Anda di halaman 1dari 23

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka
1. Bencana
Bencana dapat diartikan sebagai suatu kejadian atau rangkaian peristiwa
yang membahayakan dan mengganggu kehidupan serta penghidupan
masyarakat yang ditimbulkan baik oleh faktor alam serta faktor non alam
maupun manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, kerugian dokumen dan kerugian
psikologis. Menurut Yu, dkk (2018: 1) bencana alam dapat didefinisikan sebagai
sebuah kombinasi dari bahaya alam dan kerentanan yang membahayakan
komunitas rentan yang tidak mampu lagi menangani kesulitan yang ditimbulkan
akibat bencana.
Bencana alam sendiri adalah bencana yang disebabkan oleh berbagai
peristiwa alam atau buatan manusia, seperti tsunami, banjir, angin topan, gempa
bumi, tanah longsor, letusan gunung berapi dan kekeringan (UU No. 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana). Disamping bencana alam tersebut,
Indonesia juga rawan terhadap terjadinya bencana non alam maupun sosial
seperti ketidakstabilan sosial dan politik serta kejadian luar biasa yang
disebabkan oleh penyakit menular.
Penanggulangan bencana di Indonesia diatur sesuai dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana. Penanggulangan bencana merupakan komponen penting yang tidak
dapat terpisahkan dari pembangunan nasional suatu negara. Kegiatan ini
mencangkup beberapa tahapan, seperti upaya penanggulangan bencana sebelum
terjadinya bencana atau sering disebut dengan pra bencana. Upaya yang
dilakukan selama atau setelah terjadinya bencana disebut dengan pasca bencana.
Pemerintah menjadi pihak yang paling signifikan yang memiliki wewenang serta
tugas untuk pelaksanaan penanggulangan bencana (Mas’Ula, dkk, 2019: 104).

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Indonesia terletak di wilayah yang rawan dengan bencana alam. Hampir


semua jenis bencana alam pernah terjadi di Indonesia. Bencana bisa terjadi
kapan saja tanpa memprediksi waktu. Hal ini dapat mengarahkan masyarakat
kita untuk selalu berusaha bertindak dalam penanggulangan bencana
(Hildayanto, 2020: 578).

2. Bencana Banjir
a. Pengertian Bencana Banjir
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana
banjir adalah peristiwa ketika air menggenangi suatu wilayah sebagai akibat
dari curah hujan yang turun terus menerus sehingga menyebabkan sungai,
drainase, laut atau danau meluap karena volume air yang melebihi
kapasitasnya, selain curah hujan yang tinggi bencana banjir juga dapat terjadi
akibat ulah manusia. Menurut Pemani, dkk (2019: 399) Bencana banjir
merupakan peristiwa atau kondisi dimana suatu wilayah daerah atau daratan
tergenang karena peningkatan jumlah volume air. Dampak dari bencana
banjir adalah rusaknya rumah tinggal, korban jiwa, harta benda, lapangan
pekerjaan, terganggunya aktivitas masyarakat dan kerugian material yang
menjadikan wilayah tersebut menjadi rawan dan rentan terhadap bencana
banjir. Bencana banjir merupakan masalah yang harus ditanggulangi
utamanya pada aspek ketahanan pangan serta ketahanan sosial ekonomi
(Handayani, dkk, 2020: 7).
b. Jenis Bencana Banjir
Menurut Rahma dan Yulianti (2020: 25) jenis bencana banjir bisa
dibedakan menjadi enam tipe banjir sebagai berikut:
1) Banjir Bandang
Banjir bandang merupakan banjir dengan intensitas tinggi yang
terjadi secara tiba-tiba. Banjir bandang umumnya terjadi pada wilayah
yang sungainya tersumbat oleh sampah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

2) Banjir Hujan Ekstrem


Banjir hujan ekstrem biasanya diakibatkan oleh meluapnya sungai
dampak dari curah hujan yang sangat tinggi, terutama ketika kondisi
wilayah bantaran sungai sudah rentan dan tidak mampu lagi menopang
jumlah air.
3) Banjir Luapan Sungai
Dinamakan banjir luapan sungai atau banjir kiriman karena luapan
air dari wilayah di luar wilayah yang tergenang sehingga menyebabkan
banjir. Jenis banjir ini biasanya bersifat musiman atau tahunan serta
umumnya terjadi pada wilayah lembah.
4) Banjir Rob
Banjir rob atau banjir pasang air laut adalah jenis banjir yang berasal
dari laut dan biasanya disebabkan oleh air pasang yang membanjiri
daratan. Banjir rob juga biasa dikenal dengan nama banjir genangan.
5) Banjir Lumpur
Banjir lumpur merupakan banjir yang mengangkut banyak lumpur.
Lumpur yang naik dari dalam bumi biasanya menyebabkan banjir ini
terjadi. Penyebab dari banjir ini diakibatkan oleh kiriman air dari luapan
sungai pada wilayah yang lebih tinggi.
6) Banjir Lahar Dingin
Banjir lahar dingin merupakan banjir yang terjadi pada saat erupsi
gunung berapi pada saat musim penghujan dan banjir lahar dingin ini
tersusun dari material padat, gas dan cair yang dihasilkan oleh gunung
berapi yang mengalami erupsi bersamaan dengan turunnya hujan.
c. Penyebab Bencana Banjir
Bencana banjir sendiri dapat terjadi akibat faktor alam maupun faktor
non alam. Bencana banjir yang ditimbulkan oleh faktor alam seperti faktor
curah hujan, pengaruh fisiografis, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai,
kapasitas drainase yang tidak memadai dan pengaruh air pasang, sedangkan
bencana banjir yang disebabkan oleh faktor non alam atau tindakan manusia,
seperti perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), permukiman kumuh,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

sampah, drainase lahan, bangunan air, kerusakan pada pengendali banjir dan
perencanaan pada sistem pengendalian banjir yang tidak tepat (Akhirianto,
2018: 67-68).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana
banjir dapat disebabkan oleh faktor kondisi alam yang statis seperti faktor
geografis, topografis dan geometri alur sungai. Pada kondisi alam yang
dinamis dapat disebabkan beberapa faktor seperti curah hujan yang tinggi,
pembendungan dari laut atau pasang pada sungai induk, amblesan tanah dan
pendangkalan sedimentasi, serta aktivitas dari manusia yang dinamis seperti
adanya penggunaan lahan di dataran banjir yang tidak tepat seperti
mendirikan permukiman di bantaran sungai, kurangnya prasarana
pengendalian banjir, amblesan permukaan tanah serta kenaikan muka air laut
akibat masalah global warming.

3. Kerawanan
a. Pengertian Kerawanan
Kerawanan (Vulnerability) bencana menurut Undang-Undang No. 24
Tahun 2007 merupakan kondisi atau karakteristik geologi, biologi, hidrologi,
klimatologi, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan
untuk menanggapi dampak buruk dari bahaya tertentu. Menurut Husein, dkk
(2017: 61) kerawanan bencana adalah sifat atau karakteristik dasar suatu
wilayah yang tergolong rentan mengalami suatu proses alami yang
berpeluang untuk menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Kim, dkk
(2021: 1) kerawanan adalah konsep utama yang diterapkan secara luas di
dalam manajemen risiko bencana dan studi terkait untuk memahami risiko
bencana. Kerawanan dipahami secara langsung memiliki berbagai arti mulai
dari kerusakan bencana langsung hingga tidak langsung yang mempengaruhi
kerusakan seperti keterpaparan, kerentanan dan adaptasi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Kerawanan banjir sendiri menurut Suherlan (dalam Darmawan, dkk,


2017: 33) adalah suatu kondisi yang menggambarkan apakah suatu wilayah
terkena bencana banjir berdasarkan faktor alam yang mempengaruhi
terjadinya bencana banjir.
b. Indikator Kerawanan Banjir
1) Intensitas Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah total hujan yang turun di suatu
wilayah selama periode waktu tertentu. Curah hujan atau jumlah rata-rata
hujan yang jatuh di seluruh area yang bersangkutan sangat penting untuk
desain pengendalian banjir. Semakin tinggi curah hujan maka semakin
tinggi pula risiko terjadinya bencana banjir, begitu juga sebaliknya
semakin rendah curah hujannya maka semakin sedikit risiko bencana
banjir akan terjadi (Suherlan dalam Darmawan, dkk, 2017: 33). Klasifikasi
intensitas curah hujan terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan


Rata-rata Curah Hujan
No Deskripsi Nilai
(mm/hari)
1 Sangat Lebat >100 5
2 Lebat 51-100 4
3 Sedang 21-50 3
4 Ringan 5-20 2
5 Sangat Ringan <5 1
Sumber: Theml, S (dalam Darmawan, dkk, 2017)

2) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan persentase jarak vertikal
(ketinggian tanah) terhadap jarak horizontal (panjang tanah datar).
Semakin landai kemiringan lerengnya, maka akan semakin besar
kemungkinan terjadinya bencana banjir, begitu pula sebaliknya jika
semakin curam kemiringan lerengnya, maka akan semakin rendah terkena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

risiko bencana banjir (Suherlan dalam Darmawan, dkk, 2017: 33).


