Anda di halaman 1dari 107

Seni

proses membuat benda yang tidak


bernilai intrinsik namun memiliki nilai
ekstrinsik melalui pendekatan emosional
atau estetika

Seni adalah keahlian membuat karya


yang bermutu (dilihat dari segi
kehalusannya, keindahannya, fungsinya,
bentuknya, makna dari bentuknya, dan
sebagainya), seperti tari, lukisan,
ukiran.[1] Seni meliputi banyak kegiatan
manusia dalam menciptakan karya
visual, audio, atau pertunjukan yang
mengungkapkan imajinasi, gagasan, atau
keprigelan teknik pembuatnya, untuk
dihargai keindahannya atau kekuatan
emosinya.[2][3] Kegiatan-kegiatan
tersebut pada umumnya berupa
penciptaan karya seni, kritik seni, kajian
sejarah seni dan estetika seni.
Beberapa karya seni dari berbagai penjuru Indonesia: (1) Kain Pelepai, Lampung, (2) Mahkota Wutulai, Maluku
Tenggara, (3) Arca Pradnyaparamita peninggalan Singasari, (4) Lukisan Boma dan Kesna, Bali, (5) Berburu Rusa oleh
Raden Saleh, dan (6) Ukiran kayu Asmat.

Peristilahan
Pengertian seni dalam bahasa Indonesia
memiliki riwayat peristilahannya sendiri
yang tidak sederhana, baik dipandang
dari segi terminologis maupun
etimologisnya. Hal ini mulanya
disebabkan oleh ketiadaan padanan
istilah yang pas dalam bahasa
Indonesia/Melayu untuk konsep art
dalam bahasa Inggris atau kunst dalam
bahasa Belanda.
Asal kata

Terdapat beberapa teori yang beredar


mengenai asal mula kata seni, di
antaranya adalah:

Kata seni dari bahasa Melayu Riau


(Sungai Rokan) sonik yang berasal dari
kata 'so' atau 'se' artinya adalah 'satu',
berasal dari bahasa Sangsakerta 'swa'
(satu), yang digabung dengan kata 'nik'
yang artinya sesuatu yang sangat kecil
atau halus. Kata sonik/sonit/seni
berarti suatu yang halus bentuk rupa
maupun sifatnya.[4]
Kata seni dari bahasa Sansekerta sani
yang artinya persembahan, pelayanan
dan pemberian yang tulus.[5]
Kata seni dari bahasa Belanda genie
yang artinya kemampuan luar biasa
yang dibawa sejak lahir,[5] seperti
makna ketiga kata seni dalam KBBI
yang berarti genius.[1]

Meskipun demikian, kata seni (bahasa


Inggris: art) ditengarai merupakan
neologisme yang memanfaatkan kata
seni (dalam artian kecil) yang telah ada
dalam bahasa Melayu umum. Teori-teori
di atas kemungkinan hanya rekaan atau
anggapan baru.
Sejarah dan polemik

Terdapat permasalahan alih bahasa


ketika bahasa Indonesia terpapar
konsep-konsep Barat, seperti apa yang
kita sebut sekarang sebagai seni,
walaupun gejala kesenian telah ada
sebelumnya dan istilah padanannya
dapat digali dari kosakata lokal, seperti
kata kagunan dalam bahasa Jawa dan
kabinangkitan dalam bahasa Sunda.
Memadankan kata seni untuk art atau
kunst sesungguhnya terdengar sangat
ganjil karena sampai abad ke-19, kata
seni hanya sering digunakan pada
konteks air seni yang merupakan
penghalusan istilah untuk kencing.[6]
Sedangkan contoh penggunaan kata seni
untuk menyebut sesuatu kecil/lembut
pada konteks lainnya tidak banyak
ditemukan.

Sebelum istilah seni populer seperti


sekarang, istilah kunst dalam kamus
Belanda-Melayu (Klinkert atau Mayer
atau Badings yang terbit pada
penghujung abad ke-19 atau permulaan
abad ke-20) diterjemahkan menjadi
hikmat, ilmu, pengetahuan, kepandaian
dan ketukangan.[7] Kamus Umum Bahasa
Indonesia (terbit pertama kali 1953) oleh
Purwadarminta ditengarai ialah kamus
yang merekam kata seni dengan makna
yang baru untuk pertama kalinya.
Meskipun Purwadarminta bukanlah yang
mula-mula menggunakan istilah "seni"
dan "seni rupa", tetapi hal ini membuat
polemik di kalangan seniman karena
seakan-akan menimbulkan ketimpangan
persepsi antara seni di Indonesia dan
seni di Barat.[8][9]

Istilah "seni rupa", "seni musik", "seni


teater", "seni sastra" dll. Dalam bahasa
Indonesia ditengarai memperlihatkan
gejala adverbial. Gejala ini menunjukkan
kata-kata penting (rupa, musik, tari,
sastra) hanya sekadar kata keterangan
(adverbia) untuk kata seni. Keutamaan
pada istilah-istilah itu terletak pada kata
"seni"-nya. Istilah "seni" sendiri dalam
bahasa Indonesia tidak membawa sifat
kebendaan, walaupun merupakan kata
benda abstrak. Dengan demikian, semua
ungkapan seni punya kedudukan sejajar.
Seni menjadi istilah yang 'terbuka'.
Ungkapan seni bahkan tidak dibatasi
pada seni rupa, seni tari, seni musik, dan
seni teater saja (dikenal menampilkan
ungkapan pribadi). Deretan istilah ini bisa
diperpanjang dengan seni keris, seni
batik, seni ronggeng (dan sebagainya)
yang dikenal sebagai kesenian di dunia
tradisi. Maka, kata seni tidak memiliki
bentuk dan merupakan kondisi mental
yang bisa berwujud banyak hal selama
memiliki gejala seni. Gejala tersebut
membuat pengertian seni dalam bahasa
Indonesia lebih dekat kepada
estetika.[9][10] Oleh karenanya, terdapat
banyak kesulitan dalam
menyeimbangkan perkembangan
wacana seni di Indonesia dan Barat,
misalkan seni tari jika diterjemahkan
secara harfiah menjadi dance art
mungkin tidak masuk akal bagi pemakai
bahasa Inggris, juga seperti seni ukir,
seni musik, dsj. Bahasa Inggris dan
beberapa bahasa lain juga membedakan
antara istilah art (untuk konsep seni
secara umum) dan (the) arts (bidang-
bidang kreatif kesenian).
Neologisme

Istilah seni kemungkinan besar


ditemukan—atau lebih tepatnya dimaknai
ulang—oleh S. Sudjojono melalui
Persatuan Ahli Gambar Indonesia
(PERSAGI) yang kala itu sangat giat
mencari padanan istilah berbahasa
Indonesia. Istilah baru yang juga
diperkenalkan antara lain seni lukis,
lukisan, pelukis, lukisan kampas
(kanvas), pematung, seni rupa, cukilan,
alam benda, potret diri, watak, sanggar,
sketsa, etsa, seniman, telanjang dan lain-
lain. Sementara itu, istilah seniman
(untuk menyebut pelaku seni) muncul
pada akhir 1930-an di dalam tulisan-
tulisan S. Sudjojono mengenai seni lukis
Indonesia. S. Sudjojono mengakui bahwa
istilah ”seniman” ini pertama kali
diusulkan oleh Ki Mangunsarkoro—
mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI.[11][12] Tulisan-tulisan
S.Sudjojono juga membantu istilah-
istilah tersebut semakin populer,
khususnya buku Seni lukis, kesenian, dan
seniman yang terbit pertama kali 1946.
Sejarah

Cetakan tangan di Gua Pettakere di Situs Prasejarah Leang-Leang, Maros. Setidaknya diperkirakan berusia 39.900
tahun.

Bentuk kesenian tertua yang ditemukan


adalah seni rupa, yang meliputi
penciptaan gambar atau benda yang
sekarang digolongkan menjadi lukisan,
patung, cetakan, fotografi dan media
rupa lainnya.[13] Bentuk seni seperti
patung, lukisan gua, lukisan batu, dan
petroglif dari zaman Paleolitikum Akhir
telah ada sejak dari 40.000 tahun yang
lalu. Lukisan gua di Sulawesi disebut
sebagai salah satu artefak seni tertua di
dunia.[14] Akan tetapi, makna
sesungguhnya dari seni tersebut masih
dalam perdebatan karena kurangnya
pengetahuan tentang kebudayaan yang
menghasilkannya. Di gua Lubang Jeriji
Saleh, Kalimantan Timur, para arkeolog
menemukan gambar serupa binatang
sapi yang ditegaskan sebagai karya seni
figuratif tertua di dunia, diperkirakan
berasal dari 40 ribu hingga 52 ribu tahun
lalu (periode Paleolitik Atas dan akhir
zaman es), lebih tua 5000 tahun dari
penemuan sebelumnya di Sulawesi.[15]
Benda seni yang disebut tertua lainnya
berasal dari gua di Afrika Selatan, berusia
75.000 tahun, berbentuk rangkaian
cangkang keong kecil-kecil yang
dilubangi.[16] Wadah yang kemungkinan
untuk tempat cat juga ditemukan dengan
usia 100.000 tahun. Cangkang kerang
dengan goresan oleh Homo erectus yang
ditemukan tahun 2014 dipercaya berasal
dari 430.000 dan 540.000 tahun yang
lalu.[17]

Banyak tradisi besar dalam seni memiliki


akar dari salah satu peradaban besar
kuno, yakni Mesir Kuno, Mesopotamia,
Persia, India, Tiongkok, Yunani Kuno,
Romawi, juga Inka, Maya dan Olmek.
Tiap-tiap pusat peradaban awal ini
mengembangkan gaya khas dalam
keseniannya. Dikarenakan ukuran dan
usia peradaban-peradaban tersebut,
terdapat lebih banyak karya seni yang
terselamatkan dan lebih banyak
pengaruh yang disebarluaskan kepada
budaya-budaya yang datang kemudian.
Sebagian dari peradaban tersebut
bahkan memiliki catatan terawal
bagaimana seniman bekerja. Sebagai
contoh, seni zaman Yunani melihat
pemujaan bentuk tubuh manusia dan
pengembangan keterampilan yang
berimbang untuk menunjukkan proporsi
otot, ketenangan, kecantikan, dan
anatomi yang tepat.[18]

Dalam seni peradaban Bizantium dan


Abad Pertengahan Barat, banyak seni
berfokus pada ekspresi subjek tentang
budaya Alkitab dan keagamaan, dan
menggunakan gaya yang menunjukkan
kemuliaan yang lebih tinggi bagi dunia
surgawi, seperti penggunaan emas pada
latar belakang lukisan, atau kaca dalam
mosaik atau jendela, yang juga
menyajikan figur-figur dalam bentuk yang
ideal, berpola (datar). Namun demikian,
tradisi realis klasik bertahan dalam
karya-karya kecil Bizantium, dan realisme
terus tumbuh dalam seni Katolik
Eropa.[19]

Seni Renaisans kemudian berkembang


dengan lebih menekankan pada
penggambaran realistik dunia bendawi,
dan tempat manusia di dalamnya. Hal itu
tercermin dari penggambaran jasmani
tubuh manusia, dan perkembangan
metode sistematis penggambaran jauh-
dekat dari sudut pandang grafis untuk
mendapatkan kesan ruang tiga
dimensi.[20]
Langit-langit kubah Shah Cheragh, Iran, memperlihatkan paduan pola geometris dan kaligrafi dalam arsitektur Timur
Tengah.

Di Timur, penolakan seni Islami terhadap


ikonografi mengakibatkan pengutamaan
pada pola geometris, kaligrafi dan
arsitektur.[21] Di Timur jauh, agama juga
menguasai gaya dan bentuk kesenian.
India dan Tibet memperlihatkan
penekanan pada patung lukis dan tarian,
sedangkan lukisan agamawi meminjam
banyak aturan dari kesenian patung dan
cenderung memiliki warna-warna terang
yang kontras dengan penekanan pada
garis-garis batasnya. Sementara itu, Cina
memperlihatkan banyak perkembangan
bentuk seni: ukiran giok, kerajinan
perunggu, tembikar (termasuk tentara
terakota dari Kekaisaran Qin[22]), syair,
kaligrafi, musik, lukis, drama, fiksi, dll.
Gaya seni Cina sangat beragam dari
zaman ke zaman dan masing-masingnya
dinamai berdasarkan dinasti yang
berkuasa. Jadi, sebagai contoh, lukisan-
lukisan dinasti Tang memiliki warna
monokromatik dan renggang-renggang,
menekankan bentang yang ideal. Akan
tetapi, lukisan-lukisan dinasti Ming
berwarna-warni dan padat, dan berfokus
untuk bercerita dengan pengaturan latar
dan komposisi.[23] Jepang juga menamai
gaya-gaya dalam kesenian mereka
dengan dinasti kekaisaran juga, dan
menampakkan banyak pembauran
antara gaya kaligrafi dan lukis. Cetak
balok kayu menjadi penting di Jepang
setelah abad ke-17.[24]

Panorama bagian gambar Seribu Li Pegunungan dan Sunai-sunai oleh pelukis Wang Ximeng, abad ke-12 dinasti Song.

Abad Pencerahan di Barat pada abad ke-


18 melihat penggambaran artistik dari
sudut kepastian fisik dan rasionalnya,
serta visi politik revolusioner dari dunia
pasca-monarki, seperti penggambaran
Blake tentang Newton sebagai geometer
ilahi,[25] atau lukisan-lukisan propaganda
David. Hal ini menyebabkan penolakan
Romantisisme demi gambar-gambar dari
sisi emosional dan individualitas
manusianya, dicontohkan dalam novel-
novel Goethe. Kemudian penghujung
abad ke-19 memunculkan sejumlah
gerakan artistik, seperti seni akademik,
simbolisme, impresionisme, dan
fauvisme.[26][27]

Sejarah seni abad kedua puluh adalah


narasi tentang kemungkinan yang tak
terbatas dan pencarian standar-standar
baru, masing-masing gerakan
ditumbangkan secara berurutan oleh
yang datang berikutnya. Dengan
demikian, ukuran-ukuran impresionisme,
ekspresionisme, fauvisme, kubisme,
dadaisme, surealisme, dll. tidak dapat
dipertahankan jauh melampaui waktu
penemuan mereka. Meningkatnya
keterhubungan global sepanjang masa
ini memperlihatkan pengaruh yang setara
dari budaya lain ke dalam kesenian
Barat. Dengan demikian, cetakan balok
kayu Jepang (dipengaruhi oleh
kejurugambaran Renaisans Barat)
memiliki pengaruh besar pada
impresionisme dan perkembangan
selanjutnya. Contoh lainnya, patung-
patung Afrika diambil oleh Picasso dan
sampai batas tertentu oleh Matisse.
Demikian pula, pada abad ke-19 dan ke-
20, gagasan-gagasan Barat memiliki
dampak besar pada seni di Timur seperti
komunisme dan pascamodernisme yang
memberikan pengaruh kuat.[28]

Kegunaan
Seni memiliki sejumlah besar fungsi yang
berbeda sepanjang sejarahnya, sehingga
tujuannya sulit untuk diabstraksikan atau
dikuantifikasi dengan konsep tunggal
apa pun. Namun hal ini tidak menyiratkan
bahwa tujuan seni adalah sesuatu yang
"kabur", melainkan bahwa seni tercipta
dengan memiliki banyak alasan unik dan
berbeda. Beberapa kegunaan seni
disediakan dalam garis besar berikut.
Berbagai tujuan seni dapat
dikelompokkan sesuai dengan yang tidak
termotivasi, dan yang termotivasi (Lévi-
Strauss).[29]

Kegunaan tanpa dorongan

Kegunaan seni tanpa dorongan adalah


tujuan yang tak terpisahkan dalam
proses menjadi manusia, melampaui diri
pribadi, atau tidak memenuhi tujuan luar
tertentu. Dalam pengertian ini, seni,
sebagai daya cipta, adalah sesuatu yang
harus dilakukan manusia sesuai dengan
kodratnya (yaitu, tidak ada spesies lain
yang menciptakan seni), dan karenanya
melampaui kegunaan praktis.

1.

