Anda di halaman 1dari 7

Sumber: http://www.boombastis.

com/bahasa-di-indonesia/41172
oleh Tetalogi
13:33 PM on Sep 22, 2015
Dapus: Tetalogi. 2015. Sejarah Perkembangan Tulisan dan Bahasa yang Dipakai di Indonesia.
(Online), (http://www.boombastis.com/bahasa-di-indonesia/41172, diakses 21 September 2017)
Bahasa Indonesia memang sudah menjadi bahasa resmi Negara Indonesia dan menjadi
bahasa kesatuan Negara Indonesia. Namun, sebelum Bahasa Indonesia resmi digunakan,
masyarakat di nusantara menggunakan bahasa yang berbeda begitu juga dengan penulisannya.

Berikut beberapa Bahasa yang pernah digunakan di Indonesia sebelum Bahasa Indonesia
diresmikan:

1. Bahasa Melayu Kuno


Bahasa paling awal yang digunakan adalah Bahasa Melayu, bahasa asli yang digunakan
oleh kedua sisi daerah yang terpisahkan Selat Malaka yaitu wilayah Sumatra dan Semenanjung
Melayu. Bahasa Melayu Purba merupakan bahasa awal yang digunakan sebelum pedagang dari
India datang ke nusantara. Setelah mendapat pengaruh dari India, maka bahasa yang dipakai

kemudian dinamakan menjadi bahasa Melayu Kuno.


Gambar 2.1 Huruf Palawa dalam bahasa Sanskrit

Pada abad ke-7 hingga ke-13, bahasa Melayu Kuno menjadi bahasa yang dipakai secara
meluas di wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera, hingga Riau. Bahasa Melayu kuno bersifat
sederhana, mudah menerima pengaruh luar serta tidak memiliki perbedaan penggunaan
berdasarkan struktur strata masyarakat. Hal ini menjadikan bahasa Melayu lebih cepat
berkembang.

Bahasa Melayu Kuno selanjutnya banyak mendapatkan pengaruh dari bahasa Sanskrit
karena sebagian besar masyarakat menganut agama Hindu. Bahasa Sanskrit sebenarnya sudah
digunakan namun oleh kalangan bangsawan dan mereka yang memiliki hierarki tinggi dalam
masyarakat. Pengaruh Hindu dalam bahasa ini akhirnya juga membentuk sistem huruf atau
penulisan menggunakan huruf Pallawa atau Dewanagari yang berasal dari India, serta huruf
Kawi yang merupakan modifikasi huruf Pallawa. Dari pengaruh-pengaruh yang ada dapat
menjelaskan mengapa banyak ditemukan prasasti dengan huruf Pallawa atau huruf Nagari.

Gambar 2.2 Prasasti Kedukan Bukit

2. Bahasa Melayu Klasik


Kemudian bahasa Melayu Kuno beralih menjadi bahasa Melayu Klasik. Peralihan ini terjadi
karena semakin kuatnya pengaruh agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-13. Bahasa ini
kemudian digunakan oleh Kesultanan Melaka, Kesultanan Aceh, dan beberapa tokoh politik
lainnya sejak abad ke-14 hingga abad ke-18.

Gambar 2.3 Jejak kebudayaan Persia tergambar dari kompleks makam abad 15 di Aceh
Transisi bahasa Melayu Klasik ditandai dengan adanya berbagai kata serapan dari bahasa Arab,
bahasa Parsi, serta bahasa Portugis. Catatan-catatan tertulis seperti naskah hikayat, peraturan
perundangan, dan surat-surat antara penguasa nusantara yang ditemukan tercatat menggunakan
bahasa Melayu Klasik. Tulisan yang digunakan juga mulai mendapatkan pengaruh dari huruf
Arab yang kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.
Tiga prasasti penting yang menjadi bukti transisi menjadi Melayu Klasik adalah prasasti Pagar
Ruyung di Minangkabau (1356), ditulis dalam huruf India dengan prosa Melayu Kuno dan
beberapa baris sajak Sanskerta tetapi bahasa yang digunakan sedikit berbeda dengan bahasa
Melayu pada abad ke-7. Prasasti Minyetujoh di Aceh (1380), merupakan prasasti pertama yang
mencatat penggunaan kata-kata Arab seperti “Allah”, “nabi”, dan “rahmat”. Prasasti Kuala
Berang di Trengganu, Malaysia (1303-1387), ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu
yang membuktikan bahwa tulisan Arab sudah digunakan dalam bahasa Melayu.

Pengaruh Islam terasa kental dalam bahasa Melayu Klasik seperti penggunaan kalimat yang
panjang dan berulang, banyak kalimat pasif, menggunakan bahasa istana, terdapat kosa kata
klasik (contoh: edan kesmaran, sahaya, masyghul), banyak menggunakan perdu kata di awal
kalimat (contoh: sebermula, alkisah, hatta, adapun), banyak partikel “pun” dan “lah”,
menggunakan aksara Jawi atau aksara yang dipinjam dari bahasa Arab dengan beberapa huruf
tambahan, serta adanya beragam kosa kata Arab dan frasa yang bernuansa Arab.

