1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ………………………… 4
1 Pengantar ………………………… 8
2 Character building ………………………… 11
3 Resilience ………………………… 13
4 Emosi positif ………………………… 16
5 Manajemen emosi ………………………… 22
6 Regulasi diri ………………………… 29
7 Regulasi diri (2) ………………………… 34
8 Hubungan interpersonal ………………………… 35
9 Kerjasama kelompok ………………………… 40
10 Etika budaya ………………………… 43
11 Penampilan ………………………… 47
12 Self planning ………………………… 49
13 bersyukur ………………………… 53
14 Praktek pengembangan diri ………………………… 58
Daftar pustaka ………………………… 59
2
PENDAHULUAN
3
(umpan balik, ringkasan materi, petunjuk tindak lanjut, pemberian tugas di rumah,
gambaran singkat tentang materi berikutnya)
b. Metode instruksional menggunakan: metode ceramah, demonstrasi, tanya-jawab, diskusi
kasus, dan penugasan.
1) Ceramah berupa penyampaian bahan ajar oleh dosen pengajar dan penekanan-
penekanan pada hal-hal yang penting dan bermanfaat untuk diterapkan nantinya.
2) Tanya jawab dilakukan sepanjang tatap muka, dengan memberikan kesempatan
mahasiswa untuk memberi pendapat atau pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka mengerti atau bertentangan dengan apa yang mereka pahami sebelumnya.
3) Diskusi kelompok dilakukan dengan memberikan tugas yang berkaitan dengan
pokok bahasan, kemudian mengajak mahasiswa untuk memberikan pendapat atau
menganalisis secara kritis kasus/kondisi tersebut sesuai dengan pengetahuan yang
baru mereka dapatkan.
4) Penugasan diberikan untuk membantu mahasiswa memahami bahan ajar,
membuka wawasan, dan memberikan pendalaman materi. Penugasan bisa dalam
bentuk menulis tulisan ilmiah, membuat review setiap chapter dalam materi. Pada
penugasan ini, terdapat komponen ketrampilan menulis ilmiah, berpikir kritis,
penelusuran referensi ilmiah, dan ketrampilan berkomunikasi.
c. Media instruksionalnya berupa: LCD projector, whiteboard,film, buku diktat bahan ajar,
handout, dan kontrak perkuliahan.
d. Waktu: 5 menit pada tahap pendahuluan, 40 menit pada tahap penyajian, dan 5 menit
pada tahap penutup.
e. Evaluasi: evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik dalam bentuk
keaktivan di kelas, diskusi kelompok, kuis, tugas individu, tugas kelompok, UTS dan
UAS.
6. Materi/Bacaan Perkuliahan
Buku/bacaan pokok dalam perkuliahan ini dapat dilihat pada SAP.
7. Tugas
Dalam perkuliahan, diberikan beberapa tugas sebagai berikut:
a. Materi perkuliahan sebagaimana disebutkan dalam jadwal perkuliahan harus sudah dibaca
sebelum mengikuti tatap muka. Apabila ada, handout sudah akan diserahkan pada
mahasiswa sebelum hari kuliah.
b. Evaluasi mahasiswa dilakukan dengan mengadakan UTS, UAS, dan penugasan individu
serta kelompok (dapat dilihat pada jadwal perkuliahan)
4
c. Penugasan sesuai pokok bahasan, yang harus sudah diselesaikan sesuai tanggal yang
ditentukan.
8. Kriteria Penilaian
Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
Nilai dalam huruf Rentang skor
A 80- keatas
B 65-79
C 55-64
D 40-54
E 39 ke bawah
9. Jadwal Perkuliahan
5
Pertemuan Materi Kuliah/Topik Content Perkuliahan
1 Pengantar Ruang lingkup, perkembangan manusia
2 Character building Analisa strength n potensi pribadi
3 resilience kepribadian
4 Emosi positif Emosi positif yang terkait dengan sikap
5 Manajemen emosi Emosional inteligence, emotional wheels
6 Self regulated learning Manajemen waktu, manajemen diri, locus of
control
7 UTS
8 Hubungan interpersonal Empati, mendengar aktif/ komunikasi
interpersonal, dasar-dasar HAM
9 Kerjasama kelompok Pembentukan kelompok, dinamika
kelompok
10 Etika budaya Psi lintas budaya, antropologi, psikologi
sosial, nilai-nilai budaya lokal (bali, dll)
11 Etika penampilan dan Etika umum, kejujuran ilmiah, kode etik,
profesi penampilan
12 perencanaan Membuat self planning dam analisisnya
pengembangan diri
13 Praktek kerjasama Indoor actvity, held by student (divided in to
kelompok 2 groups)
14 UAS
6
MATERI 1
PENGANTAR
Selama beberapa kurun waktu, dunia mengalami perubahan dari era ekonomi industry
menuju era postindustrial atau knowledge economy. Perubahan ini memberikan dampak
drastis bagi kehidupan manusia. Teknologi informasi adalah center dari era postindustrial.
Dalam teknologi informasi data menjadi kunci setiap aspek dalam kehidupan manusia.
Dengan mengetahui pergerakan data, kita menjadi tahu bahwa dunia sudah berubah.
Beberapa contoh bentuk data antara lain:
Data tersebut kemudian akan diubah menjadi informasi dan dengan knowledge yang dimiliki
oleh manusia, data menjadi sangat berarti. Informasi pada saat dishare akan sangat bermakna
bagi kehidupan manusia.Contohnya melalui data akan didapatkan informasi terkait dengan
negara dengan populasi terbesar di dunia. Masyarakat mengetahui bahwa jumlah anak-anak
yang berprestasi di Cina sama dengan setengah dari populasi Amerika. Masyarakat
memahami bahwa ragam pekerjaan yang ada di era sekarang ini, tidak muncul pada sepuluh
tahun yang lalu, sehingga pendidikan saat ini sesungguhnya menyiapkan anak-anak kita
untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Dengan data, masyarakat mendapatkan
informasi terkait jumlah pengguna sosial media dan berapa jumlah keuntungan yang didapat
dari owner media sosial. Masyarakat mengetahui bahwa data bertambah dua kali lipat dari
tahun sebelumnya, ini berarti bahwa dunia bergerak dengan sangat cepat.
Ketika dunia berubah dengan sangat cepat, lalu bagaimana dengan kesiapan manusia yang
hidup dan beraktivitas di dalamnya. Siapkah anda untuk berubah dan berkembang?
Kita sadari di lingkungan kita bahwa reaksi individu terhadap perubahan sangatlah beragam.
Ada yang tergolong positif atau optimis dan ada yang tergolong negatif atau pesimis
7
Tabel 1.
Perbedaan pandangan dalam menghadapi perubahan
Ketika lebih banyak masyarakat yang berpandangan pesimis, maka proses reevaluasi dalam
tataran individu sangatlah diperlukan. Proses reevaluasi sejatinya adalah bentuk dari
introspeksi diri dalam tataran individu. Bentuknya bisa berupa self talk atau pertanyaan yang
diajukan pada diri sendiri terkait dengan kondisi diri sendiri dan lingkungan di sekitar kita.
Contoh klasiknya adalah menanyakan kepada diri sendiri terkait dengan perpektif kita
tentang isi sebuah gelas, apakah setengah penuh atau setengah kosong. Individu yang
berpandangan positif diidentikan dengan mereka yang selalu menilai gelas sebagai setengah
penuh, namun kita jangan lupa bahwa perspektif setengah kosong juga diperlukan agar
individu selalu tertantang untuk berkembang dan meningkatkan kompetensi yang dimiliki.
8
Dapat disimpulkan bahwa diperlukan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan
perubahan sosial yang terjadi di lingkungan. Kemampuan tersebut melipui:
1. Self direction
Memahami diri sendiri, memahami yang terjadi di dunia atau sekeliling kita, dan
mengarahkan tujuan atau individual goal dengan lebih efektif. Bagi Erich Fromm,
individu memiliki personal freedom, yakni bebas dari autoritas ekternal dan bebas
dalam menentukan pilihan. Decidophobia terjadi ketika individu memiliki ketakutan
saat haus membuat keputusan bagi dirinya sendiri (Walter Kaufman, 1973). Truly
autonomous people diistilahkan juga dengan self-actualized individuals.
2. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Ditandai dengan memahami pengambilan keputusan dalam kehidupan, memutuskan
secara mandiri dan melalui proses, bertanggung jawab terhadap pilihan, dan self-
realization yakni memperhitungkan semua kemungkinan risiko. Toleran terhadap
kesalahan.
3. Self growth
Jourard (dalam Atwarter, 1983) mengemukan tiga siklus dari growth, yakni kesadaran
akan beberapa perubahan pada diri sendiri dan lingkungan sekitar, kondisi disonan,
ketidakpuasan, dan reorganisasi pengalaman (adanya sikap baru terhadap konsep diri,
sikap, keyakinan, nilai – nilai, dan orang lain)
A.
B. Latihan soal mandiri (quiz)
1. Sebutkan perubahan-perubahan sosial di sekeliling anda yang terjadi.
2. Jelaskan mengenai perubahan era industrial ke era postindustrial.
10
MATERI 2
CHARACTER STRENGTHS
A. Materi
Apakah itu karakter? Apakah sesuatu yang tidak dilakukan oleh individu? Apakah
mengandung arti yang lebih aktif? Apakah mengandung arti karakteristik individual? Atau
terdiri dari beberapa aspek? Apakah berderajat? Apakah terberi? Bagaimana cara
terbentuknya? Apakah bisa dipelajari dan diajarkan? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah
serangkaian pertanyaan yang kerap diajukan saat berbicara mengenai karakter. Jika dapat
dipelajari, lalu siapakah guru terbaik dalam hal pembentukan karakter? Apakah orangtua,
apakah guru, ataukah negara?
Ketika ingin mengupas apa dan bagaimana karakter, maka kita perlu memahami beberapa
konsep penting yang terkait dengan karakter, seperti kepribadian, traits, dan temperamen.
Allport (1937) mencatat 50 definisi terkait personality.
Kepribadian menurut Alport bersifat (a) ascribed to individuals, (b) stable over time, and (c)
psychological in nature, linked to psychological mechanisms. Definisi temperamen
sebaliknya lebih sempit dibandingkan dengan kepribadian.
Hubungan antara virtues, character strengths, dan situational themes secara hirarki
11
Virtues adalah karakteristik utama yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai moral oleh filosuf
dan pemuka agama. Virtues terdiri dari wisdom, courage, humanity, justice, temperance, dan
transcendence. Character strengths adalah psychological ingredient yang membentuk virtues.
Situational themes adalah kebiasaan spesifik yang membentuk kekuatan karakter seseorang.
Beberapa pertanyaan latihan yang bisa diterapkan untuk mengetahui character strengths
individu adalah sebagai berikut:
1. Apa hal yang paling penting dalam kehidupan anda?
2. Pikirkan satu pengalaman dalam 1 tahun terakhir dimana anda berhadapan dalam
sebuah kesulitan. Hal apa yang menjadi kekuatan anda untuk bangkit dalam situasi
tersebut?
3. Ketika terlibat dalam sebuah aktivitas kelompok, apa peran anda?
4. Ceritakan bagaimana cara anda berhadapan dengan konflik?
5. Saat anda berada di titik nadir kehidupan anda, apa yang anda rasakan dan lakukan?
Setelah didapatkan jawabannya, kita bisa mencocokan evidence-evidence di dalam jawaban
dengan definisi serta karakteristik dari setiap character strengths
12
c. Wawasan yang terbuka (open-mindedness)
d. Senang belajar (love of learning)
e. Memiliki perspektif yang positif (perspective)
2. Courage
Will/keinginan atau kesediaan untuk menyelesaikan suatu hal atau mencapai tujuan
walaupun berhadapan dengan tantangan baik eksternal maupun internal. Courage
terdiri dari:
a. Keberanian (bravery)
b. Persistensi (persistence)
c. Integritas (integrity)
d. Vitalitas (vitality)
3. Humanity
Kemampuan interpersonal yang di dalamnya berisikan kemampuan untuk tampil
ramah menjadi teman bagi orang lain. Humanity terdiri dari:
a. Cinta (love)
b. Kebaikan (kindness)
c. Kecerdasan sosial (social intelligence)
4. Justice
Civic strengths yang menjadi dasar bagi kehidupan komunitas yang sehat. Justice
terdiri dari:
a. Tanggung jawab sosial (citizenship)
b. Keadilan (fairness)
c. Kepemimpinan (leadership)
5. Temperance
Kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap suatu respon tertentu. Temperance
terdiri dari:
a. Memaafkan dan mengasihi (forgiveness and mercy)
b. Kerendahan hati dan kesederhanaan (humility and modesty)
c. Kebijaksanaan (prudence)
d. Kontrol diri (self-regulation)
13
6. Transcendence
Hubungan dengan kekuatan universe yang lebih besar dan makna di baliknya.
Transcendence terdiri dari:
a. Penghargaan terhadap keindahan (appreciation of beauty and excellence).
b. Rasa syukur (gratitude)
c. Harapan/optimism (hope)
d. Humor
e. Spiritualitas (spirituality)
14
MATERI 3
RESILIENCE
A. Pengertian Resilience
Menurut Shatte dan Reivich (2002) resilience adalah kemampuan untuk berespon
secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau trauma. Resilience tidak
hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan suatu yang berasal dari
sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilience
dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan
dalam hidupnya.
Secara umum resilience adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan
mengatasi rintangan, hambatan dan kesulitan dalam hidup sebagai individu tersebut
menjadi lebih kuat.
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi resilience
Grotberg (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi resilience pada
seseorang yaitu :
a. Temperamen
Temperamen mempengaruhi bagaimana seorang individu bereaksi terhadap
rangsangan, Temperamen dasar seseorang mempengaruhi bagaimana individu
menjadi seseorang pengambil resiko atau menjadi individu yang lebih berhati-
hati.
b. Intelegensi
Intelegensi rata- rata atau rata-rata bawah lebih penting dalam kemampuan
resilience seseorang. Selain intelegensi kemampuan resilience dipengaruhi oleh
beberapa faktor lainnya.
c. Budaya
Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang berbeda
dalam mempromosikan resilience.
d. Usia
Usia anak mempengaruhi dalam kemampuan resilience. Anak yang lebih muda
(dibawah 8 tahun) lebih tergantung pada sumber dari luar ( the “ i have” factor)
anak yang lebih tua (8 tahun ke atas) lebih bergantung pada kemampuan dalam
dirinya ( the “ i can” factor)
e. Gender
Anak perempuan lebih pada kemampuan cari bantuan, berbagi perasaan dan
lebih sensitif pada orang lain. Anak laki-laki lebih pragmatik, berfokus pada
masalah dan hasil dari tindakaan yang mereka lakukan.
15
2. Impulse Control
Kemampuan untuk mengendalikan dorongan-dorongan primitif yang ada dalam diri
individu dan lebih mengutamakan pikiran-pikiran yang rasional.
3. Optimisme
Suatu keyakinan bahwa setiap masalah atau keadaan bisa diatasi. Individu yang
resilient adalah individu yang optimis. Mereka percaya bahwa segala sesuatu bisa
berubah menjadi lebih baik. Dibandingkan dengan individu yang pesimis, orang-
orang yang optimis secara fisik lebih sehat, tidak mudah mengalami depresi, dan lebih
produktif di tempat kerja.
4. Causal Analysis
Kemampuan seseorang untuk mengenali penyebab dari masalah yang dialami. Jika
individu tidak dapat menilai penyebab dari setiap masalah yang mereka alami dengan
baik, maka ia akan terperosok untuk membuat kesalahan
5. Empati
Kemampuan untuk membaca keadaan emosi dan psikologis seseorang. Beberapa
individu mampu membaca melalui isyarat non verbal seperti ekspresi wajah, intonasi
suara, bahasa tubuh
6. Self-efficacy
Kemampuan yang menunjukan keyakinan seseorang bahwa ia bisa memecahkan
masalah yang dialami dengan efektif demi mencapai kesuksesan
7. Reaching Out
Kemampuan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mencoba hal-hal baru, berani
melakukan kegiatan yang membutuhkan keberanian dan kekuatan dari dalam diri
D. Tahapan Resilience
1. Overcome
Kemampuan resilience dibutuhkan mengatasi rintangan selama masa kanak-kanak
agar individu dapat mengatasi kerusakan yang terjadi di masa muda agar bisa
mewujudkan masa dewasa yang diinginkan.
2. Steer Through
Self efficacy dapat mengurangi stress yang kronis. Orang yang memiliki self efficacy
tinggi dapat memecahkan masalah dalam hidup dan tidak mudah menyerah saat tidak
menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi
3. Bouncing Back
Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu mampu bangkit kembali dari
kesulitan yang dialami seperti pereraian, kemiskinan, bencana alam, ataupun
kehilangan anggota keluarga
4. Reach Out
Beberapa manfaat dapat diperoleh adalah individu dapat menilai resiko yang
dihadapi, dapat mengekspresikan pemikiran dan perasaannya serta dapat menemukan
arti dan tujuan dari hidup mereka
16
Kesimpulan
Resilience adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan mengatasi rintangan,
hambatan dan kesulitan dalam hidup sebagai individu tersebut menjadi lebih kuat. Faktor-
faktor yang mempengaruhi resilience adalah temperamen, intelegensi, budaya, usia dan
gender. Kemampuan-kemampuan dasar resilience meliputi regulasi emosi, impulse control,
optimisme, causal analysis, empati, self efficacy dan reaching out. Sedangkan Tahapan
Resilience terdiri dari overcome, Steer through, Bouncing back, Reach Out.
17
MATERI 4
EMOSI
POSITIF
A. Materi
Evolusi telah membuktikan bahwa emosi memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan.
Fungsi emosi adalah mempertahankan diri, bertukar informasi vital, dan melanjutkan
keturunan. Evolusi dan transformasi emosi sangat dipengaruhi oleh fungsi- fungsi kognitif
manusia. Perbedaan yang terbesar antara spesies lain dengan manusia adalah kemampuan
manusia untuk melakukan regulasi terhadap emosi.
Emosi seringkali susah dibedakan dengan mood dan feeling. Mood adalah situasi umum
kehidupan, berisikan penghayatan emosional terhadap dunia, dan memiliki latar belakang
kesadaran. Feeling adalah pengalaman emosi sebagai pengalaman yang disadari, dan
memiliki fungsi transcendence. Emosi adalah respon spesifik seseorang terhadap situasi
tertentu.
