Anda di halaman 1dari 9

Problematika Kewajiban Seorang Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hadits

Arpainingsih, Melda Wilnia Putri*

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin,Universitas Islam Sultan Syarif Kasim
Riau, Indonesia.

A R T I C L E I N F O suska.ac.id.
Indexed : Garuda, Crossref, Google Scholar
DOI:https://doi.org/10.29313/jrhki.vi.1547
Article history :
Received : 2/9/2022
Revised : 19/12/2022
Published : 22/12/2022

Creative Commons Attribution-


NonCommercial-ShareAlike 4.0
International License.

Volume : 2
No. 2
Halaman : 111-114
Terbitan : Desember 2022

Corresponding Author :
*12130223019@students.uin-
ABSTRAK beings who have a verry different characteristics, characteristics and habits.
This difference can cause the problem that arises from the wife or husband.
Nusyuz is an unpleasant act that can happen to a wife or even to a husband.
Dalam sebuah ikatan A wife's nusyuz is the disobedience of a wife because she is disobedient to
pernikahan yang menyatukan her husband, that is, she does not carry out her obligations as a wife and
dua insan manusia yang does not fulfill the rights of a husband. In the hadiths of Bukhari and
memiliki sifat, karakteristik Muslim there are many explanations about the nusyuz of a wife towards her
dan juga kebiasaan yang husband who is disobedient and often argues or disobeys orders from her
pasti sangat berbeda. husband. Islam obliges and requires a husband to carry out three nusyuz
Perbedaan ini dapat behaviors of a wife, the first is to give advice, cannot change the attitude of
menimbulkan suatu a wife, so the husband can take a second action, namely separating from his
permasalahan yang timbul wife's bed, when a wife does not also say yes and carry out orders from her
dari istri ataupun husband, the husband can take the third action, namely hitting his wife
suami.Nusyuz adalah suatu without injuring her and leaving marks on the wife's body.
perbuatan yang kurang
menyenangkan yang bisa
saja terjadi pada istri atau
pun pada suami.nusyuz istri Keywords : Obligation; Nusyuz; Household; .
yaitu durhaka nya seorang
istri karena tidak taat kepada @ 2022 Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam Unisba Press. All rights reserved
suami yaitu yang tidak
melakukan kewajiban-
kewajiban sebagai seorang
istri dan tidak memenuhi
hak-hak seorang suami.
Dalam hadits Bukhari dan
Muslim begitu banyak
penjelasan tentang nusyuz
seorang istri terhadap
suaminya yang tidak taat dan
sering membantah ataupun
membangkang perintah dari
suaminya. Islam mewajibkan
serta mengharuskan bagi
seorang suami untuk
melakukan tiga prilaku
nusyuz seorang istri yang
pertama memberi nasihat,
tidak dapat mengubah sikap
seorang istri maka suami
dapat melakukan suatu
tindakan yang kedua yaitu
pisah ranjang dengan
istrinya, ketika seorang istri
tidak juga mengiyakan dan
melakukan perintah dari
suaminya maka suami dapat
melakukan tindakan yang
ketiga yaitu memukul
istrinya tanpa melukainya
dan meninggalkan bekas di
tubuh istri.

Kata Kunci :Kewajiban;


Nusyuz; Rumah Tangga;
Hadith

ABSTRACT

In a marriage bond that


a unites two human
Arpainingsih, Melda Wilnia Putri. Problematika Kewajiban Seorang Istri dalam Rumah Tangga Perspektif Hadits