Gambar 2.4 Prasasti Trengganu yang menggunakan aksara Jawi

3. Bahasa Indonesia
Di Indonesia, bahasa Melayu kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia yang digunakan
sebagai bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari. Di awal pemakaiannya, belum banyak yang
menggunakannya sebagai bahasa ibu karena bahasa daerah dengan jumlah yang begitu banyak
masih menjadi bahasa utama yang digunakan sehari-hari.
Gambar 1.5 Balai Poestaka

Tahun 1901, didirikanlah Balai Poestaka sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra.
Adanya percetakan ini membuat bahasa Melayu semakin populer dan memunculkan varian
bahasa yang mulai berbeda dengan bahasa induk Melayu Riau. Peneliti sejarah bahasa Indonesia
menyebutnya sebagai bahasa Melayu Balai Pustaka atau bahasa Melayu van Ophuijsen.
Van Ophuijsen adalah seorang pria Belanda yang menyusun ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin untuk penggunaan Hindia-Belanda. Ia juga yang menjadi penyuting buku terbitan Balai
Pustaka. Sehingga akhirnya bahasa yang digunakan menjadi lekat dengan identitas kebangsaan
Indonesia dan puncaknya pada Sumpah Pemuda.

Gambar 2.6 Foto Sumpah Pemuda

Bahasa Indonesia dicetuskan pertama kali sebagai bahasa persatuan pada 28 Oktober 1928 dalam
Sumpah Pemuda. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin
yang seorang politikus, sastrawan dan ahli sejarah berkata, “Jika mengacu pada masa depan
bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
Selanjutnya, bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan dengan beberapa
pertimbangan yakni Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari daripada bahasa Melayu karena ada
tingkatan bahasa yang mengharuskan si pembicara memahami budaya Jawa agar bisa
menyampaikan kalimat dengan baik dan sopan.

Gambar 2.7 Prof. Muhammad Yamin

Pengguna bahasa Melayu juga tidak di Indonesia saja. Tahun 1945, penutur berbahasa Melayu di
negara lain seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura masih dijajah Inggris. Dengan
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan negara rumpun Melayu
lainnya semakin kuat jiwa nasionalisme sehingga bisa segera melepaskan diri dari penjajahan.
4. Ejaan Republik
Ejaan Republik atau edjaan Soewandi digunakan untuk menentukan ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini digunakan untuk mengganti ejaan yang sebelumnya yaitu
Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sejak tahun 1901.
Perubahan ejaan dalam bahasa Indonesia [Image Source]Beberapa perbedaan dalam ejaan ini
antara lain perubahan huruf ‘oe’ menjadi ‘u’ (contoh: doeloe menjadi dulu), bunyi sentak yang
sebelumnya ditulis dengan tanda (‘) ditulis dengan huruf ‘k’ (contoh: tak, pak, maklum), kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 (contoh: ubur2, ber-main2, ke-barat2-an). Selain itu, pada
ejaan Republik, awalan ‘di’ dan kata depan ‘di’ keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya seperti dirumah, disawah, dibeli, dimakan.
5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan Baru dipergunakan sejak tahun 1967 sebelum kemudian disempurnakan dengan
munculnya EYD pada tahun 1972. Perubahan yang terdapat pada Ejaan LBK antara lain ‘tj’
menjadi ‘c’ (tjutji ke cuci), ‘dj’ menjadi ‘j’ (djarak ke jarak), ‘j’ menjadi ‘y’ (sajang ke sayang),
‘nj’ menjadi ‘ny’ (njamuk ke nyamuk), ‘sj’ menjadi ‘sy’ (sjarat ke syarat), ‘ch’ menjadi ‘kh’
(achir ke akhir).
Konferensi pers mengenai ejaan yang diperbaharui [Image Source]Sementara itu,
penyempurnaan yang ada pada EYD meliputi pemakaian huruf f, v, dan z yang merupakan unsur
serapan asing, huruf q dan x tetap digunakan dalam ilmu pengetahuan (furqan, xenon), awalan
‘di’ dan kata depan ‘di’ dibedakan pemakaiannya, serta kata ulang harus ditulis penuh unsurnya
dan tidak menggunakan angka 2 sebagai tanda perulangan.
Selain itu, EYD juga mengatur penulisan huruf termasuk kapital dan miring, penulisan kata,
tanda baca, singkatan dan akronim, angka dan lambang bilangan, serta unsur serapan.

Nah, itulah tadi sejarah tentang perkembangan bahasa Indonesia sejak awal jaman kerajaan. Jadi,
sekarang kita sudah tahu bagaimana sebenarnya bangsa Indonesia bisa menggunakan bahasa
Indonesia seperti sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai