Anda di halaman 1dari 30

NAMA : Rahmad Aldi Syukran

NIM : 2115050081

KELAS : 4 IAT-C

RESUME

BIOGRAFI 10 IMAM QIRA’AT BESERA PERAWINYA

1.BIOGRAFI IMAM NAFI’ AL MADANIE

Nafi' bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim al-Laitsi al-Kanani (Arab: ‫ال رحمن ع بد ب ن ن اف ع‬
‫ب ن‬ ‫مال‬ ‫ب‬ ‫)ال ا‬, atau lebih dikenal sebagai Nafi' al-Madani (lahir pada tahun 70 H, wafat di
Madinah pada tahun 169 H) adalah seorang ulama dibidang qira'at al-Qur'an dan merupakan
salah satu Imam qira'at sepuluh. Ia menjadi Imam di Masjid Nabawi selama 60 tahun setelah
wafatnya Abu Ja'far Yazid al-Madani. Kelimuannya dalam bidang hadis - Ia mendapatkan hadis
dari Nafi' budak Ibnu Umar, Al-A'raj, 'Amir bin Abdullah bin az-Zubair dan Abu az-Zinad. Ia
meriwayatkan kepada Al-Qa'ni, Sa'id bin Abi Maryam, Khalid bin Makhlad, Marwan bin
Muhammad ath-Thathari dan Ismail bin Abi Uwais. Guru-gurunya - Ia mempelajari al-
Qur'an dari 70 tabi'in, 5 diantaranya: Abdurrahman bin Hurmuz al-A'raj, sahabat Abu Hurairah,
Abu Ja'far Yazid bin al-Qa'qa', salah satu Imam qira'at sepuluh, Syaibah bin Nashah, Muslim bin
Jundub al-Hadzali, Yazid bin Ruman. Sedangkan Murid-muridnya : Qalun, Warasy, Ibnu Wirdan,
Ibnu Jammaz, Ishaq bin Muhammad al-Musayyabi, Isma'il bin Ja'far, Malik bin Anas dan Rawi-
rawinya : Qalun dan Warasy

Nafi’ lengkapnya bernama Nafi’ bin Hurmuz (ada yang mengatakan bin Kawus), seorang
ahli fiqh. Nama julukannya adalah “Abu Abdillah al-Madini”. Abdullah bin Umar menemukannya
dalam suatu peperangan ia senang akan kegemaran Nafi’ terhadap ilmu dan selalu menyiapkan
diri dengan baik untuk meriwayatkan hadits. Ia berkata :“Sungguh Allah telah memberi karunia
kepada kita dengan Nafi”. Nafi’ benar benar ikhlas dalam berkhidmat kepada Ibnu Umar
majikannya selama 30 tahun. Sebagian ulama berpendapat bahwa Nafi’ berasal dari Naisabur,
sedangkan ulama lain mengatakan ia dari Kabul. Adapun menurut Yahya bin Ma’in:” Nafi adalah

1
seorang Dalam yang gagap bicara” Imam Malik bin Anas termasuk murid Nafi‟ bahkan
muridnya yang paling tetap, menurut an-Nasa‟I, mengenai gurunya ini. Imam Malik berkata:”
Apabila aku mendengan hadits dari Nafi‟, dari Ibnu Umar, aku tidak perduli lagi, sekalipun aku
tidak mendengarnya dari orang lain. Dari sini Imam Bukhari menetapkan bahwa sanad paling
shahih adalah Malik dari Nafi‟, dari Ibnu Umar. Nafi‟ tidak hanya meriwayatkan hadits dari Ibnu
Umar tetapi juga mempunyai riwayat-riwayat yang bersumber dari Abu Sa‟id al-Khudri,
Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah secara Mursal.
Yang meriwayatkan hadits dari dia ialah : Abdullah bin Dinnar, Az-Zuhri, al-Auza‟I, Ibnu
Ishaq, Shalin bin Kaisan, dan Ibnu Juraij. Ibnu Umar sangat menyukainya, ada orang yang berani
membayar 30.000 dinar untuk mendapatkan Nafi‟ kemudian dimerdekakannya. Khalifah Umar
bin Abdul Aziz mengirimnya ke Mesir dengan tugas mengajarkan hadits dan pengetahuan agama
kepada penduduk negeri itu. Ia wafat pada tahun 117 H.

PERAWINYA:

1.Qolun

Isa bin Mina bin Wirdan bin Abdu as-Shamad bin Umar bin Abdllah az-Zarqa (220 H)
atau lebih dikenal dengan Imam Qalun. Kata “Qalun” sendiri bukan lah nama Arab melainakn
berasal dari bahasa Romawi yang berarti baik atau bagus. Penamaan nya Qalun diberikan oleh
gurunya -Imam Nafi’- sebagai bentuk apresiasi terhadap bacaannya yang bagus dan baik. Selain
seorang perawi dari Imam Nafi’ beliau juga merupakan anak tiri dari Imam Nafi’ sehingga hal
itulah yang mengantarkan nya menjadi seorang muqri yang kredibilitas dan kapabelitas
dibidang qiraah .

Imam Qalun yang juga perawinya pernah berkata bahwa Imam Nafi adalah orang orang
yang sangat baik bacaan nya dan juga baik akhlaq nya dan zuhud serta dikenal dermawan.
Berkat kealiman dan keistiqamahan beliau inilah yang mengantarkan nya menjadi maha guru
yang sangat disenangi oleh para murid nya. Hal itu terbukti dari banyak nya murid murid nya
yang datang dari bebagai daerah. Beberapa diantara nya ada yang menjadi periwayat bacaan
nya seperti imam Qalun dan juga Imam Warsy, ada juga dari kalangan ulama besar seperti
Imam Malik bin Anas, Imam Laits bin Sa’ad dan juga kedua puta gurunya -yang juga termasuk

2
dalam imam qiraah sepuluh- Imam Abu Ja’far Yazid bin al-Qa’qa ismail dan Ya’qub. Dari sekian
banyak murid nya beliau meriwatkan bacaan beliau kepada dua orang murid nya Imam Qalun
dan imam Warsy.

2.Warsy

Abu Said Ustman bin Sa‟id biun Abdullah bin „Amru bin Sulaiman atau lebih dikenal
degan imam Warsy. Beliau lahir dan tumbuh besar di Mesir pada tahun 110 H. Kata “Warsy”
sendiri berarti sesuatu yang dibuat dari susu, maka dari itu oleh Imam Nafi‟ diberi nama Warsy
karena kulit nya yang putih seperti susu.

Dalam perjalanan intelektual nya Imam Warsy datang berguru kepada Imam Nafi‟ pada
tahun 155 H, beliau dikenal dengan keinginan kuat nya dalam mempelajari al-Qur‟an dan juga
memiliki suara yang sangat indah sehingga membuat orang yang mendegarkan nya tidak mampu
berpaling dari keindahan bacaan nya. Setelah sekian lama berguru kepada Iman Nafi‟, beliaupun
kembali ke Mesir dan menjadi ulama qiraah yang bacaan nya menjadi rujukan dalam ilmu qiraat
lalu meninggal pada tahun 197 H.

Qiraat warsy tersebar di Afrika Utara, Afrika barat dan Andalus. Qiraatnya merupakan
qiraat yang paling berkembang pesat kedua setelah qiraah imam Hafs.

Nama lengkapnya adalah Utsman bin „Abdullah bin „Amr bin Sulaiman bin Ibrahim,
panggilannya Abu Sa‟id. Leluhur beliau berasal dari daerah Qairuwan (kota yang terletak di
Negara Tunisia), namun beliau lahir dan tumbuh besar di Mesir pada tahun 110 H di kota Qaft,
wilayah Shoid (dataran tinggi: pegunungan). Dalam dunia intelektual Muslim, Imam Utsman ini
lebih dikenal dengan julukan Imam Warsy, yang merupakan panggilan dari gurunya, Imam
Nafi‟. Menurut riwayat, julukan Warsy disematkan kepada Imam kelahiran Mesir ini
dikarenakan gerak langkah beliau yang lamban. Kata warsy (‫ )شرو‬berasal dari kata warasyan
(‫ )ناشرو‬yang berarti seekor burung yang mirip merpati putih. Kata warasyan ini kemudian
disingkat menjadi “Warsy”. Sementara, sebagian riwayat lain menceritakan bahwa alasan utama
disematkannya julukan Warsy kepada beliau ini karena kulit beliau yang berwarna putih. Sebab
dalam bahasa Arab, kata Warsy berarti sesuatu yang dibuat dari susu. Julukan Warsy sangat
melekat dalam diri Imam Utsman, sehingga beliau tidak dikenal kecuali dengan julukan tersebut.
3
Beliaupun sangat menyukai julukan ini. Ketika seseorang bertanya perihal julukan tersebut,
beliau menjawab: guruku yang menyematkan julukan itu. Dari segi fisik, beliau memiliki
perawakan yang tidak terlalu tinggi, mungil, gemuk, berambut pirang, memiliki bola mata yang
berwarna hijau serta warna kulit yang putih.
Perjalanan Intelektual Pada tahun 155 H, Imam Warsy berangkat merantau ke Madinah.
Keberangkatan ini bukan bertujuan untuk menunaikan ibadah haji atau berdagang, akan tetapi
hanya untuk belajar qira‟at kepada Imam Nafi‟ yang berdomisili di sana. Dikisahkan bahwa
Imam Warsy berangkat dari Mesir menuju Madinah untuk belajar kepada Imam Nafi‟. Ketika
beliau sudah sampai di Madinah, beliau langsung menuju ke masjid Imam Nafi‟ untuk mengikuti
pengajiannya. Dalam pengajiannya, Imam Nafi‟ hanya mengajarkan 30 ayat saja kepada murid-
muridnya, karena banyaknya murid yang hadir. Melihat keadaan yang demikian, maka beliau
pindah ke belakang pengajian (halaqah) dan bertanya kepada seseorang tentang murid senior
Imam Nafi‟ yang bisa beliau temui. Maka diantarkanlah beliau untuk menemui salah seorang
murid senior Imam Nafi‟ yaitu Kabir al-Ja‟farain (murid senior Imam Ja‟far bin Qa‟qa‟ yang
melanjutkan belajar kepada Imam Nafi‟

2.BIOGRAFI IBNU KATSIER AL MAKKIE


Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abdullah bin Zadan bin Fairuz bin Hurmuz.
Sebagian riwayat mengatakan bahwa beliau dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir al-Dari,
dinisbatkan kepada bani Abdi al-Dar. Sebagian riwayat yang lain mengatakan bahwa kata “al-
Dari” dinisbatkan pada sebuah tempat di Bahrain. (Bedakan dengan ahli tafsir kenamaan, Ibnu
Katsir al-Bashri ad-Dimasyqi, red). Beliau lahir pada tahun 45 H dan menetap di sana hingga
remaja di Makkah. Secara fisik, Imam Ibnu Katsir ini memiliki fisik yang tinggi, berisi, gelap
kulitnya, biru bola matanya, putih rambut dan jenggotnya. Seringkali rambutnya disemir dengan
hina‟. Sebagai tabi‟in generasi awal yang tinggal di Makkah, Imam Ibnu Katsir pernah berjumpa
dengan beberapa para sahabat, di antaranya adalah Abdullah bin Zubair, Abu Ayyub al-Ansari,
Anas bin Malik, Mujahid bin Jabar, dan Darbas budak pembantu Ibnu Abbas.
Perjalanan Intelektual dan Silsilah Sanad Ibnu Katsir Setalah menginjak dewasa, beliau
menyempatkan diri untuk menuntut ilmu Al-Qur‟an dan qira‟atnya kepada beberapa tabi‟in
senior, salah satunya adalah: (1) Abdullah bin al-Saib al-Makhzumi. (2) Mujahid bin Jabar al-
Makki. (3) Darbas pembantu Ibnu Abbas. Ketiga dari guru Imam Ibnu Katsir ini memiliki

4
transmisi sanad yang bersambung langsung kepada para sahabat. Artinya, secara transmisi sanad
qira‟at Ibnu Katsir ini dapat dipertanggung-jawabkan kemutawatirannya. 1. Abdullah bin al-Saib
belajar kepada sahabat Ubay bin Ka‟ab dan Sayyidina Umar bin Khattab, keduanya menerima
bacaan dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. 2. Mujahid bin Jabar belajar kepada Abdullah bin al-Saib dan
Sayyidina Abdullah bin Abbas, 3. Darbas belajar kepada sayyidina Abdullah bin Abbas.
Abdullah bin Abbas belajar kepada Ubay bin Ka‟ab dan Zaid bin Tsabit. Keduanya belajar
langsung kepada Nabi Muhammad.