A. Pendahuluan
Kebahagiaan dalam hubungan berumah tangga yaitu suatu hal yang diimpikan oleh setiap manusia, dan
itu akan dirasakan disaaat suatu keluarga menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing
baik suami maupun istri dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, segala aktifitas ataupun kegiatan yang
dilakukan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi kewajiban dan hak mereka masing-masing.
Sebagai manusia, laki-laki maupun perempuan berkesempatan untuk melakukan nusyuz, bahkan secara tegas
al- Qur’an (Q.S an-Nisa’ : 128) menyebutkan nusyuz ada pada laki-laki maupun perempuan. Ada sebahagian
yang menyimpulkan bahwa jika istri tidak menjalankan kewajibannya terhadap suami maka ia juga dianggap
nusyuz. Kemudian, ada juga masyarakat yang mengetahui nusyuz secara detail, karena kebanyakan dari
mereka hanya mengetahui bahwa diantara suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban masing-masing,
sehingga mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam memenuhinya dan mereka menganggap bahwa jika
tidak mereka lakukan, berarti sang istri membangkang terhadap suaminya begitupun sebaliknya tetapi mereka
tidak mengetahui istilah nusyuz.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, isteri yang melakukan nusyuz didefinisikan sebagai sebuah sikap
ketika isteri tidak mau melaksanakan kewajibannya yaitu kewajiban utama berbakti lahir dan batin kepada
suami dan kewajiban lainnya adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya1.
Kompilasi Hukum Islam, memberi pengertian bahwa Nusyuznya istri adalah ketika istri bersikap tidak
menjalankan atau terhadap kewajibannya tidak mau dilaksanakan seperti untuk berbakti lahir dan batin dan
mengatur serta menyelenggarakan dengan sebaik-baiknya atas keperluan rumah tangga sehari-harinya.[6]
Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa nusyuz merupakan yang segala tindakan yang
dilakukan istri kepada suaminya dengan sikap kedurhakaan, ketidakpatuhan, kebencian, pertentangan, dan
ketidaksenangan, serta perlawanan, dalam ruang lingkup berumah tangga2.
Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam yaitu ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah, 3 Untuk melakukan pernikahan, tetapi
belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw untuk berpuasa.
Orang berpuasa memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan.4
Jika istri melakukan nusyuz, penyelesaiannya sampai tiga tahap yaitu dinasehati, dipisah ranjang, dan
dipukul dengan pukulam yang tidak menyiksa dan membekas. Sebagaimana dijelaskan di dalam Ensiklopedi
Hukum Islam, Ulama mazhab dalam hal pemukulan sepakat, menurut Muhammad ‘Ali as-Sabuni dan
Wahbah az-Zuhaili bahwa pemukulan yang dibenarkan adalah ghair mubarrih atau pukulan yang tidak
menyakitkan dan tidak melukai, bahkan tidak merusak muka apalagi sampai mematahkan tulang 5.

B. Metode Penelitian

1
Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: 2000), 26.

2
Imam Ghazali, “Hak-hak Suami-Isteri, L.M. Syarifii”, (Suranaya: Bintang Pelajar), hlm. 43.

3
Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991, KHI di Indonesia (Jakarta : Humaniora

Utama Press, 2001), hlm. 14.


4
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 7

5
Abdul Aziz Dahlan, “Ensiklopedi Hukum Islam”, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 1355.
114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif Kajian utama pada penelitian ini
ada pada kedalaman masalah atau kasus yang diteliti untuk mendefinisikan suatu kasus Penelitian ini dilakukan
dengan sebuah rasa percaya akan objek yang menjadi penelitian akan diteliti dengan mencari tahu sebab akibat
yang timbul atau terjadi pada objek penelitian.
Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah rumah tangga yang dalamnya terdapat kewajiban
seorang istri terhadap suami dan memiliki problematika atau nusyuz.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Pengertian Nusyuz

Secara lughowi (bahasa) Nusyuz berasal dari kata nasyaza dari bentuk masdar yang artinya tanah yang
tersembul tinggi ke atas. Sedangkan beberapa ulama fiqh mendefinikan Nusyus secara terminologis. Menurut
fuqaha Hanafiyah, pengertian Nusyuz adalah terjadinya ketidaksenangan antara suami dan istri. Pengertian
Nusyuz dari Fuqaha Malikiyah adalah terjadinya permusuhan di antara suami dan Istri. Nusyuz dalam
pengetian ulama Syafi’i adalah terjadinya perselisihan yang terjadi antara suami dan istri. Sementara
mendefinisikan Nusyuz menurut ulama Hambaliyah adalah dengan ketidaksenangan dan disertai dengan
hubungan yang tidak atau kurang harmonis baik dari pihak Istri maupun suami. 6 Ulama Hanafiyah,
mendefinisikan Nusyuz sebagai perasaan benci suami kepada istrinya atau mempergauli istrinya dengan
kasar. Ulama Syafi‘iyah mendefinisikannya dengan istri yang dimusuhi suami dengan berlaku tidak baik
terhadapnya serta pukulan dan tindak kekerasan lainnya. Sedangkan ulama Hambali mendefinisi sebagai
suami yang memberikan perlakuan kasar kepada istrinya atau memojokkan istrinya atau hak-hak istrinya tidak
diberikan oleh suami sebagaimana hak untuk nafkah, atau dengan pukulan dan lainnya. 7