Irama visual dalam motif ikat Sumba, hinggi, kain untuk laki-laki

Naluri dasar manusia untuk


keselarasan, keseimbangan, dan
irama. Seni pada tingkat ini
bukanlah tindakan ataupun objek,
melainkan penghargaan internal
atas keseimbangan dan
keselarasan (keindahan), dan
karena itu merupakan aspek
manusia di luar kebergunaan.
2. Pengalaman yang misterius. Seni
menyediakan cara untuk mengalami
diri sendiri dalam hubungannya
dengan alam semesta. Pengalaman
ini mungkin sering datang tanpa
dorongan tertentu, karena orang
menghargai seni, musik, atau puisi.
3. Ungkapan imajinasi. Seni
menyediakan sarana untuk
mengungkapkan imajinasi dengan
cara non-tata bahasa yang tidak
terikat pada formalitas bahasa lisan
atau tulisan. Tidak seperti kata-kata,
yang datang dalam urutan dan
masing-masing memiliki makna
yang pasti, seni menyediakan
berbagai bentuk, lambang, dan
gagasan dengan makna yang
luwes.
4. Fungsi ritual dan simbolis. Dalam
banyak budaya, seni digunakan
dalam ritual, pertunjukan dan tarian
sebagai hiasan atau lambang.
Sementara hal tersebut sering tidak
memiliki tujuan kegunaan tertentu
(terdorong sesuatu), antropolog
mengetahui bahwa seni dalam ritual
sering digunakan pada tingkat
makna dalam budaya tertentu.
Makna ini tidak dilengkapi oleh satu
individu, tetapi sering kali
merupakan hasil dari banyak
perubahan generasi, dan hubungan
kosmologis dalam budaya.

Kegunaan dengan dorongan

Kegunaan seni dengan dorongan


mengacu pada tindakan yang disengaja
dan sadar dari seniman atau
penciptanya. Hal ini mungkin membawa
perubahan politik, untuk mengomentari
suatu aspek dalam masyarakat, untuk
menyampaikan emosi atau suasana hati
tertentu, untuk menunjukkan psikologi
pribadi, untuk menggambarkan disiplin
lain, untuk (dengan seni komersial)
menjual produk, atau hanya sekadar
bentuk komunikasi.

1. Komunikasi. Seni, paling sederhana,


adalah bentuk komunikasi. Karena
sebagian besar bentuk komunikasi
memiliki maksud atau tujuan yang
diarahkan kepada individu lain, ini
adalah tujuan yang berdorongan.
Kesenian ilustrasi, seperti ilustrasi
ilmiah, adalah bentuk seni sebagai
komunikasi. Peta adalah contoh
lain. Namun, isinya tidak perlu
ilmiah. Emosi, suasana hati dan
perasaan juga dapat
dikomunikasikan melalui seni.
2. Seni sebagai hiburan. Seni dapat
menghadirkan emosi atau suasana
hati tertentu, untuk tujuan bersantai
atau menghibur pemirsa. Ini sering
merupakan fungsi dari industri seni
gambar bergerak dan permainan
video.[30]
3. Seni untuk perubahan politik. Salah
satu fungsi seni awal abad ke-20
adalah menggunakan gambar-
gambar visual untuk menghasilkan
perubahan politik. Gerakan-gerakan
seni yang memiliki tujuan ini—
misalnya Dadaisme, Surealisme,
konstruktivisme Rusia, dan
Ekspresionisme Abstrak— secara
kolektif disebut sebagai seni avante-
garde atau garda depan.

4. Seni sebagai "zona bebas", jauh dari


aksi celaan sosial. Berbeda dengan
gerakan avant-garde, yang ingin
menghapus perbedaan budaya
untuk menghasilkan nilai-nilai
universal yang baru, seni
kontemporer telah meningkatkan
toleransi terhadap perbedaan
budaya serta fungsi-fungsi kritis
dan membebaskannya
(penyelidikan sosial, aktivisme,
subversi, dekonstruksi ...), menjadi
tempat yang lebih terbuka untuk
penelitian dan percobaan.
5. Seni untuk penyelidikan sosial,
subversi dan/atau anarki.
Sementara mirip dengan seni untuk
perubahan politik, seni subversif
atau dekonstruktivistik berupaya
mempertanyakan aspek-aspek
masyarakat tanpa tujuan politik
tertentu. Dalam hal ini, fungsi seni
mungkin hanya untuk mengkritik
beberapa aspek masyarakat.

Grafiti cat semprot di dinding di Roma

Seni grafiti dan jenis seni jalanan


lainnya adalah grafis dan gambar
yang dilukis dengan semprotan atau
stensil pada dinding, bangunan, bus,
kereta api, dan jembatan yang dapat
dilihat secara publik, biasanya tanpa
izin. Bentuk seni tertentu, seperti
grafiti, mungkin juga tergolong ilegal
ketika dikerjakan dengan melanggar
hukum (dalam hal ini vandalisme).
6. Seni untuk tujuan sosial. Seni dapat
digunakan untuk meningkatkan
kesadaran untuk berbagai macam
tujuan. Sejumlah kegiatan seni
ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran autisme, kanker,
perdagangan manusia, dan
berbagai topik lainnya, seperti
sebagai konservasi lautan, hak
asasi manusia di Darfur, membunuh
dan kehilangan perempuan
Aborigin, pelecehan yang lebih tua,
dan pencemaran. Trashion,
menggunakan tempat sampah
untuk membuat mode, dipraktikkan
oleh seniman seperti Marina DeBris
adalah salah satu contoh
menggunakan seni untuk
meningkatkan kesadaran tentang
polusi.
7. Seni untuk tujuan psikologis dan
penyembuhan. Seni juga digunakan
oleh terapis seni, psikoterapis dan
psikolog klinis sebagai terapi seni.
Seri Gambar Diagnostik, misalnya,
digunakan untuk menentukan
fungsi kepribadian dan emosi
pasien. Produk akhir bukanlah
tujuan utama dalam kasus ini,
melainkan proses penyembuhan,
melalui tindakan kreatif. Karya seni
yang dihasilkan juga dapat
menawarkan wawasan tentang
masalah yang dialami oleh subjek
dan dapat menyarankan
pendekatan yang sesuai untuk
digunakan dalam bentuk terapi
kejiwaan yang lebih
konvensional.[31]
8. Seni untuk propaganda, atau
komersialisme. Seni sering
digunakan sebagai bentuk
propaganda, dan dengan demikian
dapat digunakan untuk secara halus
mempengaruhi konsepsi atau
suasana hati yang populer. Dengan
cara yang sama, seni yang mencoba
menjual produk juga memengaruhi
suasana hati dan emosi. Dalam
kedua kasus tersebut, tujuan seni di
sini adalah untuk secara halus
memanipulasi pemirsa menjadi
respons emosional atau psikologis
tertentu terhadap gagasan atau
objek tertentu.[32]
9. Seni sebagai indikator kebugaran.
Telah dikemukakan bahwa
kemampuan otak manusia jauh
melebihi apa yang dibutuhkan untuk
bertahan hidup di lingkungan
leluhur. Salah satu penjelasan
psikologi evolusioner untuk ini
adalah bahwa otak manusia dan
sifat-sifat terkait (seperti
kemampuan artistik dan kreativitas)
adalah padanan manusia untuk ekor
burung merak. Tujuan dari ekor
merak jantan yang luar biasa adalah
untuk menarik perhatian betina.
Menurut teori ini, penggarapan seni
yang unggul itu secara evolusioner
penting karena untuk menarik
perhatian pasangan.[33]

Fungsi seni yang dijelaskan di atas tidak


saling berdiri sendiri-sendiri, karena
banyak dari mereka mungkin tumpang
tindih. Misalnya, seni untuk tujuan
hiburan juga dapat berupaya untuk
menjual suatu produk, yaitu film atau
permainan video.

Sarana dan bahan


Dalam sejarah umat manusia, seni telah
diungkapkan melalui sarana dan bahan
yang beragam, mulai dari arang, kapur,
batu, kayu, cat hingga teknologi terkini
seperti media digital. Seniman-seniman
purbakala memanfaatkan bahan-bahan
sederhana seperti tulang, kayu dan batu
untuk menciptakan suatu gambar atau
rancangan. Lambat laun, media seni
bergeser menjadi tanah liat yang
dibentuk dan dibakar, kemudian
menemukan teknik penempaan dan
pengecoran untuk menciptakan alat-alat
berbahan logam. Di sisi lain, para pelukis
menjelajah lingkungan sekitarnya untuk
menemukan bahan-bahan berpigmen,
seperti kapur, arang, beri-berian,
krustasea dan mineral tertentu yang
disarikan dari tanah. Cat tempera yang
terbuat dari telur adalah bahan yang
populer hingga abad ke-15 sebelum
akhirnya tergantantikan oleh cat minyak.
Cat minyak dan cat air menguasai
bentang seni lukis hingga 1940-an
tatkala cat akrilik ditemukan. Pada abad
ke-20, seniman kemudian mencoba
menggabungkan berbagai media, alat
dan bahan untuk menciptakan karya seni
yang menantang konsepsi manusia
tentang dunianya dan estetika seni.[34]

Gambar

Menggambar adalah ungkapan seni yang


paling gegas. Sebelum Renaisans,
menggambar tidaklah dianggap sebagai
sebentuk seni, melainkan hanya sebatas
tahap persiapan dari penciptaan karya
seni yang sesungguhnya. Cennino
Cennini, misalnya, melihat kegiatan
menggambar sebagai "pelengkung
kemenangan" menuju lukisan. Seniman
yang masyhur memanfaatkan kegiatan
menggambar sebagai sarana
pengungkapan independen adalah
Leonardo da Vinci dan Michaelangelo.[34]

Metalpoin dan kapur di atas kertas. Gambar-latihan kepala oleh Leornardo da Vinci.

