Nim : 208000103
Kelas : PGSD 2020F
Ika Kurniawati & Ika Kurniawati. 2021.Pengaruh Kebiasaan Bermain Game Online
terhadap Prestasi Belajar Siswa SD. Universitas PGRI Yogyakarta. ELEMENTA:
JURNAL PGSD STKIP PGRI BANJARMASIN Vol.3,No. 1, Halaman: 74-81
Problem : Kebiasaan menurut Asih (dalam Wahyunita, 2020: 3) kebiasaan adalah
perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal
yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati oleh
masyarakat. Anak-anak yang terbiasa bermain game onlineadalah
mereka yang sangat menyukai tantangan. Anak-anak ini seringkali tidak
menyukai rangsangan yang lemah, monoton, tidak responsif dan
lambat. Hal ini setidaknya berdampak pada proses pembelajaran
akademik. Suasana di kelas seperti penjara bagi jiwa, tubuhnya ada di
dalam kelas, tetapi pikiran, keingintahuan, dan keinginannya ada dalam
video game.Terkadang, anak juga menjadi malas belajar atau sering
membolos hanya untuk bermain game.
Game Online menurut Affandi (dalam Fauzi, 2019: 62, dalam Harahap,
Sukron Habibi, 2021: 2) permainan berbasis onlinemerupakan
permainan yang bisa dimainkan banyak orang menggunakan
media teknologi ataupun mesin dimana media tersebut
terhubung dalam satu jaringan
Prosedur : Peneltian ini adalah penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh game online terhadap prestasi belajar siswa
Sekolah Dasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan atau literatur review. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini dilakukan dengan mereduksi data, menampilkan data, dan
menarik kesimpulan.
Pembahasan : Dampak bermain game onlineterhadapsiswadiatasmenunjukkanbahwa
game online tidak serta merta atau secara langsung berpengaruh
terhadap prestasi hasil belajar siswa, tetapi permainan game online akan
mempengaruhi beberapa faktor pentin gyang secara langsung berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa game
online akan berdampak atau berpengaruh negatif terhadap prestasi hasil
belajar siswa akan mempengaruhi prestasi hasil belajar siswa. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa game online berpengaruh terhadap
prestasi hasil belajar
Simpulan : Dapat disimpulkan bahwa game online berdampak negatif bagi prestasi
belajar para siswa. Seorang anak yang sudah kecanduan game online akan
mempengaruhi prestasi dalam belajarnya dan jika prestasi belajarnya
terganggu maka akan mendapatkan prestasi yang kurang baik.
Komentar : Dengan adanya penelitian pengaruh kebiasaan bermain game online
terhadap prestasi belajar siswa sd ini kita dapat mengetahui bagaimana
dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebiasaan anak bermain game online
dalam prestasi belajarnya.
E-ISSN:
2656-7814
Vol. 3 , No. 1,
DOI:
ELEMENTA: JURNAL Maret 2021
10.33654/pgsd
Halaman: 74-
PGSD STKIP PGRI BANJARMASIN
Website jurnal: http://jurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/pgsd 81
Abstrak: Peneltian ini adalah penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh game online terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau literatur review. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penyederhanaan data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan atas data yang digunakan. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara membaca dan mencatat informasi-informasi penting yang terdapat di
berbagai jurnal yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa seorang anak yang sudah kecanduan bermain game
online akan mempengaruhi prestasi dalam belajarnya. Kesimpulan dari hasil penelitian
ini adalah terdapat hubungan antara pengaruh kebiasaan bermain game online dengan
prestasi belajar siswa Sekolah Dasar.
Abstract: This research is a library research that aims to determine the effect of
online games on the learning achievement of elementary school students. The type of
research used is library research or literature review. Analysis of the data used in
this study is simplification of data, presentation of data and drawing conclusions on
the data used. Data collection techniques were carried out by reading and recording
important information contained in various journals related to the research being
conducted. The results of the study indicate that a child who is addicted to playing
online games will affect his learning achievement. The conclusion from the results of
this study is that there is a relationship between the influence of the habit of playing
online games with the learning achievement of elementary school students.
PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
merupakan elemen penting yang harus dimiliki setiap orang untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Melalui
pendidikan, siswa dapat menjadikan dirinya lebih baik melalui pembelajaran. Hasil
belajar adalah tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan melalui forum
tersebut, forum tersebut mengatur proses pendidikan dalam suatu negara. Sekolah
merupakan salah satu tempat yang mengatur proses pendidikan di Indonesia. Pendidikan
dan informasi sangat erat kaitannya, oleh karena itu, berkat kemajuan teknologi, sekarang
dimungkinkan dapat memahami apa yang terjadi di seluruh dunia dengan akses cepat ke
semua jenis informasi melalui internet.
Teknologi saat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia,
oleh karena itu dampak dari kemajuan teknologi seperti televisi, radio, handphone,
gadget, dan ipads dengan cepat memengaruhi masyarakat. Teknologi memiliki banyak
fungsi dan pengaruh penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
hiburan, seperti permainan yang menggunakan media internet sebagai media utamanya,
atau yang lebih dikenal dengan game online. Menurut Adams dan Rollings (dalam
Nisrinafatin, 2020 : 116) game online adalah permainan yang dapat diakses oleh
banyak pemain, dimana mesin - mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh
jaringan internet. Perkembangan game online saat ini sangat pesat, mulai dari metode
tampilan gameplay, grafik game, resolusi gambar, dan lain-lain.
Game menjadi semakin menarik dan mengasyikkan. Demikian pula adanya
perbedaan jenis game perang, game petualangan, game fighting dan game online
lainnya yang membuat game tersebut menarik. Semakin menarik game tersebut maka
semakin banyak orang yang memainkan game online tersebut. Game online didominasi
oleh siswa SD, SMP, dan SMA, bahkan mahasiswa yang juga bermain game. Siswa
yang sering bermain game online menjadi kecanduan. Kegemarannya bermain game
online akan berdampak pada dirinya, terutama dari segi akademis, karena ia masih
dalam usia sekolah.
Anak-anak yang terbiasa bermain game online adalah mereka yang sangat
menyukai tantangan. Anak-anak ini seringkali tidak menyukai rangsangan yang lemah,
monoton, tidak responsif dan lambat. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran
akademik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa siswa di kelas bawah
maupun atas sekolah memiliki kebiasaan menggunakan game online yang
mempengaruhi prestasi belajar mereka. Menurut Tim (dalam Lisna Budiarti, 2019: 2),
prestasi hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
siswa menerima pengalaman belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa game
online berdampak pada prestasi akademik siswa. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di
atas, peneliti tertarik untuk mengkaji literatur dengan judul Pengaruh Kebiasaan
Bermain Game Online Terhadap Prestasi Belajar Siswa SD.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka atau Literatur Review.
Menurut Nazir (dalam Nisrinafatin, 2020: 117) studi kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-
literatur, catatan-catatan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Studi
ini mengeksplorasi dampak game online terhadap prestasi belajar siswa.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mereduksi
data, menampilkan data, dan menarik kesimpulan. Dengan cara ini kita dapat menarik
kesimpulan dari penelitian ini. Teknik pengumpulan data dengan membaca dan
mencatat
informasi penting yang terdapat dalam berbagai jurnal terkait penelitian yang sedang
berlangsung.
Game Online
Menurut Affandi (dalam Fauzi, 2019: 62, dalam Harahap, Sukron Habibi, 2021:
2) permainan berbasis online merupakan permainan yang bisa dimainkan banyak
orang menggunakan media teknologi ataupun mesin dimana media tersebut
terhubung dalam satu jaringan. Menurut Surbakti (dalam Harahap, Sukron Habibi,
2021: 2) menyatakan bahwasanya game online merupakan cara gaya hidup baru bagi
beberapa orang disetiap kalangan anak muda ataupun pelajar.
Menurut kamus Macmillan (dalam Nisrinafatin, 2020: 117) Game adalah aktifitas
yang dilakukan untuk fun atau menyenangkan yang memiliki aturan sehingga ada yang
menang dan ada yang kalah. Sedangkan Menurut Eddy Liem (dalam Nisrinafatin, 2020:
117), Direktur Indonesia Gamer, internet game adalah sebuah game atau permainan
yang dimainkan secara online via internet, bisa menggunakan PC (personal computer),
atau konsol game biasa (PS-2, X-Box, dan sejenisnya) (Kompas cyber media, 2003).
Adams & Rollings (dalam Nisrinafatin, 2020: 117) mendefinisikan game online sebagai
permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang
digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan internet.
Game online, istilah yang sering digunakan untuk merepresentasikan game digital
yang sedang berkembang di era modern ini. Jenis game online ini sangat banyak dan
umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun sebagian orang beranggapan
bahwa game online identik dengan komputer, namun game tidak hanya berjalan di
komputer. Game bisa berupa konsol, handle, bahkan game bisa digunakan di
handphone. Game online dapat digunakan untuk menyegarkan atau menghilangkan
kebosanan pemain dari aktivitas sehari-hari (pekerjaan, belajar dan faktor lainnya) atau
hanya untuk mengisi waktu luang.
Game online dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dulu, hanya
komputer yang bisa digunakan untuk bermain game online. Tetapi sekarang dapat
menggunakan ponsel untuk mengakses game online. Rata-rata, pemain saat ini
menggunakan ponsel dan jaringan Internet yang sesuai untuk bermain game online.
Ketika akan mengakses game online di ponsel, biasanya dapat menggunakan Google
Play Store untuk mengunduh game online. Di Google Play Store, dapat mengunduh
berbagai aplikasi secara gratis atau berbayar. Berbagai game online bisa diunduh atau
dipasang di sana.
Jenis-jenis game online yang sering dimainkan saat ini adalah game action Mobile
Legend, PUBG, Free Fire dan AOV. Biasanya pemain akan menghilangkan kejenuhan
dalam aktivitas sehari-hari (bekerja, belajar, dan faktor lainnya), dan hanya mengisi
waktu luangnya dengan bermain game online. Namun, beberapa pemain menghabiskan
waktu berjam-jam atau bahkan bermain sepanjang hari, sementara beberapa pemain
menghabiskan seluruh waktunya untuk bermain game online. Kebiasaan hingga
mengakibatkan kecanduan bermain game ini dapat menimbulkan kerugian yang tinggi
karena berpengaruh pada aspek pembelajaran. Ketergantungan ini akan menimbulkan
kemalasan belajar siswa, yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Prestasi Belajar
Suharsimi Arikunto (dalam Fauzi, A, 2019: 52) menyebutkan bahwa prestasi
harus mencerminkan tingkatan-tingkatan siswa sejauh mana telah dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan setiap bidang studi. Simbol yang digunakan untuk menyatakan
nilai, baik huruf maupun angka, hendaknya merupakan gambaran tentang prestasi saja.
Menurut Muhibbin Syah (dalam Fauzi, A, 2019: 53), Prestasi Belajar merupakan
tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program.
Sedangkan Nana Syaodih Sukmadinata (dalam Fauzi, A, 2019: 53)
mengemukakan bahwa, Prestasi atau hasil belajar (achievement) merupakan realisasi
atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa
akan mata pelajaran yang ditempuhnya.
PENUTUP
Berdasarkan penilitian kajian pustaka ini dapat disimpulkan bahwa game online
berdampak negatif bagi prestasi belajar para siswa. Sorang anak yang sudah kecanduan
game online akan mempengaruhi prestasi dalam belajarnya dan jika prestasi belajarnya
terganggu maka akan mendapatkan prestasi yang kurang baik. Seseorang yang sudah
kecanduan game online membutuhkan penanganan khusus. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengaruh kebiasaan bermain game online
dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, L. (2019). Pengaruh Kebiasaan Bermain Game Online terhadap Prestasi Nilai
Hasil Belajar (Penelitian Deskriptif di Kelas V Sekolah Dasar Kecamatan
Baleendah Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).
Fasya, H., Yasin, S., Hafid, A., & Amelia, A. F. (2017). Pengaruh Game Online Terhadap
Tingkat Agresivitas Anak-anak dan Remaja di Kota Makassar (Studi Kasus di
Kecamatan Tallo). Hasanuddin Student Journal, 127-134.
Fauzi, A. (2019). Pengaruh Game Online Pubg (Player Unknown’s Battle Ground)
Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik. ScienceEdu: Jurnal Pendidikan IPA, 61-
66.
Harahap, S. H., & Ramadan, Z. H. (2021). Dampak Game Online Free Fire Terhadap Hasil
Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(3), 1301-1310.
Marlianti, D. (2015). Hubungan Kecanduan Bermain Game Online dengan Pola Tidur dan
Motivasi Belajar Anak Usia 10-12 Tahun di SD Mattoangin 2 Kecamatan Mariso
Kota Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar).
Nisrinafatin, N. (2020). Pengaruh game online terhadap motivasi belajar siswa. Jurnal
Edukasi Nonformal, 1(2), 135-142.
Surbakti, K. (2017). Pengaruh Game Online terhadap Remaja. Jurnal Curere, 1(1).
Wahyunita, W. (2021). HUBUNGAN KEBIASAAN BERMAIN GAME ONLINE
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SDN 166
LABURAWUNG KECAMATAN LALABATA KABUPATEN SOPPENG
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR).
Astika Noviandari & Dhiniaty Gularso.2022.Budaya membaca siswa di sekolah dasar
negeri sokaraja nanggulan kulon progo yogyakarta.Universitas PGRI Yogyakarta.Jurnal
Cakrawala Pendas.Vol. 8.No.1
Problem : Membaca termasuk faktor penting dalam bidang pendidikan yang
dilakukan untuk memperoleh informasi yang belum diketahui. Tingkat
membaca di Indonesia tergolong rendah dan menempati peringkat ke 60
dari 61 negara. Minat membaca dipengaruhi oleh kebiasaan, motivasi,
lingkungan sekolah, dan keberadaan perpustakaan. Minat membaca yang
dilakukan secara terus menerus akan menjadi kebiasaan yang membentuk
budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui budaya membaca di
SD Negeri Sokaraja. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
deskriptif kualitatif dengan pendekatan naturalistik etnografi
Prosedur : Penelitian ini merggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan
naturalistik etnografi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan informan kepala
sekolah, guru, petugas perustakaan, dan siswa Teknik analisis data
menggunakan Milles Huberman yaitu pengumpulan data, penyajian data,
reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data diketahui
dengan menggunakan triangulasi teknik.
Pembahasan : Budaya membaca siswa di SD N Sokaraja Kapanewon Nanggulan Kabupaten
Kulon Progo terdapat peningkatan dari bulan ke bulan. Hal ini dikarenakan
siswa sudah mulai ada kesadaran dalam membaca. Selain itu, dengan adanya
program pembentukan kebiasaan membaca dalam diri siswa yang disebut
dengan program literasi (15 menit membaca sebelum pembelajaran dimulai).
Faktor yang dapat mempengaruhi budaya membaca siswa, yaitu adalah minat
dan kebiasaan. Minat terdiri dari (a) kelancaran membaca (b) kemampuan
memahami bacaan (c) lingkungan sekolah (d) kesadaran dan meluangkan
waktu dalam membaca yang sudah dimiliki oleh sebagian besar siswa
SD N Sokaraja. Kesadaran siswa SD N Sokaraja dalam membaca sudah
cukup baik. Siswa kelas tinggi sudah memiliki kesadaran dalam membaca.
Mereka membaca karena mengetahui bahwa membaca itu suatu kebutuhan.
Pada siswa kelas rendah, beberapa masih perlu bimbingan dari guru.
Abstract
Reading is an important factor in the field of education that is carried out to obtain unknown information. The
reading rate in Indonesia is low and ranks 60th out of 61 countries. Reading interest by readers, motivation, school
environment, and the existence of a library. Continued reading interest will become a habit that shapes culture. The
aim of this research is to see the reading culture in SD Negeri Sokaraja. The method used in this research was
descriptive qualitative with a naturalistic ethnographic approach. The data technique used by researchers was
through observation, interviews, and documentation with school principals, teachers, librarians, and students. Data
analysis techniques using Milles Huberman, namely data, data presentation, data reduction, and drawing
conclusions. Data validity were known using triangulation techniques. Based on the reading culture of students
at Sokaraja Elementary School, it was found that the reading culture of students was influenced by their interests and
habits. One of the habituation activities carried out is the literacy program 15 minutes implementation before
learning begins. Every classroom teacher also implements a “makan siang” program to train students who cannot
read yet. The school attempted to provide adequate places to read, such as class reading corners and free
reading corners (reading gardens). The condition of the library is made attractive and the neat arrangement of
shelves to form the "U" shape. In the book inventory data until 2020 there are 2919 books In 2020 there will be an
additional 216 books of general science and Islamic education.
Keywords: interest; reading culture; school; students
Abstrak
Membaca termasuk faktor penting dalam bidang pendidikan yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang
belum diketahui. Tingkat membaca di Indonesia tergolong rendah dan menempati peringkat ke 60 dari 61 negara.
Minat membaca dipengaruhi oleh kebiasaan, motivasi, lingkungan sekolah, dan keberadaan perpustakaan. Minat
membaca yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi kebiasaan yang membentuk budaya. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui budaya membaca di SD Negeri Sokaraja. Metode yang digunakan dalam
penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan naturalistik etnografi. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan informan kepala sekolah, guru,
petugas perustakaan, dan siswa. Teknik analisis data menggunakan Milles Huberman yaitu pengumpulan data,
penyajian data, reduksi data, dan penarikan ksimpulan. Keabsahan data diketahui dengan menggunakan
triangulasi teknik. Berdasarkan penelitian mengenai budaya membaca siswa di SD N Sokaraja bahwa budaya
membaca siswa dipengaruhi oleh minat dan kebiasaan. Salah satu kegiatan pembiasaan yang dilakukan adalah
pelaksanaan program literasi 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Setiap guru kelas juga menerapkan
program “makan siang” untuk melatih siswa yang belum bisa membaca. Sekolah berupaya menyediakan
tempat yang memadai untuk membaca, seperti adanya pojok baca kelas dan pojok baca bebas (taman baca).
Kondisi perpustakaan dibuat menarik dan penataan rak yang disusun rapi membentuk huruf “U”.. Pada data
inventaris buku hingga tahun 2020 terdapat 2919 buku.Pada tahun 2020 terdapat penambahan sebanyak 216 buku
ilmu pengetahuan umum dan pendidikan agama Islam.
Kata Kunci: budaya membaca; minat; sekolah; siswa
Pendahuluan
276
277
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No. 1, Januari 2022, pp.276-290
Membaca menjadi salah satu faktor penting dalam kehidupan, terutama dalam bidang
pendidikan. Dengan membaca seseorang mampu mengetahui segala informasi yang belum
diketahui. Manusia dapat memperluas pengetahuan dan menggali pesan-pesan tertulis yang
terdapat dalam bahan bacaan. F.M Hodgson sebagai pakar bahasa, mendefinisikan membaca
adalah suatu proses yang digunakan dan dilakukan oleh pembaca agar diperoleh pesan yang
disampaikan dari penulis melalui media kata dan bahasa tulis (Naim, 2013). Membaca harus
menjadi budaya manusia karena menurut filusuf Inggis Bernama Francis Bacon (1561-1626)
mengatakan bahwa membaca dapat menjadikan manusia seutuhnya. Artinya melalui
membaca, seseorang dapat mengisi pikiran dan pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai
topik. Penelitian tentang budaya membaca di sekolah dasar ini sangat penting untuk
mengungkap bagaimana kebiasaan membaca diterapkan di Sekolah Dasar (SD).
Masyarakat yang memiliki budaya membaca tinggi akan mampu mencapai peradaban
tinggi. Sebagai contoh negara Finlandia memiliki budaya membaca yang tinggi. Finlandia
memiliki 738 perpustakaan dan 140 perpustakaan keliling yang melayani 5,518 juta penduduk
Tidak heran jika pendidikan di Finlandia menjadi salah satu pendidikan terbaik di dunia. Selain
Finlandia, Belanda, Swedia, Australia dan jepang adalah negara-negara dengan budaya
membaca yang tinggi sehingga tidak heran jika kualitas pendidikan tinggi dan negaranya juga
maju (https://perpustakaan.kemendagri.go.id/).
Ditinjau dari data statistik UNESCO, Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61
negara dengan tingkat literasi yang rendah. Presentase minat membaca anak di Indonesia
menurut data UNESCO sangat memprihatinkan, hanya sebesar 0,001%. Hal ini berarti dari,
1000 anak bangsa di Indonesia hanya 1 orang yang rajin dan mempunyi minat dalam membaca
(Devega, 2017). Minat seorang siswa terhadap suatu hal tidak langsung muncul begitu saja,
harus melalui beberapa tahap yang berkelanjutan. Minat membaca merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan dengan penuh ketekunan dengan tujuan untuk menemukan makna atau arti dari
tulisan. Selain itu juga menemukan informasi untuk mengembangkan intelektualitas yang
dilakukan dengan penuh kesadaran dan perasaan yang senang yang timbul dari dalam dirinya
(Dalman, 2013).
Rendahnya minat membaca di Indonesia, mengakibatkan berbagai dampak negatif.
Dampak negatif diantaranya adalah lemah nalar. Berdasarkan data Programme For
International Student Assesment (PISA) tahun 2018, siswa Indonesia mengalami kesulitan
menginterpretasikan isi bacaan Panjang. PISA 2018 juga menunjukkan bahwa 30% anak-anak
Indonesia memiliki kemampuan membaca pada level 2 (rata-rata OECD =77%) yang
artinya anak-anak dapat mengidentifikasi gagasan utama dalam teks yang cukup panjang,
menemukan informasi berdasarkan kriteria eksplisit dan dapat mencerminkan tujuan dan
bentuk teks. PISA 2018 juga menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak Indonesia
memiliki rata-rata skor 371 berada dibawah rata-rata scor Organization of Economic Co-
operation and development (OECD) sebesar 487. Indonesia berada urutab 71 dari 76 negara di
bawah China (no.1), Singapura (no 2), Malaysia (no. 56), Brunei Darussalam (no. 58) dan
Thailand (no. 65) (Andreas Schleicher, 2018).
Prasetyono (2008) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi minat
membaca pada siswa meliputi kebiasaan, motivasi, keinginan membaca, lingkungan sekolah,
masyarakat, keberadaan perpustakaan, ketersediaan bahan bacaan, peran orang tua, guru, dan
perkembangan teknologi. Pengadaan sarana dan prasarana yang masih kurang seperti
278 Noviandari-1, Gularso-2, Budaya Membaca Siswa…
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
naturalistik etnografi, yang dilakukan pada bulan November 2019 - Juli 2020. Target atau
sasaran dalam penelitian ini adalah budaya membaca siswa di SD Negeri Sokaraja. Subjek dari
penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, petugas perpustakaan, dan siswa. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah, instrumen wawancara, instrumen observasi, dan
instrumen dokumentasi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Milles and
Hubberman, yaitu menggunakan empat tahap: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.
Teknik pengumpulan adalah satu proses pengambilan data dari lapangan dengan
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pada teknik wawancara, peneliti
melibatkan kepala sekolah, satu guru kelas rendah, satu guru kelas tinggi, satu petugas
perpustakaan, dan enam siswa yang dipilih secara acak. Wawancara dilakukan pada tanggal
279
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No. 1, Januari 2022, pp.276-290
22-28 Juli 2020 di SD Negeri Sokaraja dan rumah keenam siswa tersebut. Observasi dilakukan
pada tanggal 18-22 November 2019 di ruang kelas, ruang perpustakaan, dan lingkungan SD
Negeri Sokaraja. Teknik observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas membaca di
lingkungan sekolah sesuai dengan panduan observasi yang telah dibuat. Tahap dokumentasi
berupa pengumpulan dokumen pendukung yang meliputi foto kegiatan siswa, keadaan
perpustakaan, dan dokumen sekolah.
Reduksi data dilakukan dengan proses pemilihan, pemusatan pokok pembahasan,
pengabstrakan, dan pentansformasian data yang didapat dilapangan. Proses ini berlangsung
selama proses penelitian hingga akhir penelitian selesai. Pada tahap ini, peneliti memilih data
yang sesuai dengan panduan penelitian.
Pada tahap penyajian data, peneliti menyajikan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kesempatan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
berupa tabel yang berisi penjabaran hasil penelitian dalam bentuk teks narasi. Data yang telah
dijabarkan tersebut, digunakan untuk proses pembahasan. Selanjutnya pembahasan di arahkan
agar dapat diperoleh kesimpulan secara obyektif.
“sebagian besar siswa sudah lancar dalam membaca buku. Siswa yang belum lancar dalam membaca,
diberikan pendampingan sampai lancar membaca, sebelum pulang dikumpulkan untuk latihan
membaca. kita biasa menyebutnya dengan makan siang.”
Selain kelancaran dalam membaca, kemampuan seseorang dalam memahami bacaan juga
mempengaruhi siswa dalam membaca. Seorang siswa yang memiliki kemampuan
membaca yang belum baik tentu akan berpengaruh terhadap proses kegiatan membaca,
sehingga dapat mengurangi minat siswa dalam membaca. Jika kemampuan dalam memahami
bacaan cenderung rendah, maka menjadikan minat membaca rendah. Seperti yang dikatakan
Shofaussamawati (2014: 53) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi minat membaca
siswa adalah kemampuan atau kemahiran siswa dalam membaca buku. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tim Program of International Student Assessment (PISA) Badan Penelitian dan
Pengembangan Depdiknas menunjukkan kemahiran anak dalam membaca memprihatinkan.
Jika dihitung dalam persen, sebanyak 37,6 % anak hanya bisa membaca tanpa menangkap
maknanya dan sebanyak 24,8 % hanya bisa mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi
pengetahuan.
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa
SD N Sokaraja mampu dalam memahami isi bacaan dengan baik. Siswa mampu menjawab
pertanyaan dari guru dan menceritakan kembali isi bacaan yang sudah siswa baca sebagai
bentuk pemahaman siswa dan kemampuan siswa dalam memahami. Menurut Kaban dan
Lutmila (2015: 6), dalam kegiatan membaca, pembaca memahami isi bacaan dan dapat
menceritakan kembali hasil atau informasi yang diperoleh kepada orang lain.
Lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi minat membaca. Jika
siswa berada di lingkungan yang suka membaca, maka siswa tersebut lama kelamaan akan
mempunyai minat dalam membaca, demikian juga sebaliknya. Aktivitas membaca siswa SD N
Sokaraja mulai terbentuk dan ada peningkatan dari bulan ke bulan. Mereka menganggap
membaca merupakan hal yang sangat penting, dengan membaca dapat menjadikan seseorang
lebih mempunyai wawasan yang luas. Ada peningkatan dari bulan ke bulan dalam kegiatan
aktivitas membaca siswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Soeatimah dalam (Idris dan
Ramdani, 2015: 29) menyatakan bahwa lingkungan sekolah memiliki peran besar terhadap
usaha menumbuhkan dan membina minat baca anak. Bimbingan atau dorongan dari guru di
sekolah sangat mempengaruhi minat siswa dalam membaca. Misalnya saja, siswa akan lebih
berminat dalam membaca saat ada tugas dari guru untuk membaca bahan bacaan atau sebuah
buku.
Jika seorang anak berada di lingkungan yang mempunyai minat membaca yang rendah,
ada kemungkinan anak tersebut tidak mempunyai minat membaca. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Elendiana (2020: 65) bahwa lingkungan sekolah yang kurang mendukung
aktivitas membaca menyebabkan rendahnya minat membaca siswa. Guru mempunyai peran
untuk mendorong siswa untuk membaca.
Pada saat membaca, banyak hal yang mempengaruhi siswa SD N Sokaraja dalam
membaca buku. Mereka kadang malas untuk membaca buku. Salah satu hal yang
mempengaruhi siswa dalam membaca buku adalah motivasi dari guru. Guru SD Negeri
Sokaraja, selalu memberikan motivasi siwa dalam membaca dengan pemberian reward atau
tanda bintang kepada siswa yang berpestasi. Motivasi guru dianggap memiliki pengaruh yang
paling tinggi terhadap minat membaca sebesar 9,388% dibandingkan aktivitas dan waktu
membaca di SD N 125 Pekanbaru (Amelia dan Kurniaman, 2020: 37).
281
Motivasi merupakan suatu dorongan yang dilakukan seseorang agar melakukan suatu hal.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Alex Sobur (2010: 268) yang menyatakan
bahwa motivasi berarti membangkitkan motif, membangun adanya daya gerak, dan
menggerakkan orang lain atau diri sendiri untuk berbuat suatu hal agar tercapainya suatu tujuan
atau kepuasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa guru dalam hal ini bertindak sebagai motivator.
Dengan kata lain guru, selalu memotivasi siswa untuk membaca agar mempunyai kegemaran
dalam membaca buku.
Budaya membaca selain dipengaruhi oleh minat membaca juga dipengaruhi oleh
kebiasaan membaca. Seseorang yang memiliki kebiasaan membaca akan mempunyai minat
membaca baik. Kebiasaan membaca akan menjadikan seseorang memanfaatkan dengan baik
waktu yang dimiliki untuk membaca selain itu mereka mempunyai kesadaran dalam membaca
tanpa diminta. Dafinil (60-61) mengatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengukur
kebiasaan orang dalam membaca, yaitu dari sering tidaknya (frekuensi), lama tidaknya (waktu),
jenis bacaan (ragam), cara memperoleh (kiat, dan jurus-jurus membaca), dan daya serap.
Siswa yang memiliki kebiasaan membaca buku akan meluangkan waktunya lebih banyak
untuk membaca buku daripada kegiatan yang lainnya. Sebagian besar siswa SD Negeri
Sokaraja, memanfaatkan waktu luang pada saat jam istirahat, mereka membaca buku di pojok
baca kelas, pojok baca bebas, dan ada juga yang mengulang pelajaran (Gambar 1). Jika
seseorang sudah bisa meluangkan waktu untuk membaca artinya sudah memiliki minat dalam
membaca buku. Aktivitas tersebut apabila dilakukan secara terus menerus akan menjadi
kebiasaan dan menjadi budaya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rahim (2008: 28)
bahwa minat membaca adalah suatu keinginan yang kuat di dalam diri disertai dengan usaha-
usaha seseorang untuk membaca. Seseorang yang mempunyai minat membaca yang kuat,
dapat diketahui dari kesediaannya dalam meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas
membaca dan atas kesadaran dirinya.
Siswa yang mempunyai kebiasaan membaca yang baik akan mempunyai kesadaran
dalam membaca buku. Mereka akan membaca buku tanpa diminta guru atau orang tua. Dari
282 Noviandari-1, Gularso-2, Budaya Membaca Siswa…
hasil penelitian yang sudah dilakukan, kesadaran siswa SD N Sokaraja dalam membaca sudah
cukup baik. Siswa kelas tinggi sudah memiliki kesadaran dalam membaca. Mereka membaca
karena mengetahui bahwa membaca itu suatu kebutuhan. Pada siswa kelas rendah, beberapa
masih perlu bimbingan dari guru. Menurut aspek kesadaran dalam membaca dijabarkan sebagai
suatu tahapan ketika anak (siswa) dapat menyadari dan memahami manfaat. Penelitian yang
dilakukan di SD Negeri 1 Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora menunjukkan bahwa 50%
siswa kelas V memiliki kesadaran membaca yang tergolong tinggi (Nursalina dan Budiningsih,
2014). Kelas V digolongkan sebagai kelas tinggi.
Seseorang yang sudah mempunyai kesadaran dalam membaca buku berarti memiliki
minat membaca yang baik. Minat tersebut yang akan membentuk menjadi sebuah kebiasaan.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Elendiana (2020: 65) bahwa minat membaca merupakan
perhatian yang mendalam dan kuat disertai dengan perasaan yang senang dengan kegiatan
membaca, sehingga mengarahkan seorang individu atau siswa untuk mau membaca sesuai
dengan kemauan dan keinginan sendiri. Kemudian diperkuat oleh Rahim (2008: 1) bahwa
kemampuan dalam membaca merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat.
Seorang siswa yang tidak termotivasi dalam pentingnya membaca tidak akan termotivasi dalam
belajar. Dalam kegiatan membaca harus mempunyai minat membaca dalam diri setiap individu
karena tanpa adanya minat membaca tidak akan tercipta budaya membaca. Selain itu, rahim
juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai minat membaca akan meluangkan waktu
untuk membaca dan membaca atas kesadaran diri sendiri.
Upaya Guru dalam Peningkatan Budaya Membaca
Mading SDN Sokaraja terbagi menjadi dua, mading kelas dan mading sekolah. Sekolah
sudah mempunyai mading di setiap kelas. Mading tersebut merupakan hasil karya dari setiap
siswa. Hal tersebut menjadikan siswa lebih bersemangat lagi dalam membuat suatu karya.
Mading sekolah dipasang di tembok bagian depan kelas IV. Mading tersebut dibuat berdasarkan
hasil karya pilihan dari siswa SD N Sokaraja. Sementara itu, slogan tentang membaca, hanya
terpasang di bagian perpustakaan. Slogan dibuat bergambar dan ditempel pada sisi ruang yang
strategis untuk dilihat. Tampilan mading dibuat menarik dan berwarna warni agar dapat
membuat siswa tertarik dengan yang dibacanya. Seperti yang dikatakan oleh Sari, (2016) bahwa
pembuatan mading mempunyai peran penting bagi siswa, dapat menjadikan siswa lebih
mempunyai ide dan dapat menuangkan karya-karya dengan berbagai kreasi yang diinginkan.
Selain itu, mading dapat dijadikan sebagai sarana informasi literasi untuk menningkatkan minat
membaca siswa.
Siswa SD Negeri Sokaraja tidak hanya bisa membaca di perpustakaan. Namun
sekolah juga menyediakan tempat khusus lainnya untuk membaca, yaitu pojok baca di setiap
kelas dan pojok baca bebas. Pojok baca bebas yaitu di taman ban-ban di setiap depan kelas,
kursi panjang di depan kelas, dan gazebo yang biasa digunakan untuk membaca. Penyediaan
tempat khusus untuk membaca bertujuan agar siswa lebih leluasa ketika akan membaca, bebas
memilih tempat dimanapun sesuka siswa. Adanya tempat membaca selain di perpustakaan juga
meminimalkan terjadinya kerumunan di perpustakaan dan mengurangi kebosanan siswa.
Kurniawan dkk. (2019: 53) menjelaskan bahwa pojok baca yang dilengkai dengan buku-buku
yang tersusun rapi dan didesain dengan indah dapat meningkatkan antusias siswa SD Negeri
34/I Teratai Kabupaten Batanghari untuk membaca di pojok baca.
Marg (2014: 3) mengatakan bahwa pojok baca berbeda dengan perpustakaan, pojok baca
merupakan sudut yang milik siswa dan merupakan bagian dari kelas mereka, dimana buku-
buku mudah diakses dan siswa memiliki kebebasan memilih buku untuk diri mereka sendiri.
283
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No. 1, Januari 2022, pp.276-290
Adanya pojok baca memiliki tujuan untuk meningkatkan minat membaca siswa dan siswa
dapat meminjam buku serta membaca kapan saja.
Pembelajaran yang diterapkan guru SD N Sokaraja paling banyak menerapkan metode
pembelajaran ceramah dan tanya jawab. Guru tetap melibatkan siswa dalam kegiatan
membaca. Dorongan dari guru, dan motivasi dari guru dapat meningkatkan siswa dalam
membaca buku. Dalam kegiatan pembelajaran, guru berusaha membuat pembelajaran lebih
menarik dengan menyisipkan berbagai permainan yang dapat mengedukasi siswa dan masih
sesuai dengan pelajaran yang sedang diajarkan. Dengan permainan ini, siswa akan memiliki
semangat untuk menerima pelajaran di kelas (Dewi dkk., 2014: 5).
Pembelajaran yang diterapkan melibatkan siswa dalam membaca, dalam pembelajaran
diselingi dengan permainan atau ice breaking supaya siswa tidak bosan dalam kegiatan
pembelajaran dan tetap fokus terhadap apa yang dipelajari. Siswa juga sering diminta untuk
membaca materi selanjutnya. Seperti yang dikatakan Piaget (dalam Syamsudin dan Budiman,
2008 : 16) bahwa gaya penyajian yang digunakan oleh guru ketika menyampaikan materi
pelajaran berpengaruh pada perhatian siswa. Berkenaan dengan hal tersebut, penyampaian
materi pembelajaran sebaiknya disampaikan dengan cara yang menarik sehingga siswa
mempunyai rasa ingin tahu terhadap materi pelajaran. Meskipun dalam pembelajaran guru
belum menerapkan literasi kritis seperti dilakukan Ira Rengganis, Teguh Ibrahim, Winda M.
Juwita, Mela Darmayanti (2021) dan multiliterasi seperti dilakukan Susilo, S. V., & Ramdiati,
T. (2019), namun pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam membaca sudah cukup
berupaya dalam meningkatkan literasi siswa.
Perpustakaan dapat digunakan untuk membaca dan meminjam buku dapat juga
digunakan sebagai kegiatan pembelajaran. Perpustakaan Bina Siswa SD N Sokaraja terkadang
digunakan guru untuk kegiatan belajar mengajar, tetapi guru lebih sering memberikan tugas
yang mengharuskan siswa ke perpustakaan daripada menggunakan perpustakaan sebagai
kegiatan belajar. Sebisa mungkin guru selalu memanfaatkan perpustakaan supaya
membiasakan siswa untuk mencari bahan bacaan atau infomasi tidak hanya dari guru tetapi juga
dari buku. Menurut Fitria (2018: 387), ada kegiatan penugasan yang harus dilakukan siswa
yaitu tugas ekstrakurikuler pramuka dan tugas dari guru yang memungkinkan siswa untuk
mencari koleksi buku di perpustakaan.
Walapun pembelajaran dominan dilakukan di kelas, tetapi guru selalu membuat siswa
lebih sering untuk pergi ke perpustakaan sekedar membaca atau untuk mencari buku-buku
penunjang pembelajaran di perpustakaan. Dengan dilakukannya hal tersebut dapat menjadikan
siswa terbiasa mencari buku atau bahan bacaan yang mereka butuhkan. Guru selalu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplor dan diberikan kesempatan untuk
belajar di luar kelas salah satunya perpustakaan dengan tujuan agar minat membaca dapat terus
tumbuh dalam diri anak-anak. Dalam hal ini, guru menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi siswa dalam memanfaatkan perpustakaan (Fitria, 2018: 388).
Program Pengembangan Kurikulum Budaya Membaca
Program pengembangan kurikulum untuk meningkatkan budaya membaca di SD Negeri
Sokaraja adalah program literasi (15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai). Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 mewajibkan para siswa untuk
membaca buku minimal 15 menit sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah
setiap hari (kemendikbud.go.id). Program literasi berjalan dengan cukup baik, hal tersebut
dilihat dari hasil laporan literasi siswa pada bulan November 2019, meningkat dari bulan ke
284 Noviandari-1, Gularso-2, Budaya Membaca Siswa…
bulan. Permasalahan yang sering terjadi dalam melaksanakan pogram literasi adalah siswa
terkadang bosan dan malas membaca.
Dengan adanya program literasi di SD Negeri Sokaraja diharapkan siswa mempunyai
kebiasaan dalam membaca dan mempunyai minat membaca yang baik karena terbiasa dengan
kegiatan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Hal tersebut sesuai yang dikatakan
Faradina (2017:61) Program 15 menit membaca sebelum kegiatan pembelajaran bertujuan
untuk menumbuhkan minat baca peserta didik dan dapat meningkatkan keterampilan membaca
agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Seseorang yang ingin memupuk kebiasaan
membaca dengan melakukan kebiasan membaca 15 menit setiap harinya. Kedua, membuat
jadwal harian untuk membaca, yang berarti seseorang bisa mengatur waktu sehari-hari jadwal
untuk membaca, maka lama keamaan akan banyak terdapat kesempatan untuk membaca yang
lebih lama. Ketiga, ketika melakukan perjalanan, waktu luang dapat digunakan untuk
membaca, artinya jika seseorang pergi ke suatu tempat maka dapat membawa bacaan agar bisa
dibaca setiap saat.
per hari mulai 07.00 WIB hingga 14.00 WIB dan tutup pada hari libur sekolah. Siswa diberikan
kebebasan untuk memilih sendiri, membaca atau meminjam buku yang diperlukan. Selama
berada di dalam ruangan, siswa tetap harus mematuhi aturan yang berlaku, misalnya menjaga
kebersihan dan tidak gaduh agar tidak mengganggu siswa lainnya.
Petugas perpustakaan melakukan pengawasan dan pendampingan bagi siswa yang akan
meminjam buku. Dengan kata lain, perpustakaan SD N Sokaraja menerapkan sistem pelayanan
terbuka (Mangapeng, 2016:4). Pengawasan ini tidak hanya berkisar pada proses peminjaman
buku, namun juga mengkontrol buku agar tidak rusak atau hilang. Oleh sebab itu, petugas
perpustakaan menyediakan buku dan kartu peminjaman yang wajib diisi oleh siswa sebelum
siswa meminjam buku untuk dibawa pulang. Kunjungan siswa ke perpustakaan juga dipantau
melalui buku pengunjung yang diisi oleh siswa.
Siswa juga diberikan tanggung jawab untuk membantu pelayanan di perpustakaan SD N
Sokaraja. Salah satu siswa dari setiap kelas dipilih sebagai wakil yang bertugas membantu
siswa lainnya saat meminjam buku. Siswa tidak bertugas sendiri, tetapi tetap didampingi oleh
petugas perpustakaan. Dengan cara ini, siswa dapat belajar bertanggungjawab, berkerja sama,
dan berlatih mandiri.
Petugas perpustakaan memberikan pelayanan dengan cara yang ramah. Pada waktu
tertentu, petugas tersebut akan mengajak siswa bermain bersama sambil belajar dan bercerita.
Langkah tersebut menunjukkan integrasi perpustakaan dengan kurikulum sekolah, yaitu
melakukan kegiatan yang mendorong kegemaran membaca melalui cerita (Anonim, 2017:10).
Dengan adanya aktivitas ini, siswa juga dapat berinteraksi dengan siswa lain maupun petugas
perpustakaan, sehingga siswa tidak merasa takut untuk datang dan membaca di perpustakaan.
Dari segi administrasi, pengelolaan administrasi masih belum baik. Sebagai contoh,
pencatatan buku belum dilakukan dengan cara yang sama. Beberapa buku diinventaris
menggunakan judul buku, dan buku lainnya menggunakan kode. Hal ini dimungkinkan karena
kurangnya keahlian petugas perpustakaan. Petugas yang ditunjuk merupakan seorang guru
kelas yang dipindahtugaskan untuk mengelola perpustakaan. Menurut Mangapeng (2016:5),
dalam pemilihan petugas perpustakaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang meliputi
jumlah (disesuaikan dengan kebutuhan), persyaratan (kemampuan, keterampilan, pendidikan),
dan komposisi (unsur teknis, administrasi). Dengan kata lain, diperlukan petugas yang sesuai
dengan bidangnya atau dilakukan peningkatan kemampuan pada petugas perpustakaann yang
sudah ada.
Kartu perpustakaan yang disediakan SD N Sokaraja berupa kartu peminjaman. Hal ini
bertujuan untuk memantau siswa yang meminjam buku dan mengembalikannya. Selain itu,
pencatatan tersebut juga dilakukan pada buku peminjaman untuk menelusuri keberadaan buku,
tersedia atau sedang dipinjam. Apabila buku masih dipinjam, maka kartu peminjaman masih
ada dan belum diselipkan kembali ke dalam buku.
Tidak hanya kartu peminjaman, perpustakaan juga perlu menyediakan kartu
keanggotaan. Suryani (2017) menyebutkan peralatan yang harus dimiliki perpustakaan antara
lain, kartu anggota, kartu peminjaman, kartu buku, kantung buku, dan lain sebagainya. Kartu
anggota ditunjukkan saat siswa masuk ke perpustakaan. Kepemilikan kartu anggota
perpustakaan, dapat melatih siswa untuk menjadi pribadi yang terbiasa berperilaku teratur
(administratif) (Rodin, dkk., 2019:132). Namun, hingga penelitian ini dilakukan, pihak SD N
Sokaraja sedang memproses pembuatan kartu anggota. Dengan adanya kartu keanggotaan
tersebut, diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk berkunjung dan membaca di
286 Noviandari-1, Gularso-2, Budaya Membaca Siswa…
perpustakaan, karena ada rasa tanggung jawab atas kepemilikan kartu. Di sisi lain,
menumbuhkan kemauan siswa untuk membaca di perpustakaan akan dianggap lebih baik,
meskipun siswa masih belum memiliki kartu anggota.
Menurut Sinaga (2005:37) dalam Novriliam dan Yunaldi (2012:143), koleksi buku atau
bahan pustaka adalah seluruh bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Bahan pustaka tersebut
dapat diperoleh dari pembelian, sumbangan, dibuat untuk disajikan, pertukaran, serta
didayagunakan oleh setiap pengguna perpustakaan. Jenis bahan bacaan yang ada di
perpustakaan dapat berupa buku fiksi (buku ilmiah, ilmiah popular), buku non fiksi (fakta atau
kenyataan), buku penunjang (pustaka alam), buku referensi, dan bukan buku (majalah, brosur,
gambar).
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa perpustakaan SD N Sokaraja atau dikenal
dengan nama perpustakaan Bina Siswa, sudah memiliki koleksi buku ilmu pengetahuan umum
dan pendidikan agama ada penambahan 261 buku tahun 2020. Buku cerita sebanyak 100 buku.
Apabila mengacu Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI No. 10 Tahun 2017,
perpustakaan perlu menyediakan koleksi karya cetak, misalnya buku teks, buku referensi. Selain
itu, koleksi perpustakaan juga meliputi terbitan berkala, audio visual, audio, dan sumber
elektronik. Perpustakaan SD N Sokaraja menyediakan buku pengetahuan, buku pahlawan,
buku cerita, buku referensi, ensiklopedia, novel, dan jenis buku lainnya, namun belum
dilengkapi dengan koleksi audio visual. Sebagai contoh koleksi audio visual adalah penjelasan
mengenai terbentuknya pelangi melalui video.
Pada dasarnya, koleksi buku tidak menjadi acuan yang menentukan kelengkapan
perpustakaan. Koleksi buku akan berbeda sesuai dengan kebutuhan sekolah Suherman
(2009:75) dalam Novriliam dan Yunaldi (2012:143). Namun, terdapat standar minimal jumlah
dan macam buku idel yang harus dimiliki perpustakaan sekolah agar menjadi perpustakaan
yang ideal. Kelengkapan koleksi buku yang dan keberagamannya juga turut meningkatkan
minat siswa untuk membaca.
Jenis buku-buku yang ada di perpustakaan juga dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar. Tersedianya buku referensi maupun jenis buku lainnya tersebut, memberikan
penjelasan lebih spesifik yang dapat digunakan guru atau siswa untuk menambah informasi
secara mendalam. Sumber bacaan siswa menjadi lebih luas dan tidak hanya berkisar pada satu
macam buku saja.
Berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas perpustakaan, SD N Sokaraja menerima
bantuan buku baru pada tahun 2020. Adanya buku baru ini menarik perhatian siswa untuk
berkunjung ke perpustakaan. Menurut salah seorang siswa, penambahan buku baru perlu
dilakukan untuk mengurangi rasa bosan, karena buku yang dapat dibaca bervariasi.