Menurut ulama Hanafiyah pengertian istri Nusyuz kepada suami, adalah istri menutup diri dan tanpa
seizin dari suaminya keluar dari rumah, padahal untuk berbuat demikian dia tidak punya hak. Nusyuz dalam
pandangan ulama Malikiyah adalah Istri keluar dari aturan yang harus diataati yang telah diwajibkannya,
melarang bersenang-senang dengan suami, karena sang istri mengetahui bahwa tidak diizinkannya oleh suami
maka keluar rumah tanpa seizin dari suami, meninggalkan perintah Allah. Nusyuz dalam pandangan ulama
Syafi‘iyah adalah istri yang melakukan pelanggaran atas ketentuan maupun perintah yang telah diwajibkan
Allah SWT kepadanya dan merupakan kedurhakaan istri kepada suaminya.8

Kompilasi Hukum Islam, memberi pengertian bahwa Nusyuznya istri adalah ketika istri bersikap tidak
menjalankan atau terhadap kewajibannya tidak mau dilaksanakan seperti untuk berbakti lahir dan batin dan
mengatur serta menyelenggarakan dengan sebaik-baiknya atas keperluan rumah tangga sehari-harinya. 9 Dapat
disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa nusyuz merupakan yang segala tindakan yang dilakukan
istri kepada suaminya dengan sikap kedurhakaan, ketidakpatuhan, kebencian, pertentangan, dan
ketidaksenangan, serta perlawanan, dalam ruang lingkup berumah tangga.10

6
Shaleh bin Ghanim al-Sadlani, “Nusyuz dan Konflik Suami Isteri dan Penyelesaiannya, terj. Muhammad Abdul Ghafar”,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), hlm. 26
7
Zainuddin Ibn Najm al Hanafi, “al-Bahr ar-Rafiq” (Pakistan: Karachi, t.t.), IV: 78.

8
Shaleh bin Ghanim al-Sadlani, “Nusyuz, Konflik Suami Isteri dan Penyelesaiannya”, hlm. 26- 27.

9
Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: 2000), hlm. 26

10
Imam Ghazali, “Hak-hak Suami-Isteri, L.M. Syarifii”, (Suranaya: Bintang Pelajar), hlm. 43.
114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022
Hak dan kewajiban dalam rumah tangga yang tidak berjalan sebagaimana yang sudah diatur hal ini
dalam Islam dikenal dengan istilah nusyuz. Nusyuz dapat datang dari pihak Istri atau pihak Suami. Istilah
nusyuz atau dalam bahasa Indonesia biasa diartikan sebagai sikap membangkang, yang merupakan status
hukum yang diberikan terhadap Istri maupun suami yang melakukan tindakan pembangkangan atau “purik”
(Jawa) terhadap pasangannya. Berbeda dengan Bahasa Indonesia, pengertian nusyuz dalam Islam diartikan
sebagai ketidaktaatan terhadap perintah Allah swt dengan praktek pasangan Suami Istri tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana yang sudah diperintahkan oleh Allah swt, sehingga nusyuz itu haram hukumnya
karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui Al-Qur’an dan hadits Nabi saw. 11
Nusyuz sangat erat dikaitkan dengan perempuan (istri), Q.S An-Nisaa’ [4]: 34 dan Pasal 84 KHI ayat 1.
Istri dapat dianggap nusyuz (durhaka/membangkang) apabila tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya
sebagai Istri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah. 12 Nusyuz dari pihak istri ini adalah sebuah bentuk
penentangan istri kepada suaminya, kebencian kepadanya dan tidak mentaatinya.

2. Hadits-hadits Terkait Kewajiban Istri


a. Hadits Haram Bagi Isteri Menolak Ajakan Suaminya di Tempat Tidur

‫ِمَس‬
‫ َو َح َّد َثَنا َحُمَّم د بن املثىن َو اْبُن َبشاٍر َو اللفظ الْبِن اْلُم ىن قاال حدثنا َحمَّم ُد ْبن َج ْع َف ٍر َح َّد َنا َّمُث َق اَل ْعُت َفَن اَدَة َحُيِّد ُث َعْن‬٣٥٢٤
‫ُز َر اَر َة ْبِن َأْو ىَف َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َعِن الَّنِّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل ِإَذا َب اَلِت اْلَم ْر َأُة َه اَج َر ًة ِف َر اَش َز ْو ِج َه ا َلَعنْتَه ا اْلَم اَل ِئَك ُة َح ىَّت‬
.‫ َو َح َّد َتْيِه ْحَيىَي ْبن َح ِبيٍب َعْدَنا َخ اِلٌد َيْع يِن اْبَن اَحْلاِر ِث َح َّد َثَنا شعبُة َهِبَذ ا اِإْل ْس َناِد َو َقاَل َح ىَّت َتْر ِج ُع‬. ‫ُتْص ِبَح‬

3524. Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ibnu Basysyar telah memberitahu- kan kepada kami-lafazh ini milik
Ibnu Al-Mutsanna-, keduanya berkata, Muhammad bin Ja'far telah memberitahukan kepada kami, Syu'- bah
telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, 'Aku mendengar Qatadah meriwayatkan hadits dari Zurarah
bin Aufa, dari Abu Hurai- rah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam be- liau bersabda,
"Apabila seorang isteri bermalam dengan meninggalkan tempat tidur suaminya maka malaikat akan
melaknatnya sampai pagi." Yahya bin Habib telah memberitahukan kepadaku hadits ini, Khalid -Ibnu Al-
Harits- telah memberitahukan kepada kami, Syu'bah telah memberitahukan kepada kami, dengan sanad ini,
melainkan ia meri- wayatkan, "Sampai ia kembali (ke tempat tidurnya)." (HR. Bukhari Muslim)

Takhrij Hadits

Ditakhrij oleh: Al-Bukhari di dalam Kitab: An-Nikah, Bab: Idzaa Baatat Al-Mar atu Muhaajirataan Firaasya
Zaujihaa, (nomor 5194), Tuhfah Al-Asyraf (nomor 12897).

Syarah Hadits
Ini menjadi dalil tentang haram hukumnya bagi isteri menolak ajakan suami di tempat tidur tanpa ada
udzur (halangan) yang sesuai dengan syariat. Kondisi haid bukanlah udzur untuk menolak, sebab suami
mempunyai hak untuk bersenang-senang dengannya di atas kain penutup.

Makna hadits, bahwa laknat tersebut terus mengarah kepada istri sampai hilang kemarahan suami dengan
terbitnya fajar dan suami tidak membutuhkannya lagi, atau sampai isteri bertaubat dan kembali
ke tempat tidur.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sehingga ia melalui malam dalam keadaan marah kepada
isterinya", dalam riwayat lain disebutkan dengan lafazh "Dalam keadaan marah."

11
Wati Rahmi Ria dan Zulfikar, Ilmu Hukum Islam, (Gunung Pesagi, Bandar Lampung, 2015), 64

12
Grahamedia press, Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, 2014, 358.
114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022
Analisis Hadits
Maksud dari hadis ini yaitu apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur dalam keadaan
sang istri tidak berhalangan, akan tetapi sang istri menolak ajakan tersebut dan sang suami merasa kesal dalam
tidurnya maka malaikat melaknat dan murka terhadapnya hingga subuh datang.
Kalau tekstual hadits yang dimaksud adalah ajakan untuk hubungan intim di malam hari karena faktor
pendorong untuk berhubungan intim di malam hari lebih besar. Tetapi ini bukan sama sekali menunjukkan
bahwa berhubungan intim di siang hari itu tidak boleh.
Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda bahwa istri yang menolak ajakan suami untuk berhubungan
badan akan dimurkai yang ada di langit hingga suaminya memaafkan istrinya. Akan tetapi, jika istri ada
halangan, seperti sakit atau kecapekan, maka itu termasuk uzur dan suami harus memaklumi hal ini. Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Ini adalah dalil haramnya wanita enggan mendatangi ranjang jika tidak ada
uzur. Termasuk haid bukanlah uzur karena suami masih bisa menikmati istri di atas kemaluannya.”

b. Hadits Sekiranya Tidak Ada Hawa Tentu Perempuan Tidak Mengkhianati Suaminya Sepanjang Masa

‫ َو َح َّد َثَنا ُمَح َّم ُد ْبن َر اِفٍع َح َّد َثَنا َعْبُد الَّر َّزاِق َح َّد َنا َمْع َمٌر َعْن َه َّم اٍم بن ُمني َقاَل َه َذ ا َم ا َح َّتَن ا َأُبو ُه َر ْيَر ًة َعْن َرُس ْو ِل الَّل ِه َص َّلى‬.٣٦٣٦
‫الَّلُه َعَلْيِه وَس َّلَم َفَذ َك َر َأَح اِد يَث ِم ْنَه ا َو َقاَل َرُس وُل الَّل ِه َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم أوًال ُبو ِإْس َر اِئيَل َلْم َيْع ُبُث الَّطَع اُم َو َلْم ْخَيَتُر الَّلْح ُم َو َل ْو اَل‬
. ‫َح َّو اُه ْمَل َتُخ ْن ُأنَثى َز ْو َجَه ا الَّد ْه َر‬

3636. Muhammad bin Rafi' telah memberitahukan kepada kami, Abdurrazzaq telah memberitahukan kepada
kami, Ma'mar telah mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, ia berkata, Inilah yang
diberitahukan Abu Hurairah kepada kami dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Lalu ia menyebutkan
beberapa hadits, di antaranya: 'Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sekiranya tidak ada
Bani Israil tentu makanan tidak menjadi basi dan daging tidak menjadi busuk, dan sekiranya tidak ada Hawa
tentu seorang wanita tidak akan mengkhianati suaminya sepanjang masa." (HR. Muslim)

Takhrij hadits
Ditakhrij oleh: Al-Bukhari di dalam Kitab: Ahadits Al-Anbiya", Bab: Qaulihi Ta'ala "Wa Waa'adnaa Muusaa
Tsalaatsiina Lailatan wa Atmamnaa- haa Bi'asyrin Fatamma Miiqaatu Rabbihi Arba'iina Lailatan wa Qaala
Muu- saa Li Akhihikhlufnii Fii Qaumii wa Ashlih wa Laa Tattabi' Sabiilal Mufsi- diin, Wa Lammaa Muusaa
Li Miiqaatinaa wa Kallamahu Rabbuhu Qaala Rabbi Arinii Anzhur Ilaika Qaala Lantaraanii- ilaa qaulihi- Wa
Ana Awwalul Mu'miniin" (nomor 3399), Tuhfah Al-Asyraf (nomor 14703).

Syarah Hadits
Sabda beliau Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam ‫َها‬- ‫" َلْو ًال َح َو اُء َلْم َتُح ْن ُأنثى َز ْو َج‬Dan sekiranya
tidak ada Hawa tentu seorang wanita tidak akan mengkhianati suaminya sepanjang masa." Artinya, tidak
mengkhianatinya selamanya. Kami meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata, "Dia dinamakan Hawa sebab
statusnya sebagai ibu semua manusia yang hidup." Ada yang berpendapat, Hawa melahirkan untuk Adam 40
anak dalam dua puluh kali kehamilan, setiap kali kehamilan ada laki-laki dan perempuan.
Para ulama berbeda pendapat, kapan Hawa' tercipta dari tulang rusuk Adam? Ada yang berpendapat, Sebelum
Adam masuk surga, lalu keduanya masuk ke dalam surga. Ada yang berpendapat, Di surga. Al-Qadhi berkata,
"Makna hadits ini bahwa Hawa adalah ibu bagi anak-anak perempuan Adam, sehingga anak-anak perempuan
tersebut mirip dengan ibunya. Nenek moyang manusia ini dikeluarkan dari surga disebabkan kisah pohon
bersama iblis. Iblis menggoda Hawa untuk memakan buah dari pohon yang dilarang untuk dimakan, lalu
Hawa merayu dan memaksa Adam untuk memakannya, akhirnya Adam pun memakannya."
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ‫ْو ًال َبُنو ِإْس َر اِئيَل َلْم َيْعُبت الَّطَع اُم َو َلْم َيْخ َنْز الَّلْح ُم‬
"Sekiranya tidak ada Bani Isra" il tentu makanan tidak menjadi basi dan daging tidak menjadi busuk."
114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022
Kata ‫ يخنز‬bisa dibaca Yakhnaz atau yahniz, bentuk fi'il madhi (kata kerja bentuk lampau) adalah
khaniza atau khanaza. Bentuk mashdar nya adalah al-khanazu atau al-khunuuzu. Artinya, rasanya berubah dan
menjadi busuk. Para ulama berkata, "Makna hadits, bahwa ketika diturunkan makanan Manna dan Salwa
kepada Bani Isra'il, mereka dilarang untuk menyimpan keduanya, tetapi mereka tetap menyimpan keduanya,
lalu makanan itu menjadi rusak dan membusuk. Yang demikian itu terus berlanjut semenjak waktu itu.
Wallahu A'lam.