Beberapa bahan untuk menggambar


yang dikenali dalam sejarah yakni:

Arang. Arang adalah salah satu bahan


tertua yang dikenali dalam dunia seni
dan masih jamak digunakan hingga
saat ini. Arang untuk penggunaan seni
biasanya dipakai pelukis untuk melukis
gambaran dasar lukisan mereka. Hal
ini dipilih karena goresan arang mudah
ditimpa dengan cat tanpa
mempengaruhi mutu warna cat di
atasnya. Seniman Dylan Eakin
menggunakan arang untuk
memperhalus hasil lukisannya.[35]
Kapur. Kapur putih mulanya digunakan
untuk menambahkan sorotan pada
sarana gambar lain dan sangat
mangkus jika diterapkan pada kertas
berwarna. Pigmen seperti besi oksida
dimasukkan ke dalam kapur untuk
menghasilkan ciri khas lukisan-lukisan
Abas Renaisans yang menggunakan
kapur merah. Saat ini kapur telah
diproduksi dalam pancawarna yang
lengkap. Kapur putih juga merupakan
bahan yang digunakan dalam teknik
Gouache.[36] Teknik Gouache adalah
seni lukis hasil perpaduan antara cat
air dan akrilik.[37]
Pastel. Pastel terbuat dari campuran
gum alami dan bubuk pigmen. Bahan
ini populer pada abad ke-18 di
kalangan seniman potret. Pastel
lembut dapat menghasilkan lukisan
dengan pembauran warna yang halus
dan cerah. Sementara itu, pastel keras
lebih cocok digunakan untuk
menggambar. Beberapa jenis pastel
diantaranya adalah pastel kering,
pastel minyak atau lilin.[38]
Pena dan tinta. Pena sering digunakan
sebagai pengganti kuas yang mampu
menggoreskan garis dengan baik.
Keutamaan dari tinta di atas kertas
kering adalah kemampuannya untuk
menghasilkan garis secara tepat dan
permanen. Dalam sejarahnya, tinta
dibuat dari beragam bahan, seperti
karbon, serangga, cumi-cumi hingga
krustasea. Tinta yang larut dalam air
cenderung lebih mudah pudar
dibandingkan dengan tinta yang tahan
air. beberapa jenis pulpen yang biasa
digunakan dalam seni adalah felt-tip
pen, marker pen, dan rollerball pen.[39]

Pensil. Bagian hitam dari pensil


sesungguhnya terbuat dari sebentuk
karbon bernama grafit. Pada abad ke-
16 dan 17, satu-satunya tambang
padatan grafit hanya berada di
kawasan Borrowdale, Danau District,
Britania Raya. Barulah pada
penghujung abad ke-18, orang
Perancis mulai membuat pensil yang
kita kenal hari ini dengan
mencampurkan grafit nirbentuk
bertekstur gembur dengan tanah liat.
Saat ini, istilah pensil melingkupi
beberapa material sekaligus, termasuk
yang terbuat dari pampatan arang,
kapur, atau lilin yang dapat dibungkus
dengan lapisan kayu sehingga tampak
seperti pensil pada umumnya.
Lukis

Fresko sosok Yesaya di Kapel Sistina oleh Michaelangelo

Semua cat membutuhkan bahan


perantara yang dapat mengikat pigmen
secara kuat sehingga dapat diterapkan
pada pelbagai bidang lukis, seperti
tembok, kayu, kulit, kertas, atau kanvas.
Bentuk cat awal dibuat dengan mengikat
pigmen menggunakan semacam lem
berbasis air yang dibuat dari kulit
binatang. Bahan perantara lainnya yang
mungkin juga digunakan meliputi karet
dan resin yang diambil dari pepohonan,
kuning dan putih telur, atau lilin lebah.
Dari abad ke-15 sampai 20, bahan
perantara cat utamanya dibuat dari
minyak nabati, khususnya minyak biji
flaks.[34]

Enkaustik. Lukisan enkaustik atau


lukisan lilin panas adalah sarana yang
tahan lama dan salah satu teknik
utama di Dunia Kuno, digunakan oleh
orang-orang Mesir, Yunani dan Romawi
untuk melukis pada panel dan tembok.
Kata enkaustik berasal dari bahasa
Yunani yang artinya "dibakar". Seniman
akan melukis menggunakan kuas dan
sudip ke bidang lukis. Setelah gambar
selesai, seniman akan menyalakan
obor dan memanaskan ulang lilin
supaya meresap ke bidang gambar.
Tempera. Tempera atau tempera telur
adalah sarana lukis yang
memanfaatkan telur kocok sebagai
cat. Pemanfaatan campuran putih telur
dengan cat disebut sebagai clarum
atau glair, populer di kalangan pelukis
iluminasi naskah abad pertengahan. Di
sisi lain, para pelukis memanfaatkan
campuran kuning telur dengan cat dan
disebut sebagai tempera telur.
Fresko. Fresko diambil dari bahasa
Italia yang artinya segar. Fresko adalah
metode lukis yang menerapkan
campuran pigmen dan air langsung
pada lapisan kapur-plester dinding
yang baru saja dilapiskan. Cairan cat
kemudian diserap lapisan plaster.
Ketika mengering, pigmen telah
menyatu dengan dinding tersebut.
Fresko sudah dikenal dalam
kebudayaan Minoa, Yunani Kuno dan
Romawi jauh sebelum digunakan oleh
Michaelangelo dan pelukis-pelukis lain
semasa Renaisans.
Cat minyak. Minyak nabati—utamanya
dari kenari, popi atau flaks—telah
digunakan sebagai bahan lukis sekian
masa sebelum Renaisans, tetapi lebih
banyak digunakan di Eropa bagian
utara daripada di Italia. Ialah Jan Van
Eyck, seorang pelukis Flandria yang
perigel, yang berhasil meyakinkan
orang-orang Venesia dan kemudian
orang-orang Italia dan Eropa pada
umumnya untuk beralih ke cat minyak
untuk lukisan kanvas, khususnya
lukisan potret, pada permulaan abad
ke-15. Keunggulan dari penggunaan
cat minyak terletak pada kekuatan dan
keluwesannya.
Cat air. Cat air atau akuarel adalah
sarana lukis yang menggunakan
pigmen dan pelarut air. Warna-warna
yang dihasilkan cat air bersifat
transparan sehingga membutuhkan
permukaan yang terang untuk
menciptakan kesan berpendar, seperti
kertas putih. Keahlian khusus dalam
memanfaatkan cat air berkembang
pesat pada abad ke-18 dan 19 di
Britania Raya, terkhusus karya-kaya J.
M. W. Turner. Contoh pelukis yang
lebih baru melingkupi Emil Nolde dan
Paul Klee yang berhasil
mendayagunakan sifat kemilau dan
kehalusan dari cat air.
Gouache. Gouache adalah sejenis cat
air yang dicampur dengan bahan putih,
seperti kapur, untuk menciptakan
warna-warna yang buram (tidak
tembus cahaya). Oleh karena itu,
gouache lebih cocok untuk lukisan
berlapis atau menciptakan lukisan-
lukisan yang memiliki rancangan tegas
dan berwarna datar.
Cat akrilik. Cat akrilik adalah cat yang
dibuat dari pigmen bercampur emulsi
polimer akrilik. Akrilik dikembangkan
pada tahun 1940-an dan dimanfaatkan
oleh banyak seniman modern atas
kecepatan keringnya dan
ketahanannya. Keunggulan cat akrilik
adalah sifatnya yang larut dalam air
ketika basah, tetapi cepat kering pada
permukaan yang tahan lama. Cat air
dapat digunakan pada penerapan
transparan selayaknya cat air ataupun
penerapan impasto yang tebal
selayaknya cat minyak. Pelopor
penggunaan sarana ini di antaranya
meliputi seniman mural kenamaan
berkebangsaan Meksiko Orozco dan
Siqueros.