Penataan ruangan perpustakaan SD N Sokaraja perlu perbaikan. Hal ini dapat diketahui
dengan belum adanya pemberian kode pada semua buku. Meskipun demikian, rak buku sudah
disusun dengan rapi. Kondisi ruangan pun dijaga kebersihannya. Selain itu, perpustakaan juga
sudah dilengkapi dengan meja, kursi, karpet, dan perlengkapan lainnya.
Perbaikan tata ruang perpustakaan SD N Sokaraja masih diperlukan untuk meningkatkan
kualitas perpustakaan. Tata ruang yang teratur dapat menambah minat siswa untuk
mengunjungi perpustakaan. Motivasi siswa untuk membaca buku dan memanfaatkan
perpustakaan sebagai sumber belajar juga akan meningkat (Irawati, 2014:340). Salah satunya
dapat dilakukan dengan menata ulang buku dan rak buku, meja, kursi, agar siswa tidak bosan
berkunjung ke perpustakaan. Gambar berupa poster-poster dengan ilustrasi yang ceria atau
slogan dapat ditempel di dinding dalam perpustakaan untuk meningkatkan ketertarikan siswa.
287
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No. 1, Januari 2022, pp.276-290
SD Negeri Sokaraja memberikan akses yang mudah dalam memperoleh buku bacaan.
Siswa yang ingin membaca atau meminjam buku lagsung pergi ke perpustakaan dan mengisi
daftar pengunjung dan buku pemnjam. Perpustakaan dibuka setiap hari. Sekolah sudah
menyediakan perpustakaan dan juga pojok baca kelas dimana di perpustakaan sudah berisi
buku yang dibutuhkan dan sesuai dengan minat siswa. Siswa bisa dengan mudah mendapatkan
buku yang diinginkan. Kemudahan akses dalam mendapatkan buku mempengaruhi minat
membaca siswa. Seperti yang dikatakan Suharmono (2015: 91) perpustakaan mempunyai
peran dalam menciptakan tumbuhnya kondisi minat siswa dalam membaca slah satunya
dengan memberikan kemudahan atau akses dalam mendapatkan bahan bacaan yang
menarik dan memberikan kebebasan membaca secara leluasa kepada setiap pengunjung
perpustakaan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa budaya
membaca siswa di SD Negeri Sokaraja dipengaruhi oleh minat dan kebiasaan. Minat terdiri
dari (a) kelancaran membaca (b) kemampuan memahami bacaan (c) lingkungan sekolah (d)
kesadaran dan meluangkan waktu dalam membaca yang sudah dimiliki oleh sebagian besar
siswa SD N Sokaraja. Dalam upaya peningkatan budaya membaca di SD N Sokaraja,
dilakukan pembuatan dan pemasangan mading di setiap kelas dan mading umum di depan kelas
IV. Slogan membaca hanya terdapat di dalam ruang perpustakaan. Pihak sekolah juga
menyediakan tempat membaca selain perpustakaan, yaitu pojok baca di setiap kelas dan pojok
baca bebas (bagian ban dan gazebo). Dalam proses pembelajaran guru melibatkan siswa dalam
membaca dan memanfaatkan perpustakaan sebagai media pembelajaran. Program sekolah yang
berkaitan dengan budaya membaca adalah literasi selama 15 menit sebelum pembelajaran
dimulai. Anak yang belum bisa membaca diberikan program khusus berupa program “makan
siang”. Kondisi perpustakaan Bina Siswa dilengkapi dengan lukisan gambar pada bagian luar
dinding perpustakaan, 12 rak buku, 12 bangku, 5 meja dan 5 kursi panjang di dalam ruangan.
Perpustakaan memiliki koleksi buku sebanyak 2919 buku, yang terdiri dari 100 buku cerita
288 Noviandari-1, Gularso-2, Budaya Membaca Siswa…
rakyat 60 buku tentang tumbuhan dan hewan dan masih banyak lagi. Perpustakan dibuka setiap
hari dan dilayani oleh satu petugas perpustakaan yang ramah kepada siswa maupun guru.
Siswa belum mempunyai kartu anggota perpustakaan, hanya ada kartu peminjaman buku.
Ruang perpustakaan ditata dengan rak membentuk huruf “U”, dengan dilengkapi meja dan
kursi, dan tikar untuk lesehan. Bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan siswa disediakan
sekolah dengan satu siswa mendapatkan satu buku lks dan buku pelajaran. Bahan bacaan yang
menarik minat siswa (buku cerita, buku bergambar, novel, legenda) sudah tersedia di kelas
dan di pepustakaan. Sekolah memberikan akses yang mudah dalam mendapatkan buku sebagai
upaya untuk menumbuhkan minat dan meningkatkan budaya membaca. Penelitian ini
berimplikasi pada kondisi geografis dan kondisi siswa SD yang diteliti. Jika SD yang diteliti
memiliki letak geografis yang jauh dari pusat kota arau bahkan 3T (terdepan/terluar, terdalam
dan tertinggal) kemungkinan akan menghasilkan data dan fakta yang berbeda dengan
penelitian ini. Demikan pula jika penelitian dilakukan pada kondisi siswa yang telah
terkontamonasi gadget, maka kurikulum di SD tersebut (pembelajaran, pembiasaan dan
sarana prasarana) juga akan mengalami penyesuaian sehingga hasil penelitian tentunya akan
berbeda dengan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Andreas, S. (2018). PISA 2018, Insight and Interpretations. Organization of Economic Co-operation and
development (OECD). OECD.org.
Dharma, K.B. (2020). Implementasi Gerakann Literasi Sekolah dalam Menumbuhkan Minat
Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edukasi Nonformal, vol. 1 no. 2, hal. 292-309.
Elendiana, M. (2020). Upaya Meningkatakan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan dan Konseling Vol. 1 No.2 Hal. 63-68.
Fitria, A. (2018). Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah oleh Siswa di Sekolah Dasar Negeri Golo
Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, vol. 5, hal. 382-393.
Idris, MH dan Ramdani, I. (2015). Menumbuhkan Minat Membaca pada Anak Usia Dini.
Jakarta: Luxima.
Ira, R., Teguh, I., Winda M. J., Mela, D. (2021). Analisis Gimik Ketidakadilan Melalui
Pendidikan Berbasis Literasi Kritis Di Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas Vol.
7 No. 1 Januari 2021. Hal 62-73.
289
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No. 1, Januari 2022, pp.276-290
Suharmono, K. (2015). Upaya Meningkatkan Minat Baca Sebagai Sarana untuk Mencerdaskan
Bangsa. Jurnal Pena Indonesia (JPI) Vol 1, No. 1 hal 79-95.
Marg, SA. (2014). Reading Corner in Schools of Mathura District, Uttar Pradesh. Department
of ElementaryEducation.http://
www.ncert.nic.in/departments/nie/dee/publication/pdf/R adingcornerinenglish.pdf.
Naim, N. (2013). The Power Of Reading Menggali Kekuatan Membaa untk Melejitkan Potensi
Diri. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Faradina, N. (2017). Pengaruh Program Gerakan Literasi Sekolah Terhadap Minat Baca Siswa
di SD Islam terpadu Muhammadiyah An-Najah Jatinom Klaten. Jurnal Hanata Widya
Volume 6 Nomor 8 Tahun 2017.
Novriliam, R., & Yunaldi, Y. (2012). Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah Sebagai Pusat Sumber
Belajar di Sekolah Dasar Negeri 23 Painan Utara. Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan,
1(1), 141-150.
Nursalina, AI dan Budiningsih TE. (2014). Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Minat
Membaca pada Anak. Educational Psychology Journal, vol.3 no.1, hal. 1-7.
Prasetyono, DS. (2008). Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini.
Yogyakarta: Think Yogyakarta.
Priasti, S. N., & Suyatno, S. (2021). Penerapan Pendidikan Karakter Gemar Membaca Melalui Program
Literasi di Sekolah Dasar. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran, 7(2), 395-407.
Rezha Hadyan. 2021. Ini 5 Negara Dengan Budaya Membaca dan Literasi Tinggi
https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4597 diunduh 22 Juni 2016 pukul 14.14 WIB
Sinaga, D. (2011). Mengelola Perpustakaan Sekolah. Bandung: Kiblat Buku Utama. Suhendar,
Suherman. (2009). Perpustakan sebagai Jantung Sekolah. Bandung: MQS Publishing, dalam
Novriliam, R. dan Yunaldi. 2012. Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah sebagai Pusat
Sumber Belajar di Sekolah Dasar Negeri 23 Painan Utara. Jurnal Ilmu Informasi
Perpustakaan dan Kearsipan, vol. 1 no.1, hal. 141-151.
Suryani, I. (2017). Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Gentala Pendidikan Dasar, 2(2), 292-309.
Susilo, S. V., & Ramdiati, T. (2019). Penerapan model multiliterasi untuk meningkatkan
keterampilan menulis karangan persuasi pada mata pelajaran bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 5(1). Hal 66-71.
Utami, R. D., Wibowo, D. C., & Susanti, Y. (2018). Analisis Minat Membaca Siswa Pada Kelas Tinggi Di
Sekolah Dasar Negeri 01 Belitang. JURNAL PENDIDIKAN DASAR PERKHASA: Jurnal
Penelitian Pendidikan Dasar, 4(1), 179-188.
Wilis dalam Danifil. (2018). Kemampuan Membaca Bahasa Inggris Tenaga Edukatif Non
Bahasa Inggris di Universitas Riau. Disertasi, (Malang: PPs, 1985), hlm. 60-61.
Yulia, A. (2005). Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Riza Rahmi, Suci Fitriani & Intan Safiah.2023.Pengaruh Kebiasaan Membaca Terhadap
Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon.PGSD FKIP
Universitas Syiah Kuala.Jurnal Ilmiah Mahasiswa.Vol 8.No. 2
Problem : Pada pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan pembiasaan membaca yang telah
dilakukan oleh sekolah belum tertanam pada diri siswa, siswa lebih banyak
berbicara dengan teman-teman dan bermain ketika pelaksanaan kegiatan
membaca berlangsung. Kebanyakan siswa hanya membaca saja tanpa memahami
isi yang dibacanya, jadi kebiasaan membaca ini terlihat dari kemampuan
membaca di sekolah, tetapi pemahaman bacaan yang di miliki siswa masih
kurang di mana sebagian siswa masih kesulitan menentukan ide pokok paragraf
dan mengungkapkan kembali bacaan yang dibacanya dan penguasaan kosakata
yang dimiliki siswa rendah. Oleh karena itu Siswa yang kurang memiliki
ketertarikan dalam membaca akan sulit memahami bacaan yang dibaca ini akan
mempengaruhi kemampuan pemahaman bacaa. bagaimanakah pengaruh
kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V
SD Negeri 9 Lhoksukon ?
Prosedur : Penelitian ini merupakan penelitian kuatitatif dan populasi pada penelitian ini
yaitu semua siswa kelas I sampai VI SD Negeri 9 Lhoksukon berjumlah 117
siswa, dengan mengambil sampel pada kelas V. Alat pengumpulan data berupa
Angket dan Tes. Analisis data menggunakan uji-t
Pembahasan : Berdasarkan data di atas, maka thitung pada penelitian ini adalah 8,98, dalam
penelitian ini menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga mengambil taraf
signifikan (α) sebesar 5% (0,05) dan dk = n-2, dk = 41-2=39, maka dari daftar
distribusi t didapat thitung > ttabel yaitu 8,98 > 2,023 sehingga hipotesis (H0)
ditolak dan (H1) diterima. demikian dapat dinyatakan bahwa, terdapat pengaruh
kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa pada
kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon. Pengaruh kebiasaan membaca terhadap
kemampuan membaca pemahaman dapat dikatakan signifikan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Djaali (2013) bahwa “beberapa hasil dari penelitian
menunjukkan, bahwa hasil belajar memiliki korelasi positif dengan kebiasaan
belajar atau study habit”. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Destiyanti (2019) yang berjudul Korelasi
Kebiasaan Membaca Dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Ismaria Al-Qur’anniyah Bandar
Lampung. Penelitian tersebut menampakkan bahwa semakin terbiasa dalam
membaca maka semakin meningkat prestasi belajar pada pelajaran bahasa
Indonesia.
Simpulan : Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan, jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kebiasaan membaca
terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9
Lhoksukon
Komentar : Diharapkan kepada seluruh siswa SD Negeri 9 Lhoksukon, supaya berperan
aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan literasi yang dilakasanakan dalam
proses meningkatkan kebiasaan membaca dan hasil dari penelitian ini hendaknya
dipakai untuk menambah bahan informasi dan rangka memperbaiki dalam
kegiatan kebiasaan membaca siswa agar meningkatkan prestasi mereka.
Pengaruh Kebiasaan Membaca Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa
Kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon
1
Riza Rahmi , 2Suci Fitriani , 3Intan Safiah
PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala
1
riza.rahmi2@gmail.com, 2sucifitriani@unsyiah.ac.id, 3intan.afia@unsyiah.ac.id
Abstract
In learning Indonesian, reading habitual activities that have been carried out by Article History
schools have not been embedded in students, students talk more with friends and Received: 12 Des 2022
play when the implementation of reading activities takes place. Most students Reviewed: 14 Des 2022
only read without understanding the content they read, so this reading habit can Published: 1 Mei 2023
be seen from their reading ability at school, but students' reading comprehension
is still lacking where some students still have difficulty determining the main Key Words
ideas of paragraphs and re-expressing what they read and vocabulary mastery. Reading Habits,
owned by low students. Therefore, students who lack interest in reading will find Reading
it difficult to understand what they read, this will affect their reading Comprehension
comprehension skills. The formulation of the problem in this study is how does Skills, Learning
the influence of reading habits on the reading comprehension ability of fifth Outcomes
grade students at SD Negeri 9 Lhoksukon. The purpose of this study was to
determine the effect of reading habits on the reading comprehension ability of
fifth grade students at SD Negeri 9 Lhoksukon. This research is quantitative and
this type of research is correlational. The population in this study were all
students in grades I to VI of SD Negeri 9 Lhoksukon totaling 117 students, by
taking samples in class V totaling 41 students covering 2 VA classes 22 students
and 19 students in VB class. Data collection tools in the form of questionnaires
and tests. Data analysis techniques using the t-test at a significant level α = 0.05.
Data analysis, obtained thtunng > ttable = 8.98 > 2.023. Based on the hypothesis
testing criteria, it was found that Ho was rejected and H1 was accepted. So the
conclusion in this study is that there is a significant influence of reading habits on
the reading comprehension ability of fifth grade students of SD Negeri 9
Lhoksukon is accepted.
Abstrak
Pada pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan pembiasaan membaca yang telah
dilakukan oleh sekolah belum tertanam pada diri siswa, siswa lebih banyak
berbicara dengan teman-teman dan bermain ketika pelaksanaan kegiatan
membaca berlangsung. Kebanyakan siswa hanya membaca saja tanpa memahami
isi yang dibacanya, jadi kebiasaan membaca ini terlihat dari kemampuan
membaca di sekolah, tetapi pemahaman bacaan yang di miliki siswa masih
kurang di mana sebagian siswa masih kesulitan menentukan ide pokok paragraf
dan mengungkapkan kembali bacaan yang dibacanya dan penguasaan kosakata
yang dimiliki siswa rendah. Oleh karena itu Siswa yang kurang memiliki
ketertarikan dalam membaca akan sulit memahami bacaan yang dibaca ini akan
mempengaruhi kemampuan pemahaman bacaan . Adapun rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh kebiasaan membaca terhadap
kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon.
Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kebiasaan membaca
terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9
Lhoksukon. Penelitian ini kuantitatif dan jenis penelitian ini korelasional.
Populasi pada penelitian ini yaitu semua siswa kelas I sampai VI SD Negeri 9
Lhoksukon berjumlah 117 siswa, dengan mengambil sampel pada kelas V
berjumlah 41 siswa mencangkup 2 kelas VA 22 siswa dan kelas VB 19 siswa.
Alat pengumpulan data berupa Angket dan Tes. Teknik Analisis data
menggunakan uji-t pada taraf signifikan α = 0,05. Analisis data, diperoleh thitunng
> ttabel = 8,98 > 2,023. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, maka didapati Ho
ditolak dan H1 diterima. Maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh yang signifikan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca
pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon diterima.
How to Cite: Rahmi, R., Fitriani, S., Safiah, I., (2022). Pengaruh Kebiasaan Membaca Terhadap Kemampuan
Membaca Pemahaman Siswa Kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon. Jurnal Ilmiah MahasiswaElementary Education
Research, 8(2).
Pendahuluan
Aktivitas membaca berkaitan dengan proses pendidikan. Pendidikan merupakan hal
terpenting, pendidikan mempunyai peranan penting agar manusia dapat mencapai hidup yang
berkualitas jadi, tugas utama dari pendidikan adalah menanamkan keyakinan dan
menfasilitasi proses belajar siswa. Pendidikan bahasa merupakan pembelajaran yang harus
ada dalam pembelajaran di sekolah dasar karena titik utama keberhasilan siswa terletak pada
pendidikan bahasa. Setiap proses pendidikan selalu melibatkan kegiatan membaca. Membaca
memiliki arti penting bagi seseorang dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dimiliki,
salah satunya dengan membaca. Selain itu membaca adalah suatu proses memahami isi
bacaan yang dituangkan dalam bentuk kalimat-kalimat. Muhsyanur (2014) mengatakan
bahwa “membaca merupakan suatu proses pengenalan bentuk-bentuk huruf dan tata bahasa
serta kemampuan memperoleh dan memahami isi ide dan gagasan baik tersurat, tersirat
bahkan terserot pada suatu bacaan”. Jadi membaca merupakan suatu proses kegiatan
membaca guna memahami isi dan gagasan bacaan yang diutarakan oleh penulis dalam bentuk
bahasa tulis.
Keterampilan membaca dapat mempengaruhi kebiasaan dan budaya membaca. siswa
yang mempunyai kebiasaan dalam membaca dapat meningkatkan keterampilan membaca
serta membuka wawasan dan menambah informasi. Hastuti dan Rizky (2021) mengatakan
bahwa “Kebiasaan membaca merupakan hal yang perlu ada dalam membangun budaya
membaca untuk tiap-tiap siswa di sekolah”. Membentuk kegiatan pembiasaan membaca tidak
mudah apalagi di kalangan anak-anak usia sekolah dasar, kebiasaan membaca tetap harus
dijalakan di usia dini supaya terbentuk minat membaca pada diri anak. Kegiatan membaca
dalam peraturan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang menumbuhkan kepribadian
atau budi pekerti melalui pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum belajar. Pihak
sekolah dan para guru berupaya melakukan aktivitas membaca selama 15 menit untuk
menumbuhkan ketertarikan siswa dalam kegiatan membaca agar dapat membangun budaya
membaca di sekolah.
Arba dkk. (2021) menyatakan bahwa kemampuan membaca adalah salah satu
kesanggupan untuk mendapati sebuah pemahaman ketika aktivitas belajar berlangsung, maka
kemampuan membaca siswa juga mesti disesuaikan dengan jenis pendidikan yang dijalankan.
kemampuan membaca merupakan kemampuan yang dimiliki seorang dalam membaca per
menit dari isi bacaan untuk dapat menangkap informasi yang disampaikan penulis. Siswa
yang memiliki kebiasaan membaca yang bagus akan berdampak pada kemampuan membaca
pemahaman, di mana keseringan siswa dalam kegiatan membaca akan memperoleh
pemahaman bacaan yang di bacanya sehingga proses belajar di ruang kelas akan
terlaksanakan dengan baik. Prayogo dkk. (2021) menjelaskan bahwa membaca pemahaman
merupakan kemampuan seseorang dalam mendapatkan informasi dengan memahami isi
bacaan.
Berdasarkan observasi awal peneliti di SD Negeri 9 Lhoksukon. Kebiasaan membaca
di sekolah sudah diterapkan seperti, kegiatan literasi atau membaca selama 15 menit sebelum
masuk ke kelas, dan 5 menit sebelum pembelajaran di mulai serta pengunjungan membaca
dan meminjam di perpustakaan sudah diberlakukan. Kebanyakan siswa hanya membaca saja
tanpa memahami isi yang dibacanya, jadi kebiasaan membaca ini terlihat dari kemampuan
membaca di sekolah, tetapi pemahaman bacaan yang di miliki siswa masih kurang di mana
sebagian siswa masih kesulitan menentukan ide pokok paragraf dan mengungkapkan kembali
bacaan yang dibacanya dan penguasaan kosakata yang dimiliki siswa rendah. Oleh karena itu
siswa yang kurang memiliki ketertarikan dalam membaca akan sulit memahami bacaan yang
dibaca ini akan mempengaruhi kemampuan pemahaman bacaan.
Berdasarkan permasalah yang telah diobservasi maka peneliti terdorong untuk
meneliti judul “Pengaruh Kebiasaan Membaca Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman
Siswa Kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon”
Literatur
Riview
Pengaruh
Pengaruh adalah suatu upaya yang timbul akibat dorongan yang dapat mengubah atau
membetuk perilaku seseorang. Hartono (2018) mengatakan bahwa ”pengaruh adalah
perubahan yang terjadi subjek sebagai respon dari stimulus perubahan level manipulasi”
pengaruh adalah sesuatu bentuk perubahan yang timbul pada sesuatu baik itu dari seseorang
atau benda. Jadi pengaruh dalam penelitian ini adalah suatu dampak yang timbul akibat dari
kebiasaan membaca dengan membaca pemahaman
Kebiasaan Membaca
Kebiasaan membaca ialah aktivitas membaca yang biasa dikerjakan untuk
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman. Firman (2018) menjelaskan bahwa kebiasaan
membaca merupakan keseringan membaca yang membuat kita memperoleh informasi dan
pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman sehari-hari. Kebiasaan membaca pada
penelitian ini merupakan suatu kegiatan membaca yang dilakukan secara berkali-kali, secara
tidak langsung semakin kerap melakukan tindakan membaca sehingga semakin bagus pula
kemampuan membaca dan pemahaman bacaannya. Tampubolon (2015) menyatakan bahwa
aspek yang berkaitan dengan kebiasaan membaca yaitu waktu, keinginan, motivasi dan
lingkungan. Kebisaan membaca tidak terbentuk secara langsung tetapi terbentuk berangsur-
angsur dengan waktu relatif lama oleh karena itu keseringan membaca dan motivasi sangat
diperlukan untuk mendukung terlahirnya kebiasaan membaca
Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman ialah satu proses penting dalam memahami isi bahan bacaan
secara teliti dan dapat menjelaskan kembali dengan bahasa sendiri. Ifrianti (2010)
mengemukakan membaca pemahaman adalah proses untuk sebuah pesan yang dibawakan
penulis terhadap pembaca yang di latar belakangi dari informasi yang sudah ada di dalam
ingatan membaca, membaca pemahaman memperlihatkan skema atau pengetahuan yang
sudah ada diingatannya, fungsi dari proses pemahaman informasi yang baru dan membiarkan
untuk masuk dan menjadi bagian dari pengetahua. Pemahaman membaca yang di maksudkan
dalam penelitian ini adalah pembaca dapat memahami isi bacaan secara teliti dan tepat dalam
menarik suatu kesimpulam dari suatu teks bacaan.
Kebiasaan membaca saling berkaitan dengan pemahaman bacaan di mana anak yang
mempunyai kebiasaan membaca atau keseringan dalam kegiatan membaca secara tidak
langsung akan mempermudah dalam memahami suatu bacaan. Salam (2018) pemahaman
bacaan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu motivasi, ketertarikan, kosakata, pengetahuan
umum, pengetahuan tentang subjek tertentu, keterampilan indentifikasi kata, kemampuan
penelaran, penggunaan strategi yang efektif untuk mengidentifikasi ide utama dan pendukung
detail. Kebiasaan membaca berkaitan dengan pemahaman bacaan di mana anak yang
mempunyai kebiasaan membaca atau keseringan dalam kegiatan membaca secara tidak
langsung akan mempermudah dalam memahami suatu bacaan.