Analisis Hadits
Maksud dari hadits ini adalah suatu penyesalan seseorang akan adanya bani israil yang dilarang untuk
menyimpan makanan Manna dan Salwa akan tetapi mereka tetap menyimpannya dan mengakibatkan
makanan tersebut rusak tidak dapat digunakan serta membusuk. Hadits ini juga menyambung kisah Adam dan
Hawa yang memakan buah khuldi yaitu buah terlarang dan ini merupakan paksaan seorang Hawa (istri)
kepada Adam suaminya. Jika saja kejadian tersebut tidak terjadi, maka tidak aka nada perempuan yang
tergoda oleh blis dan akhirnya mengkhianati suaminya yang merupakan pemimpin mereka. Makna yang
terkandung dalam hadits ini juga terdapat bahwa perempuan adalah fitnah dunia yang sangat sulit
dikendalikan oleh lelaki yang memang ujiannya adalah seorang wanita. Dari hadits ini juga dapat diambil
pelajaran bahwa seorang istri tidaklah boleh atau dilarang untuk mengkhianati suaminya, sebab ini termasuk
ke dalam nusyuz dalam rumah tangga, yang mana nusyuz sendiri merupakan pembangkangan seorang istri
terhadap suami ataupun sebaliknya. Jika istri melakukan nusyuz, penyelesaiannya sampai tiga tahap yaitu
dinasehati, dipisah ranjang, dan dipukul dengan pukulam yang tidak menyiksa dan membekas. Namun jika
suami yang melakukan nusyuz, maka hanya perlu dilakukan perdamaian antara kedua belah pihak.

c. Hadits Menjaga Kemaluan

، ‫ َنَهى الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َع ْن َيْبَع َتْيِن‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،‫ َع ْن اَأْلْع َر ِج‬، ‫ َع ْن َأِبي الَّز َناِد‬، ‫ َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن‬: ‫ َقاَل‬،‫ َح َّد َثَنا َقِبيَص ُة ْبُن ُع ْقَبَة‬.٣٦٨
‫ َو َأن َيْح ِيَي الَّرُجُل ِفي َثْو ِب َو اِحٍد‬، ‫ َو َأْن َيْش َتِم ُل الَّص َّم اَء‬، ‫َع ْن الَّلَم اِس َو الَّتَباِد‬

368. Qabishah bin Uqbah telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah memberitahukan kepada
kami, dari Abu Az-Zinad, dari Al-Araj, dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
melarang dua bentuk jual beli, yaitu al-limas dan an-nibadz, menyeli mutkan ash-shamaa dan seseorang
membungkus dirinya dengan satu kain sambil duduk memeluk lutut."(HR.Muslim)

Takhrij hadits
(Hadits 368-tercantum juga pada hadits nomor: 584, 588, 1992, 2145. 2146, 5819, 5821).

Syarah Hadits
Perkataannya, "Melarang dua bentuk jual beli, yaitu al-limas dan an- nihadz "Al-Limas adalah seorang
penjual berkata kepada pembeli, pakaian manapun yang sudah kamu raba (pegang) maka kamu wa jib
membayarnya sekian. Ini adalah kebodohan besar, karena orang yang membeli bisa jadi memegang pakaian
seharga seribu sementara penjual mengira bahwa dia memegang pakaian yang harganya sepu- luh
umpamanya, maka dalam hal ini terdapat tipudaya dan ketidaktahuan.
An-Nibadz adalah seorang pembeli berkata kepada penjual; pa- kaian manapun yang kamu lemparkan
kepada saya, maka saya wajib membayar sekian. Ia mengira bahwa penjual akan melemparkan pa- kaian
kepadanya seharga seratus, ternyata ia melemparkan pakaian kepadanya seharga sepuluh. An-nabidz (yang
melempar) adalah pen- jual sedang yang memegang adalah pembeli. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah
kebodohan dan kerusakan. Disana juga terdapat macam ketiga dari macam-macam jual beli yang terdapat
unsur kebodohan, akan tetapi tidak disebutkan di dalam hadits ini, yaitu jual beli al-hashaat. Jual beliau al-
hashaat adalah seorang penjual berkata kepada pembeli; lemparkanlah batu kerikil ini ke arah pakaian-pakaian
ini, dan apabila ada pakaian yang terkena batu terse- but maka kamu wajib membayar sekian. Ini adalah satu
114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022
kebodohan, tetapi apakah jual beli ini termasuk dari macam jual beli tadi, atau dari jenis yang lain.
Jual beli macam ini pada hak penjual jelas ada kebodohan dan kerusakan yang nyata, adapun pada haknya
pembeli terkadang lem- parannya mengenai sasaran, lemparan batu tersebut mengenai pakaian yang ia
inginkan. Walau bagaimanapun ini adalah tipuan. Dari sisi penjual jelas, adapun dari sisi pembeli terkadang
bisa menjadi tipuan dan terkadang tidak tipuan.
ermasuk jual beli al-hashaat juga adalah seorang penjual berkata, lemparkanlah batu ini, dan sejauh mana
lemparan tersebut jatuh maka kamu wajib membayar sekian.
Penjual mengira bahwa pembelinya lemah, tetapi padahal dia kuat ketika ia melemparkan batu kerikil
tersebut pembeli mengira bahwa lemparannya hanya sampai sepuluh meter, ternyata lemparannya sam pai
lima puluh meter. Padanya terdapat kebodohan yang jelas, oleh ka rena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
melarangnya.
Perkataannya, "dan menyelimutkan ash-shamaa inilah inti permasa- lahannya. Ash-shamaa disini adalah sifat
untuk kalimat yang terhapus, taqdirnya adalah asy-syimlata ash-shamaa. Yaitu pakaian yang seseorang tidak
dapat membuka tangannya, jika ia membuka tangannya niscaya auratnya akan tersingkap.
Perkataannya, "dan seseorang membungkus dirinya dengan satu kain sambil duduk memeluk lutut." Al-
ihtibaa adalah seseorang duduk sambil memeluk lutut kemudian ia membungkuskan dirinya dengan kain.
Apabila dalam posisi seperti ini ia hanya mengenakan satu kain maka auratnya akan nampak dari atas, oleh
karena itu seseorang dilarang berposisi duduk demikian dengan mengenakan satu kain. Adapun jika ia
mengenakan dua kain, seperti memakai sarung dan selendang, lalu ia berposisi duduk demikian dengan
menggunakan selendangnya maka ini tidak ada masalah. Begitu juga apabila berposisi duduk demikian
dengan menggunakan kedua tangannya atau dengan menggunakan tali kulit sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang di masjid-masjid, kamu dapati seseorang berposisi duduk demikian dengan tali kulit yang ia
ikatkan pada punggungnya memanjang hingga betisnya ini tidak ada masalah.