Karya Juan Gris Le Petit Déjeuner "Sarapan" yang memanfaat potongan koran.

Kolase. Kolase adalah gabungan


bahan-bahan—cetak, kain, bahkan
benda padat—yang dipasang pada
suatu bidang untuk menciptakan
sebuah susunan. Praktikus kolase
awal adalah Picasso dan Braque yang
sering kali menempelkan potongan-
potongan kertas koran dan benda
lainnya pada lukisan kubisme mereka.
Seniman Jerman Kurt Schwitters
melakukan banyak hal untuk
mengembangkan penggunaan kolase
dengan memasukkan tiket bus dan
bahkan sampah jalanan pada susunan
puitisnya. Tokoh penting lainnya
adalah Max Ernst dan Joseph Cornell
yang memperluas pengertian kolase
hingga pada bentuk kotak trimatra.
Beberapa teknik yang masih bertalian
dengan kolase, yaitu di antaranya
dekupase dan dekolase.
Cetak

Bentuk paling kuno dari pembuatan kriya


cetak memanfaatkan teknik cetak tinggi,
di mana gambar tercipta dari
menempelkan kertas pada area yang
timbul yang sebelumnya telah dilapisi
tinta, contohnya seperti pada cukil kayu.
Sementara itu dalam teknik intaglio,
seperti gravir dan etsa, tinta mengisi area
yang turun pada papan cetak yang
kemudian akan menempel pada kertas.
Teknik cetak lainnya adalah cetak saring
dan cetak datar, teknik cetak yang
menggunakan permukaan datar, seperti
pada teknik cetak batu.[34]
Cukil kayu. Ketika teknologi
percetakan tersebar dari Jerman ke
seluruh Eropa pada penghujung abad
ke-15, cukil kayu juga turut tenar dan
digunakan secara luas. Untuk
membuat cukilan kayu diperlukan alat
pencukil berbentuk V yang mampu
menghilangkan area negatif pada
sebuah desain, membuat area positif
lebih tinggi yang siap untuk dilapisi
tinta. Salah satu seniman cukil kayu
paling berpengaruh ialah Albrecht
Dürer. Pada abad ke-18 dan 19,
seniman-seniman Jepang
menyempurnakan teknik cukil kayu
multiwarna yang memanfaatkan
percetakan berlapis dengan lapisan
terakhir berupa guratan garis gambar
berwarna hitam.
Gravir dan etsa. Gravir dan etsa adalah
teknik cetak dalam yang
memungkinkan mencetak garis yang
lebih halus, yang tidak dapat dilakukan
dengan teknik cukil kayu. Pada proses
gravir, alat berbentuk berlian bernama
burin digunakan untuk menggores
permukaan papan kayu seperti kayu
buxus atau papan berbahan logam
lunak seperti lempengan tembaga.
Berbeda dengan gravir, etsa
melibatkan proses kimiawi dalam
pembuatannya. Lempengan tembaga
mulanya dilapisi lilin tipis, yang disebut
dasaran etsa, yang akan bertahan
ketika direaksikan bersama asam.
Dasaran ini kemudian digores
menggunakan pena/jarum ukir untuk
menghasilkan gambar. Cairan asam
kemudian digunakan untuk mengikis
garis-garis yang tidak terlindungi lilin.
Litografi. Litografi adalah salah satu
teknik cetak datar yang memanfaatkan
daya tolak antara air dan minyak.
Proses ini ditemukan oleh Aloys
Senefelder, seorang dramawan
Bavaria, pada tahun 1798.
Cetak saring. Cetak saring atau secara
tradisional dikenal dengan istilah cetak
saring sutra (silkscreen printing) atau
serigrafi adalah teknik cetak yang
dikembangkan dari cetak stensil.
Teknik ini utamanya digunakan untuk
keperluan percetakan tekstil
komersial. Pada tahun 1930-an, teknik
cetak ini banyak digunakan khususnya
di Amerika Serikat untuk menghasilkan
iklan cetak, seperti poster, selebaran
dll.

Patung

Menciptakan patung adalah bentuk


ungkapan seni pertama dan paling
mudah ditemukan dalam berbagai
kebudayaan. Patung-patung paling purba
ditengarai diciptakan dengan mengubah
bentuk suatu benda yang ditemukan
menjadi sebentuk manusia atau hewan.
Seiring dengan perkembangan teknologi,
para seniman mulai menjelajah berbagai
kemungkinan dalam menciptakan
patung, mulai dari memahat tulang-
belulang, kayu, dan batu, hingga
menciptakan gerabah dan menemukan
teknik pengecoran logam. Berbeda
dengan patung-patung Romawi dan
Yunani yang masyhur dalam keadaan
yang sudah luntur, patung-patung Klasik
sesungguhnya jarang dibuat tanpa
warna. Pematung mewarnai patungnya
dengan pigmen dan batu berharga untuk
menghias atau meningkatkan realisme
dari karyanya.[34]
Perunggu. Menciptakan patung
dengan bahan perunggu adalah
teknologi rumit yang dikembangkan
secara mandiri di banyak kebudayaan,
mulai dari Amerika Selatan, Tiongkok
hingga Afrika Barat. Pengecoran
perunggu melibatkan proses
pembuatan cetakan/mal yang terbuat
dari tanah liat, lepa atau lilin.

Gendongan bayi suku Dayak Bahau yang memadukan ukiran kayu dengan kerang.
Kayu. Memahat/mengukir kayu
ditemukan di seluruh kebudayaan di
dunia. Akan tetapi peninggalan
berbahan kayu tidak banyak yang
bertahan hingga zaman modern
karena kelemahannya terhadap
pembusukan, kerusakan akibat
serangga atau kebakaran. Memahat
kayu membutuhkan kemampuan
membaca galur kayu. Karya pahatan
kayu dapat berupa patung atau figurin,
ukiran sebagai hiasan, atau benda lain
yang terbuat dari kayu.
Batu. Masyarakat prasejarah membuat
patung batu mungil, seperti Venus dari
Willendorf, sebelum belajar membuat
patung besar yang bisa berdiri. Budaya
Yunani mempelajari cara membuat
patung yang dapat berdiri sendiri dari
budaya Mesir yang sebelumnya sudah
mampu menciptakan patung-patung
kouros. Lambat laun mereka semakin
mengembangkan seni memahat batu
hingga sampai pada tingkatan
naturalisme yang menakjubkan.

Kontemporer

Banyak karya seni kontemporer


bertujuan untuk mematahkan ekspektasi
pemirsanya tentang kesenian dan
kehidupan, sering kali dalam semangat
parodi atau pastise. Demi mengejar
keaslian dalam berkarya, seniman-
seniman kiwari telah menjelajah
bermacam ragam sarana dan bahan
yang terbayangkan, mulai dari fotografi,
papan neon, film hingga video.[34]

Fotografi. Fotografi berangsur-angsur


berkembang dari bentuk purbanya,
kamera obscura. Mulanya fotografi
dianggap sebagai bagian seni yang
kurang penting. Akan tetapi ada abad
ke-20, berkat perkembangan fotografi
jurnalistik dan fotografi bentang
pandang, fotografi telah mendapatkan
status yang lebih tinggi.
Seni video. Seni video berkembang
dari film seni yang ditangkap
menggunakan format 16-mm dan 8-
mm, khususnya karya studio The
Factory milik Andy Warhol pada 1960-
an. Penemuan teknologi video
membuka kesempatan baru bagi para
seniman dengan pemutaran instan dan
pengeditan dalam kamera.
Seni instalasi. Tokoh seni instalasi
dapat berbentuk banyak ragam dan
menggunakan seluruh bahan.
Seni bumi. Seni bumi adalah suatu
gerakan seni yang timbul pada kisaran
1960-an dan 1970-an di Amerika
Serikat dan Inggris. Seniman
menggunakan material bumi seperti
tanah, pasir, dan batu, untuk
menciptakan karya seninya. Dalam
penciptaan karya seni bumi, fotografi
memegang peran penting karena
menjadi satu-satunya sarana untuk
mengawetkan seni bumi dalam bentuk
visual sebelum karya tersebut
berangsur-angsur menghilang secara
alami.

Keterjangkauan
Semenjak dahulu kala, karya-karya seni
terbaik sengaja dihadirkan untuk
menunjukkan kekayaan dan kekuasaan.
Karya seni ini sering kali diciptakan
dengan menggunakan bahan-bahan
berskala besar dan mahal. Banyak karya
seni dipesan oleh penguasa politik atau
lembaga agama, dengan versinya yang
lebih sederhana untuk golongan papan
atas dalam masyarakat.[40]

Versailles: Louis Le Vau membuka lapangan dalam untuk menciptakan kesan jalan masuk yang banglas, cour
d'honneur, yang kemudian ditiru di berbagai penjuru Eropa.

Biarpun demikian, terdapat banyak


periode dalam sejarah ketika seni
bermutu tinggi tersedia, dalam artian
kepemilikan, bagi banyak kalangan
dalam masyarakat, terutama dengan
media berbahan murah seperti tembikar,
yang bertahan di dalam tanah, dan media
yang mudah rusak seperti kain dan kayu.
Pada banyak kebudayaan yang berbeda-
beda, keramik orang asli Amerika
ditemukan dalam banyak makam yang
membuktikan bahwa benda semacam itu
tidak terbatas pada golongan elit,[41]
meskipun bentuk karya seni lainnya
mungkin terbatas pada kalangan
tertentu. Tata cara pembuatan seperti
cetakan memungkinkan produksi jumlah
besar menjadi lebih mudah dilakukan,
dan hal semacam itu digunakan untuk
menyediakan tembikar Romawi Kuno
dan figurin Tanagra Yunani yang bermutu
tinggi ke pasar yang luas. Segel silinder
yang memiliki fungsi praktis dan artistik,
digunakan secara luas pada kalangan
yang kita sebut sebagai kelas menengah
di Timur Dekat Kuno.[42] Ketika uang
logam telah dipergunakan secara luas,
hal ini juga berarti bahwa uang logam
telah menjadi sebentuk seni yang telah
menjangkau masyarakat yang paling
luas.[43]

Inovasi penting lainnya terjadi pada abad


ke-15 di Eropa, ketika karya seni cetak
mulai dibuat dari cukilan kayu kecil yang
umumnya bertema keagamaan. Hasil
seni cetak ini sering kali berukuran
sangat kecil dan diwarnai secara manual,
dan bahkan terjangkau bagi kalangan
buruh tani. Mereka menempelkan seni
cetak tersebut ke dinding rumah mereka.
Sementara itu, pada mulanya buku cetak
begitu mahal, tetapi harganya terus turun
hingga abad ke-19 yang bahkan kalangan
berekonomi rendah dapat membeli
ilustrasi cetak.[44] Berbagai macam hasil
cetak populer telah menghiasi rumah
dan tempat-tempat lainnya selama
berabad-abad.[45]

Pada tahun 1661, Kota Basel di Swiss


membuka museum seni untuk umum
pertama di dunia, yaitu Museum Seni
Rupa Basel. Saat ini, koleksinya
merentang luas dari permulaan abad ke-
15 hingga karya seni mutakhir.
Koleksinya yang beraneka ragam
membuat museum ini menjadi salah satu
museum seni terpenting di dunia.
Sejumlah koleksinya meliputi lukisan dan
gambar dari seniman-seniman wilayah
Rhein Atas antara tahun 1400 dan 1600,
serta juga karya seni dari abad ke-19
hingga 21.[46]

Bangunan dan tugu publik, baik yang


sekuler maupun yang religius, secara
alami menganggap keseluruhan
masyarakat dan pengunjung sebagai
penonton, sehingga kenampakannya
pada khalayak umum merupakan suatu
faktor penting dalam perancangannya.
Kuil-kuil Mesir yang paling besar dan
paling mewah biasanya ditempatkan
pada lokasi yang bisa dilihat oleh
masyarakat umum, bukan tempat
tersembunyi yang hanya bisa dilihat oleh
kalangan tertentu.[47] Banyak kawasan
dalam istana dan puri kerajaan atau
rumah kalangan elite bisa dikunjungi
masyarakat umum. Koleksi karya seni
kerajaan atau kalangan elite juga dapat
dilihat oleh semua orang, dengan atau
tanpa biaya masuk. Sebagian juga
memiliki kode busana tertentu tanpa
membeda-bedakan siapa mereka, seperti
di Istana Versailles di mana aksesori
tambahan yang sesuai (gesper sepatu
perak dan pedang) dapat disewa dari
toko di luar.[48]
Pembuatan batik cap yang lebih cepat daripada batik tulis.

Di Indonesia, batik merupakan contoh


karya seni yang mulanya terbatas pada
kalangan tertentu tetapi kemudian
menjadi tersedia untuk masyarakat luas.
Batik awalnya hanya dikerjakan dengan
tangan sehingga hanya tersedia dalam
jumlah yang sedikit dan harganya tidak
terjangkau. Pada 1840-an, batik dengan
teknik cap diperkenalkan dan berhasil
mempercepat produksi batik. Selembar
kain batik tulis umumnya diselesaikan
dalam waktu 2-3 bulan, tetapi dengan
teknik cap dapat diselesaikan hanya
dalam 2-3 hari saja.[49] Pada 1960-an,
teknologi cetak untuk batik
diperkenalkan. Sejak saat itu, harga kain
batik menjadi jauh lebih murah dari yang
sebelumnya dikerjakan menggunakan
tangan. Batik juga mampu diproduksi
secara massal dalam waktu yang
singkat. Oleh sebab itu, batik lantas
berhasil menjangkau beragam lapisan
dalam masyarakat.[50]

Cabang-cabang seni
Umumnya seni dibagi menjadi dua
cabang besar, yakni seni murni (fine art)
dan seni terapan (applied art). Seni rupa
murni tidak memperhatikan unsur
praktis. Karya seni rupa murni adalah
ungkapan daya cipta pembuatnya.
Cabang-cabang seni rupa murni di
antaranya adalah:[51]

Seni Lukis
Seni Grafis
Seni Patung
Seni Keramik
Seni Pertunjukan
Musik
Desain perabotan kursi di Museum Desain Copenhagen

Sementara itu, seni rupa terapan


merupakan cabang seni yang
memperhatikan nilai kepraktisan atau
kegunaan dari karya seni.[52] Seni rupa
terapan sering kali disebut juga dengan
desain. Cabang-cabang seni rupa
terapan antara lain adalah sebagai
berikut:

Desain Produk
Desain Grafis atau Desain Komunikasi
Visual
Arsitektur
Desain Interior
Tata busana
Kerajinan
Desain industri
Kaligrafi
Desain otomotif

Gerakan-gerakan seni
Gerakan/aliran seni dan sastra secara
lintas sejarah antara lain adalah sebagai
berikut:

Asal Barat
Romanesque
Gotik
Mannerisme
Barok
Rokoko
Klasisisme
Klasisisme Weimar
Sentimentalisme
Romantisisme
Musik romantik
Romantisisme Jerman
Neo-romantisisme
Akademisme
Realisme
Naturalisme
Realisme sosialis
Realisme magis
Pra-Raphaelite
Impresionisme
Dekaden
Simbolisme
Modernisme
Art Nouveau
Gerakan seni dan kriya
Pascaimpresionisme
Fauvisme
Kubisme
Primitivisme
Ekspresionisme
Die Brücke
Der Blaue Reiter
Avant-garde
Dadaisme
Futurisme
Kubofuturisme
Imagisme
Imaginisme
Konstruktivisme
Seni abstrak
Orfisme
Suprematisme
Neoplastisisme
De Stijl
Funksionalisme
Bauhaus
Ekspresionisme abstrak
Purisme
Surealisme
Art Deco
Minimalisme
Pop art
Plakatstil
Pascamodernisme
Seni siborg
Asal Timur