Metode Penelitian
Penelitian memakai pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional.
Penelitian korelasi adalah jenis penelitian yang mengukur hubungan atau pengaruh antara dua
variabel atau lebih.
Lokasi pada penelitian yaitu SD Negeri 9 Lhoksukon. Populasi pada penelitian ini
yaitu seluruh siswa kelas I sampai VI SD Negeri 9 Lhoksukon berjumlah 117 siswa, dengan
mengambil sampel pada kelas V berjumlah 41 siswa mencangkup 2 kelas VA 22 siswa dan
kelas VB 19 siswa. Alat pengumpulan data berupa Angket dan Tes. Analisis data
menggunakan uji-t
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tujuan dari penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh kebiasaan membaca terhadap
kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon. Sampel pada
penelitian ini yaitu 41 dengan rincian 22 siswa pada kelas VA dan 19 siswa pada kelas VB.
Sampel dari data kebiasaan membaca siswa dalam penelitian ini diperoleh dari pembagian
angket dengan jumlah 20 pertanyaan, sedangkan data kemampuan membaca diperoleh
berdasarkan skor jawaban benar dari 20 jumlah soal. Kemudian skor masing-masing data
tersebut dibagi 10 agar angka pada pengolahan data nanti tidak terlalu banyak digit.
Berdasarkan analisis data diketahui kemampuan dalam membaca pemahaman siswa rata-rata
adalah 9,2 Adapun nilai yang tertinggi adalah 10,0 dicapai 15 orang dan nilai terendah adalah
5,5. Jika ditinjau dari nilai ketuntasan belajar minimal (KBM) untuk bahasa indonesia kelas
V SD Negeri 9 Lhoksukon adalah 75, maka dapat dilihat bahwa 38 siswa tuntas dan 3 siswa
tidak tuntas.
Pengujian hipotesis, sebelum melakukan uji hipotesis dengan uji t, paling dahulu
dihitung nilai koefisien korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca
pemahaman dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment.
No. Kode Siswa X Y X2 Y2 XY
1 Siswa 1 7.3 9.0 53 81 65.7
2 Siswa 2 7.0 9.0 49 81 63
3 Siswa 3 7.5 9.5 56 90.25 71
4 Siswa 4 8.5 10.0 72 100 85
5 Siswa 5 7.1 10.0 50 100 71
6 Siswa 6 6.4 9.0 41 81 58
7 Siswa 7 9.0 10.0 81 100 90
8 Siswa 8 9.0 10.0 81 100 90
9 Siswa 9 8.4 9.5 71 90.25 80
10 Siswa 10 9.0 10.0 81 100 90
11 Siswa 11 7.5 8.5 56 72.25 64
12 Siswa 12 8.0 9.5 64 90.25 76
13 Siswa 13 8.3 9.5 69 90.25 79
14 Siswa 14 7.8 9.5 61 90.25 74
15 Siswa 15 8.6 10.0 74 100 86
16 Siswa 16 8.0 9.5 64 90.25 76
17 Siswa 17 9.0 10.0 81 100 90
18 Siswa 18 7.3 9.0 53 81 65.7
19 Siswa 19 8.1 9.5 66 90.25 77
20 Siswa 20 9.0 10.0 81 100 90
21 Siswa 21 8.6 10.0 74 100 86
22 Siswa 22 7.5 9.0 56 81 67.5
23 Siswa 23 9.0 10.0 81 100 90
24 Siswa 24 9.0 10.0 81 100 90
25 Siswa 25 9.0 10.0 81 100 90
26 Siswa 26 5.1 5.5 26 30.25 28
27 Siswa 27 8.3 8.5 69 72.25 71
28 Siswa 28 7.5 9.5 56 90.25 71.25
29 Siswa 29 9.0 10.0 81 100 90
30 Siswa 30 7.4 9.5 55 90.25 70
31 Siswa 31 7.0 9.5 49 90.25 66.5
32 Siswa 32 7.1 9.5 50 90.25 67
No. Kode Siswa X Y X2 Y2 XY
33 Siswa 33 9.0 10.0 81 100 90
34 Siswa 34 7.4 9.0 55 81 67
35 Siswa 35 8.6 10.0 74 100 86
36 Siswa 36 7.4 8.5 55 72.25 63
37 Siswa 37 7.5 8.8 56 77.44 66
38 Siswa 38 7.1 8.0 50 64 56.8
39 Siswa 39 6.5 7.0 42 49 45.5
40 Siswa 40 5.5 6.0 30 36 33
41 Siswa 41 7.5 9.0 56 81 67.5
∑ 322 378 2564 3533 3003
Berdasarkan analisis maka diperoleh nilai korelasi kebiasaan membaca dengan
kemampuan membaca pemahaman, nilai korelasi adalah 0,82. untuk melihat tingkatan
hubungan antara kebiasaan membaca siswa dengan kemampuan membaca pemahaman
digunakan tabel interpretasi korelasi nilai r dalam tabel interpretasi korelasi menunjukkan
pada rentang 0,800 – 1,000, maka variabel X dan variabel Y memiliki pengaruh yang sangat
kuat. Besarnya kontribusi variabel X (kebiasaan membaca) dan Y (kemampuan membaca
pemahaman) dengan perhitungan KP kebiasaan membaca siswa terhadap kemampuan
membaca pemahaman adalah 67,24% dan sisanya 32,76 % ditentukan oleh faktor-faktor
lainnya.
32,76%
67,24%
Berdasarkan data di atas, maka thitung pada penelitian ini adalah 8,98, dalam penelitian
ini menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga mengambil taraf signifikan (α) sebesar 5%
(0,05) dan dk = n-2, dk = 41-2=39, maka dari daftar distribusi t didapat t hitung > ttabel yaitu
8,98 > 2,023 sehingga hipotesis (H0) ditolak dan (H1) diterima. demikian dapat dinyatakan
bahwa, terdapat pengaruh kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca pemahaman
siswa pada kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon. Pengaruh kebiasaan membaca terhadap
kemampuan membaca pemahaman dapat dikatakan signifikan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Djaali (2013) bahwa “beberapa hasil dari penelitian menunjukkan, bahwa hasil
belajar memiliki korelasi positif dengan kebiasaan belajar atau study habit”. Hasil penelitian
sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Destiyanti (2019) yang berjudul
Korelasi Kebiasaan Membaca Dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Ismaria Al-Qur’anniyah Bandar Lampung.
Penelitian tersebut menampakkan bahwa semakin terbiasa dalam membaca maka semakin
meningkat prestasi belajar pada pelajaran bahasa Indonesia.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil perhitungan nilai koefisien korelasi diperoleh hubungan antara kebiasaan
membaca dan membaca pemahaman bernilai positif, yakni nilai rhitung = 0,82. Menurut tabel
interprestasi korelasi nilai r yaitu berada pada rentang 0,800 – 1,000. Pada rentang ini
menunjukkan bahwa variabel X dan variabel Y memiliki korelasi yang sangat kuat. Hasil uji-
t menunjukkan bahwa thitung > ttabel yaitu 8,98 > 2,023 sehingga (H0) ditolak dan (H1) diterima.
Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan, jadi dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca
pemahaman siswa kelas V SD Negeri 9 Lhoksukon. Diharapkan kepada seluruh siswa SD
Negeri 9 Lhoksukon, supaya berperan aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan literasi yang
dilakasanakan dalam proses meningkatkan kebiasaan membaca dan hasil dari penelitian ini
hendaknya dipakai untuk menambah bahan informasi dan rangka memperbaiki dalam
kegiatan kebiasaan membaca siswa agar meningkatkan prestasi mereka.
Daftar Pustaka
Arba, dhona dkk.(2021). Pengaruh Penerapan Teknik Membaca Super Gaya Accelerated
Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam Di MAN 2 Palembang. Jurnal pai raden fatah. Vol. 3, No. 1. 66-79.
Destiyanti, Afifah Zulfa. 2019. Korelasi Kebiasaan Membaca Dengan Kemampuan Membaca
Pemahaman Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Ismaria Al-
Qur’anniyah Bandar Lampung. Jurnal kajian penelitian dan pendidikan dan
pembelajaran. Vol. 4 No.1. 434-442.
Dalman. (2021). Keterampilan Membaca. Depok: Rajawali Pers.
Djaali. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Firman. (2018). Terampil Menulis Karya Ilmiah. Makasar: Aksara Timur. Hartono,
jogiyanto. (2018). Strategi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: ANDI.
Hastuti, Dwi puji, Rizky Mirani Desi Pertama. (2021). Pengaruh kebiasaan membaca di
media online terhadap penguasaan kosakata selama pembelajaran online. Jurnal
Ilmiah Kependidikan. Vol.1, No. 2. 46-50.
Ifrianti, Syofnidah. (2010). Improving Reading Comprehesion. Bandar Lampung:
FakultasTarbiyah IAIN Raden Intan Lampung.
Muhsyanur. (2014) . Membaca Suatu Keterampilan Berbahasa Reseptif. Yogyakarta:
Buginese ART.
Prayogo, Muhaimi Mughni. dkk. (2021). Panduan Asesmen Kemampuan Membaca
Pemahaman Siswa Sekolah Dasar. Yogyakarta: Kobuku.com.
Salam. (2018). Membaca Komprehensif (Strategi Pemahaman Bacaan). Gorontalo: Ideas
Publishing.
Tampubolon. (2015). Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif Dan Efisien.
Bandung: Angkasa
Aza Nuralita.2020.Analisis Penerapan Model Pembelajaran berbasis Etnosains dalam Pembelajaran
Tematik SD. Universitas PGRI Semarang.jurnal undiksha.Volume 8, Number 1
Problem : Pembelajaran Etnosains merupakansalah satu terobosan baru dalam dunia
pendidikan yang menggabungkan antara budaya dengan sains. Etnosains
mengangkat budaya dan kearifan lokal untuk dijadikan objek pembelajaran
sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis penerapan model pembelajaran berbasis etnosains sehingga guru dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran tematik SD dengan memahami sumber
belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran dan penggunaaan metode dalam
menyampaikan materi.
Prosedur : Desain penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif yang diarahkan untuk
menganalisis penerapan model pembelajaran berbasis Etnosains yangdilakukan oleh
guru dalam mata pelajaran IPA yang menggunakan pembelajaran tematik di
sekolahnya. Penelitian kualitatifinilebih menekankan pada pemaparan deskriptif yang
ditunjukkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang ada, baik
fenomena yang bersifat ilmiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji
bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya
dengan fenomena lain(Sukmadinata, 2007:72). Subjek dalam penelitian ini adalah
Sekolah Dasar di Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarangyaitu SDN Rejosari 02,
SDN Rejosari 03 dan SDN Bugangan03 Semarang. SD di Kecamatan Semarang Timur
memiliki hetrogenitas dan lingkungan belajar yang berbeda, namun budaya
lokal yang ditanamkan adalah budaya lokal Semarang.
Pembahasan : Penelitian ini dilakukan pada enam narasumber yang terdiri dari guru kelas IV dan V di
tiga sekolah dasar di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran IPA dalam tematik berbasis etnosains, guru secara tidak sadar mengadopsi
pendekatan etnografi dan menghargai kearifan lokal melalui kegiatan outdoor atau
kunjungan ke tempat-tempat yang berhubungan dengan budaya lokal. Namun,
perencanaan pembelajaran masih kurang detail dan guru cenderung menggunakan buku
teks sebagai satu-satunya sumber belajar. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk
merancang sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran dan
karakteristik siswa. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, pemilihan sumber
belajar seperti lingkungan, sastra, media audiovisual, dan internet dapat digunakan untuk
memfasilitasi proses pembelajaran.
Simpulan : Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA berbasis
etnosains telah diterapkan secara tidak sadar oleh guru-guru di tiga SD di Semarang.
Namun, perlu dilakukan perencanaan yang lebih terperinci terkait pembelajaran berbasis
etnografi, serta optimalisasi penggunaan sumber belajar. Guru dapat menggunakan
berbagai metode pembelajaran seperti observasi, demonstrasi, diskusi, proyek,
eksperimen, dan kunjungan lapangan. Penyebaran kearifan lokal dapat dilakukan secara
terbuka dengan memasukkannya ke dalam topik atau dikemas sebagai pesan
tersembunyi. Seluruh SD di Kabupaten Semarang Timur dapat menerapkan etnologi
dalam pembelajaran.
Komentar : Diharapkan kepada seluruh di Kabupaten Semarang Timur dapat menerapkan etnologi
dalam pembelajaran. Karena dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
etnosains peserta didik akan lebih mudah memahami materi karena diangkat dari
kehidupan sehari–hari siswa, sehingga hasil pembelajarantematik di SD khususnya
Kecamatan Semarang Timur akan meningkat.
Mimbar PGSD Undiksha
Volume 8, Number y 1, Tahun 2020, pp. 1-8
Aza Nuralita1
1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP, Universitas PGRI Semarang, Semarang, Indonesia
ARTICLEINFO
Abstrak
Article history:
Pembelajaran Etnosains merupakan salah satu terobosan baru dalam dunia pendidikan
Received 27 February yang menggabungkan antara budaya dengan sains. Etnosains mengangkat budaya dan
2020 kearifan lokal untuk dijadikan objek pembelajaran sehingga membuat pembelajaran
lebih bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan model
Received in revised form
27 Maret 2020 pembelajaran berbasis etnosains sehingga guru dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran tematik SD dengan memahami sumber belajar yang dapat digunakan
Accepted 10 April 2020
dalam pembelajaran dan penggunaaan metode dalam menyampaikan materi. Teknik
Available online 25 April
2020 pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dengan sampel sebanyak
tiga SD di Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang. Data dikumpulkan melalui
wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka, serta dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Kata Kunci:
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)
etnosains, kearifan lokal, Perencanaan Penerapan model pembelajaran berbasis etnosains di tiga SD yang berada
Pembelajaran tematik di Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang masih belum terencana namun pihak
sekolah secara tidak sadar telah menerapkan etnosains, penerapan model pembelajaran
Keywords: berbasis etnosains sudah berjalan dengan baik hal ini dibuktikan dengan guru mampu
ethnoscince, local menentukan kearifan lokal dan memilah materi yang akan diintegrasikan dalam mata
wisdom, thematic pelajaran IPA dalam pembelajaran tematik berbasis kearifan lokal, dan dalam proses
learning evaluasi terdapat evaluasi sesuai dengan standar evaluasi dalam kurikulum 2013 yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik 2) Penggunaan sumber belajar kurang maksimal,
seharusnya dalam pembelajaran etnosains guru dapat memanfaatkan sumber belajar
lainnya, seperti lingkungan sekitar, video, dan internet. 3) Guru dapat menggunakan
berbagai macam metode seperti observasi, demonstrasi, diskusi, proyek, eksperimen,
dan karya wisata.
ABSTRACT
Ethnoscience Learning is one of the new breakthroughs in the world of
education, which is collected between culture and science. Ethnoscience lifts local
culture and wisdom to be usend as learning object to make the learning become more
meaningful. The aimed of this research was to analyze the application of
ethnographic based learning model, so the teacher could improve the quality of
thematic learning in elementary school by understanding the learning resources that
could be used in learning and the used of method in delivering the material. The
sampling technique was done by purposive sampling, with a sample of three
elementary schools in East Semarang District, Semarang. Data were collected
through interviews, documentation, literature studies, and analyzed by using
descriptive qualitative. Based on the results of data analysis and discussion, it ccould
be concluded that: 1) the planning application of Ethnoscience based learning models
in three elementary school in east semarang district was unplanned well but the
school has unconsciously implemented Ethnoscince, the application of Ethnoscience
had been run well because it was proven by the teacher who had been being able to
determine the local wisdom and sorted the material that would be integrated in
thematic Ethnoscince subject based on local wisdom, and in the evaluation process
there was an
evaluation in
accordance with the
evaluation standard
in curriculum 2013,
namely : cognitive,
affective, and
psychomotor. 2) The
used of learning
resources was not
maximal in
ethnoscience learning
because the teachers
Pendahuluan
Dalam era globalisasi saat ini, peserta didik lebih familiar dengan budaya asing dan kurang
memahami kebudayaan dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Indonesia, sehingga rasa
nasionalisme peserta didik mulai memudar. Agar eksistensi budaya dan kearifan lokal tetap kukuh,
maka peserta didik sebagai generasi penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan
dan kearifan lokal dengan cara mengintegrasikan pengetahuan budaya dalam proses pembelajaran.
Karena kebudayaan daerah, kearifan lokal, dan lingkungan sekitar dapat memberikan kontribusi
tertentu terhadap pengalaman belajar peserta didik berupa pola pikir (kognitif), pola sikap (afektif),
dan pola perilaku (psikomotorik). Oleh sebab itu, diperlukan sebuah terobosan pendidikan yang
menggabungkan antara budaya dengan sains atau biasa disebut dengan etnosains (Mayasari,
2017:12).
Kata ethnoscience (etnosains) bersasal dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti bangsa,
dan scientia (bahasa Latin) artinya pengetahuan. Oleh sebab itu etnosains adalah pengetahuan yang
dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu
sebagai system of knowledge and cognition typical of a givel culture (Parmin, 2017)Menurut
Sudarmin (2015) Pendekatan ilmiah yang disarankan dalam pendidikan di Indonesia saat ini adalah
Etnosains, yaitu pengetahuan asli dalam bentuk bahasa, adat istiadat dan budaya, moral; sebagai
begitu juga teknologi yang diciptakan oleh masyarakat atau orang tertentu yang mengandung
pengetahuan ilmiah. Menurut Joseph (2010) dalam Pertiwi & Firdausi (2019:122) Pembelajaran
berpendekatan etnosains dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang
fundamental (mendasar dan penting) bagi pendidikan sebagai ekspresi dan komunikasi suatu gagasan
dan perkembangan pengetahuan.
Selanjutnya menurut Shidiq (2016:235) Etnosains mendorong guru dan juga praktisi
pendidikan untuk mengajarkan sains yang berlandaskan kebudayaan, kearifan lokal dan
permasalahan yang ada di masyarakat, sehingga peserta didik dapat memahami dan mengaplikasikan
sains yang mereka pelajari di dalam kelas dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang mereka
temui dalam kehidupan sehari–hari, sehingga menjadikan pembelajaran sains di kelas lebih
bermakna. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyu (2017:142) yang menyatakan bahwa bentuk
etnosains akan lebih mudah diidentifikasi melalui proses pendidikan tentang kehidupan sehari-hari
yang dikembangkan oleh budaya, baik proses, cara, metode, maupun isinya. Pengetahuan budaya
seperti dongeng, tembang, permainan - permainan, rumah adat, ritual adat, produksi lokal,
pemanfaatan alam merupakan salah satu wujud sistem pendidikan etnosains. Identifikasi etnosains
dimasukan dalam pembelajaran berkaitan dengan pengetahuan kebudayaan yang dimiliki daerah
setempat.
Hasil wawancara dengan Ibu Intan Pitarti, S.Pd guru kelas V SD Bugangan 03 Semarang
menyatakan bahwa kearifan lokal yang bisa dikaitkan dengan pembelajaran Etnosains di Kota
Semaramg yang umum dan di kenal oleh peserta didik antara lain adalah Permainan tarik tambang,
ketapel, permainan telepon kaleng, Goa Kreo, Pasar Minggu di Stadion Diponegoro, dan tanaman
obat sebagai bahan pembuatan jamu tradisonal. Kemudian, hasil wawancara dengan guru kelas IV
SDN Rejosari 03 Semarang, bapak Petrus Karjana, S.Pd menyebutkan bahwa, lingkungan tempat
tinggal peserta didik merupakan lingkungan padat penduduk, dimana kegiatan sehari – hari peserta
didik sangat erat dengan kegiatan etnosains, seperti penggunaan alat transportasi tradisional berupa
becak dan andong, permainan tradisional berupa, setinan, tarik tambang, dan permainan telpon kaleng
serta kebiasaan – kebiasaan di lingkungan sekitar yang berhubungan dengan kegiatan lokal
(tradisional).
Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa etnosains dapat diintegrasikan kedalam
pembelajaran. Misalnya hasil penelitian Rahayu dkk (2006) tentang efektivitas pembelajaran berbasis
budaya lokal memberikan hasil yang lebih baik karena pembelajran berlangsung lebih bermakna bagi
peserta didik. Selanjutnya Yuliana Wahyu (2017) yaitu pembelajaran etnosains merupakan strategi
penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya
sebagai bagian dari proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Pembelajaran etnosains
diimplementasikan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar dengan dengan cara memasukkan budaya
yang berkembang di masyarakat ke dalam pembelajaran tersebut. Dan yang terakir merupakan hasil
penelitian puspasari dkk (2019) menyebutkan bahwa implementasi pembelajaran IPA berbasis
etnosains adalah dengan mengintegrasikan antara materi dengan lingkungan, kebudayaan, dan
sosial yang ada di lingkungan sekitar. Evaluasi dari implementasi pembelajaran IPA berbasis
etnosains meliputi evaluasi kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan standar evaluasi dalam
kurikulum 2013.
Dari hasil penelitian-penelitian diatas, etnosains sangatlah penting diintegrasikan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar, karena peserta didik sekolah dasar merupakan peserta didik yang
masih mengalami perkembangan kognitif bersifat operasional konkret berdasarkan fase ini,
pembelajaran di SD hendaknya diawali dengan sesuatu yang konkret serta dekat dengan kehidupan,
pengetahuan dan penglaman peserta didik (Piaget dalam Prastowo, 2014 : 6). Sehingga, Pemilihan
kearifan lokal dalam mata pelajaran IPA sebagai tema utama dianggap tepat dikarenakan tema
tersebut berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari dan dapat menanamkan nilai-nilai karakter
pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Fogarty dalam Aji (2017:9)Penetapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar dipandang sebagai langkah yang tepat dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis etnosains, karena pembelajaran tematik adalah suatu model terapan
pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan yang
terikat oleh tema, sehingga tema dijadikan sebagai pengikat antara konsep, topik, dan ide-ide dari
mata pelajaran satu dengan lainnya.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum 2013 haruslah
berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Melalui pendidikan, diharapkan nilai dan keunggulan budaya di masa lampau dapat diperkenalkan,
dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan
zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan dirinya (Wati,2014:4). Hal ini
sejalan dengan pendapat Suastra (2010: 8) Pendidikan berfungsi memberdayakan potensi manusia
untuk mewariskan, mengembangkan serta membangun kebudayaan dan peradaban masa depan. Di
satu sisi, pendidikan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif, di sisi lain
pendidikan berfungsi untuk menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif.
Menurut Pertiwi & Firdausi (2019:122) dalam kegiatan pembelajaran etnosains diharapkan
peserta didik mampu melakukan observasi, diskusi, presentasi dan praktikum. Aktivitas peserta didik
selama pembelajaran menggunakan pendekatan etnosains diiringi dengan keterampilan proses peserta
didik yang menunjukkan adanya peningkatan. Sehingga implementasi pembelajaran berbasis
etnosains menuntut pergeseran model pembelajaran dari pembelajaran berpusat guru ke pembelajaran
berpusat peserta didik, dari pembelajaran individual ke arah pembelajaran kolaboratif dan
menekankan aplikasi pengetahuan sains, kreativitas serta pemecahan masalah dalam proses
merekonstruksi sains asli (pengetahuan yang berkembang di masyarakat) menjadi sains ilmiah.
Sehingga dalam pembelajaran, etnosains dapat diintegrasikan dalam berbagai model pembelajaran,
diantaranya yaitu model pembelajaran discovery learning, problem based learning (PBL), project
based learning (PjBL), pendekatan konstruktivisme, pembelajaran kontekstual, dan lain-lain.