Perawinya:
1.Al-bazzie
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim bin Nafi‟
bin Abi Bazzah, beliau dinisbatkan kepada kakeknya yang paling jauh, yaitu Abi Bazzah. Nama
Abi Bazzah sendiri adalah Basysyar. Ia adalah seorang Persia dari marga Hamadzan. Ia masuk
Islam di tangan al-Saib bin Abi al-Saib al-Makhzumi. Kuniyahnya adalah Abu al-Hasan. Beliau
merupakan muadzin sekaligus sebagai imam shalat di Masjidil Haram selama 40 tahun. Beliau
dilahirkan pada tahun 170 H.
Perjalanan Intelektualnya Menginjak masa remaja, beliau belajar dan meriwayatkan
qira‟at Ibnu Katsir dari Ikrimah bin Sulaiman dari Ismail bin Abdullah al-Qisth, dan Syibl bin
Ubbad dari Ibnu Katsir. Dari kedua gurunya tersebut, beliau menerima qira‟at Ibnu Katsir secara
sempurna. Dengan demikian, jika ditelisik melaui transmisi periwayatan, maka beliau
meriwayatkan qira‟at Ibnu Katsir melalui dua jalur, yaitu: Ikrimah dari Ismail al-Qisth (dua jalur)
dari Ibnu Katsir, dan Syibl bin Ubbad dari Ibnu Katsir (satu jalur). Dalam meriwayatkan qira‟at
Ibnu Katsir beliau tidak sendirian, tetapi ada banyak ulama yang meriwayatkannya. Dengan
demikian, sangat mustahil mereka sepakat untuk melakukan kebohongan atas qira‟at Ibnu Katsir.
Hanya saja beliau merupakan perawi termasyhur, teristimewa dan paling adil diantara mereka.
Ada banyak predikat yang melekat dan diberikan kepada beliau, salah sarunya adalah predikat,
ustadz muhaqqiq, dhabit, mutqin dan tsiqah. Dengan ketenaran dan kemasyhurannya, maka tak
ayal beliau dianggap sebagai pemungkas para masyikhah pengajaran Al-Qur‟an di Makkah.
Setelah mengabdi kepada kitab Allah dengan penuh perjuangan dan pengorbanan raga dan jiwa,
pada tahun 285 H, Allah memanggilnya dan dikebumikan di Makkah

5
2.Qunbul
Namanya adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Khalid bin Muhammad bin Said al-
Makhzumi al-Makki. Beliau lebih dikenal dengan julukan Qunbul. Ada perbedaan pendapat
tentang sebab pembeiran julukan tersebut, ada yang mengatakan bahwa beliau dari warga
“Qanabilah” di daerah Makkah. Ada yang mengatakan bahwa beliau memakai obat yang untuk
penyakit yang dideritanya, menurut para apoteker, dikenal dengan nama “Qunbil” (‫)ليبنق‬
(memakai ya‟ setelah huruf ba‟, kemudian dibuang huruf ya‟nya untuk meringankan
pengucapan, maka dibacalah “Qanbul”). Karena seringnya memakai obat tersebut, maka ia
kemudian dikenal dengan sebutan Qanbul. Beliau lahir di Makkah pada tahun 175 H.
Perjalanan Intelektualnya Belajar dan membaca Al-Qur‟an kepada Ahmad bin
Muhammad bin „Aun al-Nabbal, imam al-Bazzi, Abu al-Hasan al-Qawwas dan Ma‟ruf bin
Misykan. Beliau merupakan imam qira‟at yang mutqin dan dhabith, pemungkas para imam di
Hijaz, dan termasuk pembesar perawi Imam Ibnu Katsir dan paling tsiqah (terpercaya). Imam al-
Bazzi didahulukan daripada Qanbul karena beliau lebih tinggi sanadnya. Karena imam Qanbul
sendiri juga belajar kepada Imam al-Bazzi, sehingga menurut hitungan periwayatan, beliau lebih
rendah (nazil) daripada imam al-Bazzi. Menurut Abdullah al-Qashsha‟, kedudukan imam Qanbul
ini berada di atas perwira di Makkah karena seorang perwira tidak akan mendampingi seseorang
kecuali dari kalangan orang mulia dan baik supaya ia berada pada jalur yang benar terhadap
sesuatu yang berhubungan dengan hukum dan perdata. Mereka menyertainya karena ilmu dan
keutamaannya di sisi mereka. Perlakuan seperti ini saat beliau berada di pertengahan umurnya.
Terpuji perjalanan hidupnya. Di antara murid-muridnya yang belajar kapadanya adalah Abu
Rabi‟ah Muhammad bin Ismail, yang termasuk santri seniornya, Muhammad bin Abdul Aziz dan
Ahmad bin Musa bin Mujahid, pengarang kitab “Al-Sab‟ah”, dan Muhammad bin Ahmad bin
Syambudz, beliau adalah temannya. Dikatakan bahwa ketika beliau sudah sepuh, berhenti
mengajar sebelum wafat tujuh tahun atau sepeuluh tahun. Setelah mengabdi dan berkhidmah
kepada kitab Allah, beliau dipanggil oleh pemiliknya pada tahun 271 H. di Makkah

6
3.Biografi Abu ‘amr al-basrhie
Imam Abu Amr al-Bashri. Ia merupakan salah satu imam qira‟at sab‟ah yang lahir di
Makkah tahun 70 H. Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau lahir pada tahun 68 H.
Namanya Zabban bin al-Ala‟ bin Ammar bin al-Uryan bin Abdullah bin al-Husain bin al-Harits
bin Jalhamah. Ia dikenal dengan sebutan al-Imam as-Sayyid Abu Amr al-Tamimi al-Mazini al-
Bashri. Nasabnya bersambung kepada Adnan, buyut Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Perjalanan Intelektualnya Sejak kecil hingga remaja, beliau hidup di Makkah,. Di sana
beliau belajar kepada banyak guru. Selain belajar di Makkah, beliau juga belajar kepada
masyayikh di Madinah. Setelah beranjak remaja, saat ada kejadian para hujjaj di Makkah, beliau
melakukan perjalanan (migrasi) ke Basrah, kemudian menetap di sana hingga menjadi imam dan
panutan masyarakat Basrah. Imam al-Bashri merupakan imam qira‟at yang memiliki paling
banyak guru. Tidak ada satu pun imam qira‟at sab‟ah yang lebih banyak gurunya dibandingkan
Abu Amr. Selain belajar di Makkah dan Madinah, ia juga belajar kepada banyak guru Kufah dan
Basrah. Selama dalam perjalanan intelektualnya, ia tercatat pernah mendengar langsung (hadis)
dari sahabat Anas bin Malik dan para sahabat yang lain. Oleh karena itu, maka wajar beliau
dianggap sebagai imam qira‟at yang banyak memiliki guru. Ada empat negara yang menjadi
tempat persinggahan beliau dalam perjalanan intelektualnya, yaitu Makkah, Madinah, Kufah dan
Basrah. Dalam bidang hadis, para kritikus hadis memberi predikat kepadanya sebagai tsiqah
(terpercaya) dan shaduq (sangat jujur)

Perawinya:
1.Addurie
Nama lengkapnya adalah Hafs bin Umar bin Abdul Aziz bin Shuhban bin Adi bin
Shuhban al-Duri al-Azdi al-Baghdadi. Panggilannya adalah Abu Umar. Beliau lebih dikenal
dengan sebutan al-Duri, dinisbatkan kepada desa “al-Dur”, sebuah tempat di sebelah timur
Baghdad. Beliau merupakan ulama yang ahli dalam ilmu qira‟at (al-Muqri‟) dan ahli gramatikal
bahasa arab. Meskipun demikian, beliau salah satu hamba Allah yang diberikan kesempurnaan
ilmu namun kekurangan soal fisik, yaitu mata yang tidak bisa melihat secara sempurna; buta.
Selain sebagai perawi dari bacaan imam Abu Amr al-Bashri, beliau sekaligus menjadi perawi
dari Imam Ali al-Kisa‟I; Imam Qira‟at ke tujuh. Lahir pada tahun 150 H di desa “al-Dur” pada
masa pemerintahan al-Mansur, khalifah Ummayyah. Pada masanya, beliau dikenal sebagai imam

7
qurra‟ (guru para qari‟), sekaligus guru masyarakat umum, khususnya di daerah Iraq. Dengan
kealimannya, ia mendapatkan predikat dari para ulama sebagai orang yang tsiqah, tsabat dan
dhabit.
Beliau merupakan orang yang pertama menyusun qira‟at dan mendokumentasikannya.
Imam al-Duri ini merupakan salah satu imam yang memiliki kesungguhan dan ketelatenan soal
ilmu. Terbukti, ia banyak belajar kepada guru pada masanya, salah satunya adalah: Imam Nafi‟,
Ismail bin Jakfar, Ya‟kub bin Jakfar, Sulaim dari Imam Hamzah, Muhmmad bin Sa‟dan dari
Imam Hamzah dan Imam Ali al-Kisa‟I. Maka tak heran, bila imam al-Ahwazi berkomentar: “
beliau pergi jauh untuk meraih ilmu qira‟at, dan mempelajari semua bacaan, baik yang
mutawatir, shahih, maupun yang syadz. Dengan demikian, banyak santri yang ingin belajar
kepadanya dari berbagai penjuru karena keluhuran sanadnya dan keluasan ilmunya”. Di antara
santri-santrinya adalah: Ahmad bin Harb syaikh al-Mutthawwa‟I, Abu Ja‟far Ahmad bin Farah,
Ahmad bin Yazid al-Hulwani dan Muhammad bin Hamdun al-Qathi‟I. Dalam meriwayatkan
qira‟at Abu Amr, beliau meriwayatkan melalui Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi dari Abu Amr
al-Bashri. Artinya, antara perawi dan imam qira‟at hanya melalui satu jalur. Dalam bidang hadis,
hadis-hadis imam al-Duri dapat ditemuakan dalam kitab Sunan Ibnu Majah. Imam Abu Hatim
men-takdil-nya dengan sebutan “Shoduq”, sangat jujur.

2.As-susie
Nama lengkapnya adalah shaleh bin Ziyad bin Abdullah bin Ismail bin Ibrahim bin al-
Jarud al-Susi. Kata “al-Susi” dinisbatkan pada sebuah kota di Ahwaz. Beliau merupakan imam
muqri‟ yang memiliki kekuatan hafalan yang sempurna (dhabit), penyampaian yang tajam
(muharrir), dan terpercaya (tsiqah). Beliau dilahirkan pada tahun 170 H. Dalam meriwayatkan
qira‟at Imam Abu Amr, beliau meriwayatkan malalui jalur Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi, satu
perguruan dengan Imam al-Duri. Namun Imam al-Susi termasuk santri senior. Meskipun satu
perguruan, antara Imam al-Susi dan Imam al-Duri memiliki banyak perbedaan soal ushul
qira‟atnya. Imam al-Susi lebih dikenal dengan bacaan “idgham kabirnya”, yang hampir tidak ada
dalam riwayat Imam al-Duri, dari jalur Syatibiyah. Dalam bidang qira‟at yang belajar kepada
Imam al-Susi adalah anaknya sendiri, Muhammad, Muhammad bin Jarir al-Nahwi, Abu al-harits
Muhammad bin Ahmad al-Tharsusi, Muhammad bin Syuaib al-Nasa‟I, Muhammad bin Ismail

8
al-Quraisy dan Musa bin Jumhur. Dalam bidang hadis, para kritikus hadis memberi predikat
“Shaduq” kepadanya, seperti yang disampaikan oleh Imam Hatim. Ada banyak yang
meriwayatkan hadis dari beliau, salah satunya adalah Abu Bakar bin Abu Ashim, Abu Arubah
al-Harrani dan al-Hafidz Muhammad bin Said. Setelah mengabdi dan berkhidmah untuk Al-
Qur‟an, beliau dipanggil oleh sang pemilik semesta pada tahun 261 H.

4.BIOGRAFI IBNU ‘AMIR ASY-SYAAMIE


Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi‟ah bin Amir
al-Yahshabi. Dalam matan kitab “al-Syatibiyyah” karya Abi al-Qasim bin Firruh, Ibnu Amir
dinisbatkan ke buyutnya atau kabilah di Yaman, yaitu al-Yahshabi bin Dahman. Beliau
merupakan murni keturunan Arab, yang tidak tercampur nasabnya oleh keturunan ajami (selain
Arab). Ada dua imam qira‟at sab‟ah yang murni keturunan Arab, yaitu Abu Amr bin al-Ala‟ dan
Ibnu Amir asy-Syami. Imam asy-Syami ini merupakan salah satu imam qira‟at sab‟ah yang
paling bagus dan tertinggi sanadnya, dan termasuk tabi‟in senior. Di negara Syam, imam asy-
Syami ini merupakan panutan dan Imam masyarakat Syam dalam bidang qira‟at Al-Qur‟an dan
menjadi pemungkas masyikhah iqra‟ setelah wafatnya Abi Darda‟
Aktivitas non-formal beliau sehari-hari, selain mengisi pengajian dan mengajar Al-
Qur‟an, adalah menjadi imam tetap kaum Muslimin di Masjid Umawiyah pada masa khalifah
Umar bin Abdul Aziz, baik sebelum dan sesudah kekhalifahnnya dan beliau (Umar bin Abdul
Aziz) bermakmum di belakangnya. ini menunjukkan keluhuran dan kemulyaan beliau diangkat
menjadi seorang imam shalat di sebuah masjid resmi kenegaraan pada masa Umar bin Abdul
Aziz. Maka wajar beliau mendapat mandat untuk merangkap jabatan sebagai qadi‟ (hakim),
imam dan maha guru Al-Qur‟an di Damaskus. Damaskus saat itu menjadi pusat pemerintahan
dan dikelilingi oleh para ulama dan para tabi‟in. Mereka semua sepakat menerima qira‟at imam
asy-Syami ini, membaca dan mempelajarinya, sementara mereka semua adalah generasi awal
dan unggul. Ini menunjukkan bahwa qira‟at asy-Syami ini adalah mutawatir dan dapat
dipertanggung-jawabkan kesahihannya. Beliau lahir pada tahun 21 H, sebagian sejarah
mengatakan beliau lahir pada tahun 28 H. Imam Khalid bin Yazid al-Murri benceritakan bahwa
beliau mendengar Ibnu Amir bercerita: “Nabi menggenggam saya saat saya berumur dua tahun,
kemudian saya pindah ke Damaskus saat saya berumur sembilan tahun”. ini artinya bahwa Ibnu
Amir sempat bertemu dengan Nabi SAW. namun beliau belum baligh, tidak mengimani

9
kerasulan-Nya, sehingga beliau disebut sebagai tabi‟in. Perjalanan Intelektualnya Sebelum
menjadi seorang imam dan hakim di Damaskus,

imam Ibnu Amir asy-Syami ini pernah mengenyam pendidikan Al-Qur‟an kepada ulama
ternama di masanya, salah satunya adalah belajar kepada: 1. Al-Mughirah bin Abdullah bin
Umar bin al-Mughirah al-Makhzumi, al-Makhzumi belajar kepada Utsman bin Affan dari Nabi
Muhammad Saw,. 2. Abi Darda‟ Uwaimir bin Zaid bin Qais dari Nabi Muhammad SAW. 3.
Sebagian ulama mengatakan bahwa Ibnu Amir belajar langsung kepada Utsman sendiri tanpa
melalui perantara. Jika dilihat dari transmisi sanad imam asy-Syami ini, maka imam ini termasuk
generasi ketiga dari Nabi dari jalur al-Mughirah. Sedangkan jika dilihat dari jalur Abi Darda‟ dan
Utsman termasuk generasi kedua. Artinya, transmisi sanad ini yang tertinggi di antara imam
qira‟at sab‟ah yang lain. Maka tak ayal, sebagian ulama qira‟at menempatkan Imam asy-Syami
ini pada urutan pertama di antara para imam qira‟at yang lain karena ketinggian sanadnya,
namun sebagian yang lain menempatkan Imam Nafi‟ pada ururtan yang pertama karena
kemulyaan tempatnya, yaitu Madinah. Di sanalah jasad manusia terbaik dan terluhur akhlaknya
di kebumikan.

Perawinya:

1.Hisyam

Namanya adalah Hisyam bin Ammar bin Nashir bin Maisarah al-Sullami al-Dimasyqi,
panggilannya adalah Abu al-Walid. Lahir pada tahun 153 H, masa pemerintahan khalifah al-
Mansur. Beliau adalah seorang panutan dan imam masyarakat kota Damaskus. Selain sebagai
imam dan panutan masyarakat kota Damaskus, beliau juga dikenal sebagai khatib, (orator:
muballigh), muqri‟, muhaddits, dan menjabat sebagai mufti, yang mendapatkan predikat tsiqah,
(terpercaya) dhabt (cekatan: kuat hafalannya), adil dalam menjalannya amanah, fasih
(penyampaiannya), sangat alim, dan luas ilmunya, baik dari sisi riwayah maupun dirayah-nya.
Imam Hisyam merupakan seorang imam yang mengabdikan diri hanya untuk mengajar Al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Perjalanan Intelektualnya dan Transmisi Sanadnya Perjalanan intelektual beliau dimulai
belajar dari satu guru ke guru yang lain, layaknya seorang penuntut ilmu yang haus akan cahaya
ilmu. Dalam catatan sejarah, ia belajar qira‟at Al-Qur‟an kepada beberapa guru, salah satunya

10
adalah Syaikh Irak al-Murri, dan Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Abdullah bin
Amir dari Abu Darda‟ dan al-Mughirah hingga sampai kepada Nabi SAW. Sebagian riwayat
mencatat bahwa beliau belajar sebagian huruf (qira‟at) dari Imam Atabah bin Hammad, dan Abi
Dihyah Ma‟la bin Dihyah dari Nafi‟, yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi
Muhammad SAW.
Dalam bidang hadits beliau meriwayatkan dari beberapa para imam besar pada masanya,
salah satunya adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanji,
Ismail bin Ayyasy, Sulaiman bin Musa al-Zuhri.
Imam Hisyam bercerita tentang pribadinya, sebagaimana disampaikan oleh Imam
Muhammad bin al-Faidh al-Ghassani: Ayah saya menjual rumahnya dengan harga 20 dinar,
untuk bekal haji saya. Ketika saya sampai di Madinah, saya mendatangi majlis imam Malik.
Saya punya beberapa pertanyaan (untuk ditanyakan kepadanya). Kemudian saya mendekat
kepadanya, sementara beliau sedang duduk di depan seperti layaknya seorang raja. Sementara
murid-santirnya berdiri. Banyak orang bertanya kepadanya, dan dijawab oleh beliau. Kemudian
saya bertanya kepadanya: Apa yang akan Anda katakan tentang hal ini?. Kemudian beliau hanya
menjawab: kita mendapati seorang anak kecil, wahai murid, bawalah ia kemari. Kemudian
murid-murid itu membawaku layaknya anak kecil, padahal saya adalah orang yang (mudrik)
berpengetahuan. Kemudian beliau mencambuk saya layaknya seorang guru mencambuk
muridnya dengan tujuh belas kali cambukan. Saya pun menangis. Beliau bertanya: “Kenapa
kamu menangis, apakah ini menyakitkanmu?. saya pun menjawab: “Ayah saya menjual
rumahnya dan menasehati saya untuk menemuimu, menyimak pengajianmu tapi kamu malah
memukulku. Imam Malik berkata: “Tulislah”...kemudian Imam Malik meriwayatkan tujuh belas
hadits kepada saya dan menjawab semua pertanyaan saya.
Cerita di atas, menunjukkan kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu hingga harus
mengorbankan harta dan raganya. Imam al-Ahwazi menceritakan bahwa ia mendengar dari
imam Hisyam berkata: “Selama kurun waktu dua puluh tahun, saya tidak menyiapkan (teks)
khutbah (dalam berceramah)”. Ini artinya bahwa imam Hisyam merupakan orang yang sangat
fasih dalam bidang bahasa Arab. Imam Ahmad bin Muhammad al-Ashbahani berkata: “Sejak
wafatnya Ayyub bin Tamim, kepakaran dalam bidang qira‟at berpindah pada dua orang, Hisyam
dan Ibnu Dzakwan. Hisyam dikenal sebagai orator yang piawai dan fasih, dianugrahi umur yang
panjang, sehat akal dan pandangannya, sehingga banyak penuntut ilmu belajar kepadanya.

11
Sementara Ibnu Dzakwan dikenal sebagai perawi yang dhabit (cekatan) dan menjadi panutan
masyarakat dan imam shalat masyarakat Damaskus.
Keistimewaan Imam Hisyam Imam Hisyam termasuk hamba Allah yang dekat dengan-
Nya dan cepat terkabul doanya. Imam Abu Ubaidillah al-Humaidi menceritakan bahwa Imam
Hisyam berkata: Saya memohon kepada Allah tujuh permohonan, namun Allah hanya
mengabulkan enam permohonan saya. Saya tidak tahu apakah permintaan saya yang ke tujuh
dikabulkan atau tidak. Pertama, saya memohon kepada-Nya supaya membenarkan hadits Nabi
Muhammad Saw,. Allah mengabulkannya. Kedua, saya memohon kepada-Nya agar saya bisa
berangkat haji, Allah mengabulkannya. Ketiga, saya memohon kepada-Nya supaya saya berumur
panjang hingga melewati seratus tahun, Allah mengabulkannya. Keempat, saya memohon
kepada-Nya supaya dianugrahkan harta 100 dinar yang halal, Allah mengabulkannya. Kelima,
saya memohon kepada-Nya agar saya memiliki murid yang banyak, atau mereka datang ke saya
untuk menuntut ilmu kepada saya, Allah mengabulkannya. Keenam saya memohon kepada-Nya
agar saya dapat berkhutbah di masjid Damaskus, Allah mengabulkannya. Sementara
permohonan saya yang ke tujuh agar Allah mengampuni dosa-dosa saya dan kedua orang
tuasaya
2.Ibnu Dzakwan
Namanya adalah Abdullah bin Basyar (sebagian riwayat namanya: Basyir) bin Ibnu
Dzakwan bin Amr. Panggilannya adalah Abu Muhammad, ada yang mengatakan Abu Amr al-
Dimasyqi. Ibnu Dzakwan merupakan seorang imam yang tsiqah dan terkenal, juga sebagai
syaikh iqra‟ di Syam dan menjadi imam masjid di Damaskus. Selain itu, ia juga merupakan
pamungkas masyikhah iqra‟ di Damaskus setelah wafatnya Imam Hisyam bin Ammar. Beliau
lahir pada bulan Asyura‟ tahun 173 H. Perjalanan intelektual dan Transmisi Sanadnya.
Perjalanan intelektual imam Ibnu Dzakwan ini dimulai belajar satu guru ke guru yang
lain. Ada banyak guru dan tempat yang sempat ia singgahi namun dari sekian gurunya yang
paling dikenal adalah: (1) Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Ibnu Amir. Kepada
imam Ayyub ini beliau belajar qira‟at Al-Qur‟an secara langsung. (2) Ali al-Kisa‟I, seorang
imam qira‟at ketujuh. Kepada Imam Ali ini, Ibnu Dzakwan belajar qira‟at saat beliau berkunjung
ke negara Syam. Imam Ibnu Dzakwan berkata: saya menetap bersama al-Kisa‟I selama tujuh
bulan dan saya membaca Al-Qur‟an kepadanya berulangkali. (3) Ishaq bin al-Musayyibi dari
Imam Nafi‟. Kepada ishaq ini, Ibnu Dzakwan belajar sebagian “huruf” qira‟at. Karya-karya Ibnu

12
Dzakwan Karya yang berbentuk tulisan adalah sebagai berikut: (1) Aqsam Al-Qur‟an wa
Jawabuha, (2) Ma Yajibu „Ala Qari‟ Al-Qur‟an Inda harakati Lisanihi.

Murid-muridnya Imam Ibnu Dzakwan adalah seorang imam yang sangat terkenal pada
masanya, beliau memiliki predikat tsiqah dan sebagai masyikhah iqra‟ di Damaskus. Maka tak
ayal jika banyak para penuntut ilmu yang datang dari berbagai belahan dunia Islam, salah
satunya adalah anaknya sendiri, yaitu Ahmad bin Abdullah bin Dzakwan, Ahmad bin Anas,
Ishaq bin Daud, Abu Zar‟ah Abdurrahman bin Amr al-Dimasyq, Abdullah bin Isa al-Ashbahani,
Muhammad bin Ismail al-Turmudzi, Muhammad bin Musa al-Shuri dan Harun bin Musa al-
Akhfasy. Setelah mengerahkan jiwa dan raga untuk mengabdi kepada kitab Allah dan
menorehkan karya yang gemilang, beliau wafat pada tahun 243 H di kota Qita.

5.BIOGRAFI IMAM ‘ASHIM BIN ABI NAJUD AL-KUFIE

Nama lengkapnya adalah Ashim bin Abi Najud al-Asadi. Nama panggilannya (kuniyah),
Abu bakar. Sebagian riwayat mengatakan bahwa nama bapaknya adalah Bahdalah, sebagian
riwayat yang lain mengatakan bahwa Bahdalah adalah nama ibunya, sebagian riwayat yang lain
juga mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdulllah sedangkan Abi Najud adalah
kuniyahnya. Secara garis keturunan, ia termasuk marga al-Asadi al-Kufi. Kata “al-Asadi”
dinisbatkan kepada marganya, sedangkan “al-Kufi” dinisbatkan kepada tempat tinggalnya, yaitu
Kufah. Beliau adalah salah satu imam qira‟at sab‟ah dari kalangan ulama Kufah, dan termasuk
tabi‟in yang agung. Setelah gurunya, Abdurrahman al-Sullami, wafat, ia menggantikan posisinya
sebagai masyikhah iqra‟ di Kufah, sehingga banyak para pelajar datang dari berbagai negara
untuk belajar kepadanya. Secara profesionalitas keilmuan, beliau merangkap dua keahlian, yaitu
fashahah-tajwid dan teliti-mutqin. Beliau tidak hanya memiliki penguasaan dalam bidang
fashahah dan mutiqin, namun beliau juga memilikii suara yang indah saat membaca al-qura‟an.
Hal ini dibuktikan oleh persaksiannya Imam Syu‟bah: Saya berulangkali mendengar Abi Ishaq
al-Sabi‟i berkata: “Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih bagus membaca al-Qur‟an
dibandingkan Ashim bin Najud. Ia alim dalam bidang sunnah, bahasa, nahwu dan fiqih”.

Perjalanan Intelektual Imam Ashim Dalam bidang ilmu al-Qur‟an dan qira‟atnya, beliau
belajar kepada tiga orang guru, yaitu Abu Abdurrahman al-Sullami, Zir bin Hubaisy, Sa‟ad bin

13
Ilyas al-Syaibani. Secara transmisi sanad beliau menempati posisi ketiga setelah Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬. Berikut adalah transmisi sanadnya yang bersambung secara muttasil kepada Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬: Al- Sullami belajar kepada lima sahabat; Ustman, Abdullah bin Mas‟un, Ubay
bin Ka‟ab, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Mereka belajar langsung dari Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬. Zir bin Hubaisy belajar kepada Abdullah bin Mas‟ud dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Al-Syaibani belajar kepada Abdullah bin Mas‟ud dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Dalam bidang hadis, beliau meriwayatkan dari Abi Ramatsah Rifa‟ah al-Tamimi dan
Harits bin Hassan al-Bakri. Keduanya bersahabat. Adapun hadis yang diriwayatkan dari Abi
Ramatsah dapat djumpai di Musnad Ahmad bin Hambal, sedangkan hadis yang diriwayatkan
dari Harits bin Hasan dapat dijumpai di kitabnya Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam. Imam Ashim
termasuk ulama yang diperhitungkan dalam bidang hadis, ia termasuk personal yang memiliki
predikat tsiqah (terpercaya).
Imam Ahmad menyatakan bahwa Imam Ashim adalah laki-laki saleh, baik juga tsiqah,
senada dengan Imam Ahmad, Imam Zar‟ah dan para ulama hadis menyatakan bahwa Imam
Ashim adalah orang yang tsiqah.
Imam Abu Hatim juga menyatakan bahwa Imam Ashim adalah (mahalluhu al-shidq) dan
hadi-hadis dapat dijumpai di kutub sittah. Keistimewaan Imam Ashim Setiap manusia yang
beriman dengan benar, beramal saleh dan konsisten dalam beramal (istiqamah), maka Allah akan
mengangkat derajatnya.
Imam Ashim merupakan salah satu ulama yang konsisten berkhidmah terhadap kalam-
Nya. Salah satu karomahnya adalah ia membaca Al-Qur‟an dengan sangat mutqin atau lancar
walau ditinggal beberapa tahun tanpa murajaah (membaca ulang agar tetap hafal). Imam Ashim
berkata kepada Imam Syu‟bah: “Saya mengalami sakit selama dua tahun, (selama dua tahun itu,
saya tidak muraja‟ah hafalan Al-Qur‟an saya), setelah saya sembuh,kemudian saya membaca Al-
Qur‟an dan tidak ada satupun kesalahan dan kekeliruan pada bacaan saya”.
Imam Abu Bakar berkata: “Ashim jika shalat ia tegak seperti kayu, dan ia mendirikan
shalat pada hari jumat sampai menjelang shalat ashar. Ia adalah seorang abid (ahli ibadah), baik,
selalu mendirikan shalat. Jika ia punya keperluan, kemudian melihat sebuah masjid, maka akan
berkata: mari kita mampir ke masjid, karena keperluan kita tidak akan habis. Ia pun masuk ke
masjid dan malaksanakan shalat.

14
Perawinya:
1.syu’bah bin ‘ayyasy
Nama lengkapnya adalah Syu‟bah bin Ayyasy bin Salim al-Hannath al-Nahsyali al-Kufi,
nama panggilannya (kuniyah) Abu Bakar. Beliau lahir pada tahun 95 H. Beliau merupakan imam
besar yang Alim, bergelar “hujjah” dan termasuk pembesar Ahlussunnah. Gelar hujjah
Ahlussunnah layak disematkan kepadanya, kerena keteguhannya dalam upaya mempertahankan
ideologi Ahlussunnah. Beliau berkata: “Barangsiapa yang menganggap Al-Qur‟an sebagai
makhluk, maka bagi kami ia adalah kafir zindiq, ia adalah musuh Allah, kita tidak boleh
berinteraksi dengannya dan berbicara dengannya.”
Perjalanan Intelektual Imam Syu‟bah Perjalanan intelektual Imam Syu‟bah ini diawali
dengan menghafal Al-Qur‟an, belajar dan menyimakkannya (tasmi‟) kepada guru di kampung
halamannya, kemudian dilanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan belajar kepada satu
guru ke guru yang lain, layaknya seorang penuntut ilmu yang haus akan cahaya ilmu. Namun
dalam bidang Al-Qur‟an dan qira‟atnya, ia belajar kepada: (1) Ashim bin Abi al-Najud, (2) Atha‟
bin al-Saib, (3) Salim al-Munqiri. Kepada Imam Ashim beliau bermulazamah lama sehingga ia
dapat mengkhatamkan Al-Qur‟an lebih dari satu kali. Dari Imam Ashim inilah, beliau kemudian
menjadi perawi sekaligus murid yang banyak mengisahkan dan meriwayatkan kisah kehidupan
sang guru. Dalam pengabdian ilmunya, Allah menganugerahkannya umur yang panjang
kepadanya,sehingga memberikan peluang kepadanya menabung pundi-pundi amal baik dan
pengabdian yang tulus, namundi akhir sisa hidupnya ia memutuskan tidak mengajar Al-Qur‟an
selama tujuh tahun.

2.Hafs bin sulaiman


Nama lengkapnya adalah Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah bin Abi Daud al-Asadi, al-
Kufi al-Bazzar. Kata al-Bazzar dinisbatkan kepada penjual baju, kuniyahnya Abu Umar. Ada
banyak gelar yang dimiliki oleh imam ini, salah satunya adalah “al-Hujjah”, tsabat (mantab),
pemilik riwayat yang terkenal, bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa riwayat Imam
Hafs ini adalah satu-satunya riwayat yang paling banyak dibaca di dunia Islam. Beliau lahir pada
tahun 90 H.
Perjalanan Intelektualnya Setelah ayahnya meninggal,kemudian ibunya menikah lagi
dengan Imam Ashim. Secara otomastis ia menjadi anak tirinya. Atas bimbingan dan didikan

15
Imam Ashim, pemilik riwayat yang paling terkenal ini di didik secara intens, baik secara talqin
(dibacakan kemudian ditiru) mapun secara tasmi‟ (memperdengarkan bacaannya). Setelah
menginjak dewasa, Imam Hafs menggantikan posisi ayah tirinya sebagai guru dalam bidang Al-
Qur‟an, bahkan manjadi seorang imam besar dalam bidang itu.
Jika dilihat dari jejak rekam pengembaraan Imam Hafs ini, maka akan ditemukan bahwa
beliau pernah mengembara dan tinggal di dua negara yang pada saat itu sebagai ibu kota. Hal ini
dibuktikan oleh ungkapan Imam Abi Amr al-Dani: “Ia belajar kepada Imam Ashim dan
diajarkan kepada masyarakat bacaan tersebut. Kemudian ia tinggal di Baghdad di sana ia
mengajarkan (bacaannya) dan kemudian tinggal di Makkah di sana ia juga mengajarkan
(bacaanya). Dari sini bisa dibayangkan berapa jumlah murid-murid Imam Hafs di dua negara
tersebut, kemudian mereka menyebarkan riwayat ke negaranya masing-masing. Maka tidak
aneh, jika bacaan riwayat Imam Hafs menjadi tersohor di dunia. Ini dari sisi penyebaran lewat
periwayatan. Dari sisi yang lain, hampir seluruh Al-Qur‟an dicetak menggunakan riwayat Imam
Hafs. Pada tahun 1106 H, Al-Qur‟an yang dicetak di Jerman menggunakan riwayat Imam Hafs.

6.BIOGRAFI IMAM HAMZAH AZ-ZAYYAT AL KUFIE


Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin Imarah bin Ismail az-Zayyat al-Kufi al-
Taymi. Kuniyahnya Abu Imarah. Beliau lebih dikenal dengan panggilan Hamzah az-Zayyat
(pedangan minyak), karena membawa minyak dari Urf ke Hulwan di Iraq. Dan membawa keju
dan kacang-kacangan dari Hulwan ke Kufah. Imam zahid ini lahir pada tahun 80 H, dan pada
saat memasuki usia lima belas tahun, ia memantapkan hafalan bacaan Al-Qur‟annya. Dalam
salah satu riwayat, beliau “menangi” sahabat saat kecil, kemungkinannya beliau pernah melihat
dan menjumpai sebagian mereka, maka dari itu, beliau disebut sebagai tabi‟in. Imam Hamzah
adalah salah satu imam qira‟at sab‟ah yang memiliki predikat “al-Hibr” (tinta) dan syaikh al-
Qurra‟ di Kufah. Ia menjadi panutan masyarakat Kufah dalam bidang Al-Qur‟an setelah
wafatnya Ashim dan al-A‟masy. Dalam bidang Al-Qur‟an, kepakarannya tidak diragukan,
sehingga beliau mendapat predikat prestisius, yaitu tsiqah, hujjah, tegak dalam soal kitab Allah,
mahir dalam bidang faraidh, bahasa Arab dan banyak hafal hadis. Imam Abu Hanifah berkata:
“Ada dua hal yang Anda mengungguli kami dan tidak terbantahkan oleh kami, yaitu Al-Qur‟an
dan ilmu Faraidh.

16
Perjalanan Intelektualnya Sejak kecil Imam Hamzah sudah mulai menghafal Al-Qur‟an,
dan saat menginjak umur lima belas tahun, beliau memantapkan hafalan tersebut, kemudian
melakukan pengembaraan berguru kepada beberapa ulama yang ahli dalam bidang Al-Qur‟an,
salah satunya adalah: 1. Abu Muhammad Sulaiman bin Mahran al-A‟masy, 2. Abi Hamzah
Hamran bin A‟yun 3. Abu Ishaq Amr bin Abdullah al-Sabi‟I 4. Muhammad bin Abi Laila 5.
Thalhah bin Mushrif 6. Abi Abdullah Ja‟far al-Shadiq Semua nama-nama gurunya di atas,
transmisi sanadnya bermuara kepada empat sahabat, yaitu: Abdullah bin Mas‟ud, Utsman bin
Affan, Ubay bin Ka‟ab, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Artinya qira‟at Hamzah adalah
qira‟at yang dapat dipertanggung-jawabkan kemutawatiran dan kesahihannya. Meskipun
demikian, dari guru yang telah disebut di atas, secara kwalitas sanad, ada yang tinggi dan ada
yang rendah. Sanad yang tinggi adalah antara Nabi dan Imam Hamzah melalui tiga jalur,
sedangkan sanad yang rendah antara Nabi dan Imam Hamzah empat jalur. Setelah pengembaraan
intelektualnya selesai, Imam Hamzah kemudian membuka majlis pengajian Al-Qur‟an untuk
masyarakat setempat. Setelah Imam Ashim dan Imam al-A‟masy wafat, Imam Hamzah menjadi
kiblat dan imam dalam bidang al-Qur‟an menggantikan posisi keduanya.

Perawinya:
1.khalaf
Sejak kecil, Imam Khalaf telah menghafal Al-Qur‟an di tanah kelahirannya, dan pada
saat berumur 10 tahun beliau sukses menyelesaikan hafalan tersebut dengan baik dan lancar.
Ketika menginjak umur 13 tahun, beliau mengawali perjalanan intelektualnya menuntut ilmu
kepada para ulama. Imam Khalaf bercerata kepada muridnya, Imam Idris Abdul Karim: “Saya
hafal Al-Qur‟an saat berumur 10 tahun, kemudian ketika saya menginjak umur 13 tahun saya
mengawali menuntut ilmu”. Dalam waktu yang sangat lama, beliau memperdalam Al-Qur‟an
dan qira‟atnya hingga kemudian dikenal oleh para ulama sebagai “Ahli Al-Qur‟an”. Selain
memperdalam Al-Qur‟an dan qira‟atnya, beliau tidak lupa diri untuk memperdalam ilmu-ilmu
keislaman lainnya, utamanya ilmu hadits hingga kemudian dikenal sebagai “ahli hadits”. Maka
tak ayal, sebagian ulama mengatakan, bahwa Imam Khalaf pada mulanya, dikenal dengan “ahli
Al-Qur‟an”, namun kemudian ia juga dikenal sebagai ahli hadits.
Para ulama qira‟at banyak menyatakan bahwa guru utama Imam Khalaf dalam
meriwayatkan qira‟at Imam Hamzah adalah Imam Sulaim bin Isa. Darinya Imam Khalaf banyak

17
ber-istifadah tentang qira‟at Hamzah hingga menempatkannya sebagai perawi dari Imam
Hamzah. Imam Khalaf berkata: “Saya membaca (setoran) Al-Qur‟an kepada Sulaim
berulangkali. Pada suatu ketika saya khatam, saya bertanya kepada Sulaim: “Apakah yang Anda
ajarkan kepada saya adalah qira‟at Hamzah?. beliau menjawab: “Iya”. Selain mahir dalam soal
ilmu Al-Qur‟an dan qira‟atnya, Imam Khalaf juga dikenal sebagai mahir dalam ilmu-ilmu
keislaman lainnya, seperti gramatikal bahasa Arab. Dalam bidang hadits, Imam Khalaf belajar
kepada para masyakhik (guru-guru) yang dikenal dengan ke-tsiqah-annya, seperti Hammad bin
Zaid, Wahab bin Jarir bin Hazim, Sufyan bin Uyainah, Yazid bin Harun, Abi „Awanah, Abi
Usamah, Khalid bin Abdullah al-Wasithi, Jarir al-Dhabbi dan Sallam al-Thawil. Hadits-
haditsnya banyak disebut dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Sahih Muslim,
dan Abu Daud dalam kitabnya, Sunan Abu Daud. Di samping itu, banyak ulama yang mengutip
hadits-hadits selain di dua kitab di atas, seperti Abu Zur‟ah, Abu Hatim, Musa bin Harun, Abu
Ya‟la al-Mushili, Abu al-Qasim al-Baghawi, Muhammadn bin Ibrahim bin Abban, dan putranya,
Muhammad bin Khalaf. Dalam belajar, jika ada kemusykilan atau kejanggalan yang dihadapi
oleh Imam Khallaf, beliau menginfakkan sebagian hartanya sehingga kemusykilan tersebut
menjadi terbuka dan mudah. Beliau berkata: “Saya menemui kejanggalan dalam bab nahwu
(gramatikal bahasa Arab), kemudian saya menginfakkan harta sebesar 80000 dirham, sehingga
dengan itu kejanggalan saya terbuka dan saya mahir dalam soal nahwu.

2.Khallad
Nama lengkapnya adalah Khallad bin Khalid al-Syaibani al-Sairafi al-Hukufi,
kuniyahnya Abu Isa. Beliau adalah salah satu murid dari Imam Sulaim yang paling bagus
bacaannya dan paling dhabt serta diakui kapasitas keilmuannya. Banyak gelar dan predikat yang
disematkan kepadanya; tsiqah (terpercaya), muhaqqqi (peneliti), ustadz (spesialisasi), dan arif.
Dilahirkan pada tahun 129 ada sebagian riwayat menyatakan 130 H.
Perjalanan Intelektual Imam Khallad Dalam bidang Al-Qur‟an dan qira‟atnya, Imam
Khallad belajar dan membaca secara langsung kepada Imam Sulaim. Beliau termasuk murid
yang paling dhabit dan kompeten dalam meriwayatkan bacaan Imam Sulaim. Maka tak ayal,
Imam al-Dzahabi mengapresiasinya dengan beberapa pujian, yaitu: tsiqah, arif, muhaqqiq dan
arif. Selain membaca secara langsung kepada Imam Sulaim, beliau juga meriwayatkan qira‟at

18
dari Imam Husain al-Ju‟fi, dan Muhammad bin al-Hasan al-Ruasi. Dalam bidang hadits, Imam
Khallad belajar kepada Zuhair bin Mu‟awanah, al-Hasan bin Shalih bin Hay.

7.BIOGRAFI IMAM AL-KISAA’IE AL-KUFIE


Namanya Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Utsman bin Bahman bin Fairuz Maula bani
Asad. Nama panggilannya (kuniyah) Abu al-Hasan dan dikenal dengan julukan al-Kisa‟i.
Julukan ini disematkan kepadanya, karena ia memakai baju ihram di kota Kisa‟. Ia adalah salah
satu imam qira‟at sab‟ah, yang berasal dari Kufah, kemudian tinggal dan menetap di kota
Baghdad.
Perjalanan Intelektualnya Perjalanan intelektual Imam al-Kisa‟i ini berawal dari belajar
Al-Qur‟an dan ilmu dasar-dasar ilmu keislaman lainnya kepada beberapa guru dikampung
halamannya, Kufah. Kemudian dilanjutkan belajar secara serius dan mendalam kepada beberapa
ulama, salah satunya adalah: 1. Imam Hamzah bin Habib al-Zayyat. Kepada Imam Hamzah ini,
ia mengkhatamkan Al-Qur‟an empat kali dan menjadi rujukan dalam qira‟atnya. Suatu ketika
Imam al-Kisa‟i ditanyakan siapa yang menjadi rujukan qira‟atnya, ia pun menjawab penuh
antusias, Imam Hamzah. 2. Imam Muhammad bin Abi Laila, ia belajar kepada Isa bin
Abdurrahman dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi Muhammad
Saw,. 3. Imam Isa bin Umar al-Hamadani kepada (1) Imam Ashim, (2) Thalhah bin Musrif, (3)
al-A‟masy. 4. Imam Abu Bakar bin Ayyasy, Syu‟bah, perawi Imam Ashim, ia belajar kepada
Imam Syu‟bah beberapa huruf (bacaan) saja. 5. Ismail bin Ja‟far belajar kapada beberapa guru,
salah satunya adalah, (1) Syaibah bin Nashshah, (2) Nafi‟, (3) Sulaimam bin Jammaz, (4) Ibnu
Wardan. 6. Zaidah bin Qudamah belajar kepada al-A‟masy. Pada masanya, Imam al-Kisa‟i
adalah panutan masyarakat Baghdad dalam soal qira‟at Al-Qur‟an, bahkan ia adalah orang yang
paling alim dan paling menguasai dalam hal itu. Atas dasar kedalaman dan kealimannya,
kemudian ia diangkat menjadi pimpinan madrasah qira‟at Al-Qur‟an di Kufah setelah Imam
Hamzah.
Oleh karena itu, maka tak ayal jika Imam al-Kisa‟i kemudian dikenal oleh
masyarakatnya sebagai orang yang tsiqah, terpercaya dalam menukil qira‟at Al-Qur‟an. Sebab
sejarah telah mencatat bahwa al-Kisa‟i adalah orang yang tsiqah dan amanah. Sejarah adalah
sebaik-baiknya saksi dalam hal ini. Imam Salamah bin Ashim berkata bahwa Imam al-Kisa‟i
berkisah: “Saya melaksanakan shalat bersama Harun al-Rasyid, kemudian dia kaget dan heran

19
dengan bacaan saya. Saya telah melakukan kesalahan dalam bacaan saya, bahkan anak kecilpun
tidak akan melakukan kesalahan seperti itu. Misalkan saya mau membaca (‫ )نوعجري مهلعل‬tapi
justru saya membaca (‫)نيعجري مهلعل‬, demi Allah, Harun al-Rasyid tidak berani mengatakan
bahwa saya salah. Setelah salam, Harun al-Rasyid bertanya kepada saya: “Bahasa apa yang
kamu baca itu?. Saya pun menjawab: “wahai Amirul Mukminin, orang yang baik pun akan
tergelincir kesalahan. Kemudian dia memjawab: “jika seperti itu, iya benar”. Cerita ini
menunjukkan keberanian dan amanahnya Imam al-Kisa‟i dalam menukil qira‟at Al-Qur‟an.
Ketika ia salah, maka ia mengakui atas kesalahan itu, tidak menutupinya demi reputasi atau
pangkat. Demikian adalah akhlak dan suluk ulama terdahalu,
Selain itu, Imam al-Kisa‟i juga seorang imam yang rendah hati dan sangat hati-hati dalam
menjawab sebuah pertanyaan yang disampaikan kepadanya, ia lebih takut kepada Tuhannya
daripada menjawab dengan “grusa-grusu” tanpa pertimbangan yang matang dan baik. Imam al-
Farra‟ bercerita: “Suatu hari saya bertemu al-Kisa‟i, seakan-akan ia sedang menangis. Kemudian
saya bertanya: “kenapa Anda menangis?. Ia menjawab: “Yahya bin Khalid mendatangiku dan
bertanya tentang sesuatu kepadaku, jika aku menjawab lambat, maka ia akan menghinaku, tapi
jika aku menjawabnya segera, maka aku tidak jamin selamat dari kesalahan. Saya pun
mengutarakan pendapat: “Wahai Abu al-Hasan, siapa yang akan menyanggahmu, katakan
sebagaimana yang kamu inginkan, engkau adalah Imam al-Kisa‟i. Kemudian ia pun menaruh
tangannya di mulutnya, seraya berkata: “Semoga Allah memutuskan (memaafkan)-nya, jika aku
mengatakan sesuatu yang tidak aku ketahui.
Di samping itu, Imam al-Kisa‟i juga seorang yang sangat haus ilmu dan antusias dalam
menuntut ilmu, bahkan ia harus mengorbankan jiwa raganya untuk menyelami ilmu yang orisinil
dari sumbernya. Ini dibuktikan olehnya dengan belajar langsung kepada orang Arab badui
perkampungannya. Ia rela mendatangi mereka dan berbaur dengan mereka untuk mendapatkan
ilmu dari sumbernya yang orisinil. Imam al-Farra‟ berkata: “al-Kisa‟i belajar ilmu nahwu atas
dasar kebanggaan, karena ia datang kepada sebuah kaum (badui). Suatu ketika ia merasa capek
dan mengucapkan: “( ) (saya capek), mereka protes dan berkata: “Kamu belajar kepada kami,
berbaur dengan kami tapi kamu masih melakukan kesalahan (dalam pengucapan), kemudian al-
Kisa‟i menyanggah: “Bagaimana mungkin saya melakukan kesalahan”. mereka pun menjawab:
“Jika kamu hendak mengungkapkan rasa capek, maka katakan ( ), tapi jika kamu mau
mengungkapkan menghilangkan tipu daya dan pusing dalam suatu urusan, maka katakan ( ),

20
maka ia pun marah dan bergegas berdiri seraya bertanya orang yang dapat mengajarkannya ilmu
nahwu, maka ia ditunjukkan kepada Muadz bin al-Harra‟, ia pun kemudian belajar dan
bermulazamah dengannya.
Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Bashrah untuk belajar kepada al-
Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Dalam Tarikh Ibnu Katsir disebutkan bahwa Imam al-Kisa‟i
belajar kepada Imam al-Khalil tentang kompetensi ilmu nahwu. Suatu hari dia bertanya kepada
Imam al-Khalil: “Kepada siapa engkau belajar ilmu ini?. beliau menjawab: “Belajar (kepada
orang badui) di lembah tanah Hijaz. Maka, sejak saat itulah, al-Kisa‟i berangkat ke lembah Hijaz
demi memenuhi hasratnya menuntut ilmu nahwu. Di sana, ia banyak mencatat pengetahuan dari
orang-orang Arab. Setelah dirasa sudah cukup membaur dan mengambil ilmu dari orang Arab.
Maka dia kembali menemui gurunya, al-Khalil. Namun sayang, ia tidak dapat menjumpainya
karena sudah wafat. Posisi dan kedudukan al-Khalil pun digantikan oleh Imam Yunus.
Perjumpaannya dengan Imam Yunus berlangsung baik dan keduanya melakukan diskusi
keilmuan yang mendalam. Imam al-Kisa‟i menunjukkan kelasnya sebagai ahli dalam dalam
bidang nahwu hingga kemudian Imam Yunus mengakui keunggulan Imam al-Kisa‟i dan
menyerahkan posisinya kepada Imam al-Kisa‟i. Imam al-Kisa‟i merupakan imam qira‟at
sekaligus pakar nahwu dan bahasa. Imam al-Fudhail bin Syadzan memujinya dengan
mengatakan: “Setelah al-Kisa‟i menyelesaikan belajar kepada Imam Hamzah, ia pergi ke
kampung badui, ia berbaur dan tinggal bersama mereka dan mempelajari seluk beluk bahasa
mereka, sehingga ia menjadi bagian dari mereka.
Setelah mendarma-baktikan kepada Al-Qur‟an dan qira‟atnya, Imam al-Kisa‟i kembali ke
pangkuan Tuhan pemilik jiwa dan raga. Banyak dari kalangan masyarakat umum, penuntut ilmu,
dan murid-muridnya bahkan para ulama se zamannya, merasa kehilangan atas kepergiannya.
Para ulama berbeda pendapat soal tahun wafatanya Imam al-Kisa‟i. Menurut pendapat yang
paling sahih, ia wafat pada tahun 189 saat berumur 70 tahun. Pada tahun itu bertepatan dengan
tahun wafatnya salah seorang faqih dari kalangan Hanafiyah, yaitu Imam Abu al-Hasan al-
Syaibani. Diceritakan bahwa Imam al-Kisa‟i wafat di kampung Ranbawaih, kota Ray, waktu
menemani Harun al-Rasyid, ketika sedang menuju kota Khurasan, bersamaan dengan wafatnya
salah satu murid Imam Abi Hanifah, Imam Muhammad al-Hasan al-Syaibani, diwaktu dan
tempat yang sama. Imam Harun ar-Rasyid bersedih seraya berucap: “Kita menguburkan (orang
yang ahli) fiqh dan (orang yang ahli) nahwu di kota Ray di saat bersamaan. Sebagian riwayat

21
mengatakan bahwa ar-Rasyid mengatakan: “Hari ini kita mengubur fiqh dan nahwu (secara
bersamaan)”.

Perawinya:
1.Abul Harits
Namanya adalah al-Laits bin Khalid al-Marwazi al-Baghdadi, kuniyahnya adalah Abu al-
Harits. Ia al-Laits adalah orang yang tsiqah (terpercaya) dhabit (kuat hafalanya dan menguasai),
hadziq (cerdas) dan muhaqqiq (peneliti).
Perjalanan Intelektual Abul Harits Pada mulanya, ia belajar Al-Qur‟an kepada beberapa
ulama pada masanya, namun secara khusus dan mendalam ia belajar Al-Qur‟an dan qira‟atnya
kepada Imam al-Kisa‟i, sebab ia termasuk murid senior al-Kisa‟i. Selain belajar kepada Imam al-
Kisa‟i, ia juga belajar sebagian huruf (qira‟at) kepada Hamzah bin al-Qasim al-Ahwal, dan
kepada Yahya bin Mubarak al-Yazidi. Meskipun ia belajar kepada beberapa guru yang ada pada
masanya, namun ia lebih fokus menyebarkan dan mengajarkan qira‟at Imam al-Kisa‟i kepada
murid-muridnya, sehingga ia dikenal sebagai perawi Imam al-Kisa‟i. Murid-muridnya Setelah
melakukan perjalanan intelektual dari guru ke guru yang lainnya, kemudian ia mendarma-
baktikan dirinya untuk menyeberkan ilmu yang didapatkan dari guru-gurunya. Ada banyak
penuntut ilmu pada masanya yang datang berguru kepadanya, baik yang setoran secara langsung
(ardhan) maupun hanya sekedar mendengarkan saja (sima‟an), salah satunya adalah Salamah bin
Ashim, santrinya Imam al-Farra‟, Muhammad bin Yahya al-Kisa‟i al-Shaghir, al-Fadhl bin
Syadzan.

8.BIOGRAFI IMAM ABU JA’FAR AM-MADANIE


Namanya Yazid bin al-Qa‟qa‟ al-Makhzumi al-Madani. Ia dikenal dengan panggilan Abu
Ja‟far. Ia adalah salah satu imam qira‟at sepuluh (Qira‟at Asyrah al-Mutawatirah) dari kalangan
tabi‟in dan seorang panutan masyarakat Madinah dalam bidang qira‟at yang memiliki ketelitian
dan kredibilitas yang sempurna.
Perjalanan Ilmiahnya Perjalanan ilmiah Imam Abu Ja‟far dimulai sejak kecil. Ia sudah
belajar membaca Al-Qur‟an dan menghafalkannya kepada para sahabat dan pembesar para
tabi‟in. Tidak sulit baginya untuk belajar dan memperdalam ajaran Islam sebab pada masa itu
adalah masa dimana ia hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki semangat

22
keagamaan yang kuat. Bahkan dalam salah satu riwayat saat ia masih kanak-kanak datang
menemui Ummu Salamah, Istri Nabi, kemudian beliau mengusap kepala sang imam dan
mendoakan kebaikan untuknya. Maka dengan berkah doa dari Ummu Salamah ia dikemudian
hari ia menjadi panutan masyarakatnya dan imam qira‟at. Dalam bidang al-Qur‟an, Abu Ja‟far
belajar kepada beberapa sahabat dan pembesar tabi‟in, salah satunya dia belajar dan menghafal
Al-Qur‟an kepada tuannya, Abdullah bin Ayyasy bin Abi Rabi‟ah, seorang pembesar tabi‟in dan
Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, seorang sahabat Nabi. Secara transmisi sanad, ketiga-
tiganya; Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Ayyasy, belajar kepada Ubay bin
Ka‟ab dari Nabi Saw., Jika ditelisik dari silsilah sanad, maka antara Abu Ja‟far dan Nabi
Muhammad Saw,. hanya malalui dua jalur perawi. Maka dapat dipastikan bahwa qira‟at Abu
Ja‟far adalah qira‟at mutawatirah yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Menurut
sebagian riwayat diceritakan bahwa Imam Abu Ja‟far pernah belajar langsung kepada sahabat
Zaid bin Tsabit.
Namun menurut al-Dzahabi, riwayat ini tidak bisa dibenarkan. Selain itu, beliau juga ikut
shalat (bermakmum) bersama Ibnu Umar bin Khattab. Hal ini menandakan bahwa beliau
termasuk pembesar tabi‟in yang dekat dengan para sahabat Nabi Muhammad Saw,. Begitu pula,
beliau juga bermakmum di belakang para qurra‟ Al-Qur‟an pada bulan Ramadhan. Setelah
melakukan pengembaraan intelektualnya, maka beliau membuka pengajian (majelis Al-Qur‟an)
Al-Qur‟an dalam jangka waktu yang sangat lama sekali. Diceritakan oleh Imam Nafi‟ bahwa
Imam Abu Ja‟far pada malam hari mendirikan shalat dan pada saat pagi hari beliau membuka
majelis pengajian, mengajar murid-muridnya, maka wajar pada saat mengajar beliau mengantuk
hingga tertidur. Untuk menghilangkan rasa kantuknya, Imam Abu Ja‟far menyuruh murid-
muridnya untuk mengambil krikil untuk diletakkan disela jari-jemarinya.kemudian mereka
mengumpulkan dan melakukan itu. Jika beliau masih tetap tertidur, karena rasa kantuk yang
menyelimutinya, maka beliau menyuruh mereka untuk menarik satu jenggotnya. Dalam bidang
hadits, ia termasuk ulama yang sedikit meriwayatkan hadits.
Meskipun demikian tidak menjatuhkan kredibiltas beliau sebagai seorang imam qira‟at
Al-Qur‟an. Bahkan dengan sediktinya periwayatan hadits itulah menunjukkan bahwa beliau
konsisten dan memantabkan posisinya sebagai ahli dan pakar dalam bidang qira‟at. Jika
ditelusuri dari kitab-kitab hadits, beliau meriwayatkan dan mendengar dari Umar bin Khattab
dan Marwan bin al-Hakam. Pun demikian, hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Imam Malik bin

23
Anas, al-Darawardi dan Abdul Aziz bin Abu Hazim. Dari sisi penilaian perawi hadits (jarh wa
ta‟dil), para ulama hadits menilai Abu Ja‟far dengan beragam, namun hampir semuanya menilai
positif (ta‟dil). Imam Abdurrahman al-Nasa‟I menyatakan bahwa Abu Ja‟far tsiqah (dapat
dipercaya).

Perawinya:
1.Ibnu wardan
Nama lengkapnya adalah Isa bin Wardan al-Madani. Beliau dikenal dengan panggilannya
Abu al-Harits dan dijuluki al-Hadzdza‟. Dalam dunia ilmu qira‟at beliau lebih dikenal dengan
sebutan Ibnu Wardan. Dalam bidang qira‟at Al-Qur‟an, selain belajar dan membaca kepada
imam Abu Ja‟far, beliau juga belajar dan membaca kepada imam Nafi‟ dan termasuk murid
seniornya. Sebagaimana diketahui bahwa imam Nafi‟ merupakan salah satu murid dari Abu
Ja‟far. Oleh sebab itu, dalam transmisi sanad, ia bersekutu dengan imam Nafi‟ antara guru dan
murid. Selain berguru kepada kedua imam di atas, beliau juga berguru kepada Syaibah bin
Nashshah.
Namun demikian, Ibnu Wardan kemudian dipilih dan berstatus sebagai perawi imam
Abu Ja‟far. Imam al-Dani berkomentar: “Dia (Ibnu Wardan) termasuk murid senior imam Nafi‟
dan masih bersekutu dalam sanad (qira‟at), dia seorang muqri‟ yang cerdas, perawi yang teliti
dan dhabit. Setelah melakukan pengembaraan intelektual kepada beberapa guru, kemudian beliau
membuka majelis pengajian Al-Qur‟an. Di antara pera penuntut ilmu yang belajar kepadanya
adalah: Ismail bin Ja‟far, Qalun bin Isa dan Muhammad bin Umar. Setelah mengenbadi kepada
Al-Qur‟an dan qira‟atnya, menurut penuturan imam al-Jazari beliau wafat pada tahun sekitar 160
H.

2.Ibnu jammaz

Namanya adalah Sulaiman bin Muhammad bin Muslim bin Jammaz al-Zuhri al-Madani.
Dia adalah seorang muqri‟ yang agung, dhabit dan pinter. Dalam dunia ilmu qira‟at beliau lebih
dikenal dengan sebutan Ibnu Jammaz. Dalam bidang Al-Qur‟an, beliau berguru kepada Abu
Ja‟far dan Syaibah bin Nashshah, dan Nafi‟ Abu Ruwaim.

24
Dalam perjalanan ilmiahnya ini, beliau satu perguruan dengan Ibnu Wardan hanya saja
dari hasil berguru kepada tiga imam di atas, beliau hanya berikhtiar memadukan qira‟at bacaan
Abu Ja‟far dengan Nafi‟. Setelah melakukan perjalanan ilmiah, beliau membuka majelis
pengajian untuk khalayak umum. Banyak kalangan penuntut ilmu yang datang belajar
kepadanya; salah satunya adalah Ismail bin Ja‟far, Qutaibah bin Mahran. Setelah melakukan
perjalanan panjang mengabdi dengan tulus untuk mengajar dan mengamalkan Al-Qur‟an, beliau
dipanggil keharibaan Tuannya pada tahun 170 H.

9.BIOGRAFI IMAM YA’QB AL-HADHRAMIE AL-BASHRIE


Nama lengkapnya, Ya‟qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami
al-Bashri. Ia dikenal dengan panggilan Abu Muhammad. Imam Ya‟qub adalah imam yang yang
memiliki garis keturunan sebagai ahli qira‟at. Sebab bapak hingga buyutnya adalah para pemuka
ahli qira‟at; Abdullah bin Ishaq al-Hadhrami (w. 117 H). Imam Ya‟qub merupakan salah satu
imam qira‟at asyrah (sepuluh). Imam al-Dzahabi mencantumkan Imam Ya‟qub sebagai imam
qira‟at generasi (thabaqat) kelima dari kalangan tabi‟in. Dia adalah seorang imam yang muttaqi
(orang yang bertakwa), wira‟i, zuhud, dan agamis. Kezuhudannya dalam berperilaku dan
bersikap, mengantarkan Imam Ya‟qub pada ketulusan dalam beribadah. Suatu ketika Imam
Ya‟qub melaksanakan shalat dengan memakai sorban di pundaknya, kemudian dicuri oleh
seseorang dari pundaknya, ia tidak menyadari. Kemudian sorban tersebut dikembalikan lagi
kepadanya, ia pun tidak menyadarinya, karena sedang sibuk (khusyuk) bermunajat kepada
Tuhannya.
Perjalanan Intelektual Imam Ya‟qub al-Hadhrami Pada tahun 130 H beliau dilahirkan di
kota Bashrah. Sejak kecil hingga remaja, beliau dibimbing oleh orang tuanya dengan tempaan
ilmu dan pengetahuan. Dengan bimbingan yang agamis menjadikan seorang Ya‟qub remaja
menjadi intelektual muda yang sangat dihormati utamanya dalam bidang Al-Qur‟an. Setelah
menempa ilmu dan pengetahuan dari orang tuanya, Ya‟qub remaja melakukan perjalanan
intelektual dengan belajar kepada para pembesar ulama Bashrah. Dalam bidang Al-Qur‟an dan
qira‟at, ia belajar dan menyetor Al-Qur‟an kepada; Pertama, Abi al-Mundzir Sallam bin
Sulaiman al-Thawil al-Muzani (w. 171 H), Sallam belajar kepada empat orang, Abu Amr al-
Bashri, Ashim bin Abi al-Najud, Ashim Abi al-Shabbah al-Jahdari dan Yunus bin Ubaid bin
Dinar al-Bashri. Kedua nama terkahir ini belajar kepada Imam Hasan al-Bashri. Selain itu, al-

25
Jahdari belajar kepada Sulaiman bin Qatah al-Taimi dan beliau belajar kepada Abdullah bin
Abbas. Kedua, Syihab bin Syurnafah al-Majasyi‟I (w. 162 H), beliau belajar kepada dua imam:
pertama, Abi Abdillah Harun bin Musa al-Atki al‟A‟war al-Nahwi (w. 198 H), Harun belajar
kepada al-Jahdari, Abi Amr al-Bashri, Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami, kakeknya Imam
Ya‟qub, dan Yahya bin Ya‟mur Nashr bin Ashim. Kedua, al-Ma‟la bin Isa dari al-Jahdari.
Ketiga, Abi Yahya Mahdi bin Maimun (w. 171 H), beliau belajar kepada Syuaib bin bin al-
Habhab al-Bashri (w. 130 H) dan Abi al-Aliyah al-Riyahi. Keempat, Abi al-Asyhab Ja‟far bin
Hayyan al-Atharidi (w. 165 H), beliau belajar kapada Abi Raja‟ Imran bin Malhan al-Atharidi
(w. 105 H) dari Abi Musa al-Asy‟ari dari Nabi Muhammad Saw. Selain belajar kepada keeempat
imam di atas, diceritakan bahwa beliau belajar langsung tanpa perantara kepada Imam Abu Amr
al-Bashri, imam keempat qira‟at sab‟ah.
Perjumpaan Abu Amr dan Ya‟qub sebenarnya tidak mustahil sebab beliau berumur tiga
puluh tujuh tahun saat Abu Amr wafat. Oleh sebab itulah, Imam al-Jazari menjadikan qira‟at
Abu Amr sebagai sumber dan pijakan (asal) dari qira‟at Imam Ya‟qub. Begitu pula, diceritakan
bahwa beliau juga belajar kepada Imam Hamzah dan al-Kisa‟i dengan cara menyimak
qira‟atnya, tanpa membaca di hadapanya secara langsung. Imam al-Jazari mengatakan dalam
karyanya, “al-Nashr fi al-Qira‟at al-Asyr” bahwa transmisi sanad di atas sangat tinggi dan sahih.
Perjalanan Imam Ya‟qub dalam meniti karier keilmuan dan pengetahuan tidak semulus yang
dibayangkan, ada sebagian imam yang menganggap bahwa qira‟atnya termasuk qira‟at syadzah,
dan orang pertama kali melontarkan tuduhan tersebut adalah Imam Abu Amr al-Dani. Imam al-
Dzahabi menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menganggap syadz qira‟at Imam Ya‟qub
adalah Imam Abu Amr al-Dani, namun para imam qira‟at mengingkari pendapat ini, sehingga
muncul dalam masalah ini sebuah perbedaan yang baru antar mereka. Oleh karena itu, menurut
ulama mutaqaddimin qira‟at Ya‟qub adalah qira‟at sahih sedangkan menurut ulama
mutaakhkhirin qira‟atnya adalah syadz.
Untuk mengkonter pendapat di atas, Imam al-Dzahabi menunjukkan fakta sejarah dan
realita pada masa itu, dimana para ulama dari seluruh kalangan bahkan para khalifah menyetujui
dan menerima qira‟at Imam Ya‟qub. Imam al-Dzhabi dalam karyanya “Siyar A‟lam al-Nubala‟,
menceritakan bahwa Imam Ya‟qub mengajarkan qira‟atnya kepada masyarakat di Bashrah secara
terang-terangan pada masa Ibnu Uyainah, Ibnu al-Mubarak, Yahya al-Qaththan, Ibnu Mahdi, al-
Qadhi Abi Yusuf, Muhammad bin Harun dan para ulama lainnya. Setelah dilakukan penelitian

26
dan pemeriksaan tidak ada kabar yang sampai kepada kami bahwa kalangan para qari‟, fuqaha‟,
orang-orang shaleh, ulama nahwu, para khalifah seperti Harun al-Rasyid, al-Amin dan al-
Makmun mengingkari qira‟atnya dan melarangnya. Andai saja ada satu orang yang menginkari
qira‟atnya, niscaya akan terdengar dan terkenal, justru sebaliknya banyak ulama yang memuji
qira‟atnya, dan para murid-muridnya mengajarkannya di Iraq. Selain itu, para imam masjid
Bashrah membaca qira‟atnya (saat menjadi imam) dalam kurun waktu yang sangat lama. Tidak
satupun orang muslim yang mengingkari qira‟atnya, justru mereka menerima dan mempelajari
qira‟atnnya. Di samping itu, dibandingkan dengan Imam Hamzah, seorang imam qira‟at sab‟ah
ke enam, dengan kebesaran dan kemulyaannya, para pembesar ulama ada yang mengingkari
qira‟atnya, hal ini tidak berlaku bagi bacaan Imam Ya‟qub. Dalam bidang hadits, ada banyak
yang meriwayatkan dari Ya‟qub salah satunya adalah Abu Hafs al-Fallas, Abu Qalabah dan
Muhammad bin Ubbad. Putra Abu Hatim berkata: “Bapakku dan Imam Ahmad bin Hanbal
pernah ditanya soal Imam Ya‟qub, beliau berdua menjawab bahwa dia termasuk orang yang
berpredikat “shaduq.

Perawinya:
1.Ruways
Nama lengkapnya, Muhammad bin al-Mutawakkil al-Lu‟lu‟ al-Bashri. Ia dikenal dengan
panggilan Abu Abdillah. Julukannya Ruwais. Beliau merupakan perawi pertama qira‟at Imam
Ya‟qub. Perjalanan inteletual Ruwais diawali dari satu guru ke guru yang lain di kampung
halamannya. Dalam bidang Al-Qur‟an dan qira‟atnya, Imam Ruwais belajar kepada Ya‟qub al-
Hadhrami. Diantara murid-murid Ya‟qub, dia termasuk murid yang cerdas. Untuk memastikan
kebenaran status Imam Ruwais, suatu ketika Imam al-Zuhri bertanya kepada Abu Hatim tentang
Ruwais, apakah dia belajar kepada Imam Ya‟qub ?. Abu Hatim menjawab, iya, dia belajar dan
membaca bersama kami, bahkan menghatamkan Al-Qur‟an beberapa kali. Dia tinggal di Bani
Mazin, saya berpedoman dengan periwayatannya. Ruwais adalah seorang qari‟ yang cerdik dan
menjadi panutan masyarakatnya dalam bidang qira‟at. Oleh sebab itulah, Imam al-Qashsha‟
berkomentar: “Dia adalah seorang qari‟ yang masyhur dan agung”. Setelah menempa ilmu dan
pengetahuan kepada Imam Ya‟qub, Imam Ruwais membuka majlis pengajian di kampung
halamannya. Banyak penuntut ilmu yang belajar kepadanya, salah satunya adalah Muhammad

27
bin Harun al-Timar, Abu Abdillah al-Zubair bin Ahmad al-Zubairi al-Syafi‟I. Beliau wafat di
Bashrah pada tahun 238 H.

2.Rawh

Rauh Nama lengkapnya, Rauh bin Abdul Mu‟min al-Hudzali al-Bashri al-Nahwi. Dia
lebih dikenal dengan panggilan Abu al-Hasan. Beliau merupakan perawi kedua Imam Ya‟qub
dan termasuk salah satu murid seniornya yang paling tsiqah. Dalam bidang Al-Qur‟an dan
Qira‟atnya, guru utamanya adalah Ya‟qub al-Hadhrami. Kepadanya ia menempa ilmu dan
pengetahuan secara tulus hingga kemudian ia dikenal sebagai muqri‟ agung, tsiqah, masyhur dan
dhabit.. Selain belajar kepada Ya‟qub, beliau juga meriwayatkan beberapa bacaan (huruf) dari
Ahmad bin Musa dan Abdullah bin Muadz. Kedua gurunya ini telah belajar langsung kepada
Abu Amr al-Bashri. Dalam bidang hadits, beliau meriwayatkan hadits dari Abi Awanah,
Hammad bin Yazid dan Ja‟far bin Sulaiman al-Dhaba‟i. Begitu pula, banyak ulama yang
menukil dan meriwayatkan hadits-haditsnya, termasuk salah satunya adalah Imam Bukhari
dalam kitab shahihnya. Selain sebagai qari‟, beliau juga dikenal luas sebagai muhadditsin. Maka
tak ayal, banyak para penuntut ilmu yang datang belajar kepadanya, baik dalam bidang Al-
Qur‟an maupun hadits, salah satunya adalah: al-Thayyib bin Hamdan al-Qadhi, Abu Bakar
Muhammad bin Wahb al-Tsaqafi, Muhammad bin Hasan bin Ziyad, Ahmad bin Yazid al-
Hulwani, Abdullah bin Muhammad al-Za‟farani, Muslim bin Maslamah, al-Hasan bin Muslim
dan lainlainya.

10.BIOGRAFI IMAM KHALAF AL-BAZZAR AL-KUFIE

Biographie dan sanadnya sudah terungkap sebagai Rawi dari Imam Hamzah . Disini
hanya perlu tambahan keteran gan bahwa sosok Khalaf , dikenal bukan hanya sebagai Rawi dari
Imam Hamzah saja . Dari sekian banyak koleksi dan jalur yang didapatkannya via Imam Hamzah
+ guru - gurunya yang lain , Khalaf menemukan pula Qiraat tersendiri / atas namanya se bagai
Imam Qiraat Mutawatir ke 10 .

Silsilah / Sanad Qira'atnya Diantaranya melalui Imam Al - Kisa'ie dan Sulaim dari Imam
Hamzah , Ishaq Al - Musaybie dari Imam Nafi ' , Ya hya Ibnu Adam dan Ya'qub Ibnu Khalifah dari
Syu'bah Ibnu ' Ayyasy , Abu Zaid dari Mufadhdhal dari Abban Al - ' Athar . Syu'bah , Ya'qub , Abu

28
Zaid dan Abban adalah mu rid - murid dari ' Aashim Ibnu Abi Najud . Qira'at temuan Khalaf ini
tidak begitu jauh berbeda dari Qiraat / Riwayat Khalaf dari Imam Hamzah . Bidang Ushuliyah
antara lain perbedaannya : 1 ) Tidak ada perubahan huruf - huruf hamzah Ketika Waqf . 2 ) Qadr
Mad Wajib dan Mad Ja'iz , masing - masing 2 alif . 3 ) sedikit perbedaan Farsyul Huruf . Rawinya
Ishaq Ibnu Ibrahim dan Idris Ibnu Abd.Karim .

Perawinya:

1.Ishaq

Ishaq Namanya Ishaq Ibnu Ibrahim Ibnu ' Utsman Ibnu ' Abdil lah Al - Marwazie . Biasa
dipanggil Abu Ya'qub . Belajar lang sung pada Imam Khalaf / spesialisasi pada Qiraat Khalaf .
Juga belajar pada Walid Ibnu Muslim . Murid - muridnya Antara lain Muhammad Ibnu ' Abdillah
Ibnu Abi ' Umar An - Naqqasy , Hasan Ibnu ' Utsman Al - Barshathie , ' Ali Ibnu Musa Ats -
Tsaqafie , dan Muhammad Ibnu Ishaq ( putranya ) dan Ibnu Syanabudz . Wafat tahun 286 H

2.Idris

Namanya Idris Ibnu ' Abd.Karim Al - Haddad . Biasa di panggil Abu l - Hasan . Belajar
langsung pada Imam Khalaf ( Qiraat Khalaf + Qiraat / Riwayat dari Imam Hamzah ) . Juga belajar
pada Muhammad Ibnu Habib Asy - Syamwanie . Berbagai kelebihannya diakui antara lain oleh
tokoh sekaliber Imam Darul Quthnie : " Huwa Tsiqah wa fauqa l - Tsi qah bi Darajah " . Murid
muridnya Antara lain : Ahmad Ibnu Mujahid , Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Syanabudz , Musa
Ibnu ' Abdillah Al - Khaqanie Muhammad Ibnu Ishaq Al - Bukharie , Ahmad Ibnu Buyan , Abu
Bakr An - Naqqasy , Hasan Ibnu Sa'id Al - Muthawwi'ie dan Muhammad Ibnu ' Abdullah Ar -
Razie . Wafat pada hari Idil Adha tahun 272 H , dalam usia 93 th .

29
30

Anda mungkin juga menyukai