Polemik
Seni dalam perjalanan sejarahnya sering
kali menuai kontroversi, yakni dalam
bentuk tidak disukai oleh sejumlah pihak
yang melihatnya karena berbagai alasan,
meskipun sebagian besar kontroversi
pra-modern direkam secara samar, atau
sama sekali hilang dari pengetahuan
modern. Salah satu bentuk kebencian
dan penghancuran terhadap seni adalah
ikonoklasme. Banyak hal yang dapat
melatarbelakangi ikonoklasme, termasuk
salah satunya adalah agama. Sementara
itu, anikonisme adalah ketidaksukaan
secara umum terhadap semua gambar
figuratif, atau sering kali hanya yang
bersifat religius. Anikonisme dapat
ditemui di banyak agama besar. Dalam
Seni Islam, penggambaran Muhammad
dianggap sebagai hal yang kontroversial.
Sebagian karya seni lainnya tidak disukai
semata-mata karena menggambarkan
atau mewakili penguasa atau pihak yang
tidak disegani atau menggambarkan
kelompok lain. Kesepakatan tentang
nilai-nilai artistik sering kali bersifat
konservatif dan dianggap sangat serius
oleh para kritikus seni, meskipun sering
kali tidak dipandang demikian oleh
masyarakat umum. Muatan ikonografi
seni dapat menimbulkan kontroversi,
seperti penggambaran baru Bunda Maria
Jatuh Pingsan dalam adegan Penyaliban
Yesus. Pengadilan Terakhir oleh
Michelangelo juga dianggap
kontroversial karena berbagai alasan,
termasuk pelanggaran kesopanan dalam
bentuk ketelanjangan dan pose Kristus
yang tampak seperti Apollo.[53][54]
Lihat pula
Wikiquote memiliki koleksi kutipan
yang berkaitan dengan: Seni.
Wikimedia Commons memiliki media
mengenai Seni.
Estetika
Musik
Sastra
Seni rupa
Seni pertunjukan
Seni tradisional
Seni kontemporer
Permainan video sebagai bentuk seni

Referensi
1. "Hasil Pencarian - KBBI Daring" (https://kb
bi.kemdikbud.go.id/entri/seni) .
kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal
2018-10-29.

2. "art | Definition of art in English by Oxford


Dictionaries" (https://web.archive.org/we
b/20160901233826/http://www.oxforddic
tionaries.com/definition/english/art) .
Oxford Dictionaries | English. Diarsipkan
dari versi asli (http://www.oxforddictionari
es.com/definition/english/art) tanggal
2016-09-01. Diakses tanggal 2018-10-29.

3. "Definition of ART" (https://www.merriam-


webster.com/dictionary/art) .
www.merriam-webster.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal
2018-10-29.
4. "Indonesian Art & Culture Community |
Ada apa dengan istilah seniman?" (http
s://indonesianartculture.org/archive/Ada-
apa-dengan-istilah-seniman-.html) .
indonesianartculture.org. Diakses tanggal
2018-10-27.
5. Yusa, I. Made Marthana (2016-03-31).
SINERGI SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI:
DALAM PROSES BERKARYA KREATIF DI
DUNIA TEKNOLOGI INFORMASI (https://b
ooks.google.co.id/books?id=R50wDwAA
QBAJ&pg=PA12&lpg=PA12&dq=seni+dari
+kata+sani&source=bl&ots=PYvQbE-Nnm
&sig=wbtmpDdou6CujhTqPNMLsgnM6Bg
&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwivsqTDt6beA
hVLq48KHX5jCYw4ChDoATACegQICBAB
#v=onepage&q=seni%20dari%20kata%20
sani&f=false) . Stimik Stikom Indonesia.
ISBN 9786027066502.
6. Susanto, Sophia (April 2012) The
Problematic Rupture of ‘Gerakan Seni
Rupa Baru’: The Indonesian New Art
Movement of the 1970s. Hal. 22-23.
http://archive.ivaa-
online.org/files/uploads/texts/20120400
%20The%20Problematic%20Rupture%20o
f%20GSRB.pdf

7. Sudjoko dalam Sachari, Agus (1986) Seni,


Desain dan Teknologi. Bandung: Penerbit
Pustaka. Hal.75
8. World, Denny JA's. "Denny JA's World :
Wawancara saya dengan saya - Jim
Supangkat" (https://web.archive.org/web/
20181028225609/http://dennyjaworld.co
m/polemik-melegenda/inset/396) .
Denny JA's World. Diarsipkan dari versi
asli (http://dennyjaworld.com/polemik-me
legenda/inset/396) tanggal 2018-10-28.
Diakses tanggal 2018-10-28.

9. Supangkat, Jim (2006). Ikatan silang


budaya: seni serat Biranul Anas (https://b
ooks.google.co.id/books?id=4GBZSC-tLGI
C&pg=PT49&dq=istilah+seni&hl=id&sa=X
&ved=0ahUKEwjS7b_zxKneAhWDYysKHcI
CBnwQ6AEILTAB#v=onepage&q=istilah%
20seni&f=false) . Kepustakaan Populer
Gramedia. ISBN 9789799100597.
10. "ideology" (http://mbewthea.angelfire.co
m/ideology.html) .
mbewthea.angelfire.com. Diakses tanggal
2018-10-29.

11. "Hyphen—» Seniman atau "seniman"? (11


September-2 Oktober 2011)" (http://hyphe
n.web.id/seniman-atau-seniman-11-septe
mber-2-oktober-2011/) . hyphen.web.id.
Diakses tanggal 2018-10-28.
12. Sudjojono, S. (2017-06-12). Cerita
Tentang Saya dan Orang-orang Sekitar
Saya (https://books.google.co.id/books?i
d=didIDwAAQBAJ&pg=PA66&lpg=PA66&d
q=ki+mangun+sarkoro+istilah+seni&sour
ce=bl&ots=lp-soTPiyb&sig=g8tgeC3QLFM
nFcsHgNDQbD2HDaQ&hl=id&sa=X&ved=
2ahUKEwib8vC4xKneAhXJQo8KHQqjBgg
Q6AEwBXoECAgQAQ#v=onepage&q=istil
ah%20seni&f=false) . Kepustakaan
Populer Gramedia. ISBN 9786024243074.

13. Matthew; Thierry Lenain; Hubert Locher


(22 Juni 2012). Art History and Visual
Studies in Europe: Transnational
Discourses and National Frameworks.
BRILL. pp. 222–223. ISBN 978-90-04-
21877-2. Diakses 23 June 2018.
14. Cyranoski, David (2014-10-08). "World's
oldest art found in Indonesian cave" (http
s://www.nature.com/news/world-s-oldest
-art-found-in-indonesian-cave-1.16100) .
Nature (dalam bahasa Inggris).
doi:10.1038/nature.2014.16100 (https://d
oi.org/10.1038%2Fnature.2014.16100) .
ISSN 1476-4687 (https://www.worldcat.or
g/issn/1476-4687) .

15. "Gambar Hewan Tertua Dari 40 Ribu


Tahun Lalu Ditemukan di Kalimantan -
Nationalgeographic.grid.id" (http://nation
algeographic.grid.id/read/13993888/gam
bar-hewan-tertua-dari-40-ribu-tahun-lalu-di
temukan-di-kalimantan?fbclid=IwAR2Gt_v
MbNWxbig5Gg34UKTMC3eGEQZYel6Xec
SMaRJO_DszQSSAtf7HKV4) . 2018-11-
08. Diakses tanggal 2018-11-09.
16. Radford, Tim (2004-04-16). "World's
oldest jewellery found in cave" (https://w
ww.theguardian.com/world/2004/apr/16/
artsandhumanities.arts) . the Guardian
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2018-11-02.

17. Brahic, Catherine. "Shell 'art' made


300,000 years before humans evolved" (ht
tps://www.newscientist.com/article/mg2
2429983-200-shell-art-made-300000-year
s-before-humans-evolved/) . New
Scientist (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2018-11-02.

18. Gombrich, p.83, pp.75-115 pp.132-141,


pp.147-155, p.163, p.627.

19. Gombrich, pp.86-89, pp.135-141, p.143,


p.179, p.185.
20. Tom Nichols (1 Desember 2012).
Renaissance Art: A Beginner's Guide.
Oneworld Publications. ISBN 978-1-
78074-178-9.

21. Gombrich, hal. 127-128


22. Gombrich, hal. 634-635
23. William Watson (1995). The Arts of China
900-1620. Yale University Press. ISBN
978-0-300-09835-8.

24. Gombrich, hal.155, hal.530.


25. Colin Moore (6 August 2010). Propaganda
Prints: A History of Art in the Service of
Social and Political Change. A&C Black. p.
76. ISBN 978-1-4081-0591-7.

26. Gombrich, hal. 394-395, hal. 519-527, hal.


573-575.
27. "The Age of Enlightenment An Anthology
Prepared for the Enlightenment Book
Club" (PDF) [1] (http://www.rosenfels.org/
The_Age_Of_Enlightenment_Anthology.pd
f) . hal. 1–45. 26 Mei 2018.