Dalam psikologi, kajian terkait emosi telah berevoluasi dari kajian yang berfokus pada emosi
negative menjadi kajian yang lebih berfokus pada emosi positif. Kajian lampau lebih banyak
didasari oleh emosi-emosi yang berkaitan dengan teori evolusi Darwin, yakni emosi flight
dan fight yang berperan dalam proses survival. Saat ini kajian terkait emosi berkaitan dengan
teori Barbara Fredrickson, dimana emosi positif cenderung bersifat meluas dan membangun,
sehingga teori Barbara Fredrickson dikenal dengan broaden and build theory.
Tabel 1
Perbedaan antara emosi positif dengan emosi negatif
Emosi Positif Emosi Negatif
18
Adapun dampak dari emosi positif adalah:
a. Memperlebar atensi dan mendorong perilaku kreatif dan konstruktif.
b. Membangun sumber daya yang relatif permanen dan akan sangat bermanfaat di masa
depan.
c. Mentransformasi pribadi menjadikannya pribadi yang lebih baik dan menciptakan
spiral pertumbuhan yang berkelanjutan.
d. Growth dan Flourish.
Sepuluh emosi positif menurut Fredrickson (2009) adalah sukacita, rasa syukur, rasa damai,
tenang, minat, harapan, bangga, gembira, inspirasi, takjub/terpesona, cinta. Sepuluh emosi
positif ini kemudian bergerak dalam siklus peristiwa pemicu, dorongan yang muncul, dan
sumber daya yang terbangun. Lebih lanjut Seligman (2005) membagi emosi positif ke dalam
tiga tipe, yakni:
1. Emosi positif terkait masa lalu (Kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan, dan
kedamaian)
Bersyukur dan memaafkan adalah tema sentral yang terkait dengan emosi positif
terkait masa lalu. Bersyukur membuat seseorang akan menambah intensitas,
kekerapan, maupun kesan dari kesenangan yang baik tentang masa lalu. Karakteristik
dari rasa syukur adalah ada pihak lain yang memberikan, menimbulkan rasa yang
menyenangkan. Karakteristik perbuatan baik yang membangkitkan gratitude adalah
adanya persepsi niat baik, ada pengorbanan dari yang memberikan, pemberian
bernilai tinggi, melebihi kewajiban dari pemberi, dan bukan karena usaha kita sendiri.
Gratefull personality didefinisikan sebagai rasa Syukur sebagai sebuah pandangan
hidup individu, dan memandang dan menilai segala sesuatu dari kacamata gratitude.
Manfaatnya secara fisik adalah meningkatkan imunitas tubuh, tahan rasa sakit,
tekanan darah rendah, olahraga teratur, dan tidur cukup. Manfaat secara psikologis
adalah adanya emosi positif, semangat, bersuka cita, optimis. Secara sosial
bermanfaat untuk meningkatkan altruism, forgiveness, mudah bersosialisasi, dan tidak
kesepian. Karena manfaatnya tersebutlah dikatakan rasa syukur memiliki nilai moral,
yakni sebagai moral motivator, moral barometer, dan reinforcer. Terdapat tiga bentuk
transformative dari rasa syukur, yakni cinta, attachment, dan komunitas. Rasa syukur
juga menjadi sebuah institusi positif ketika menyatu dalam komunitas dan budaya.
19
Tahapan dalam memafkan dan melupakan adalah REACH (recall, empathize,
altruistic, commit, hold)
Tabel 2
Perbedaan antara forgiveness dengan unforgiveness menurut Michael McCullough
Forgiveness Unforgiveness
3. Emosi positif terkait masa depan (Optimisme, harapan, keyakinan, dan kepercayaan)
Optimisme dan harapan adalah tema sentral yang terkait dengan emosi positif terkait
masa depan. Langkah-langkah dalam meningkatkan harapan adalah ABCD, yakni
Adversity, Belief, Consequence, Disputation, Energizer. Empat cara Disputation,
yakni dengan, Bukti, Alternatif, Implikasi – decatastrophizing, Kebergunaan/ Energi.
20
Tabel 3.
Perbedaan Optimis dan Pesimis
Explanatory style saat menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan
Pesimis Optimis
21
MATERI 5
MANAJEMEN EMOSI
Pengertian Emosi
Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti
kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu,
sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara
fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku
yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut
pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui
bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan mukanya
menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian
sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan Walgito (1994,
dalam Safaria, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu
keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu mencakup perubahan-perubahan yang disadari,
yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku pada umumnya disertai adanya ekspresi
kejasmanian.
Macam-macam Emosi
22
yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.
Mayer (1990, dalam Goleman, 2002) menyebutkan bahwa orang cenderung menganut
gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam
dalam permasalahan, dan pasrah. Melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu
memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan
hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil
interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan menginterpretasikan
sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan,
menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal
yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas
sebuah peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal,
ketika kita menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun
menjadi lebih positif.
Teori Emosi
Para ahli mengemukakan beberapa teori dalam upaya menjelaskan timbulnya gejala emosi.
Beberapa teori emosi tersebut antara lain :
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi
fisiologik dapat saja seperti hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat,
23
adrenalin dialirkan dalam darah. Jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di
perguruan tinggi idaman, emosi yang timbul dinamakan senang, sebaliknya, jika
rangsangannya membahayakan misalnya melihat ular berbisa emosi yang timbul dinamakan
takut.
Teori ini menjelaskan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang
datang dari luar. Jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah
makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara.
Respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Rasa takut timbul oleh
hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya telah
mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung
dipersepsikan sebagai rasa takut.
Teori ini menyatakan emosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik. Teori Cannon
kemudian diperkuat oleh Philip Bard, sehingga kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-
Bard atau teori emergency. Teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang
diberikan oleh organisme dalam situasi darurat atau emergency. Teori ini didasarkan pada
pendapat bahwa ada antagonisme antara sarafsaraf simpatis dengan cabang-cabang cranial
dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatif aktif, saraf otonom
nonaktif, dan begitu sebaliknya.
Manajemen Emosi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengelolaan emosi adalah suatu proses, cara,
dan perbuatan untuk mengendalikan, menyelenggarakan, mengurus dan mengatur. Goleman
(1997) pengelolaan emosi adalah kemampuan untuk mengatur perasaan, menenangkan diri,
melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, dengan tujuan untuk
keseimbangan emosi. Berikut merupakan beberapa point penting untuk manajemen emosi,
Goleman (2002) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
24
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi. Hal ini menyebabkan individu menyadari emosi yang sedang dialami
serta mengetahui penyebab emosi tersebut terjadi serta memahami kuantitas, intensitas, dan
durasi emosi yang sedang berlangsung. Kesadaran akan intensitas emosi memberi informasi
mengenai besarnya pengaruh kejadian tersebut pada individu. Intensitas yang tinggi
cenderung memotivasi individu untuk bereaksi sedangkan intensitas emosi yang rendah tidak
banyak mempengaruhi individu secara sadar. Kesadaran akan durasi emosi yang berlangsung
membuat individu dapat berpikir dan mengambil keputusan yang selaras dalam
mengungkapkan emosinya. Kemampuan mengenali emosi diri merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood,
yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Mayer (Goleman, 2002) mengatakan
bahwa kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana
hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya
membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan., sehingga tidak peka akan perasaan yang
sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah (Mutadin, 2002).
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat
terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
Individu dapat mengungkapkan emosinya dengan kadar yang tepat pada waktu yang tepat
dengan cara yang tepat (Aristoteles dalam Goleman 2004). Tujuan pengendalian diri adalah
keseimbangan emosi bukan menekan emosi, karena setiap perasaan memiliki nilai dan makna
tersendiri. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama
akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan
untuk menghibur diri sendiri ketika ditimpa kesedihan, melepaskan kecemasan, kemurungan
atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit
dari perasaan-perasaan yang menekan. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam
keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka
yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan
dalam kehidupan (Goleman, 1996).
25
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis dan
keyakinan diri. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang
tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih
jauh produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan (Goleman, 1996).
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Empati adalah
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam
orang (Setrianingsih, 2006). Empati dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika
seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil
membaca perasaan orang lain, sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
Goleman (2002) mengatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan
apaapa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca
perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih
populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli psikologi
menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi
dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu
membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu
terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka
orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang
mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Kemampuan dalam membina
hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
26
keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan
kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan
apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam
bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar
pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang
menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik
hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana perawat
mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian perawat
berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Apabila
individu tidak memiliki keterampilan-keterampilan semacam ini dapat menyebabkan
seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.
Kesimpulan
Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya,
dan perubahan perilaku pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian. Beberapa
tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates, JB Watson dan
Daniel Goleman. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), Hate (benci),
Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan), sedangkan JB
Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love
(cinta). Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda
jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, dan malu.
27
Beberapa teori emosi tersebut antara lain Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer, Teori
Emosi James-Lange, Teori Emosi “Emergency” Cannon. Sedangkan, Pengelolaan emosi
adalah suatu proses, cara, dan perbuatan untuk mengendalikan, menyelenggarakan, mengurus
dan mengatur.
28
MATERI 6
REGULASI DIRI
COMPASSION
Compassion adalah suatu tindakan yang menunjukkan pengakuan terhadap rasa sakit atau
keterpurukan orang lain maupun diri sendiri. Compassion merupakan salah satu bentuk
empati. Terdapat pengaruh resilience yang melekat ketika kita harus menghadapi situasi-
situasi buruk, dimana kita harus mampu menanggulanginya serta tetap kuat dan tegar. Ketika
terdapat seseorang yang mengalami situasi yang membuatnya sangat terpuruk, kita akan
berusaha mendukungnya untuk menjadi mampu dalam menghadapi kesulitannya. Untuk
dapat membantu orang tersebut, kita tentunya harus lebih mampu dalam menghadapi situasi
serupa. Lalu siapa yang akan mengajari diri kita untuk menjadi lebih tegar? Jawabannya
adalah pengalaman. Apabila kita sudah pernah mengalami situasi tersebut, dan mampu
melewatinya dengan baik, maka kita akan mampu untuk membantu kesulitan orang tersebut.
A. Expressing Compassion
Orang yang penuh kasih sayang pada umumnya akan selalu peduli terhadap orang-orang
yang ada disekelilingnya. Mereka sangat terampil dalam menjalin hubungan interpersonal
dengan orang lain dalam kesehariannya.
Orang yang penuh kasih sayang biasanya dikenal karena cara mereka berperilaku. Anda
tidak perlu mengenal mereka dengan baik untuk menentukan apakah mereka memiliki sikap
yang penuh kasih atau tidak karena secara spontan mereka akan menunjukan itu. Anda dapat
memercayai mereka dan mengetahui bahwa mereka akan membantu Anda dalam menghadapi
kesulitan. Terdapat beberapa skill yang digunakan dalam mengekspresikan rasa belas kasih,
diantaranya :
1. Making friends easily
Orang-orang yang penuh belas kasih adalah orang-orang yang ramah. Mereka tidak takut dan
dapat merangkul setiap orang. Mereka sangat terbuka untuk menjadi seorang teman dan
tidak bersikap defensive. Mereka tidak merasa malu atau bahkan takut pada penolakan orang
lain.
2. Feeling empathy
Perasaan empati akan timbul ketika sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada seseorang.
Ia bisa merasakan setidaknya untuk sesaat perasaan seseorang saat melalui kesulitan yang
29
terjadi. Ia akan menunjukan perhatiannya dengan mengungkapkan kata yang menghibur atau
pemahaman dan juga menawarkan bantuan jika diperlukan.
3. Honest about reactions
Orang yang berbelas kasih akan memberitahu seseorang ketika kelakuan orang itu
menyinggung perasaannya. Ia tidak akan mendendam maupun menunggu orang itu sadar jika
mereka salah. Ia akan memberitahu orang itu jika perilakunya sangat mengusik, dengan
harapan orang itu berubah, sehingga hubungan diantara mereka tetap berjalan.
4. Managing negative emotions
Orang yang berbelas kasih mengetahui jika dirinya sedang merasa marah, sedih, takut
maupun iri. Ia akan mencari tahu dengan berdiskusi bersama dirinya sendiri di alam
sadarnya, kemudian meresolusi apa yang menyebabkan emosi negatifnya terus ada agar ia
bisa mempererat hubungannya dengan orang lain.
5. Expecting fairness
Orang yang penuh kasih sayang sangat mengharapkan keadilan dan biasanya bersedia untuk
mengatasi pelanggaran keadilan yang terjadi. Contoh ketidakadilan antara lain ketidakadilan
peraturan dan regulasi, ketidakadilan pengelompokan, ketidakadilan perilaku oleh anggota
keluarga dan perilaku-perilaku lain yang dinilai tidak adil jika dikaitkan dengan konsep
keadilan dan kesetaraan. Penyelesaian bisa diselesaikan tanpa dendam dan tuduhan. Namun,
bagaimanapun kemarahan dapat di ekspresikan dan dijelaskan.
6. Demonstrating affection
Orang yang penuh kasih sayang tidak takut untuk menunjukan kasih sayang kepada orang
lain. Mereka bersedia untuk memeluk seseorang atau mengungkapkan apa yang dia rasakan
terhadap mereka. Bagi beberapa orang kurang menyukai kontak fisik, mereka akan
mengungkapkan dengan kata-kata dan senyuman.
7. Listening
Orang yang berbelas kasih mendengarkan orang-orang yang mendekatinya. Mereka memberi
perhatian, tanggapan, dan menghormati orang yang mereka dengarkan. Ia tidak memberi tahu
apa yang harus dilakukan oleh orang lain.
30
Orang yang berbelas kasih bisa untuk menerima penghargaan dari orang lain tanpa berkata
"oh saya tidak ada melakukan sesuatu yang spesial" atau "aku tidak layak dipuji seperti ini.
Orang lain melakukan lebih banyak." Orang yang berbelas kasih cenderung memuji orang
lain lebih sering, namun ia sulit untuk menerima pujian.
9. Initiating conversations
Orang yang penuh kasih bersedia memulai percakapan dengan orang lain dalam rangka untuk
menunjukkan keramahan kepada orang lain disekitarnya. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
inisiatif Anda untuk memulai percakapan saat berada dalam keadaan terdesak dengan sopan,
sehingga seseorang mau mendengarkan dengan antusias.
10. Asking for help
Sekelompok orang yang penuh kasih percaya terhadap orang lain, sehingga dirinya merasa
cukup bebas untuk meminta bantuan ketika ia memerlukannya. Ia telah membangun sebuah
jaringan untuk mendukungnya sehingga ia tidak pernah merasa sendirian atau bahkan
ditelantarkan ketika hal yang sangat buruk menimpanya. Ia melakukan pendekatan kepada
orang lain dengan kepedulian. Sikap yang ditunjukkan oleh orang yang berbelas kasih seperti
mengatakan bahwa dirinya berharap orang lain membantunya karena ia tahu orang lain
adalah orang yang baik juga.
Compassion adalah suatu tindakan yang menunjukkan pengakuan terhadap rasa sakit atau
keterpurukan orang lain maupun diri sendiri. Compassion merupakan salah satu bentuk
empati. Terdapat pengaruh resilience yang melekat ketika kita harus menghadapi situasi-
situasi buruk, dimana kita harus mampu menanggulanginya serta tetap kuat dan tegar. Orang
yang penuh kasih sayang pada umumnya akan selalu peduli terhadap orang-orang yang ada
disekelilingnya. Mereka sangat terampil dalam menjalin hubungan interpersonal dengan
orang lain dalam kesehariannya. Orang yang penuh kasih sayang biasanya dikenal karena
cara mereka berperilaku. Terdapat beberapa skill yang digunakan dalam mengekspresikan
rasa belas kasih, diantaranya adalah Making friends easily, Feeling emphaty, Honest about
reactions, Managing negative emotions, Expecting fairness, Demonstrating affection,
Listening, Accepting compliments and praise from others, Initiating conversations, Asking
for help.
31
A COMPASSIONATE MAN
Sub-bab ini mengemukakan anekdot tentang seorang yang bernama Moses dan
penguasa bernama Pharaoh atau Firaun. Dikisahkan bahwa Moses merupakan seorang
pemimpin dari kaum Yahudi di Israel, sedangkan Firaun adalah tirani yang berkuasa saat itu.
Firaun mencetuskan sistem perbudakan terhadap masyarakat Yahudi yang mana hal itu tidak
lain dan tidak bukan hanya mengakibatkan penderitaan bagi mereka. Di sinilah peran Moses
sebagai pemimpin mereka muncul sebagai penyelamat. Walaupun Moses dianggap
bersaudara dengan sang Firaun, ia tidak serta merta mengikuti apa yang dilakukan oleh
Firaun. Moses menentang sistem perbudakan terhadap kaumnya karena ia merasa iba dan
tidak tega dengan kondisi kaumnya itu. Ia bertekad kuat untuk membebaskan kaumnya dari
sistem perbudakan yang menderita tersebut karena ia merasa mereka juga berhak
mendapatkan kebebasan. Moses bersikap dengan mendahulukan kepentingan kaumnya,
bahkan ketika ia sendiri terancam nyawanya oleh sang Firaun. Namun Moses tidak
memedulikan itu, ia merasa apa yang dilakukannya adalah benar. Satu hal pasti yang ada di
pikirannya adalah “Kaumku harus bebas!”.
Dari anekdot di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa compassion atau rasa iba atau
rasa belas kasih merupakan komponen yang penting dalam hubungan interpersonal. Mengapa
rasa belas kasih menjadi penting? Tidak hanya dengan belas kasih kita dapat memahami
kondisi orang lain, namun dengan belas kasih juga memungkinkan kita untuk bertindak
sesuai kondisi itu, menurut apa yang baik dan benar. Sekarang terdapat dua sisi dari belas
kasih, pertama adalah bagaimana orang lain memberi kita rasa belas kasih dan kedua adalah
bagaimana kita memberi rasa belas kasih kita kepada orang lain. Dari dua sisi tersebut
terdapat intisari, yaitu simpati dan empati. Tanpa simpati, kita tidak akan merasa terlibat
dengan apa yang dialami orang lain. Tanpa empati, kita tidak akan bertindak terhadap simpati
yang kita rasakan.
Terakhir, secara garis besar ada 3 pertanyaan penting terkait rasa belas kasih kita terhadap
orang lain dan sebaliknya yang dapat menjadi pertimbangan terkait rasa belas kasih, yaitu:
Bagaimana kita, dan orang lain, menunjukkan rasa belas kasih terhadap sesama? Apakah
menurut kita, dan orang lain, ada cara lain yang lebih baik untuk mengekspresikan rasa belas
kasih tersebut? Bagaimana jika kita dihadapkan pada situasi yang sama dengan yang dialami
32
orang lain, apa yang akan kita dilakukan? Dan apa yang akan orang lain lakukan jika
situasinya menjadi terbalik?
Kesimpulan
Compassion atau rasa iba atau rasa belas kasih merupakan komponen yang penting dalam
hubungan interpersonal. Tidak hanya dengan belas kasih kita dapat memahami kondisi orang
lain, namun dengan belas kasih juga memungkinkan kita untuk bertindak sesuai kondisi itu,
menurut apa yang baik dan benar. Sekarang terdapat dua sisi dari belas kasih, pertama adalah
bagaimana orang lain memberi kita rasa belas kasih dan kedua adalah bagaimana kita
memberi rasa belas kasih kita kepada orang lain. Dari dua sisi tersebut terdapat intisari, yaitu
simpati dan empati. Tanpa simpati, kita tidak akan merasa terlibat dengan apa yang dialami
orang lain. Tanpa empati, kita tidak akan bertindak terhadap simpati yang kita rasakan.
33
MATERI 7
REGULASI DIRI (2)
EXPANDING YOUR EMOTIONAL VOCABULARY
DIFFERENT SETTINGS
Saat berada dirumah hubungan interpersonal akan menjadi tidak formal dan
cenderung lebih mendalam. Sehingga seseorang akan cenderung menggunakan bahasa tubuh
,verbal serta emosi dengan penerapannya yang sangat berbeda dan pengertiannya lebih
menyeluruh. Seseorang akan mengatakan dan melakukan apa saja yang mereka inginkan,
serta menduga itu akan dimengerti dan diterima orang banyak. Umumnya mereka tidak
terhalangi dalam hal itu, akan tetapi saat mereka membawa hal tersebut ketempat yang
informal, perilaku yang mendasar justru akan mengalami kesulitan yang sangat besar.
Misalnya pada anak-anak.Anak anak memilliki kesulitan khusus didalam waktu untuk
mengerti isi antara akhir dari kerukunan serta awal dari peningkatan formalitas.
34
MATERI 8
HUBUNGAN INTERPERSONAL
Active Listening mengharuskan kita untuk menjadi seseorang yang aktif dalam
mendengarkan sehingga saat kita aktif mendengarkan maka kita akan menjadi seseorang
yang pasif dalam berbicara. Sebagai seorang psikolog active listening sangat penting.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendengarkan dapat disimpulkan ke dalam 5 M
, yaitu :
1. Mendengarkan
2. Mengklarifikasi
3. Menentukan
4. Menyimpulkan
5. Mengarahkan
VerbalCommunication
Komunikasi verbal sangat sulit. Banyak orang yang memiliki masalah pengalaman di
beberapa poin, seperti dalam mengekspresikan pikiran, perasaan, instruksi atau petunjuk
pilihan dan aturan dengan cara yang di mengerti. Kata adalah sumber utama dari
kesalahpahaman. Kesalahpahaman terjadi karena masing-masing individu memaknakan kata
dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Dengan melakukan pengoreksian dari waktu ke
waktu saat berkomunikasi dengan seseorang merupakan cara yang sangat tepat untuk
memperbaiki komunikasi verbal kita, agar dapat lebih baik lagi. Penggunaan kata-kata yang
35
salah akan mempengaruhi suatu hubungan interpersonal yang terjadi. Oleh karena itu ketika
kita ingin berpendapat, kita akan cenderung memikirkan resiko yang akan kita dapatkan
terlebih dulu seperti penolakan, penghinaan, kesalahpahaman, dan atau mempermalukan diri
sendiri, sehingga kita tergabung dengan sejumlah orang yang menghindari untuk
mengungkapkan. pendapat, nilai-nilai, dan harapannya. Ketakutan ini muncul karena faktor
lingkungan dan faktor dari diri sendiri
Ada beberapa cara untuk mengendalikan amarah, dalam hal ini berhubungan dengan
RETHINK yaitu:
1. R : Recognize
Menyadari ketika kamu sedang marah dan merenungkannya
2. E : Emphatize
Menempatkan posisi kita ditempat orang yang membuat kita marah
3. T : Think
Pikirkan apa yang membuat kita marah
4. H : Hear
Dengarkan masukan orang lain
5. I : Integrate
Hadapi dengan senyuman
6. N : Notice
Menyadari dampak yang ditimbulkan oleh tubuh kita saat marah
7. K : Keep
Tetap Berkomunikasi
36
Belajar untuk mengembangkan macam-macam emosi ,atau mengenali serta
menyebutkan emosi kita sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui :
a. Cenderung menutup diri dalam membahas kejadian atau perasaan pada orang lain.
b. Adanya suatu pertimbangan dalam melakukan kegiatan karena lebih
memperhitungkan untung ruginya.
c. Adanya persepsi mengenai kharakteristik suatu individu saat melakukan
Interpersonal Relationship.
a. Penggunaan kata-kata yang baik dan sopan dengan tingkat keintiman yang sesuai saat
Interpersonal Relationship.
b. Membuat pengaturan mengenai cara berhubungan dalam Interpersonal Relationship,
agar orang merasa nyaman dan tidak menghindari kita.
Active Listening mengharuskan kita untuk menjadi seseorang yang aktif dalam
mendengarkan sehingga saat kita aktif mendengarkan maka kita akan menjadi seseorang
yang pasif dalam berbicara. Sebagai seorang psikolog active listening sangat penting.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendengarkan dapat disimpulkan kedalam 5 M,
yaitu :
1. Mendengarkan
Sebagai seorang pendengar, ada baiknya kita mendengarkan secara keseluruhan artinya
kita mendengarkan tanpa memotong cerita dari pembicaraan.
2. Mengklarifikasi
37
Saat mendengarkan, apa yang kita pahami belum tentu sejalan dengan apa yang mereka
(orang yang kita dengarkan) maksud, untuk itu perlu adanya klarifikasi agar tidak terjadi
bias atau kesalahpahaman dalam informasi.
3. Menentukan
Yang dimaksud dengan ‘menentukan’ dalam hal ini adalah emosi yang sedang dialami
oleh orang yang kita dengarkan. Sebagai seorang pendengar maka kita dituntut untuk bisa
menentukan emosi apa yang sedang dialami oleh mereka (orang yang kita dengarkan).
4. Menyimpulkan
Setelah mendengarkan, mengklarifikasi dan menentukan emosi yang dialami oleh orang
yang kita dengarkan, maka kita dapat menyimpulkan situasi yang sedang terjadi oleh
mereka.
5. Mengarahkan
Sebagai seorang praktisi psikologi, kita tidak bisa memutuskan hal-hal seperti apa yang
harus dilakukan, kita hanya bisa mengarahkan atau membantu merencanakan solusi yang
bisa diterapkan dalam masalah mereka.
Verbal Communication
Komunikasi verbal sangat sulit. Banyak orang yang memiliki masalah pengalaman di
beberapa poin, seperti dalam mengekspresikan pikiran, perasaan, instruksi atau petunjuk
pilihan dan aturan dengan cara yang di mengerti. Dengan melakukan komunikasi verbal
maka kita memerlukan kata.
Kata adalah sumber utama dari kesalahpahaman. Kesalahpahaman terjadi karena masing-
masing individu memaknakan kata dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kadang kala
seorang pembicara mengekspresikan perasaan mereka dengan intens seperti bahwa kata-kata
tidak datang sendirinya. Komunikasi verbal sangat tergantung pada ketenangan diri, jika kita
memiliki ketenangan pada diri kita, maka kita dapat menemukan kata-kata dan yang jelas
untuk dapat dimengerti. Dengan melakukan pengoreksian dari waktu ke waktu saat
berkomunikasi dengan seseorang merupakan cara yang sangat tepat untuk memperbaiki
komunikasi verbal kita, agar dapat lebih baik lagi. Bila kalian memerlukan bantuan dalam
menghadapi kesulitan berkata-kata yang benar, maka kita perlu mengkoreksi satu sama lain
Uses of Word
Penggunaan kata-kata yang salah akan mempengaruhi suatu hubungan interpersonal yang
terjadi. Kata-kata yang kita gunakan di dalam hubungan interpersonal tidak hanya
mengungkapkan bagaimana cara kita berpikir dan norma yang kita pegang, tetapi juga
mengacu pada sebuah harapan apa yang akan kita dapatkan dari sebuah hubungan tersebut.
Oleh Karena itu ketika kita ingin berpendapat, kita akan cenderung memikirkan resiko yang
akan kita dapatkan terlebih dulu seperti penolakan, penghinaan, kesalahpahaman, dan atau
mempermalukan diri sendiri, sehingga kita tergabung dengan sejumlah orang yang
menghindari untuk mengungkapkan pendapat, nilai-nilai, dan harapannya. Ketakutan ini
muncul karena faktor lingkungan dan faktor dari diri sendiri, contohnya ketika di rumah kita
38
sedang berlatih berpendapat atau berpidato tetapi saudara kita mengejek apa yang kita
katakan dengan maksud meremehkan dari kata-kata atau mengejek kata-kata yang kita
gunakan, karena itu kita menjadi kurang percaya diri dengan apa yang kita katakana
Kesimpulan
Hubungan interpersonal adalah interaksi antara individu, menyampaikan isi pesan
serta menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Hubungan interpersonal melibatkan cara
berkomunikasi yang baik. Maka dari itu, bahasa merupakan media utama dalam berekspresi,
baik secara verbal, fisik, dan emosional untuk mengkomunikasikan hal-hal yang ingin
disampaikan dengan baik dan mudah dipahami. Jadi, body language merupakan cara
seseorang mengekspresikan sesuatu dengan bantuan gerak tubuh untuk memberi atau
menambah makna dari ucapan.
Active Listening mengharuskan kita untuk menjadi seseorang yang aktif dalam
mendengarkan sehingga saat kita aktif mendengarkan maka kita akan menjadi seseorang
yang pasif dalam berbicara. Komunikasi verbal sangat sulit, Dengan melakukan komunikasi
verbal maka kita memerlukan kata. Kata adalah sumber utama dari kesalahpahaman.
Kesalahpahaman terjadi karena masing-masing individu memaknakan kata dengan sudut
pandang yang berbeda-beda. Kadang kala seorang pembicara mengekspresikan perasaan
mereka dengan intens seperti bahwa kata-kata tidak datang sendirinya. Komunikasi verbal
sangat tergantung pada ketenangan diri, jika kita memiliki ketenangan pada diri kita, maka
kita dapat menemukan kata-kata dan yang jelas untuk dapat dimengerti. Penggunaan kata-
kata yang salah akan mempengaruhi suatu hubungan interpersonal yang terjadi. Kata-kata
yang kita gunakan di dalam hubungan interpersonal tidak hanya mengungkapkan bagaimana
cara kita berpikir dan norma yang kita pegang, tetapi juga mengacu pada sebuah harapan apa
yang akan kita dapatkan dari sebuah hubungan tersebut.
39
MATERI 9
KERJASAMA KELOMPOK
Cara mengatur pengaruh emosi terhadap perilaku kita adalah sebagai berikut
Setiap individu memiliki cara dalam berhubungan interpersonal yang berbeda dalam
situasi formal atau informalnya. Seperti contoh kita sedang dalam suasana kampus, dikampus
kita berhubungan interpersonal dengan para Dosen sebagai situasi formal yang kita hadapi
yaitu dengan berbicara yang sopan, nada berbicara yang baik, kemudian sebaliknya berbeda
jika kita sedang berbicara dengan kawan satu program studi dengan kita, yang secara tidak
sadar mereka seumuran dengan kita (sebaya) yang sebagai situasi informal kita saat
40
berhubungan interpersonal yaitu dengan berbicara layaknya mahasiswa atau mahasiswi yang
sebaya, beda dengan nada bicara yang kita gunakan ketika berbicara luntur dengan dosen.
a. Cenderung menutup diri dalam membahas kejadian atau perasaan pada orang lain.
Ini sangat Penting untuk dihindari, karena jika kita menutup diri ketika kita dalam
kesulitan dan memerlukan bantuan orang lain, maka mereka akan cenderung
menolak untuk membantu kita.
b. Adanya suatu pertimbangan dalam melakukan kegiatan karena lebih
memperhitungkan untung ruginya. Misalnya ada orang yang sedang
membutuhkan pertolongan kita (kecelakaan), kita sebagai penolong biasanya
cenderung berfikir tentang apa yang menjadi keuntungan kita kalau kita
menolongnya, dan apa ruginya kita jika kita menolong orang tersebut.
c. Adanya persepsi mengenai kharakteristik suatu individu saat melakukan
Interpersonal Relationship. Misalnya kita sudah membentuk suatu pemikiran
bahwa individu lain memiliki sifat yang tidak begitu kita sukai, padahal hal
tersebut belum kita ketahui secara pasti.
a. Penggunaan kata-kata yang baik dan sopan dengan tingkat keintiman yang sesuai saat
Interpersonal Relationship. Misalnya dalam berkomunikasi kita memperhatikan
bagaimana kata-kata kita serta kedekatan kita terhadap orang lain agar mereka merasa
nyaman saat berkomunikasi dengan kita.
b. Membuat pengaturan mengenai cara berhubungan dalam Interpersonal Relationship,
agar orang merasa nyaman dan tidak menghindari kita. Misalnya jika orang tersebut
adalah orang yang baru kita kenal kita menggunakan kata-kata yang sesuai agar
mereka tidak terganggu akan sikap kita.
Kesimpulan
Belajar untuk mengembangkan macam-macam emosi ,atau mengenali serta
menyebutkan emosi kita sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui
Memberitanda pada bagian buku, majalah yang mencirikan dan memberi pengertian
mengenai emosi, Membuat label grup, dimana kita mengkatagorikan dan memberi penamaan
(label) pada perasaan yang kita miliki. Apakah perasaan itu negatif atau positif,
menyenangkan atau menyedihkan, membawa kegembiraan atau membawa tekanan pada diri
kita..Membuat catatan kecil tentang interaksi kita dengan orang lain, kata- kata yang kita
gunakan apakah bersifat membangun, menyatakan kepedulian ataukah malah menyatakan
ketidaksukaan dan mengkritik.
41
Hubungan interpersonal akan menjadi tidak formal dan cenderung lebih mendalam.
Sehingga seseorang akan cenderung menggunakan bahasa tubuh ,verbal serta emosi dengan
penerapannya yang sangat berbeda dan pengertiannya lebih menyeluruh. Seseorang akan
mengatakan dan melakukan apa saja yang mereka inginkan, serta menduga itu akan
dimengerti dan diterima orang banyak. Umumnya mereka tidak terhalangi dalam hal itu, akan
tetapi saat mereka membawa hal tersebut ketempat yang informal, perilaku yang mendasar
justru akan mengalami kesulitan yang sangat besar.
42
MATERI 10
ETIKA BUDAYA
A. Materi
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos. Etika menurut Bertens adalah:
a. Nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang
dalam mengatur tingkah laku.
b. Kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
c. Ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)
Sedangkan apakah itu estetika? Teori tentang keindahan atau seni, estetika berkaitan dengan
nilai indah-jelek. Makna keindahan secara luas adalah keindahan yang mengandung ide
kebaikan. Secara sempit mengandung makna indah dalam lingkup persepsi penglihatan
(bentuk dan warna) Secara estetik murni keindahan menyangkut pengalaman estetik sesorang
dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui indera. Estetika berifat
subyektif,sehingga tidak bisa dipaksakan. Yang terpenting adalah penghargaan.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia beretika lahir dan
dididik oleh budaya yang beretika. Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya
yang diciptakan harus mengandung nilai-nilai etik yang bersifat universal. Etika sangat
bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.
Budaya menjadi tema sentral dalam menjalankan tri dharma perguruan tinggi di Universitas
Udayana. Hal ini tercermin dalam visi dan misi Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana.
Visi
Menjadikan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebagai
lembaga pendidikan Psikologi yang mampu menghasilkan lulusan yang unggul, mandiri, dan
berbudaya dalam pengembangan dan penerapan Psikologi bagi masyarakat, serta
mempunyai daya saing di tingkat nasional dan internasional di tahun 2025
Misi
a. Misi Umum
43
Memberdayakan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
sebagai perguruan tinggi yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi
berlandaskan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan nilai budaya.
b. Misi Khusus
Meningkatkan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
bertaraf nasional dan internasional, berlandaskan ipteks, budaya, moral, dan
integritas yang tinggi sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Mewujudkan program studi yang mandiri dan profesional dalam pengelolaan dan
pengembangan institusi serta mempunyai tata kelola yang baik (Good Corporate
Governance).
Terlihat bahwa kata budaya disebutkan berulang kali dan telah menjadi tujuan seluruh
program studi di lingkup Universitas Udayana untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya
unggul dan mandiri, namun yang utama adalah lulusan yang berbudaya.
Gambar 2.
Kerangka berpikir Unud dengan PIP Kebudayaan
Pola Ilmiah Pokok (PIP) adalah warna keilmuan yang dikembangkan pada suatu perguruan
tinggi, dimana pengembangan warna keilmuan itu didasarkan pada potensi yang khas pada
44
suatu daerah, di tempat mana perguruan tinggi berdiri. Lingkungan alam Bali sosio-kultural-
religious menjadi dasar eksistensi PIP Kebudayaan Unud. Hal inilah yang menjadi dasar
untuk memilih kebudayaan menjadi PIP Universitas Udayana.
Luaran yang diharapkan adalah sivitas akademika dan alumni yang unggul dalam bidangnya,
berwatak mandiri, mampu mengimplementasikan berbagai konsep budaya dalam
kehidupannya, mampu mendorong munculnya berbagai hakekat kebudayaan dalam
masyarakat, mengembangkan prinsip-prinsip harmoni dan kebersamaan sesuai dengan Tri
Hita Karana, dan tercermin di dalam soft skill.
PIP Unud adalah gabungan antara budaya dan teknologi. Sistem teknologi menurut Susanto
(1985) terdiri dari software (pola pikir), hardware (kebendaan), humanware (kemampuan
tenaga kerja manusia), organoware (organisasi/manajemen), dan infoware (informasi tentang
teknologi yang dimiliki). Sistem kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1993) terdiri dari
konsep/pola pikir/nilai, sosial, dan artefak/kebendaan.
45
d. Pembangunan laboratorium sesuai poin di atas.
46
e. Transformasi hardware yang eksis pada kebudayaan Bali yang bersifat kearifan lokal.
f. Transformasi berbagai aspek hardware yang memiliki implementasi sosial.
g. Transformasi tentang Manusia Bali yang berkaitan dengan konsep dan hakekat
hidupnya.
h. Transformasi tentang Manusia Bali berkaitan dengan artefak yang eksis dalam
Masyarakat Bali.
i. Transformasi tentang konsep/pola pikir/nilai dari lembaga tradisional yang ada di
Bali.
j. Transformasi tentang sistem sosial dari lembaga tradisional yang ada di Bali.
k. Transformasi artefak dari lembaga tradisional yang ada di Bali.
l. Transformasi tentang konsep yang berkaitann dengan sistem informasi tradisional
pada kehidupan Masyarakat Bali.
47
MATERI 11
ETIKA PERGAULAN DAN PENAMPILAN
A. Materi
Yang perlu dipahami di perguruan tinggi adalah kesadaran bahwa mahasiswa bukan siswa,
dan dosen tidak hanya bertugas mengajar, namun juga mendidik, menginspirasi, serta
menjadi role model lewat kegiatan tri dharma perguruan tinggi yang dijalani. Pendidikan di
perguruan tinggi ditandai dengan dengan pendidikan orang dewasa, dengan karakteristik
sebagai berikut:
a. Perencanaan yang sistematis.
b. Adanya tanggung jawab.
c. Kemandirian.
d. Kemampuan dalam pengambilan keputusan.
e. Pengulangan dalam memorizing.
f. Berorientasi pada tugas.
g. Memiliki pandangan yang objektif.
h. Siap menerima kritik dan saran.
Penampilan Mahasiswa
48
Dari gambar 4 dapat dilihat aturan tata tertib dalam berpenampilan di perguruan tinggi. Selain
tata tertib, aturan pergaulan, seperti contohnya kedisiplinan dan aturan berkomunikasi juga
perlu mendapatkan perhatian dari mahasiswa.
1. Kedisiplinan
a. Datang tepat waktu pada saat perkuliahan dengan toleransi keterlambatan 15
menit.
b. Wajib mengikuti SGD, Pleno, dan Lecture.
c. Media komunikasi disilent. No food and drink.
d. Presensi kehadiran minimal 75% di setiap mata kuliah.
e. Dispensasi direkomendasikan oleh Rektor.
f. Hadir di ruang ujian paling lambat 5 menit sebelum ujian dimulai. Toleransi
keterlambatan 15 menit.
g. Skripsi adalah karya original.
h. Bagaimana mengurus cuti akademik?
2. Pergaulan
Ekspektasi masyarakat terhadap profesi psikologi adalah individu yang hangat,
melayani dengan sepenuh hati, pengertian, memahami orang lain, menyenangkan, dan
memiliki kemampuan didalam mendengarkan dengan aktif.
49
MATERI 12 SELF
PLANNING
Pengertian Well-Being
Dalam bahasa Indonesia arti kata Well-Being adalah sejahtera atau kesejahteraan.
Kata “sejahtera” berarti aman, sentosa, selamat dan makmur atau bisa juga diartikan sebagai
suatu keadaan yang terlepas dari segala macam gangguan. Sedangkan “kesejahteraan” adalah
keamanan atau keselamatan, kesenangan hidup dan kemakmuran.
50
dewasa. Individu dalam hal ini dapat mempertahankan sikap-sikap positifnya dan
sadar akan keterbatasan yang dimiliki.
2. Hubungan Positif Dengan Orang Lain (Positive Relations with Others)
Diartikan sebagai kemampuan untuk mencintai dilihat juga sebagai karakteristik
utama dari kesehatan mental. Individu yang mempunyai tingkatan yang baik pada
dimensi ini ditandai dengan memiliki hubungan yang hangat, memuaskan dan saling
percaya dengan orang lain, serta memahami konsep memberi dan menerima
hubungan sesama manusia. Individu ini mampu untuk mengelola hubungan
interpersonal secara emosional dan adanya kepercayaan satu sama lain sehingga
merasa nyaman.
3. Otonomi (Autonomy)
Kemandirian adalah kemampuan, melakukan dan mengarahkan perilaku secara sadar
dan mempertimbangkan yang mana negatif dan positifnya sehingga mampu
memutuskan dengan tegas dan penuh keyakinan diri. Individu uang memiliki tingkat
otonomi yang baik maka individu tersebut akan mandiri, mampu mengatur perilaku
diri sendiri dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi.
4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan suatu lingkungan yang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhannya. Penguasaan lingkungan yang baik dapat dilihat
dari sejauh mana individu dapat mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang
ada dilingkungan. Hal ini sangatlah penting pada kehidupan eksternal tiap individu
dimana faktor eksternal adalah sesuatu hal yang dapat merubah sebagian aspek
kehidupan individu.
5. Tujuan Hidup (Purpose of Life)
Keyakinan yang memberikan satu perasaan dan pemahaman yang jelas tentang tujuan
dan arti kehidupan. Individu yang memiliki tujuan hidup yang baik akan memiliki
target dan cita-cita dalam hidupnya serta merasa bahwa kehidupaan saat ini dan masa
lalu adalah bermakna. Oleh sebab itu, seseorang yang telah bisa berfungsi secara
postif akan memiliki tujuan, yang mana semua hal tersebut akan mengarah pada hidup
yang bermakna pada pencapaian mimpi-mimpi yang diharapkan tiap individu dalam
masa depannya.
6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Berfungsinya aspek psikologi yang optimal harus berkembang, mengembangkan
potensi-potensinya untuk tumbuh dan maju. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri
50
sendiri dan merealisasikan potensi yang dimilikinya merupakan pusat dari sudut
pandang klinis mengenai pertumbuhan pribadi
Melalui penelitian yang dilakukan, Ryff menemukan faktor-faktor demografis seperti usia,
jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi perkembangan psychological
well-being seseorang.
1. Usia
Ditemukan adanya perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari
berbagai kelompok usia. Semakin bertambah usia seseorang makan semakin
mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Individu tersebut semakin dapat
mengatur lingkungannya menjadi yang lebih baik sesuai dengan keadaan dirinya.
2. Jenis Kelamin
Satu-satunya dimensi yang menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil, anak laki-laki
digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, dan perempuan digambarkan
sebagai sosok yang pasif dan tergantung serta sensitif terhadap perasaan orang lain.
Sifat stereotipe ini terbawa sampai
3. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup,
penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Individu yang memiliki status
sosial ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain
yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik. Hasil ini sejalan dengan status
sosial yang dimiliki individu akan memberikan pengaruh berbeda pada psychological
well-being seseorang.
3. Budaya
Sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap psychological
well-being yang dimiliki suatu masyarakat.
individu tersebut dewasa.
51
Konsep Well-Being
Istilah well-being lebih digunakan dibandingkan dengan happiness. Kata Yunani yang
sering diartikan sebagai ‘kebahagiaan’ (eudaimonia) mungkin terlihat terlalu berlebihan.
Tetapi pada kenyataannya, eudaimonia terbatas tidak hanya untuk makhluk yang memiliki
kesadaran tetapi juga kepada manusia (human beings): hewan yang tidak manusiawi (non-
human animals) tidak memiliki eudaimon. Hal ini karena eudaimonia memberikan kesan
bahwa dewa atau peruntungan memiliki satu hal yang disukai dan ide tentang dewa-dewa
yang peduli dengan makhluk bukan manusia tidak terpikir oleh bangsa Yunani.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan psychological well-being adalah keadaan individu yang menerima diri apa
adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, mampu mengontrol
lingkungan eksternal, memiliki arti dalam hidup serta mampu merelisasikan potensi dirinya
secara continue. Menurut Ryff (1989) psychological Well-Being adalah kemampuan individu
untuk menerima dirinya apa adanya maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance),
pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya
bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan
orang lain (positive relationship with others ), kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan
lingkungannya secara efektif ( environmrntal mastery ), dan memiliki kemandirian dalam
menghadapi tekanan sosial (autonomy). Faktor-faktor demografis seperti usia, jenis kelamin,
status sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi perkembangan psychological well-being
seseorang.
52
MATERI 13
BERSYUKUR
Pengertian Syukur
Bersyukur adalah sebuah hal yang sangat penting dalam kehidupan , namun sering
sekali di lupakan oleh manusia. Untuk mempunyai rasa bersyukur tidak perlu menunggu hal
yang besar terjadi dalam kehidupan kita. Pernakah kita membayangkan bahwa hidup kita
sangat beruntung karena masih di beri kesehatan , keselamatan ,dan yang terpenting adalah
kehidupan. Bersyukur berasal dari kata "syukur" yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah,
dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara,
yaskuru,syukran, dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya. Syukur berasal
dari kata syukuran yang berarti mengingat segalanya nikmat-Nya.
Menurut Bahasa, syukur adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa
menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan,
dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.
Tujuan Bersyukur:
1. Untuk berterima kasih kepada Tuhan bahwa kita telah diberikan kehidupan ini.
2. Untuk memenuhi dan menjalankan perintah Tuhan bahwa manusia diwajibkan
bersyukur kepada Tuhan.
3. Sebagai bentuk terimakasih kepada Tuhan karena kita telah diberikan keselamatan,
kebahagiaan, dan kesuksesan dalam hidup ini.
4. Kita bersyukur kepada Tuhan dalam bentuk berbagi kepada sesama. Jika kita merasa
memiliki kelebihan dalam hal apapun, maka kita wajib untuk berbagi kelebihan
tersebut kepada orang lain yang kekurangan. Jika kita tidak memiliki kelebihan
53
apapun, minimal kita mensyukuri bahwa kita mampu berdoa untuk mendapatlan
sedikit kelebihan seperti yang dimiliki orang lain.
Manfaat bersyukur:
1. Menjaga kesehatan mental remaja
Remaja yang pandai bersyukur tentulah lebih bahagia. Selain itu mereka juga dikenal
memiliki pandangan yang lebih baik terhadap hidupnya, bertingkah laku lebih baik di sekolah
hingga lebih bisa diharapkan ketimbang teman-temannya yang kurang bersyukur. "Lebih
pandai bersyukur mungkin adalah hal yang diperlukan oleh masyarakat kita untuk
menumbuhkan generasi yang siap membuat perbedaan pada dunia," kata peneliti Giacomo
Bono, PhD, seorang profesor psikologi dari California State University.
2. Meningkatkan kesejahteraan
Sebuah studi pada tahun 2003 yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and
Social Psychology, rajin bersyukur dapat mendorong kesejahteraan seseorang. Pandangan
hidup orang yang melakukannya pun jadi lebih cerah serta memunculkan hal-hal positif yang
lebih besar pada orang tersebut.
3. Nilai akademis yang lebih baik
Siswa sekolah menengah yang pandai bersyukur terbukti memiliki nilai akademik
yang lebih bagus, termasuk dalam hal integrasi sosial dan kepuasan terhadap hidup daripada
rekan-rekan mereka yang kurang bersyukur. Hal ini diungkap sebuah studi pada tahun 2010
yang ditampilkan dalam Journal of Happiness Studies. Peneliti juga menemukan bahwa
remaja yang pandai bersyukur lebih jarang mengalami depresi atau mudah cemburu.
"Lagipula jika dikombinasikan dengan studi sebelumnya, penggambaran manfaat rasa syukur
itu lebih jelas terlihat saat remaja," ungkap peneliti.
4. Menjadi teman yang lebih baik bagi orang lain
Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2003 dalam Journal of Personality and Social
Psychology, rasa syukur juga dilaporkan dapat mendorong perilaku sosial yang positif seperti
membantu orang lain yang tertimpa masalah atau memberikan dukungan emosional pada
orang lain.
5. Tidur lebih nyenyak
Menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri sebelum beranjak tidur dapat
membantu seseorang tertidur lebih nyenyak. Fakta ini diungkap sebuah studi yang
dipublikasikan dalam jurnal Applied Psychology: Health and Well-Being.
54
Secara spesifik, peneliti menemukan bahwa ketika seseorang menghabiskan waktu 15
menit untuk menuangkan segala hal yang mereka syukuri ke dalam sebuah jurnal sebelum
tidur maka orang yang bersangkutan akan lebih cepat tertidur dan tidur lebih lama.
6. Memperkuat hubungan dengan pasangan
Sebuah studi yang ditampilkan dalam jurnal Personal Relationship mengungkapkan
bahwa mensyukuri setiap hal terkecil yang dilakukan pasangan membuat hubungan seseorang
dengan pasangannya dijamin akan lebih kuat. Sama halnya jika Anda membuat jurnal tentang
segala hal yang Anda syukuri dari pasangan karena hal itu juga akan memberikan dampak
positif bagi hubungan.
7. Menjaga kesehatan jantung
Pada tahun 1995, sebuah studi yang dipublikasikan dalam American Journal of
Cardiology menunjukkan bahwa apresiasi dan emosi positif dapat dikaitkan dengan
perubahan variabilitas detak jantung. Hal ini dianggap bermanfaat dalam terapi pengobatan
hipertensi dan mengurangi kemungkinan kematian mendadak pada pasien gagal jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner.
8. Memperkuat moral tim
Atlit yang pandai bersyukur lebih sedikit mengalami kelelahan dan lebih banyak
mendapatkan kepuasan hidup, termasuk kepuasan terhadap kinerja timnya.
9. Sistem kekebalan yang lebih sehat
Rasa syukur juga dikatakan berkaitan dengan optimisme sehingga mendorong sistem
kekebalan tubuh menjadi lebih sehat. Salah satunya dibuktikan oleh sebuah studi dari
University of Utah yang menunjukkan bahwa mahasiswa jurusan hukum yang stres namun
tetap optimis terbukti memiliki lebih banyak sel-sel darah yang meningkatkan kesehatan
sistem kekebalan ketimbang rekan-rekan mereka yang pesimis.
10. Mencegah emosi negatif akibat datangnya musibah
Sebuah situs WebMD melaporkan bahwa musibah dapat mendorong munculnya rasa
syukur dan hal itu dapat meningkatkan perasaan saling memiliki sekaligus menurunkan stres.
ada 3 cara untuk bersyukur dalam hidup kita.yakni;
1. Mengeluh
Setiap jenis keluhan entah itu yang diutarakan dengan bercanda, apalagi yang serius, adalah
ciri tipisnya atau bahkan tidak adanya rasa syukur. Dan ini tidak hanya meliputi keluhan
terhadap kondisi personal, diri dan badan kita sendiri,
55
Misalnya: mengeluh tentang harga barang yang makin mahal, mengeluh tentang penghasilan
yang kecil
Saya memahami bahwa ini mungkin bagian dari budaya kita, untuk merendah, tidak
sombong, tetapi yang jadi masalah adalah kalau omongan ini terlalu sering kita ucapkan
sehingga kita tidak lagi bisa membedakan antara hanya sekedar basa-basi dengan yang
sebenarnya kita rasakan. Padahal sebenarnya, tidak ada suatupun di dunia ini yang
merupakan sesuatu yang kecil. Uang 500 perakpun seandainya tidak diberikan-NYA, kalian
tidak akan bisa memilikinya.
3. Kikir
Ya, kikir adalah juga satu tanda tidak bersyukurnya seseorang. Dia merasa bahwa yang dia
miliki masih kecil jumlahnya, sehingga tidak mau berbagi atau sulit berpisah dengannya.
Atau dia khawatir, cemas, dan takut tidak akan mendapat lagi, sehingga merasa harus
menyimpan-nyimpan untuk diri sendiri. Cara berpikir kikir sungguh berbahaya, lebih
berbahaya dari suka mengeluh, karena di belakangnya tersimpan rasa tidak adanya terima
kasih pada Tuhan, serta rasa tidak percaya akan pertolongan dan kekuasaan Tuhan, dan ini
dalam bahasa agama, ekstrim-nya, bisa dikategorikan kufur dan kafir.
Kesimpulan
Semua hubungan interpersonal memiliki komponen emosional, dimana pada penelitian
akhirnya, ditemukan bahwa komponen tersebut akan bisa menjaga suatu hubungan tetap baik
atau malah akan menghancurkannya. Jika komponen tersebut negatif, maka hubungan
tersebut akan hancur atau akan menimbulkan permusuhan, tidak ada kepercayaan satu sama
lain, dan atau akan bersifat merusak. Cara Mengatur emosi terhadap perilaku kita adalah
dengan cara memahami respon emosional kita, dan Mengatur emosi impulsif dan perilaku
destruktif dengan cara mengkomunikasikannya. Kata syukur bahasa berasal dari
kata”syakara”yang berarti membuka, sebagai lawan dari kata kafara (kufur) yang berarti
menutup. Sedangkan menurut istilah syara’ syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang
dikaruniakan Tuhan yang disertai dengan ketundukan kepadanya dan mempergunakan
nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi ya memang sangat susah ketika kita
harus bersyukur. karena yang kita tahu, bahwa setiap individu itu pasti mempunyai hawa
nafsu yang dimana itu harus terpenuhi,seperti:rasa kurang puas,rasa penasaran,rasa
56
keinginan yang tinggi. sehingga kita sangat susah untuk mengikuti hawa nafsu kita.nah
ketika kebanyakan orang itu tidak bisa mengatur hawa nafsunya.maka orang itu akan menjadi
stress,yang dimana itu disebabkan oleh keinginan yangg tetunda. dan dari semua itu
setiaporang harus bisa mengontrol dirinya sendiri.sehingga tingkatan stress yang dialammi
setiap orang bisa berkurang. ketika kita bersyukur,mak setiap segala kegiatan yang akan kita
lakukan akan menjadi lebih fresh.itu disebabkan karena orang itu tidak mempunyai beban
dalam hidupnya. dan apabila kita bisa mengontrol diri kita yang dimana disebabkan oleh
hasrat kita yang berlebihan.semua kegiatan yang kita kerjakan akan menjadi lebih optimal.
maka dari sana rasa bersyukur di dalam diri kita diperlukan. dan disini ada juga beberapa
cara untuk mengontrol emosi itu dan beberapa cara untuk bersyukur.
57
MATERI 14
PRAKTEK
58
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, R. & Goldstein, S. (2003). The Power of Resilience: Achieving Balance, Confidence
and Personal Strength in Your Life. New York: The Mcgraw Hill Companies.
Grotberg, E. E. (1990). Tapping Your Inner Strength: How To Find the Resilience to Deal
with Anything. Oakland, CA : New HarbingerPublications, Inc.
59