Analisis Hadits
Maka dari analisis menurut penulis hendaklah seseorang khususnya wanita mengetahui batas aurat yang
miliki, sehingga ia mampu menyesuaikan pakaiannya serta memanjangkan kainnya. Hendaklah seorang
mukmin mengingatkan mukmin lainnya jika auratnya tersingkap walau hanya sedikit. Dari hadits ini hikmah
yang dapat diambil bahwasanya, seorang istri berkewajiban menutup aurat dan menjaga kehormatannya
kecuali di depan suami. Kemudian dalam pengertiannya aurat adalah sesuatu yang menimbulkan rasa malu,
sehingga seseorang terdorong untuk menutupnya. Maka dari itu, bagian yang tentunya haram kelihatan
menurut syariat Islam sudah tertera jelas baik laki-laki maupun permpuan, batas minimal bagian tubuh
manusia yang wajib ditutup berdasarkan perintah Allah. Berdasarkan pengertian ini, dipahami bahwa aurat
tidaklah identik dengan bahagian tubuh yang ditutup menurut adat suatu kelompok masyarakat. Aurat wanita
ketika berhadapan dengan orang-orang yang bukan muhrimnya, menurut kesepakatan ulama adalah meliputi
seluruh tubuhnya, selaian muka dan dua telapak tangan dan kakinya.Karena itulah yang hanya boleh melihat
aurat seorang istri ialah suami. batasan aurat seorang perempuan sama dengan batasan auratnya pada saat
shalat. Ibnu Taimiyah berkata bahwa sebagian besar fuqaha’ menilai apa yang harus ditutup dalam shalat
yaitu ketika berhadapan dengan Tuhan harus pula ditutup dari pandangan orang lain yang bukan muhramnya.
Pada dasarnya tidak ada perdebatan antara sampai mana batas-batas aurat seorang wanita, hanya
diperdebatkan tentang siapa saja diperbolehkan melihat auratnya. Seperti seorang istri yang harus menjaga
batas-batas auratnya ketika ia sedang berhadapan dengan orang yang bukan mahramnya, ini ialah salaah satu
cara seorang istri menjaga maruah serta martabat suaminya di kalangan masyarakat.

Arpainingsih, Melda Wilnia Putri. Problematika Kewajiban Istri Dalam Rumah Tangga Perspektif Hadits

114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022


D. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis terhadap problematika kewajiban seorang istri secara mendalam, maka
dapat ditarik kesimpulan menurut perspektif hadits, seorang istri dikatakan sudah melakukan kewajiban jika
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dalam islam dan sudah diatur melalui al-Qur’an dan hadits. Seorang istri
dapat dikatakan sudah melakukan kewajibannya jika sang suami meridhoinya dan malaikat tidak melaknatnya.
Dengan kata lain seorang istri tidak boleh atau dilarang melakukan suatu pengkhianatan terhadap suaminya
maupun ajakan sang suami yang merupakan hak seorang suami. Yang mana dia melakukan aktivitas di dalam
rumah dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan, melainkan untuk melakukan
kegiatan kerumahtanggaan juga menjalankan segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan diluar rumah
dan bertujuan untuk mendatangkan kewajibannya terhadap suami. Menurut perspektif hadits, nusyuz
merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku membangkang atau melalaikan
kewajiban yang dilakukan oleh isteri atau suami terhadap pasangannya. Nusyuz terbagi menjadi dua, yaitu
nusyuz suami dan istri. Apabila nusyuz dilakukan oleh suami, maka dianggap sebuah kedzoliman atau
kelalaian. Apabila nusyuz dilakukan oleh istri maka dianggap sebagai sebuah kedurhakaan dan
pembangkangan.

Daftar Pustaka
Dahlan, Abdul Aziz (ed.), (1993), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Al Ghazali, Imam, Hak-hak Suami-Istri, L.M. Syarifii, Suranaya: Bintang Pelajar.

Abdurrahman H. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum
Islam, Grahamedia press : 358.
Imam Ghazali, “Hak-hak Suami-Isteri, L.M. Syarifii”, (Suranaya: Bintang Pelajar), 43.

Wati Rahmi Ria dan Zulfikar. (2015). Ilmu Hukum Islam, Gunung Pesagi, 64
Zainuddin Ibn Najm al Hanafi, “al-Bahr ar-Rafiq” : Karachi, t.t., IV: 78.
Shaleh bin Ghanim al-Sadlani.(1993).“Nusyuz dan Konflik Suami Isteri dan Penyelesaiannya, terj.
Muhammad Abdul Ghafar”,: Pustaka al-Kautsar, 26
Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun. (1991). KHI di Indonesia: Humaniora Utama Press, 14.

Kompilasi Hukum Islam (2000), Jakarta: 26.


Zainuddin Ali. (2006). Hukum Perdata Islam di Indonesia. Sinar Grafika.

114/114 Volume 2, No. 2, Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai