Anda di halaman 1dari 46

Tugas Etnomatematika

Eksplorasi Etnomatematika Kain Tenun Ikat ternate


dan Penerapannya Pada Pembelajaran Matematika.

Oleh

Irawati Ridwan 080821001


Lili Suratmi 080821005
Sri Rahayu Ningsih 080821012

Dosen Pengampu: Dr. Hery Suharna M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PASCA SARJANA


UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat

dan maju, banyak upaya dilakukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia

yang lebih berkualitas, salah satunya adalah melalui pendidikan. Menurut Syah (2011:

10), pendidikan dapat diartikan sebagai proses dengan metode-metode tertentu sehingga

orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan tingkah laku yang sesuai dengan

kebutuhan. Menurut James & James, matematika adalah ilmu tentang logika mengenai

bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang

lainnya (Suherman et al., 2003: 16). Konsep-konsep dalam matematika berhubungan

dengan konsep diluar matematika.

Indonesia memiliki banyak keragaman dan keunikan budaya. Hal ini dapat dilihat

dari Indoesia memiliki banyak pulau dan suku yang telah menjadi ciri khas bangsa.

Seharusnya dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat

Indonesia lebih setia, peduli dan bangga pada budaya lokal. Akan tetapi pada

kenyataannya menunjukkan kondisi yang berbeda yaitu kesetiaan, kepedulian dan

penghargaan terhadap budaya lokal semakin menurun.

Sejak dulu, kehidupan manusia dengan penggunaan matematika tidak dapat

dipisahkan. Hal ini terlihat dari berbagai kelompok budaya yang berbeda telah

menggunakan pengetahuan matematika yang berbeda satu dengan lainnya (Walle, 2006:

104). Diantara penggunaan konsep matematika dalam kehidupan manusia ialah

digunakan dalam kesenian, ukiran, perhiasan danlain sebagainya. Matematika merupakan

bagian dari budaya dan sejarah (Fathani, 2009: 87). Kebudayaan merupakan cara khas

manusia untuk mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Yang khas pada kebudayaan

ialah bahwa design kehidupan itu diperoleh melalui proses belajar (Maran, 2007:20).
Matematika itu terwujud karena adanya kegiatan manusia (Soedjadi, 2007:6). Ketika

budaya, matematika dan pendidikan dikombinasikan, pencampuran ini sering kali

dinamakan dengan ethnomathematics. Ethnomathematics dapat disebut sebagai

matematika dalam lingkungan (math in the invironment) atau matematika dalam

komunitas (math in the community). Pada tingkat lain, ethnomathematics dapat

dideskripsikan sebagai suatu cara khusus yang dipakai oleh kelompok budaya tertentu

dalam aktivitas mengelompokkan, mengurutkan, berhitung, bermain, membuat pola dan

menjelaskan dengan cara mereka sendiri (Sumardyono, 2004: 21-22). Jika dikaitkan

dengan dunia pendidikan, ethnomathematics adalah sebuah penelitian yang mengkaji

tentang sejarah dan konsep dari matematika, yang berimplikasi untuk pengajaran

(D’Ambrosio,2007:26). Konseptualisasi matematika dalam kehidupan sehari-hari,

khususnya dilihat dalam kebudayaan dan seni kita temui beragam-ragam budaya

yangmerupakan representasi dari banyak konsep matematika. Diantaranya adalah konsep

geometri yang muncul dalam seni budaya kain Indonesia. Dalam kain songket ini muncul

beberapa konsep geometri seperti teselasi (geometri hiperbolik) dan konsep fractal.

Konseptualisasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dilihat dalam

kebudayaan dan seni kita temui beragam-ragam budaya yangmerupakan representasi dari

banyak konsep matematika. Diantaranya adalah konsep geometri yang muncul dalam

seni budaya kain Indonesia.

Kota Ternate merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Maluku

Utara, Indonesia dengan ibu kota Sofifi. Dari aspek budaya, masyarakat Kota ternate

sangat kaya akan budaya lokal, diantaranya ialah adat istiadat, kesenian, kerajinan

tangan, dan lainnya.Salah satu budaya lokal yang sampai saat ini masih ada ialah kain

tenun ikat pakan. Kain tenun ikat ternate tidak jauh berbeda dengan kain tenun dari

daerah lain termasuk kain songkat, perbedaannya di motif karena di motif memiliki

filosofi masing-masing dari daerah sendiri dan juga pada kain tenun ikat ternate masih
menggunakan alat tradisonal pakan gedogan bukan ATBM. Kain tenun ikat merupakan

sebuah keterampilan bagi masyarakat kota ternate sejak lama. Orang Ternate jujur

mengakui bahwa kerajinan tenun ikat bukanlah kerajinan asli dari budaya mereka. Tenun

ikat dibawa oleh para perantau dari Sulawesi yang dulunya banyak menyasar wilayah

Maluku dan Maluku Utara. Hingga, mereka turut mengajarkan orang asli Ternate untuk

menenun. Masyarakat lokal berhasil menerjemahkan teknik pembuatan sarung tenun ini,

lalu memasukkan unsur-unsur lokal yang original, dan akhirnya menemukan motif

mereka sendiri. Kain tenun Ternate banyak menceritakan tentang latar belakang

kehidupan masyarakatnya yang sangat dekat dengan laut. Maka, kamu akan kamu temui

motif kerrang, burung laut, ikan, atau siput pada kain tenun Ternate. Motif ini pulalah

yang kemudian diturunkan turun temurun kepada anak dan cucu, sehingga orang Ternate

sudah mengakui sendiri bahwa ini adalah hasil karya mereka sendiri. Dengan cara

tradisional dan masih menggunakan alat tenun yang bukan mesin, para perempuan

menghasilkan tenun dengan motif/bunga yang berbeda. Perbedaan motif ini biasa terjadi

dikarenakan motif-motif tersebut mempunyai makna, bukan sekedar sebuah gambar akan

tetapi mengandung makna tertentu.

Ketika melakukan pengamatan jarak jauh pada salah satu sekolah dasar di

Kota Ternate, diketahui bahwa pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru di

kelas tentang bangun datar maupun bangun ruang, hanya menggunakan alat peraga

yang umum seperti alat peraga yang terbuat dari kertas karton maupun plastik tebal

dengan ukuran ideal, tetapi belum menggunakan alat peraga yang ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari, yang dapat memudahkan siswa untuk menerapkan

pembelajaran matematika tersebut. Hal ini membuat siswa sulit untuk berpikir secara

realistik.

Dalam pembelajaran dengan muatan etnomatematik, pembelajaran matematika

dapat memuat unsur-unsur budaya yang dialami siswa sehari-hari dengan konsep
matematika yang telah diperolehnya. Konsep etnomatematik yang akan dilakukan

pada kain tenun ikat Ternate ini dapat menjadi sumber belajar sekaligus sebagai upaya

untuk melestarikan budaya Ternate, dimana budaya tersebut memiliki kaitan langsung

dengan matematika.

Menurut Nor Maizan Abdul Aziz, Rokiah Embong, Zubaidah Abd Wahab & Hamidah
Maidinsah (2012), (dalam Sabilirrosyad) dimungkinkan untuk dilakukannya studi
ethnomathematics pada aktivitas bertenun. Aktivitas bertenun, dibalik pengetahuan budaya yang
melingkupinya, dipandang memiliki karakteristik-karakteristik matematika. Pengungkapannya
melalui ethnomathematics diyakini akan menunjukkan adanya keterhubungan antara matematika
dengan budaya, juga sebaliknya. Keterhubungannya terlihat dari aktivitas matematika yang
dilakukan oleh para penenun. Aktivitas matematika ini muncul secara alami, melalui
pengetahuan dan pandangan masyarakat Ternate sendiri tanpa melalui pendidikan atau pelatihan
formal.
Dengan kata lain, secara tidak sadar kelompok masyarakat (Ternate) yang tidak
mengenyam pendidikan mampu menggunakan konsep-konsep matematika dalam mendesain dan
menghasilkan suatu karya seni. Sehingga dapatlah dikaji penggunaan konsep matematika dalam
menghasilkan tenun dan hal ini sejalan dengan pendapat Marcia Ascher and Robert Ascher
(1997) bahwa “Ethnomathematics is the study of mathematical ideas of nonliterate peoples”
(Powell & Frankenstein, 1997: 25).
Beberapa penelitian sebelumnya sudah membuktikan bahwa matematika dalam budaya
dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan dalam pembelajaran matematika. Seperti yang
ditunjukkan oleh Melkior Wewe dan Hildegardis Kau (2019) dalam penelitian dengan judul
“Etnomatematika Bajawa: Kajian Simbol Budaya Bajawa dalam Pembelajaran Matematika”
mendapatkan hasil bahwa symbol budaya Bajawa berupa rumah adat (Sa,o, Meze), Bhaga dan
Ngadhu sangat erat kaitannya dengan materi geometri pada pembelajaran matematika.
Selanjutnya 2018). Alfonsa M. Abi (2016) juga telah melakukan penelitian dengan judul
“Integrasi Etnomatematika dalam Kurikulum Matematika Sekolah” menunjukkan hasil bahwa
konsep matematika telah dimiliki dan dihidupi masyarakat sejak lama. Hal ini terealisasi dari
bentuk etnomatematika suku Amanuban yang memuat banyak konsep-konsep matematika
terutama dalam bidang geometri dan aljabar. Wara Sabon Dominikus yang juga telah
melakukan penelitian dengan judul “Etnomatematika Adonara” memperoleh hasil bahwa
etnomatematika Adonara mempunyai kaitan dengan matematika sekolah yakni bilangan dan
basis bilangan, penamaan waktu, menghitung, mengukur, membandingkan, mengurutkan,
menjelaskan, bentuk geometri, pola bilangan, bilangan polidromik serta mengevaluasi dan
memutuskan.
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik mengungkapkan konsep matematika apa saja
yang ada dalam motif kain tenun ikat ternate yang akan menjadi topik dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul:
Eksplorasi Etnomatematika Kain Tenun Ikat ternate dan Penerapannya Pada Pembelajaran
Matematika.

B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa saja aspek-aspek matematika yang ditemukan dalam kain tenun Ikat Ternate?

2. Bagaimana penerapan aspek-aspek matematika yang ditemukan dalam kain tenun

Ikat Ternate pada pembelajaran?


BAB II
Kajian Teoritik
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1. Etnomatematika

Menurut Prabwati (2016, hal. 25) dalam jurnalnya bahwa beragam kajian mengenai ethno
telah dikenal seperti ethnomusicology, ethnobotany, ethnopsychology. Ethnoscinece dimaknai
sebagai kajian scientific berkaitan dengan fenomena-fenomena teknologi yang berkaitan langsung
dengan latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Ethnolanguage dimaknai sebagai kajian
bahasa dalam hubungan dengan keseluruhan budaya dan kehidupan sosial, sehingga dengan
analogi yang sama ethnomathematics dimaknai sebagai kajian matematika (ide matematika) dalam
hubungan keseluruhan budaya dan kehidupan sosial.

Ubiratan D’Ambrosio seorang matematikawan Brasil dalam Prabawati (2016, hal. 27)
menyatakan bahwa secara istilah etnomatematika diartikan sebagai: The mathematics which is
practiced among identifiable cultural groups such as national-tribe societies, labour groups
chlidern of certain age brackets and professional classes. Artinya: metematika yang dipraktekkan
di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh,
anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional.

Ubiratan D’Ambrosio pada tahun 1999 menyempurnakan definisinya yang pernah


diungkapkannya dalam Puspadewi (2014, hal. 80) menjadi I have been using the word
ethnomathematics as modes, styles and techniques (tics) of explanation, of understanding and of
coping with the nurutal and cultural environment (mathema) in distinct cultural systems (ethno).
Artinya: saya telah menggunakan kata etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik
menjelaskan, memahami, dam menghadapi lingkungan alam dan budaya dalam sistem budaya
yang berbeda.

Pendapat Ubiratan D’Ambrosio pada tahun 1999 menyempurnakan definisinya yang


pernah diungkapkannya dalam Puspadewi di halaman 8, bahwa etnomatematika terbentuk dari
kata ethno, maathema, dan tics. Awalnya etho mengacu pada kelompok kebudayaan yang dapat
dikenali, seperti perkumpulan suku di suatu Negara dan kelas-kelas profesi di masyarakat,
termasuk pula bahasa dan kebiasaan mereka sehari-hari..Kemudian, mathema disini berarti
menjelaskan, mengerti, mengukur, mengklasifikasi, mengurutkan, dan memodelkan suatu pola
yang muncul pada suatu lingkungan. Akhiran tics mengandung arti seni dalam teknik.

Ascher dalam Tandililing (2015, hal. 40) mendefinisikan etnomatematika sebagai suatu
studi tentang ide-ide matematika dalam masyarakat literasi. Artinya, Secara tidak sadar karya seni
yang dibuat oleh kelompok masyarakat atau suku-suku tertentu yang tidak mengenyam pendidikan
formal mengandung konsep-konsep matematika. Pernyataan-pernyataan yang sudah diungkapkan
maka etnomatematikan dapat diartikan sebagai matematika yang dipraktikan oleh kelompok
budaya yang berada di lingkungan masyarakat semua kalangan.

Etnomatematika menggunakan konsep matematika secara luas yang terkait dengan


aktivitas matematika meliputi aktivitas berhitug dan mengukur. Etnomatematika merupakan kajian
matematika yang terintegrasi dengan budaya pada kehidupan masyarakat. Etnomatematika jika
disadari masyarakat semua kalangan maka masyarakat akan berpikir bahwa matematika itu
merupakan ilmu dari segala ilmu pengetahuan yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan nyata.
Masyarakat sudah berpikir seperti itu maka masyarkat akan menggunakan matematika dalam
kehidupannya. Seperti pengrajin kain tenun ketika ingin membuat kain tenun sepanjang yang
diinginkan oleh pengrajin maka pengrajin kain tenun harus memperhitungkan benang yang akan di
butuhkan dalam proses ini pola pikir pengrajin tersebut menggunakan pola pikir matematika agar
benang yang dibutuhkan tidak melebihi batas agar sesuai dengan panjang kain tenun yang
dinginkan jika melebihi batas maka pengrajin tersebut akan mengalami kerugian karena modal
yang dikeluarkan lebih besar dari pada keuntungan yang di dapatkan.

Etnomatematika dalam dunia pendidikan juga dapat dianggap sebagai sebuah program
yang bertujuan untuk mempelajari siswa memahami, mengartikulasikan, mengolah dan akhirnya
menggunakan ide-ide matematika, konsep dan praktek-praktek yang dapat memecahkan masalah
yang berkaitan dengan aktivitas kebudayaan sehari-hari dalam masyarakat pendidikan. Seperti
dalam penelitian yang dilakukan oleh Theresia Laurens (2016, hal. 10) bahwa setalah siswa
belajar pada proses pembelajaran dengan berbasis etnomatematika dapat meningkatkan hasil
belajar dan sebelum pembelajaran berbasis etnomatematika rerata hasil belajar siswa berada pada
katagori rendah. Pernyataan Theresia Laurens tersebut sama halnya dengan pernyataan Euis
Fajriyah (2018, hal. 116) bahwa hadirnya etnomatematika dalam pembelajaran matematika
memberikan nuansa baru bahwa belajar matematika tidak hanya didalam kelas tetapi juga bisa
diluar kelas dengan mengunjungi atau berinteraksi dengan kebudayaan setempat dapat digunakan
sebagai media pembelajaran matematika. Sementara itu, dilihat dari sisi pendeketan pembelajaran,
maka etnomatematika selaras dengan pendekatan pembelajaran matematika yang cocok jika
diterapkan dalam kurikulum 2013.

2.1.2. Kain Tenun

Seni dalam menenun berkaitan erat dengan budaya, kepercayaan, dan lingkungan alam
yang diberi rasa. Kain tenun merupakan kebudayaan Indonesia selain batik yang sudah
mendapatkan pengakuan UNESCO pada tahun 2009 sebagai salah satu arisan budaya bangsa
Indonesia. Indonesia memiliki beberapa pulau yang memiliki kebudayaan menenun yaitu pulau
Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara dengan corak yang berbeda-beda sesuai
dengan kebudayaan yang dilakukan setiap daerah perdalaman tersebut. Kultur sosial dalam
masyarakat beragam, maka seni tenun pada masing-masing daerah memiliki perbedaan. Oleh
sebab itu, seni tenun dalam masyarakat selalu memiliki ciri khas, dan merupakan bagian dari
representasi budaya masyarakat tersebut.

Menurut Wiyoso Yudoseputro dalam Mardiyanti (2016, hal. 20) lebih lanjut mengatakan:
Tenun adalah cara pembuatan kain dan pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya
persilangan antara dua benang yang terjalin saling tegak lurus satu sama yang lain. Benang-benang
tersebut terbagi dalam dua arah, yaitu vertikal dan horizontal. Benang yang arahnya vertikal atau
mengikuti panjang kain dinamakan benang lungsi, sedangkan benang yang arahnya horizontal atau
mengikuti lebar kain tersebut benang pakan yang dalam prateknya benang lungsi disusun secara
sejajar atau pararel dan dipasang di atas alat tenun, sedangkan pakan adalah benang yang bergerak
kekanan dan kekiri dimasukkan kesela-sela benang lungsi dan dipasang pada teropong dalam
bentuk gulungan di atas palet.

Kain tenun merupakan kerajinan yang dilakukan oleh masyarakat berupa bahan kain yang
dibuat dari benang serat, kapas, sutera diselembaran kain dengan proses persilangan benang-
benang memanjang (lungsi) dan melebar (pakan) berdasar suatu pola tertentu dengan bantuan alat
tenun. Benang memanjang merupakan benang yang hanya memiliki satu warna sebagai warna
breakground dan benang yang melintang merupakan benang yang memiliki berbagai warna
sebagai warna yang membentuk motif.

2.1.3. Kain Tenun Ikat Ternate

Sejenis  kain tua yang sudah dikenal di Indonesia sejak zaman dahulu kala, adalah kain
tenun ikat. Hampir di setiap wilayah Indonesia memiliki kain tenunnya sendiri. Mulai dari wilayah
Indonesia Barat hingga Timur memiliki ciri khas tersendiri pada kain tenunnya. Kain tenun
biasanya memiliki harga yang tidak murah, namun sangat wajar karena proses pengerjaan yang
rumit dan memakan waktu berhari-hari. Salah satu kain tenun yang unik dan memiliki karakter
kuat adalah kain tenun asli Ternate.

Pada dasarnya, kain tenun Ternate tidak berbeda dari kain tenun lain di Indonesia. Mulai
dari benang yang menjadi bahan dasar, peralatan hingga teknik pembuatan pun sama dengan kain
tenun dari daerah lain.Sebenarnya, kerajinan tenun ikat bukanlah kerajinan asli dari budaya
Ternate Maluku. Sejarah kain tenun Maluku di Ternate di awali oleh para perantau dari pulau
Sulawesi yang dulunya banyak menyasar wilayah Maluku dan Maluku Utara. Mereka yang
membawa ketrampilan membuat tenun ikat ke daerah ini.
Para perantau dari Sulawesi ini yang mengajarkan orang asli Ternate untuk menenun.
Masyarakat setempat pun mengembangkan teknik pembuatan kain tenun tradisional ini terutama
dalam motif atau corak khas. Pengrajin tenun di Ternate mulai memasukkan unsur-unsur lokal
yang original, dan akhirnya menemukan motif khas Ternate Maluku Utara. Motif kain tenun
Ternate banyak menceritakan tentang latar belakang kehidupan masyarakatnya yang sangat dekat
dengan laut. Tak heran, kamu akan menemukan motif kerang, burung laut, ikan, atau siput pada
selembar kain khas Maluku Utara. Motif pada kain khas Maluku tersebut yang kemudian
diturunkan turun temurun kepada anak dan cucu, sehingga orang Ternate sudah mengakui sendiri
bahwa motif pada kain tradisional tersebut adalah hasil karya khas daerah Ternate.

Tenun Ikat dari Pulau Ternate memang memiliki corak-corak dan warnanya yang beraneka
ragam dan motif yang berbeda dengan yang ada di pulau-pulau yang lain. Karena dekat dengan
laut, motif kain tenun dibentuk mirip biota laut seperti kepiting, cumi-cumi, teripang, ikan, dan
kura-kura. Ada beberapa kain tenun yang memiliki motif gajah. Motif gajah ini dikenal yang
paling unik karena binatang besar itu sebenarnya tidak pernah ada di wilayah tempat tinggal
mereka. Namun, para penenun sudah membuat motif gajah ini secara turun-temurun yang mereka
tidak dapat menjelaskan kapan tepatnya motif ini mulai dibuat di Pulau Ternate. Namun seiring
waktu motif yang digunakan sekarang sudah beragam tidak terfokus pada motif yang dulu.
Sekarang banyak motif yang menggunakan motif bangun datar.

Kain Tenun Ternate memang jarang kita dengar dan kurang populer di dunia busana
Indonesia. Namun demikian, kain ini adalah sesuatu yang langka dan sudah ada cukup lama di
Ternate. Satu daerah di Ternate yang bernama Koloncucu adalah pusat pembuatannya dan
kerajinan kain ini telah diturunkan secara turun-temurun di tempat ini. Banyak pengrajin kain
tenun Ternate yang berasal dari tempat ini, dan biasanya menenun tidak hanya mereka jadikan
sumber pemasukan uang tetapi sebuah hobi yang akan mengisi setiap waktu luang mereka.Untuk
membuat satu kain tenun, biasanya sang pengrajin harus memakan waktu sekitar 1 minggu.
Namun demikian, dapat menjadi 1 bulan bila motif kain yang dibuat cukup rumit.

2.1.4. Grup Kristalografi

Menurut Garnadi (2012, hal. 3) menyatakan bahwa grup kristalografi adalah poligon-
poligon yang kongruen dengan sisi-sisinya tidak saling overlap (tumpah tindih) ketika ditata.
Suatu bidang yang luas dapat diisi dengan poligon-poligon yang kongruen sehingga seluruh luas
pada bidang terisi dan tidak ada yang berlubang dengan melakukan perputaran (rotasi),
pecerminan (refleksi), pegeseran (translasi) terhadap poligon-poligon tersebut.
1. Translasi
Translasi merupakan satu bentuk transformasi berupa perpindahan suatu objek dengan
cara memindahkan objek dengan jarak yang sama dan arah yang sama sesuai bentuk aslinya dalam
Mufida (2015, hal. 38). Geonawan (2014, hal. 64) bahwa translasi adalah perpindahan tempat pada
semua himpunan titik suatu ojek dengan jarak dan arah yang sama. Myta dan Isnaini (2017, hal.
80) menyakan translasi adalah suatu transformasi yang memindahkan setiap titik pada bidang
dengan jarak dan arah yang tetap. Jadi translasi merupakan perpindahan suatu objek seperti titik,
garis dan bidang datar dengan jarak dan arah yang sama dengan menggunakan sistem koordinat.
Berikut ini bentuknya:

Gambar II.1
Translasi

Sumber: Marsigit (2008, hal. 30)

2. Refleksi
Menurut Irma (2016, hal. 13) menytakan bahwa refleksi atau pencerminan adalah bentuk
transformasi geometri yang memindahkan objek menjadi bayangan seperti di depan cermin.
Baichaqi (2015, hal. 13) menyatakan bahwa releksi merupakan memindahkan suatu objek kearah
tertentu menjadi suatu bayangan. Kurniasih dan Isnaini (2017, hal. 63) berpendapat bahwa refleksi
(pencerminan) adalah bagian lain dari transformasi yang memindahkan suatu titik pada bangun
geometri dengan menggunakan sifat benda dan bayangan pada cermin datar.:

Gambar II.2
Refleksi

Arah tertentu yang dimaksud yaitu sumbu pada garis kartesisus. Posisi objek asli dan
banyangannya bisa dilihat dengan garis kartesius. Garis kartesisus termuat garis x dan garis y.
Garis x merupakan garis horizontal dan garis y merupakan garis vertikal. Berikut ini sumbu yang
digunakan pada saat refleksi:

a. Refleksi terhadap sumbu x


Refleksi terhadap sumbu x ini, objek yang akan direfleksikan akan memotong sumbu x
sehingga hasil refleksinya akan saling berhapadan dengan objek yang di refleksikan sehingga
memiliki bentuk serta ukuranya sama.

Gambar II.3
Refleksi Terhadap Sumbu x

b. Refleksi terhadap sumbu y


Refleksi terhadap sumbu x ini, objek yang akan direfleksikan akan memotong sumbu y
sehingga hasil refleksinya akan saling berhapadan dengan yang bentuk serta ukuranya sama oleh
objeknya.

Gambar II.4
Refleksi Terhadap Sumbu y

c. Refleksi terhadap garis y = x


Refleksi terhadap sumbu x ini, objek yang akan direfleksikan akan memotong garis y = x
sehingga hasil refleksinya akan saling berhapadan pada daerah sumbu x positif dan sumbu y
positif dengan objek yang di refleksikan sehingga bentuk serta ukurannya sama.
Gambar II.5
Refleksi Terhadap Garis y = x

d. Refleksi terhadap garis y = -x


Refleksi terhadap garis y = -x merupakan refleksi suatu objek dengan hasil refleksi objek
memotong garis y = -x yang berarti hasil refleksinya saling berhadapan dengan objek yang
direfleksikan pada daerah sumbu x negatif dan sumbu y positif sehingga bentuk serta ukurannya
sama.

Gambar II.6
Refleksi Terhadap Garis y = -x

e. Refleksi terhadap titik asal O (0,0)


Refleksi terhadap titik asal O (0,0) merupakan refleksi suatu objek dengan hasil refleksi
objek memotong pada titik asal O (0,0) yang berarti hasil refleksinya tidak berhadapan dengan
objek yang direfleksikan melainkan saling bersebrangan melalui titik (0,0).

Gambar II.7
Refleksi Terhadap Titik Asal

f. Refleksi terhadap sumbu x = h


Refleksi terhadap sumbu x = h merupakan refleksi suatu objek dengan hasil refleksi objek
memotong pada sumbu x yang berarti hasil refleksinya berhadapan dengan objek yang
direfleksikan melalui sumbu x = h sehingga bentuk serta ukurannya sama.
Gambar II.8
Refleksi Terhadap Garis x = h

g. Refleksi terhadap sumbu y = k


Refleksi terhadap sumbu y = k merupakan refleksi suatu objek dengan hasil refleksi objek
memotong pada sumbu y = k yang berarti hasil refleksinya berhadapan dengan objek yang
direfleksikan melalui sumbu y = k sehingga bentuk serta ukurannya sama.

Gambar II.9
Refleksi Terhadap Garis y = k

h. Rotasi
Rotasi merupakan salah satu trnasformasi yang memindahkan suatu objek dengan cara
memutar dan objek yang dirotasi akan membentuk banyangan objek yang sama dengan bentuk
yang memutar sesuai dengan besaran sudut putarannya mulai dari sudut 0 ° sampai 360 °.

Gambar II.10
Bentuk Rotasi

Penggunaan perputaran (rotasi), pecerminan (refleksi), pegeseran (translasi) terhadap


poligon-poligon secara berulang akan di dapatkan pola-pola simetri tertentu, seperti Error:
Reference source not found.

Gambar II.11
Poligon Pengisian Bidang

Menurut Schattschneider (1978, hal. 442) dalam hal ini terdapat 17 grup kristalografi
dengan poligon-poligon kecilnya disebut sebagai kisi satuan. Suatu kisi jika setiap pola yang
berulang memiliki gabungan dari titik-titik sehingga membentuk vektor. Vektor yang membentuk
sebuah sisi dari suatu kisi dihasilkan dari pergeseran suatu pola. Tidak hanya pergeseran saja
sebuah pola berulang juga menggunakan grup isometri bidang seperti perputaran, pencerminan
yang memetakan suatu pola atas dirinya sendiri. Grup simetri dari sebuah pola berulang juga
memetakan suatu gabungan kisi atas dirinya sendiri.

Gambar II.12
Kisi Satuan Saling Berhubungan

17 tipe grup kristalografi memiliki bentuk berbeda-beda yang terdapat pada Error:
Reference source not found berikut ini:

Gambar II.13
Grup Kristalografi 2 Dimensi

Sumber: Jurnal schattschneider (1978, hal. 442)

Beberapa pengelompokan sesuai Error: Reference source not found tersebut memiliki
beberapa notasi, antara lain:

1. Huruf p dan c menyatakan kisi satuan.


2. Bilangan bulat n menunjukkan orde atau tingkatan perputaran.
3. Huruf m menyatakan sumbu pencerminan di sumbu-x
4. Huruf g menyatakan tidak ada pencerminan melainan sumbu pantul geser.
5. Symbol yang menunjukan sebah sumbu simetri pada sudut α terhadap sumbu-x, dengan α
bergantung pada n. α = 180 ° untuk n = 1 atau n = 2, α = 45 ° untuk n = 4 dan α = 60 ° untuk n
=3 atau n = 6.
Mengklasifikasikan suatu pola ke dalam satu model dari 17 kisi satuan pertama membaca
alogaritma kemudian menentukan bentuk kisi satuan yang termuat pada tabel.
Alogaritma

Gambar II.14
Alogaritma Penentuan Kisi Satuan
Tabel kisi satuan

Tabel II.1
Kisi Satuan

Model Kisi Kisi Orde Pencerminan Pantul Keterangan


Satuan Geser
p1 jjg 1 Tidak ada Tidak ada
p2 jjg 2 Tidak ada Tidak ada
pm ppj 1 Ada Tidak ada
pg ppj 1 Tidak ada Ada
cm bkt 1 Ada Ada
pmm ppj 2 Ada Tidak ada
pmg ppj 2 Ada Ada Sumbu simeri
sejajar
pgg ppj 2 Tidak ada Ada
cmm bkt 2 Ada Ada Sumbu simetri
saling tegak lurus
p4 bks 4 Tidak ada Tidak ada
p4m bks 4 Ada Ada Pusat-4 pada
sumbu cermin
p4g bks 4 Ada Ada Pusat-4 tidak
pada sumbu
cermin
p3 hks 3 Tidak ada Tidak ada
p3m1 hks 3 Ada Ada Semua pusat-3
pada sumbu
cermin
p31m hks 3 Ada Ada Tidak semua
pusat-3 pada
sumbu cermin
p6 hks 6 Tidak ada Tidak ada
p6m hks 6 Ada Ada

Keterangan:
jjg : jajar genjang
ppj : persegi panjang
bkt : belah ketupat
bsk : bujur sangkar
hks : heksagonal

2.1.5 Model Matematika

Model matematika merupakan mendeskripsikan suatu narasi ke dalam bentuk matematika


dengan diberi suatu simbol. Proses penjabarannya disebut sebagai modelling atau pemodelan yang
tidak lain merupakan proses berpikir (Palagay, 2009, hal. 2).
Model matematika yang digunakan oleh peneliti yaitu matriks. Menurut Purwanto (2005,
hal. 21) menyatakan bahwa matriks adalah jajaran elemen yang berupa bilangan berbentuk
segiempat. Akbar (2016, hal. 13) menyatakan bahwa matriks adalah kumpulan bilangan terstruktur
yang ditempatkan pada baris dan kolom berbentuk persegi panjang serta dibatasi oleh dua kurung
siku. Matriks merupakan jajaran elemen yang berupa bilangan ditempatkan pada baris dan kolom
berbentuk persegi panjang dibatasi dengan dua kurung siku. Bentuk matriks ditetukan oleh
banyaknya baris dan kolom.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif, dengan tujuan

untuk mengeksplorasi etnomatematika motif kain tenun ikat Ternate, serta mengetahui aspek-

aspek matematika yang terdapat pada kain tenun ikat Ternate sehingga dapat digunakan

dalam pembelajaran matematika. Menurut Burns (2011) mengatakan bahwa penelitian

kualitatif dilakukan untuk memperkenalkan pemahaman tentang pengalaman dan kondisi

masyarakat, kemudian mengembangkan teori yang menggambarkan tentang pengalaman dan

kondisi tersebut. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui hubungan atau kaitan proses

pembuatan kain tenun ikat Ternate dan matematika dari segi budaya dan dari segi

matematika sebagai ilmu pengetahuan.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITI

Penelitian ini dilaksanakan pada di rumah kerajinan tenun ibu Hj.Sehat, yang

lokasinya berada tepat di kelurahan Kolongcucu kecamatan ternate Utara kota Ternate .

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 April 2022

C. SUBYEK PENELITIAN

Subyek penelitian ini orang-orang yang dianggap bisa menjawab rumusan masalah yang

akan diteliti, seperti penenenun, guru matematika, dan masyarakat setempat di Kota Ternate.

subyek pelaksana adalah 1 orang penenun dari kelompok penenun.

D. OBYEK PENELITIAN

Objek dalam penelitian ini adalah tradisi menenun di kalangan masyarakat Kota

Ternate, Provinsi Maluku, dan aspek-aspek matematis yang terdapat dalam tradisi menenun

pada masyarakat kota Ternate sendiri.


E. SUMBER DATA

Menurut Lovland dalam Lexi (1988) sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan dokumen dan lain-lain. Sumber

data dalam penelitian ini adalah hasil dari studi lapangan yang berupa hasil Wawancara,

dokumentasi berupa Foto, Video dan rekamakan dan buku-buku referensi.

F. METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang

diperlukan oleh peneliti dengan cara melakukan observasi dengan tujuan untuk

mengetahui keberadaan objek penelitian, setelah itu peneliti melakukan wawancara

dengan para pengrajin tenun. Sebelum kegiatan wawancara dilaksanakan, terlebih dahulu

peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada subjek yang telah ditunjuk dan

mengatur jadwal penelitian, agar akan tiba waktunya, peneliti mengajukan pertanyaan-

pertanyaan kemudian subjek menjawab dan menjelaskan secara detail kepada peneliti

sesuai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tujuan dari pertanyaan yang diajukan untuk

menggali berbagai informasi agar semua data yang diharapkan dapat diperoleh secara

lengkap.

Selain itu, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi

dilakukan dengan dua cara yaitu berupa foto-foto dan rekaman. Kegiatan dokumentasi

dilaksanakan setiap penelitian berlangsung dengan bantuan seorang dokumentator dalam

hal ini teman sejawat.

G. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, sehingga

mudah diolah. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen kunci dan dibantu dengan

instrumen pendukung lainnya berupa:


1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi yang digunakan berisi janis-jenis motif yang digunakan pada

kain tenun ikat Tanimbar. Selain itu, kegiatan observasi dilakukan dengan bantuan

kamera untuk mendokumentasikan setiap jenis motif yang didapatkan dalam kegiatan

tersebut.

2. Pedoman Wawancara

Peneliti melakukan tanya jawab dengan subjek menggunakan pedoman

wawancara dalam bentuk daftar pertanyaan yang diberikan kepada informan seputar

sejarah, motif, makna, dan motif yang sering digunakan dalam kain tenun ikat Ternate.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto-foto yang peneliti dapatkan saat

melakukan penelitian. Dokumentasi yang dilakukan berupa gambar bermacam-macam

motif kain tenun ikat Ternate.

H. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Pemeriksaan keabsahan data sangatlah perlu dilakukan agar data yang dihasilkan

dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah. pemeriksaan keabsahan data

merupakan suatu langkah untuk mengurangi kesalahan dalam proses perolehan data

penelitian. Dalam proses pengecekan keabsahan data pada penelitian ini melalui

triangulasi data dengan dua pendekatan yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode:

1. Triangulasi sumber data yaitu peneliti berupaya untuk membandingkan data yang

diperoleh dari salah satu sumber dengan sumber yang lain.

2. Triangulasi metode yaitu upaya untuk mengecek keabsahan data sesuai dengan

metode yang absah. Disamping itu pengecekan data dilakukan secara berulang-ulang

melalui beberapa metode pengumpulan data.

I. TEKNIK ANALISIS DATA


Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dan dikaji untuk

menjawab rumusan masalah berdasarkan pada teknik analisis data kualitatif menurut

Miles dan Huberman, yang akan diuaraikan berikut ini:

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini mengacu pada Miles dan Huberman

(Emzir 2010), dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini, yaitu pengumpulan data

(data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclutions).

1. Pengumpulan data: pada tahap ini, peneliti akan melakukan proses pengumpulan

data dari hasil wawancara, dan berbagai dokumentasi berdasarkan kategori yang

sesuai dengan kebutuhan penelitian dan kemudian dikembangkan penajaman data

melalui pencarian data selanjutnya.

2. Reduksi data: reduksi data berlangsung secara terus menerus sepanjang penelitian

belum diakhiri. Produk dari reduksi data adalah berupa ringkasan dari catatan

lapangan, baik dari catatan awal, perluasan, maupun penambahan. Tujuannya

untuk menajamkan, mengarahkan serta membuang data yang tidak perluh agar

dapat disimpulkan dan diverifikasi data tersebut.

3. Penyajian data dilakukan untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta

memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan.

Sajian data berupa narasi kalimat, gambar/skema, jaringan kerja dan tabel sebagai

narasinya.

4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan bagian dari suatu kegiatan

konfigurasi yang utuh dan juga perluh diverifikasi selama proses penelitian

berlangsung. Verifikasi mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam

pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-

catatan lapangan. Kesimpulan akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses

pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.

Secara skematis proses analisis data menggunakan model analisis data interaktif

Miles dan Huberman dapat dilihat pada bagan berikut:

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data Penerikan


Kesimpulan/Verifikas
BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL DAN


PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian dan Daerah Tempat Tinggal


Para Subjek

Subyek dalam penelitia ini adalah merupakan masyarakat kota Ternate.

Subyek ini merupakan perwakilan dari masyarakat, yaitu: satu orang penenun

dari kelompok penenun di Kelurahan Kolongcucu Kecamatan Ternate Utara

Kota Ternate bernama ibu Hj. Sehat.

Gambar.4.1 Peneliti bersama narasumber Ibu Hj.Sehat

B. Penyajian Data Penelitian

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari studi pustaka

dan jelajah internet serta wawancara, maka peneliti merangkumnya secara

berurut sebagai berikut:

1. Gambaran Umum kain Tenun Ikat Pakan Ternate


Untuk membuat satu kain tenun, biasanya sang pengrajin harus memakan
waktu sekitar 1 minggu. Namun demikian, dapat menjadi 1 bulan bila motif kain
yang dibuat cukup rumit. Pertama, benang yang menjadi bahan dasar harus diurai
dan diregangkan secara vertikal dengan menggunakan peralatan yang umumnya
terbuat dari bambu dan kayu. Selanjutnya, sang pengrajin harus menyilangkan
benang lainnya hingga membentuk motif dan mengikatnya hingga kuat dan
membentuk kain. Inilah sebabnya mengapa kain ini disebut tenun ikat. Setelah
terus dikerjakan selama beberapa waktu, kain tersebut pun siap dilipat dan
dikemas untuk selanjutnya dijual.
Tenun Ikat dari Pulau Ternate memang memiliki corak-corak dan warnanya
yang beraneka ragam dan motif yang berbeda dengan yang ada di pulau-pulau
yang lain. Karena dekat dengan laut, motif kain tenun dibentuk mirip biota laut
seperti kepiting, cumi-cumi, teripang, ikan, dan kura-kura. Ada beberapa kain
tenun yang memiliki motif gajah. Motif gajah ini dikenal yang paling unik karena
binatang besar itu sebenarnya tidak pernah ada di wilayah tempat tinggal mereka.
Namun, para penenun sudah membuat motif gajah ini secara turun-temurun yang
mereka tidak dapat menjelaskan kapan tepatnya motif ini mulai dibuat di Pulau
Ternate.
    Pada dasarnya, kain tenun Ternate tidak berbeda dari kain tenun lain di
Indonesia. Mulai dari benang yang menjadi bahan dasar, peralatan hingga teknik
pembuatan pun sama dengan kain tenun dari daerah lain. Namun yang
membedakan kain berharga mahal ini adalah motif yang menjadi ciri khasnya.
Untuk kain Tenun Ternate biasanya akan menggunakan berbagai motif yang
berkaitan dengan keragaman Maluku Utara yang berkaitan dengan dunia laut
seperti ikan, kerang, ataupun burung lau

2. Motif Kain Tenun Ikat Ternate

Pada umumnya motif kain tenun, baik itu motif klasik maupun motif

modern tidak terlaluberbeda jauh hampir semuanya sama. Motif yang berada

pada kain tenun adalah motif yang diambil dari motif alam seperti, motif

binatang dan tumbuhan atau motif flora dan fauna, juga motif manusia. Ada
juga motif yang melambangkan keperkasaan manusia seperti motif anak

panah, motif bendera, motif manusia tidak berkepala yang melambangkan

ceritera mengenai waktu lampau perang antar desa dan orang yang pergi

berperang dan menang membawa pulang kepala manusia kedesanya. Ini

mengimajinasikan para penenun untuk membuat motif manusiatidak

berkepala.

Ada juga motif atau ragam hias geometris dalam bentuk tumpal,

palang, swastika, belahketupat, empat persegi dan lain sebagainya banyak

terdapat pada seni kerajinan menenun kain.Selain dari ragam hian geometris

terdapat pula ragam hias kunci/kait, meander, pilin ganda danlain-lain. Untuk

ragam hias bercorak manusia, flora dan fauna berfungsi sebagai pemujaan

terhadap roh-roh tertentu, kehidupan para leluhur yang diciptakan secara

simbolik dalam bentuk-bentuk keindahan yang diabstrakkan.

Ada sedikit perbedaan antara motif klasik atau motif lampau dan

motif modern yaitu; pada motif klasik terdapat banyak motif pada satu kain

yaitu ada motif binatang, tumbuhan dan manusia, motif klasik kelihatan lebih

banyak motifnya dari pada motif modern. Kalau motif modern hanya terdapat

sedikit motif yaitu pada sebuah kain hanya ada satu atau dua motif yaitu

seperti hanya ada motif binatang saja dan hanya ada motif tumbuhan saja atau

hanya motif manusi saja atau hanya ada motif satu jenis binatang dan satu

jenis tumbuhan yaitu seperti motif binatang ulat/cacing dan motif bunga, dan

pada motif modern pada satu kain tidak terlalu banyak motif. Untuk motif

modern sekarang sudah dikombinasi dengan motif kriustik bentuk bunga

cengkih, bentuk bunga larat dan lain-lain.


C. Aspek Matematis yang terdapat pada Kain Tenun Ternate

Dengan demikian, proses pembuatan kain Tenun Ternate yang akan

dikaji atau dianalisis aspek matematisnya adalah proses pembuatan kain

Tenun Tanimbar yang dilaksanakan oleh satu atau lebih subjek pelaksana.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penetuan aspek matematis

yang terkandung dari setiap alat dan motif berdasarkan pada 6 aktivitas dasar

matematisn menurut Alan J. Bishop (1988), lalu akan ditentukan pula materi

tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang berkaitan.

Berikut adalah tabel yang akan menampilkan hasil analisis tersebut:

Aspek Matematis pada alat dan bahan pada pembuatan


kain tenun Ternate
No Alat dan Bahan Aktivitas Materi Matematika

Matematika yang relevan

1 Walida berfungsi sebagai alat Bangun Datar Dimensi


untuk membentuk
bentuk menjadi kain Dua.
tenun
Bentuknya : Persegi
panjang
2 Sisir Sisir  merupakan Bangun Datar Dimensi
alat untuk  menyisir
Dua Persegi Panjang
dan memadatkan
benang pakan supaya
benang pakan
menjadi rapat
sehingga hasil Rumus :
tenunan juga rapat.
Sisir digunakan
berdasarkan
ketebalan benang,
semakin halus
benang yang
digunakan, maka
nomor sisir yang
digunakan juga
semakin tinggi,
Nomor sisir yang
umum digunakan
adalah sisir nomor
60,70 ataupun 80
inchi.
Bentuk : Persegi
Panjang

3 Papan Paapn ini berguna Bangun Datar Dimensi

untuk menenun/ Dua Persegi Panjang


menenun/Tetera
menahan kedudukan

benang .membentuk

motif dari benang-


benang yang

direntangkan

membentuk persegi

panjang.

Bentuk :Persegi

Panjang

4 Liloa Terbuat dari bambu Bangun Ruang Tabung.

yang permukaannya

licin, berfungsi

sebagai pengatur

susunan anyaman
Rumus :
benang yang akan
Volume tabung = πr 2t
ditenun.
Luas permukaan tabung

Bentuk : Tabung = 2 πr (t +r )

tanpa tutup

5 Benang yang siap Merupakan Bangun Ruang Bola.

kumpulan dari Rumus :


di tenun
beberapa ikat benang 4 3
Volume Bola = × π ×r
3
(1 lingkaran = 10 ikat
Luas Bola = 4 × π ×r 2
benang) yang terbuat

dari bahan katun.


Bentuk : Bola

Aspek Matematis Pada motif Kain Tenun Ternate

NO Motif Tenun Relevansi Keterangan Konsep


Matematika Konsep Matematika
1 Motif Tumbak Bangun Pada motif Belah Ketupat
datar tumbak terdapat
geometri bangun datar
dimesi dua sebagai
dan motifnya yaitu
Pencerminan belah ketupat Segitiga sama sisi
dimana belah
ketupat
terbentuk dari 4
buah segitga
yang disusun
Refleksi dari
sedemikian
motif 1 ke motif
membentuk
selanjutnya.
belah ketupat.

Dan juga
adanya refleksi
dari motif satu
ke motif
lainnya.
2 Bundala Bangun Selain bangun Segitiga sama
datar datar juga kaki
geometri dijumpai gari-
dimesi dua garis yang

dan sejajar, terlihat

Kedudukan bahwa garis

garis sejajar terdapat


Elips
pada motif kain
tenun ternate
Sehingga dapat
disimpukan
bahwa dua garis
disebut sejajar Garis sejajar
apabila garis
tersebut berada
pada satu bidang
dan tidak
mempunyai titik
sekutu atau titik
potong.
3 Matahari Bangun Pada motif ini Belah Ketupat
datar penenun
geometri membentuk
dimesi dua motif yang
dan dasarnya
Kedudukan diambil dari Garis sejajar
garis bangun datar
belah ketupat
dengan
dipinggir kain
dibentuk motif
garis-garis
sejajar.

4 Wajik Bangun Pada motif ini Belah ketupat


datar penenun
geometri membentuk
dimesi dua, motif berbentuk
Pencerminan wajik yang
dan dikanan kiri Garis sejajar
Kedudukan dikelilingi
garis dengan motif
garis yang
didalamnya
juga terdapat
motif wajik
(belah ketupat).
5 Iris Pondak Pada motif ini Segienam
penenun
Bangun
membentuk
datar
motif berbentuk
geometri
dua wajik yang
dimesi
dikanan kiri Garis sejajar
dan
dikelilingi
Kedudukan
dengan motif
garis
garis Refleksi

6 Bangun Pada motif ini Belah ketupat


datar penenun
geometri membentuk
dimesi dua , motif yang
Kedudukan dasarnya
garis dan diambil dari Garis sejajar
Pencerminan bangun datar
belah ketupat
dengan Refleksi

dipadukan
motif garis-
garis sejajar.
7 Bangun Pada motif ini Belah ketupat
datar penenun
geometri membentuk
dimesi dua motif yang
dan dasarnya
Kedudukan diambil dari Garis sejajar
garis bangun datar
belah ketupat
dengan
dipadukan
motif garis-
garis sejajar.

Aktivitas Fundamental Matematis (aktivitas dasar matematika)


Menurut Bishop pada aktivitas pembuatan kain tenun Ternate
NO MATERI AKTIVITAS KONSEP KETERANGAN
MATEMATIKA GAMBAR

1 Psikologi Matematika Explaining : Makna Filosofi pada kain


(Filosofis tenun Ternate
Matematika)/ biasa Berdasarkan pemaparan yang diberikan
diajarkan saat narasumber, maka motif-motif dari kain
pembuka Ternate sendiri diambil dari kebudayaan
pembelajaran. setempat. Diantaranya bentuk Wajik dan
Irisan Pondak. Motif Wajik biasanya
digunakan saat acara pernikahan. Wajik
melambangkan penyatuaan yang dibalur
dengan keharmonisan, disini dengan adanya
rasa yng manis pada wajik sehingga kelak
mempelai berumahtangga dengan harmonis.
2 Jarak Locating : Proses dalam menentukan tempat
penyuplai bahan baku.
Proses dalam menentukan tempat penyuplai
bahan baku kain tenun Ternate yaitu : daerah
Surabaya, dimana Surabaya daerah terdekat
yanng menyediakan bahan (benang) untuk
menenun sehingga ongkos kirimnya tidak
terlalu mahal. Benang tersebut dibeli dan
dikirim ke Ternate. Selain bahan beberapa
alat tenun seperti sisir dan Peda dipesan
langsung dari Buton dan Nusa Tenggara.

3 konsep perbandingan, Acounting :


penjumlahan, 1. Aktivitas acounting terdapat pada
pengurangan, kegiatan menghitung kebutuhan bahan
pembagian, baku untuk membuat 1 kain tenun ,
perkalian ; Aritmatika yaitu
Sosial ; Program Untuk Membuat 1 kain tenun maksimal
Linier mendapat ukuran 400 cm x 75 cm ( kain ini
bisa dibuat menjadi 1 buah kain panjang atau
sarung ), namun dapat juga dibuat lebih kecil
misalnya buat syal, taplak meja atau
selendang tergantung permintaan konsumen.
Namun tidak bisa melebihi ukuran maksimal
kain. 1 kain utama + 1 kain blanket bisa

menghabiskan 100 ikat benang. Konsep


matematis pada kegiatan menghitung
kebutuhan alat dan bahan adalah membilang.
2. Pada proses menenun juga terdapat
perhitungan pada pembentukan
benang. Benang yang dibeli perikat
tidak langsung dipakai melainkan
dibentuk kembali menjadi sebuah bola
agar tidak kusut. 1 kali menenun
penenun membuat 1 bulatan benang
yang terdiri dari 10 ikat benang.
Konsep matematis pada kegiatan
menghitung kebutuhan alat dan bahan
adalah membilang.
3. Begitu juga untuk menentukan jarak
antar motif tenun, jarak yang sama
diperoleh penenun dari ukuran yang
digunakan berupa kertas sebagai
penentu jarak antar motif.
4. Aktivitas acounting juga muncul saat
membuat bahan pewarna alami,
biasanya dipakai untuk pembuatan tas.
Takaran untuk membuat pewarna
alam
adalah dengan mencampur 1 kg bahan
pewarna alam dengan air bersih 6 liter,
3 sendok makan garam dapur, dan 3
sendok makan Symplocos. Bahan
yang sudah dicampur tersebut direbus
hingga air tersisa 50%, atau apabila
ingin lebih kental maka bisa disisakan
hingga ± 2 Liter. 2 liter zat warna
alam (ZWA) ini cukup untuk memberi

warna 1 potong kain.


Konsep matematis yang muncul pada
aktivitas membuat larutan pewarna
alami adalah membilang,
perbandingan, persentase,
penjumlahan, perkalian dan
pembagian.
5. Aktivitas acounting juga muncul saat
memperkirakan waktu penyelesaian
satu potong kain tenun. Untuk
membuat 1 kain panjang ( Kain
Maksimal ukrn 400cm x 75 cm )
dibutukan waktu 2 minggu dengan
pengerjaan perhari selama 6 jam .
Konsep matematis yang muncul saat
memperkirakan waktu penyelesaian
satu potong kain tenun adalah
membilang dan menjumlah
(Perbandingan)
6. Aktivitas acounting juga muncul saat
menghitung harga jual kain tenun
berdasarkan bahan utama kain, dan
proses produksinya. Penentuan harga
kain dihitung berdasarkan harga
pokok produksi. Untuk kisaran harga
1 kain + 1 blanket dijual dengan harga
Rp. 2.250.000,00.
Dari harga ini penjual mengeluarkan modal
sebesar Rp 600.000 kemudian jasa 1 pekerja
untuk membantu proses pembuatan kain
tenun ( tergantung dari penjual biaya jasa 1
pekerja dan biasanya diambil dari orang
terdekat). Sisa dari uang penjualan masuk ke
pendapatan penjual.
Konsep matematis yang muncul adalah
membilang, penjumlahan, dan perkalian
(Arimatika Sosial dan program linier)
4 Konversi panjang, Measuring: Proses Mengestimasi Bahan
berat, volum, dan Baku yang Dibutuhkan
waktu. 1. Aktivitas measuring ditemukan saat
pengrajin akan membuat kain tenun.
Maka Bahan baku yang diperlukan
didasarkan pada orderan yang masuk
karena ketersedian dari bahan baku
termasuk sulit harus dipesan dari luar
kota sehingga harus adanya kontrol
terhadap bahan baku yang diperlukan.
Untuk penentuan banyak benang yang
digunakan didasarkan pada ikatan
benang . dipakai paling sedikit 7 ikat
benang untuk menenun 1 warna untuk
kain yang memiliki beberapa warna
motif. Konsep matematis yang muncul
pada aktivitas ini adalah panjang.
2. Sedangkan saat pengrajin membuat
pewarna alam takaran ukuran standart
yang digunakan mengukur bahan alam
dan air adalah gram, liter . Dan ukuran
konvensional yang digunakan adalah
menggunakan takaran sendok dan
gelas. Konsep matematis yang muncul
pada aktivitas ini adalah berat dan
volume.Waktu yang dibutuhkan untuk
proses produksi menggunakan ukuran
detik, menit, jam dan hari. Konsep
matematis yang muncul pada aktivitas
ini adalah waktu
5 Jarak, Translasi, Designing: Proses Merencanakan Pola pada
Kesebangunan, Kain Tenun Ternate
Kongruensi 1. Proses designing terlihat pada
kegiatan membentuk motif saat
menenun. berbagai bentuk, misalnya
dengan pola miring
(diagonal),horizontal, memusat,
bergelombang atau acak pada motif
yang dipilih semisal motif wajik, atau
motif segitiga. Hal tersebut akan
menambah variasi desain susunan
motif, motif yang didesain dengan
jarak yang sama antar motif dan
ukuran motif yang sama ataupun
berbeda , sehingga apabila
dikombinasikan, akan membentuk
hasil yang bagus. Dengan memberi
sentuhan “rasa” yang sempurna, maka
akan
membentuk satu pola yang indah.
Konsep matematis yang muncul pada
aktivitas ini adalah Transalsi,
kesebangunan dan jarak.
2. Aktivitas Designing terlihat ketika
merencanakan menentukan warna
alam apa yang akan digunakan. Ada
warna– warna alam yang dihasilkan
dari bahan alam. Seperti green tea
(hijau), Kunyit (kuning), kulit Pohon
(merah gelap kecoklatan),
jambal (coklat kemerahan), (kulit
manggis
(merah keunguan), secang (merah),
dll.

6 Kekongruenan, Playing: Proses Penentuan Suatu Produk


Program Linear akan Dihasilkan Kembali atau Tidak.
Proses dalam menentukan suatu produk akan
diproduksi lagi atau tidak yaitu dengan
didasarkan pada permintaan konsumen, bahan
dan perkembangan zaman. Hal tersebut
dikarenakan jika bahan yang dignakan terlalu
mahal semisal bahan sutra dengan pekerjaan
yang cukup rumit maka produk bisa
dihentikan produksinya. Namun jika dengan
bahan biasa motif yang sama konsumen
meminta kembali untuk diproduksi kembali
maka produser akan memproduksi kembali
kain tenun dengan motif yang sama dengan
warna yang sama atau berbeda sesuai
permintaan konsumen.

D. Contoh-Contoh Penggunaan Konsep Matematika

Manfaat lain yang diperoleh dari hasil eksplorasi etnomatematika

kain tenun Ikat Ternate adalah contoh penggunaan konsep matematika

dalam kehidupan manusia. Beberapa konsep matematika yang terdapat

pada kain tenun Ikat Ternate dan Alat tenun kain Ternate yaitu:

1. Bangun Datar

Konsep bangun datar banyak ditemukan dalam motif tenun Ikat

Ternate maupun pada alat tenunnya . Hampir semua motif dan alat

terdapat pola bangun datar .Salah satu contoh penerapan konsep ini,
dapat diaplikasikan menjadi permasalahan yang kontekstual.

2. Refleksi/ Pencerminan

Konsep Refleksi/Pencerminan banyak ditemukan dalam motif

tenun Ternate. Hampir semua motif terdapat pola refleksi/pencerminan

Salah satu contoh penerapan konsep ini, dapat diaplikasikan menjadi

permasalahan yang kontekstual.

3. Garis

Konsep garis banyak ditemukan dalam motif tenun Ternate.

Hampir semua motif terdapat pola garis. Salah satu contoh penerapan

konsep ini, dapat diaplikasikan menjadi permasalahan yang kontekstual.

Selain ketiga konsep matematika di atas, dan hasil analisis yang

berkaitan dengan materi Sekolah Menengah Pertama, masih terdapat

konsep matematika lainnya yang dapat digunakan atau diterapkan pada

pembuatan kain tenun Ternate. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut

mengenai penerapan konsep matematika dapat menjadi bentuk tindak

lanjut dari penelitian ini.

4. Bangun Ruang.

Konsep bangun ruang ditemukan pada bentuk salah satu alat

tenun Ikat Ternate maupun pada alat tenunnya . Hampir semua motif

dan alat terdapat pola bangun datar .Salah satu contoh penerapan

konsep ini, dapat diaplikasikan menjadi permasalahan yang

E. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini yaitu hasil penelitian yang diperoleh

belum dapat digunakan secara langsung dalam pembelajaran matematika

SMP. Hasil penelitian tersebut masih perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat

digunakan dalam pembelajaran. Aspek yang perlu dianalisis seperti

penyusunan maslah kontekstual dan uji coba permasalahan tersebut di kelas.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang teah diuraikan maka

dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara dengan

narasumber, maka dapat diketahui bahwa selama proses

pemuatan kain tenun Ternate menggunakan alat

tradisional pakan. Sedangkan bahan yang digunakan

pada masa sekarang ini sudah tidak menggunakan kapas

untuk dijadikan benang, dan pewarna alami untuk

memberi warna pada benang.

2. Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh dari

penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak

sekali materi matematika yang ada pada kain tenun ikat

Ternate . Pada kain tenun ikat Ternate terdapat aspek-

aspek matematika seperti bangun datar, bangun ruang,

garis, dn pencerminan. Etnomatematika yang di teliti

dalam penelitian ini merupakan etnomatematika yang

berupa alat dan bahan dalam proses pembuatan kain

tenun Ternate serta motif pada kain tenun Ternate.

B. Saran
Saran dari peneliti sendiri terhadap hasil penelitian ini
adalah sebaiknya penelitian ini dilanjutkan agar dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika di Sekolah. Pembelajaran
berbasis budaya juga perlu dikembangkan di Indonesia khususnya
di Ternate, agar pembelajaran matematika dapat dikembangkan
menjadi pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Pada
pembuatan kain Tenun ikat Ternate, peneliti banyak menemukan
aktivitas matematika, namun penelitian yang lebih mendalam
mengenai pembuatan kain tenun ikat Ternate masih sangat
dimungkinkan.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Burns R. B. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/pesona-khas-tenun-ternate/

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/mengenal-peralatan-tenun-
gedogan-dermayon/

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional,


Balai
Pustaka.

Mengenal Tenun Tradisional Daerah Maluku, 1981/1982, Proyek


Pengembangan Permuseuman Maluku.

Pattinama W (2010), “ Kain Tenun Tradisional Tanimbar Di Kabupaten


Maluku Tenggara Barat” dalam Jurnal Penelitian Seri Penerbitan
Penelitian Sejarah Budaya, Vol. 4 No.3, November 2010.

Ratuanik Mesak, dkk. 2017. Pemanfaatan Etnomatematika Kerajinan Tangan


Anyaman Masayarakat Maluku Tenggara Barat dalam
Pembelajaran. Prosiding Seminar Nasional Etnomatnesia.

Anda mungkin juga menyukai