancasila Di Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara
dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi

8
dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara
konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya
menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.

Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah
mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento
Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga
tahap yaitu :

(1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis,

(2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan

(3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak
berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan
Pancasila Dasar Negara yaitu :

(1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ;

(2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ;

(3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ;

(4) 1959 – 1965 masa orde lama ;

(5) 1966 – 1998 masa orde baru dan

(6) 1998 – sekarang masa reformasi.

Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari
segi hukum.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan
masa bodoh dalam melakukan implementasi nilainilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab
utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.

Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila
harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan
persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang
belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi
sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era
reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual,

9
komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahanperubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman
masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi
ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu
ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti
Pancasila“.

Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut
disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa
tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin
kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan
dengan Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan
Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede,
Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan
bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan
oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen.

Mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5
persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya
4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup
berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk
“malumalu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai
pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan katakata Pancasila. Hal ini
jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata
– kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim
Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa
Rezim Reformasi tampaknya ogah.

Dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri
mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak
ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan.
untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru Saat
ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan

10
menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali
Pancasila. Kuntowijoyo memberikan pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila.

Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya
benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah
dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II /
MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa)
dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut
dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara. Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu
kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali
Indonesia, bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan
Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan
ini, Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk
"Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari
lahir Pancasila meminta semua pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai
dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip
Pancasila sebagai dasar negara.

Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa
tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya.
Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan
negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan
bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian
memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan
bernegara ini.

2.4 Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi

Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang
bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi

11
manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral
kemanusiaan dan beradab.

Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang
merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi
walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang
jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa
Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.

Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia
menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.

Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem
“Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan
keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara,
kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan
bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.

Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J.
Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet
Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang
akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama
perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang
menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan
tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus
dilakukan melalui Pemilu secepatnya.

2.5 Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila

Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang
artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah
reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali
hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-
nilai ideal

12
yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat
sebagai berikut :

1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan.

2. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang
tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.

3. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis)
tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.

4. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu
(dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.

5. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala
aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.

6. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan
yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

2.6 Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi

Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka


perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai
yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada
akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif
Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam
mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

2.7 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang
mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya
dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.

13
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya,
politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi,
menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

2.8 Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber
hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain
adalah Pancasila.

Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui
agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam
pembaruan hukum yang terusmenerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir,
sumber norma, dan sumber nilai.

Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif.
Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna
bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan
kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulative Pancasila menentukan
apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai
staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib
hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum
disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum
ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya,
misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber
hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.

Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya
yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi
inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan (illegality) dan karenanya norma hokum
yang lebih rendah itu batal demi hukum.

Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan
manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab.

14
2.9 Dasar Yuridis Reformasi Hukum

Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang
apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak
berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan “homo homini lupus”,
manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hokum rimba.

UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan Negara bersifat multi
interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada
presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta
mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.

Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif.
Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita
hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis
(Convensi).

Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hokum adalah Tap MPRS
No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus
senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Berbagai macam
produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :

a. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik

b. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu

c. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD

d. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

e. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

f. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN Pada
tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan
Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapanketetapan:

15

a. Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum


b. Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
c. Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
d. Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
e. Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
f. Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999 g. Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi
Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah h. Tap No. XVI/MPR/1998 tentang
Demokrasi Ekonomi i. Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia j. Tap No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
2.10 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum Dalam era reformasi
pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya.
Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula
yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya
secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi
yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia
adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman
demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.

Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara
demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu
mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu
keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat,
jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi
setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur
keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam
pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung
tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
1. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam sistem
politik dan pemerintahan di Indonesia yang cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu,
perubahan yang terjadi dipandang sebagai suatu

16

langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan dengan dasar - dasar efisiensi dan
demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul
akibat terjadinya peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh
meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses informasi yang
mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam mencermati
pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap telah menyimpang.

Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi
(bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa
bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan
dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral.

Ketuhanan dan kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam
kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :

 Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.

 Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus
tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.

 Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama
lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung
dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara

18
adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini
harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan
meletakkan cita-cita.

Kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa
kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai
unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat
yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara
Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh
warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.

2 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya
menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global
dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan
melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang
diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa
ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu
subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh
sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami
kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi
pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu
pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada
ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan
seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
 Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program
“social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara kon
sisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde.

18
baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.

 Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan
kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang
persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi
prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
 Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem
untuk mendorong percepatan perubahan structural (structural transformation). Transformasi
struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari
ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor. Dengan
sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli
demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai
pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan
dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber dari semua
sumber hukum adalah warisan hukum yang digali dari nilai budaya, adat serta kepribadian
bangsa.
tidak ada yang salah dalam pancasila hanya saja penjabaran pelaksanaan pada masa
pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok pembenaran kekuasaan saja.
pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan tepat bila kita harus
kembali pada nlai-nilai pancasila yang telah sekian lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan
kita sebagai bangsa.
Pengamalan nilai pancasila harus seiring dengan semangat reformasi dalam perubahan
menuju tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi tonggak sejarah dimana keberhasilan
reformasi justru pada keberhasilan mengembalikan kemurnian dan keutuhan serta kekuatan
pancasilaisme disetiap warga negara Indonesia
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat diberikan guna mewujudkan
upaya pembinaan masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang
meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan, antara lain:
a. Untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan bagi segenap komponen bangsa diperlukan
perhatian dan penanganan pihak-pihak terkait secara integratif. Untuk itu, perlu diwujudkan
adanya suatu wadah atau lembaga yang akan menangani masalah Wawasan Kebangsaan serta
perlunya buku pedoman nasional yang dapat digunakan baik melalui pendidikan formal maupun
nonformal.
b. Peran para elit pemerintah, elit politik dan tokoh masyarakat LSM serta media massa sangat
diperlukan untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Untuk itu para tokoh tersebut harus
mempunyai komitmen untuk selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
c. kepentingan pribadi dan golongan dengan mengeyampingkan pemikiran sempit yang
menguntungkan hanya sekelompok orang.

20
d. Perlunya pengamalan Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui penataran
atau sertifikasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), di seluruh lembaga
pendidikan, baik formal maupun nonformal, agar lebih tertanam rasa cinta tanah air, bangsa dan
negara bahkan selalu siap dalam usaha bela negara.
e. Perlunya penyegaran di seluruh elemen masyarakat tentang pembinaan dalam menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan
semangat kebangsaan, di setiap Kabupaten atau Kota dengan melibatkan instansi terkait secara
bertahap dan berlanjut.

21
DAFTAR PUSTAKA
Samad Riyanto, Orasi Ilmiah. Optimalisasi Upaya Pencegahan Korupsi Dalam Praktek
Administrasi Negara. (Naskah dalam wisuda Program Magister ke-7 dan Program Sarjana S1 ke-
46 STIA LAN RI). Jakarta.

2009. Buku Kewarganegaraan. Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara. Penerbit Yudhistira.
Jakarta. 2005.

Joko Siswanto. 2006. ABC PANCASILA. Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM
P. J. Suwarno, 2008, Pancasila budaya bangsa Indonesia, penerbit Kanis

iHisyam, Muhammad, 2003, Krisis masa kini dan orde Baru, Yayasan Obor Indonesia,

22
MAKALAH
PENERAPAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA
PADA ERA REFORMASI
NAMA:SUHERMAN PURBA NPM:222430005
TUGAS KULIAH:PENGANTAR PANCASILA
DOSEN PEMBIMBING :Dr.Henny saida Flora,SH.,M.Hum.,M.Kn

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

PRODI MANAJEMEN INFORMATIKA

KELAS 1 MIA

TAHUN 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai