Anda di halaman 1dari 2

Pengertian seni dalam bahasa Indonesia memiliki riwayat peristilahannya sendiri yang tidak

sederhana, baik dipandang dari segi terminologis maupun etimologisnya. Hal ini mulanya
disebabkan oleh ketiadaan padanan istilah yang pas dalam bahasa Indonesia/Melayu untuk
konsep art dalam bahasa Inggris atau kunst dalam bahasa Belanda.

Asal kata[sunting | sunting sumber]


Terdapat beberapa teori yang beredar mengenai asal mula kata seni, di antaranya adalah:

 Kata seni dari bahasa Melayu Riau (Sungai Rokan) sonik yang berasal dari kata 'so' atau 'se'
artinya adalah 'satu', berasal dari bahasa Sanskerta 'swa' (satu), yang digabung dengan kata
'nik' yang artinya sesuatu yang sangat kecil atau halus. Kata sonik/sonit/seni berarti suatu yang
halus bentuk rupa maupun sifatnya.[4]
 Kata seni dari bahasa Sansekerta sani yang artinya persembahan, pelayanan dan
pemberian yang tulus.[5]
 Kata seni dari bahasa Belanda genie yang artinya kemampuan luar biasa yang dibawa sejak
lahir,[5] seperti makna ketiga kata seni dalam KBBI yang berarti genius. [1]
Meskipun demikian, kata seni (bahasa Inggris: art) ditengarai merupakan neologisme yang
memanfaatkan kata seni (dalam artian kecil) yang telah ada dalam bahasa Melayu umum. Teori-
teori di atas kemungkinan hanya rekaan atau anggapan baru.

Sejarah dan polemik[sunting | sunting sumber]


Terdapat permasalahan alih bahasa ketika bahasa Indonesia terpapar konsep-konsep Barat, seperti
apa yang kita sebut sekarang sebagai seni, walaupun gejala kesenian telah ada sebelumnya dan
istilah padanannya dapat digali dari kosakata lokal, seperti kata kagunan dalam bahasa
Jawa dan kabinangkitan dalam bahasa Sunda. Memadankan kata seni
untuk art atau kunst sesungguhnya terdengar sangat ganjil karena sampai abad ke-19, kata seni
hanya sering digunakan pada konteks air seni yang merupakan penghalusan istilah untuk kencing.
[6]
 Sedangkan contoh penggunaan kata seni untuk menyebut sesuatu kecil/lembut pada konteks
lainnya tidak banyak ditemukan.
Sebelum istilah seni populer seperti sekarang, istilah kunst dalam kamus Belanda-Melayu (Klinkert
atau Mayer atau Badings yang terbit pada penghujung abad ke-19 atau permulaan abad ke-20)
diterjemahkan menjadi hikmat, ilmu, pengetahuan, kepandaian dan ketukangan.[7] Kamus Umum
Bahasa Indonesia (terbit pertama kali 1953) oleh Purwadarminta ditengarai ialah kamus yang
merekam kata seni dengan makna yang baru untuk pertama kalinya. Meskipun Purwadarminta
bukanlah yang mula-mula menggunakan istilah "seni" dan "seni rupa", tetapi hal ini membuat
polemik di kalangan seniman karena seakan-akan menimbulkan ketimpangan persepsi antara seni
di Indonesia dan seni di Barat.[8][9]
Istilah "seni rupa", "seni musik", "seni teater", "seni sastra" dll. dalam bahasa Indonesia ditengarai
memperlihatkan gejala adverbial. Gejala ini menunjukkan kata-kata penting (rupa, musik, tari,
sastra) hanya sekadar kata keterangan (adverbia) untuk kata seni. Keutamaan pada istilah-istilah itu
terletak pada kata "seni"-nya. Istilah "seni" sendiri dalam bahasa Indonesia tidak membawa sifat
kebendaan, walaupun merupakan kata benda abstrak. Dengan demikian, semua ungkapan seni
punya kedudukan sejajar. Seni menjadi istilah yang 'terbuka'. Ungkapan seni bahkan tidak dibatasi
pada seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni teater saja (dikenal menampilkan ungkapan pribadi).
Deretan istilah ini bisa diperpanjang dengan seni keris, seni batik, seni ronggeng (dan sebagainya)
yang dikenal sebagai kesenian di dunia tradisi. Maka, kata seni tidak memiliki bentuk dan
merupakan kondisi mental yang bisa berwujud banyak hal selama memiliki gejala seni. Gejala
tersebut membuat pengertian seni dalam bahasa Indonesia lebih dekat kepada estetika.[9][10] Oleh
karenanya, terdapat banyak kesulitan dalam menyeimbangkan perkembangan wacana seni di
Indonesia dan Barat, misalkan seni tari jika diterjemahkan secara harfiah menjadi dance art mungkin
tidak masuk akal bagi pemakai bahasa Inggris, juga seperti seni ukir, seni musik, dsj. Bahasa
Inggris dan beberapa bahasa lain juga membedakan antara istilah art (untuk konsep seni secara
umum) dan (the) arts (bidang-bidang kreatif kesenian).

Neologisme[sunting | sunting sumber]
Istilah seni kemungkinan besar ditemukan—atau lebih tepatnya dimaknai ulang—oleh S.
Sudjojono melalui Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang kala itu sangat giat mencari
padanan istilah berbahasa Indonesia. Istilah baru yang juga diperkenalkan antara lain seni lukis,
lukisan, pelukis, lukisan kampas (kanvas), pematung, seni rupa, cukilan, alam benda, potret
diri, watak, sanggar, sketsa, etsa, seniman, telanjang dan lain-lain. Sementara itu, istilah seniman
(untuk menyebut pelaku seni) muncul pada akhir 1930-an di dalam tulisan-tulisan S. Sudjojono
mengenai seni lukis Indonesia. S. Sudjojono mengakui bahwa istilah ”seniman” ini pertama kali
diusulkan oleh Ki Mangunsarkoro—mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.[11][12] Tulisan-
tulisan S.Sudjojono juga membantu istilah-istilah tersebut semakin populer, khususnya buku Seni
lukis, kesenian, dan seniman yang terbit pertama kali 1946.

Anda mungkin juga menyukai