28. The New York Times Book Review. 1 (http


s://books.google.co.id/books?id=vwEjAQ
AAMAAJ&redir_esc=y) , 84. New York
Times Company. 1979. hal. 30.

29. Schiuma, Giovanni (2011-05-19). The


Value of Arts for Business (https://books.
google.co.id/books?id=9wyboE8aWDcC&r
edir_esc=y) (dalam bahasa Inggris).
Cambridge University Press.
ISBN 9781139496650.
30. Resources, Management Association,
Information (2014-06-30). Digital Arts and
Entertainment: Concepts, Methodologies,
Tools, and Applications: Concepts,
Methodologies, Tools, and Applications (h
ttps://books.google.co.id/books?id=1BaX
BQAAQBAJ&redir_esc=y) (dalam bahasa
Inggris). IGI Global.
ISBN 9781466661158.

31. Hogan, Susan (2001). Healing Arts: The


History of Art Therapy (https://books.goo
gle.co.id/books?id=vzUuna6LPBIC&redir_
esc=y) (dalam bahasa Inggris). Jessica
Kingsley Publishers.
ISBN 9781853027994.
32. Barthes, Roland (1993). Mythologies (http
s://books.google.co.id/books?id=wsGDVd
YoRA4C&dq=mythologies+barthes&hl=id
&sa=X&ved=0ahUKEwj2q-fszqTgAhVFsY8
KHT7gDfcQ6AEIKDAA) (dalam bahasa
Inggris). Vintage. ISBN 9780099972204.

33. Dutton, Denis. 2003. "Aesthetics and


Evolutionary Psychology" dalam The
Oxford Handbook for Aesthetics. Oxford
University Press.

34. "Art | Oil Painting | Paintings" (https://web.


archive.org/web/20200914181145/http
s://www.scribd.com/doc/29318344/Art) .
Scribd. Diarsipkan dari versi asli (https://
www.scribd.com/doc/29318344/Art)
tanggal 2020-09-14. Diakses tanggal
2020-03-28.
35. Liputan6.com (2019-10-10). "Seniman Ini
Bikin Lukisan dari Arang, 6 Karyanya
Menakjubkan" (https://hot.liputan6.com/r
ead/4082947/seniman-ini-bikin-lukisan-d
ari-arang-6-karyanya-menakjubkan) .
liputan6.com. Diakses tanggal
2020-09-04.

36. "Berbagai Jenis Teknik dan Gaya Lukisan


serta Perbedaannya" (https://web.archive.
org/web/20201028222305/https://intens
elynews.com/berbagai-jenis-teknik-dan-g
aya-lukisan-serta-perbedaannya/) .
Intensely News. 2020-02-05. Diarsipkan
dari versi asli (http://intenselynews.com/b
erbagai-jenis-teknik-dan-gaya-lukisan-sert
a-perbedaannya/) tanggal 2020-10-28.
Diakses tanggal 2020-09-04.
37. Times, I. D. N.; Silawati, Dwi Ayu. "7 Tips
Melukis dengan Media Cat Gouache
untuk Pemula" (https://www.idntimes.co
m/life/diy/dwi-ayu-silawati/melukis-deng
an-media-cat-gouache-c1c2) . IDN Times.
Diakses tanggal 2020-09-04.

38. "Inilah Metode Melukis Dengan Pastel


Warna | Superprof" (https://www.superpro
f.co.id/blog/melukis-dengan-pastel/) .
www.superprof.co.id. Diakses tanggal
2020-09-04.

39. "Tips Menggambar Dengan Menggunakan


Pulpen | Superprof" (https://www.superpr
of.co.id/blog/cara-gambar-memakai-pulp
en/) . www.superprof.co.id. Diakses
tanggal 2020-09-04.

40. Gilbert, Kuhn pp. 161–165


41. "Ceramics of the Indigenous Peoples of
South America: Studies of Production and
Exchange using INAA" (https://core.tdar.o
rg/collection/58128/ceramics-of-the-indig
enous-peoples-of-south-america-studies-
of-production-and-exchange-using-inaa) .
core.tdar.org (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 28 May 2018.

42. Barbara Ann Kipfer (30 April 2000).


Encyclopedic Dictionary of Archaeology
(https://books.google.com/books?id=Xne
TstDbcC0C) . Springer Science &
Business Media. hlm. 264. ISBN 978-0-
306-46158-3.

43. Ancient Coins as Works of Art (https://bo


oks.google.com/books?id=34jbjgEACAA
J) . Museum Haaretz. 1960. Diakses
tanggal 28 May 2018.
44. George Hugo Tucker (2000). Forms of the
"medieval" in the "Renaissance": A
Multidisciplinary Exploration of a Cultural
Continuum (https://books.google.com/bo
oks?id=zfbNzcqgYM4C) . Rookwood
Press. hlm. 148. ISBN 978-1-886365-20-9.

45. Antony Griffiths (1996). Prints and


Printmaking: An Introduction to the
History and Techniques (https://archive.
org/details/printsprintmakin00grif) .
University of California Press. hlm. 149 (ht
tps://archive.org/details/printsprintmakin
00grif/page/149) . ISBN 978-0-520-
20714-1.
46. "Salinan arsip" (https://web.archive.org/w
eb/20170924045331/https://unigeschicht
e.unibas.ch/lokal-global/das-verhaeltnis-z
u-politik-und-gesellschaft/kooperationen-i
n-der-stadt/museen-startseite.html) .
Diarsipkan dari versi asli (https://unigesch
ichte.unibas.ch/lokal-global/das-verhaeltn
is-zu-politik-und-gesellschaft/kooperation
en-in-der-stadt/museen-startseite.html)
tanggal 2017-09-24. Diakses tanggal
2020-09-17.

47. Győző Vörös (2007). Egyptian Temple


Architecture: 100 Years of Hungarian
Excavations in Egypt, 1907–2007 (https://
books.google.com/books?id=StEyE9jkMH
EC) . American Univ in Cairo Press.
hlm. 140. ISBN 978-963-662-084-4.
48. Adam Waldie (1839). The Select
Circulating Library (https://books.google.c
om/books?id=cBs7AQAAIAAJ) . A.
Waldie. hlm. 367.

49. Iswara,dkk, Helen (2011-06-01). Batik


Pesisir Pusaka Indonesia (https://books.g
oogle.co.id/books?id=VihIDwAAQBAJ&pg
=PA252&dq=batik+cap+diperkenalkan+ta
hun&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi4ivPHp_
PrAhUljuYKHd_YDGEQ6AEwAHoECAAQA
g#v=onepage&q=batik%20cap%20diperke
nalkan%20tahun&f=false) . Kepustakaan
Populer Gramedia. ISBN 978-979-9103-
38-3.
50. Publishing, TEMPO (2020-01-01). Batik
Tradisional - Mempertahankan Warisan
Leluhur (https://books.google.co.id/book
s?id=O5jTDwAAQBAJ&pg=PA53&dq=bati
k+printing+tahun&hl=id&sa=X&ved=2ahU
KEwjrmqSspfPrAhUIXSsKHQNACuEQ6AE
wAnoECAIQAg#v=onepage&q=batik%20p
rinting%20tahun&f=false) . Tempo
Publishing. ISBN 978-623-262-130-5.

51. Seni dan Budaya (https://books.google.c


o.id/books?id=oyBkVHuQWyIC&pg=PA15
&dq=Cabang+seni&hl=id&sa=X&ved=0ah
UKEwi2rdiqqKveAhXBKY8KHYcJCKAQ6A
EIKzAB#v=onepage&q=Cabang%20seni&f
=false) . PT Grafindo Media Pratama.
ISBN 9789797583699.
52. "Cara Membedakan Seni Rupa Murni dan
Terapan" (https://www.kompas.com/skol
a/read/2020/08/27/061500169/cara-me
mbedakan-karya-seni-rupa-murni-dan-seni
-rupa-terapan) .

53. Maureen McCue (2016). British


Romanticism and the Reception of Italian
Old Master Art, 1793–1840 (https://book
s.google.com/books?id=xW43DAAAQBA
J) . Taylor & Francis. ISBN 978-1-317-
17148-5.

54. Angela K. Nickerson (2010). A Journey


into Michelangelo's Rome (https://books.
google.com/books?id=5hnJaIh36eoC) .
ReadHowYouWant.com. hlm. 182.
ISBN 978-1-4587-8547-3.

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Seni&oldid=23070609"

Halaman ini terakhir diubah pada 5 Maret 2023,


pukul 04.33. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai