Anda di halaman 1dari 49

UJIAN TENGAH SEMESTER

Qira’at Mutawatirah
Tentang
Biografi dari Sepuluh Imam Qira’at Mutawatirah

Disusun Oleh:
Fauzan Amri : 2115050065

Dosen Pengampu:
Fredika Ramadanil, S. Th, M. Ag

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1444 H/ 2023 M
BIOGRAFI

 Nafi’
Iya adalah Ibnu Abu Nu'aim Abu Ruwaim Nafi'. Abu Nu'aim adalah hamba sahaya milik
Ja'wanah bin Sya'ub Al-Laitsi, sekutu Hamzah, paman Rasulullah SAW, orang tua Nafi' berasal dari
Negeri Asfahan. Nafi' adalah seorang imam, dan memiliki julukan "pena Al-Qur'an".
la lahir pada zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 79H. la belajar tajwid dari
sejumlah tabi'in. Aku berkata, "Bacaan Nafi' telah dikenal manusia dari lima orang guru,
Abdurrahman bin Hurmuz Al A'raj, murid Abu Hurairah, Abu Ja'far Yazid bin Al Qa'qa, salah satu
dari ahli Qiraat yang berjumlah 10, Syaibah bin Nishah, Muslim bin Jundab Al Hudzli, Yazid bin
Ruman. Mereka semua mengambil ilmu qira'at dari para sahabat Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin
Tsabit, seperti yang kami jelaskan di dalam kitab Thabaqat Al Qurra, kelima orang tadi dinyatakan
mengambil ilmu qira at dari ahli qira at Madinah, Abdullah bin Ayyasy bin Abu Rabi'ah Al
Makhzumi, murid dari Ubai bin Ka'ab. Satu pendapat mengatakan bahwa mereka juga mengambil
ilmu qira at dari Abu Hurairah dan dari Ibnu Abbas. Namun pendapat ini berpeluang benar atau
salah. Pendapat lain mengatakan bahwa Muslim bin Jundab mengambil ilmu Qira'at dari Hakim bin
Hizam ibnu Umar.
Malik rahimahullah berkata, "Nafi' adalah Imam sekalian manusia dalam bidang qira'at."
Sa'id bin manshur berkata, "Aku mendengar Malik berkata, 'Qira at Nafi' Itu Sunnah Nabi."
Dirtwayatkan dari Nafi', la berkata, "Aku menemui sejumlah tabl'in lalu aku melihat qira'at yang
dibawa oleh dua orang dari mereka. Maka akupun mengambilnya. Qira`at yang hanya dibawa oleh
satu orang tabi'in saja niscaya aku tinggalkan hingga aku merasa tenteram (tenang) dengan qira'at
ini." Diriwayatkan bahwa setiap kali Nafi' berbicara, dari mulutnya tercium aroma minyak misik.
Ketika ditanya, la menjawab, "Aku melihat Nabi di dalamn mimpiku sedang meludahi mulutku."
Ibnu Ma'in menyatakan bahwa Nafi' sebagai periwayat yang terpercaya. Abu Hatim berkata, "la
adalah periwayat yang sangat jujur." Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa Nafi' periwayat yang
kurang kuat di dalam bidang hadits, adapun di dalam bidang huruf (qira'at), semua sepakat bahwa ia
dapat dijadikan hujjah. satu riwayat menyebutkan bahwa ia berkulit hitam, berakhlak baik dan
selalu santun terhadap para sahabatnya.
Satu riwayat menyebutkan bahwa ia berkulit hitam, berakhlak baik dan selalu santun
terhadap para sahabatnya. Penulis berkata "seyogianya hadist-hadistnya dikategorikan Hasan”.
Demikian pula khabar-khabar yang ia diriwayatkan dari dalam kitab Thabaqat Al-Qurra. Di antara
orang yang berguru Qiraat dengan beliau (Imam Nafi’) ialah Qalun dan Warsy.1
Perjalanan Intelektual
Imam Nafi’ dalam pengakuannya sebagaimana diceritakan oleh Abu Qurrat Musa bin Thariq
dikatakan bahwa beliau berguru kepada tujuh puluh tabi’in, di antaranya adalah Imam Abu Ja’far
(imam qira’at kedelapan), Syaibah bin Nashah, Muslim bin Jundub, Yazid bin Ruman, Muhammad
bin Muslim bin Syihab al-Zuhri, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj. Dari sekian banyak gurunya
inilah, Imam Nafi’ melakukan seleksi bacaan, yaitu mengambil bacaan yang sama di antara guru-
gurunya, dan meninggalkan bacaan yang berbeda. Hasil dari penyeleksian inilah kemudian
dijadikan kaidah tersendiri oleh Imam Nafi’, yang kemudian dikenal luas oleh para generasi
berikutnya sebagai qira’at Imam Nafi’.

1
Adz-Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubala, (Beirut, Dr. Muhammad Hasan bin Aqil Musa Asy-Syarif,1432 H,2011) 401-
402.
2
3

Dalam perjalanan hidupnya, Imam Nafi’ merupakan salah satu dari sekian banyak ulama yang
mencurahkan waktunya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an dan qira’atnya. Sebagai buktinya,
beliau telah mengajarkan Al-Qur’an beserta qira’atnya dalam kurun waktu lebih dari tujuh puluh
tahun dan menjadi rujukan utama dalam bidang qira’at di Madinah setelah kepulangan salah satu
gurunya, Imam Ja’far bin al-Qa’qa’. Dalam bidang hadits, beliau sangat sedikit sekali
meriwayatkan hadits Nabi. Namun hal tersebut tidak mengurangi kredibilitas dan kapabilitas beliau
sebagai ahli qira’at. Karena hal ini justru menunjukkan konsistensi beliau dalam mengabdikan
hidup untuk menyelami lautan ilmu qira’at. Karamah Imam Nafi’ Imam Nafi’ adalah seorang ahli
Al-Qur’an yang dianugerahi Allah beberapa karamah. Di antaranya, beliau memiliki bau harum
yang keluar dari lisannya.Diceritakan bahwa jika beliau berbicara, maka terciumlah aroma harum
minyak misk yang keluar dari lisannya. Ketika ditanya oleh salah seorang muridnya, “Apakah Guru
memakai minyak wangi jika hendak mengajar?” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah mendekati
minyak wangi apalagi menyentuhnya. Suatu saat aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan
beliau membaca Al-Qur’an persis di depan lisanku. Sejak saat itulah keluar bau harum dari
lisanku.” Selain kelebihan tersebut, Imam Nafi’ juga memiliki kelebihan yang lain, yaitu wajah
yang selalu berseri-seri dan budi pekerti yang luhur. Imam al-Musayyibi berkata, ketika ditanyakan
kepada Imam Nafi’ tentang hal tersebut (wajahnya yang selalu berseri-seri), beliau menajawab:
“Bagaimana aku tidak berseri-seri, sementara Rasul menyalamiku dalam mimpi dan kepada Beliau
aku membaca Al-Qur’an.” Komentar Ulama Terdapat banyak komentar dari para ulama, baik yang
semasa maupun yang hidup setelahnya, perihal pribadi dan bacaan Imam Nafi’. Namun, komentar-
komentar yang ditujukan kepada beliau mengarah pada satu kesimpulan, yaitu pujian. Dalam istilah
ilmu hadits disebut dengan ta’dil. Di antara komentar-komentar tersebut ialah: Imam Ibnu Mujahid
berkata: “Imam Nafi’ adalah orang yang eksis dalam bidang qira’at setelah periode tabi’in di
Madinah. Ia sangat mahir dan teliti dalam bidang wajah-wajah qira’at dengan mengikuti jejak
imam-imam terdahulu di Negaranya”. Imam Sa’id bin Mansur berkata: Saya mendengar Malik bin
Anas berkata: “Bacaan ahli Madinah adalah sunnah (yang dipilih). Kemudian ditanyakan kepada
beliau: “Apakah yang dimaksud (bacaan ahli Madinah) adalah bacaan imam Nafi’? Beliaupun
menjawab: ya. Imam ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: saya bertanya kepada bapakku
(Imam Ahmad) “bacaan siapakah yang bapak sukai? Beliau menjawab: “Bacaan ahli Madinah
(Imam Nafi’). Selain itu, bacaan siapa yang bapak sukai? Beliau menjawab: Qira’at Imam ‘Asim.
Komentar tentang beliau tidak hanya datang dari orang lain, namun juga datang dari anak tiri beliau
yang sekaligus menjadi perawinya yang terkenal, yaitu: imam Qalun. Beliau berkata: Imam Nafi’
termasuk dari orang-orang yang memliki akhlak yang baik dan sangat baik bacaanya, zuhud serta
dermawan. Ia menjadi Imam di masjid Nabi selama enam puluh tahun. Murid-murid Imam Nafi’
Kealiman dan keistiqamahan yang dimiliki Imam Nafi’, mengantarkan beliau menjadi seorang
maha guru yang disenangi oleh para murid-muridnya. Hal ini tandai oleh banyaknya murid beliau
dari berbagai Negara seperti Mesir, Sham, Madinah dan lainnya.
Di antara murid beliau yang terkenal adalah:
Imam Malik bin Anas, Imam Laits bin Sa’ad, Abi Amr bin al-Ala’, Isa bin Wardan, Sulaiman bin
Muslim bin Jammaz dan kedua putra gurunya (Imam Ja’far), yaitu Ismail dan Ya’qub.Namun, di
antara sekian banyak murid beliau, yang paling terkenal dan kemudian menjadi perawi Imam Nafi’
adalah Imam Qalun dan Imam Warsy. Setelah mengabdikan jiwa dan raganya berkhidmah untuk
Al-Qur’an, Imam Nafi’ dipanggil untuk menghadap Tuhannya pada tahun 169 H di Madinah.2
2
Nu Online , “ Nafi' al-Madani, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/nafi-al-madani-imam-qira-at-yang-berguru-pada-
70-tabi-in-mLJbG, ( Jum’at, 16 juni 2023, 11.45 )
4

 Qalun
Nama sebenarnya imam qolun ialah Isa bin Minna binuar dan bin Isa bin Abdul Somad bin
Umar bin Abdullah Al zuraqi Al Madani. Beliau merupakan seorang yang alim dalam bahasa Arab
dan bertanggung jawab dalam menyampaikan ilmu itu kepada umat Islam yang lain. Moyangnya
ialah salah seorang daripada tawaran barang pada zaman khalifah yang kedua Umar bin Khattab.
Imam qolun dilahirkan pada tahun 120 hijriah pada zaman Hisyam bin Abdul Malik. Beliau
bukan saja menjadi anak tiri kepada imam Nafi ia seorang yang alim dalam qiraat bahkan
merupakan salah seorang murid dari perawinya pada zaman al-Mansur. Diriwayatkan bahwa
gurunya imam munafi menggelarnya column karena perkataan kolom itu berasal dari pertuturan
bangsa rom bermaksud "jayyid" yaitu baik. Gelaran ini bertepatan bagi imam qolun karena
keelokannya dalam pembacaan AlQuran Al Karim yang merayakan beliau diangkat sebagai qori
Madinah.
Menurut sejarah, ketekunan beliau dalam bertalaqqi Alquran daripada imam Nafi' amat
dikagumi karena beliau sempat mengkhatamkannya, beberapa kali sepanjang 20 tahun beliau
berguru dengan imam Nafi bermula tahun 150 hijriah sehingga imam Nafi' pernah bertanya
kepadanya:
" sampai bilakah engkau ingin mempelajari Alquran daripada aku? Duduklah di tiang Sari sana
sehingga aku antar orang lain mempelajari Alquran daripadamu".
Ucapan ini sebenarnya merupakan satu pengikhtirofan daripada gurunya terhadap imam
qolun bahwa beliau telah layak menjadi guru dan berkebolehan mengajar Alquran kepada orang
lain. Imam qolun mengambil bacaan daripada imam Nafi yang diambil daripada imam Abi Ja'far
dan bacaan yang dipilih oleh imam Nafi sendiri. Imam qolun juga mengambil bacaan daripada Isa
bin wardan Al hiza'. Imam qolun walaupun seorang yang pekak sehingga tidak dapat mendengar
bunyi terompet tetapi apabila Alquran dibacakan padanya, yo mendengar dan dapat pula memper
betulkan kesalahan dengan memperhati kepada mulut membaca tersebut. Riwayat qolun adalah satu
riwayat mutawatir yang tidak boleh dipertikaikan kesehariannya seperti riwayat hafs yaitu bacaan
yang masyhur di negara kita. Manakala riwayat koloni ini pulari masyhur di timur Afrika
khususnya di tengah tempat Tunisia dan Mesir dan juga masyhur di Libya. Imam qolun
menghembus nafasnya yang terakhir di Madinah pada tahun 220 h mengikut pendapat yang shahih
pada zaman Khalifah Al Ma'mun.3
Perjalanan Intelektual
Pada tahun 150 H masa kekhalifahan Al-Mansur, ia belajar Al-Qur’an dan qira’atnya kepada
Imam Nafi’. Ia mulazamah (selalu bersama) Imam Nafi’ selama puluhan tahun, bahkan tak
terhitung berapa kali ia menghatamkan bacaan Al-Qur’an dan qira’atnya kepada Imam Nafi’.
Ketika ditanyakan kepadanya berapa kali membaca Al-Qur’an kepada gurunya, ia menjawab, “Tak
terhitung jumlahnya, bahkan setelah rampung pun saya masih mulazamah dengannya selama dua
puluh tahun, hingga Imam Nafi’ berkata kepadaku. Sungguh banyak kamu membaca dan
menghatamkan Al-Qur’an kepadaku, duduklah di tiang pojok itu sehingga saya kirim santri untuk
mengaji kepadamu.” Bacaan yang dipelajari Imam Qalun dari Imam Nafi’ tidak lain merupakan
bacaan yang diriwayatkan dari Imam Ja’far Al-Qa’qa’ disertai bacaan atas pilihannya sendiri, yaitu
penggabungan antara bacaan Imam Abi Ja’far dan bacaan Imam Nafi’.Sebagaimana dijelaskan pada
edisi yang lalu bahwa Imam Nafi’ memiliki banyak guru, salah satunya adalah Imam Abi Ja’far Al-
Qa’qa’, Al-A’raj, Syaibah bin Nashshah, Muslim bin Jundub dan Az-Zuhri. Dari beberapa guru ini,

3
Al Tartil Center, “ Biografi Imam Qalun “, https://nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-qalun-dan-jalur-ilmu-qiraatnya-
pLLQw, ( Jum’at, 16 Juni 2023, 11.47 )
5

Imam Nafi’ melakukan seleksi bacaan, yaitu mengambil bacaan yang sama di antara guru-gurunya,
dan meninggalkan bacaan yang berbeda. Hasil dari penyeleksian inilah kemudian dijadikan kaidah
tersendiri oleh Imam Nafi’, yang kemudian dikenal luas oleh para generasi berikutnya sebagai
qira’ah Imam Nafi’. Selain belajar kepada Imam Nafi’, ia juga belajar kepada Imam Isa bin
Wardan; salah satu perawi Imam Ja’far Al-Qa’qa’. Dalam bidang hadits, selain meriwayatkan dari
Imam Nafi’, ia juga meriwayatkan dari Muhammad bin Ja’far bin Abi Katsir, dan Abdurrahman bin
Abi Ziyad. Ia termasuk hamba Allah yang diberikan panjang umur sehingga dapat mengajarkan dan
melestarikan bacaan Imam Nafi’–sebagai perawinya–sehingga menjadi masyhur keindahan
suaranya.
Keistimewan Imam Qalun
Setiap hamba Allah yang tulus,Allah akan memberikan keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh hamba-Nya yang lain. Diriwayatkan bahwa Imam Qalun memiliki pendengaran yang tidak
baik,sampai-sampai tidak bisa mendengar bunyi petir. Namun dibalik itu memiliki kelebihan yang
Allah istimewakan pendengaranya sangat mampu mendengar Al-Qur’an dengan jelas. Setiap santri
ataupun muridnya setoran ia dapat mampu memperbaiki baacaan yang salah yang dilakukan oleh
muridnya tersebut dengan melihat gerakan lisannya. Sebagian riwayat mengatakan bahwa
kekurangan yang dimiliki Imam Qalun ini ada sejak lahir, namun ada pula yang menyatakan bahwa
krena faktor usia. Alhasil bagaimanapun hasilnya ia tetap kekasih Allah yang diberkan
keistimewaan atau ketulusaan dan keluasaan ilmunya.4

 Warsy
Identitas: Bernama lengkap Abu Said Utsman bin Said bin Abdullah Al-Qibthi Al-Mishri. Beliau
lahir tahun 110 H/729 M di Mesir dan wafat tahun 197 H/813 M di Mesir juga. Beliau digelari
‘Warsy‘ oleh gurunya (Imam Nafi) karena jubah yang dikenakannya pendek dan mengakibatkan
tampak kakinya ketika berjalan. Dikatakan juga ‘Warsy‘ adalah adalah sesuatu yang terbuat dari
susu sehingga menjadi putih, digelari tersebut krn keputihan kulitnya.
Guru-gurunya : Beliau berguru kepada Imam Nafi di Madinah dalam rangka mendalami ilmu
qiraat, padahal sebelumnya beliau sudah dikenal sebagai Imam Qari di Mesir.
Murid-muridnya : Diantaranya adalah Ahmad bin Shalih, Abdul Shamad bin Abdurrahman bin
Al-Qasim, Abu Ya’qub Al-Azraq, Yunus bin Abdul A’la dan lainnya.
Kepribadian : Beliau memiliki suara yang indah dan menggema ketika membaca Al-Qur’an,
bahkan ketika setoran dgn Imam Nafi suaranya dapat memenuhi isi Masjid. Beliau ahli dalam
Qiraat dan Nahwu, sehingga pernah membuat yayasan pengajaran Al-Qur’an dan Bahasa Arab yg
dinamakan Maqra’ah Warsy.5
 Ibnu Katsier
Setelah kita berkenalan dengan imam qurra bernama Imam Nafi’ Al-Madani, pada tulisan
ini kita akan berkenalan dengan imam qurra lainnya, yakni Imam Ibnu Katsir. Imam qurra yang
lahir di masa tabi’in di kota suci Makkah tahun 45 H ini bernama lengkap Abdullah bin Katsir bin
‘Amr bin Abdullah bin Zadzan bin Fairuz bin Hurmuz ad-Daari. Julukan ad-Daari adalah sebab ia
suka mengenakan wewangian. Dengan demikian, Imam Ibnu Katsir yang kita sedang kenalan

4
Nu Online, “ Imam Qalun dan Jalur Ilmu Qiraat nya “, https://nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-qalun-dan-jalur-ilmu-
qiraatnya-pLLQw, ( Jum’at, 16 Juni 2023, 11.52 )
5
Pesantren Kosan Bisa,” Mengenal Para Imam Qiraat “, http://www.pesan.bisa.id/2020/06/18/serial-mengenal-para-
imam-qiraat-1lanjutan/, ( Sabtu, 17 Juni 2023, 10.42 )
6

bukanlah Imam Ibnu Katsir yang bernama lengkap Abu al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir, yang
menyusun tafsir Al-Qur’an: Tafsir Ibu Katsir.
Sebagaimana Imam Nafi’ bin Abdurrahman, Imam Ibnu Katsir mulanya adalah budak milik
seorang bernama Umar bin al-Qamah al-Kinani yang dimerdekakan. Diinformasikan bahwa Imam
Ibnu Katsir adalah seseorang yang berpostur tinggi, agak gemuk, warna kulitnya kemerah-merahan,
dengan bola mata kebiru-biruan, jenggot yang memutih. Selain itu, ia juga dikenal sebagai yang
menjaga penampilannya, dan selalu mengenakan wewangian atau parfum ke manapun ia mengajar
Al-Qur’an.
Terkait sosok Imam Ibnu Katsir, Ibnu al-Jazari menyebut bahwa Imam Ibnu Katsir adalah
pemimpin paling terkemuka perihal qira’at Al-Qur’an di Makkah. Setelah wafatnya Mujahid bin
Jabr yang adalah gurunya, Ibnu Katsir menjadi tokoh yang dibanggakan oleh para pengajar Al-
Qur’an di tanah Hijaz. Sampai-sampai Abu ‘Amr bin al-‘Alla al-Bashri saat ditanya oleh al-
Ashmu’i perihal Ibnu Katsir, ia menyebut Ibnu Katsir bahkan lebih alim dari gurunya dalam
gramatika Bahasa Arab. Masih terkait sosok Ibnu Katsir, Imam as-Sakhowi menyebut bahwa tidak
ada seorang pun yang sebanding dengan Ibnu Katsir dalam penguasaan qira’ah di zamannya. Lebih
lanjut As-Sakhawi menuturkan bahwa keunggulan Ibnu Katsir adalah kekuatan hafalannya serta
kepandaiannya mengikuti seluruh cara baca yang diajarkan oleh para gurunya.
Selain dikenal sebagai imam qurro, Ibnu Katsir juga dikenal luas sebagai imam yang
mengambil sanad hadis kepada sahabat Nabi saw yang ada di zamannya. Sebut saja, Ibnu Katsir
mendapat hadis dari sahabat Abdullah bin Zubair, Abu Ayyub Al-Anshari, dan Anas bin Malik.
Selain kepada generasi sahabat, Ibnu Katsir juga mengambil sanad hadis dari generasi tabi’in
semisal Umar bin Abdul Aziz. Hal ini menunjukan bahwa kepakaran seorang ulama (dalam hal ini
semisal Ibnu Katsir) tidak melulu hanya di bidang qiraat, tapi juga menguasai bidang keilmuan
lainnya. Di dalam hal perjalanan pendidikan Al-Quran, Ibnu Katsir belajar kepada banyak ulama.
Termasuk di antaranya adalah seorang sahabat bernama Abdullah bin Saib al-Makhzumi. Perihal
ini, sebagian ahli menyangsikannya. Selain itu, Ibnu Katisr juga belajar Al-Quran kepada Mujahid
bin Jabr dan ulama lain bernama Darbas atau Darabbas. Selain menjadi imam qari dalam Al-Quran,
imam Ibnu Katsir juga mengambil sanad hadis kepada para sahabat yang masih ditemuinya semisal
Abdullah bin Zubair, Abu Ayub Al-Anshari, dan Anas bin Malik.
Selain kepada sahabat, Ibnu Katsir juga belajar kepada tabi’in semisal Umar bin Abdul Aziz,
Umar bin Minhal, dan lainnya. Jika kita adalah seorang guru ngaji (Al-Quran), maka kiranya kita
patut meniru laku Ibnu Katsir saat mengajar Al-Quran. Disebutkan bahwa kala mengajar Al-Quran,
Ibnu Katsir selalu memulai pelajaran Al-Quran dengan lebih dahulu memberikan nasehat-nasehat
yang terdapat dalam ayat-ayat yang akan diajarkan kepada para santrinya. Melalui cara itu
diharapkan para santri Imam Ibnu Katsir memiliki kesan yang kuat dengan ayat-ayat yang
dibacanya. Perihal itu, Ibnu Katsir menyatakan bahwa laku pengajarannya yang demikian tidak lain
adalah agar para santrinya membaca Al-Quran selalu dengan hati khusyuk, jiwa yang rendah hati,
dan mata yang “menangis”.6

 Al-Bazzie

6
Kumparan.com, “ Imam Ibnu Katsier, Imam Qurro yang suka Wewangian “, https://kumparan.com/cerita-santri/imam-
ibnu-katsir-imam-qurro-yang-suka-wewangian-1uBUEdLVZux, ( Sabtu, 17 Juni 2023, 15.06 )
7

Nama lengkapnya adalah Ahmd bin Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim bin Nafi’ bin
Abi Buzzah, beliau dinisbatkan kepada kakeknya Yang paling jauh, yaitu Abi Bazzah. Nama abi
bazzah sendri adalah basysyar ia adalah seorang persia dari marga Hamadzan. Ia masuk islam di
tangan al-sabib bin abi al-saib al-makhzumi. Kunniyahnya adalah abu Al-Hasan. Beliau merupakan
muadzn sekaligus sebagai imam shalat di masjidil haram selama 40 tahun. Ia dilahirkan pada tahun
170 H.
Perjalanan Intelektualnya
Menginjak masa remaja, beliau belajar dan meriwayatkan qira’at Ibnu Katsir dari Ikrimah
bin Sulaiman dari Ismail bin Abdullah al-Qisth, dan Syibl bin Ubbad dari Ibnu Katsir. Dari kedua
gurunya tersebut, beliau menerima qira’at Ibnu Katsir secara sempurna. Dengan demikian, jika
ditelisik melaui transmisi periwayatan, maka beliau meriwayatkan qira’at Ibnu Katsir melalui dua
jalur, yaitu: Ikrimah dari Ismail al-Qisth (dua jalur) dari Ibnu Katsir, dan Syibl bin Ubbad dari Ibnu
Katsir (satu jalur). Dalam meriwayatkan qira’at Ibnu Katsir beliau tidak sendirian, tetapi ada
banyak ulama yang meriwayatkannya. Dengan demikian, sangat mustahil mereka sepakat untuk
melakukan kebohongan atas qira’at Ibnu Katsir. Hanya saja beliau merupakan perawi termasyhur,
teristimewa dan paling adil diantara mereka. Ada banyak predikat yang melekat dan diberikan
kepada beliau, salah sarunya adalah predikat, ustadz muhaqqiq, dhabit, mutqin dan tsiqah. Dengan
ketenaran dan kemasyhurannya, maka tak ayal beliau dianggap sebagai pemungkas para
masyikhahpengajaran Al-Qur’an di Makkah. Setelah mengabdi kepada kitab Allah dengan penuh
perjuangan dan pengorbanan raga dan jiwa, pada tahun 285 H, Allah memanggilnya dan
dikebumikan di Makkah.7

 Imam Qunbul
Nama asli beliau Muhammad ibnu ‘Abd Rahman Ibnu Khalid Ibnu Muhammad Ibnu Jirjah
Al-Makhzume Al-Makkie. Lahir pada tahun 195 H. Adapun julukan Qunbul yang melekat pada
beliau dikarenakan beliau tinggal di sebuah rumah di kota Makkah yang disebut dengan Al
Qonabilah. Adapula yang mengatakan bahwa asal dari julukan tersebut adalah karena beliau
dikenal sering menggunakan sebuah obat yang bernama Qunbil, hingga akhirnya nama tersebut
melekat pada diri beliau. Beliau merupakan seorang ulama Qiroat yang memiliki keilmuan tinggi
sekaligus termasuk dalam jajaran perowi Qiroat Ibnu Katsier yang cukup diperhitungkan. Hingga
akhirnya Allah subhanahu wata’ala mengharumkan nama beliau dengan menjadikannya salah satu
dari 2 perawi Qiroat Ibnu Katsir hingga sekarang ini. Sedangkan perowi yang lain adalah Al
Bazzi rohmahulloh.
Perlu diketahui bahwa para ulama mendahulukan Al Bazzi dalam urutan perowi Ibnu
Katsier lantaran sanad qiroat beliau lebih tinggi dari Qunbul, sebab Al-Bazzi sendiri merupakan
salah satu guru talaqqi Qunbul. Kesungguhan Imam Qunbul dalam mengajarkan Al-Quran seakan
tiada duanya sebelum akhirnya berhenti beberapa tahun menjelang ajal menjemput. Para penuntut
ilmu dari berbagai penjuru dunia juga berbondong-bondong datang untuk talaqqi Al-Quran dari
imam satu ini. Selain aktif mengajarkan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari, beliau juga
memegang tampuk kepolisian di Kota Makkah. Profesi penting tersebut memang hanya diserahkan
kepada seseorang yang dikenal memiliki akhlaq mulia serta memahami dengan baik ilmu syariat.
Sebab hal tersebut akan sangat banyak berkaitan dengan hukum-hukum had yang hanya dipahami
dengan baik oleh para ulama.
7
Nu Online, “ Imam Qalun dan Jalur Ilmu Qiraat nya “,https://nu.or.id/ilmu-al-quran/ibnu-katsir-al-makki-imam-qiraat-
dari-generasi-tabiin-NzUHz, ( Sabtu, 17 Juni 2023, 17.56)
8

Guru & Murid Beliau


Guru talaqqi beliau pun cukup banyak, diantaranya ialah Ahmad Al Bazzi sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, kemudian ada pula Ahmad bin ‘Aun An Nabal, Abul Hasan Ahmad Al
Qowwas, Wahab bin Wadhih dan Ismail bin Syibl rohimahumulloh.
Adapun diantara jajaran murid yang pernah menimba ilmu dari beliau adalah Abu Robi’ah
Muhammad bin Ishaq, Muhammad bin Abdul Aziz bin Abdulloh bin As Shobbah, Ibnu Mujahid,
Ibnu Syanabudz dan Abdulloh bin Jubair rohimahumulloh.8

 Abu Amr Al-Bashrie


Namanya Zabban bin al-Ala’ bin Ammar bin al-Uryan bin Abdullah bin al-Husain bin al-
Harits bin Jalhamah. Ia dikenal dengan sebutan al-Imam as-Sayyid Abu Amr al-Tamimi al-Mazini
al-Bashri. Nasabnya bersambung kepada Adnan, buyut Nabi Muhammad SAW.
Ia merupakan salah satu imam qira’at sab’ah yang lahir di Makkah tahun 70 H. Sebagian rwayatkan
menyatakan bahwa beliau lahir pada tahun 68 H.
Perjalanan Intelektualnya
Sejak kecil hingga remaja, beliau hidup di Makkah,. Di sana beliau belajar kepada banyak guru.
Selain belajar di Makkah, beliau juga belajar kepada masyayikh di Madinah. Setelah beranjak
remaja, saat ada kejadian para hujjaj di Makkah, beliau melakukan perjalanan (migrasi) ke Basrah,
kemudian menetap di sana hingga menjadi imam dan panutan masyarakat Basrah Imam al-Bashri
merupakan imam qira’at yang memiliki paling banyak guru. Tidak ada satu pun imam qira’at
sab’ah yang lebih banyak gurunya dibandingkan Abu Amr.
Selain belajar di Makkah dan Madinah, ia juga belajar kepada banyak guru Kufah dan Basrah.
Selama dalam perjalanan intelektualnya, ia tercatat pernah mendengar langsung (hadis) dari sahabat
Anas bin Malik dan para sahabat yang lain. Oleh karena itu, maka wajar beliau dianggap sebagai
imam qira’at yang banyak memiliki guru. Ada empat negara yang menjadi tempat persinggahan
beliau dalam perjalanan intelektualnya, yaitu Makkah, Madinah, Kufah dan Basrah. Dalam bidang
hadis, para kritikus hadis memberi predikat kepadanya sebagai tsiqah (terpercaya) dan shaduq
(sangat jujur).
Guru dan Silsilah Sanadnya
Dalam ilmu Al-Qur’an dan qira’at, transmisi periwayatan merupakan salah satu unsur yang paling
penting. Tanpa transmisi periwayatan yang jelas dan mutawatir, maka periwayatan tersebut
dianggap syadz. Oleh karena itu, dalam transmisi periwayatan Imam al-Bashri memiliki
kemutawatiran yang sangat jelas dan dapat dipertangung-jawabkan. Berikut adalah transmisi
periwayatan Imam al-Bashri.
Dalam bidang Al-Qur’an dan qira’at beliau belajar kepada:
(1) al-Hasan bin Abi al-hasan al-Bashri,
(2) Abi Ja’far
(3) Humaid bin Qays al-A’raj al-Makki
(4) Abi al-Aliyah
(5) Yazid bin Ruman
(6) Syaibah bin Nashshah
(7) Ashim bin Abi al-Najud

8
Serial Ahli Qiraat, “ Qunbul Polisi Kota Makkah yang Ahli Qiraat “, https://hamalatulquran.com/serial-ahli-qiroat-10-
qunbul-polisi-kota-makkah-yang-ahli-qiroat/, ( Sabtu, 17 Juni 23, 01.22 )
9

(8) Abdullah bin Katsir


(8) Abdullah bin Ishaq al-Hadrami
(9) Atha’ bin Abi Rabah
(10) Ikrimah bin Khalid al-Makhzumi,
(11) Ikrimah pembantu Ibnu Abbas
(12) Mujahid bin Jabar
(13) Muhammad bin Muhaishin,
(14) Nashr bin Ashim
(15) Yahya bin Yakmur
(16) Said bin Jubair.

Komentar Ulama
Abu Amr, dengan kemulyaan (ilmu) yang dimilikinya, tidak ada yang meragukan
kedudukan dan kealimannya. Beliau adalah orang yang mahir dalam bidang bahasa arab dan segala
hal yang berkaitan dengannya. Imam Farazdaq dan kalangan penyair yang lain memujinya dengan
menyatakan: “Dia adalah orang yang paling mengerti tentang Al-Qur’an dan gramatikal bahasa
Arab, sejarah Arab dan syair-syairnya. Ia merupakan orang yang jujur, tsiqah, amanah, Zahid dan
agamis.
Imam al-Ashmu’I bercerita bahwa imam Abu Amr berkata kepadanya: “Andai saja saya
tidak belajar dan membaca sebagaimana dia (guru qira’atnya) membaca, niscara saya akan
membaca begini dan begini dari beberapa huruf (qira’at)”. Artinya, andai saja tidak belajar kepada
seorang guru dalam membaca Al-Qur’an dan qira’at, niscaya beliau mampu membaca Al-Qur’an
sesuai dengan kehendaknya. Imam al-Ashmu’I juga bercerita bahwa Abu Amr berkata: “Saya tidak
menemui seorang sebelumku yang lebih mengerti daripada saya (tentang bahasa Arab)”. Imam al-
Asmu’I menimpali: “saya pun tidak menemukan seorang setelahnya yang lebih alim darinya”.
Yunus bin Habib al-Nahwi berkata: “Andai saja ada orang yang pantas untuk diambil ucapannya
dalam hal apapun, niscaya ucapan Abu Amr yang paling pantas untuk diambil (ucapannya)”. Ibnu
Katsir berkata dalam karyanya “al-Bidayah wa al-Hinayah”: “Abu Amr adalah orang yang paling
alim di zamannya dalam bidang qira’at, Nahwu dan fiqh, dan dia termasuk ulama yang
mengamalkan ilmunya (ulama’ al-amilin). Jika sudah masuk bulan ramadhan, beliau tidak
menggubah atau menulis sebuah syair hingga ramadhan selesai, karena beliau hanya sibuk
membaca Al-Qur’an”. Abu Ubaidah berkata: “buku-buku Abu Amr sangat banyak dirumahnya
hingga menumpuk sampai loteng rumahnya, namun seluruh buku-buku tersebut dibakar hanya
karena ingin fokus beribadah dan menjalani riyadhah menghatamkan Al-Qur’an setiap tiga hari
sekali. Imam al-Akhfasy berkata: “imam Hasan al-Bashri melewati halaqahnya Abu Amr yang
penuh sesak dengan manusia, mereka menyimak penuh perhatian apa yang disampaikan oleh Abu
Amr. Kemudian ia bertanya: “Siapakah dia?. Mereka menjawab: “Abu Amr al-Bashri”. kemudian
Imam Hasan al-Bashri tersentak kaget sambil mengucapkan kalimat tahlil, kemudian berkata:
“hampir saja ulama menjadi tuhan”. Kemudian Hasan berkata: “Setiap kemulyaan yang tidak
dihimpun oleh ilmu, maka kepada kehinaan ia kembali”. Imam Sufyan bin Uyainah berkata: “Saya
bermimpi bertemu dengan Nabi, kemudian saya bertanya kepada Beliau: “Ya Rasulallah, benar-
banar terjadi perbedaan di tengah-tengah masyarakat dalam hal membaca Al-Qur’an, maka dengan
qira’ahnya siapa panjenangan menganjurkan saya membacanya?. Nabi menjawab: “Bacalah qira’at
Imam Abu Amr bin al-Ala’”. Imam Abu Amr al-Asadi berkata: “Saat saya takziyah atas wafatnya
10

Imam Abu Amr, saya menghampiri putra-putranya untuk mengucapkan bela sungkawa. Saat saya
duduk dengan mereka, kemudian Yunus bin Hubaib menyambut kami dengan ungkapan: “saya
ucapkan bela sungkawa kepada kalian, dan kepada kami semua, karena merasa kehilangan orang
yang tidak ada bandinganya (kealimannya) di akhir zaman ini. Demi Allah, andaikan ilmu dan
kezuhudan Imam al-Bashri ini dibagikan kepada seratus orang, niscaya mereka akan menjadi ulama
dan zahid semuanya. Demi Allah, andai Nabi melihatnya, Beliau pasti senang”.
Murid-muridnya
Ada banyak santri yang belajar kepadanya, baik dalam bentuk setoran maupun hanya menyimak,
yang tidak terhitung jumlahnya. Salah satunya adalah: Abu Zaid bin Aus, Sallam bin Sulaiman al-
Thawil, Sahal bin Yusuf, Syuja’ bin Abu Nashr al-Balkhi, Al-Abbas bin al-Fasl, Abdullah bin
Mubarak, Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi, Sibawaih dan Yunus bin Habib, keduanya merupakan
maha guru Nahwu. Secara spesifik Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi, Sibawaih dan Yunus bin
Habib, Khalil bin Ahmad belajar Nahwu kepadanya.
Adapun yang belajar ilmu adab (syair dan yang terkait) kepadanya sangat banyak sekali,
salah satunya adalah Abu Ubaidah bin Muammar bin al-Mutsanna, al-Ashmu’I dan Muadz bin
Muslim al-Nahwi. Sebagian sejarawan mencatat, bahwa ketika ditanyakan kapan sebaikanya
seorang belajar?. beliau menjawab: “Sebaikanya ia belajar selama masih hidup”. Dalam cincinya
tertulis: “Sesungguhnya seorang tujuan terbesarnya adalah dunia, maka ia berpegang teguh pada tali
kebohongan”. Setelah mengabdi dan berkhidmat kepada Al-Qur’an dan qira’atnya, beliau wafat di
Kufah pada tahun 154 H menurut kebanyakan ahli sejarah, umurnya mendekati 90 tahun.
Perawi Imam Abu Amr al-Bashri
Sebagaimana telah dipaparkan pada edisi sebelumnya, (profil Imam Ibnu Katsir) bahwa dalam
transmisi periwayatan qira’at Al-Qur’an ada dua model:
(1) perawi tanpa perantara,
(2) perawi melalui perantara.
Dalam riwayat bacaan Imam Abu Amr, kedua perawinya meriwayatkan bacaan Imam Abu Amr al-
Bashri melalui jalur perantara. Perawi tersebut adalah, imam Hafs al-Duri, dan imam al-Susi. 9

 Ad-Durrie
Nama lengkap beliau adalah Abu ‘Amr Hafs bin ‘Umar bin Abdul Aziz bin Shubhan bin ‘Adiy bin
Shubhan Ad Duri Al Baghdadi rohimahulloh. Lahir di kota Baghdad pada tahun 150 H di masa
kepemimpinan ِAbu Ja’far Al-Manshur.
Beliau lahir dan tumbuh di negri Irak yang merupakan pusat keilmuan pada zaman tersebut,
terutama kota Kufah dan Bashroh. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan hidup beliau penuh
dengan para ulama dan penuntut ilmu dari berbagai penjuru negri islam saat itu.
Sepanjang hidupnya beliau isi dengan menuntut ilmu keberbagai negri. Ilmu Qiroat dan Bahasa
Arab merupakan dua bidang yang mendapat porsi paling besar.
Selain mengajarkan Al-Quran, beliau juga dikenal sebagai ulama yang produktif. Hal tersebut
nampak dari berbagai warisan ilmiah yang beliau tinggalkan. Diantaranya ialah kitab Qiroat An-
Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, Ma ittafaqot alfadzuhu wa ma’anihi min al-Quran dan Ahkam al-
Quran wa as-Sunan.
Satu hal yang unik, para ulama mendapuk beliau sebagai rowi untuk dua Qiroat sekaligus,
yaitu Qiroat Abu ‘Amr Al Bashri dan Qiroat Al-Kisai. Oleh karenanya, saat mempelajari Qiroah
9
Nu Online, “ Abu Amr al-Bashri, Imam Qiraat dengan Guru Terbanyak, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/abu-amr-
al-bashri-imam-qiraat-dengan-guru-terbanyak-A5DcI, ( Minggu, 18 Juni 2023, 22.35 )
11

Sab’ah, kita dituntut untuk teliti dalam membedakan dua jalur riwayat beliau ini.Tak cukup sampai
disitu, beliau bahkan juga dipilih menjadi rowi dari Qiroat Al-Hasan Al-Bashri yang merupakan
satu dari 4 Qiroah Syadzah yang masyhur.
Diantara guru talaqqi beliau adalah Yaha bin Al-Mubarok Al-Yazidi, Ismail bin Ja’far, Ya’qub bin
Ja’far, Sulaim dan ‘Ali Al-Kisai rohimahumulloh. Beliau juga meriwayatkan hadits dari beberapa
ulama, diantaranya ialah Ibrohim Al-Madani, Ismail bin ‘Ayyasy Al-Himshi dan Sufyan bin
‘Uyainah.
Adapun diantara murid beliau yang paling masyhur adalah Ahmad bin Faroh, Ahmad Al-
Hulwani, Abu Utsman Adh-Dhorir dan Abu Abdillah Al-Haddad rohimahumulloh.
Pujian Ulama
– Imam Adz-Dzahabi rohimahulloh menuturkan: “Abu ‘Amr Ad-Duri adalah seorang Muqri dan
Syaik negri Irak di zamannya”. Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan bahwa para
penuntut ilmu berbondong-bondong mendatangi Imam Ad-Duri karena luasnya ilmu serta tingginya
sanad beliau.
– Imam Ash-Shodfi rohimahulloh berkata: “Abu ‘Amr Ad-Duri Al-Muqri’ Adh-Dhorir merupakan
punggawa para Muqri’ di zamannya”.
– Imam Ibnul Jazari rohimahulloh berkata: “Beliau adalah seorang Imam Qiroat dan Syaikh di
zamannya”.
Seorang Ulama yang Penuh Tawadhu
Imam Ad-Duri dikenal sebagai seorang yang memiliki sifat tawadhu’. Hal tersebut terlihat jelas saat
menelaah karya beliau yang berjudul Qiroat An-Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam.
Dalam kitab tersebut, beliau banyak meriwayatkan hadits dari putra beliau sendiri yang bernama
Abu Ja’far. Hal ini menunjukkan bahwa Ad-Duri tidak enggan untuk mempelajari ilmu dari
siapapun, bahkan dari putranya sendiri. Disamping itu, fakta diatas juga menunjukkan bahwa putra
beliau merupakan seorang ulama yang mumpuni.
Kedudukan Beliau di Mata Ahli Hadits
Satu-satunya ulama hadits yang memasukkan beliau dalam jajaran rowi yang dho’if alias lemah
adalah Imam Ad-Daruquthni rohimahulloh. Dalam masalah ini, Imam Adz-Dzahabi rohimahulloh
menuturkan: “Adapun perkataan Ad-Daruquthni bahwa beliau (Ad-Duri) adalah lemah, maka
maksudnya ialah dalam riwayat hadits, adapun dalam bidang qiroat, maka beliau adalah seorang
Imam”.
Alih-alih memberikan label dhoif, para ulama hadits lain justru mengangkat derajat beliau menjadi
“shoduq”, seperti Ibnu Hajar dan Ibnu Abi Hatim. Bahka Imam Al-‘Uqoili justru mengkategorikan
beliau sebagai seorang yang “tsiqoh” dalam masalah hadits.
Keadaan Ekonomi
Saat menelaah biografi beliau, kita akan mendapatkan gambaran bahwa Imam Ad-Duri bukanlah
seseorang yang bergelimang harta. Beliau sendiri pernah bercerita: “Kalau saja aku memiliki uang
10 dirham, niscaya aku akan menggunakannya untuk bisa bertemu dengan Imam Nafi'”.
Ungkapan diatas menunjukkan bahwa beliau tak memiliki banyak harta. Mari kita hitung bersama
berapa nilai 10 dirham dalam mata uang rupiah.
1 dirham kurang lebih bernilai 3 gram perak, sehingga 10 dirham sama dengan -+ 30 gram perak.
Adapun harga perak saat ini (per 17 Mei 2020) adalah sekitar 8000 rupiah. Maka 10 dirham kurang
lebih senilai dengan Rp240.000.
Ya, hal ini menunjukkan bahwa uang yang dimiliki Imam Ad-Duri rohimahulloh kala itu kurang
dari 240 ribu rupiah. Namun adapula yang menyimpulkan bahwa kondisi ini terjadi saat beliau
12

masih muda. Adapun seiring berjalannya waktu, keadaan ekonomi beliau semakin membaik. Sebab
Imam Nafi’ rohimahulloh sendiri wafat pada tahun 169 H, sedangkan Imam Ad-Duri lahir pada
tahun 150 H. Fakta ini menunjukkan bahwa umur Imam Ad-Duri saat itu masih kurang dari 19
tahun.
Wafat
Allah subhanahu wata’ala mengaruniakan kepada Imam Ad-Duri umur yang cukup panjang. Beliau
pun memanfaatkan nikmat Allah tersebut dengan mengabdikan diri untuk ilmu agama. Di akhir
hayatnya, Allah subhanahu wata’ala memberikan cobaan dengan mengambil penglihatan beliau
hingga ajal menjemput pada tahun 246 H.10

 As-Susie
Beliau bernama lengkap Abu Syu'aib Sholih bin Ziyad bin Abdillah bin Ismail Ar-Rusti As-Susi
rohimahulloh. Seorang ulama qiroat yang lahir pada tahun 170-an hijriyah. Adapun maksud dari julukan
“As-Susi” sendiri merujuk pada kampung halaman beliau yang bernama Shush, sebuah daerah yang terletak
di kota Khuzistan, Iran.
Kota kelahiran beliau ini sendiri cukup dikenal karena di dalamnya terdapat makam salah
satu dari Nabi yang Allah subhanahu wata'ala utus kepada Bani Isroil. Nabi tersebut bernama
Daniel, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir rohimahulloh dalam salah satu kitabnya.
Selain itu, para ahli sejarah menggambarkan bahwa daerah tersebut memiliki iklim yang
indah. Banyak sungai mengalir serta perkebunan yang terbentang dengan sangat menawan. Kapas
dan kain sutra merupakan produksi utama para penduduk wilayah tersebut.
Fakta diatas menunjukkan bahwa Imam As-Susi rohimahulloh lahir dan tumbuh di daerah yang
cukup subur dan indah. Meskipun demikian, hal tersebut tak lantas membuatnya tenggelam dalam
kenikmatan dunia. Beliau justru memiliki semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu agama hingga
mampu menggabungkan dua disiplin ilmu yang cukup sulit, ilmu qiroat dan hadits.
Beliau mempelajari Al-Quran dari Abu Muhammad Yahya bin Al-Mubarok Al-Yazidi yang
merupakan murid langsung dari Imam Abu 'Amr Al-Bashri. Dari sini nampak jelas bahwa
penghubung antara Imam As-Susi dengan qiroat Abu 'Amr Al-Bashri adalah Yahya Al-Yazidi
tersebut. Sejarah mencatat bahwa para ulama qiroat kemudian memilih Imam As-Susi sebagai rowi
kedua setelah Imam Ad-Duri untuk Qiroat Abu 'Amr Al-Bashri.
Imam As-Susi rohimahulloh memiliki cukup banyak murid talaqqi Al-Quran, diantara
mereka adalah putra beliau sendiri yang bernama Abu Al-Ma'shum Muhammad. Selain itu terdapat
pula Imam An-Nasai, Musa bin Jarir An Nahwi, Abu Ali Al-Harroni rohimahumulloh dan masih
banyak lagi.
Kedudukan Beliau di Mata Ahli Hadits
Diantara guru beliau dalam ilmu hadits adalah Sufyan bin 'Uyainah, Hammad bin Salamah dan Yahya bin
Sa'id Al-'Aththor rohimahumulloh. Adapun diantara ahli hadits yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah
Abu Hatim Ar-Rozi, Abu Bakar bin Abi 'Ashim dan Abu 'Arubah Al-Harroni rohimahumulloh.
Imam An-Nasai rohimahulloh memasukkan beliau ke dalam jajaran ulama yang tsiqoh
dalam masalah hadits, demikian pula dengan Ibnu Hibban rohimahulloh, sebab beliau
mencantumkan nama Imam As-Susi ke dalam kitab beliau yang bernama Ats-Tsiqot. Sedangkan

10
Serial Ahli Qiraat, Imam Ad Duri Ulama Yang Berhasil Talaqqi Seluruh Qiroat, https://hamalatulquran.com/serial-
ahli-qiroat-12-imam-ad-duri-ulama-yang-berhasil-talaqqi-seluruh-qiroat/, ( Mingu, 18 Jun. 23, 22.50 ).
13

Abu Hatim Ar-Rozi rohimahulloh mensifati beliau dengan shoduq yang merupakan kedudukan
dibawah derajat tsiqot. Beliau rohimahulloh wafat pada bulan Muharrom tahun 261 H.11

 Ibnu ‘Amir Asy-Syaamie


Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah bin Amir Al –
Yahshabi. Beliau lahir pada tahun 21 H, sebagian sejarah mengatakan beliaulahir pada tahun 28 H.
Dalam kitab”Al-Syatibiyyah” karya Abi Al-Qosim bin Firruh,ibnu Amir dinisbahkan ke
buyutnya atau kabilah di Yaman, yaitu Al-Yahshabi bin Dahman.beliau merupakan murni
keturunan Arab,yang tidak tercampur Nashabnyaoleh keturunan Ajam ,(selain Arab).Ada dua imam
Qira’at sab’ah yang murni keturunan Arab ,yaitu Abu Amr bin Al –Ala’dan ibnu Amir asy-syami .
Imam asy-syami ini merupakan salah satu imam Qira’at sab’ah yang paling bagus dan
tertinggi sanadnya,dan termasuk tabi’in senior di negara syam,imam asy-syami ini merupakan
panutan dan imam masyarakat syam dalam bidang Qira’at Al-Quran dan menjadi pemungkas
masyikhah iqra setelah wafatnya Abi Darda.
bacaan Al- fatihah imam ibnu Amir Assyami pada ayat “maalikiau middin” di baca pendek mim
pada ayat tersebut. (malikiau muddin)
Aktivitas nonformal beliau sehari-hari selain mengisi pengajian dan mengajar Alquran, adalah
menjadi imam tetap kaum muslimin di masjid umawiyyah pada masa khalifah umar bin abdul aziz,
baik sebelum dan sesudah kekhalifahan nya dan beliau ber makmum di belakangnya. Ini
menunjukkan ke luhuran dan kemuliaan beliau diangkat menjadi seorang imam sholat di sebuah
masjid resmi kenegaraan pada masa umar bin abdul aziz. Maka wajar beliau mendapat mandat
untuk merangkap jabatan sebagai Qadi atau hakim, imam dan maha guru alquran di damaskus.
Damaskus saat itu menjadi pusat pemerintahan dan dikelilingi soleh para ulama dan para tabiin.
Mereka semua sepakat menerima qira’at imam Assyami ini, membaca dan mempelajari nya,
sementara mereka semua adalah generasi awal dan unggul. Ini menunjukkan bahwa qira’at assyami
ini adalah mutawatir dan dapat dipertanggungjawabkan kesahihan nya.
Jika dilihat dari transmisi sanad imam asyami ini, maka imam ini termasuk generasi ketiga
dari nabi dari jalur al mughirah. Sedangkan jika dilihat dari jalur Abi Darda dan Utsman termasuk
generasi kedua. Artinya transmisi sanad ini yang tertinggi di antara imam qira’at sa’adah yang lain.
Maka tak ayal sebagian ulama qira’at imam assyami ini pada urutan pertama di antara para imam
qira’at yang lain karena ketinggian sanadnya, namun sebagian yang lain menempatkan imam Nafi
pada urutan pertama karena kemuliaan tempatnya yaitu madinah. Disanalah jasad manusia terbaik
dan ter luhur kebaikannya dikebumikan.
Komentar Ulama Imam Yahya bin al-harits berkata: Ibnu Amir adalah ulama yang berpegang teguh
dengan sunnah Nabi, ia tidak mau melihat kebid’ahan yang berlaku di sekelilingnya kecuali ia
mengingkari dan mengubahnya. Murid-muridnya Kemulyaan dan keluasaan ilmu yang dimiliki
oleh Imam asy-Syami ini menjadi magnet untuk penuntut ilmu dari belahan negara Islam saat itu,
sehingga mereka datang berbondong-bondong untuk belajar kepadanya secara langsung. Salah satu
murid-murid beliau adalah:
(1) Yahya bin al-Harits al-Dzimari, ia sebagai pengganti dan menempati posisinya dalam soal
kepakaran bacaan Al-Qur’an
(2) Abdurrahman bin Amir, Rabi’ah bin Yazid, saudara Imam Ibnu Amir sendiri

11
Serial Ahli Qiroat, Imam As-Susi, https://hamalatulquran.com/serial-ahli-qiroat-13-imam-as-susi/, ( Minggu, 17 Juni
2023, 23.30 ).
14

(3) Ja’far bin Rabi’ah


(4) Ismail bin Abdullah bin Abi al-Muhajir
(5) Said bin Abdul Aziz Khallad bin Yazid bin Shabih al-Murri
(6) Yazid bin Abi Malik.
Setelah banyak berkontribusi dalam bidang kehakiman dan qira’at Al-Qur’an di Damaskus,
pada umur sembilan puluh tujuh, Allah sebagai pemilik jiwa dan raga manusia, memanggilnya pada
bulan Asyura’ tahun 128 H di kota Damaskus. Semoga Allah menempatkannya di surga-Nya yang
paling tinggi dan kita mendapatkan barokah ilmunya. Amin. Perawinya dalam Bidang Qira’at Al-
Qur’an Dalam ilmu qira’at, setiap imam qira’at memiliki dua perawi dan di antara kedua perawi
tersebut memiliki perbedaan soal bacaan yang diterima dari imam qira’at. Perbedaan itu ada yang
tajam dan ada yang relatif sedikit perbedaannya. Selain perbedaan bacaan yang diterima oleh
perawi, jalur transmisi bacaannya pun ada yang yang langsung diterima dari imam qira’at tanpa
perantara dan ada yang melalui jalur perantara murid-muridnya. Kedua perawi Imam Ibnu Amir ini
nyaris tidak ada perbedaan yang mencolok soal bacaannya dan keduanya juga tidak menerima
langsung dari imam qira’atnya, yakni melalui jalur perantara. Kedua perawi Imam asy-Syami
tersebut adalah: Hisyam bin Ammar dan Ibnu Dzakwan
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah bin Amir
Al –Yahshabi. Beliau lahir pada tahun 21 H, sebagian sejarah mengatakan beliaulahir pada tahun 28
H.
Dalam kitab”Al-Syatibiyyah” karya Abi Al-Qosim bin Firruh,ibnu Amir dinisbahkan ke
buyutnya atau kabilah di Yaman, yaitu Al-Yahshabi bin Dahman.beliau merupakan murni
keturunan Arab,yang tidak tercampur Nashabnyaoleh keturunan Ajam ,(selain Arab).Ada dua imam
Qira’at sab’ah yang murni keturunan Arab ,yaitu Abu Amr bin Al –Ala’dan ibnu Amir asy-syami .
Imam asy-syami ini merupakan salah satu imam Qira’at sab’ah yang paling bagus dan
tertinggi sanadnya,dan termasuk tabi’in senior di negara syam,imam asy-syami ini merupakan
panutan dan imam masyarakat syam dalam bidang Qira’at Al-Quran dan menjadi pemungkas
masyikhah iqra setelah wafatnya Abi Darda.
bacaan Al- fatihah imam ibnu Amir Assyami pada ayat “maalikiau middin” di baca pendek
mim pada ayat tersebut. (malikiau muddin)
Aktivitas nonformal beliau sehari-hari selain mengisi pengajian dan mengajar Alquran,
adalah menjadi imam tetap kaum muslimin di masjid umawiyyah pada masa khalifah umar bin
abdul aziz, baik sebelum dan sesudah kekhalifahan nya dan beliau ber makmum di belakangnya. Ini
menunjukkan ke luhuran dan kemuliaan beliau diangkat menjadi seorang imam sholat di sebuah
masjid resmi kenegaraan pada masa umar bin abdul aziz. Maka wajar beliau mendapat mandat
untuk merangkap jabatan sebagai Qadi atau hakim, imam dan maha guru alquran di damaskus.
Damaskus saat itu menjadi pusat pemerintahan dan dikelilingi soleh para ulama dan para tabiin.
Mereka semua sepakat menerima qira’at imam Assyami ini, membaca dan mempelajari nya,
sementara mereka semua adalah generasi awal dan unggul. Ini menunjukkan bahwa qira’at assyami
ini adalah mutawatir dan dapat dipertanggungjawabkan kesahihan nya.
Jika dilihat dari transmisi sanad imam asyami ini, maka imam ini termasuk generasi ketiga
dari nabi dari jalur al mughirah. Sedangkan jika dilihat dari jalur Abi Darda dan Utsman termasuk
generasi kedua. Artinya transmisi sanad ini yang tertinggi di antara imam qira’at sa’adah yang
lain. Maka tak ayal sebagian ulama qira’at imam assyami ini pada urutan pertama di antara para
imam qira’at yang lain karena ketinggian sanadnya, namun sebagian yang lain menempatkan imam
15

Nafi pada urutan pertama karena kemuliaan tempatnya yaitu madinah. Disanalah jasad manusia
terbaik dan ter luhur kebaikannya dikebumikan12

 Hisyam bin Ammar


Namanya adalah Hisyam bin Ammar bin Nashir bin Maisarah al-Sullami al-Dimasyqi,
panggilannya adalah Abu al-Walid. Lahir pada tahun 153 H, masa pemerintahan khalifah al-
Mansur. Beliau adalah seorang panutan dan imam masyarakat kota Damaskus. Selain sebagai imam
dan panutan masyarakat kota Damaskus, beliau juga dikenal sebagai khatib, (orator: muballigh),
muqri’, muhaddits, dan menjabat sebagai mufti, yang mendapatkan predikat tsiqah, (terpercaya)
dhabt (cekatan: kuat hafalannya), adil dalam menjalannya amanah, fasih (penyampaiannya), sangat
alim, dan luas ilmunya, baik dari sisi riwayah maupun dirayah-nya. Imam Hisyam merupakan
seorang imam yang mengabdikan diri hanya untuk mengajar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW.
Perjalanan Intelektualnya dan Transmisi Sanadnya
Perjalanan intelektual beliau dimulai belajar dari satu guru ke guru yang lain, layaknya seorang
penuntut ilmu yang haus akan cahaya ilmu. Dalam catatan sejarah, ia belajar qira’at Al-Qur’an
kepada beberapa guru, salah satunya adalah Syaikh Irak al-Murri, dan Ayyub bin Tamim dari
Yahya al-Dzimari dari Abdullah bin Amir dari Abu Darda’ dan al-Mughirah hingga sampai kepada
Nabi SAW. Sebagian riwayat mencatat bahwa beliau belajar sebagian huruf (qira’at) dari Imam
Atabah bin Hammad, dan Abi Dihyah Ma’la bin Dihyah dari Nafi’, yang bersambung sanadnya
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bidang hadits beliau meriwayatkan dari beberapa
para imam besar pada masanya, salah satunya adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah,
Muslim bin Khalid al-Zanji, Ismail bin Ayyasy, Sulaiman bin Musa al-Zuhri. Imam Hisyam
bercerita tentang pribadinya, sebagaimana disampaikan oleh Imam Muhammad bin al-Faidh al-
Ghassani: Ayah saya menjual rumahnya dengan harga 20 dinar, untuk bekal haji saya. Ketika saya
sampai di Madinah, saya mendatangi majlis imam Malik. Saya punya beberapa pertanyaan (untuk
ditanyakan kepadanya). Kemudian saya mendekat kepadanya, sementara beliau sedang duduk di
depan seperti layaknya seorang raja. Sementara murid-santirnya berdiri. Banyak orang bertanya
kepadanya, dan dijawab oleh beliau. Kemudian saya bertanya kepadanya: Apa yang akan Anda
katakan tentang hal ini?. Kemudian beliau hanya menjawab: kita mendapati seorang anak kecil,
wahai murid, bawalah ia kemari. Kemudian murid-murid itu membawaku layaknya anak kecil,
padahal saya adalah orang yang (mudrik) berpengetahuan. Kemudian beliau mencambuk saya
layaknya seorang guru mencambuk muridnya dengan tujuh belas kali cambukan. Saya pun
menangis. Beliau bertanya: “Kenapa kamu menangis, apakah ini menyakitkanmu?. saya pun
menjawab: “Ayah saya menjual rumahnya dan menasehati saya untuk menemuimu, menyimak
pengajianmu tapi kamu malah memukulku. Imam Malik berkata: “Tulislah”...kemudian Imam
Malik meriwayatkan tujuh belas hadits kepada saya dan menjawab semua pertanyaan saya. Cerita di
atas, menunjukkan kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu hingga harus mengorbankan harta dan
raganya. Imam al-Ahwazi menceritakan bahwa ia mendengar dari imam Hisyam berkata: “Selama
kurun waktu dua puluh tahun, saya tidak menyiapkan (teks) khutbah (dalam berceramah)”. Ini
artinya bahwa imam Hisyam merupakan orang yang sangat fasih dalam bidang bahasa Arab. Imam
12
Islam Pesisir, Qiraat imam Ibnu Amir As syami, https://www.islampesisir.org/2020/12/qiraat-imam-ibnu-amir-
assyami.html, ( Senin, 26 Juni 2023, 16.27 )
16

Ahmad bin Muhammad al-Ashbahani berkata: “Sejak wafatnya Ayyub bin Tamim, kepakaran
dalam bidang qira’at berpindah pada dua orang, Hisyam dan Ibnu Dzakwan. Hisyam dikenal
sebagai orator yang piawai dan fasih, dianugrahi umur yang panjang, sehat akal dan pandangannya,
sehingga banyak penuntut ilmu belajar kepadanya. Sementara Ibnu Dzakwan dikenal sebagai
perawi yang dhabit (cekatan) dan menjadi panutan masyarakat dan imam shalat masyarakat
Damaskus.
Keistimewaan Imam Hisyam
Imam Hisyam termasuk hamba Allah yang dekat dengan-Nya dan cepat terkabul doanya. Imam
Abu Ubaidillah al-Humaidi menceritakan bahwa Imam Hisyam berkata: Saya memohon kepada
Allah tujuh permohonan, namun Allah hanya mengabulkan enam permohonan saya. Saya tidak tahu
apakah permintaan saya yang ke tujuh dikabulkan atau tidak. Pertama, saya memohon kepada-Nya
supaya membenarkan hadits Nabi Muhammad Saw,. Allah mengabulkannya. Kedua, saya
memohon kepada-Nya agar saya bisa berangkat haji, Allah mengabulkannya. Ketiga, saya
memohon kepada-Nya supaya saya berumur panjang hingga melewati seratus tahun, Allah
mengabulkannya. Keempat, saya memohon kepada-Nya supaya dianugrahkan harta 100 dinar yang
halal, Allah mengabulkannya. Kelima, saya memohon kepada-Nya agar saya memiliki murid yang
banyak, atau mereka datang ke saya untuk menuntut ilmu kepada saya, Allah mengabulkannya.
Keenam saya memohon kepada-Nya agar saya dapat berkhutbah di masjid Damaskus, Allah
mengabulkannya. Sementara permohonan saya yang ke tujuh agar Allah mengampuni dosa-dosa
saya dan kedua orang tua saya, namun saya tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allah atas
permohonan saya.
Komentar Ulama
Imam al-Ashbahani berkata: Imam Hisyam dianugrahkan umur yang panjang, sehat akal dan
pandangannya, sehingga banyak orang yang belajar kepadanya dalam bidang ilmu qira’at dan
hadits. Imam Yahya bin Ma’in berkata: Hisyam bin Ammar adalah orang yang pintar. Ibnu Ma’in
juga berkata: Hisyam bin Ammar lebih saya sukai daripada Ibnu Abi Malik.
Karya-karya Imam Hisyam
Karya terbesar seorang ulama adalah generasi yang melanjutkan estafet keilmuannya. Dalam hal ini
adalah para murid-muridnya yang menjadi jariyahnya kelak di akhirat. Karya ini dikenal dengan
sebutan karya ideologis. Sementara karya yang berbentuk tulisan, penulis tidak menemukannya,
hanya saja ada sebuah ungkapannya yang bagus dan fasih sebagai karyanya, yaitu: ‫ ينزلكم‬،‫قولوا الحق‬
‫ يوم اليقضي إال بالحق‬،‫" الحق منازل أهل الحق‬Katakan yang haq, kalian akan ditempatkan oleh Dzat yang
Maha Haq bersama dengan para penghuni yang haq, di hari yang tidak ada pengadilan kecuali
dengan haq."
Murid-murid Imam Hisyam
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa salah satu permohonan imam Hisyam adalah
memiliki murid yang banyak, maka Allah mengabulkannya. Salah satu dari sekian murid beliau
dalam bidang qira’at Al-Qur’an adalah: Abu Ubaid bin al-Qasim bin Sallam, Ahmad bin Yazid al-
Hulwani, Musa bin Jumhur, al-Abbas bin al-Fadhl, Ahmad bin al-Nadhr, Harun bin Musa al-
Akhfasy. Sementara dalam bidang hadits, ulama muhaddisin yang meriwayatkan hadits-haditsnya
adalah Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya, Imam Abu Daud, al-Nasa’I, Ibnu Majah dalam
kitab “sunan” mereka, Ja’far al-Gharyani, Abu Zar'ah al-Dimasyqi. Sementara Imam al-Turmudzi
meriwayatkan dari seseorang atau perawi yang meriwayatkan dari Hisyam. Para kritikus hadits
banyak memuji dan menta’dil-kan riwayat hadits-haditsnya, salah satunya adalah imam Yahya bin
Ma’in yang memberi predikat kepadanya “tsiqah” dan al-Daruqatni memberi predikat kepadanya
17

“Sadhuq kabir al-Mahal”. Setelah mengorbankan harga dan raganya untuk mengabdi pada kitab
Allah, pada tahun 245 H beliau dipanggil oleh pemiliknya.

Ibnu Hisyam atau yang namanya lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin
Abu Ayyub al-Humairi adalah ulama pengemban ilmu. Ia pakar tentang nasab, dan nahwu
(gramatika bahasa Arab). Ia mempunyai buku tentang nasab orang-orang Himyar dan raja-raja yang
bernama At-Tijan. Buku tersebut ia riwayatkan dari Wahb bin Munabbih.
Ada sebagian riwayat yang menghubungkannya dengan kabilah Mu'afir bin Ya'fur, mereka itu
merupakan suku atau kabilah yang besar, kemudian sebagian besar dari mereka merantau dan
berimigrasi ke Mesir. Ada juga yang mengatakan bahwa dirinya termasuk suku Dzuhal, serta ada
pula yang mengemukakan bahwa dirinya berasal dari suku Sadus.
Tidak ada orang yang dapat memastikan dan menjelaskan alasannya secara rinci dan detail,
sebenarnya ini merupakan resiko yang wajar dihadapi dan diterima oleh orang yang suka pindah
dari satu negeri ke negeri lain. Dia tidak hidup bersama keluarganya dan berada di tengah-tengah
mereka. Lalu juga keluarganya -di samping ini- bukan merupakan sebuah keluarga yang memiliki
kedudukan tinggi dan selalu dicari dan dijaga manusia dan tidak pula diburu periwayatannya.
Ia tumbuh dan berkembang di Bashrah, kemudian pindah dan merantau ke Mesir. Demikianlah
beberapa riwayat yang sampai kepada kami, dan tidak ada satu riwayat pun yang mengatakan
bahwa Ibnu Hisyam pernah tinggal kecuali di kedua Negara ini. Akan tetapi, kami mengira
bahwasanya perjalanan hidup Ibnu Hisyam tidak hanya di kedua Negara ini saja, khususnya pada
masa di mana ilmu berkembang dan disampaikan secara sima' atau mendengarkan langsung, dan
pada saat itu banyak sekali orang merantau hanya untuk mencari ulama guna menuntut ilmu dari
mereka.
Pendapat tentang tempat dan tahun kelahiran Ibnu Hisyam tidak hanya terpaku pada satu pendapat
saja, oleh sebab itu ada yang mengatakan bahwa dirinya meninggal dunia pada tahun 218 H.
Apabila berita tentang kewafatannya saja mempunyai beberapa versi pendapat, maka wajar kiranya
jika tidak ada orang yang tahu pasti tentang tempat dan tanggal kematian orang yang suka merantau
ini. Pendapat yang sangat mendekati kebenaran adalah bahwa dirinya mengunjungi Negara lain
dulu sebelum akhirnya tinggal di Mesir. Oleh karena itu, maka jadilah hari kelahiran Ibnu Hisyam
sebagai rahasia yang terkubur dalam catatan sejarah.
Ibnu Hisyam merupakan seorang ulama yang mahir di bidang Nahwu dan Bahasa Arab. Ia
merupakan pengarang buku, dia mengarang banyak sekali kitab dalam beberapa bidang. Oleh
karena itu, maka ia mempunyai buku-buku lain selain kitab yang berkaitan dengan Syarah Ibnu
Ishak, di antara buku-buku itu adalah: Syarhu Mawaqa'a fi Asy'ar as-Sair Minal Gharib, at-Tijan li
Ma'rifah Muluk az -Zaman, dan kitab ini baru diterbitkan baru-baru ini. Ia merupakan seorang ahli
biografi dan sejarah, yang berkontribusi menyelesaikan kitab Sirah Ibnu Ishak, dan menisbatkan
kitab tersebut kepada dirinya sendiri, pada akhirnya kitab ini pun terkenal dengan namanya, dan
kelebihan serta dedikasinya pada kitab tersebut, tidak kalah dari Ibnu Ishak. Wallahu a'lam bi Ash-
shawab.13

 Ibnu Dzakwan

13
Bisa.id, Biografi imam Ibnu Hisyam, https://www.khazanahimani.com/profil/pr-4183707624/biografi-ringkas-al-
imam-jam%C3%82ludd%C3%8En-ibnu-hisy%C3%82m, ( Senin, 26 Juni 2023,16.31 )
18

Namanya adalah Abdullah bin Basyar (sebagian riwayat namanya: Basyir) bin Ibnu
Dzakwan bin Amr. Panggilannya adalah Abu Muhammad, ada yang mengatakan Abu Amr al-
Dimasyqi. Ibnu Dzakwan merupakan seorang imam yang tsiqah dan terkenal, juga sebagai syaikh
iqra’ di Syam dan menjadi imam masjid di Damaskus. Selain itu, ia juga merupakan pamungkas
masyikhah iqra’ di Damaskus setelah wafatnya Imam Hisyam bin Ammar. Beliau lahir pada bulan
Asyura’ tahun 173 H.

Perjalanan intelektual dan Transmisi Sanadnya


Perjalanan intelektual imam Ibnu Dzakwan ini dimulai belajar satu guru ke guru yang lain. Ada
banyak guru dan tempat yang sempat ia singgahi namun dari sekian gurunya yang paling dikenal
adalah:
(1) Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Ibnu Amir. Kepada imam Ayyub ini beliau
belajar qira’at Al-Qur’an secara langsung.
(2) Ali al-Kisa’I, seorang imam qira’at ketujuh. Kepada Imam Ali ini, Ibnu Dzakwan belajar qira’at
saat beliau berkunjung ke negara Syam. Imam Ibnu Dzakwan berkata: saya menetap bersama al-
Kisa’I selama tujuh bulan dan saya membaca Al-Qur’an kepadanya berulangkali. (3) Ishaq bin al-
Musayyibi dari Imam Nafi’. Kepada ishaq ini, Ibnu Dzakwan belajar sebagian “huruf” qira’at.
Komentar Ulama
Imam Abu Zar'ah al-Dimasyqi berkata: Menurut saya tidak ada di Iraq, Syam, Hijaz, Mesir dan
Kharrasan pada masa Ibnu Dzakwan yang paling mahir soal qira’at dibanding dia.
Karya-karya Ibnu Dzakwan
Karya yang berbentuk tulisan adalah sebagai berikut: (1) Aqsam Al-Qur’an wa Jawabuha, (2) Ma
Yajibu ‘Ala Qari’ Al-Qur’an Inda harakati Lisanihi.
Murid-muridnya
Imam Ibnu Dzakwan adalah seorang imam yang sangat terkenal pada masanya, beliau memiliki
predikat tsiqah dan sebagai masyikhah iqra’ di Damaskus. Maka tak ayal jika banyak para penuntut
ilmu yang datang dari berbagai belahan dunia Islam, salah satunya adalah anaknya sendiri, yaitu
Ahmad bin Abdullah bin Dzakwan, Ahmad bin Anas, Ishaq bin Daud, Abu Zar’ah Abdurrahman
bin Amr al-Dimasyq, Abdullah bin Isa al-Ashbahani, Muhammad bin Ismail al-Turmudzi,
Muhammad bin Musa al-Shuri dan Harun bin Musa al-Akhfasy. Setelah mengerahkan jiwa dan raga
untuk mengabdi kepada kitab Allah dan menorehkan karya yang gemilang, beliau wafat pada tahun
243 H di kota Qita14
Beliau bernama lengkap Abu 'Amr Abdulloh bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan Al-Qurosy
Ad-dimasyqi rohimahulloh.
Selain sibuk mengarang Al-Quran, bidang tulis menulis juga tak luput dari pandangan ulama
yang lahir pada tahun 173 H ini. Tercatat dalam sejarah bahwa beliau meninggalkan setidaknya 2
buah karya: kitab Aqsam Al-Quran wa Jawabuha dan kitab Ma yajibu 'ala Qori Al-Quran 'inda
Harokati Lisanihi.
Meskipun tidak sepiwai Hisyam dalam disiplin ilmu hadits, namun beliau tetap memiliki
peran di dalamnya. Hal tersebut nampak dari kata-kata para ulama ahli hadits yang menyatakan
kedudukan beliau dalam ilmu satu ini.

14
Nu Online, Ibnu Amir asy-Syami, Imam Qira'at Pemilik Sanad Tertinggi, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/ibnu-
amir-asy-syami-imam-qiraat-pemilik-sanad-tertinggi-9uyfI#:~:text=Imam%20asy-Syami%20ini
%20merupakan,'%20setelah%20waf, ( Minggu, 17 Juni 2023, 00.04)
19

Imam Ibnu Hibban rohimahulloh menyertakkan nama Ibnu Dzakwan dalam kitabnya yang
berjudul Ats-Tsiqot (para rowi yang terpercaya). Sedangkan Abu Hatim Ar-Rozi rohimahulloh
menyatakkan bahwa beliau adalah seorang yang shoduq, yaitu sebuah derajat dibawah derajat tsiqot
(amat terpercaya).
Beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Dzakwan juga dinukil oeh Imam Abu Dawud
dan Ibnu Majah dalam kitab hadits mereka. Diantaranya adalah sabda Rasululloh shollallohu 'alaihi
wasallam:
‫ِإَّن َهَذ ا اْلُقْر آَن َنَز َل ِبُح ْز ٍن َفِإَذ ا َقَر ْأُتُم وُه َفاْبُك وا َفِإْن َلْم َتْب ُك وا َفَتَباَك ْو ا َو َتَغ َّنْو ا ِبِه َفَم ْن َلْم َيَتَغَّن ِبِه َفَلْيَس ِم َّنا‬
“Sesungguhnya Al Qur`an turun dengan kesedihan, jika kalian membaca maka bacalah
dengan menangis, jika kalian tidak bisa menangis maka berpura-puralah untuk menangis. Dan
lagukanlah dalam membaca, barangsiapa tidak melagukannya maka ia bukan dari golongan
kami.” (HR Ibnu Majah)15

 Ashim bin Abi al-Najud


Kepakaran dan ketokohan dalam bidang ilmu Qiraat di kota kufah berpindah kepada Imam
Ashim sesudah wafatnya imam Abu Abdirrahman Assulami. Imam Assulami adalah seorang fabiin
yang pernah berguru alquran kepada Ali bin abi thalib sahabat rasulullah. Beliau adalah orang yang
pertama sekali mengajarkan alquran di kota kufah setelah khalifah Utsman Bin Affan mengirimkan
salah satu mushaf yang ditulis pada masa pemerintahannya ke kawasan tersebut. Imam
Abdurrahman Assulami mengajarkan Alquran di masjid Jami di kota itu selama empat puluh tahun.
Beliau juga adalah seorang periwayat hadis yang terpercaya. Salah satu hadis yang
diriwayatkan oleh beliau adalah: "Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar alquran dan
mengajarkannya". Ketika beliau mendengarkan hadis tersebut, beliau segera menjadikan sebagai
prinsip hidup dan mendorongnya untuk terus mengajarkan alquran kepada
murid-muridnya. Dari ulama besar inilah terbentuk seorang imam besar dalam bidang Qiraat
yaitu Imam Ashim Bin Bahdalah. Imam Ashim adalah seorang yang sangat fasih dan memiliki
sikap yang sempurna Suara beliau sangat merdu dan selalu jujur dalam tutur sapanya. Hal ini
tebukti dari ucapan yang disampaikan oleh Abu Ishaq Assabi'i yang berkata: "aku tidak menjumpai
seseorang yang lebih bagus bacaannya daripada Ashim bin Abi Annajud. Termasuk anak- anak
yang pernah belajar kepada Abdullah bin Mas'ud". Imam Ahmad bin Hambali menggunakan Qiraat
Imam Ashim setelah Qiraat Imam Nafi. Hal itu pernah ditanya oleh Abdullah, anaknya :"bacaan
siapakah yang paling engkau sukai?" Imam ahmad menjawab: "bacaan penduduk madinah (Imam
Nafi) kalau tidak maka Qiraat Imam Ashim.
Nama lengkap Imam Ashim adalah: Ashim bin Bahdalah bin Abi Al Najud Al-Asdy Al kufi.
Beliau meriwayatkan bacaan Al Qur'an dari Hamid Al Thawil, Zahwan Abi Shaleh Al-Saman dan
Zir bin Hubaysh. Imam Ahmad bin Hambali berkata: Ashim adalah orang yang shaleh, mahir
membaca Al Qur'an. Ia juga adalah orang yang tsiqah Imam Annasa'i berkata, tidak ada hal yang
tercela pada dirinya. Menurut Ibnu Hajar beliau adalah orang yang shadiq, menguasai Qiraat dan
hadis-hadisnya tercantum dalam kitab Sahihain.

15
Serial Ahli Qiraat, Ibnu Dzakwan, Imam Besar Masjid Jami' Al-Umawi, https://hamalatulquran.com/serial-ahli-qiroat-
16-ibnu-dzakwan-imam-besar-masjid-jami-al-umawi/, ( Senin, 26 Juni 2023, 16.47 )
20

Ashim meriwayatkan al Qur'an dari Abi Rimtsah (sahabat rasul) kemudian Zir bin Hubaysh dan
Abi Wail. Dan membaca al Qur'an dari Abu Abdirrahman al-sulami dan wafat pada tahun 128 H.
Adapula yang mengatakan tahun 129 H.
Para ulama berpandangan positif kepada beliau. Imam Atssaury berkata: ia adalah tidak
tsiqah, sedangkan Abu Zur'ah berkata bahwa: ia adalah tsiqah dan Abu Hatim berkata:
kedudukannya adalah shaduq, hadisnya benar tapi dia bukan hafiz (hafal banyak hadis)
Berkata Al-hasan bin Shaleh: saya menjenguk Imam Ashim dan ia hampir berada dalam
kematiannya. Maka aku mendengar la mengulang-ulangi ini seolah-olah ia sedang berada di
Mihrab. Ayat tersebut adalah Selain itu diriwayatkan pula bahwa Ashim pernah belajar Al Qur'an
kepada Anas bin Malik (sahabat rasulullah). Namun guru beliau yang paling masyhur adalah para
ulama dari kalangan Tabi'in dikota Kufah seperti Abu Abdirrahman Al Sullami, Zir bin Hubaysh,
Abu AmruSa'ad bin Iyas Al-Syanbani. Abu Abdirrahman Al Sullami, nama lengkapnya adalah
Abdullah bin Habib bin Rabi'ah lahir pada masa rasulullah.
Ayahnya telah ikut beberapa peperangan dengan Rasulullah. Beliau tumbuh besar di kota madinah
dan mempelajari ilmu-ilmu agama dari para sahabat senior, antara lain Usman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Zaid bin Tsabit, dan Ubay bin Ka'ab. Zaid bin Tsabit adalah
sahabat nabi yang paling banyak ia ambil dalam masalah Qira'at. Bahkan diceritakan bahwa Abu
Abdirrahman selalu mendatangi Usman bin affan untuk belajar Al Qur'an. Maka Usman berkata:
kamu menyibukkan aku sehingga urusan ummat terlalaikan. Maka pergilah kepada Zaid bin Tsabit,
dan bacalah Al Qur'an kepadanya.
Selain itu diriwayatkan pula bahwa Ashim pernah belajar Alquran kepada Anas bin Malik
(sahabat rasulullah). Namun guru beliau yang paling masyhur adalah para ulama dari kalangan
Tabi'in dikota kufah seperti Abu Abdirrahman Al Sullami, Zir bin Hubaysh, Abu AmruSa'ad bin
lyas Al-Syanbani. Abu Abdirrahman Al Sullami, nama lengkapnya adalah Abdullah bin Habib bin
Rabi'ah lahir pada masa rasulullah. Ayahnya telah ikut beberapa peperangan dengan Rasulullah.
Beliau tumbuh besar di kota madinah dan mempelajari ilmu-ilmu agama dari para sahabat senior,
antara lain Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Zaid bin Tsabit, dan Ubay
bin Ka'ab. Zaid bin Tsabit adalah sahabat nabi yang paling banyak ia ambil dalam masalah Qira'at.
Bahkan diceritakan bahwa Abu Abdirrahman selalu mendatangi Usman bin affan untuk belajar
Alquran. Maka Usman berkata: "Kamu menyibukkan aku sehingga urusan ummat terlalaikan. Maka
pergilah kepada Zaid bin Tsabit, dan bacalah Alquran kepadanya. Imam Ashim bin Abi an Najud
wafat pada tahun 127 H. Ada yang kata beliau meninggal dunia pada akhir tahun 127H. Ada yang
kata beliau meninggal di Kufah pada tahun 128 H.
Diantara murid-muridnya yang paling masyhur adalah:
1. Abu Bakar bin Ayyasy Al-Asady Ah Kufy.
Ada yang menyebutkan namanya adalah Syu'bah.Abu Bakar adalah orang yang sangat
menguasai Qiraat. Terpercaya dalam setiap ucapan dan tutur katanya. Imam Ahmad lebih
mendahulukan Qiraatnya dari pada Qiraat Hafash dari Ashim. Beliau wafat pada tahun 193 H.
2. Hafash bin Sulaiman Al-Asady Al Kufy.
Beliau adalah tokoh dalam Qiraat, dan sangat dipercaya dalam perkataannya. Azzahaby
berkata: dalam masalah Qiraat, maka hafash adalah Tsiqah dan Dhabit. Berbeda halnya dalam
masalah hadis.Beliau wafat pada tahun 180 H. Riwayat Hidup Imam Hafash. Namanya Hafash bin
Sulaiman bin al-Mughirah, Abu Umar bin Abi Dawud al-Asadi al-Kufi al-Ghadliri al- Bazzaz.
Beliau lahir pada tahun 90 H. Pada masa mudanya beliau belajar langsung kepada Imam 'Ashim
yang juga menjadi bapak tirinya sendiri. Hafash tidak cukup mengkhatamkan Al-Qur'an satu kali
21

tapi dia mengkhatamkan Al-Qur'an hingga beberapa kali, sehingga Hafash sangat mahir dengan
Qira'at 'Ashim. Sangatlah beralasan jika Yahya bin Ma'in mengatakan bahwa: "riwayat yang sahih
dari Imam 'Ashim adalah riwayatnya Hafash".
Abu Hasyim ar-Rifa'i juga mengatakan bahwa Hafash adalah orang yang paling mengetahui
bacaan Imam 'Ashim. Imam adz-Dzahabi memberikan penilaian yang sama bahwa dalam
penguasaan materi Qira'at, Hafash adalah merupakan seorang yang tsiqah (terpercaya) dan tsabt
(mantap). Sebenarnya Imam 'Ashim juga mempunyai murid-murid kenamaan lainnya, salah satu
dari mereka yang akhirnya menjadi perawi yang masyhur adalah Syu'bah Abu bakar bin al-'Ayyasy.
Hanya saja para ulama lebih banyak mengunggulkan Hafash daripada Syu'bah. Imam Ibn al-Jazari
dalam kitabnya "Ghayah an-Nihayah fi Thabaqat al-Qurra' tidak menyebutkan guru-guru Hafash
kecuali Imam 'Ashim saja. Sementara murid-murid beliau tidak terhitung banyaknya, mengingat
beliau mengajarkan Al-Qur'an dalam rentang waktu yang demikian lama. Di antara murid-murid
Hafash adalah: Husein bin Muhammad al-Murudzi, Hamzah bin Qasim al-Ahwal, Sulaiman bin
Dawud az-Zahrani, Hamd bin Abi Utsman ad-Daqqaq al-'Abbas bin al-Fadl ash-Shaffar,
Abdurrahman bin Muhamad bin Waqid, Muhammad bin al-fadl Zarqan 'Amr bin ash-Shabbah,
Ubaid bin ash-Shabbah, Hubairah bin Muhammad at-Tammar, Abu Syu'aib al- Qawwas, al-Fadl bin
Yahya bin Syahi, al-Husain bin Ali al-Ju'fi, Ahmad bin Jubair al-Inthaqi dan lain-lain. Hafash
memang seorang yang menghabiskan umurnya untuk berkhidmah kepada Al-Qur'an.
Setelah puas menimba ilmu Qira'at kepada Imam Ashim beliau berkelana ke beberapa
negeri antara lain Baghdad yang merupakan Ibukota negara pada saat itu. Kemudian dilanjutkan
pergi menuju ke Mekah. Pada kedua tempat tersebut, Hafash mendarmabaktikan ilmunya dengan
mengajarkan ilmu Qira'at khususnya riwayat 'Ashim kepada penduduk kedua negeri tersebut. Bisa
dibayangkan berapa jumlah murid di kedua tempat itu yang menimba ilmu dari beliau. Jika
kemudian riwayat Hafash bisa melebar ke seantero negeri, hal tersebut tidaklah aneh mengingat
kedua negeri tersebut adalah pusat kelslaman pada saat itu.Sanad Bacaan Hafash. Sanad ( runtutan
periwayatan) Imam Hafash dari Imam 'Ashim berujung kepada sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sementara bacaan Syu'bah bermuara kepada sahabat Abdullah bin Mas'ud. Hal tersebut
dikemukakan sendiri oleh Hafash ketika beliau mengemukakan kepada Imam 'Ashim, kenapa
bacaan Syu'bah banyak berbeda dengan bacaannya? padahal keduanya berguru kepada Imam yang
sama yaitu 'Ashim. Lalu 'Ashim menceritakan tentang runtutan sanad kedua rawi tersebut. Runtutan
riwayat Hafash adalah demikian: Hafash Ashim - Abu Abdurrahman as-Sulami- Ali bin Abi Thalib.
Sementara runtutan periwayatan Syu'bah adalah demikian: Syu'bah- Ashim- Zirr bin Hubaisy-
Abdullah bin Mas'ud. Penyebaran Qira'at di Negeri-Negeri Islam.Pada saat ini Qira'at yang masih
hidup di tengah- tengah umat Islam di seluruh dunia tinggal beberapa saja.16
 Syu’bah bin Ayyasy
Nama lengkapnya adalah Syu’bah bin Ayyasy bin Salim al-Hannath al-Nahsyali al-Kufi, nama
panggilannya (kuniyah) Abu Bakar. Beliau lahir pada tahun 95 H. Beliau merupakan imam besar
yang Alim, bergelar “hujjah” dan termasuk pembesar Ahlussunnah. Gelar hujjah Ahlussunnah
layak disematkan kepadanya, kerena keteguhannya dalam upaya mempertahankan ideologi
Ahlussunnah. Beliau berkata: “Barangsiapa yang menganggap Al-Qur’an sebagai makhluk, maka
bagi kami ia adalah kafir zindiq, ia adalah musuh Allah, kita tidak boleh berinteraksi dengannya dan
berbicara dengannya.
Perjalanan Intelektual Imam Syu’bah

16
Khairunnas Jamal Anas, Qiraat Imam Ashim, ( Rejosari: Asa Riau, 2014 ), hlm 73-79.
22

Perjalanan intelektual Imam Syu’bah ini diawali dengan menghafal Al-Qur’an, belajar dan
menyimakkannya (tasmi’) kepada guru di kampung halamannya, kemudian dilanjutkan
pengembaraan intelektualnya dengan belajar kepada satu guru ke guru yang lain, layaknya seorang
penuntut ilmu yang haus akan cahaya ilmu. Namun dalam bidang Al-Qur’an dan qira’atnya, ia
belajar kepada:
(1) Ashim bin Abi al-Najud,
(2) Atha’ bin al-Saib,
(3) Salim al-Munqiri.
Kepada Imam Ashim beliau bermulazamah lama sehingga ia dapat mengkhatamkan Al-Qur’an
lebih dari satu kali. Dari Imam Ashim inilah, beliau kemudian menjadi perawi sekaligus murid yang
banyak mengisahkan dan meriwayatkan kisah kehidupan sang guru. Dalam pengabdian
ilmunya, Allah menganugerahkan beliau umur yang panjang Kepadanya, Sehingga memberikan
peluang kepadanya menabung pundi-pundi amal baik dan pengabdian tulus, Namun diakhir sisa
hidupnya ia memutuskan tidak mengajar Al-Qur’an selama tujuh tahun.
Komentar Ulama
Atas ketulusan dan keikhlasannya mengabdi kepada kalam-Nya, beliau menempati posisi
yang amat terpuji, sehingga Imam al-Jazari memberikan apresiasi yang sangat tinggi.
Imam al-Jazari berkata: “Syu’bah adakah seorang imam besar, yang alim dan mengamalkan
ilmunya, dan termasuk pembesar ulama sunnah”
Murid-murid Imam Syu’bah
Setalah dirasa cukup pengembaraan intelektualnya kepada beberapa guru-guru yang tersebut
di atas, maka ia kemudian membuka pengajian atau menerima setoran Al-Qur’an dari berbagai
kalangan, salah satunya adalah: Abu Yusuf Ya’kub bin Khalifah al-A’syi, Abdurrahman bin Abi
Hammah, Yahya bin Muhammad al-Ulaimi, Urwah bin Muhammad al-Asadi, Sahal bin
Syuaib.Selain murid-murid di atas, ada beberapa murid-muridnya yang hanya meriwatkan bacaan
Imam Syu’bah tanpa melalui setoran atau tasmi’ bacaan kepadanya, salah satunya adalah Ishaq bin
Isa, Ishaq bin Yusuf al-Azraq, Ahmad bin Jabar, Abdul Jabbar bin Muhammad al-Atharidi, Ali bin
Hamzah al-Kisa’I, Yahya bin Adam.
Syu’bah dan Saudara Perempuannya
Ketika Imam Syu’bah mendekati ajalnya, saudara perempuannya menangis sambil
menghampirinya. Melihat tangisan saudarinya itu, Imam Syu’bah bertanya: “Kenapa kamu
menangis?. (tidak usah menangis), lihatlah di pojokan itu, di sana saya telah menghatamkan Al-
Qur’an sebanyak 1800 kali khataman. Ungkapan yang disampaikan Syu’bah kepada saudarinya ini
menunjukkan betapa tulusnya Syu’bah mengabdi kepada Tuhan dan kalam-Nya. Di sisi lain,
isyarah ke pojokan itu sebagai bentuk wasiat kepada saudarinya untuk melestarikan dan
meneruskan perjuangannya.
Setelah mendarma-baktikan dirinya kepada Al-Qur’’an, beliau wafat pada tahun Jumadil
Ula tahun 193 H.17

 Hafsh bin Sulaiman


Abu 'Umar Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah bin al-Bazzar al-Asadi al-Kufi (Arab: ‫أبو عمر‬
‫)حفص بن سليمان بن المغيرة بن البزاز األسدي الكوفي‬, atau lebih dikenal sebagai Hafs bin Sulaiman al-Kufi

17
Edukasi Santri, Biografi Imam Syu'bah bin Ayyasy Perawi Qiraat Imam Ashim,
https://www.edukasisantri.com/2019/10/biografi-imam-syubah-bin-ayyasy-perawi.html?m=1, ( Senin, 19 Juni 2023,
10.58).
23

(Lahir pada tahun 90 H, wafat pada tahun 180 H) adalah seorang ulama dibidang Qira'at al-Qur'an.
Ia merupakan perawi qira'at Ashim al-Kufi, yang juga merupakan ayah tirinya. Ia merupakan murid
istimewa dibandingkan murid-murid lainnya yang mempelajari al-Qur'an dari Ashim, ia merupakan
guru para qari' di Kufah, kemudian ia pindah ke Bagdad dan menjadi guru qira'at disana, kemudian
pindah ke Mekkah dan menjadi guru qira'at disana. Ia meriwayatkan qira'at kepada banyak murid.
Sebagian besar mushaf al-Qur'an yang ada didunia sekarang ini adalah qira'at riwayat Hafs dari
Ashim.
Ayah tirinya, Ashim bin Bahdalah Abi an-Najud al-Kufi (Arab: ‫أبو عمر حفص بن س•ليمان بن‬
‫)المغيرة بن البزاز األسدي الكوفي‬, atau lebih dikenal sebagai Ashim bin Abi an-Najud (Wafat pada tahun
120/127 H) adalah seorang ulama dibidang Qira'at al-Qur'an. Ia adalah salah satu Imam Qira'at
Sepuluh, dan ahli qira'at di Kufah. Sebagian besar sanad-sanad qira'at berakhir kepadanya.
Sanadnya adalah sanad yang tertinggi setelah Ibnu Katsir al-Makki dan Ibnu Amir, dalam sanadnya
antara Ashim dengan Nabi Muhammad ada dua orang. Ia meriwayatkan qira'at Ali bin Abi Thalib
melalui jalan Abu Abdirrahman as-Sulami kepada Hafs bin Sulaiman al-Kufi, dan meriwayatkan
qira'at Abdullah bin Mas'ud melalui jalan Zar bin Habisy kepada Syu'bah bin Ayyasy.18.
Perjalanan Intelektualnya
Setelah ayahnya meninggal,kemudian ibunya menikah lagi dengan Imam Ashim. Secara otomastis
ia menjadi anak tirinya. Atas bimbingan dan didikan Imam Ashim, pemilik riwayat yang paling
terkenal ini di didik secara intens, baik secara talqin (dibacakan kemudian ditiru) mapun secara
tasmi’ (memperdengarkan bacaannya). Setelah menginjak dewasa, Imam Hafs menggantikan
posisi ayah tirinya sebagai guru dalam bidang Al-Qur’an, bahkan manjadi seorang imam besar
dalam bidang itu.
Kemasyhuran Riwayat Imam Hafs
Tidak berlebihan jika saat ini bacaan riwayat yang paling banyak dibaca di muka bumi ini adalah
riwayat Imam Hafs. Mengapa demikian ? Jika dilihat dari jejak rekam pengembaraan Imam Hafs
ini, maka akan ditemukan bahwa beliau pernah mengembara dan tinggal di dua negara yang pada
saat itu sebagai ibu kota. Hal ini dibuktikan oleh ungkapan Imam Abi Amr al-Dani: “Ia belajar
kepada Imam Ashim dan diajarkan kepada masyarakat bacaan tersebut. Kemudian ia tinggal di
Baghdad di sana ia mengajarkan (bacaannya) dan kemudian tinggal di Makkah di sana ia juga
mengajarkan (bacaanya). Dari sini bisa dibayangkan berapa jumlah murid-murid Imam Hafs di
dua negara tersebut, kemudian mereka menyebarkan riwayat ke negaranya masing-masing. Maka
tidak aneh, jika bacaan riwayat Imam Hafs menjadi tersohor di dunia. Ini dari sisi penyebaran lewat
periwayatan. Dari sisi yang lain, hampir seluruh Al-Qur’an dicetak menggunakan riwayat Imam
Hafs. Pada tahun 1106 H, Al-Qur’an yang dicetak di Jerman menggunakan riwayat Imam Hafs.
Komentar Ulama
Ada banyak pujian yang disampaikan oleh ulama kepada Imam Hasf atas dedikasinya terhadap Al-
Qur’an dan qira’atnya. Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Riwayat yang sahih dari Imam Ashim
adalah dari perawi Imam Hafs bin Sulaiman. Pujian ini bukan berarti menafikan riwayat Imam
Syu’bah tapi hanya sebagai bentuk apresiasi kepada Imam Hafs atas dedikasinya. Imam Abi
Hisyam al-Rifa’I berkata: “Hafs adalah murid Imam Ashim yang paling mengerti atas qira’at
Ashim, ia lebih unggul daripada Imam Syu’bah dalam soal ketepatan huruf (dhabt al-huruf). Imam
al-Dzahabi berkata: “Ia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabat (mantap), dan tepat (dhabt)”.
Imam al-Munadi berkata: “Ia membaca kepada Imam Ashim berulangkali. Para ulama terdahulu
18
Biografi Tokoh Islam, Hafsh bin Sulaiman Al-Kufi Ulama Qiraat Al-Qur’an,
http://biografi-tokoh-islam.blogspot.com/2018/10/hafs-bin-sulaiman-al-kufi-ulama-qiraat.html, ( Senin, 19 Juni
2023,12.30 ).
24

mengangggapnya sebagai orang yang hafal melebihi Imam Syu’bah, dan mensifatinya sebagai
orang yang tepat dalam mengucapkan huruf yang diajarkan oleh Imam Ashim”. Imam Hafs
menyatakan bahwa riwayat bacaannya tidak ada yang menyalahi qira’at Imam Ashim kecuali pada
satu kata: yaitu pada Surat ar-Rum ayat 54 (‫ ضعف‬،‫)ضعفا‬. Pada kata itu, Imam Hafs membaca dengan
dhammah (pada huruf dlad), sedangkan Imam Ashim membaca dengan fathah. Artinya, Imam Hafs
dalam hal ini memiliki dua bacaan, yaitu dhammah dan fathah. Dalam masalah ini, Imam Hafs
mengikuti kebanyakan ulama qira’at yang lebih memilih membaca dhammah dan tidak
meninggalkan bacaan gurunya. Sehingga Imam al-Syatibi menyampaikan tentang masalah ini
dengan dua pendapat: dibaca dhammah dan fathah.

Murid-murid Imam Hafs


Ada banyak murid-murid Imam Hafs bahkan tak terhitung jumlahnya, baik yang belajar secara
setoran (ardh) maupun sima’an saja, sebab ia pernah singgah di dua negara dan mengajar di sana,
salah satu muridnya adalah: Husain bin Muhammad al-Maruzi, Amr bin al-Shabbah, Ubaid bin
Shabbah, al-Fadhl bin Yahya al-Anbari dan Abu Syuaib al-Qawwas. Setelah mengabdikan dirinya
kepada kalam-Nya, beliau wafat pada tahun 180 H.

 Hamzah Az-Zayyat Al-Kuffie


Nama lengkap beliau adalah Abu ‘Imarah Hamzah bin Habib bin ‘Imarah al Zayyat al Kufi
al-Tamimi. Imam Sufyan al Tsauri berkata: Imam Hamzah sangat menguasai AlQur’an dan ilmu
Faraidh. Beliau juga berkata: Imam Hamzah tidak membaca satu huruf Al-Qur’an kecuali dengan
jalur atsar dan riwayat. Para ulama pada masanya menyaksikan keutamaan dan ilmu yang
dimilikinya. Beliau juga seorang yang zuhud dan wara’. Banyak sekali orang yang belajar kepada
beliau sehingga tidak terhitung jumlahnya. Imam Hamzah lahir pada tahun 80 H dan beliau masih
berada dalam zaman kehidupan sahabat Nabi. Dan sangat dimungkinkan beliau pernah bertemu dan
melihat sebagian mereka. Beliau tumbuh dalam masa yang sangat baik itu dan beliau besar di kota
Kuffah. Imam Hamzah belajar kepada ulama qurra’ di kota Kuffah. Diantara guru beliau adalah
Himran bin A’yun, Abu Ishaq al-Sabi’i, al-A’masy, Ja’far al Shadiq, Muhammad bin Abdurrahman
bin Abi Laila, Mughirah bin Muqsim, dan sebagainya. Kota Kuffah pada masa itu adalah sebuah
kota besar yang menjadi pusat peradaban Islam. Ia merupakan pusat ilmu dan pemikiran brilian
serta pusat sekolah dan pendidikan. Dari kota inilah dikirim tentara- tentara Islam yang siap
membebaskan wilayah-wilayah yang jauh dengan semangat jihad, dan membebaskan manusia dari
kegelapan kepada cahaya keimanan. Imam Hamzah juga dikenal dengan sebutan alZayyat. Hal ini
disebabkan bahwa beliau adalah seorang peniaga di mana beliau membawa minyak dari kota Kufah
ke Hulwan, kemudian membawa keju dan kelapa dari Hulwan ke kota Kuffah. Pekerjaannya
sebagai peniaga ini tidak mengganggu kesenangannya belajar dan mengajarkan ilmu. Seorang alim
selalu menyebarluaskan ilmunya di manapun ia berada. Semakin luas pergaulannya dengan manusia
maka semakin kuat keinginannya untuk menyebarluaskan ilmu di antara mereka. Karena ilmu
adalah amanah dan akan dipertanggung jawabkan. Seorang alim akan di tanya tentang ilmunya apa
yang telah ia lakukan dengan ilmu yang mereka miliki.19
Keistimewaan Imam Hamzah

19
Khairunnas Jamal Afriadi Putra, “Pengantar Ilmu Qira’at”, (Depok Sleman Yogyakarta, November 2020), hlm 73-
75.
25

Konsisten membaca Al-Qur’an dan mengulangnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan imam zahid ini. Bahkan Imam al-Syatibi memberi gelar kepadanya dengan sebutan
“shaburan” yang tabah dan sabar mengulang hafalannya.
Imam Hamzah berkata: “Saya membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf, karena saya kuatir
penglihatan saya hilang. Ungkapan yang disampaikan oleh sang imam ini tidak lain adalah
konsistensinya dalam membaca Al-Qur’an dan lebih mengedepankan sisi ibadah untuk senantiasa
menjaga penglihatannya dari hal selain Al-Qur’an. Dalam membaca Al-Qur’an, Hamzah
menggunakan mushaf ejaan Abdullah bin al-Zubair.
Selain konsisten dalam membaca Al-Qur’an, Imam Hamzah juga konsisten mendarma-
baktikan jiwanya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an, meskipun dalam waktu yang cukup lama
dan menguras tenaga. Hal ini disaksikan oleh Abdullah bin Isa, ia berkata: “Imam Hamzah
mengajarkan Al-Qur’an kepada para murid-muridnya (dalam jumlah yang banyak) sampai selesai
sampai mereka pulang ke tempat mereka masing-masing. Setelah itu, beliau bangkit melaksanakan
shalat empat raka’at, shalat antara dhuhur dan ashar dan antara maghrib dan isya’. Sebagian
tetangganya bercerita bahwa beliau tidak pernah tidur malam dan mereka mendengar Imam
Hamzah mengisi waktu malamnya dengan membaca Al-Qur’an. Ungkapan yang disampaikan oleh
Abdullah bin Isa ini menunjukkan bahwa beliau orang yang tulus mendarma-baktikan dirinya untuk
kalam Tuhannya. Sementara itu, waktu yang digunakan untuk mengajar adalah pagi sampai waktu
dhuhur dan habis ashar hingga maghrib.
Imam Hamzah adalah satu di antara imam qira’at yang memiliki jiwa keikhlasan yang
sangat tinggi, ia tidak mau menerima pemberian apapun atas jerih payahnya mengajarkan Al-
Qur’an. Hal ini merupakan satu dari keistimewaannya paling terkenal di kalangan murid-muridnya
hingga sampai kepada kita. Imam Khalaf bin Tamim berkata: “Saat ayah saya wafat, ia punya
tanggungan. Kemudian saya mendatangi Hamzah untuk disampaikan kepada pemilik hutang. Lalu
Imam Hamzah terkejut sambil berkata: “celakalah kamu..!!! Ia adalah orang yang belajar membaca
Al-Qur’an kepadaku, sementara saya tidak senang minum dari rumah orang yang belajar kepadaku.
Murid-muridnya
Selain sebagai imam qira’at, Imam Hamzah juga dikenal sebagai pedangang yang jujur. Dalam
melaksanakan kedua aktivitasnya, Imam Hamzah membagi waktunya, satu tahun di Hulwan, satu
tahun di Kufah. Di sela-selanya berdangang itu mencuri waktu untuk mentransfer imunya kepada
para penuntut ilmu. Ada banyak yang belajar kepada Imam Hamzah dan tak terhitung jumlahnya,
salah satunya adalah Ibrahim bin Adham, al-Husain bin Ali al-Ju’fi, Sulaim bin Isa, termasuk murid
yang paling dhabith, Sufyan al-Tsauri, Ali bin Hamzah al-Kisa’I, termasuk murid senior, Yahya bin
Ziyad al-Farra’, Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi. Setelah mendarma-baktikan seluruh jiwa dan
raganya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an tanpa pamrih dan perhitungan, mengantarkannya
kepada tempat yang baik di sisi-Nya, beliau wafat pada tahun, 156 di Hulwan pada umur 76 tahun.20

 Khalaf
Khalaf bin Hisyam Al-Bazzar, menjadi Imam yang membangun madrasah qiraat sendiri?
Beliau dijuluki Imam Khalaf Al-‘Asyir. Imam Khalaf pemilik qiraat kesepuluh. Bernama lengkap
Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzar Al-Asadi Al-Baghdadi. Lahir di Baghdadh pada tahun
yang sama dengan tahun kelahiran Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i 150 H.

20
Nu Online, Imam Hamzah az-Zayyat dan Otentisitas Qira'atnya, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-hamzah-
az-zayyat-dan-otentisitas-qira-atnya-50yjt, ( Senin, 19 Juni 2023, 13.00 )
26

Inilah bentuk pengkaderan sukses yang sebenarnya. Saat seorang imam besar melahirkan imam
besar lainnya. Tidak apa meskipun sang murid didikannya tidak bersepakat dengannya pada sebuah
masalah. Imam Khalaf tadinya hanya perawi seorang Imam Qiraat tujuh, Imam Hamzah Az-Zayyat.
Otomatis bacaannya pun sesuai dengan bacaan sang Imam. Namun setelah mengembara lebih jauh
lagi dan mengaji lebih banyak lagi, ia bertemu dan berguru pada Abdurrahman bin Abi Hammad,
Ya’qub bin Khalifah Al-A’sya, lalu juga pada Abu Yusuf Al-A’masy, dan Ishaq Al-Musayyibi,
bacaannya menjadi berbeda dari Imam Hamzah Az-Zayyat.
Abu Bakar Al-Ashfahani atau biasa dikenal dengan Ibnu Asytah, seorang alim qiraat dan
bahasa Arab asal Iran yang hidup di abad 4 H menjelaskan posisi Imam Khalaf: “Tadinya Imam
Khalaf Al-‘Asyir mengikuti mazhab qiraat Imam Hamzah Az-Zayyat. Namun kemudian ia
menyelisihinya dalam 120 masalah furusy & ushul qiraat.” Artinya, kata Imam Ibnul Jazari: “Ia
memilih mazhab qiraat lain yang berdiri sendiri untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain yang
belajar padanya.”Abul ‘Abbas bin Muhammad Ad-Duri berkata: “Aku tidak pernah melihat orang
yang lebih bagus qiraatnya dari pada Imam Khalaf, di sampingnya ada Khalllad yang menyaingi.”
Kesaksian ulama terhadap ulama lain tidak mungkin tidak berlandaskan fakta. Mereka tidak
pernah berlebihan ketika membersihkan nama seseorang atau ketika memujinya. Imam Khalaf
Al-‘Asyir memang yang terbaik sebab sejak umur 10 tahun sudah hafal Alquran. Di umur 13 tahun
ia mulai mencari ilmu ke seluruh penjuru. Ia dikenal sangat kuat hafalannya, sangat kokoh
argumentasinya, sangat baik dan dermawan, terpecaya dan jujur, ahli sunnah. Salah satu trik yang
bisa kita contoh dari dirinya selain dari apa yang sudah disebut adalah saat ia bercerita: “Pernah aku
merasa susah memahami satu bab di bidang nahwu. Maka aku berinfak 80.000 dirham agar aku bisa
menguasai bab itu dengan sempurna.” Perjuangan luar biasa yang tidak bisa semua orang tiru tapi
mesti mereka lakukan jika ingin sampai derajat terdekat di sisi Allah Swt.
Menuntut ilmu dengan seluruh raga, menekuninya dengan seluruh jiwa, dan mengorbankan
semua harta untuk mereguk sebanyak-banyaknya. Harta buat dirinya tidak akan bermanfaat
sebanyak apapun kecuali jika ia belikan dengan ilmu di jalan Allah Swt. Ia tahu bahwa harta seberat
bumi dan seluas langit adalah kerdil lagi tak berarti apa-apa di banding luasnya lautan ilmu Allah.
Beliau wafat tahun 227 H di umur 80 tahun.21
Perjalanan Intelektualnya
Sejak kecil, Imam Khalaf telah menghafal Al-Qur’an di tanah kelahirannya, dan pada saat
berumur 10 tahun beliau sukses menyelesaikan hafalan tersebut dengan baik dan lancar. Ketika
menginjak umur 13 tahun, beliau mengawali perjalanan intelektualnya menuntut ilmu kepada para
ulama. Imam Khalaf bercerata kepada muridnya, Imam Idris Abdul Karim: “Saya hafal Al-Qur’an
saat berumur 10 tahun, kemudian ketika saya menginjak umur 13 tahun saya mengawali menuntut
ilmu”. Dalam waktu yang sangat lama, beliau memperdalam Al-Qur’an dan qira’atnya hingga
kemudian dikenal oleh para ulama sebagai “Ahli Al-Qur’an”. Selain memperdalam Al-Qur’an dan
qira’atnya, beliau tidak lupa diri untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman lainnya, utamanya ilmu
hadits hingga kemudian dikenal sebagai “ahli hadits”. Maka tak ayal, sebagian ulama mengatakan,
bahwa Imam Khalaf pada mulanya, dikenal dengan “ahli Al-Qur’an”, namun kemudian ia juga
dikenal sebagai ahli hadits. Para ulama qira’at banyak menyatakan bahwa guru utama Imam Khalaf
dalam meriwayatkan qira’at Imam Hamzah adalah Imam Sulaim bin Isa.
Darinya Imam Khalaf banyak ber-istifadah tentang qira’at Hamzah hingga menempatkannya
sebagai perawi dari Imam Hamzah. Imam Khalaf berkata: “Saya membaca (setoran) Al-Qur’an
21
WordPress, Mengerdilkan Harta Untuk Ilmu: Imam Khalaf bin Hisyam Al-‘Asyir,
https://saihulbasyir.wordpress.com/2020/07/26/mengerdilkan-harta-untuk-ilmu-imam-khalaf-bin-hisyam-al-asyir/,
( Senin, 19 Juni 2023, 13.36 ).
27

kepada Sulaim berulangkali. Pada suatu ketika saya khatam, saya bertanya kepada Sulaim: “Apakah
yang Anda ajarkan kepada saya adalah qira’at Hamzah?. beliau menjawab: “Iya”. Selain mahir
dalam soal ilmu Al-Qur’an dan qira’atnya, Imam Khalaf juga dikenal sebagai mahir dalam ilmu-
ilmu keislaman lainnya, seperti gramatikal bahasa Arab.
Dalam bidang hadits, Imam Khalaf belajar kepada para masyakhik (guru-guru) yang dikenal
dengan ke-tsiqah-annya, seperti Hammad bin Zaid, Wahab bin Jarir bin Hazim, Sufyan bin
Uyainah, Yazid bin Harun, Abi ‘Awanah, Abi Usamah, Khalid bin Abdullah al-Wasithi, Jarir al-
Dhabbi dan Sallam al-Thawil. Hadits-haditsnya banyak disebut dan diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitabnya, Sahih Muslim, dan Abu Daud dalam kitabnya, Sunan Abu Daud.
Di samping itu, banyak ulama yang mengutip hadits-hadits selain di dua kitab di atas, seperti
Abu Zur’ah, Abu Hatim, Musa bin Harun, Abu Ya’la al-Mushili, Abu al-Qasim al-Baghawi,
Muhammadn bin Ibrahim bin Abban, dan putranya, Muhammad bin Khalaf. Dalam belajar, jika ada
kemusykilan atau kejanggalan yang dihadapi oleh Imam Khallaf, beliau menginfakkan sebagian
hartanya sehingga kemusykilan tersebut menjadi terbuka dan mudah. Beliau berkata: “Saya
menemui kejanggalan dalam bab nahwu (gramatikal bahasa Arab), kemudian saya menginfakkan
harta sebesar 80000 dirham, sehingga dengan itu kejanggalan saya terbuka dan saya mahir dalam
soal nahwu.
Komentor Ulama
Imam Khalaf salah satu dari sekian imam qira’at yang memiliki dua posisi yang berbeda
dalam bidang qira’at Al-Qur’an. Dengan ketekunannya mempelajari qira’at Al-Qur’an, tak ayal
banyak ulama yang mengapresiasi dan memujinya, baik dalam hal keilmuannya maupun
pribadinya. Imam Yahya bin Main, al-Nasa’I dan ulama-ulama yang lain menyatakan bahwa Imam
Khalaf adalah orang yang tsiqah. Imam al-Daruqutni menyatakan bahwa beliau adalah abid yang
utama. Imam al-Husain bin Fahm berkata: “Saya tidak menemukan seseorang yang lebih bagus
(bacaannya) daripada Khalaf. Ia mengawali karirnya sebagai ahli Al-Qur’an kemudian menjadi
muhadditsin, ia membacakan lima puluh hadits Abi ‘Awanah kepada kami. Sebagian riwayat
menyatakan bahwa beliau melakukan puasa setiap hari (saum al-dahr).
Murid-murid Imam Khalaf
Selain meriwayatkan qira’at Imam Hamzah, beliau memiliki qira’at sendiri yang berbeda
dengan qira’at Imam Hamzah. Maka wajar apabila banyak dari kalangan penuntut ilmu yang belajar
kepada Imam Khalaf, salah satunya adalah Ahmad bin Ibrahim Warraqah, saudaranya, Ishaq bin
Ibrahim, Ibrahim bin Ali al-Qassar, Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Idris bin Abdul Karim al-
Haddad, Muhammad bin Ishaq, guru Ibnu Syanbudz.22

 Khallad
Abu Isa Khallad bin Khalid asy-Syaibani ash-Shairfi al-Kufi (bahasa Arab: ‫أبو عيسى خالد بن‬
‫)خال••د الش••يباني الص••يرفي الك••وفي‬, atau lebih dikenal sebagai Khallad (Lahir pada pertengahan Rajab
119/130 H wafat pada tahun 220 H) adalah seorang ulama dibidang Qira'at al-Qur'an. 23 Perjalanan
Intelektual Imam Khallad Dalam bidang Al-Qur’an dan qira’atnya, Imam Khallad belajar dan
membaca secara langsung kepada Imam Sulaim. Beliau termasuk murid yang paling dhabit dan
kompeten dalam meriwayatkan bacaan Imam Sulaim. Maka tak ayal, Imam al-Dzahabi
mengapresiasinya dengan beberapa pujian, yaitu: tsiqah, arif, muhaqqiq dan arif. Selain membaca

22
Nu Online,Imam Khalaf dan Imam Khallad, Perawi Qira'at Imam Hamzah,https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-
khalaf-dan-imam-khallad-perawi-qira-at-imam-hamzah-mayFD, ( Senin, 19 Juni 2023, 13.44 ).
23
Wikiwand, Khallad, https://www.wikiwand.com/id/Khallad, ( Kamis, 22 Juni 2023, 20.44 ).
28

secara langsung kepada Imam Sulaim, beliau juga meriwayatkan qira’at dari Imam Husain al-Ju’fi,
dan Muhammad bin al-Hasan al-Ruasi. Dalam bidang hadits, Imam Khallad belajar kepada Zuhair
bin Mu’awanah, al-Hasan bin Shalih bin Hay. Hadits-haditsnya dikutip dan diriwayatkan oleh Abu
Zur’an dan Abu Hatim, bahkan keduanya mengapresiasinya sebagai orang yang sangat jujur.
Murid-murid Imam Khallad Setelah melakukan pengembaraan intelektual kepada para imam yang
berkompeten dalam bidangnya, kemudian beliau mengaplikasikan ilmunya di tengah-tengah
masyarakatnya dengan meriwayatkan qira’at imam Hamzah dari jalur Imam Sulaim dalam waktu
yang sangat lamai. Maka tak ayal, banyak para penuntut ilmu yang belajar kepadanya, salah satunya
adalah: Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Ibrahim bin Ali al-Qassar, Ali bin Husain al-Thabari,
Ibrahim bin Nashr al-Razi, al-Qasim bin Yazid al-Wazan, termasuk murid yang paling bagus,
Muhammad bin al-Fadhl, Muhammad bin Said al-Bazzaz, Muhammad bin Syadzan al-Jauhari,
termasuk murid yang paling dhabit, Muhammad bin Isa al-Ashbahani, Muhammad bin al-Haitsam
Qadi Akbiran, termasuk murid yang paling mulya. Setelah mengabdikan diri kepada kalam Rab-
nya, Allah memanggilnya kepangkuan-Nya pada tahun 220 H.24

 Imam Al-Kisa’ie al-Kuffiy


Imam al-Kisa’ie memiliki Nama lengkap Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Bahman bin
Fairus al-Azdi25. Kuniyah beliau ialah Abu Hasan26 dan Al-Kisa’ie yang dinisbahkan kepada paka-
ian ihram yang beliau pakai ketika berihram. 27 Beliau berasal dari wilayah Kufah Irak dan menetap
diBaghdad, beliau berasal dari keturunan Persia. 28 Beliau lahir pada tahun 119 H dan wafat pada
tahun 189 H /104 M di Ranbawiyah yaitu sebuah desa di Ray, pada usia 70 tahun. 29 Perjalanan me-
nuntut ilmu Imam al-Kisa’i berawal dari belajar Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu keislaman lainnya
kepada beberapa guru dikampung halamannya, Kufah. Kemudian dilanjutkan belajar secara serius
dan mendalam kepada beberapa ulama.30 Beliau termasuk salah seorang yang dabit dan fasih bacaan
al-Qur’annya serta beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak empat kali. BeliauImam yang
ahli qira'ah dan nahwu, sehingga Imam Syafi’i mengatakan siapa yang ingin memperdalam ilmu
nahwunya, maka cukup dengan al-Kisa'i.31
Al-Kisa'i termasuk di antara tujuh imam qira'ah, karena faktor kemutawatiran sanad dan
dedikasinya dalam mengajarkan qira’at Al-Qur’an. Ketika imam Mujahid menyusun sistem tujuh
qira'ah, ia menghapus nama Ya'qub dan menggantinya dengan al-Kisa’i. Ya'qub termasuk salah se-
orang imam qira'ah 'asyar, sehingga hanya satu orang yang masuk ke qira'ah Sab'ah Basrah yaitu
Abu 'Amr, sedangkan dari Kufah ada tiga orang; Hamzah, 'Ashim dan al-Kisa'i. Qira'ah Sanad yang
paling sahih adalah Nafi dan 'Ashim, sedangkan yang paling dhabit adalah Abu 'Amr dan al-Kisa'i.

24
Nu Online, Imam Khalaf dan Imam Khallad, Perawi Qira'at Imam Hamzah,
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-khalaf-dan-imam-khallad-perawi-qira-at-imam-hamzah-mayFD, ( Kamis, 22
Juni 2023, 20.47 ).
25
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta: Kalimedia,2020), hlm. 77.
26
Rahmi Damis, Kaidah Qira’ah Abu Hasan Al-Kisa’I, Vol. 1 No. 1, Jurnal Tafsere, 2013, hlm. 77.
27
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra,Op. Cit., hlm. 77
28
Ibid.
29
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia,1998), hlm.385.
30
Moh. Fathurrozi, Biografi Imam Qira’at Abu Al-Hasan Al-Kisa’I, Situs NU Online Ilmu Al-Qur’an, 3 April 2019
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/biografi-imam-qira-at-abu-al-hasan-al-kisa-i-GC6c6
31
Rahmi Damis, Kaidah Qira’ah Abu Hasan Al-Kisa’I, Vol. 1 No. 1, Jurnal Tafsere, 2013, hlm. 77.
29

Menurut Mujahid, pembacaan al-Kisa'i antara Hamzah dengan yang lainnya , tanpa meninggalkan
bacaan pendahulunya.
Diantara gurunya dalam mempelajari qira'ah adalah Hamzah dan Abu Bakar bin Ayyas,
Muhammad bin 'Abd al-Rahman bin Abi Layli, 'Isa bin 'Amr al-A'masy, Sulaiman bin Arqam,
Ja'far al-Sadiq, al-'Azram dan ibnu Uyainah, Abdurrahman bin Abi Hammad, Abu Haiwah Syuraih
bin Yazid, al-Mufaddal bin Muhammad al-Dhabiyy, Zaidah bin Qudamah, Muhammad bin al-
Hasan bin Abi Sarah dan Qutaibah bin Mahran.. Kepada imam Hamzah, beliau menyelesaikan
hafalan Alquran empat kalidan diakui. Dari Hamzah, yang mengaitkan bacaannya dengan Abd Rah-
man al-Salami yang menyampaikan kepada Ubay bin Ka'ab yang menerima bacaan Al-Qur'an lang-
sung dari Rasulullah. Abd. Rahman bin Abi Lailiy yang secara langsungberguru kepada Ubay bin
Ka'ab, dan sumber mata rantai bacaan al-Kisa'i sangat jelas(mutawatir). Meskipun demikian, al-
Kisa'i sangat selektif terhadap bacaan para gurunya, termasuk Hamzah, tidak semuanya diambil
tetapi dibandingkan dengan yang lain, sehingga sekitar 300 bacaanberbeda dengan bacaannya. 32
Qira’at Imam al-Kisa’i bukan sebuah qira’at yang dihasilkan dari berbagai dialek Arab dan bukan
pula sebagai aliran baru dalam dunia qira’at Al-Qur’an. Tapi qira’at al-Kisa’i adalah hasil seleksi
dan pemilihan dari berbagai qira’at yang dipelajari dari guru-gurunya
Pada masanya, Imam al-Kisa’i adalah panutan masyarakat Baghdad dalam soal qira’at Al-
Qur’an, bahkan ia adalah orang yang paling alim dan paling menguasai dalam hal itu. Atas dasar
kedalaman dan kealimannya, kemudian ia diangkat menjadi pimpinan madrasah qira’at Al-Qur’an
di Kufah setelah Imam Hamzah.Oleh karena itu, maka tak ayal jika Imam al-Kisa’i kemudian dike-
nal oleh masyarakatnya sebagai orang yang tsiqah, terpercaya dalam menukil qira’at Al-Qur’an. Se-
bab sejarah telah mencatat bahwa al-Kisa’i adalah orang yang tsiqah dan amanah. Di samping itu,
Imam al-Kisa’i juga seorang yang sangat haus ilmu dan antusias dalam menuntut ilmu, bahkan ia
harus mengorbankan jiwa raganya untuk menyelami ilmu yang orisinil dari sumbernya. Ini dibuk-
tikan beliau dengan belajar langsung kepada orang Arab badui perkampungannya. Ia rela men-
datangi mereka dan berbaur dengan mereka untuk mendapatkan ilmu dari sumbernya yang
orisinil.33
Imam Al-Kisa’I juga memiliki banyak murid yang meriwayatkan qira’at darinya, di-
antaranya : Ibrahim bin Zazan, Ibrahim bin al-Harisy, Ahmad bin Jabir, Ahmad bin Abu Suraih,
Ahmad bin Zahl, Ahmad bin Manshur al-Baghdadi, Ahmad bin Washil, Ismail bin Maddan, Hafsh
bin Umar al-Duri, Hamdawih bin Maimun, Hamid bin Rabi’ al-Khazzaz, Zakaria bin Wardan, Sarij
bin Yunus, Surah bin al-Mubarak, Abu Hamdun al-Thayyib bin Ismail, Abdurrahman bin Waqid,
Abdurrahim bin Habib, Abdul Quddus bin Abdul Majid, Abdullah bin Ahmad Zakwan, Ubaidillah
bin Musa, Ady bin Ziyad, Ali bin ‘Ashim, Umar bin Hafsh al Masjidi, Isa bin Sulaiman, al Fadl bin
Ibrahim, Furik bin Sibawaih, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Qutaibah min Mahran, al-Laits bin
Khalid, Muhammad bin Sufyan, Muhammad bin Sinan, Muhammad bin Washil, alMuthalib bin
Abdurrahman, al Mughirah bin Syuaib, Abu Taubah Maimun bin Hafsh, Nushair bin Yusuf, Abu
Iyas Harun bin Al-Kisa’i (ia adalah anak al-Kisa’i sendiri), Harun bin Isa, Harun bin Yazid, Hasyim
bin Abdul Aziz al Barbari, Yahya bin Adam, dan Yahya bin Ziyad al-Khawarizmi. 34Namun diantara
murid-muridnya, ada satu muridnya yang paling terkenal dan menjadi perawi qira’atnya, yaitu Abu
al-Harits.

32
Ibid. hlm.78.
33
Moh. Fathurrozi, Biografi Imam Qira’at Abu Al-Hasan Al-Kisa’I, Situs NU Online Ilmu Al-Qur’an, 3 April 2019
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/biografi-imam-qira-at-abu-al-hasan-al-kisa-i-GC6c6
34
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra,Op.Cit. hlm. 78.
30

Berikut adalah profil dan perjalanan intelektual Abu Al-Harist :

 Imam Abu Al-Harist


Nama lengkapnya adalah Al-Laits bin Khalid al-Mawarzial-Bagdadi, kuniyah beliau adalah Abu
Harist, wafat pada tahun 240 H/ 854 M. Al-Laits adalah orang yang tsiqah (terpercaya), dhabit (kuat
hafalanya dan menguasai), hadziq (cerdas) dan muhaqqiq(peneliti), menguasai bacaan gurunya
imam Al-Kisa'i. Dalam periwayatannya menempuh dua jalan yaitu
a) Tariq Muhammad ibn Yahya wafat tahun 288 H. melalui tariq al-Baththi wafat tahun 300 H.
dan al-Qanthari wafat tahun 310 H.
b) Tariq Salamah ibnu ‘Asim melalui tariq Tsa’lab wafat tahun 291 H. danMuhammad bin
Farraj wafat tahun 300 H.35

Pada mulanya, beliau belajar Al-Qur’an kepada beberapa ulama pada masanya, namun se-
cara khususbeliau belajardan mendalami Al-Qur’an dan qira’atnya kepada Imam al-Kisa’i, sebab ia
termasuk murid senior al-Kisa’i. Selain belajar kepada Imam al-Kisa’i, ia juga belajar sebagian hu -
ruf (qira’at) kepada Hamzah bin al-Qasim al-Ahwal, dan kepada Yahya bin Mubarak al- Yazidi.
Meskipun ia belajar kepada beberapa guru yang ada pada masanya, namun ia lebih fokus menye-
barkan dan mengajarkan qira’at Imam al-Kisa’i kepada murid-muridnya, sehingga ia dikenal seba-
gai perawi Imam al-Kisa’i.
Setelah melakukan perjalanan intelektual dari guru ke guru yang lainnya, kemudian ia men-
darma-baktikan dirinya untuk menyebarkan ilmu yang didapatkan dari guru-gurunya. Ada banyak
penuntut ilmu pada masanya yang datang berguru kepadanya, baik yang setoran secara langsung
(ardhan) maupun hanya sekedar mendengarkan saja (sima’an), salah satunya adalah Salamah bin
Ashim, santrinya Imam al-Farra’, Muhammad bin Yahya al-Kisa’i al-Shaghir, al-Fadhl bin
Syadzan.36

Adapun Pujian dan pandangan ulama terhadap Imam Al-Kisaa’I diantaranya :


a. Yahya bin Main berkata: aku tidak pernah melihat dengan dua mata ini orang yang paling
bagus lahjahnya dari Al-Kisa’i.
b. Imam al Syafi’i berkata: siapa yang ingin mendalami ilmu nahwu maka tempatnya adalah
imam Al-Kisa’i.
c. Abu Ubaid berkata: Imam Al-Kisa’i memiliki banyak pilihan dalam qira’at. Beliau
mengambil sebagian qira’at Imam Hamzah dan meninggalkan sebagian lainnya. Ia termasuk
ahli qira’at. Ia tidak berteman dengan siapapun yang lebih luruh dan kuat hafalannya dari
pada Al-Kisa’i.
d. Ibnu Mujahid berkata: ia memilih qira’at Hamzah dan qira’at lainnya. Qira’atnya sederhana
dan tidak keluar dari riwayat para imam qira’at sebelumnya. Ia adalah imam qira’at pada
masanya.
e. Abu Bakar al-Anbari berkata: telah terkumpul beberapa hal pada diri Al-Kisa’i. ia adalah
orang yang paling menguasai ilmu Nahwu, paling memahami kata-kata Gharib, orang yang
paling mahir dalam membaca Al-Qur’an. orangorang banyak yang mengambil bacaan Al-
Qur’an dari dirinya, mereka berkumpul di hadapannya dan ia duduk di atas kursi. Lalu ia
membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir, sedangkan mereka mendengarkan sampai
kepada masalah waqaf dan ibtida’.

35
Rahmi Damis, Ibid., hlm. 78.
36
Moh. Fathurrozi, Biografi Imam Qira’at Abu Al-Hasan Al-Kisa’I, Situs NU Online Ilmu Al-Qur’an, 3 April 2019
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/biografi-imam-qira-at-abu-al-hasan-al-kisa-i-GC6c6
31

f. Al-Andarabi berkata: Al-Kisa’i merupakan qari penduduk Kuffah. Ia juga imam yang
mereka pegang bacaan Al-Qur’an-annya, dan mereka jadikan pedoman setelah Imam
Hamzah. Beliau memiliki banyak riwayat hadis dan ilmu dan sangat memahami qira’at yang
berkembang sebelumnya.

Diantara karya-karya Imam Al-Kisa’I dalam menulis sejumlah buku, diantaranya :


Ma’ani Al-Qur’an, Al-Qira’at,
Al-Ashghar, Al-Nahwu,
Al-Hija’,
Maqthu Al-Qur’an wa Mausuluhu, Al-Mashadir,
Al-Huruf al Ha’at, Asy’ar.37
Beliau adalah Imam Abu al-Harist al-Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman al-Fahmi. Al-Fahmi
merupakan nisbat dari Fahm, salah satu kabilah Qais ‘Ailan yang berasal dari Ashfahan(Irak).
Imam Laits lahir pada bulan Sya’ban tahun 94 H di kampung Qalasqandah, Provinsi
Qalyubiyyah, Mesir. Meski terlahir dan dibesarkan di negeri Mesir, namun keluarga beliau
mengaku berasal dari Persia, tepatnya dari penduduk Ashfahan. Walau berdarah Persia, namun
lisannya fasih berbahasa ‘Arab. Pakar dalam ilmu nahwu, serta menghafal banyak dari syair-syair
Arab klasik.
Al Laits bin Sa’ad kembali ke haribaan Allah pada malam Jumat pertengahan Sya’ban tahun
175 hijriyah. Khalid bin Sallam Ash Shadafi berkata : Aku bersama ayah menyaksikan jenazah Al
Laits. Belum pernah aku saksikan jenazah yang dikerumuni oleh lautan pelayat seperti jenazah Al
Laits. Aku lihat semua orang berlinangan air mata. Satu sama lain saling berta’ziyah,
menyampaikan duka cita yang dalam dan mewasiatkan kesabaran atas musibah yang menimpa
dengan wafatnya alim ini. Aku katakan kepada ayah,” Wahai ayah, sepertinya semua orang adalah
sahabat dekat dari jenazah ini.” Ayahku mengatakan, “Wahai anakku, tidak akan
didapati jenazah se’agung’ ini selama-lamanya.
Imam al-Laits dimakamkan di pemakaman Shadaf, awalnya makam Imam Laits adalah
berupa gundukan tanah, kemudian setelah tahun 640 H makam tersebut diperluas dan dibangun
sebuah masjid.
PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Sejak kecil beliau telah menimba ilmu, tepatnya di masa khilafah Hisyam bin ‘Abdil Malik.
Saat itu di Mesir ada sejumlah ulama di antaranya ‘Ubaidullah bin Abi Ja’far, Al Harits bin Yazid,
Ja’far bin Rabi’ah, Ibnu Hubairah dan Muhammad bin ‘Ajlan. Mereka semua mengakui akan
keutamaan AL Laits, keperwiraannya, dan keislamannya di usia yang masih sangat muda.
Setelah menimba ilmu dari ulama negerinya, Al Laits pun mengadakan rihlah, merantau ke Iraq dan
daratan Hijaz untuk memperdalam ilmu. Guru beliau dari kalangan Tabi’in sangat banyak. Al
Mizzy menyebutkan sekitar 80 guru. Dari mereka, 50 sekian di antaranya adalah tabi’in seperti :
‘Atho` bin Abi Rabah, Nafi’, Ibnu Abi Mulaikah, Az Zuhry, Hisyam bin ‘Urwah, dan Qatadah.
GURU
Guru-guru Imam Abu al-Harist al-Laits bin Sa’ad:
1. Ubaidullah bin Abi Ja’far,
2. Al Harits bin Yazid,
3. Ja’far bin Rabi’ah,
4. Ibnu Hubairah,
5. Muhammad bin ‘Ajlan,
6. Atho` bin Abi Rabah,
7. Nafi’,
37
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Ibid., hlm. 79-81.
32

8. Ibnu Abi Mulaikah,


9. Az Zuhry,
10. Hisyam bin ‘Urwah dan
11. Qatadah.
PENERUS
Murid beliau, disebutkan oleh Al Mizzy mencapai 70 orang. Sebagian besar dari muridnya
kelak menjadi guru-guru Imam Ahmad, seperti Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahab.
Sebagian lagi menjadi guru Imam Al Bukhari seperti Yahya bin Bukair. Yang lain menjadi guru
Imam Muslim seperti Yahya bin Yahya At Tamimy. Bahkan ada murid beliau yang kelak menjadi
guru para Imam Ash-habus Sunan yang empat, seperti Qutaibah bin Sa’id.
Ada satu hal yang menarik, bahwa di antara murid beliau ternyata adalah juga gurunya,
seperti Muhammad bin ‘Ajlan. Dan di lain sisi, Al Laits juga meriwayatkan sejumlah hadits dari
murid-muridnya yang lebih muda. Wallahu a’lam, ini menunjukkan luasnya ilmu beliau dan
ketawadhuan para ulama, satu sama lain.

UNTAIAN KATA PARA ULAMA


Imam Laits adalah seorang hamba yang mendapatkan anugerah kekayaan melimpah dari
Allah, bahkan pendapatan beliau pertahun adalah 100.000 dinar. Walau demikian, limpahan harta
itu tidak membuatnya silau akan dunia bahkan beliau sering menginfakkan dan mensedekahkan
harta beliau. Kendatipun tergolong bisnisman yang sukses, Imam al-Laits sangat antusias dengan
majlis-majlis ilmu. Beliau selalu mendatangi majlis-majlis ilmu itu dimanapun berada.
Beliau banyak belajar dari ulama-ulama Mesir, Madinah dan Syam dan kala itu beliau masih
muda, walau demikian para ulama telah mengetahui keutamaan dan kewara’an Imam fiqh ini.
Sebagai bukti akan keutamaannya beliau adalah guru Imam Bukhori dan Muslim. Hadis-hadis
riwayat Imam al-Laits banyak terdapat pada Kutub al-Sittah. Dalam barisan para perawi hadis
beliau adalah orang yang terpecaya dan adil.
Madzhab yang didirikan oleh Imam Al-Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman Al-Fahmi (94-
175H), ulama besar dari golongan tabi’ut tabi’in itu juga telah lenyap ditelan perputaran zaman.
Hanya petikan fatwanya yang masih bisa dijumpai dalam karya-karya para ahli fiqih madzhab lain
yang hidup pada generasi sesudahnya.
Sangat disayangkan, karena pada masa hidupnya Imam Al-Laits dikenal sebagai salah satu
mujtahid besar di bidang fiqih yang pemikirannya sangat cemerlang. Ibnu Hajar Al-Asqalani, faqih
dan muhaddits kenamaan yang hidup pada generasi sesudahnya, memberikan penghormatan dan
pengakuan atas keilmuan Imam Al-Laits.
“Ilmu para tabi’in yang berasal dari Mesir telah habis diserap oleh Al-Laits, di samping ia
juga telah menguasai pemikiran fiqih kaum tabiin dari berbagai kota pada zamannya,” kata Ibnu
Hajar, sebagaimana dinukil dalam Ensiklopedi Hukum Islam. “Al-Laits menguasai pemikiran fiqih
ulama Irak (ahlur ra’yu) yang dipelopori oleh Abu Hanifah, ia juga menguasai pemikiran ulama
fiqih Madinah (ahlul hadits) yang dipimpin oleh Imam Malik.
Dalam literatur lain Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa Imam Malik sendiri banyak
menanyakan berbagai persoalan kepada Al-Laits bin Sa’ad. “Tokoh yang digambarkan oleh Imam
Malik dengan ungkapan ‘seorang ilmuwan yang ikhlas telah memberitahukan kepada saya’ dalam
berbagai fatwanya adalah Al-Laits,” tambah Ibnu Hajar.
Bahkan terkait hubungan keilmuan Imam Al-Laits dengan Imam Malik yang unik itu, Imam
Syafi’i menyatakan, “Al-Laits lebih ahli dalam bidang fiqih dari pada Imam Malik, hanya saja
pengikutnya tidak banyak dan tidak berusaha mengembangkan pemikirannya. Dibanding Imam
Malik, Al-Laits justru lebih banyak mendasarkan fiqihnya pada hadis nabi dan perbuatan para
sahabat.”
33

Pendapat mengenai keahlian Imam Al-Laits dalam fiqih yang melebihi Imam Malik juga
disampaikan Syaikh Yahya bin Baqir, ahli fiqih klasik. Sementara Muhammad Baltaji memberikan
komentar yang agak berbeda, “Sebenarnya Al-Laits dan Imam Malik mempunyai keunggulan
masing-masing, tetapi Imam Malik mempunyai lebih banyak pengikut yang menyebarkan
madzhabnya.”38

 Imam Abu Ja’far al-Madaniy


Nama lengkap Abu Ja’far adalah Yazid bin al-Qa’qa’ al-Makhzumi al-Madani. Beliau lebih
dikenal dengan Abu Ja’far. Tidak ada keterangan mengenai tahun lahir beliau. Mengenai Tahun
lahir beliau belum ditemukan referensi, Para ulama berbeda pendapat mengenai wafat Abu Ja’far
kisaran tahun 127 H sampai 132 H. 39 Beliau wafat di kota madinah.40 Beliau adalah salah satu imam
qira’at sepuluh (Qira’at Asyrah al-Mutawatirah) dari kalangan tabi’in yang masyhur 41 dan seorang
panutan masyarakat Madinah dalam bidang qira’at yang memiliki ketelitian dan kredibilitas yang
sempurna.
Perjalanan intelektual Imam Abu Ja’far dimulai sejak kecil. Beliau sudah belajar membaca
Al-Qur’an dan menghafalkannya kepada para sahabat dan pembesar para tabi’in. Tidak sulit
baginya untuk belajar dan memperdalam ajaran Islam sebab pada masa itu adalah masa dimana ia
hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki semangat keagamaan yang kuat. Bahkan
dalam salah satu riwayat saat ia masih kanak-kanak datang menemui Ummu Salamah, Istri Nabi,
kemudian beliau mengusap kepala sang imam dan mendoakan kebaikan untuknya. Maka dengan
berkah doa dari Ummu Salamah ia dikemudian hari ia menjadi panutan masyarakatnya dan imam
qira’at.
Dalam bidang al-Qur’an, Abu Ja’far belajar kepada beberapa sahabat dan pembesar tabi’in,
salah satunya dia belajar dan menghafal Al-Qur’an kepada gurunya : Abdullah bin Ayyasy bin Abi
Rabi’ah, seorang pembesar tabi’in dan Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, seorang sahabat
Nabi. Secara transmisi sanad, ketiga-tiganya; Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin
Ayyasy, belajar kepada Ubay bin Ka’ab dari Nabi Saw. Jika ditelusuri dari silsilah sanad, maka an-
tara Abu Ja’far dan Nabi Muhammad Saw, hanya malalui dua jalur perawi. Maka dapat dipastikan
bahwa qira’at Abu Ja’far adalah qira’at mutawatirah yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahan-
nya.
Menurut sebagian riwayat diceritakan Imam Abu Ja’far pernah belajar langsung kepada sa-
habat Zaid bin Tsabit. Namun menurut al-Dzahabi, riwayat ini tidak bisa dibenarkan. Selain itu, be -
liau juga ikut shalat (bermakmum) bersama Ibnu Umar bin Khattab. Hal ini menandakan bahwa be-
liau termasuk pembesar tabi’in yang dekat dengan para sahabat Nabi Muhammad Saw. Begitu pula,
beliau juga bermakmum di belakang para qurra’ Al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Setelah
melakukan pengembaraan intelektualnya, maka beliau membuka pengajian (majelis Al-Qur’an) Al-
Qur’an dalam jangka waktu yang sangat lama sekali.
Diceritakan oleh Imam Nafi’ bahwa Imam Abu Ja’far pada malam hari mendirikan shalat
dan pada saat pagi hari beliau membuka majelis pengajian, mengajar murid-muridnya, maka wajar
pada saat mengajar beliau mengantuk hingga tertidur. Untuk menghilangkan rasa kantuknya, Imam
Abu Ja’far menyuruh murid-muridnya untuk mengambil krikil untuk diletakkan disela jari-je-
38
Laduni Id, Biografi Imam Abu Al-Harits Al-Laits bin Sa’ad, https://www.laduni.id/post/read/80686/biografi-imam-
abu-al-harist-al-laits-bin-saad, ( Senin, 26 Juni 2023, 17.05 )
39
Muhammad Zaini dan Sri Azharani, Qira’at al-Qur’an dan Perkembangannya di Aceh , Vol. 6 No.2, Journal of
Qur’anic Studies, 2021, hlm. 201.
40
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Ibid, hlm.12.
41
Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta Selatan: Gaya Media
Pratama,2002), hlm.209.
34

marinya.kemudian mereka mengumpulkan dan melakukan itu. Jika beliau masih tetap tertidur,
karena rasa kantuk yang menyelimutinya, maka beliau menyuruh mereka untuk menarik satu jeng-
gotnya. Dalam bidang hadits, ia termasuk ulama yang sedikit meriwayatkan hadits. Meskipun
demikian tidak menjatuhkan kredibiltas beliau sebagai seorang imam qira’at Al-Qur’an. Bahkan
dengan sediktinya periwayatan hadits itulah menunjukkan bahwa beliau konsisten dan me-
mantabkan posisinya sebagai ahli dan pakar dalam bidang qira’at. Jika ditelusuri dari kitab-kitab ha-
dits, beliau meriwayatkan dan mendengar dari Umar bin Khattab dan Marwan bin al-Hakam. Pun
demikian, hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, al-Darawardi dan Abdul Aziz
bin Abu Hazim. Dari sisi penilaian perawi hadits (jarh wa ta’dil), para ulama hadits menilai Abu
Ja’far dengan beragam, namun hampir semuanya menilai positif (ta’dil). Imam Abdurrahman al-
Nasa’I menyatakan bahwa Abu Ja’far tsiqah (dapat dipercaya).
Pendapat ulama tentang imam Abu Ja’far :
1. Imam al-Ashmu’I berkata: Imam Ibnu Ziyad menyatakan bahwa tidak ada di Madinah seo-
rang pun yang lebih mengerti tentang sunnah Nabi Saw. Dari pada Imam Abu Ja’far. Pada
masanya Abu Ja’far lebih didahulukan dari pada Imam Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj
(kedua-duanya adalah gurunya Imam Nafi’- lihat Profil Imam Nafi’--lihat Profil Imam
Nafi’).
2. Imam Malik bin Anas menyatakan bahwa Abu Ja’far adalah seorang saleh yang mem-
berikan fatwa kepada masyarakat Madinah.
3. Suatu hari Imam Ibnu Abi Hatim bertanya kepada bapaknya tentangnya: beliau menjawab:
shadiq al-Hadits (jujur dalam meriwayatkan hadits).
Diantara keistimewaan Abu Ja’far adalah :
a. Imam Abu Ja’far rutin melaksanakan puasa sunnah
Melatih diri sejak dini dengan melakukan ibadah puasa siang hari dan shalat malam pada
malam hari, Untuk meminimalisir kecenderungan bermalas-malasan diperlukan latihan yang intens.
Abu Ja’far melakukan puasa dawud, sehari puasa dan sehari berbuka, dan itu dilakukan dalam
jangka waktu yang sangat lama. Alasan beliau melakukan itu dalam rangka melatih diri untuk
beribadah kepada sang Maha Pencipta.
b. Abu Ja’far rutinmelaksanakan sholat sunnah
Beliau melaksanakan shalat malam empat rakaat, dan setiap rakaat membaca fatihah dan
surat-surat panjang. Setelah melakukan shalat, beliau berdoa seraya memohon kepada Allah dengan
beberapa permohonan: pertama, memohon untuk dirinya sendiri. Kedua, untuk umat muslim.
Ketiga, untuk orang-orang yang membaca dan belajar Al-Qur’an kepadanya. Keempat, untuk
orang-orang yang membaca qira’at kepadanya, baik sebelum maupun sesudahnya.
Salah satu bentuk kenikmatan Allah yang diberikan kepada Abu Ja’far ialah Allah mem-
berikan kemuliaan yang tinggi kepadanya, kemudian diberikan keunggulan kepadanya di dunia dan
memberikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw, sementara di akhirat masih menjadi rahasia yang
tidak diketahui, hanya saja kita memohon kepada Allah untuk sang imam sebuah surga yang luas -
nya seperti langit dan bumi.
c. Keistimewaan Abu Ja’far ketika beliau wafat
Salah satu bukti diterima amal perbuatannya di sisi Allah dan mendapatkan am-
punan-Nya adalah saat beliau wafat dan hendak dimandikan, maka tampaklah diantara belahan
dadanya sebuah kertas mushaf, maka orang-orang yang hadir mengunjungi hari kewafatannya meli-
hat dan tidak meragukan bahwa itu adalah cahaya Al-Qur’an.
Imam Nafi’ berkata: “Saat Abu Ja’far dimandikan, mereka melihat sesuatu antara belahan
dadanya sampai ke ulu hatinya sebuah kertas mushaf. Mereka yang hadir saat itu tidak ragu meny-
atakan bahwa itu adalah cayaha Al-Qur’an. Imam Sulaiman menceritakan pengalamannya saat
bermimpi bertemu dengan Imam Abu Ja’far. Ia melihat Abu Ja’far berada di atas ka’bah. Kemudian
35

dia menyampaikan salam dari para sahabat-sahabatnya untuk sang imam. Imam Abu Ja’far
menyampaikan salah balik kepada mereka dan mengabarkan bahwa Allah telah menjadikannya
bagian dari para pejuang “syuhada”- layaknya- orang yang hidup yang diberikan rizki. Setelah
mengabdi dengan tulus mengajar Al-Qur’an, beliau kembali kepangkuan pemiliknya pada tahun
130 H.
`Diantara murid imam Abu Ja’far ialah : imam Nafi’ Abu Ruwaim al-Madani, Sulaiman bin
Muslim bin Jammaz, Isa bin Wardan, Abu Amr, Abdurrahman bin Zain bin Aslam, Ismail bin
Yazid, Ya’kub bin Yazid, Maimunah bin Yazid.
Dari sekian banyak murid-murid Abu Ja’far hanya ada dua murid yang tercatat sebagai per-
awi, yaitu Ibnu Wardan dan Ibnu Jammaz.
 Ibnu Wardan
Nama lengkapnya adalah Isa bin Wardan al-Madani. Beliau dikenal dengan panggilannya
Abu al-Harits dan dijuluki al-Hadzdza’. Dalam dunia ilmu qira’at beliau lebih dikenal dengan sebu-
tan Ibnu Wardan. Dalam bidang qira’at Al-Qur’an, selain belajar dan membaca kepada imam Abu
Ja’far, beliau juga belajar dan membaca kepada imam Nafi’ dan termasuk murid seniornya. Seba-
gaimana diketahui bahwa imam Nafi’ merupakan salah satu murid dari Abu Ja’far. Oleh sebab itu,
dalam transmisi sanad, ia bersekutu dengan imam Nafi’ antara guru dan murid. Selain berguru
kepada kedua imam di atas, beliau juga berguru kepada Syaibah bin Nashshah.
Namun demikian, Ibnu Wardan kemudian dipilih dan berstatus sebagai perawi imam Abu
Ja’far. Imam al-Dani berkomentar: “Dia (Ibnu Wardan) termasuk murid senior imam Nafi’ dan
masih bersekutu dalam sanad (qira’at), dia seorang muqri’ yang cerdas, perawi yang teliti dan
dhabit. Setelah melakukan pengembaraan intelektual kepada beberapa guru, kemudian beliau mem-
buka majelis pengajian Al-Qur’an. Di antara pera penuntut ilmu yang belajar kepadanya adalah: Is-
mail bin Ja’far, Qalun bin Isa dan Muhammad bin Umar. Setelah mengabdi kepada Al-Qur’an dan
qira’atnya, menurut penuturan imam al-Jazari beliau wafat pada tahun sekitar 160 H.

 Ibnu Jammaz
Namanya adalah Sulaiman bin Muhammad bin Muslim bin Jammaz al-Zuhri al-Madani. Dia
adalah seorang muqri’ yang agung, dhabit dan pinter. Dalam dunia ilmu qira’at beliau lebih dikenal
dengan sebutan Ibnu Jammaz. Dalam bidang Al-Qur’an, beliau berguru kepada Abu Ja’far dan
Syaibah bin Nashshah, dan Nafi’ Abu Ruwaim. Dalam perjalanan ilmiahnya ini, beliau satu pergu-
ruan dengan Ibnu Wardan hanya saja dari hasil berguru kepada tiga imam di atas, beliau hanya
berikhtiar memadukan qira’at bacaan Abu Ja’far dengan Nafi’. Setelah melakukan perjalanan
ilmiah, beliau membuka majelis pengajian untuk khalayak umum. Banyak kalangan penuntut ilmu
yang datang belajar kepadanya; salah satunya adalah Ismail bin Ja’far, Qutaibah bin Mahran. Sete-
lah melakukan perjalanan panjang mengabdi dengan tulus untuk mengajar dan mengamalkan Al-
Qur’an, beliau dipanggil keharibaan Tuannya pada tahun 170 H.42

 Imam Ya’qub al-Hadhramie al-Bashrie


Nama lengkap Yaqub al-Hadhrami adalah Muhammad Yaqub bin Ishaq bin Yazid bin Abdul-
lah bin Abi Ishaq al-Hadhrami al-Bashri. Panggilan akrabnya ialah Abu Muhammad. Beliau lahir
pada tahun 162 H di Bashrah dan wafat pada tahun 250 H di usia 88 tahun. Beliau merupakan seo-
rang ulama di bidang Oira'at al-Qur'an dan merupakan Imam Qirat kesembilan dari Iman Qira'at

42
Moh. Fathurrozi, Abu Ja’far al-Qa’qa’, Imam Qira’at Sang Cahaya Al-Qur’an, Situs NU Online Ilmu Al-Qur’an, 29
Oktober 2019, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/abu-ja-far-al-qa-qa-imam-qira-at-sang-cahaya-al-qur-an-RECwM
36

Sepuluh dan berasal dari kalangan tabi'in. Beliau memiliki garis keturunan sebagai ahli qira at
karena bapak hingga buyutnya adalah para pemuka ahli qira'at.'
Sejak kecil hingga beranjak remaja, beliau dibimbing oleh orang tuanya dengan tempaan ilmu
dan pengetahuan yang agamis yang menjadikan beliau menjadi intelektual muda yang dihormati,
terutama dalam bidang Al-Qur'an. Selain dan orang tuanya, beliau juga menempa ilmu dari para
pembesar ulama Bashrah Imam Ya'qub dalam bidang al-Qur'an dan qira'at belajar kepada:
1. Abi al-Mundzir Sallam bin Sulaiman al-Thawil al-Muzani (w.171 H). Sallam belajar
kepada empat orang, yaitu Abu Amr al-Bashri. Ashim bin Abi al-Najud, Ashim Abi al-
Shabbah al-Jahdari dan Yunus hin Ubaid bin Dinar al-Bashri. Al-Jahdari dan Yunus be-
lajar kepada Imam Hasan al-Bashri. Selain itu, Al-Jahdari juga belajar kepada Abdullah
bin Abbas
2. Syihab bin Syumafah al-Majasyi'i wafat pada 162 H. Belajar kepada dua imam, yakni
Abi Abdillah Harun bin Musa al-Atki al' A'war al-Nahwi (198 H), Harun belajar kepada
al-Jahdari, Abi Amr al-Bashri, Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami (kakeknya Iman
Ya'qub) dan Yahya bin Ya'mur Nashr bin Ashim. Serta imam yang kedua ialah Al-Ma'la
bin Isa belajar dari Al-Jahdari.
3. Abi Yahya Mahdi bin Maimun wafat pada 171 H. belajar kepada Syuaib bin al-Habhab
al-Bashri (130 H) dan Abi al-Aliyah al-Riyahi
4. Abi Al-Asyhab Ja'far bin Hayyan al-Atharidi walat pada 165 H. belajar kepada Abi Raja
Imran bin Malban al-Athridi (105 H) dari Abi Musa al-Asy'ari dari Nabi Muhammad
SAW

Selain dari keempat imam di atas, beliau juga sempat belajar langsung tanpa perantara kepada
Imam Abu Amr al-Bashri, yang merupakan imam keempat qira at sab'ah. Adapun beberapa murid-
murid beliau antara lain: Zaid (putra saudaranya). Ahmad Umar al-Siraj, Abu Busyar al-Qathan,
Muslim bin Sufyan al-Mufassir, Muhammad bin al-Mutawakkil (Ruwais). Rauh bin Abdul Mu'min,
Abu Hatim al-Sijistani, Ayyub bin al-Mutawakkil Ahmad bin Muhammad al-Zajjad, Ahmad
Syadzan, serta Abu Umar al-Duri Imam Ya'qub al-Hadhrami meriwayatkan qira'atnya kepada dua
orang, yakni:
1. Ruwais
Nama aslinya Abu Abdillah Muhammad ibn al-Mutawakil al-Lu'lu al-Bashri. Dikenal dengan
panggilan Abu Abdillah dan julukannya Ruwais. Perjalanan intelektualnya diawali dari satu guru ke
guru lainnya yang berada di kampung halaman beliau. Di antara murid-murid Imam Ya'qub,
Ruwais termasuk murid yang cerdas. Imam al-Zuhri memastikan kebenaran status Imam Ruwais
dengan bertanya kepada Abu Hatim apakah benar Ruwais belajar kepada Imam Ya'qub, dan Abu
Hatim menjawab, iya dia belajar dan membaca bersama kami, bahkan menghatamkan al- Qur'an be-
berapa kali. Setelah menempa ilmu kepada Imam Ya'qub, Ruwais kemudian membuka majelis pen-
gajian di kampung halamannya. Beberapa muridnya, yaitu Muhammad bin Harun al-Timar, Abu
Abdillah al- Zubair bin Ahmad al-Zubairi al- Syafi'i. Beliau tinggal di Bani Mazin dan wafat di
Bashrah pada tahun 205/238 H.
2. Rauh
Nama aslinya Abu Hasan Rauh ibn Abdul Mukmin al-Bashri al-Nahwi, dikenal dengan
nama Abu al-Hasan. Termasuk murid senior Imam Yaqub yang paling tsiqah, Selain belajar kepada
Imam Ya'qub, beliau juga belajar bagaimana meriwayatkan beberapa bacaan (huruf) kepada Ahmad
bin Musa dan Abdullah bin Muadz. Keduanya belajar langsung dari Abu Amr al-Bashri. Beliau
wafat pada tahun 234 H.43
43
Aprillya Yossy Ariananda, dkk,Studi dan Kaidah Qira’ah Imam Ya’qub al-Hadramy, UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tullangagung, h. 2-4
37

Imam Ya’qub nama lengkapnya adalah ya'qub bin ishak bin zaid al-hadhrami al-Bashri.Nama
panggilannya yaitu Abu Muhammad. Mengenai kelahirannya tidak diketahui. Wafatnya tahun 205
H. Dia menerima bacaan dari Abi al-mundzir sallam bin sulaiman al mazani dari ashim dan abin na-
jud dan abu amr al-bashri. pada uraian sebelumnya disebutkan bahwa sanad dua imam bersambung
sampai rasulullah. Perawinya:
a. Ruwais
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin mutawakkil al-Lu'lu'i al-bashrie yang populer
dengan nama ruwais. Nama panggilannya adalah Abu Abdullah. Tahun kelahirannya tidak dite-
mukan. Wafatnya tahun 238 H. Menerima bacaan lansung dari ya'qub al-Hadhrami.
b. Rauh
Nama lengkapnya adalah rauh bin abdul mu'min al-Bashrie an-nahwi. Nama panggilan
adalahAbul Hasan. Lahirnya tidak diketahui. wafat: tahun 234 h. dan ada yang mengatakan tahun
235 H. dia menerima bacaan lansung dari ya'qub al hadhrami.44
Qira’at Ya’qub
Nama lengkapnya Abu Muhammad Ya’qūb bin Ishaq al-Hadrāmī. Ia membaca pada Abū
Mundzir Sallām bin Sulaimān al-Ṭaāwil. Sedang Sallām membaca dari ‘Ashim dan Abū ‘Amr.
Ya’qub wafat di Bashrah tahun 205 H/819 M. Perawi Ya’qub yang masyhur adalah :
a. Ruwais
b. Rauh.45
Ya’qub Ia adalah Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah al-Hadrami. Ia membaca al-
Qur`andihadapanSalamal-ThawildanMahdibinMaimun,SyihabbinSyarnaqah, Maslamahbin-
Muharibdll.(w.205H.)Diantarayangmeriwayatkandarinyaadalah (1)RauhbinAbdulMu`minAbual-
Hasanal-Hadzli(w.235H.)(2)Ruwaisatau Muhammad bin al-Mutawakil Abu Abdullah al-Lu`lu al-
Bashriy (w.238 H.)
Abu Muhammad Ya‘kub bin Ishaq bin Yazid bin ‘Abdillah bin Abi Ishaq al-Hudrami al-
Basri. Lahir pada tahun 117 H, kemudian wafat di Basrah tahun 205 H. Adapun rawinya yang
terkenal adalah, Rauh dan Ruwais.46

Imam yang kedelapan mengikut susunan Qurra ialah Imam Ya’qub al-Hadrami (‫يعق••وب‬
‫)الحضرمي‬. Nama penuhnya ialah Ya’qub Ibn Ishaq Ibn Zaid Ibn Abdullah Ibn Abi Ishaq (‫يعقوب بن‬
‫)إسحاق بن زيد بن عبد هللا بن أبي إسحاق‬.
Beliau adalah guru al-Quran terkemuka di Basrah (‫)البصرة‬. Mempunyai keperibadian yang
tinggi dan seorang yang salih dan dipercayai. Menjadi rujukan utama al-Quran bagi penduduk Bas-
rah selepas meninggal gurunya Imam Abu Amru (‫)أبو عمرو‬. Imam Ya’qub juga pernah memegang
jawatan Imam di Masjid Basrah selama beberapa tahun.
Sudah menjadi lumrah, syarat utama manjadi alim dalam sesuatu bidang mestilah mempun-
yai guru yang ramai dan berwibawa. Imam Ya’qub bertalaqqi al-Quran dengan sejumlah guru yang
bersambung sanadnya.

44
Abdur Rokhim Hasan, Op. Cit, h. 23-24
45
Eni Zulaiha dan Muhammad Dikron, Op. Cit, h. 54-55
46
Khairunnas Jamar dan Afriadi Putra, Op. Cit, h. 13
38

Antara mereka ialah Salam al-Tawil (‫)سالم الطويل‬, Mahdi Ibn Maimun (‫)مهدي بن ميمون‬, Abu al-
Asyhub al-‘Ataridiy (‫)أبي األشهب العطاردي‬, Maslamah Ibn Muharib (‫)مسلمة بن محارب‬, Ismah Ibn Urwah
al-Fuqaimi (‫)عصمة بن عروة الفقيمي‬, Yunus Ibn Ubaid (‫ )يونس بن عبيد‬dan lain-lain.
Tempoh perguruanya dengan guru-guru yang tersebut ada yang memakan masa sehingga se-
tahun lebih dan ada dalam beberapa hari sahaja.
Imam Ya’qub menyatakan: “Aku membaca al-Quran di hadapan guruku Salam al-Tawil se-
lama setahun enam bulan. Dan aku membaca al-Quran di hadapan guruku Syihab selama lima hari
sahaja dan guruku Syihab membaca al-Quran dihadapan gurunya Maslamah al-Muharibi selama
sembilan hari dan Maslamah membaca al-Quran dari gurunya Abu al-Aswad al-Duali (‫أبو األسود‬
‫ )الدؤلي‬dan beliau mengambil dari gurunya Ali Ibn Abi Talib.”
Ramai ulama meriwayatkan Qiraat Ya’qub. Antara mereka ialah Zaid Ibn Ahmad (‫زيد بن‬
‫)أحمد‬, Kaab Ibn Ibrahim (‫)كعب بن أبراهيم‬, Umar al-Siraj (‫)عمر السراج‬, Humaid Ibn al-Wazir (‫حميد بن‬
‫)الوزير‬, Muslim Ibn Sufiyan al-Mufasir (‫)مسلم بن سفيان المفسر‬, Ruwais (‫ )رويس‬dan Rauh Ibn Abdul
Mukmin (‫)روح بن عبد المؤمن‬.
Imam Ibn al-Jazari menyatakan berkaitan Imam Ya’qub, tawatur qiraatnya dan menolak
tanggapan buruk terhadap Imam Ya’qub. Beliau menyatakan Imam Ya’qub adalah di kalangan
yang teralim dalam bidang al-Quran, nahu dan ilmu lain pada zamannya, begitu juga ayah dan
datuknya.
Beliau juga menegaskan, amat pelik dan antara kesalahan yang amat berat adalah men-
jadikan Qiraat Ya’qub sebagai Qiraat Syazah (‫ )القراءات الشاذة‬yang tidak harus membacanya dan tidak
sah membaca dalam sembahyang.
Sesungguhnya hendaklah diketahui bahawa tidak ada bezanya antara Qiraat Ya’qub dengan
Qiraat Tujuh di sisi ulama.
Al-Bukhari menyatakan Imam Ya’qub meninggal dunia pada tahun 205 hijrah dalam usia 88
tahun. Ayah dan datuknya juga meninggal dunia dalam usia yang sama.
Perawi pertamanya ialah Ruwais Ibn Abu Abdillah Muhammad Ibn al-Mutawakkil (‫رويس بن‬
‫)أبي عبد هللا محمد بن المتوكل اللؤلؤي البصري‬. Beliau terkenal dengan panggilan Ruwais (‫)رويس‬. Merupakan
guru al-Quran yang mahir dan memiliki ingatan yang tajam.
Mempelajari Quran dari Imam Ya’qub. Al-Dani - ‫( الداني‬meninggal 444 Hijrah) menyatakan
Ruwais adalah murid Ya’qub yang paling pintar. Beliau meninggal dunia di Basrah pada tahun 238
hijrah.
Perawi kedua ialah Rauh Ibn Abdul Mukmin (‫)روح بن عيد المؤمن‬. Golongan hadis mengge-
larkannya sebagai Abu al-Hasan al-Huzali al-Basri al-Nahwi (‫)أبو الحسن الهذلي البصري النحوي‬.
Beliau adalah guru al-Quran yang terulung pada zamannya, dipercayai dan mempunyai kuat
ingatan. Aal-Bukhari meriwayatkan beberapa hadis daripada Rauh dan memuatkanya dalam kitab
sahihnya. Beliau meninggal pada tahun 235 hijrah.47
Ya’qub al-Bashriy, dia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq bin Zaid al-Hadrami,
wafat di Bashrah pada tahun 205 H, dan ada yang mengatakan tahun 185. Dua orang yang meriway-
atkan Qira’at darinya adalah:Ruwais dan Rauh. Adapun Ruwais dia adalah Abul ‘Abdillah Muham-

47
Khairul Anuar Mohamad, Imam Ya’qub al-Hadrami, 2011, http://ulumquran.blogspot.com/2011/07/imam-yaqub-al-
hadrami.html
39

mad bin al-Mutawakkil al-Lu’lu al-Bashriy rahimahullah, dan Ruwais adalah julukannya. Dia wafat
di Bashrah pada tahun 238 H.
Sedangkan Rauh dia adalah Abul Hasan Rauh bin ‘Abdil Mu’min al-Bashriy an-Nahwiy,
wafat tahun 234 H atau 235 H48
Ya’qub al-Basri. Ia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq bin Zaid al-Hadrami, wafat di
Basrah pada 205 H tetapi dikatakan pula pada 185 H. Dua orang perawinya adalah Ruwais dan
Rauh. Ruwais adalah Abu Abdullah Muhammad bin Mutawakkil al-Lu’lu’ai al-Basri, ruwais adalah
julukannya, wafat di Basrah pada 238 H. Sedang Rauh adalah Abul Hasan Rauh bin Abdul Mu’min
al-Basri an-Nahwi. Ia wafat pada 234 H atau 235 H49
Dia adalah Abu Muhammad Ya'qub ibn Ishaq al-Hadramiy. Dia mem- baca di hadapan Abu
al-Mundzir Salam ibn Salam ibn Sulaiman ath-Thawil. Sedang Salam membaca di hadapan 'Ashim
dan Abu Amr. Dia wafat pada tahun 205 H. Yang masyhur meriwayatkan darinya, antara lain Rauh
ibn Abdul Mu'min dan Muhammad ibn al-Mutawakkil al-Lu'lu'iy, yang diberi nama laqab dengan
Ruwais.
(Adapun Rauh), dia adalah Abu al-Hasan Rauh ibn Abdul Mu'min ibn Abdah ibn Muslim
ibn Muslim al-Hudzaliy an-Nahwiy. Dia membaca di hadapan Imam Bashrah, Abu Muhammad
Ya'qub ibn Ishaq ibn Zaid ibn dan Abdilah ibn Abi Ishaq al-Hadhramiy. Dia merupakan imam
agung, lagi tsiqat, dan al-Bukhari juga meriwayatkan darinya. Dia wafat tahun 234 H.
(Sedang Ruwais), dia adalah Abu Abdillah Muhammad ibn al-Mutawak- kil al-Lu'lu'iy al-
Bashriy, yang lebih dikenal dengan nama laqabnya, Ruwais Dia merupakan murid Yaqub yang pal-
ing cerdas, Dia wafat di Baslurah tahun 238 H.50
Ya'qub (117-205 H). Nama lengkapnya adalah Ya'qub bin Ishaq bin Yazid bin 'Abdullah bin
Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri. Ia memperoleh qira'at dari banyak orang yang sanadnya
bertemu pada Abu Musa Al- Asy'ari dan Ibn 'Abbas, yang membacanya langsung dari Rasulullah
SAW.51
Imam Ya'qub al Bashry. Nama lengkap beliau adalah Ya'qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdul-
lah bin Abi Ishaq al Hadhramy al Bashry. Gelamnya adalah Abu Muhamad. Beliau adalah salah
satu Imam
qira'at sepuluh. Beliau adalah seorang Imam yang besar yang tsiqah, berilmu dan shaleh. Be-
liau adalah pemuka bacaan al Qur'an pada masanya sesudah abu Amru al Ala'.
Telah berkata Abu Hatim al Sijistany: beliau adalah orang yang paling tahu tentang huruf
dan berbagai ikhtilaf dalam qira'at dan berbagai mazhabnya. Beliau adalah juga memahami hadits.
Membaca al Quran kepada Abu Munzir Salam bin Sulaiman al Muzny, Syihab bin Syarafah, Abu
Yahya Mahd bin Maimun, Abul Asyhab Ja'far bin Hibban al 'Athar. Semua qira'at guru-gurunya
tersebut bersambung kepada qira'at Abu Musa al Asy'ary dari Rasulullah SAW. Beliau wafat pada
bulan Zul Hijjah tahun 205 H. Di antara murid-murid beliau adalah Ruwais dan Rouh.
a. Ruwais.

48
Manna’ al-Qathan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (Riyadh: Maktabah al- Ma’rif), h. 185
49
Muhammad Nizar dan Muhammad Taufiq, Qiraat al-Qur’an, UIN Sunan Ampel Surabaya, h. 16
50
Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil al-‘Urfan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
h.469- 470
51
Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (bandung: Pustaka Setia), h. 150
40

Nama beliau adalah Muhammad bin al Mutawakkil al Lu'lui al Bashry. Gelarnya adalah
Abu Abdullah. Beliau adalah sahabat Ya'qub yang paling mulia. Beliau adalah Imam qira'at yang
mahir dan masyhur dengan kekuatan hafalannya dan keyakinannya. Beliau wafat di kota Bashrah
pada tahun 238 H.
b. Rouh.
Nama lengkap beliau adalah Rouh bin abdul Mu'min al Hadzly al Bashry al Nahwy. Gelar
beliau adalah Abul Hasan. Beliau termasuk sahabat Ya'qub yang terpercaya. Wafat pada tahun 134
atau 135 H.52
Nama lengkapnya, Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami al-
Bashri. Ia dikenal dengan panggilan Abu Muhammad. Imam Ya’qub adalah imam yang yang
memiliki garis keturunan sebagai ahli qira’at. Sebab bapak hingga buyutnya adalah para pemuka
ahli qira’at; Abdullah bin Ishaq al-Hadhrami (w. 117 H).
Imam Ya’qub merupakan salah satu imam qira’at asyrah (sepuluh). Imam al-Dzahabi men-
cantumkan Imam Ya’qub sebagai imam qira’at generasi (thabaqat) kelima dari kalangan tabi’in.
Dia adalah seorang imam yang muttaqi (orang yang bertakwa), wira’i, zuhud, dan agamis.
Kezuhudannya dalam berperilaku dan bersikap, mengantarkan Imam Ya’qub pada ketulusan
dalam beribadah. Suatu ketika Imam Ya’qub melaksanakan shalat dengan memakai sorban di pun-
daknya, kemudian dicuri oleh seseorang dari pundaknya, ia tidak menyadari. Kemudian sorban
tersebut dikembalikan lagi kepadanya, ia pun tidak menyadarinya, karena sedang sibuk (khusyuk)
bermunajat kepada Tuhannya.
Perjalanan Intelektual Imam Ya’qub al-Hadhrami
Pada tahun 130 H beliau dilahirkan di kota Bashrah. Sejak kecil hingga remaja, beliau
dibimbing oleh orang tuanya dengan tempaan ilmu dan pengetahuan. Dengan bimbingan yang
agamis menjadikan seorang Ya’qub remaja menjadi intelektual muda yang sangat dihormati uta-
manya dalam bidang Al-Qur’an.
Setelah menempa ilmu dan pengetahuan dari orang tuanya, Ya’qub remaja melakukan per-
jalanan intelektual dengan belajar kepada para pembesar ulama Bashrah. Dalam bidang Al-Qur’an
dan qira’at, ia belajar dan menyetor Al-Qur’an kepada;
Pertama, Abi al-Mundzir Sallam bin Sulaiman al-Thawil al-Muzani (w. 171 H), Sallam be-
lajar kepada empat orang, Abu Amr al-Bashri, Ashim bin Abi al-Najud, Ashim Abi al-Shabbah al-
Jahdari dan Yunus bin Ubaid bin Dinar al-Bashri. Kedua nama terkahir ini belajar kepada Imam
Hasan al- Bashri. Selain itu, al-Jahdari belajar kepada Sulaiman bin Qatah al-Taimi dan beliau bela-
jar kepada Abdullah bin Abbas.
Kedua, Syihab bin Syurnafah al-Majasyi’I (w. 162 H), beliau belajar kepada dua imam: per-
tama, Abi Abdillah Harun bin Musa al-Atki al’A’war al-Nahwi (w. 198 H), Harun belajar kepada
al-Jahdari, Abi Amr al-Bashri, Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami, kakeknya Imam Ya’qub, dan
Yahya bin Ya’mur Nashr bin Ashim. Kedua, al-Ma’la bin Isa dari al-Jahdari.
Ketiga, Abi Yahya Mahdi bin Maimun (w. 171 H), beliau belajar kepada Syuaib bin bin al-
Habhab al-Bashri (w. 130 H) dan Abi al-Aliyah al-Riyahi.

52
Khairunnas Jamal, Qiraat Imam Asim, (Pekan Baru: Asa Riau, 2014), h. 68-69.
41

Keempat, Abi al-Asyhab Ja’far bin Hayyan al-Atharidi (w. 165 H), beliau belajar kapada
Abi Raja’ Imran bin Malhan al-Atharidi (w. 105 H) dari Abi Musa al-Asy’ari dari Nabi Muhammad
Saw.
Selain belajar kepada keeempat imam di atas, diceritakan bahwa beliau belajar langsung
tanpa perantara kepada Imam Abu Amr al-Bashri, imam keempat qira’at sab’ah. Perjumpaan Abu
Amr dan Ya’qub sebenarnya tidak mustahil sebab beliau berumur tiga puluh tujuh tahun saat Abu
Amr wafat. Oleh sebab itulah, Imam al-Jazari menjadikan qira’at Abu Amr sebagai sumber dan pi-
jakan (asal) dari qira’at Imam Ya’qub.
Begitu pula, diceritakan bahwa beliau juga belajar kepada Imam Hamzah dan al-Kisa’i den-
gan cara menyimak qira’atnya, tanpa membaca di hadapanya secara langsung. Imam al-Jazari men-
gatakan dalam karyanya, “al-Nashr fi al-Qira’at al-Asyr” bahwa transmisi sanad di atas sangat
tinggi dan sahih. Perjalanan Imam Ya’qub dalam meniti karier keilmuan dan pengetahuan tidak
semulus yang dibayangkan, ada sebagian imam yang menganggap bahwa qira’atnya termasuk
qira’at syadzah, dan orang pertama kali melontarkan tuduhan tersebut adalah Imam Abu Amr al-
Dani. Imam al-Dzahabi menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menganggap syadz qira’at
Imam Ya’qub adalah Imam Abu Amr al-Dani, namun para imam qira’at mengingkari pendapat ini,
sehingga muncul dalam masalah ini sebuah perbedaan yang baru antar mereka. Oleh karena itu,
menurut ulama mutaqaddimin qira’at Ya’qub adalah qira’at sahih sedangkan menurut ulama mu-
taakhkhirin qira’atnya adalah syadz. Untuk mengkonter pendapat di atas, Imam al-Dzahabi menun-
jukkan fakta sejarah dan realita pada masa itu, dimana para ulama dari seluruh kalangan bahkan
para khalifah menyetujui dan menerima qira’at Imam Ya’qub. Imam al-Dzhabi dalam karyanya “Si-
yar A’lam al-Nubala’, menceritakan bahwa Imam Ya’qub mengajarkan qira’atnya kepada
masyarakat di Bashrah secara terang-terangan pada masa Ibnu Uyainah, Ibnu al-Mubarak, Yahya
al-Qaththan, Ibnu Mahdi, al-Qadhi Abi Yusuf, Muhammad bin Harun dan para ulama lainnya. Sete-
lah dilakukan penelitian dan pemeriksaan tidak ada kabar yang sampai kepada kami bahwa kalan-
gan para qari’, fuqaha’, orang-orang shaleh, ulama nahwu, para khalifah seperti Harun al-Rasyid,
al-Amin dan al-Makmun mengingkari qira’atnya dan melarangnya. Andai saja ada satu orang yang
menginkari qira’atnya, niscaya akan terdengar dan terkenal, justru sebaliknya banyak ulama yang
memuji qira’atnya, dan para murid-muridnya mengajarkannya di Iraq. Selain itu, para imam masjid
Bashrah membaca qira’atnya (saat menjadi imam) dalam kurun waktu yang sangat lama. Tidak sat-
upun orang muslim yang mengingkari qira’atnya, justru mereka menerima dan mempelajari
qira’atnnya. Di samping itu, dibandingkan dengan Imam Hamzah, seorang imam qira’at sab’ah ke
enam, dengan kebesaran dan kemulyaannya, para pembesar ulama ada yang mengingkari qira’at-
nya, hal ini tidak berlaku bagi bacaan Imam Ya’qub. Dalam bidang hadits, ada banyak yang meri-
wayatkan dari Ya’qub salah satunya adalah Abu Hafs al-Fallas, Abu Qalabah dan Muhammad bin
Ubbad. Putra Abu Hatim berkata: “Bapakku dan Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya soal
Imam Ya’qub, beliau berdua menjawab bahwa dia termasuk orang yang berpredikat “shaduq”.

Komentar Ulama
Perjalanan intelektual Imam Ya’qub diberbagai tempat majlis pengajian, mengantarkannya
pada level yang sangat tinggi kedudukannya. Dia adalah seorang yang paling mengerti tentang
qira’at Al-Qur’an, bahasa Arab, ilmu periwayatan, dialek Arab dan fiqh. Ia menduduki posisi tert-
inggi dalam bidang qira’at setalah masa Abu Amr al-Bashri. Selain dikenal sebagai ahli dan pakar
qira’at Al-Qur’an, beliau juga sebagai imam masjid Bashrah dalam beberapa kurun waktu yang san-
gat lama. Oleh sebab itu, banyak ulama, baik yang semasa maupun yang hidup sesudahnya, memu-
42

jinya. Abu Hatim al-Sijistani berkata: “Saya berpendapat bahwa dia adalah orang yang paling
mengerti soal huruf (bacaan), perbedaan qira’at, madzhab-madzhabnya, illat-illatnya dan madzhab-
madzhab Nahwu. Dia juga orang yang paling mengerti soal perbedaan bacaan Al-Qur’an dan uca-
pan fuqaha’. Selain al-Sijistani, Imam Abu Amr juga memberi komentar tentang Imam Ya’qub. Be-
liau menyampaikan bahwa masyarakat Bashrah banyak mengikuti bacaan Imam Ya’qub setelah
wafatnya Imam Abu Amr. Kebanyakan dari mereka (masyarakat Bashrah) mengikuti madzhab ba-
caan Imam Ya’qub. Abu Amr al-Dani melanjutkan komentarnya: “Saya mendengar Thahir bin
Ghalbun berkata bahwa Imam Ya’qub adalah imam masjid jami’ di Bashrah, masyarakat di sana
tidak membaca Al-Qur’an kecuali dengan qira’atnya. Kemudian Imam Al-Dani memperkuat ungka-
pan ini dengan menukil ucapan gurunya al-Khaqani dan Muhammad bin Muhammad bin Abdullah
al-Ashbahani: “Sampai saat ini para imam masjid jami’ di Bashrah menggunakan qira’at Imam
Ya’qub, kami pun masih sempat menyaksikannya”. Imam al-Munadi di mukaddimah kitabnya “al-
Ijaz wa al-Iqtishar fi al-Qira’at al-Tsaman” menceritakan bahwa Imam Ya’qub, pada masanya,
adalah orang yang paling mahir soal Al-Qur’an, dalam ucapannya tidak tampak kesalahan dan al-
Sijistani salah satu murid didikannya. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad menyanjung Imam
Ya’qub dengan gubahan sayair sebagaimana berikut:
‫أبوه من القرآء كان وجده * ويعقوب فى القرآء كالكوكب الدري‬
‫تفرده محض الصواب ووجهه * فمن مثله في وقته وإلى الحشر‬

“Bapak dan kakeknya adalah seorang ahli qira’at, dan Imam Ya’qub di kalangan para ahli
qira’at adalah bintang yang cemerlang” “Keunikan bacaanya (bacaan yang tidak sama dengan ba-
caan imam yang lain) dan wajah bacaannya adalah murni benar, maka siapa yang menyerupainya
(menyamainya) pada masanya hingga hari dikumpulkan kelak”.
Keistimewaanya
Setiap kebenaran yang disampaikan dengan tulus dan ikhlas akan menampakkan kemulyaan
bagi hamba-Nya. Hal ini tepat disematkan kepada Imam Ya’qub, ketulusannya dalam membimbing
masyarakat Bashrah dan mengajarkan ilmu pengatahuan kepada mereka, meskipun sebagian men-
gannggap qira’atnya termasuk qira’at syadz, mengantarkannya pada derajat yang sangat tinggi. Seo-
rang akan tampak kemulyaannya bila ia kembali keharibaan Penciptanya, Allah Rabbul Izzah. Hal
ini dibuktikan oleh al-Mazini yang dalam mimpinya dia diperintahkan oleh Nabi untuk membaca
qira’at Imam Ya’qub. Abu Utsman al-Mazini bercerita bahwa dia bermimpi bertemu Nabi Muham-
mad, dan membaca Al-Qur’an di hadapannya. Ketika sampai pada surat “Thaha” ayat 58, (‫َم َك اًنا‬
‫)ِسًو ى‬, Nabi berkata: “Bacalah lafadz (‫ )ِسًو ى‬dengan bacaan Imam Ya’qub, yaitu (‫)ُس ًو ى‬.
Ini menunjukkan bahwa qira’at Imam Ya’qub adalah bacaan yang dapat dipertanggung jawab
kebenaran dan kesahihannya.
Murid-murid Imam Ya’qub.
Setelah melakukan perjalanan ilmiyah, Imam Ya’qub membuka majlis pengajian di masjid jami’
Bashrah hingga menduduki tempat tertinggi pada masanya setelah Abu Amr al-Bashri. Banyak pe-
nuntut ilmu yang datang dari berbagai belahan dunia islam untuk belajar kepadanya, salah satunya
adalah: Zaid, putra saudaranya, Ahmad Umar al-Siraj, Abu Basyar al-Qathtan, Muslim bin Sufyan
al-Mufassir, Muhammad bin al-Mutawakkil, yang dikenal dengan sebutan Ruwais, Rauh bin Abdul
Mu’min, Abu Hatim al-Sijistani, Ayyub bin al-Mutawakkil, Ahmad bin Muhammad al-Zajjaj, Ah-
mad Syadzan, Abu Umar al-Duri.
43

Karya-karyanya
Selain meninggalkan karya berupa murid-murid yang berkualitas, Imam Ya’qub juga meninggalkan
sebuah karya yang menjadi rujukan dalam bidang qira’at Al-Qur’an, yaitu: “al-Jami’”. Dalam karya
ini terhimpun beberapa perbedaan wajah-wajah qira’at dan menisbatkan setiap bacaan kepada per-
awinya. Setelah mengabdikan dirinya mengajar dan membimbing umat dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan, sang pemilik jiwa dan raga, Allah Swt,. memanggilnya kembali keharibaan-Nya pada
bulan dzul Hijjah tahun 205 H, pada umur 88 Tahun. Menurut cerita, keluarga Imam Ya’qub wafat
pada umur yang sama, yaitu 88 tahun; bapaknya, Ishaq bin Abdullah, wafat saat berumur 88 tahun,
kakeknya, Abdullah bin Abi Ishaq, juga wafat saat berumur 88 dan buyutnyapun wafat saat beru-
mur 88 tahun. Tidak ditemukan rahasia apa dibalik kesamaan ini, hanya Allah pemilik pengetahuan.
Perawi Imam Ya’qub al-Hadhrami
Ruwais
Nama lengkapnya, Muhammad bin al-Mutawakkil al-Lu’lu’ al-Bashri. Ia dikenal dengan panggilan
Abu Abdillah. Julukannya Ruwais. Beliau merupakan perawi pertama qira’at Imam Ya’qub. Per-
jalanan inteletual Ruwais diawali dari satu guru ke guru yang lain di kampung halamannya. Dalam
bidang Al-Qur’an dan qira’atnya, Imam Ruwais belajar kepada Ya’qub al-Hadhrami. Diantara
murid-murid Ya’qub, dia termasuk murid yang cerdas. Untuk memastikan kebenaran status Imam
Ruwais, suatu ketika Imam al-Zuhri bertanya kepada Abu Hatim tentang Ruwais, apakah dia belajar
kepada Imam Ya’qub ?. Abu Hatim menjawab, iya, dia belajar dan membaca bersama kami, bahkan
menghatamkan Al-Qur’an beberapa kali. Dia tinggal di Bani Mazin, saya berpedoman dengan peri-
wayatannya. Ruwais adalah seorang qari’ yang cerdik dan menjadi panutan masyarakatnya dalam
bidang qira’at. Oleh sebab itulah, Imam al-Qashsha’ berkomentar: “Dia adalah seorang qari’ yang
masyhur dan agung”. Setelah menempa ilmu dan pengetahuan kepada Imam Ya’qub, Imam Ruwais
membuka majlis pengajian di kampung halamannya. Banyak penuntut ilmu yang belajar
kepadanya, salah satunya adalah Muhammad bin Harun al-Timar, Abu Abdillah al-Zubair bin Ah-
mad al-Zubairi al-Syafi’I. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 238 H.
Rauh
Nama lengkapnya, Rauh bin Abdul Mu’min al-Hudzali al-Bashri al-Nahwi. Dia lebih dikenal den-
gan panggilan Abu al-Hasan. Beliau merupakan perawi kedua Imam Ya’qub dan termasuk salah
satu murid seniornya yang paling tsiqah. Dalam bidang Al-Qur’an dan Qira’atnya, guru utamanya
adalah Ya’qub al-Hadhrami. Kepadanya ia menempa ilmu dan pengetahuan secara tulus hingga

kemudian ia dikenal sebagai muqri’ agung, tsiqah, masyhur dan dhabit.. Selain belajar kepada
Ya’qub, beliau juga meriwayatkan beberapa bacaan (huruf) dari Ahmad bin Musa dan Abdullah bin
Muadz. Kedua gurunya ini telah belajar langsung kepada Abu Amr al-Bashri. Dalam bidang hadits,
beliau meriwayatkan hadits dari Abi Awanah, Hammad bin Yazid dan Ja’far bin Sulaiman al-
Dhaba’i. Begitu pula, banyak ulama yang menukil dan meriwayatkan hadits-haditsnya, termasuk
salah satunya adalah Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Selain sebagai qari’, beliau juga dikenal
luas sebagai muhadditsin. Maka tak ayal, banyak para penuntut ilmu yang datang belajar
kepadanya, baik dalam bidang Al-Qur’an maupun hadits, salah satunya adalah: al-Thayyib bin
Hamdan al-Qadhi, Abu Bakar Muhammad bin Wahb al-Tsaqafi, Muhammad bin Hasan bin Ziyad,
44

Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Abdullah bin Muhammad al-Za’farani, Muslim bin Maslamah, al-
Hasan bin Muslim dan lainlainya. Rauh bin Abdul Mu’min wafat pada tahun 235 H.53

 Imam Khalaf
Nama asli beliau ialah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam al-Bazar alBaghdadi, ia wafat
pada tahun 229 H, namun ada juga yang mengatakan bahwa tahun wafatnya tidak diketahui. Ada-
pun rawinya yang terkenal adalah, Ishaq dan Idris.54

Khalaf bin Hisyam (w. 299 H), Dia mengikuti Salim bin Isa bin Hamzah bin Habib al-Zayyat. 55

Abu Muhammad Khalafbin Hisyam bin Tsa’lab Al-Baghdadi (w.286 H) dan Abu Hasan Idris Al-
Baghdadi (w. 292 H).56

Dia adalah Abu Muhammad Khalaf ibn Hisyam ibn Tsa'lab ibn Khalaf ibn Tsa'lab. Dia membaca di
hadapan Sulaim dari Hamzah, di hadapan Ya'qub ibn Khalifah al-A'sya, Abu Zaid Said ibn Aus al-
Anshariy kawan al-Mu-fadhdhal al-Dhabiy dan di hadapan Abban al-'Aththar, yang semuanya
dari'Ashim. Dia wafat tahun 229 H, sebagaimana telah disebutkan di dalam biografi Hamzah.
a. Yang masyhur meriwayatkan darinya, antara lain Abu Ya'qub Ishaq ibn Ibrahim ibn
Utsman ibn Abdillah al-Marwaziy, lalu al-Baghdadiy, al-Warraq.Dia wafat tahun 286 H.
b. Yang masyhur meriwayatkan darinya pula adalah Abu al-Hasan Idris ibn Abdul Karim
al-Haddad al-Baghdadiy. Dia wafat tahun 292 H atau 293 H.57
Khalaf al ‘Asyir. Nama lengkap beliau adalah Khalaf bin Hisyam bin Ts'lab al Asdy al Baghdady,
dan gelar beliau adalah Abu Muhammad. Beliau adalah perawi dari Imam Hamzah, Imam qira'at
sab'ah yang keenam. Beliau telah memilih qira'at yang masyhur sesuai dengan keinginannya
sendiri. Di antara para perawinya yang terkenal adalah: Ishaq dan Idris.
a. Ishaq
Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Utsman bin Abdullah al Marwazy al Baghdady
al Wariq. Gelarnya adalah Abu Ya'qub. Beliau meriwayatkan qira'at Imam khalaf karena keinginan-
nya sendiri. Beliau belajar kepada Khalaf dan kemudian mengembangkannya di kemudian hari. Be-
liau juga membaca al Qur'an kepada al Walid bin Muslim. Beliau adalah orang yang tsiqah dalam
qira'at. Sedangkan yang membaca kepada beliau adalah anaknya Muhammad bin Ishaq bin Abdul-
lah, al Hasan bin Utsman al Burshothy dan Ali bin Musa Qiraat Imam Ashim as Saqafy dan Ibnu
Syanbuz. Beliau wafat pada tahun 286 H.

b. Idris

Nama lengkap beliau adalah Idris bin Abdul Karim al Hadda al Baghdady. Gelarnya adalah
abul Hasan. Beliau membaca kepada khalaf dan kepada Muhammad bin Habib al Syamuny. Beliau
adalah seorang Imam yang mutqin lagi tsiqah. Imam al Daruquthny pernah ditanya tentang kepriba-
diannya, maka beliau menjawab: Idris adalah orang yang tsiqah bahkan di atasnya lagi. Sedangkan
yang meriwayatkan qira'at darinya antara lain Ahmad bin Mujahid, Muhammad bin Ahmad bin
Moh. Fathurrozi,Biografi Imam Qira’at Ya’qub al-Hadhrami, https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/biografi-
53

imam-qira-at-ya-qub-al-hadhrami-phAYG,diakses pada tanggal 17 Juni 2023, pukul 20.49.


54
Khairunnas Jamal dan Afriandi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta: Kalimedia,2020), hlm.13.
55
Rusydi AM, Ulum Al-Qur’an 1, (Padang: IAIN PressPadang), hlm.105.
56
Rachmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm.192.
57
Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta Selatan: Gaya Media
Pratama,2002), hlm.470.
45

Syanbuz, Musa bin Abdullah al Khaqany, Muhammad bin Ishaq al Bukhary, Ahmad bin Buyan,
abu Bakar an Naqqasy, al Hasan bin Saidal Mathu'I dan Muhammad bin Abdullah ar Razy. Beliau
wafat pada tahun 292 H dalam usia 93 tahun. 58

Namanya Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab bin Khalaf al-Asadi al-Baghdadi al-Bazzar, ku-
niyahnya Abu Muhammad. Beliau salah satu perawi Imam Hamzah dari jalur Imam Sulaim. Selain
sebagai perawi Imam Hamzah, beliau juga berstatus sebagai imam qira’at ke sepuluh yang memiliki
(pilihan) bacaan sendiri, yang berbeda dengan Imam Hamzah. Imam Khalaf memiliki kedudukan
dan posisi yang berbeda; sebagai perwai dari Imam Hamzah sekaligus sebagai imam qira’at.
Meskipun ia memiliki kedudukan dan posisi yang berbeda, tidak sedikit ulama yang memuji keil-
muannya, bahkan tak ayal kalau beliau disebut sebagai orang yang sangat tsiqah dalam soal peri-
wayatan. Selain gelar tsiqah, Imam Khalaf juga dikenal sebagai orang yang hidup sederhana (zahid)
alim dan ahli ibadah. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H di kota Baghdad.

Perjalanan Intelektualnya Sejak kecil, Imam Khalaf telah menghafal Al-Qur’an di tanah ke-
lahirannya, dan pada saat berumur 10 tahun beliau sukses menyelesaikan hafalan tersebut dengan
baik dan lancar. Ketika menginjak umur 13 tahun, beliau mengawali perjalanan intelektualnya me-
nuntut ilmu kepada para ulama. Imam Khalaf bercerata kepada muridnya, Imam Idris Abdul Karim:
“Saya hafal Al-Qur’an saat berumur 10 tahun, kemudian ketika saya menginjak umur 13 tahun saya
mengawali menuntut ilmu”. Dalam waktu yang sangat lama, beliau memperdalam Al-Qur’an dan
qira’atnya hingga kemudian dikenal oleh para ulama sebagai “Ahli Al-Qur’an”. Selain mem-
perdalam Al-Qur’an dan qira’atnya, beliau tidak lupa diri untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman
lainnya, utamanya ilmu hadits hingga kemudian dikenal sebagai “ahli hadits”. Maka tak ayal, seba-
gian ulama mengatakan, bahwa Imam Khalaf pada mulanya, dikenal dengan “ahli Al-Qur’an”, na-
mun kemudian ia juga dikenal sebagai ahli hadits. Para ulama qira’at banyak menyatakan bahwa
guru utama Imam Khalaf dalam meriwayatkan qira’at Imam Hamzah adalah Imam Sulaim bin Isa.
Darinya Imam Khalaf banyak ber-istifadah tentang qira’at Hamzah hingga menempatkannya seba-
gai perawi dari Imam Hamzah. Imam Khalaf berkata: “Saya membaca (setoran) Al-Qur’an kepada
Sulaim berulangkali. Pada suatu ketika saya khatam, saya bertanya kepada Sulaim: “Apakah yang
Anda ajarkan kepada saya adalah qira’at Hamzah?. beliau menjawab: “Iya”. Selain mahir dalam
soal ilmu Al-Qur’an dan qira’atnya, Imam Khalaf juga dikenal sebagai mahir dalam ilmu-ilmu keis-
laman lainnya, seperti gramatikal bahasa Arab. Dalam bidang hadits, Imam Khalaf belajar kepada
para masyakhik (guru-guru) yang dikenal dengan ke-tsiqah-annya, seperti Hammad bin Zaid, Wa-
hab bin Jarir bin Hazim, Sufyan bin Uyainah, Yazid bin Harun, Abi ‘Awanah, Abi Usamah, Khalid
bin Abdullah al-Wasithi, Jarir al-Dhabbi dan Sallam al-Thawil. Hadits-haditsnya banyak disebut
dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Sahih Muslim, dan Abu Daud dalam kitab-
nya, Sunan Abu Daud. Di samping itu, banyak ulama yang mengutip hadits-hadits selain di dua
kitab di atas, seperti Abu Zur’ah, Abu Hatim, Musa bin Harun, Abu Ya’la al-Mushili, Abu al-Qasim
al-Baghawi, Muhammadn bin Ibrahim bin Abban, dan putranya, Muhammad bin Khalaf. Dalam be-
lajar, jika ada kemusykilan atau kejanggalan yang dihadapi oleh Imam Khallaf, beliau mengin-
fakkan sebagian hartanya sehingga kemusykilan tersebut menjadi terbuka dan mudah. Beliau
berkata: “Saya menemui kejanggalan dalam bab nahwu (gramatikal bahasa Arab), kemudian saya
menginfakkan harta sebesar 80000 dirham, sehingga dengan itu kejanggalan saya terbuka dan saya
mahir dalam soal nahwu.

Guru-guru Imam Khalaf dan Transmisi Riwayatnya Dalam memperluas bacaan qira’at Al-
Qur’an, Imam Khalaf memiliki dua metode; membaca secara langsung di hadapan guru sampai
58
Khairunnas Jamal, Qira’at Imam Ashim, (Pekanbaru Riau: Cv Asa Riau,2014), hlm.69-70.
46

khatam (Ardh) dan mendengarkan riwayat yang disampaikan oleh sang guru tanpa membaca
(sima’an). Untuk metode pertama, Imam Khalaf setoran Al-Qur’an secara langsung kepada Imam
Sulaim bin Isa, Abdurrahman bin Hammad bin Hamzah, Abi Zaid Said bin Aus al-Ansari dari al-
Mufaddhal al-Dhobi. Di samping itu, Imam Khalaf meriwayatkan sebagian huruf (bacaan) dari
Ishaq al-Musayyibi, Ismail bin Ja’far, Yahya bin Adam. Sedangkan untuk metode yang kedua,
Imam Khalaf mendengar qira’at Imam Ali al-Kisa’I sampai khatam tanpa membaca langsung
kepadanya. Meskipun tanpa membaca di hadapannya, ia telah kuasai secara dhabt. Selain belajar
kepada para imam-imam di atas, Imam Khalaf di tengarai belajar kepada Imam Syu’bah namun
tidak jadi sebab kalimat yang disampaikan Syu’bah kepadanya saat awal perjumpaannya menying-
gung prasaannya. Sehingga beliau enggan melanjutkan belajar kepada Imam Syu’bah namun belajar
kepada Yahya bin Adam, murid Imam Syu’bah. Imam Khalaf adalah salah satu orang yang
mengimplementasikan firman Allah tentang memulyakannya anak keturunan manusia, sebagaimana
ia memulyakan dirinya sendiri, dan para penghafal Al-Qur’an. Hal tersebut dibuktikan dari cerita
yang disampaikan Ahmad bin Ibrahim Warraqah yang mendengar langsung dari Imam Khalaf. Be-
liau berkata: “Saya datang ke Kufah menemui Sulaim. Kemudian ia berkata: “Apa yang akan aku
lakukan untukmu?. Saya berkata: “Saya mau membaca Al-Qur’an kepada Abu Bakar bin Ayyasy
(Imam Syu’bah, murid Imam Ashim), kemudian Sulaim memanggil anaknya, dan menulis sepucuk
surat untuk disampaikan kepada Imam Syu’bah, saya tidak tahu apa yang ditulisnya. Kemudian
kami mendatanginya dan ia membaca surat tersebut dan pandangannya tertuju ke mulut saya. Ke-
mudian berkata: “Kamu Khalaf ?. Saya jawab: iya. Kemudian ia berkata: “Tidak ada seorang pun
yang akan menggantikan posisimu orang yang membaca kepadamu (tidak ada generasi yang akan
melanjutkan qira’at bacaannya). Kemudian saya diam. Maka ia pun menyuruh saya untuk duduk
dan membaca kepadanya. Bacalah…!!! Saya pun kaget sambil bertanya. Membaca kepada Anda?,
Ia pun menjawab: Iya. Saya menjawab dengan tegas: “Tidak, demi Allah saya tidak akan membaca
kepada orang yang merendahkan seorang dari kalangan penghafal Al-Qur’an. Kemduian saya
keluar dan kembali ke Imam Sulaim. Kemudian Sulaim menanyakannya namun saya enggan men-
jawabnya. Kemudian beliau menyesal dan berhujjah dan mencatat dalam transmisi sanadnya bahwa
beliau belajar kepada Imam Yahya bin Adam dari Ashim.

Antara Imam Khalaf dan Sulaim Imam Khalaf secara intens belajar dan membaca secara langsung
tentang Al-Qur’an dan qira’atnya kepada Imam Sulaim. Sebab keistiqamahan itulah Imam Khalaf
mendapatkan posisi sebagai perawi sekaligus imam qira’at kesepuluh, yang kemudian dikenal den-
gan “qira’at Imam Khalaf al-'asyir”. Awal perjumpaannya dengan Imam Sulaim telah memberikan
kesan yang mendalam bagi gurunya. Imam Khalaf bercerita: “Saya mendatangi Sulaim untuk bela-
jar Al-Qur’an kepadanya. Namun di hadapannya banyak santri-santri memngelilinginya, saya
menyangka kalau mereka adalah murid-murid yang mendahului saya (senior). Ketika saya duduk,
beliau bertanya: Siapa Anda?. Saya menjawab: “Saya Khalaf”. Kemudian beliau berkata: “Telah
sampai kepadaku bahwa kamu mencari sanad yang tinggi dalam soal qira’at. Saya tidak akan
memungut apapun dari mu.

Imam Khalaf berkata: “Saya, saat itu, datang dan mendengarkan bacaannya, namun ia tidak
mengambil sesuatu apapun dari saya. Saya datang pagi-pagi buta kemudian beliau keluar dan
berkata: Saya yang datang duluan, maka saya maju di hadapannya, saya memulai bacaan surat
Yusuf, surat ini termasuk surat yang sulit I’rabnya. Kemudian beliau bertanya : Siapa Anda, saya
tidak pernah mendengar bacaan yang sebagus Anda. Saya jawab: Saya Khalaf. Kemudian beliau
berkata: Saya tidak boleh melarang kamu membaca kepadaku. Bacalah…pada suatu hari saya sam-
pai pada kata (‫)َو َيْسَتْغ ِفُروَن ِلَّلِذ يَن آَم ُنوا‬, beliau menangis, kemudian berkata: hai Khalaf, tahukah kamu,
sungguh mulyanya orang mukmin menurut Allah, dia tidur, para malaikat mendoakan ampunan un-
47

tuknya. Imam Umar bin Qaid al-Adami berkata: Saya mendengar Khalaf berkata: “Saya membaca
Al-Qur’an kepada Sulaimdalam sehari dari awal Al-Qur’an sampai surat al-Munafiqun, beliau tidak
menegurku sama sekali hingga sampai pada kalimat (‫ )ولكن المنافقين ال يعلمون‬kemudian beliau men-
gangkat kepalanya sembari berkata: “Demi Allah, Engkau orang yang hafidz, namun butuh sedikit
pemahaman. Kemudian saya membaca ( ‫)َو لِكَّن اْلُم ناِفِقيَن ال َيْفَقُهوَن‬. Ini menunjukkan bahwa Imam Khalaf
orang yang sangat lancar hafalannya, namun sedikit kesalahan yang dilakukannya membuatkan
menegur agar lebih memperhatikan pada unsur-unsur ayat yang mirip.

Pendapat ulama tentang imam Khallaf


Imam Khalaf salah satu dari sekian imam qira’at yang memiliki dua posisi yang berbeda dalam
bidang qira’at Al-Qur’an. Dengan ketekunannya mempelajari qira’at Al-Qur’an, tak ayal banyak
ulama yang mengapresiasi dan memujinya, baik dalam hal keilmuannya maupun pribadinya.
1. Imam Yahya bin Main, al-Nasa’I dan ulama-ulama yang lain menyatakan bahwa Imam
Khalaf adalah orang yang tsiqah.
2. Imam al-Daruqutni menyatakan bahwa beliau adalah abid yang utama.
3. Imam al-Husain bin Fahm berkata: “Saya tidak menemukan seseorang yang lebih bagus
(bacaannya) daripada Khalaf. Ia mengawali karirnya sebagai ahli Al-Qur’an kemudian men-
jadi muhadditsin, ia membacakan lima puluh hadits Abi ‘Awanah kepada kami. Sebagian ri-
wayat menyatakan bahwa beliau melakukan puasa setiap hari (saum al-dahr).

Adapun murid imam Khallaf


Selain meriwayatkan qira’at Imam Hamzah, beliau memiliki qira’at sendiri yang berbeda dengan
qira’at Imam Hamzah. Maka wajar apabila banyak dari kalangan penuntut ilmu yang belajar kepada
Imam Khalaf, salah satunya adalah Ahmad bin Ibrahim Warraqah, saudaranya, Ishaq bin Ibrahim,
Ibrahim bin Ali al-Qassar, Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Idris bin Abdul Karim al-Haddad,
Muhammad bin Ishaq, guru Ibnu Syanbudz. Ibnu Asytah berkata: “Imam Khalaf mengambil dan
mendalami madzhab Hamzah keculai 120 huruf (bacaan) yang berbeda, yang dipakai sebagai pili-
han bacaannya sendiri. Imam Ibnu al-Jazari telah melakukan penelitian bahwa qira’a Imam Khalaf
tidak keluar dari qira’at Imam Hamzah, Ali al-Kisa’I dan Syu’bah kecuali pada surat al-Anbiya ayat
95, ia membacanya seperti riwayat Hafs. Setelah mendarma-baktikan diri kepada kalam-Nya, beliau
wafat pada tahun 229 pada bulan Jumadal Akhirah.59
Khalaf, yang nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa‘lab al-Bag-
dadiy, wafat pada tahun 229 H.Adapun dua orang perawinya ialah Ishaq (w. 286 H) dan Idris
(w.292 H.). (al-Qaththan, t.th.: 184).60

Imam Khalaf al-Bazzar: Biografi imam Khalaf juga terdapat pada urutan imam Qira‟ah Sab‟ah.a.
Ishaq al-Maruzi: Ishaq bin Ibrahim bin Utsman bin Abdillah dikenal dengan nama panggilan Abu
Ya‟qub al-Maruzi. Wafat pada tahun 286 H. b. Idris al-Haddad: Idris bin Abd al-Karim al-Haddad.
Memiliki panggilan yaitu Abu al-Hasan. Tidak ada keterangan mengenai tahun lahirnya, sedangkan
pada tahun wafat, para ulama juga berbeda pendapat antaratahun 292 H dan 293 H.61

59
Moh. Fathurrozi, Imam Khalaf dan Imam Khallad, Perawi Qira'at Imam Hamzah, Situs NU Online Ilmu Al-Qur’an, 14
Maret 2019,https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/imam-khalaf-dan-imam-khallad-perawi-qira-at-imam-hamzah-mayFD
60
Muh. Jabir, Kaedah Bacaan Riwayat Warsy, Vol. 4 No.2, Jurnal Hunafa, 2007, hlm. 94.
61
Muhammad Zaini dan Sri Azharani, Qira’at al-Qur’an dan Perkembangannya di Aceh, Vol. 6, No. 2, Journal of
Qur'anic Studies, 2021, hlm.202.
48
49

Anda mungkin juga menyukai