Klasifikasi kemiringan lereng terdapat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Kemiringan Lereng


Kemiringan
No Deskripsi Nilai
(%)
1 Datar 0-8 5
2 Landai >8-15 4
3 Agak Curam >15-25 3
4 Curam >25-45 2
5 Sangat Curam >45 1
Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah (dalam Darmawan, dkk, 2017)

3) Jenis Tanah
Jenis tanah di suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap proses
penyerapan air atau biasa disebut dengan infiltrasi. Infiltrasi merupakan
suatu proses aliran air yang mengalir di dalam tanah secara vertikal yang
diakibatkan oleh gaya gravitasi. Secara fisik ada beberapa hal yang
mempengaruhi proses infiltrasi diantaranya adalah jenis tanah, kepadatan
tanah, kelembapan tanah serta tanaman di atasnya, tetapi kelembapan
tanah juga mengalami peningkatan sehingga infiltrasi tanah semakin lama
semakin rendah. Jika serapan atau infiltrasi semakin besar terhadap air
maka potensi terkena bencana banjir akan semakin kecil, sebaliknya jika
serapan atau infiltrasi semakin kecil terhadap air maka potensi terkena
bencana banjir akan semakin tinggi (Matondang dalam Darmawan, dkk,
2017: 33). Klasifikasi jenis tanah terdapat pada Tabel 2.3.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Tabel 2.3. Klasifikasi Jenis Tanah


No Jenis Tanah Infiltrasi Nilai
1 Aluvial, Planosol, Hidromorf Tidak Peka 5
Kelabu, Laterik Air Tanah
2 Latosol Agak Peka 4
3 Tanah Hutan Coklat, Tanah Kepekaan 3
Mediteran Sedang
4 Andosol, Laterik, Grumusol, Peka 2
Podsol, Podsolic
5 Regosol, Litosol, Organosol, Sangat Peka 1
Renzina
Sumber: Asdak (dalam Darmawan, dkk, 2017)

4) Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan mempengaruhi kerawanan banjir di suatu
wilayah, penggunaan lahan akan mempengaruhi pada besarnya air
limpasan hasil dari hujan yang telah melebihi dari laju infiltrasi. Wilayah
dengan banyak penggunaan lahan berupa vegetasi akan lebih kecil
kemungkinannya untuk terjadi bencana banjir dibandingkan wilayah yang
tidak memiliki penggunaan lahan berupa vegetasi (Suherlan dalam
Darmawan, dkk, 2017: 34). Klasifikasi penggunaan lahan terdapat pada
Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Klasifikasi Penggunaan Lahan


No Tipe Penggunaan Lahan Nilai
1 Permukiman 5
2 Sawah 4
3 Tegalan/Ladang 3
4 Kebun/Perkebunan 2
5 Hutan 1
Sumber: Kusumo & Nursari, 2016
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

5) Elevasi (Ketinggian Wilayah)


Elevasi (ketinggian wilayah) berpengaruh terhadap terjadinya
bencana banjir karena menurut sifat air, air mengalir dari wilayah yang
tinggi ke wilayah yang rendah. Dimana wilayah yang memiliki ketinggian
yang lebih tinggi akan memiliki potensi kecil untuk terjadinya bencana
banjir, sedangkan wilayah yang memiliki ketinggian lebih rendah akan
berpotensi untuk terjadinya bencana banjir (Kusumo & Nursari, 2016: 34).
Klasifikasi elevasi (ketinggian wilayah) terdapat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Klasifikasi Elevasi (Ketinggian Wilayah)


No Elevasi (Mdpl) Nilai
1 0-20 5
2 >20-50 4
3 >50-100 3
4 >100-300 2
5 >300 1
Sumber: Kusumo & Nursari, 2016

6) Jarak Wilayah terhadap Sungai


Semakin dekat jarak suatu wilayah terhadap sungai, maka potensi
terjadinya bencana banjir akan meningkat, sedangkan jika jarak suatu
wilayah terhadap sungai semakin jauh maka potensi terjadinya bencana
banjir akan semakin rendah (Kusumo & Nursari, 2016: 34). Klasifikasi
jarak wilayah terhadap sungai terdapat pada Tabel 2.6.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Tabel 2.6. Klasifikasi Jarak Wilayah terhadap Sungai


Jarak Wilayah terhadap Sungai
No Nilai
(Meter)
1 0-25 5
2 >25-50 4
3 >50-75 3
4 >75-100 2
5 >100 1

Sumber: Kusumo & Nursari, 2016

7) Indeks Kerawanan Banjir


Menurut Kusumo & Nursari (2016: 34-35) indeks kerawanan banjir
didapatkan dari hasil penggabungan nilai parameter klasifikasi intensitas
curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, elevasi dan
jarak wilayah terhadap sungai dengan menggunakan bobot masing-masing
parameter kerawanan banjir sebagai berikut.

Rumus Perhitungan Indeks Kerawanan Banjir:

Kerawanan Banjir = (Ch x 0,2) + (KL x 0,1) + (JT x 0,1) + (PL x 0,25)
+ (E x 0,15) + (JS x 0,2)

Keterangan:
CH = Curah Hujan
KL = Kemiringan Lereng
JT = Jenis Tanah
PL = Penggunaan Lahan
E = Elevasi (Ketinggian Wilayah)
JS = Jarak Wilayah terhadap Sungai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

4. Kerentanan
a. Pengertian Kerentanan
Kerentanan (Susceptibility) telah muncul sebagai konsep sentral untuk
memahami konsekuensi dari bencana alam dan mengembangkan strategi
dalam manajemen risiko bencana. Kerentanan merupakan tingkat kerugian
yang dapat dialami oleh elemen yang terkena dampak dengan tingkat
keparahan bahaya. Beberapa faktor seperti faktor sosial, fisik, ekonomi dan
lingkungan serta proses yang terjadi di dalamnya dapat mempengaruhi
seberapa rentan suatu masyarakat terhadap dampak bencana (Arif, dkk, 2017:
80), sedangkan menurut Chuang, dkk (2020: 2) kerentanan adalah
kemampuan masyarakat untuk dapat merespons bencana secara tepat,
termasuk kemampuan untuk menghadapi bencana serta memulihkan diri.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
kerentanan merupakan suatu kondisi dari masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi suatu ancaman bencana. Pengertian
secara umum tentang kerentanan adalah tingkatan dari sebuah suatu sistem
yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana dan tingkat
dari kerentanan dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti aspek sosial, fisik,
ekonomi dan lingkungan (Horhoruw, dkk, 2020: 126).
b. Indikator Kerentanan Banjir
1) Kerentanan Sosial
Kerentanan sosial sendiri menggambarkan kondisi dari tingkat
kerentanan sosial dalam menghadapi suatu bahaya bencana. Di dalam
kondisi sosial yang cenderung rentan, maka jika terjadi bencana dapat
dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian yang besar. Menurut
Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 indikator kerentanan sosial terdiri dari
parameter kepadatan penduduk serta kelompok rentan. Kelompok rentan
ini terdiri dari rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur rentan, rasio
penduduk miskin dan rasio penduduk cacat. Parameter penyusun dan
skoring kerentanan sosial terdapat pada Tabel 2.7.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Tabel 2.7. Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Sosial


Bobot Kelas
No Parameter
(%) Rendah Sedang Tinggi
Kepadatan < 500 500-1.000 >1.000
1 60
Penduduk Jiwa/Km2 Jiwa/Km2 Jiwa/Km2
Kelompok Rentan
Rasio Jenis Kelamin
>40% 20-40% <20%
(10%)
Rasio Kelompok
2 Umur Rentan (10%)
Rasio Penduduk
40 <20% 20-40% >40%
Miskin (10%)
Rasio Penduduk
Cacat (10%)
Sumber: Perka BNPB No. 2 Tahun 2012

a) Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di dalam kerentanan banjir merupakan
gambaran mengenai kondisi masyarakat yang berhubungan dengan jumlah
penduduk per Km2. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), indeks kepadatan penduduk tinggi yaitu lebih dari 1.000
Jiwa/Km2, indeks kepadatan penduduk sedang 500-1.000 Jiwa/Km2 dan
indeks kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 500 Jiwa/Km2. Bobot
maksimal pada parameter kepadatan penduduk ini adalah 60%.
b) Rasio Jenis Kelamin
Rasio jenis kelamin merupakan sebuah persentase perbandingan
antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks rasio jenis kelamin tinggi yaitu
kurang dari 20%, indeks rasio jenis kelamin sedang yaitu 20-40% dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

indeks rasio jenis kelamin rendah yaitu lebih dari 40%. Bobot maksimal
pada parameter kelompok rentan ini yaitu rasio jenis kelamin adalah 10%.
c) Rasio Kelompok Umur Rentan
Rasio kelompok umur rentan adalah sebuah persentase
perbandingan antara umur tidak produktif dengan umur produktif.
Kategori dari umur produktif sendiri adalah 15-64 tahun, sedangkan umur
tidak produktif yaitu umur 0-14 tahun dan umur yang lebih dari 65 tahun.
Balita dan penduduk lanjut usia yang merupakan masyarakat yang rapuh
dan tidak berdaya, sehingga ketika terjadi bencana mereka harus menjadi
yang pertama mendapatkan pertolongan. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks rasio kelompok umur rentan
tinggi yaitu lebih dari 40%, indeks rasio kelompok umur rentan sedang
yaitu 20-40% dan indeks rasio kelompok umur rentan rendah yaitu kurang
dari 20%. Bobot maksimal pada parameter kelompok rentan ini yaitu rasio
kelompok umur rentan adalah 10%.
d) Rasio Penduduk Miskin
Rasio penduduk miskin adalah sebuah persentase perbandingan
antara jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dan
jumlah penduduk seluruhnya. Menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), indeks rasio penduduk miskin tinggi yaitu lebih dari
40%, indeks rasio penduduk miskin sedang yaitu 20-40% dan indeks rasio
penduduk miskin rendah yaitu kurang dari 20%. Bobot maksimal pada
parameter kelompok rentan ini yaitu rasio penduduk miskin adalah 10%.
e) Rasio Penduduk Cacat
Persentase rasio penduduk cacat merupakan perbandingan antara
penduduk cacat dan penduduk tidak cacat. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks rasio penduduk cacat tinggi
yaitu lebih dari 40%, indeks rasio penduduk cacat sedang yaitu 20-40%
dan indeks rasio penduduk cacat rendah yaitu kurang dari 20%. Bobot
maksimal pada parameter kelompok rentan ini yaitu rasio penduduk cacat
adalah 10%.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

2) Kerentanan Fisik
Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan
terhadap faktor bahaya tertentu. Menurut Perka BNPB No. 2 Tahun 2012
indikator kerentanan fisik terdiri dari tiga parameter yaitu rumah, fasilitas
umum dan fasilitas kritis. Parameter penyusun dan skoring kerentanan
fisik terdapat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Fisik


Bobot Kelas
No Parameter
(%) Rendah Sedang Tinggi
1 Rumah 40 <400 Juta 400-800 Juta >800 Juta
2 Fasilitas Umum 30 <500 Juta 500 Juta-1 M >1 M
3 Fasilitas Kritis 30 <500 Juta 500 juta-1 M >1 M
Sumber: Perka BNPB No. 2 Tahun 2012

a) Rumah
Rumah di dalam kerentanan fisik adalah jumlah rumah di setiap desa
atau kelurahan yang dianalisis berdasarkan kualitas serta ukurannya,
kemudian dikalikan dengan asumsi harga pembangunan rumah tersebut.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks kelas
rumah tinggi adalah lebih dari 800 juta, indeks kelas rumah sedang adalah
400-800 juta dan indeks kelas rumah rendah adalah kurang dari 400 juta.
Bobot maksimal pada parameter rumah adalah 40%.
b) Fasilitas Umum
Fasilitas umum di dalam kerentanan fisik adalah keberadaan fasilitas
yang berfungsi untuk kepentingan umum masyarakat seperti fasilitas
pendidikan, fasilitas beribadah, fasilitas transportasi, fasilitas perdagangan
dan hiburan, kemudian dikalikan dengan asumsi harga masing-masing
bangunan tersebut. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), indeks kelas fasilitas umum tinggi adalah lebih dari 1 miliar,
indeks kelas fasilitas umum sedang adalah 500 juta-1 miliar dan indeks
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

kelas fasilitas umum rendah adalah kurang dari 500 juta. Bobot maksimal
pada parameter fasilitas umum adalah 30%.
c) Fasilitas Kritis
Fasilitas kritis di dalam kerentanan fisik adalah keberadaan fasilitas
yang berfungsi sebagai keadaan darurat seperti fasilitas kesehatan yang
sangat berperan penting bagi masyarakat, kemudian dikalikan dengan
asumsi harga bangunan tersebut. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks kelas fasilitas kritis tinggi
adalah lebih dari 1 miliar, indeks kelas fasilitas kritis sedang adalah 500
juta-1 miliar dan indeks kelas fasilitas kritis rendah adalah kurang dari 500
juta. Bobot maksimal pada parameter fasilitas kritis adalah 30%.
3) Kerentanan Ekonomi
Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya. Kerentanan
ekonomi ini menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan
ekonomi yang terjadi apabila di wilayah tersebut terjadi ancaman bahaya.
Menurut Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 indikator kerentanan ekonomi
terdiri dari parameter lahan produktif dan PDRB. Parameter penyusun dan
skoring kerentanan ekonomi terdapat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Ekonomi


Bobot Kelas
No Parameter
(%) Rendah Sedang Tinggi
1 Lahan 60 <50 Juta 50-200 Juta >200 Juta
Produktif
2 PDRB 40 <100 Juta 100-300 Juta >300 Juta
Sumber: Perka BNPB No. 2 Tahun 2012
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

a) Lahan Produktif
Lahan produktif di dalam kerentanan ekonomi adalah luas lahan
produktif seperti pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Hal
yang akan dianalisis merupakan produktivitas lahan dalam satu tahun
dikalikan dengan jumlah nilai rupiah. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks kelas lahan produktif tinggi
adalah lebih dari 200 juta, indeks kelas lahan produktif sedang adalah 50-
200 juta dan indeks kelas lahan produktif rendah adalah kurang dari 50
juta. Bobot maksimal pada parameter lahan produktif adalah 60%.
b) PDRB
Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) adalah PDRB di suatu
wilayah dibagi dengan luas wilayah dan dikalikan dengan luas wilayah
yang akan dicari. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), indeks kelas PDRB tinggi adalah lebih dari 300 juta, indeks kelas
PDRB sedang adalah 100-300 juta dan indeks kelas PDRB rendah adalah
kurang dari 100 juta. Bobot maksimal pada parameter PDRB adalah 40%.
4) Kerentanan Lingkungan
Kerentanan lingkungan disini menggambarkan kondisi mengenai
kerapuhan lingkungan di dalam menghadapi bahaya atau ancaman
tertentu. Menurut Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 indikator kerentanan
lingkungan terdiri dari lima parameter yaitu hutan lindung, hutan alam,
hutan bakau atau mangrove, semak belukar dan rawa. Parameter penyusun
dan skoring kerentanan lingkungan terdapat pada Tabel 2.10.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Tabel 2.10. Parameter Penyusun dan Skoring Kerentanan Lingkungan


Bobot Kelas
No Parameter
(%) Rendah Sedang Tinggi
1 Hutan Lindung 30 <20 Ha 20-50 Ha >50 Ha
2 Hutan Alam 30 <25 Ha 25-75 Ha >75 Ha
3 Hutan Bakau/Mangrove 10 <10 Ha 10-30 Ha >30 Ha
4 Semak Belukar 10 <10 Ha 10-30 Ha >30 Ha
5 Rawa 20 <5 Ha 5-20 Ha >20 Ha
Sumber: Perka BNPB No. 2 Tahun 2012

a) Hutan Lindung
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks
kelas hutan lindung tinggi adalah lebih dari 50 Ha, indeks kelas hutan
lindung sedang adalah 20-50 Ha dan indeks kelas hutan lindung rendah
adalah kurang dari 20 Ha. Bobot maksimal dari parameter ini adalah 30%.
b) Hutan Alam
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks
kelas hutan alam tinggi adalah lebih dari 75 Ha, indeks kelas hutan alam
sedang adalah 25-75 Ha dan indeks kelas hutan alam rendah adalah kurang
dari 25 Ha. Bobot maksimal dari parameter ini adalah 30%.
c) Hutan Bakau atau Mangrove
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks
kelas hutan bakau atau mangrove tinggi adalah lebih dari 30 Ha, indeks
kelas hutan bakau atau mangrove sedang adalah 10-30 Ha dan indeks kelas
hutan bakau atau mangrove rendah adalah kurang dari 10 Ha. Bobot
maksimal dari parameter ini adalah 10%.
d) Semak Belukar
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks
kelas semak belukar tinggi adalah lebih dari 30 Ha, indeks kelas semak
belukar sedang adalah 10-30 Ha dan indeks kelas semak belukar rendah
adalah kurang dari 10 Ha. Bobot maksimal dari parameter ini adalah 10%.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

e) Rawa
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks
kelas rawa tinggi adalah lebih dari 20 Ha, indeks kelas rawa sedang adalah
5-20 Ha dan indeks kelas rawa rendah adalah kurang dari 5 Ha.
5) Indeks Kerentanan Banjir
Indeks kerentanan banjir didapatkan dari hasil penggabungan skor
kerentanan sosial, fisik, ekonomi dan lingkungan dengan menggunakan bobot
masing-masing komponen kerentanan sebagai berikut.

Rumus Perhitungan Indeks Kerentanan Banjir:

Kerentanan Banjir = (IKS x 0,4) + (IKF x 0,25) + (IKE x 0,25) +


(IKL x 0,10)

Keterangan:
IKS = Indeks Kerentanan Sosial
IKF = Indeks Kerentanan Fisik
IKE = Indeks Kerentanan Ekonomi
IKL = Indeks Kerentanan Lingkungan

5. Kesiapsiagaan Masyarakat
a. Pengetahuan Kebencanaan
Pengetahuan tentang bencana merupakan kemampuan untuk mengingat
kembali suatu peristiwa yang menimbulkan ancaman serta mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang ditimbulkan oleh faktor alam
maupun faktor non alam yang bisa mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan serta dampak psikologis
masyarakat. Pengetahuan bencana akan menjadi sangat penting terutama bagi
masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana, karena ada berbagai jenis
informasi mengenai bencana yang dapat mengancam mereka meliputi tanda-
tanda terjadinya bencana, perkiraan wilayah cakupan bencana, teknik
penyelamatan diri, tempat yang disarankan sebagai lokasi evakuasi serta
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

pengungsian dan informasi lain yang mungkin diperlukan oleh masyarakat


baik pra bencana, saat bencana maupun pasca bencana itu terjadi yang dapat
mengurangi serta meminimalisir dari risiko bencana yang ada (Adiwijaya,
2017: 84).
Pengetahuan adalah faktor utama untuk menjadi sebuah kunci
kesiapsiagaan masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki biasanya akan
mempengaruhi sikap serta kepedulian untuk selalu siap serta siaga dalam
menghadapi sebuah bencana, terutama bagi masyarakat yang tinggal di
tempat yang memiliki risiko terjadinya suatu bencana. Indikator dari
pengetahuan kesiapsiagaan masyarakat yang dimiliki oleh individu meliputi
pengetahuan mengenai bencana, penyebab terjadinya suatu bencana, cara
pencegahan bencana maupun langkah yang akan dilakukan ketika terjadi
bencana. Individu ataupun masyarakat yang memiliki pengetahuan terkait
bencana yang tinggi cenderung memiliki kesiapsiagaan yang lebih
dibandingkan dengan masyarakat yang kurang akan pengetahuan terhadap
kebencanaan (Noorratri, 2021: 22-23).
b. Kesiapsiagaan Masyarakat
Kesiapsiagaan terhadap suatu bencana merupakan suatu rangkaian dari
mulai tindakan, persiapan serta kegiatan yang akan dilakukan baik oleh
individu, kelompok atau masyarakat dalam menghadapi dan mengantisipasi
setiap ancaman bencana yang akan mengancam kelangsungan hidup melalui
upaya pengorganisasian yang terencana dan tepat. Kesiapsiagaan adalah salah
satu mekanisme dalam penanggulangan bencana serta sebagai upaya untuk
mengantisipasi dan mengurangi risiko akibat terjadinya suatu bencana.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk peningkatan kesiapsiagaan adalah
dengan cara meningkatkan pengetahuan serta sikap yang akan dilakukan oleh
masyarakat (Yatnikasari, dkk, 2021: 136-137).
Peningkatan sikap dari kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana berperan penting dalam melakukan sebuah tindakan. Sikap
kesiapsiagaan membuat masyarakat lebih peduli akan wilayahnya.
Pengetahuan dan sikap merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

Kedua hal tersebut saling berhubungan satu sama lain, dengan adanya
pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana maka akan mempengaruhi sikap
seseorang ketika terjadi bencana, selain itu sikap yang didasarkan pada
pengetahuan akan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang
(Hildayanto, 2020: 580-581). Masyarakat disini harus berperan aktif untuk
bersiap menghadapi ancaman bencana dengan persiapan sedini mungkin,
serta pengelolaan yang cukup untuk menghadapi bencana. Pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang atau masyarakat secara tidak langsung akan
mempengaruhi sikap dan perilaku terutama pada saat mengantisipasi setiap
kejadian bencana yang terjadi. Oleh karena itu kesuksesan dalam penanganan
dan evakuasi atau pengungsian ketika bencana sangat bergantung dari
kesiapsiagaan masyarakat dan perseorangan itu sendiri.
c. Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat
Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (dalam Rahma dan Yulianti, 2020: 24),
terdapat empat faktor yang sudah disepakati sebagai indikator atau parameter
untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi
terjadinya bencana, yaitu:
1) Pengetahuan Terhadap Risiko Bencana
Pengetahuan terhadap risiko bencana adalah faktor yang utama dari
kesiapsiagaan masyarakat. Pengetahuan disini harus dimiliki oleh
masyarakat mengenai bencana yaitu pemahaman mengenai bencana dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tersebut yang meliputi
penyelamatan diri yang tepat pada saat terjadi bencana serta diperlukan
persiapan sebelum terjadinya bencana.
2) Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat menjadi salah satu bagian yang penting
dalam kesiapsiagaan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan
pertolongan serta penyelamatan korban bencana.
3) Sistem Peringatan Dini
Sistem peringatan dini mencangkup tanda atau rambu-rambu
peringatan dan distribusi informasi mengenai bencana yang akan segera
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

terjadi. Peringatan bencana sedini mungkin memungkinkan masyarakat


untuk dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi
korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan.
4) Mobilisasi Sumber Daya
Mobilisasi sumber daya mencangkup adanya masyarakat yang
terlibat dalam sebuah pertemuan atau pelatihan, adanya keterampilan yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, adanya alokasi dana untuk
menghadapi bencana dan adanya kesempatan untuk dapat memantau
peralatan serta perlengkapan siaga bencana secara rutin.

6. Implementasi Pembelajaran Geografi


Menurut Djamaluddin dan Wardana (2019: 13) pembelajaran adalah
proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar di dalam satu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan seorang
guru agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, keterampilan
dan pembentukan sikap serta kepercayaan pada siswa. Pembelajaran sendiri
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk mendukung dan membantu proses
belajar siswa yang terdiri dari rangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun
untuk mempengaruhi dan mendukung proses belajar siswa. Pembelajaran
geografi adalah pembelajaran yang mempelajari aspek keruangan di permukaan
bumi dan mempresentasikan keseluruhan fenomena alam dan kehidupan
manusia dengan variasi kewilayahannya. Tujuan dari pembelajaran geografi
adalah untuk membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan dan
perspektif geografi (Nofrion, 2018: 4).
Menurut Nofrion (2018: 5) pembelajaran geografi di Indonesia minimal
harus memiliki enam ciri yaitu:
a. Berpusat kepada siswa dan guru memainkan peran sebagai seorang pengajar
serta fasilitator secara profesional.
b. Berorientasi kepada pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan
geografi serta perspektif geografi secara efektif.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

c. Mewujudkan suasana kelas yang menyenangkan, interaktif, demokratis serta


kolaboratif.
d. Guru serta siswa sama-sama belajar dalam konteksnya masing-masing.
e. Mengembangkan kemampuan di dalam analisis HOTS (Higher Order
Thinking Skills) siswa melalui pemberian soal/tugas/masalah yang menantang
serta kontekstual.
f. Berbasis ICT (Information and Communication Technology) dan kaya akan
sumber belajar.
Pembelajaran geografi pada abad 21 akan semakin dibutuhkan untuk
meningkatkan daya saing ekonomi, menjaga kualitas hidup, pelestarian
lingkungan dan menjamin keamanan nasional. Sebagai individu dan anggota
masyarakat, manusia menghadapi keputusan untuk memilih dimana tempat
tinggal, apa yang akan dibangun, bagaimana dan dimana melakukan perjalanan,
bagaimana menghemat energi dan bagaimana mengelola sumber daya. Hal ini
tentunya membutuhkan pengetahuan geografi serta cara berfikir geografi yang
baik dan benar, oleh karena itu pembelajaran geografi harus menuju
pembelajaran yang berorientasi pada kecakapan abad 21 dengan tetap
memperhatikan 14 prinsip pembelajaran yang ada pada Kurikulum 2013
(Nofrion, 2018: 6-7).

B. Kerangka Berpikir
Bencana banjir dapat didefinisikan sebagai peristiwa tingginya aliran sungai
dimana air menggenangi suatu wilayah dataran banjir. Bencana banjir merupakan
ancaman bagi masyarakat beserta aktivitasnya dan risiko bencana banjir meningkat
di banyak tempat disebabkan karena pembangunan yang intensif pada wilayah
dataran banjir. Kabupaten Banyumas adalah salah satu wilayah yang memiliki
tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi, Kecamatan Banyumas merupakan
salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas yang rawan akan terkena
bencana banjir sehingga perlu adanya suatu penilaian secara menyeluruh agar dapat
diketahui tingkat kerawanan, kerentanan serta kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana banjir di Kecamatan Banyumas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

Bencana banjir di Kecamatan Banyumas menyebabkan ancaman bagi


masyarakat, oleh karena itu sangat penting diketahui tingkat kerawanan, kerentanan
dalam menghadapi bencana banjir serta masyarakat juga perlu berpartisipasi dan
bersedia menghadapi bencana banjir dengan persiapan sedini mungkin serta
diperlukan suatu pengetahuan yang cukup untuk dapat menghadapi bencana banjir.
Dalam menganalisis tingkat kerawanan banjir diperlukan indikator intensitas curah
hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, elevasi dan jarak wilayah
terhadap sungai, sedangkan kerentanan banjir diperlukan indikator dari kerentanan
sosial, fisik, ekonomi dan lingkungan, serta untuk menganalisis tingkat
kesiapsiagaan masyarakat maka diperlukan indikator dari pengetahuan terhadap
risiko bencana, rencana tanggap darurat, sistem peringatan dini serta mobilisasi
sumber daya. Dari hasil kajian penelitian tersebut maka akan dihasilkan
implementasi terhadap materi pembelajaran geografi SMA Kelas XI IPS Semester
Genap Kurikulum 2013 KD. 3.7. mitigasi bencana alam. Secara garis besar
kerangka berpikir tertuang dalam Gambar 2.1.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Kecamatan Banyumas
Kabupaten Banyumas

Bencana Banjir

Indikator Indikator
Kerawanan Banjir Kerentanan Banjir

Analisis Analisis
Kerawanan Banjir Kerentanan Banjir

Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat


dalam Menghadapi Bencana Banjir

Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat


dalam Menghadapi Bencana Banjir

Implementasi Terhadap Materi Pembelajaran Geografi SMA


Kelas XI IPS Semester Genap Kurikulum 2013

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Keterangan:
: Alur
: Input
: Output

Anda mungkin juga menyukai