Penerapan pebelajaran etnosains tidak hanya hanya sesuai dengan perkembangan zaman dan
kaidah kurikulum pendidikan yang saat ini dianut oleh bangsa Indonesia, akan tetapi juga bertujuan
untuk menanamkan sikap cinta terhadap budaya dan bangsanya, meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman peserta didik terhadap budaya dan potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Hal ini berguna
untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam menyerap pelajaran yang bersifat abstrak dengan
menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks sesuai dunia nyata
(kontekstual) dan sebagai alternatif khusus sebagai satu langkah mewujudkan pembentukan karakter
nasionalisme melalui penguatan nilai kearifan lokal daerah dengan implementasi etnosains.
Dari pemaparan diatas, penerapan pembelajaran berbasis etnosains sangat menguntungkan
karena dapat melatih peserta didik untuk mencari tahu, melatih berpikir kritis dan analistis, serta
bekerjasama untuk memecahkan suatu masalah. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian tentang Analisis Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Etnosains dalam
Pembelajaran Tematik SD.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah ke-3 SD yang berada di Kecamatan
Semarang Timur Kota Semarang sudah menerapkan etnosains dalam pemebelajaran tematik terutama
dalam pelajaran IPA dan untuk mendeskripsikan implementasi pembelajaran tematik berbasis
etnosains di SD.
Metode
Desain penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif yang diarahkan untuk
menganalisis penerapan model pembelajaran berbasis Etnosains yang dilakukan oleh guru dalam
mata pelajaran IPA yang menggunakan pembelajaran tematik di sekolahnya. Penelitian kualitatif ini
lebih menekankan pada pemaparan deskriptif yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat ilmiah ataupun rekayasa manusia.
Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan
perbedaannya dengan fenomena lain (Sukmadinata, 2007:72) Dalam penelitian kualitatif peneliti
hadir secara langsung ke lapangan dengan tujuan memperoleh data yang akurat.
Subjek dalam penelitian ini adalah Sekolah Dasar di Kecamatan Semarang Timur, Kota
Semarang yaitu SDN Rejosari 02, SDN Rejosari 03 dan SDN Bugangan 03 Semarang. SD di
Kecamatan Semarang Timur memiliki hetrogenitas dan lingkungan belajar yang berbeda, namun
budaya lokal yang ditanamkan adalah budaya lokal Semarang. Hal tersebut menjadi pertimbangkan
dalam menentukan sampel penelitian sebagai tempat uji coba nanti
Sampel penelitian ini adalah guru kelas 4 dan kelas 5 di dalam tiga SD yang berada di
Semarang Timur sample diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2018 : 85). Metode wawancara,
observasi, dan dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti.
Validasi data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Sedangkan Teknik analisis data yaitu
dengan pengumpulan, reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan data.
Dalam penelitian ini terdapat enam narasumber yang terdiri dari masing - masing satu guru
kelas IV di SDN Rejosari 02, SDN Rejosari 03 dan SDN Bugangan 03 Semarang dan masing –
masing satu guru kelas V di SDN Rejosari 02, SDN Rejosari 03 dan SDN Bugangan 03 Semarang .
Peneliti menggunakan sejumlah metode seperti wawancara, observasi dan pengamatan untuk
mendapatkan data – data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam implementasi
pembelajaran IPA dalam tematik berbasis etnosains diterapkan melalui 3 proses yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Perencanaan pembelajaran berbasis etnosains di SDN Rejosari 02, SDN Rejosari 03 dan SDN
Bugangan 03 Semarang hanya diterapkan pada materi tertentu yang dapat dintegrasikan dengan
pendekatan etnosains, misalnya mengenai permainan tradisional, alat transportasi tradisional,
produksi lokal daerah setempat, makanan lokal, dan warisan budaya.
Berdasarkan hasil penelitian di SDN Rejosari 02 Semarang, SDN Rejosari 03 Semarang dan
SDN Bugangan 03 Semarang, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran guru secara
tidak sadar telah menerapkan pendekatan etnosains. Namun pada perencanaannya, guru belum
merencanakan secara terperinci, atau dapat dikatakan bahwa guru secara tidak sadar memunculkan
nilai kearifan lokal dalam pembelajaran melalui kegiatan outdoor atau kunjungan ke goa kreo,
pembuatan bakmi jawa, pembuatan jamu, permainan tradisional dan alat transportasi tradisional.
Dalam perencanaan pembelajaran setiap minggu guru membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang mengulas tentang perencanaan pembelajaran yang akan di lakukan, seperti yang
terlihat dalam RPP pembelajran kelas IV SDN Rejosari 03 Semarang dalam tema 7 “Indahnya
Kergaman di Negeriku” yang membahas mengenai pembelajaran dengan menampilkan beberapa
keragaman budaya yang ada di Indonesia yaitu kebiasaan dan cara hidup yang berbeda seprti
penggunaan transportasi tradisional, berupa andong untuk memahami macam – macam gaya dan
keterkaitannya dengan aktivitas yang memerlukan gaya.
Hal lain dilakukan SDN Bugangan 03 Semarang dimana guru mengajak siswa untuk
mengunjungi goa kreo, maka secara eksplisit guru telah mengajarkan tentang konsep ekosistem dan
peserta didik dapat memahami konsep ekosistem dalam tema lima “ekosistem”.
Penerapan pembelajaran diatas dapat dihubungkan dengan pendapat Kartono and Bujang
(dalam puspitasari dkk, 2019 : 28) yang menyatakan bahwa pendidikan dapat dikembangkan dengan
bertumpu pada keunikan dan keunggulan suatu daerah, termasuk budaya dan teknologi lokal
(tradisional). Pembelajaran yang mengimplementasikan tradisi budaya lokal mampu menghantarkan
peserta didik untuk mencintai daerah dan bangsanya. Peserta didik dapat mengali langsung
pengetahuan pada praktisi budaya setempat.
Table 01. Pemetaan materi IPA dalam pembelajaran Tematik kelas 4 dan 5
Tempat
No Keraifan lokal (etnosains) Materi pembelajaran
pelaksanaan
1. Alat musik tradisional dan SDN Rejosari 02 Bunyi (materi kelas 4 tema 1)
Permainan telepon kaleng Semarang
2. Permainan tarik tambang dan SDN Rejosari 03 Macam – macam gaya (materi
ketapel Semarang kelas 4 Tema 7)
3. Alat transportasi tradisional SDN Bugangan 03 Gaya dan gerak (materi kelas 4
berupa delman dan becak yang Semarang tema 7)
ditemui di Pasar Minggu Stadion
Diponegoro
4. Goa kreo SDN Bugangan 03 Ekosistem (materi kelas 5
Semarang tema 5)
5. Proses memasak bakmi jawa SDN Rejosari 03 Kalor dan perpindahannya
Semarang (materi kelas 5 tema 6)
6. Jamu SDN Rejosari 02 Benda tunggal dan campuran
Semarang (materi kelas 5 tema 9)
Berdasarkan Tabel 1. Dapat dijelaskan bahwa pemetaan materi kelas 4 ada pada tema 1 dan 7,
sedangkan pada kelas 5 ada pada tema 5, 6, dan 9. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh
guru di tiga SD yang menjadi tempat penelitian menyebutkan bahwa implementasi kearifan lokal
dapat dilakukan secara terbuka dengan cara disisipkan ke dalam tema-tema, atau juga dapat dikemas
dalam bentuk pesan tersembunyi (hidden curriculum) yaitu dengan penanaman norma, kebiasaan
baik, dan prinsip bersosial.
Selain itu dalam mengimplementasikan pembelajaran tematik berbasis etnosains perlu
memperhatikan pemilihan sumber belajar. beberapa sumber belajar yang efektif digunakan dalam
pembelajaran IPA, antara lain lingkungan sekitar, literatur, audio visual, dan internet.
Guru dapat membuat suatu sumber belajar berupa media, seperti video, modul, dan lainnya
untuk mempermudah pelaksaanaan pembelajaran tematik berbasis etnosains. Selain itu, guru dapat
memanfaatkan berbagai literatur serta internet untuk membantu proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi didapatkan bahwa ada sebagian besar guru
cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar. Oleh sebab itu, guru harus
mengembangkan dan merancang sumber belajar secara sistematis berdasarkan kebutuhan kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan dan juga berdasarkan pada karakteristik para siswa yang akan
mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.
Menurut widyaningrum (2018:31) Sumber belajar adalah hal yang dapat digunakan untuk membantu
seorang guru dalam belajar, mengajar dan menampilkan kompetensinya. Pada kenyataan di
lapangan, belum banyak variasi sumber belajar yang dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar
guru cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar. Oleh sebab itu, guru
harus mengembangkan dan merancang sumber belajar secara sistematis berdasarkan kebutuhan
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan juga berdasarkan pada karakteristik para siswa
yang akan mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.
Selain pemilihan sumber belajar, hal yang tidak kalah penting adalah pemilihan metode dalam
pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa biasanya guru-guru di Sekolah Dasar
mengajar dengan metode ceramah bervariasi dan penugasan. Namun, sebenarnya ada beberapa
metode lain yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran tematik berbasis etnosains, antara
lain adalah observasi, demonstrasi, diskusi, proyek, eksperimen, dan karya wisata.
Setelah guru menentukan kearifan lokal yang akan ditanamkan, maka guru dapat memilih salah
satu atau beberapa cara mengintegrasikan kearifan lokal tersebut. Cara tersebut antara lain melalui
strategi pembelajaran, metode pembelajaan, media pembelajaran, bahan ajar ataupun evaluasi
pembelajaran
Pemilihan kearifan lokal dalam mata pelajaran IPA sebagai tema utama dikarenakan tema
tersebut berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari dan dapat menanamkan nilai-nilai karakter
pada siswa. Selain itu, implementasi model pembelajaran yang tepat pastinya akan berpengaruh pada
peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Atmojoyo (2012: 5) yang mengemukakan bahwa
pembelajaran IPA terpadu berpendekatan etnosains terbukti efektif mampu memperbaiki kualitas
pembelajaran pada aspek aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)
Perencanaan Penerapan model pembelajaran berbasis etnosains di SD Kecamatan Semarang
Timur, Kota Semarang masih belum terencana, namun pihak sekolah secara tidak sadar telah
menerapkan etnosains, penerapan model pembelajaran berbasis etnosains sudah berjalan dengan
baik hal ini dibuktikan dengan guru mampu menentukan kearifan lokal dan memilah materi yang
akan diintegrasikan dalam mata pelajaran IPA dalam pembelajaran tematik berbasis kearifan local.
Dan dalam proses evaluasi terdapat evaluasi sesuai dengan standar evaluasi dalam kurikulum 2013
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik 2) Penggunaan Sumber belajar kurang maksimal,
seharusnya dalam pembelajaran etnosains guru dapat memanfaatkan sumber belajar lainnya,
seperti lingkungan sekitar, video, dan internet. 3) Guru harus bisa menggunakan berbagai macam
metode seperti observasi, demonstrasi, diskusi, proyek, eksperimen, dan karya wisata. 4)
diharapkan semua SD yang berada di Kecamatan Semarang Timur mampu menerapkan etnosains
dalam pembelajaran, karena dengan menggunakan model pembelajaran berbasis etnosains peserta
didik akan lebih mudah memahami materi karena diangkat dari kehidupan sehari–hari siswa,
sehingga hasil pembelajaran tematik di SD khususnya Kecamatan Semarang Timur akan
meningkat.
Daftar Pustaka
Aji , S. D. (2017 , Juli 15). Etnosains dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan kerja ilmiah siswa.
Seminar Nasional Pendidikan Fisika III 2017 Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas PGRI
Madiun: 7 – 11.
Atmojo. (2012). Profesi Profil Keterampilan Proses Sains dan Apresiasi Siswa Terhadap Pengrajin Tempe
Dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains . Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 1 (2) 115- 12.
Fogarty, R. (1991). How to integrate the curriculla. Palatine. Illinois: IRI/ Skylight Publishing, Inc Joseph,
M.R. (2010). Ethnoscience and Problems of Method in the Social Scientific Study of Religion.
Oxfordjournals. 39(3): 241-249.
Mayasari , T. (Juli 2017, Juli 15). Integrasi budaya Indonesia dengan pendidikan sains . Seminar Nasional
Pendidikan Fisika III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa"
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas PGRI Madiun
Ningrum , P. (2018). Etnosains, Kearifan Lokal, dan Budaya dalam Pembelajaran Sains. Semarang: Radar
semarang.
Prastowo, A. 2014. Pemenuhan Kebutuhan Psikologis Peserta Didik SD/MI melalui Pembelajaran Teamtik
Terpadu. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar.
Puspasari dkk. (2019). Implementasi Etnosains dalam Pembelajaran IPA di SD Muhammadiyah Alam Surya
Mentari Surakarta. Science Education Journal (SEJ)
Rahayu, U., Yumiati, Paulina Pannen. 2006. Instructional Quality Improvement in Science Though
The Implementation Of Culture-Based Teaching Strateg, presented at the 10th International
Conference Learning Together for Tomorrow: Education for Sustainable Develompemnt,
Bangkok Thailand
Shidiq , A. S. (2016, Mei 14). Pembelajran Sains Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan Minat &
Prestasi Belajar Siswa . Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia VIII (SN KPK UNS).
Suastra, 2010. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi
Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudarmin (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains Dan Kearifan Lokal: KONSEP Dan Penerapannya hearts
Penelitian Dan Pembelajaran Sains [ Pendidikan Karakter, etnosains dan Kearifan Lokal: Konsep dan
Aplikasi dalam Penelitian dan Ilmu Pendidikan Karakter Pendidikan: Etnosains dan Kearifan Lokal],
and others (ed.) (Semarang: CV. Swadaya Manunggal)
Sugiyono . (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfbeta
Wahyu, Yuliana (2017). Pembelajaran Berbasis Etnosains Sekolah Dasar. Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar.
Wati, S.Y. (2014). Pengembangan kurikulum 2013 melalui pendidikan multikultural di sekolah menengah
pertama negeri 13. Skripsi S-1 UIN Sunan Ampel Surabaya.
Widyaningrum, Ratna. (2018). Analisis Kebutuhan Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Etnosains
Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Ipa Dan Menanamkan Nilai Kearifan Lokal Siswa
Sekolah Dasar. Widya Wacana Vol. 13 Nomor 2.
Yuliana, Ivo. (2017) Pembelajaran berbasis etnosains dalam mewujudkan pendidikan karakter siswa
sekolah dasar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar
Nindya Refiana Sari,Erdhita Oktrifianty,Ina Magdalena.2021.Hubungan antara
kebiasaan membaca dengan kemampuan menulis siswa kelas iv sd negeri kunciran 06
kota Tangerang. Universitas Muhammadiyah Tangerang.journal stitpn. Vol.03. No. 3
Problem : Berdasarkan bacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan hal yang penting bagi manusia. Salah satu keterampilan dasar
dalam pembelajaran adalah membaca dan menulis. Membaca merupakan
keterampilan berbahasa yang meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Kemampuan menulis merupakan salah satu aspek kebahasaan
yang tidak terpisahkan dari aspek lain dalam proses pembelajaran yang
dilalui siswa selama bersekolah. Keterampilan menulis perlu diketahui oleh
guru dan siswa berlatih untuk melakukan esai otobiografi dengan baik.
Tujuan kegiatan menulis yang dimaksud adalah agar siswa mampu
mengungkapkan ide atau pendapat secara tertulis dan memiliki minat dalam
menulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan membaca dengan kemampuan menulis siswa kelas IV SD Negeri
Kunciran 06 Kota Tangerang secara empiris.
Prosedur : Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
hubungan korelasi. Metode ini digunakan untuk membuktikan ada
atau tidaknya hubungan masalah yang diteliti pada siswa kelas IV SD
Negeri Kunciran 06 Kota Tangerang. Dalam pengumpulan data, peneliti
mengumpulkan data dari dua sumber yakni data angket kebiasaan
membaca dari hasil pengisian angket, dan nilai kemampuan menulis
dari hasil tes kemampuan menulis. Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian ini adalah tes, dan non tes. Tes yang
dilakukan dengan memberikan soal –soal isian yang berjumlah 10,
sedangkan untuk instrumen non tes dengan memberikan angket /
kuesioner tentang kebiasaan membaca. Berdasarkan hasil penelitian
yang didapatkan peneliti di SD Negeri Kunciran 06 Kota Tangerang.
Pembahasan : Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif hubungan korelasi untuk
membuktikan adanya hubungan antara kebiasaan membaca dan
kemampuan menulis siswa kelas IV SD Negeri Kunciran 06 Kota
Tangerang. Data dikumpulkan dari pengisian angket kebiasaan membaca
dan tes kemampuan menulis. Instrumen yang digunakan adalah tes dan
angket/kuesioner. Validitas dan reliabilitas instrumen telah diperiksa dan
hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh positif antara kebiasaan
membaca siswa dan kemampuan menulis mereka sebesar 44%. Namun,
66% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Simpulan : Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan, kontribusi
kebiasaan membaca sendiri terhadap kemampuan menulis yang
ditunjukkan maka dapat disimpulkan bahwa H_0 ditolak dan H_1 di
terima. Ini berarti kebiasaan membaca mempunyai kontribusi sebesar 44%
terhadap kemampuan menulis dan 66% lainnya di pengaruhi oleh variabel
lainnya.
Komentar : Diharapkan kepada seluruh siswa IV SD Negeri Kunciran 06 Kota
Tangerang, supaya berperan aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan
literasi yang dilakasanakan untuk meningkatkan kemampuan menulis.
This study aims to find out the empirical data on the relationship between reading habits and
writing skills of fourth grade students at SD Negeri Kunciran 06 Tangerang City. The
method used in this study is a quantitative method of correlation. This method is used to prove
whether or not there is a relationship between the problems studied in the fourth grade
students of SD Negeri Kunciran 06 Tangerang City. In collecting data, the researcher collected
data from two sources, namely the reading habit questionnaire data from the results of
filling out the questionnaire, and the writing ability scores from the writing ability test
results. The instrument used to obtain the data in this study was a test, and a non-test. The
test is carried out by giving 10 questions to fill in, while for the non-test instrument by
giving a questionnaire/questionnaire about reading habits. Based on the results of research
obtained by researchers at SD Negeri Kunciran 06, Tangerang City. The results of data analysis
using the Product Moment formula and SPSS 26 assistance based on research on reading
habits have a positive and significant relationship to writing ability. 0.05) it can be
concluded that H₀ is rejected and H1 is accepted, meaning that this study has succeeded in
testing the truth of the hypothesis, namely that reading habits have a significant
relationship with writing ability at SD Negeri Kunciran 06 Tangerang City. Because the
correlation coefficient is positive, the higher the reading habit, the higher the writing
ability.
Keywords: Reading Habit, Writing
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data secara empiris hubungan antara
hubungan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan menulis siswa kelas IV SD Negeri
Kunciran 06 Kota Tangerang. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif hubungan korelasi. Metode ini digunakan untuk membuktikan ada atau
tidaknya hubungan masalah yang diteliti pada siswa kelas IV SD Negeri Kunciran 06 Kota
Tangerang. Dalam pengumpulan data, peneliti mengumpulkan data dari dua sumber
yakni data angket kebiasaan membaca dari hasil pengisian angket, dan nilai kemampuan
menulis dari hasil tes kemampuan menulis. Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian ini adalah tes, dan non tes. Tes yang dilakukan dengan
memberikan soal – soal isian yang berjumlah 10, sedangkan untuk instrumen non tes
dengan memberikan angket / kuesioner tentang kebiasaan membaca. Berdasarkan hasil
penelitian yang didapatkan peneliti di SD Negeri Kunciran 06 Kota Tangerang. Hasil
analisis data menggunakan rumus Product Moment dan bantuan SPSS 26 berdasarkan
penelitian kebiasaan membaca memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap
kemampuan menulis Bahwa diketahui thitung =0,015 > ttabel = 0,05 dan di perkuat
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti kurang dari ( 0,000< 0,05 ) maka
dapat disimpulkan H₀ di tolak dan H1 diterima artinya penelitian ini telah berhasil
menguji kebenaran hipotesis yaitu bahwa kebiasaan membaca memiliki hubungan yang
signifikan dengan kemampuan menulis di SD Negeri Kunciran 06 Kota Tangerang. Karena
koefisien korelasi adalah positif, maka makin tinggi kebiasaan membaca makin tinggi
juga kemampuan menulis.
Kata Kunci : Kebiasaan Membaca, Kemampuan
PENDAHULUAN
Nilai – nilai dan kemampuan tersebut tersebut dapat terealisasikan dengan adanya
beberapa mata pelajaran yang diajari di sekolah dasar. banyak mata pelajaran di
sekolah dasar yang paling penting adalah bahasa indonesia. Mata pelajaran bahasa
indonesia mempunyai sangat penting karena penanaman bahasa indonesia sejak usia
sekolah dasar sangat diperlukan agar dapat berkomunikasi dengan baik dalam
kehidupan sehari – hari. Bahasa indonesi merupakan bahasa persatuan yang
menjadi identitas bangsa indonesia. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian dan
kemurnian bahasa indonesia diperlukan berbagai upaya salah satunya yaitu
menuliskan kaidah – kaidah ejaan dan tulisan bahasa indonesia yang sesuai dengan
Ejaan Bahasa Indonesia ( EBI ). EBI dapat digunakan sebagai pedoman dalam
kegiatan berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD saat ini memakai tematik terpadu. Bahasa
Indonesia mempunyai peranan penting dalam pelajaran yaitu memiliki kemampuan
berbahasa dengan benar serta dapat menyampaikan bahasa yang baik. Oleh karena
itu, siswa akan membutuhkan kemampuan berbahasa sebagai alat belajar untuk
menguasai berbagai mata pelajaran lainnya. Keberhasilan belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh oleh kemampuan dalam berbahasa.
Pengajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa indonesia
Tujuan pembelajaran bahasa indonesia di sekolah adalah sebagai wadah untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan
fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat komunikasi. Pembelajaran bahasa indonesia
di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa yang diperlukan untuk
melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang
dipelajari.
Kompetensi membaca dan menulis yang diperoleh siswa dari belajar bahasa indonesi
selain berguna dalam lingkup pelajaran bahasa yang dibutuhkan untuk menguasai
bermacam informasi yang terdapat dalam mata pelajaran lain.
Di dalam kehidupan dan pertumbuhan manusia adanya kegiatan belajar, karena
banyak hal yang dapat dikuasai saat proses belajar Salah satunya yaitu dengan
membaca. Sejalan dengan pengetahuan dan perkembangan yang semakin pesat
dan canggih semakin banyak informasi yang tersimpan didalam buku. Pada
jenjang pendidikan kebiasaan membaca menjadi prioritas yang harus dikuasai oleh
siswa. Kebiasaan Membaca merupakan bekal dan kunci keberhasilan siswa dalam
proses pendidikan. Untuk memperoleh ilmu oleh siswa melakukan membaca.
Ilmu yang yang diperoleh siswa tidak hanya dapat diperoleh proses belajar mengajar
di sekolah. Tetapi melalui membaca dalam kegiatan sehari – hari. Oleh karena itu,
kebiasaan membaca dan kemampuan memahami membaca menjadi bagian
penting dalam penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan siswa.
Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Membaca juga keterampilan dasar bagi siswa yang harus
dikuasai agar dapat mengikuti proses pembelajaran. membaca juga bukan hanya
sekedar kumpulan huruf yang telah membentuk kata – kata, kalimat, paragraf,
tetapi juga harus memahami lambang, tulisan, tanda sehingga pesan yang akan
disampaikan
penulis agar dapat diterima oleh pembaca. bermacam – macam membaca agar
mampu memahami materi pembaca.
Dengan membaca siswa akan memperoleh berbagai informasi yang sebelumnya tidak
pernah di dapatkan. Membaca merupakan jendela dunia dan banyak manfaat yang
diperoleh dari membaca. Siswa harus melakukan membaca merupakan kebutuhan
bukan keterpaksaan. Jika siswa membaca atas paksaan maka informasi yang diperoleh
tidak memaksimalkan. Tujuan dari membaca adalah untuk mencari dan memperoleh
informasi, mencakup isi, dan memahami bacaan. Bagi siswa membaca tidak hanya
berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca
juga berperan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peranan orang
tua sangat dominan dalam membentuk kebiasaan membaca anak dan guru juga
sangat penting karena mengembangkan minat membaca. Orang tua dan guru
peranan yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kebiasaan
membaca.
Salah satu kemampuan yang sukar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah
kemampuan menulis. Kemampuan menulis merupakan aspek berbahasa yang tidak
dapat dipisahkan dari aspek lain dalam proses belajar yang dialami siswa selama
menuntut ilmu disekolah.
Menurut Zulela ( 2013 ) bahwa kemampuan menulis sebagai salah satu aspek
berbahasa yang merupakan tahapan akhir untuk dikuasai siswa, karena siswa dapat
menulis dengan baik apabila serangkaian tahapan keterampilan berbahasa (
menyimak, berbicara dan membaca ) telah dikuaasi siswa kemampuan menulis harus
di biasakan oleh guru dan siswa agar terlatih untuk membuat tulisan narasi dengan
baik.
Kemampuan menulis meliputi kemampuan dalam menyusun pikiran tentang gagasan
atauu ide yang akan disampaikan kepada pembaca dnegan menggunakan kata –
kata dalam susunan yang tepat berdasarkan pemilihan kata, struktur kalimat, dan
pemakaian kata. Tujuan yang diharapkan dari kegiatan menulis adalah agar siswa
mampu mengungkapkan ide atau gagasan, pendapat secara tertulis dan mempunyai
hobi menulis. Melalui keterampilan menulis yang dimiliki siswa dapat
mengembangkan kreativitas dan mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi.
Sebagai salah satu keterampilan bahasa, menulis merupakan pembelajaran yang perlu
secara kesinambungan sejak di Sekolah Dasar. hal ini bahwa kemampuan menulis di
sekolah dasar merupakan kemampuan dasar sebagai bekal belajar menulis pada
jenjang berikutnya. Kemampuan menulis anak – anak mengikuti perkembangan akan
muncul dari coret – coretan secara acak pada seluruh halaman kertas yang
menunjukkan adanya ketidakmampuan berpikir untuk menempatkan huruf – huruf
dalam suatu suatu deret baris kemudian berkembang seiring perkembangan
kebahasaan, menghubungkan bunyi dengan simbol – simbol huruf, penemuan
ejaan, dan kata dan menyusunnya dalam suatu baris tulisan.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah negeri kunciran 06 permasalahan –
permasalahan yang ada di kelas IV masih banyak siswa dalam penulisan yang kurang
rapih dan kurang jelas, siswa kurang menyukai pelajaran bahasa indonesia, membaca
yang masih eja, malas untuk membaca, dan tidak semua pintar di bidang
akademik, siswa tidak mau membaca ketika guru disuruh membaca, siswa masih
banyak yang malas – malasan untuk menulis tugas. Siswa saat menulis masih di
tuntun dengan guru, kemampuan menulis siswa masih rendah karena malas
menulis, kesulitan – kesulitan siswa dalam menulis penggunaan tanda baca,
pemilihan kata.
Hubungan antara membaca dengan menulis diduga memiliki hubungan yang sangat
erat khususnya di mata pelajaran bahasa indonesia. Karena menuliskan sesuatu,agar
tulisan dibaca oleh orang lain dan dapat di baca oleh diri sendiri. Seperti pula dengan
kemampuan menulis, menulis adalah bagian yang terpenting dari membaca.
Membaca dan menulis berbanding lurus karena semakin orang banyak membaca
semakin luas wawasannya dan pengetahuan sehingga memiliki referensi dan tidak
kehabisan ide saat menulis. Dalam penelitian ini, peneliti memilih membaca dan
menulis. Masih banyak yang menganggap bahwa menulis dan membaca bukanlah
yang suatu penting. Menulis dan membaca masih sangat kurang dalam pembelajaran.
hal ini menjadi penghambat dalam kegiatan belajar di sekolah
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Tampubolon ( 2015 ) Kebiasaan merupakan suatu kegiatan atau
sikap yang telah sering dilakukan oleh anak – anak bersifat fisik atau mental,
dalam usaha yang dapat dilakukan dalam pembentukan kebiasaan terutama diri dalam
anak, karena sang anak memiliki membentuk kebiasaan membaca yang lebih kuat
dan efisien untuk minat yang akan berkembang. Pada usia dewasa lebih sukar
kebiasaan membaca dibandingkan anak – anak. Proses terbentuknya kebiasaan
dipengaruhi oleh faktor kemauan, keinginan, dan lingkungan. Membaca bukan
sekedar membaca tetapi juga untuk memperoleh manfaat dari membaca, apabila
seseorang melakukan kebiasaan membaca akan memperluas dan memperoleh
pengetahuan dan wawasan yang sangat luas.
Selanjutnya menurut Djaali ( 2014 ) kebiasaan merupakan suatu perilaku
manusia yang dapat dibentuk dalam pembiasaan bentuk perilaku secara berulang –
ulang pada diri seseorang secara berubah – ubah. Tingkah laku atau perilaku akan
terlihat dari perubahan yang terus menerus sehingga menjadi kebiasaan yang baik.
Kebiasaan merupakan suatu yang telah mendarah daging pada diri seseorang apabila
perilaku yang bersifat fisik maupun mental dalam suatu kebiasaan sehingga menjadi
membentuk tidak dapat waktu yang relatif lama untuk proses perkembangannya.
Menurut Syah ( 2016 ) menyatakan bahwa kebiasaan merupakan terjadinya proses
belajar akan mengalami yang berubah – ubah terhadap perilaku yang tidak diperlukan
karena adanya tingkah laku yang berkurang akan relatif lama.
2. Manfaat Membaca
1. Angket
2. Tes
3. Wawancara
Peneliti wawancara guru dalam membimbing kebiasaan membaca di
SD Negeri Kunciran 06 Kota Tangerang. Dapat dilihat dari
indikator
– indikator diantaranya :
Tabel 1. Instrumen Penelitian
Jumlah
NO Indikator No. Butir Pernyataan
Pernyataan
Positif Negatif
1 Frekuensi membaca 2, 4, 9, 8, 3, 13,21,36 8
2 Minat membaca 1, 5, 23,37,39 15, 17,38 8
3 Waktu yang di gunakan 11, 26, 10 25, 12, 14,35,31 8
untuk membaca
4 Jenis Membaca 16, 7, 27, 33 19, 22, 18,34 8
5 Strategi Membaca 29, 24, 30,32 28, 6,20 7
19 20 39
Jumlah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2. Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
0.898 39
Reliability Statistics
0.759 10
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Uji kenormalan dapat juga dilihat dari grafik Normal Q-Q Plot
dari gambar yang diolah dengan data SPSS berikut.
Gambar 1 Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Tolerance VIF
1 (Constant)
3. Uji Autokorelasi
Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada t-1 sebelumnya. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berkaitan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya.
Model Summaryb
4. Uji Heteroskedastisitas
5. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan berdasarkan uji kesamaan dua
varian dari variabel bebas Kebiasaan Membaca ( X ) dengan variabel
terikat Kemampuan Menulis ( Y ). Pada taraf signifikansi sebesar 0,05
dengan kriteria sebagai berikut:
Jika Sig. < 0.05, maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih
kelompok populasi data adalah tidak homogen.
Jika Sig. > 0.05, maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih
kelompok populasi data adalah homogen.
ANOVA
TOTAL_X
Total 11841.200 29
ANOVAa
Total 306.667 29
Y = a + b1 X1
Coefficientsa
Std.
Model B Error Beta T Sig. Tolerance VIF
Y = 18.137 + 0.071 X1
C. Pengujian Hipotesis
Correlations
TOTAL_X TOTAL_Y
N 30 30
N 30 30
Coefficientsa
Standardized
Model Coefficients T Sig.
Beta
a. Dependent Variable:
TOTAL_Y
Model Summaryb
KESIMPULAN
Problem : Keterampilan berhitung yang rendah pada siswa sekolah dasar dapat
menjadi tantangan dalam proses pembelajaran mereka, terutama selama
pandemi Covid-19 di mana pembelajaran online umumnya digunakan.
Ketidaktahuan rumus dan penguasaan materi berhitung menjadi hambatan
belajar bagi sebagian siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menyelidiki apakah penerapan model discovery learning (MDL) dapat
meningkatkan keterampilan berhitung siswa kelas empat.
Prosedur : Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (CAR) dengan
siswa kelas empat sebagai subjek. MDL dengan keterampilan berhitung
menjadi fokus penelitian ini. Implementasi penelitian ini dilakukan dalam dua
siklus. Data dikumpulkan melalui observasi dan tes menggunakan lembar
observasi dan soal tes. Analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif.
Pembahasan : Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan MDL dapat
meningkatkan keterampilan berhitung siswa sekolah dasar. Pada siklus
pertama, penerapan MDL menghasilkan skor kinerja 87% dan skor
keterampilan berhitung rata-rata 94. Pada siklus kedua, penerapan MDL
menghasilkan skor kinerja 95% dan skor keterampilan berhitung rata-rata 97.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan MDL dapat secara signifikan
meningkatkan keterampilan berhitung siswa sekolah dasar.
Simpulan : Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan MDL dapat
meningkatkan keterampilan berhitung siswa kelas empat. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa MDL dapat menjadi alat yang berguna dalam
mengembangkan keterampilan berhitung untuk siswa sekolah dasar, terutama
selama pembelajaran online.
Komentar : Penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pendidik dan pembuat
kebijakan di bidang pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan MDL dapat meningkatkan keterampilan berhitung dan dapat
diterapkan dalam pengaturan pembelajaran online. Namun, penting untuk
dicatat bahwa penelitian dilakukan dengan populasi dan konteks tertentu.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas MDL dalam
konteks yang berbeda dan dengan populasi yang berbeda.
DAMPAK POSITIF DISCOVERY LEARNING MODELS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN
DASAR BERHITUNG SISWA
Positive Impact of the Discovery Learning Model to Improve Basic Students Calculation
Abilities
1 Program Studi Pendidikan Profesi Guru,Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad
Dahlan. E-mail: budimantornadoashter@gmail.com
2 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan. E-mail:
sri.martaningsih@pgsd.uad.ac.id
3 Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Ahmad Dahlan. E-mail: agus.supriyanto@bk.uad.ac.id
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa (Kristin, 2016; Rosarina et al., 2016), terutama
pada keterampilan berhitung siswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
berhitung melalui MDL pada siswa Sekolah Dasar Negeri Polowangi.
METODE PENELITIAN
Desain / model penelitian
PTK dengan dua siklus dan setiap siklus menerapkan dua sesi pertemuan. Setiap pertemuan
menggunakan MDL. Materi pelajaran yang saya bahas adalah keliling bangun datar,
sedangkan materi pada siklus II membahas tentang luas bangun datar.
Subjek penelitian
Subyek penelitian berjumlah 10 siswa di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Polowangi. Jumlah
siswa adalah delapan siswa pria dan dua siswa wanita.
Teknik pengumpulan data/informasi
Penelitian ini digunakan untuk menguji dan mengamati instrumen. Instrumen tes bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan berhitung—kisi-kisi tes keterampilan berhitung yang
berkaitan dengan konsep, generalisasi, dan keterkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Instrumen
observasi sekaligus menentukan keberhasilan penerapan MDL untuk meningkatkan
keterampilan berhitung siswa. Instrumen observasi berbentuk observasi pembelajaran.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri Polowangi.
Teknik pengolahan dan analisis data
Analisis data dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Teknik pengujian memperoleh data kuantitatif dan informasi kualitatif dengan observasi.
Dapat mengkategorikan semua data menjadi wajar, cukup dan tidak cukup. Data kuantitatif
untuk mengetahui keterampilan berhitung yang diperoleh dari LKPD, kegiatan diskusi
kelompok dan tes formatif individu dirata-ratakan dan diberi skor pada skala 0-100. Data
kualitatif diperoleh dari observasional untuk menilai kelayakan MDL dengan skala 1-4.
Hasil Penelitian
a b c NDK E e NTF
Pertemuan pertama
3. C 4 4 4 100 2 3 83 92
91% 4. D 3 4 4 92 3 3 100 96
5. E 3 4 4 92 3 3 100 96
6. F 3 4 4 92 3 3 100 96
7. G 3 4 4 92 3 3 100 96
8. H 4 4 4 100 3 3 100 100
9. I 4 4 4 100 3 3 100 100
10. J 4 4 4 100 2 3 83 92
Rata-rata 95
Rata-rata 94 95%
Informasi:
a : Nilai penerapan konsep pada kegiatan diskusi
kelompok b : Nilai generalisasi dalam kegiatan diskusi
kelompok
c : Nilai
NDK : Skor kelompok diskusi (rata-rata a, b, dan
c) d : Nilai penerapan konsep tes formatif
e : Nilai generalisasi dari tes formatif
NTF : Nilai tes formatif (rata-rata d dan e)
Siklus kedua
1. Pertemuan pertama
2. Pertemuan kedua
Pelaksanaan
Rata-rata hasil tes (dalam rentang 0-100) discov
ery
learnin
g
Skor
Nama Diskusi
No Tes Keterampila
(inisial kelompo
Formatif n
) k berhitun
g
a b c NDK E e NTF
1. A 4 4 4 100 3 3 100 100
Pertemuan pertama
Temuan
Pada siklus I dan siklus II, hasil penelitian pembelajaran dengan MDL
terbukti meningkat keterampilan berhitung pada siswa Sekolah Dasar
Polowangi. Secara keseluruhan, tujuan PTK adalah untuk meningkatkan
keterampilan berhitung siswa melalui MDL. Temuan dari hasil penelitian
munculnya peningkatan keterampilan berhitung siswa. Kesimpulan dari
penggunaan MDL dapat mengembangkan keterampilan berhitung siswa
Sekolah Dasar Polowangi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bukti bahwa
MDL dapat terimplementasi pada bidang studi matematika untuk peningkatan
keterampilan berhitung.
Tabel 3. Peningkatan Nilai Keterampilan berhitung Siswa dari Siklus I ke
Siklus II
SIklus Pertemuan Pelaksanaan Siklus PTK
Pelaksanaan discovery Rata-rata hasil tes
learning (dalam%) (dalam rentang 0-100)
Siklus Pertama 83% 92
Pertama
Kedua 91% 95
Rata-rata 87% 94
Pertama 93% 97
Siklus Kedua Kedua 96% 96
Rata-rata 95% 97
Pembahasan
Hasil penelitian ini menemukan informasi penting yang dapat diterapkan
oleh MDL dalam matematika. MDL PTK online memberikan makna
pentingnya belajar matematika untuk meningkatkan keterampilan berhitung
siswa Sekolah Dasar. Dua komponen utama dalam melaksanakan penelitian
dengan MDL adalah pembelajaran matematika melalui proses simulasi;
kemudian, siswa menganalisis pertanyaan formatif dan sumatif. Analisis
masalah memecahkan masalah yang mendukung hasil belajar matematika
siswa (Maulida & Rijal, 2015).
Pendekatan MDL memungkinkan siswa dan guru kelas untuk berpikir
kritis dan menerapkan HOTS. Dukungan lain dari hasil penelitian ini terkait
HOTS bahwa pemahaman guru dan inovasi guru dalam pembelajaran
merupakan kunci penting bagi siswa dalam berpikir kritis (Narayanan &
Adithan, 2015; Retnawati et al., 2018), terutama penggunaan MDL dalam
pelajaran aritmatika. Pembelajaran yang inovatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah (Abdullah, 2020), khususnya
keterampilan berhitung siswa.
MDL cocok digunakan untuk pengembangan keterampilan berhitung
siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini adalah temuan baru bahwa MDL
dapat diterapkan pada siswa Sekolah Dasar untuk meningkatkan keterampilan
berhitung mereka. MDL memberikan pengalaman unik dan mengurangi
kesalahan dalam belajar berhitung. Terdapat kesalahan berhitung dalam
matematika yaitu kemampuan menghafal rumus atau ingatan terhadap rumus
kurang baik. Dampaknya terhadap kemampuan berbicara dan menghitung tidak
tepat, lemah terhadap pemahaman materi dan lemah terhadap praktik dalam
mengerjakan HOTS (Agustina, 2018).
Berbeda dengan penelitian lain, keterampilan berhitung siswa Sekolah
Dasar menggunakan metode tradisional (Nataliya, 2016; Wote et al., 2020).
Keterampilan berhitung siswa berkembang dengan menggunakan Jarimatika,
yang melibatkan organ tubuh (Al Musthafa & Mandailina, 2018; Indah, 2015;
Syaharuddin, 2018). MDL memberikan pengalaman untuk siswa dalam
pemecahan problematika melalui pengalaman langsung untuk memahami
masalah dan pemecahan masalah yang baik (Rizal, 2011).
SIMPULAN
Ball, J., Paris, S. G., & Govinda, R. (2014). Literacy and numeracy skills
among children in developing countries. In Learning and education in
developing countries: Research and policy for the post-2015 UN
development goals (pp. 26–41). Springer.
Daheri, M., Juliana, J., Deriwanto, D., & Amda, A. D. (2020). Efektifitas
whatsapp sebagai media belajar daring. Jurnal Basicedu, 4(4), 775–783.
Durrani, N., & Tariq, V. N. (2012). The role of numeracy skills in graduate
employability. Education+ Training.
Hairun, N., Isa, A. H., & Rahmat, A. (2020). PENERAPAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR PADA
KELOMPOK A DI TK NEGERI PEMBINA LIMBOTO.E-
PROSIDING PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO, 137– 144.
Ichsan, I. Z., Sigit, D. V., Miarsyah, M., Ali, A., Arif, W. P., & Prayitno, T.
A. (2019). HOTS-AEP: Higher Order Thinking Skills from
Elementary to Master Students in Environmental Learning. European
Journal of Educational Research, 8(4), 935–942.
Mavilidi, M.-F., Okely, A., Chandler, P., Domazet, S. L., & Paas, F. (2018).
Immediate and delayed effects of integrating physical activity into
preschool children’s learning of numeracy skills. Journal of
Experimental Child Psychology, 166, 502–519.
Merta Dhewa, K., Rosidin, U., Abdurrahman, A., & Suyatna, A. (2017).
The development of Higher Order Thinking Skill (Hots) instrument
assessment in physics study. IOSR Journal of Research & Method in
Education (IOSR- JRME), 7(1), 26–32.
Retnawati, H., Djidu, H., Kartianom, A., & Anazifa, R. D. (2018). Teachers’
knowledge about higher-order thinking skills and its learning strategy.
Problems of Education in the 21st Century, 76(2), 215.
ARTICLE INFOABSTRACT
Article history
Received: October 8st, 2019 Revised: November 9st, 2019 Accepted: November 21st, 2019
(CLIS) learning model on students’ understanding concept of natural science grade III SDN Cluster I Sandubaya in
Academic Year 2019/2020. This study is an experimental study using a quasi-experimental design type
nonequivalent control group design. The subject chosen purposively from grade III SDN at Cluster I Sandubaya
that is SDN 48 Cakranegara totaling 47 students. The data collected by observation and test. The data
analyzed by independent sample t-test. Based on the results of statistical obtained value t-count of 4,547 > t-table
of 2,014. Besides that, it is known that the average value of the post-test in experimental class was 82,591,
while the average value of the post-test control class was 70,142. Thus it can be concluded that there in an
influence of Children Learning in Science (CLIS) learning model on students’ understanding concept of natural
science grade III SDN Cluster I Sandubaya in Academic Year 2019/2020.
A. PENDAHULUAN
Salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar yang menuntut kegiatan aktif siswa
adalalah IPA. Menurut Sudana, dkk (2010), IPA berasal dari bahasa Inggris “Science”
perkataan singkat dari Natural Science. Natural artinya alamiyah, berhubungan atau
berkaitan dengan alam. Science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (dalam Ambarwati, dkk, 2016). Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis (Trianto, 2010:135). Hal ini menandakan, bahwa IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Untuk itu, pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Sampai saat ini masih banyak pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang dilakukan
hanya menekankan pada pencapaian akademik saja. Proses bagaimana siswa beraktivitas
maupun bekerja sama dalam pembelajaran dan memecahkan masalah masih belum banyak
dipertimbangkan dalam menyusun strategi belajar dan mengajar. Permasalahan yang
berkaitan dengan pembelajaran IPA meliputi pembelajaran konsep masih didasarkan pada
asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa
dan pembelajaran konsep-konsep IPA masih bersifat menghafal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD di Gugus I Sandubaya, didapat bahwa
pemahaman konsep IPA siswa masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan guru kurang
memperhatikan pemahaman konsep siswa. Guru hanya berfokus pada pencapaian akademik
saja, sehingga siswa menjadi kurang memahami konsep yang dipelajarinya. Dengan
pemahaman konsep yang rendah tentu akan membuat kebingungan pada siswa, sehingga
pencapaian akademik menjadi kurang optimal. Selain itu, dalam proses pembelajaran di
sekolah, sering kali materi diberikan dengan metode ceramah (Kallesta & Erfan, 2017). Guru
kurang kreatif dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa,
sehingga guru lebih mendominasi ke pembelajaran konvensional. Model pembelajaran
konvensional adalah model yang berorientasi pada guru (teacher centered). Model
pembelajaran ini akan mendorong siswa untuk menghafal informasi, sehingga siswa menjadi
cepat bosan dan kurang aktif dalam pembelajaran. Hal ini tentu akan mengurangi keaktifan
siswa dalam menggali informasi terkait materi pelajaran, sehingga siswa menjadi kurang
memahami konsep yang dipelajari.
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip,
hukum dan teori (Erfan & Ratu, 2018). Menurut Trianto (2010:7), pemahaman konsep
adalah pemahaman siswa terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan
dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru.
Pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan,
dan cara-cara memecahkan masalah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut, adalah dengan menerapkan model pembelajaran inovatif.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Children
Learning In Science (CLIS). CLIS merupakan suatu model pembelajaran yang
mengacu pada pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran.
Pembelajaran ini menuntut siswa untuk terlibat langsung dalam berbagai aktivitas belajar,
sehingga siswa tidak hanya menjadi objek pembelajaran, tetapi juga sebagai
subjek yang dapat mengalami, menemukan, mengkonstruksikan, dan memahami konsep.
Model CLIS terdiri dalam lima tahap utama, yakni orientasi, pemunculan gagasan,
penyusunan ulang gagasan, penerapan gagasan, dan pemantapan gagasan (Ambarwati, dkk,
2016). Dengan kegiatan belajar yang dapat melibatkan peran aktif siswa dalam
mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya, maka akan membawa hasil yang positif bagi pemahaman konsep siswa.
Model CLIS dikembangkan oleh kelompok Children Learning In Science (CLIS) di
Inggris yang dipimpin oleh Driver, et al. Rangkaian fase pembelajaran pada model CLIS oleh
Driver diberi nama general structure of a constructivist teaching sequence, sedangkan Tytler
menyebutnya constructivism and conceptual change views of learning in science (Rustaman,
dkk, 2010).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan jenis penelitian eksperimen
yang digunakan adalah Quasi Experimental Design tipe Nonequivalent Control Group
Design. Pada penelitian ini digunakan dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas dengan perlakuan model Children Learning In
Science (CLIS) dan kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan
pemahaman pada kedua kelompok perlakuan dapat dilihat dengan melakukan pre-test
sebelum pembelajaran dimulai, tujuannya untuk mengatahui sejauh mana pengetahuan awal
siswa tentang materi yang akan diberikan. Kemudian dilakukan post-test setelah
pembelajaran berakhir, tujuannya untuk mengetahui pemahaman konsep IPA siswa kelas III
setelah pembelajaran menggunakan model pembalajaran Children Learning In Science
(CLIS)
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 48 Cakranegara di Gugus I
Sandubaya, yang dipilih secara purposive. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 13
September sampai 23 September 2019. Data dikumpulkan dengan cara observasi dan tes. Data
observasi berupa lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran Children Learning In
Science (CLIS) dan data tes berupa lembar soal uraian yang berjumalh 6 butir soal.
Data hasil pre-test dan post-test pemahaman konsep IPA siswa pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi Pre-test dan ost-test Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Pre-test Post-test
Kelas
Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Deviasi
Eksperimen 47,665 11,3216 82,591 10,6330
Kontrol 50,962 10,4726 70,142 8,0062
Hasil normalitas diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov Sig. pada kelas pre-test
eksperimen, post-test eksperimen, pre-test kontrol, dan post-test kontrol yaitu sebesar
0,192, 0,200, 0,200, dan 0,200. Hasil homogenitas diperoleh nilai Levene sebesar 1,833.
Hasil Independent Sample T-Test diperoleh nilai T sebesar 4,547 pada df 45.
D. PENUTUP
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Children
Learning In Science (CLIS) terhadap pemahaman konsep IPA siswa kelas III SDN Gugus I
Sandubaya Tahun Ajaran 2019/2020. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain Quasi Experimental Design tipe
Nonequivalent Control Group Design. Subjek yang dipilih secara purposive dari siswa kelas
III SDN di Gugus I Sandubaya, yaitu SDN 48 Cakranegara yang berjumlah 47 siswa. Data
dikumpulkan dengan observasi dan tes. Data dianalisis dengan Independent Sample T-Test.
Berdasarkan hasil hitung statistik diperoleh nilai t-hitung sebesar 4,547 lebih besar dari t-tabel
sebesar 2,014. Selain itu, diperoleh nilai rata-rata post-test pada kelas eksperimen sebesar
82,591, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 70,142. Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa ada pengaruh model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) terhadap
pemahaman konsep IPA siswa kelas III SDN Gugus I Sandubaya Tahun Ajaran 2019/2020.
Oleh karenanya hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi, ada pengaruh yang signifikan antara
model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) terhadap pemahaman konsep IPA
siswa kelas III SDN Gugus I Sandubaya Tahun Ajaran 2019/2020, diterima, sedangkan
hipotesis nol (H0) yang berbunyi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara model
pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) terhadap pemahaman konsep IPA siswa
kelas III SDN Gugus I Sandubaya Tahun Ajaran 2019/2020, ditolak.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut, ada beberapa saran yang dapat
disampaikan, yaitu:
1. Guru harus mampu mengelola waktu sebaik mungkin, karena model pembelajaran
Children Learning In Science (CLIS) membutuhkan banyak waktu.
2. Guru harus menyesuaikan materi pelajaran, supaya sesuai dengan apa yang ada di
lingkungan sekitar
3. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengangkat topik penelitian yang serupa
agar mempertimbangkan faktor-faktor lain yang lebih berkorelasi kuat serta memberikan
pengaruh terhadap pemahaman konsep siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Kadek Nila, Ni Ketut Suarni, I Made Tegeh. Pengaruh Model Children Learning In
Science Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas VI SD. Jurnal, PGSD
Universitas Ganesha. Vol. 4. No.1. 2016.
Erfan, M., & Ratu, T. (2018). Analysis of Student Difficulties in Understanding The Concept
of Newton’s Law of Motion. JIPF (Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika), 3(1), 1–4.
https://doi.org/10.26737/jipf.v3i1.161
Kallesta, K. S., & Erfan, M. (2017). Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Belajar IPA Fisika
pada Materi Bunyi. Jurnal Pendidikan Fisika, 1.
https://doi.org/10.31227/osf.io/dwh5e
Rustaman, Nuryani, Nano Sutarno, Ucu Rahayu, Anna Ratnaningsih, Titi Wahyuningsih,
Sandra Sukmaning Adji, Mestika Sekarwinahyu, Widiasih, Ketut Budiastra, Hayat
Sholihin, Mujadi, Asep Suryatna. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyuni, Sri. Pengaruh Model Pembelajaran Children Learning In Science Terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 32 Makassar. Skripsi. UIN Alauddin
Makassar. 2016.
Ahmad Wahyudi,Nanang abdul jamal.2022.UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMBACA PEMAHAMAN SISWA MELALUI METODE PQ4R TERHADAP
PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS IV SD NEGERI 01 BANDAR DALAM
KECAMATAN NEGERI AGUNG.STAI Al-Ma’arifWay Kanan. Jurnal Pendidikan
Dasar.Vol. 3 Nomor 2
Problem : Dinyatakan bahwa membaca memiliki peran penting dalam pembelajaran
dan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti apakah metode
PQ4R dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas
IV di sebuah sekolah di Indonesia.
Prosedur : penelitian dilakukan dengan menggunakan desain Classroom Action
Research (CAR), di mana peneliti bertindak sebagai guru dan mengajar
siswa secara langsung. Penelitian dilakukan selama dua siklus, dengan setiap
siklus terdiri dari dua pertemuan. Data dikumpulkan menggunakan tes
tertulis, lembar observasi, dan metode dokumentasi.
Pembahasan : Hasil menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca pemahaman
siswa dari siklus pertama ke siklus kedua. Penguasaan siswa terhadap
kemampuan membaca pemahaman meningkat dari 65,62% pada siklus
pertama menjadi 93,25% pada siklus kedua, menunjukkan peningkatan yang
signifikan sebesar 27,63%. Teks juga menunjukkan bahwa metode PQ4R
efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia,
termasuk keterampilan guru, kemampuan membaca pemahaman siswa, dan
hasil tes mereka.
Simpulan : Bahwa metode PQ4R dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman siswa kelas IV di Indonesia. Penelitian menemukan
bahwa metode tersebut efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
bahasa Indonesia, dan menghasilkan peningkatan kemampuan membaca
pemahaman siswa yang signifikan.
Komentar : Penelitian memiliki beberapa keterbatasan, seperti ukuran sampel yang
kecil dan fakta bahwa penelitian dilakukan hanya di satu sekolah. Meskipun
demikian, penelitian memberikan wawasan yang berharga tentang efektivitas
metode PQ4R dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman
siswa, dan dapat menginspirasi penelitian masa depan di bidang ini.
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA
MELALUI METODE PQ4RTERHADAP PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS IV SD NEGERI 01 BANDAR DALAM KECAMATAN NEGERI AGUNG
1
Ahmad Wahyudi, 2Nanang abdul jamal
1
STAI Al-Ma’arif Way Kanan, 2STAI Al-Ma’arif Way Kanan
1
ahmadwahyudi@staialmaarifwaykanan.ac.id, 2nanangabduljamal@gmail.com
Abstrak
Membaca memiliki peranan penting dalam pembelajaran, membaca
merupakan suatu sarana bagi siswa untuk memperoleh informasi yang
disampaikan di dalam pembelajaran. Rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu, Apakah metode PQ4R dapat meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman siswa dan bagaimana upaya meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV semester genap
SD Negeri 01 Bandar Dalam Kecamatan Negeri Agung.Tujuan dari penelitin ini
yaitu Untuk mengetahui apakah metode PQ4R dapat meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman siswa, dan untuk mengetahui upaya peningkatan
kemampuan membaca pemahaman siswa dengan menggunakan metode PQ4R
terhadap pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV semester genap SD Negeri 01
Bandar Dalam Kecamatan Negeri Agung.
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas peneliti disini bertindak
sebagai guru yang memberikan materi langsung kepada peserta didik.
Pembelajaran dilakukan selama 2 siklus dengan setiap siklusnya 2 kali
pertemuan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
menggunakan tes tertulis, lembar observasi untuk mengamati kemampuan
membaca pemahaman siswa dan metode dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan. Ketuntasan kemampuan
membaca pemahaman siswa pada siklus I sebesar 6,25% dan pada siklus II
sebesar 18,75%. Jadi dari siklus I ke siklus II kemampuan membaca pemahaman
siswa meningkat 12,5%. Sedangkan hasil tes kemampuan membaca pemahaman
siswa pada siklus I sebesar 65,62% dan pada siklus II sebesar 93,25%. Jadi dari
siklus I ke siklus II meningkat 27,63%. Oleh karena itu dapat diambil
kesimpulan penggunaan metode PQ4R dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran bahasa Indonesia yang meliputi keterampilan guru, kemampuan
membaca pemahaman, dan hasil tes membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SD
Negeri 01 Bandar Dalam.
A. Pendahuluan
Pendidikan ialah suatu proses dalam memanusiakan manusia, yang artinya
mendidik manusia untuk menjadi manusia yang memiliki derajat di sisi Allah
SWT insan kamil (manusia yang sempurna). Jadi proses belajar merupakan
suatu proses yang dilalui oleh individu untuk memperoleh perubahan dalam
tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti
untuk ke arah yang lebih baik sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan
lingkungan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat ditinjau dari bagaimana
siswa mendengar,membaca,mengikuti arahan guru ataupun orang
tua,mengamati,meniru atau mencoba sendiri apa yang sudah diajarkan.
Kegiatan pembelajaran merupakan segala upaya bersama antara pendidik
dan siswa untuk berbagi dan mengembangkan informasi yang didapatkan
dengan harapan pengetahuan yang diberikan oleh pendidik bermanfaat untuk
siswa tersebut,serta adanya perubahan yang lebih baik,yang positif dengan
perubahan tingkah laku siswa.
Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar tentu sangat diharapkan
oleh seorang pendidik, guna untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar
mengajar. Guru dan siswa tentu terlibat dalam sebuah interaksi diharapkan
siswa yang lebih aktif, sedangkan guru dalam hal ini hanya sebagai motivator
dan fasilitator.
Membaca merupakan sebuah aktivitas yang berupa melafalkan atau dapat
dikatakan mengeja sebuah tulisan,membunyikan simbol-simbol seperti koma(,)
, titik (.), tanda tanya (?), dan simbol yang lainnya, membunyikan abjad hingga
menjadi sebuah kata sampai kalimat yang memiliki makna.
Membaca memiliki peran yang sangat penting dalam menyumbang
generasi penerus pembawa kemajuan, tentu kita akan sangat sepakat bahwa
membaca akan meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan terhadap anak.
Maka dari itu, anak mulai sejak dini sudah diajarkan mengenal huruf abjad
mengajarkan beberapa kata ataupun kalimat yang mudah untuk diucapkan
ataupun diikuti oleh anak.
Membaca merupakan suatu sarana bagi siswa untuk memperoleh
informasi yang disampaikan didalam bahan bacaan, juga untuk mempelajari
suatu hal yang belum diketahui oleh siswa sehingga dapat memperluas
pengetahuan siswa,siswa dapat mengenali dirinya,dan siswa dapat menggali
pesan yang tertulis dalam bacaan. Membaca merupakan salah satu bidang
akademik dasar, selain menulis dan berhitung. 1 Untuk mencapai tujuan
tersebut maka diperlukan suatu kemampuan siswa dalam membaca. Menurut
Henry Guntur Tarigan, Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.2
Membaca pemahaman merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan
dalam memperoleh informasi yang lebih,serta pemahaman tentang apa yang
telah dibaca.Membaca pemahaman bagi siswa dapat dikatakan sangat penting
karena untuk memperoleh pemahaman beberapa argumen yang logis,
kemudian dari argumen tersebut siswa dapat menentukan ide-ide pokok dalam
bacaan,dan dapat mengemukakan kembali tentang isi bacaan tersebut dengan
kalimat yang berbeda.
Menurut Samsu Somadoya, Membaca pemahaman merupakan salah satu
keterampilan berbahasa Indonesia yang harus dikembangkan di sekolah.
Membaca pemahaman dapat pula diartikan sebagai proses sungguh-sungguh
yang dilakukan pembaca untuk memperoleh informasi,pesan,dan makna yang
terkandung dalam sebuah bacaan.3
Membaca pemahaman merupakan suatu aktivitas membaca untuk
menyerap informasi dari bahan bacaan tersebut serta memahami makna yang
tersirat dalam bacaan tersebut dan salah satu aspek kemampuan berbahasa
yang harus dikuasai oleh siswa sekolah dasar terutama pada kelas lanjut.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan Ibu Supartini,S.Pd
beliau sebagai Guru pendamping pelajaran Bahasa Indonesia, penyebab
masalah dalam pembelajaran yang dihadapi siswa di kelas IV SD Negeri 01
Bandar Dalam yaitu membaca, karena masih banyak siswa yang belum lancar
dalam membaca, dan hanya sedikit siswa yang benar antusias dalam
pembelajaran membaca.
Adapun beberapa kendala yang terletak pada fasilitas sekolah dan juga
pendidik dalam proses pembelajaran. Dan dalam proses pembelajaran siswa
juga belum diberikan kesempatan untuk mencoba menentukan tema sendiri
yang sesuai dengan apa yang dimiliki siswa dan membuat pertanyaan
kemudian menyimpulkan hasil bacaan yang telah mereka baca.
Hal ini dapat diperkuat dari data dokumen hasil evaluasi siswa kelas IV
semester ganjil yang menunjukkan nilai rata-rata hasil ujian tengah semester
Bahasa Indonesia belum maksimal yaitu 70,93%. Dari data ujian tengah
semester menunjukkan 26 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan hanya 9
siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM. Berdasarkan hasil dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di SD Negeri 01
Bandar Dalam khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang optimal
sehingga diperlukan beberapa perbaikan dalam proses pembelajaran yang
efektif.
Berdasarkan beberapa permasalahan yang ada pada hal tersebut, maka sangat
diperlukan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami,
mengingat materi yang mereka baca. Pembelajaran yang sangat diharapkan
nantinya dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa yaitu
dengan penggunaan metode PQ4R. Metode ini merupakan salah satu bagian
dari strategi elaborasi, strategi ini digunakan untuk membantu siswa
mengingat apa yang mereka baca dan dapat membantu proses belajar mengajar
di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku.4
Dengan harapan metode pembelajaran PQ4R nantinya dapat
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa yang sesuai dengan
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) kelas IV semester genap, khususnya
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karena didalam metode pembelajaran
kooperatif tipe PQ4R ini, siswa tersebut di tuntut untuk aktif dalam
melaksanakan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh pendidik.
B. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan menggunakan penelitian tindakan
kelas yang nantinya akan dilakukan dalam 2 siklus. Ada beberapa ahli yang
mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun
secara garis besar terdapat empat tahapan dalam penelitian ini yaitu
perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi.
C. Kajian Teori
1. Membaca Pemahaman
Membaca merupakan bagian keterampilan berbahasa yang memiliki
peranan penting dalam proses pembelajaran. Membaca merupakan aktivitas
audiovisual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata.
Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu proses Decoding (membaca teknis)
dan proses pemahaman. 5
3. Jenis-jenis Membaca
Secara umum membaca terbagi menjadi dua yaitu, membaca permulaan
dan membaca lanjut. Membaca permulaan biasanya diberikan pada siswa
kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Sedangkan membaca lanjut diberikan kepada
siswa kelas 3 sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Ditinjau dari segi keterampilan membaca, maka jenis membaca ada
dua, yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca dalam hati
terdiri atas membaca cepat, membaca memindai, membaca ekstensif dan
membaca intensif.
1) Membaca Nyaring (keras)
Membaca nyaring merupakan suatu kegiatan yang dapat dikatakan alat bagi
guru, siswa, ataupun membaca bersama-sama dengan orang lain atau
pendengar untuk menangkap serta memahami informasi dan pikiran
perasaan seorang pengarang.11
2) Membaca Dalam Hati (tidak bersuara)
Membaca dalam hati adalah cara atau metode membaca tanpa suara,
jenis membaca ini perlu lebih ditekankan kepada pemahaman isi bacaan.
Dalam kurikulum 2004 tertera membaca cepat, membaca memindai,
membaca intensif, dan membaca ekstensif. Membaca jenis ini dapat
digolongkan kedalam membaca dalam hati dan membaca dalam hati
berbeda dengan membaca teknis.
1. Kondisi Awal
Berdasarkan hasil prasurvey yang dilakukan pada tanggal 04
Oktober 2021, penyebab masalah dalam pembelajaran yang dihadapi siswa
di kelas IV SD Negeri 1 Bandar Dalam yaitu membaca, karena masih
banyak siswa yang belum lancar dalam membaca, dan hanya sedikit siswa
yang benar antusias dalam pembelajaran membaca.
Adapun beberapa kendala yang terletak pada fasilitas sekolah dan
pendidik dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa
belum diberikan kesempatan untuk mencoba menentukan tema sendiri
yang sesuai dengan yang dimiliki siswa dan membuat pertanyaan dan
menyimpulkan hasil bacaan yang telah mereka baca. Pada saat proses
pembelajaran membaca, pendidik menggunakan metode ceramah dan hal
ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran
yang memungkinkan hal ini menjadikan siswa menjadi kurang aktif dalam
membaca dan juga belajar.
Hal ini dapat diperkuat dari data dokumen hasil evaluasi siswa
kelas IV semester ganjil yang menunjukkan nilai rata-rata hasil ujian
tengah semester Bahasa Indonesia belum maksimal yaitu 70,93%. Dari
data ujian tengah semester menunjukkan 23 siswa mendapat nilai dibawah
KKM dan hanya 9 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM.
Pada penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dimana
masing-masing siklus terdiri atas dua pertemuan. Dalam penelitian ini
menggunakan metode PQ4R yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman siswa.
2. Siklus I
Pada Siklus I ini, pembelajaran dilakukan dalam 2 kali pertemuan
dengan pertemuan 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Pertemuan dilaksanakan
pada hari Jum’at, 04 Maret 2022 dengan materi Membaca Intensif dalam
suatu bacaan “Berkunjung ke Panti Asuhan, Yuk!”, dilanjutkan dengan
materi mengartikan kata-kata sukar pada bacaan “Berkunjung ke Panti
Asuhan, Yuk!”. Tahapan siklus I yaitu:
a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini penelitian merencanakan penerapan pembelajaran
dengan menggunakan metode PQ4R sebanyak 1 kali pertemuan.
Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan adalah:
1) Menentukan pokok bahasan, pada siklus I materi pokoknya adalah
membaca intensif, menentukan kalimat utama, dan menjelaskan
makna yang terdapat dalam bacaan.
2) Membuat desain pembelajaran dengan menggunakan metode
PQ4R, desain pembelajaran tergambar pada RPP.
3) Menyiapkan lembar kerja siswa.
4) Membuat alat pengumpul data yaitu format lembar observasi untuk
aktivitas guru dalam pembelajaran dan lembar observasi untuk
aktivitas pembelajaran siswa, serta soal pretes dan posttes. Lembar
observasi untuk aktivitas guru dalam pembelajaran dapat dilihat
pada lampiran. Lembar observasi untuk aktivitas pembelajaran
siswa dapat dilihat pada lampiran. Soal pretes dan postes siklus I
dapat dilihat pada lampiran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini rencana pembelajaran yang dirancang dan
direncanakan diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Pemberian tes pada pertemuan pertama diberikan di awal pembelajaran
(pretest), selanjutnya untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa
setelah diterapkan metode PQ4R dilaksanakan tes (posttest) pada
pertemuan kedua diakhir pembelajaran.
1) Pertemuan Pertama dan kedua
Pertemuan pertama dengan siswa pada siklus I dilaksanakan
dilaksanakan selama 2 jam pelajaran (2 x 35 menit).
Adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
a) Kegiatan Awal
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan diawali dengan salam
do’a, kemudian guru memperkenalkan diri terlebih dahulu,
setelah memperkenalkan diri guru juga memberi apersepsi yaitu
dengan bertanya jawab tentang siapakah yang mempunyai hobi
membaca dan guru memberikan motivasi kepada siswa, yaitu
dengan menerangkan manfaat yang diperoleh dari membaca,
serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Kemudian guru memberikan soal pretest sebanyak 4 buah soal
esay kepada siswa.
b) Kegiatan Inti
Siswa diminta untuk membaca sekilas teks bacaan pada
LKS yang telah dibagikan oleh guru yang bertujuan untuk
menemukan ide pokok dari cerita tersebut (preview), kemudian
guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk
mendiskusikan materi. Setelah siswa berkumpul dengan
kelompok masing-masing, guru meminta siswa untuk membuat
pertanyaan-pertanyaan yang telah tersedia pada LKS dengan
berdiskusi bersama kelompoknya (question).
Kemudian perwakilan dari kelompok tersebut diminta
untuk membacakan secara singkat tentang bacaan (read),
kemudian menunjuk salah satu dari kelompok yang lain untuk
menjawab pertanyaan yang dibuat sebelumnya. Dengan
melakukan kegiatan tanya jawab antar kelompok siswa dapat
bertukar informasi dari bacaan (reflect).
Kemudian siswa diminta untuk meringkas bacaan yang
tersedia di LKS dengan menggunakan kalimat yang sesuai
dengan bacaan tersebut (recite), kemudian beberapa siswa
diminta untuk membacakan ringkasan yang telah mereka buat
(review).
Terdapat beberapa siswa yang masih kesulitan dalam
membuat kalimat tanya dari materi bacaan tersebut, kemudian
guru mengarahkan siswa dalam menganalisis membuat
pertanyaan dan penyelesaiaannya. Siswa yang kurang paham
dapat bertanya kepada guru, namun pada pertemuan pertama ini
siswa malu untuk bertanya dan guru melatih siswa untuk berani
bertanya.
c) Kegiatan Akhir
Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari materi
yang dipelajari, kemudian siswa ditekankan untuk bertanya
kepada guru agar dapat lebih memahami materi yang diberikan
oleh guru.
Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa dan
memberikan kesempatan kepada siswa jika masih ada yang
ingin ditanyakan. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a
bersama dan mengucapkan salam.
c. Hasil Observasi/Pengamatan
1) Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Siklus I
Setelah tahapan tindakan, tahapan berikutnya adalah
tahapan observasi atau pengamatan. Pada tahapan ini dilakukan
observasi kemampuan membaca pemahaman siswa secara
langsung. Membaca pemahaman siswa pada tahap siklus I diamati
ketika siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas dengan
menggunakan metode PQ4R yang disesuaikan dengan lembar
observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh peneliti.
Kemudian peneliti melakukan pengamatan dan mencatat
perkembangan-perkembangan dan kegiatan yang terjadi. Data
kemampuan membaca pemahaman siswa dapat dilihat pada table
4.4 dan grafik 1 dibawah ini:
Tabel
Presentase Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Siklus I
No Indikator aktivitas siswa yang Pencapaian Rata-
diamati 1 2 rata
1. Memahami dan melafalkan
34,37 % 31,25 32,81
kosakata
% %
dengan tepat.
2. Menyebutkan tokoh utama
9,37 % 18,75 14,06
dengan
% %
tepat.
3. Membuat dan menjawab
28,12 % 37,5 % 32,81
pertanyaan
%
dengan kalimat yang tepat.
4. Meringkas bacaan. 0 3,12 % 1,5 %
5. Menceritakan kembali
0 0 0
bacaan yang sesuai dengan
cerita.
Grafik
Presentase Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Siklus I
40
30
20
10 Pertemuan 1
Pertemuan 2
0
1 2 3 4 5
Pertemuan 34,3 9,37 28,1 0 0
1 7 2
Pertemuan 31,2 18,7 37,5 3,12 0
2 5 5
Berdasarkan tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa siswa saat memahami dan melafalkan
kosa kata dengan tepat pada pertemuan pertama untuk siklus I yaitu 34,37%, dan pertemuan
kedua 31,25%. Jika dilihat dari grafik ini siswa mengalami penurunan dalam indikator satu akan
tetapi siswa meningkat pada indikator selanjutnya. Pada pertemuan pertama dan kedua terlihat
mengalami penurunann dengan presentase rata-rata 32,81%.
Pada indikator kemampuan membaca pemahaman kedua yaitu menyebutkan tokoh dengan tepat,
pada pertemuan pertama 9,37 %, dan pertemuan kedua 18,75%. Dapat dilihat bahwa pertemuan
pertama dan kedua mengalami peningkatan dengan presentase rata-rata 14,06%. Beberapa siswa
sudah cukup mampu untuk menyebutkan tokoh dalam sebuah cerita dengan baik dari apa yang
sudah dibacanya.
Pada indikator ketiga yaitu, siswa membuat pertanyaan serta jawaban dengan tepat dari bacaan,
pada pertemuan pertama yaitu 28,12 %, pada pertemuan kedua 37,5% dengan rata-rata 32,81%.
Beberapa siswa tidak fokus juga tidak bersungguh- sungguh dalam membuat pertanyaan sekaligus
jawaban dalam cerita yang sudah dibaca tersebut.
Pada indikator keempat, siswa diminta oleh guru untuk meringkas isi dari bacaan dengan kata yang
tepat, pertemuan pertama tidak ada siswa yang dapat meringkas bacaan dengan baik, dan pada
pertemuan kedua ada peningkatan sekitar 3,12% dengan rata-rata 1,5%. Masih banyak siswa
tampak sangat kesulitan dalam memilih kalimat, disebabkan oleh kalimat yang sedikit sulit untuk
dipahami.
Pada indikator kelima, menceritakan kembali bacaan yang sesuai dengan cerita, disini siswa belum
mampu untuk menceritakan kembali suatu bacaan. Disebabkan oleh daya ingat mereka hanya
beberapa kata ataupun kalimat saja yang sering muncul dalam bacaaan. Dapat dilihat dari tabel
dan grafik yaitu keseluruhan siswa belum sepenuhnya percaya diri.
Maka dapat disimpulkan secara keseluruhan dari kelima indikator hasil tahap kegiatan proses
pembelajaran pada siklus I belum berlangsung dengan baik dan belum mencapai target yang
ditetapkan sebelumnya, karena hasil dari rata-rata hanya sebesar 16,27%. Hal ini disebabkan
beberapa kendala, selama waktu pelaksanaan siklus I siswa belum terbiasa mengikuti
pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang telah diterapkan di kelas dengan
menggunakan metode PQ4R, untuk itu perlu adanya perbaikan pada siklus II.
Tabel
Hasil Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Siklus I
No Keterangan Siklus I
Pre-test Post-test
2. Skor tertinggi 75 80
3. Skor terendah 20 60
Untuk dapat melihat lebih jelas pada peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode PQ4R di kelas IV SD 1 Bandar Dalam
dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Grafik
8000,00%
7000,00%
6000,00%
5000,00%
4000,00%
3000,00% Pretest
2000,00% Posttest
1000,00%
0,00% Rata-rata Skor Skor Tingkat
tertinggi terendah ketuntas
an
Meskipun hasil belajar membaca pemahaman yang diharapkan belum tercapai sepenuhnya,
namun hasil belajar siswa dari tes siklus I ini mengalami beberapa peningkatan.
Refleksi Siklus I
Hasil dari observasi pada kegiatan siklus I ditemukan beberapa hal yang belum terpenuhi, yaitu
sebagai berikut:
Siswa kurang memperhatikan guru ketika sedang menerangkan materi.
Sebagian dari siswa ada yang belum mengerti bagaimana membuat pertanyaan dari
sebuah bacaan atau teks cerita.
Ada beberapa siswa yang asik mengobrol dengan teman diluar materi yang dipelajari
sehingga menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran.
Kurangnya percaya diri siswa dalam bertanya atau mengeluarkan pendapat saat proses
belajar.
Berdasarkan refleksi siklus I ini masih ada beberapa kekurangan sehingga perlu adanya revisi untuk
dilakukan pada siklus II. Tindakan yang akan dilakukan pada siklus II yaitu:
Guru harus lebih menguasai bagaimana kondisi kelas dan siswa.
Ketika memberikan penjelasan guru tidak boleh terlalu cepat, sebab membuat siswa
kebingungan tidak mengerti.
Mengubah cara mengajar dari individual menjadi kelompok, sebab akan lebih mudah
untuk mereka saling bertukar fikiran.
Guru dapat memberikan nilai tambahan kepada siswa yang aktif dalam belajar agar siswa
terpacu semangatnya dalam belajar.
Untuk mengatasi siswa yang kurang percaya diri dalam bertanya, guru harus bisa
memancing dengan pertanyaan- pertanyaan agar siswa menjadi berani bertanya dan juga
menjwab pertanyaan.
Guru memberikan reward kepada siswa yang dapat digunakan untuk mendapat nilai besar
dan juga menumbuhkan rasa percaya diri.
Siklus II
Setelah dilaksanakan refleksi pada siklus I maka dapat dilaksanakan siklus II dengan harapan dapat
mencapai tujuan yang baik.
Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada siklus II ini berdasarkan pada pelaksanaan siklus I
yang telah dilaksanakan. Hanya saja dalam siklus ini guru lebih menekankan pada materi agar
dapat merangsang siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, serta memantau
kesulitan siswa dalam proses belajar, dan ada beberapa tambahan yang harusnya dipersiapkan
yaitu reward yang nantinya diberikan di akhir pertemuan siklus II dimana materi masih sama
dengan siklus I yaitu membaca intensif dan menentukan kalimat utama namun dengan judul
bacaan yang berbeda dimana akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus II ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, sama seperti siklus I di awal pertemuan
akan diadakan tes (pretest) dan pada pertemuan kedua dilakukan uji tes (posttest), keduanya ini
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah melakukan tindakan proses belajar
menggunakan metode PQ4R.
Pertemuan Pertama dan kedua
Proses pembelajaran ini dilaksanakan dilaksanakan dalam waktu (2 x 35 menit), dengan langkah
sebagai berikut :.
Kegiatan Awal
Untuk kegiatan awal guru memberikan apersepsi dan motivasi, kemudian guru membuka pelajaran
dengan berdo’a bersama-sama dan salam setelah itu memeriksa hehadiran siswa lewat absen.
Sebelum guru melanjutkan materi pembelajaran guru mengulangi kembali materi yang lalu pada
siklus I dengan memberikan beberapa pertanyaan agar siswa dapat mengingat kembali materi
yang sudah dipelajari sebelumnya.
Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa dengan cara memberikan reward bagi siswa
yang bisa menjawab pertanyaan guru dengan benar. Kemudian guru memberikan soal pretest
kepada siswa sebelum memulai proses pembelajaran selanjutnya.
Kegiatan Inti
Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi yang akan disampaikan yaitu kalimat utama pada
paragraf sebuah bacaan. Kemudian guru membagikan LKS dan guru memberikan contoh agar siswa
paham apa yang akan dikerjakan.
Siswa diminta untuk membaca bacaan “Belajar Kelompok” dengan seksama supaya dapat
menentukan letak kalimat utamanya (preview). Agar siswa dapat memahami karakter masing-
masing dari tokoh cerita tersebut, kemudian siswa diminta untuk membuat pertanyaan yang sesuai
dengan bacaan yang sudah dibagikan (question).
Ada beberapa siswa yang kurang paham dan mereka memberanikan diri untuk bertanya hal-hal
yang belum dipahami tersebut. Namun masih ada beberapa yang diam saja walaupun siswa
tersebut kurang paham dengan materi dan
tugas yang sudah diberikan. Kemudian guru juga mengarahkan siswa untuk dapat membaca lebih
teliti dan meminta siswa untuk membaca sambil menemukan jawaban dari pertanyaan
sebelumnya (read). Kemudian guru meminta siswa untuk menanggapi secara singkat dari bacaan
tersebut (reflect).
Kemudian guru mengarahkan siswa dengan memberikan beberapa contoh pertanyaan dari bacaan
tersebut (recite). Kemudian guru melakukan observasi pada saat proses pembelajaran, guru
menunjuk salah satu siswa untuk maju ke depan kelas untuk membacakan tugasnya yang sudah
dikerjakan (review).
Kemudian guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang
belum dipahami, setelah itu bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran dari apa yang
sudah dipelajari.
Kegiatan Akhir
Di akhir pembelajaran guru memberikan kesimpulan dari proses pembelajaran, kemudian guru
menghimbau kepada siswa untuk mempelajari dirumah dan mengingat untuk pertemuan
selanjutnya.
Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa
jika masih ada yang ingin ditanyakan. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a bersama dan
mengucapkan salam.
Observasi / Pengamatan
Hasil Observasi Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Siklus II
Dalam proses pembelajaran siswa dalam siklus II ini sudah dirangkum dalam lembar observasi yang
telah dibuat oleh peneliti, adapun data presentase yang dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel
Grafik
Pada tabel siklus II di atas dapat dilihat indikator kemampuan membaca pemahaman siswa berupa
memahami dan melafalkan kosakata dengan tepat, pada pertemuan pertama yaitu 28,12%, dan
pada pertemuan kedua memiliki nilai presentase yang sama yaitu 28,12% dengan rata-rata 28,12%.
Disini siswa sudah cukup baik dalam penguasaan memahami dan melafalkan kosakata.
Pada indikator kedua yaitu siswa menyebutkan tokoh utama dengan tepat, pada pertemuan
pertama yaitu 28,12% dan pertemuan kedua 31,25% sudah ada peningkatan yang cukup baik
dalam indikator ini. Sebagian siswa sudah mampu menyebutkan tokoh pada sebuah cerita dengan
presentase rata- rata 29,68%.
Dalam indikator ketiga siswa disini ditugaskan membuat dan menjawab pertanyaan dengan
kalimat yang tepat dalam suatu bacaan, pada pertemuan pertama yaitu 31,25%, dan pada
pertemuan kedua memiliki nilai rata-rata yang sama yaitu 31,25% dengan presentase rata-rata
31,25%. Dapat dilihat bahwa siswa cukup baik dalam membuat pertanyaan sekaligus menjawab
dengan kalimat yang tepat.
Dalam indikator keempat ini yaitu siswa meringkas bacaan, pada pertemuan pertama
presentasenya yaitu 9,37% dan pada pertemuan kedua 6,25%, dengan hasil presentase rata- rata
7,81%. Disini siswa mengalami penurunan pada indikator disebabkan siswa meningkat pada
indikator selanjutnya.
Pada indikator kelima yaitu menceritakan kembali bacaan yang sesuai dengan cerita., pada
pertemuan pertama belum ada siswa yang dapat menceritakan ulang suatu bacaan masih sama
dengan siklus I dan kembali mencoba pada pertemuan selanjutnya dan pada pertemuan kedua
presentasenya menjadi 6,25% dengan rata-rata 31,2%. Dalam indikator ini siswa sudah cukup baik
dalam menceritakan kembali sebuah bacaan yang sudah dibacanya.
Setelah diadakan refleksi dan juga tindakan untuk memperbaiki kemampua membaca pemahaman
siswa pada siklus I, pada siklus II inilah dapat dilihat peningkatannya yang cukup baik dengan rata-
rata 25,62% yang artinya telah mencapai target yang sudah ditetapkan.
Hasil Pretest dan Posttes Membaca Pemahaman Siklus II Dalam penilaian ini sangat
didasarkan pada kemampuan
siswa dalam mengerjakan soal pretest dan posttes yang sudah diberikan guru kepada siswa kelas IV
dengan jumlah 32 siswa diakhir siklus.
Adapun data hasil kemampuan membaca pemahaman siswa yang dapat dilihat pada tabel dan
grafik berikut ini:
Tabel
No Keterangan Siklus II
Pretest Posttest
3. Skor Terendah 60 70
10000,00%
5000,00%
0,00%
Pretest
Pretest Posttest
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan pembelajaran selama siklus II
dengan 2 kali pertemuan dengan metode PQ4R. Pada siklus II ini mendapatkan ketuntasan
kemampuan membaca pemahaman pada mata pelajaran Bahasa Indonesia telah mengalami
peningkatan yang sangat baik dari siklus I.
Adanya peningkatan ini karena setelah dilakukan proses pembelajaran dilakukan tes tertulis hingga
sampai pertemuan selanjutnya, dari hal tersebut dapat dilihat bahwa siswa lebih termotivasi untuk
belajar yang bersungguh-sungguh. Kemudia juga tak lupa memberikaan apresiasi berupa reward
agar siswa lebih semangat dan giat belajar.
Refleksi Siklus II
Dari hasil observasi pada kegiatan siklus I ditemukan beberapa hal yang belum terpenuhi, yaitu
sebagai berikut:
Siswa menjadi semakin tertarik, semangat, giat dan termotivasi, juga memperhatikan
materi yang disampaikan dengan menggunakan metode PQ4R ini, sehingga siswa lebih
mudah dalam memahami materi.
Siswa menjadi lebih aktif dalam bertanya dan juga mejadi percaya diri untuk
menyampaikan pendapatnya.
Siswa menjadi lebih semangat untuk fokus belajar memperhatikan guru dalam
menyampaikan materi karena adanya reward dan juga sedikit canda tawa disela-sela
pembelajaran.
Adanya peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa dan hasil belajar siswa pada aspek
membaca yang sudah sangat baik dan juga telah memenuhi target sehingga tidak perlu lagi
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Pembahasan
Hal dari penelitian ini kemampuan dalam membaca pemahaman siswa pada siklus I dan siklus II
mengalami peningkatan yang sangat baik, peningkatan yang perlahan berproses disetiap
pertemuannya. Peningkatan ini telah dicapai setelah pelaksanaan proses pembelajaran
menggunakan metode PQ4R.
Hasil test kemampuan membaca pemahaman siswa dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel
Nilai Test
No Indikator Siklus I Siklus II
3. Skor Terendah 20 60 60 70
Hasil dari analisis pertemuan pertama dan kedua pada siklus I dan siklus II, sudah dapat dinyatakan
bahwa metode PQ4R ini dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa pada
pelajaran Bahasa Indonesia. Dari sedikit penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa
pembelajaran yang dilakukan dengan metode PQ4R sudah terlaksana secara maksimal. Siswa
sudah memahami isi bacaan yang telah dibacanya, pembelajaran membaca dengan menggunakan
metode PQ4R ini juga sangat menyenangkan bagi siswa karena saat pembelajaran berlangsung
siswa menjadi lebih aktif.
Dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar siswa mampu menerima pembelajaran yang guru
laksanakan saat di kelas. Dengan metode PQ4R siswa mampu membuat serta menjawab
pertanyaan dari suartu bacaan atau cerita, kemudian mengetahui informasi yang terdapat dalam
suatu bacaan dan juga dapat memahami isi bacaan tersebut dengan baik.
Metode PQ4R merupakan suatu metose pembelajaran yang meminta siswa untuk melakukan
Preview yaitu tugas membaca cepat dengan memperhatikan judul dan topik utama, tujuan umum,
dan rangkuman,serta rumusan isi bacaan, Question mendalami topik dan judul utama dengan
mengajukan pertanyaan yang jawabanya dapat ditemukan dalam bacaan tersebut kemudian
mencoba mejawab,Read tugas membaca suatu bacaan secara cermat dengan melakukan
pengecekan pada langkah kedua.
Reflect melakukan refleksi sambil membaca dengan cara menciptakan gambaran visual dari bacaan
dan menghubungkan informasi baru di dalam bacaan tentang apa yang telah diketahui, Recite
melakukan resitasi dengan menjawab pertanyaan melalui suara keras yang diajukan tanpa
membuka buku dan terakhir adalah Review mengulang kembali seluruh bacaan kemudian
membaca ulang jika ada yang beum dipahami dan diulang kembali tanya jawab.
Selama penelitian, siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik, sehingga aktivitas siswa
meningkat dengan mudah dalam setiap pertemuan disetiap siklusnya. Pada Siklus, siswa belum
optimal dalam pembelajaran karena masih masa beradaptasi dengan guru baru dan proses
pembelajaran yang sedikit berbeda. Pada Siklus II, siswa menjadi semakin baik dalam
pembelajaran, melaksanakan diskusi dengan baik, bertukar pendapat dengan baik. Interaksi antara
siswa dan guru lebih terarah dan siswa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran yang
digunakan, merasa nyaman dan antusias dalam pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dipaparkan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa, penggunaan metode PQ4R dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IV.
Tidak hanya kemampuan dalam membaca saja, akan tetapi keaktivan siswa dalam proses
pembelajaran juga ikut meningkat, dapat kita lihat perkembangan juga pencapaian siswa dalam
kemampuan membaca pemahaman siswa pada siklus I sebesar . 65,62% dan pada siklus II 93,25%.
Jadi dari siklus I ke siklus II kemampuan membaca pemahaman siswa meningkat cukup baik yaitu
mencapai 27,63%.
Daftar Pustaka
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012. Anas Sudiiono, Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2003.
Farida Rahim, Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Hamzah B. Uno, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012
Henry Guntur Tarigan, Membaca Seba.gai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung:
Angkasa Bandung, 2008
Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Statistik1 (Statistik Deskriptif), Jakarta: Bumi Aksara,
2003
Jauharoti Alfin, Sri Wahyuni, Bahasa Indonesia Edisi Pertama, Suarabaya: LAPIS-
PGMI, 2008.
Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012.
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Samsu Somadoya, Pengaruh Model Pembelajaran PQRST Terhadap Kemampuan
Membaca Pemahaman Ditinjau Dari Minat Baca, Ternate: Universitas Khairun Ternate,
vol.13 No. 1 Januari 2015.
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas Cet3, Jakarta: Bumi Aksara, 2007 Trianto,
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana
Predana Media, 2011.
Uhar Suharputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Bandung: Refika
Aditama, 2012.
Zulela, Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012.2009.
Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik, Bandung: Alfabet, 2011
Pratiwi.2023.PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SD DITINJAU
DARI TEORI TALCOTT PARSONS.Universitas Muhammadiyah Gresik.Jurnal Math-
UMB.EDU.Volume 10, Nomor 2
Problem : Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pemahaman konsep
matematika siswa SD dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan
Teori Talcott Parsons.
Prosedur : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan data diperoleh
melalui hasil tes pemahaman konsep siswa menggunakan 3 macam tes,
yakni pretest, LKPD, dan tes pemahaman matematika, serta observasi pola
interaksi siswa selama pembelajaran matematika. Setelah pretest, siswa
dikelompokkan menjadi 1 kelompok siswa kategori tinggi dan 3 kelompok
siswa kategori sedang dan rendah.
Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok siswa kategori tinggi
memiliki persentase tinggi pada setiap indikator pola interaksi menurut teori
Talcott Parsons, dan hal ini disebabkan oleh pengaruh siswa kategori tinggi
terhadap siswa lainnya. Sementara itu, pada kelompok siswa kategori sedang
dan rendah, terdapat persentase rendah pada indikator Goal Attainment pada
pola interaksi menurut Talcott Parsons, dan hal ini disebabkan oleh tidak
adanya siswa pemahaman tinggi yang mempengaruhi siswa lainnya. Pada
tahap tes pemahaman konsep matematika secara individu, siswa
mendapatkan rata-rata 89,4%, yang termasuk dalam kategori sangat tinggi.
Simpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematika siswa SD dipengaruhi oleh pola interaksi siswa selama
pembelajaran matematika, serta pengaruh siswa kategori tinggi terhadap
siswa lainnya. Tes pemahaman konsep matematika siswa secara individu
menunjukkan hasil yang sangat baik.
Komentar : Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa SD dan
memberikan saran untuk meningkatkan interaksi siswa selama pembelajaran
matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa secara
keseluruhan. Namun, penelitian ini memiliki batasan pada sampel yang
digunakan dan tidak menyediakan informasi tentang cara meningkatkan
interaksi siswa selama pembelajaran matematika
59
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SD DITINJAU DARI TEORI TALCOTT
PARSONS
Abstrak
Penelitian ini bertujuan agar bisa mendeskripsikan pemahaman konsep matematika
yang terjadi pada siswa SD dalam pembelajaran matematika dengan ditinjau dari Teori
Talcott Parsons. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V UPT SDN 52 Gresik
dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data didapat melalui hasil
respon / jawaban dari tes pemahaman konsep siswa dengan 3 macam tes yakni pretest,
LKPD dan tes pemahaman menggunakan konsep matematika serta terdapat hasil
observasi pola interaksi yang dilakukan oleh observer dengan mengacu pada teori
Talcott Parsons. Setelah dilakukan pretest peneliti membuat 4 kelompok dengan rincian
1 kelompok memuat siswa kategori tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan 3 kelompok
memuat siswa kategori sedang dan rendah. Hasil yang di dapatkan antara 1 kelompok
dengan 3 kelompok tersebut bahwasannya kelompok 1 mendapatakan hasil persetase
tinggi di setiap indikator pola interaksi menurut teori Talcott Parsons, hal tersebut
dikarenakan peranan siswa kategori tinggi mempengaruhi siswa yang lain. Sedangkan
hasil dari 3 kelompok terdapat persentase rendah pada indikator 2 Goal Attainment pada
pola interaksi menurut Talcott Parsons, hal tersebut dikarenakan tidak adanya siswa
pemahaman tinggi yang mempengaruhi pemahaman siswa lainnya . Tahap tes yang
terakhir yakni tes pemahaman mmenggunakan konsep matematika secara individu
dengan diperoleh hasil rata-rata 89,4% yang tergolong dalam kategori sangat tinggi.
Kata Kunci: Pemahaman Konsep Matematika, Pola Interaksi, Pembelajaran Matematika
Abstract
This study aims to be able to describe the understanding of mathematical concepts that
occur in elementary school students in learning mathematics in terms of Talcott Parsons
Theory. This research was conducted on students of class V UPT SDN 52 Gresik using a
qualitative descriptive research method. The data was obtained through the results of
responses/answers from students' concept comprehension tests with 3 types of tests namely
pretest, LKPD and comprehension tests using mathematical concepts and there were
observations of interaction patterns carried out by observers with reference to Talcott Parsons'
theory. After the pretest, the researcher made 4 groups with details of 1 group containing high,
medium and low category students. While the 3 groups contain medium and low category
students. The results obtained between 1 group and 3 groups are that group 1 gets high
percentage results in each indicator of interaction patterns according to Talcott Parsons'
theory, this is because the role of students in the high category influences other students. While
the results of the 3 groups show a low percentage of indicator 2 Goal Attainment in interaction
patterns according to Talcott Parsons, this is due to the absence of students with high
understanding which affects the understanding of other students. The final test stage is an
understanding test using individual mathematical concepts with an average result of 89.4%
which is classified as very high.
60
Keywords: Understanding Mathematical Concepts, Patterns of Interaction, Learning
Mathematic.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan sebuah pembelajaran awal untuk berkembangnya ilmu
pengetahuan, maka dari itu matematika mulai diperkenalkan dari semenjak sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Menerapkan sistem berpikir secara logis, kritis, dan inovatif
untuk pembelajaran siswa dalam memahami matematika serta belajar bekerja sama antar
siswa untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari (Bernard, 2015). Pemahaman merupakan
kesadaran akan struktur mental internal (Duffin & Simpson, 1997). Dalam proses
pemahaman konsep matematika dapat mempermudah transfer pengetahuan (Hiebert
dalam Barmby et.al, 2009) Proses pemahaman membutuhkan kemampuan untuk
mendapatkan informasi yang relevan (Shirkey, dalam (Fatqurhohman, 2016). Apabila
siswa tidak memiliki penguasaan keterampilan dasar yang cukup untuk memahami
konsep- konsep matematika tersebut, maka tujuan pembelajaran yang diharapkan belum
tentu tercapai dan dapat dipastikan siswa menjadi kesulitan merencanakan pemecahan
masalah. Sehingga dengan adanya pemahaman konsep matematika, siswa dapat
mengaitkan dan memecahkan permasalahan dengan mempunyai kemampuan dasar
melalui konsep yang telah dipahaminya (O’Connell, 2007). Pemahaman konsep
matematika ini sangat penting bagi para siswa karena merupakan sebuah ilmu dasar
pengetahuan yang menjadi tujuan dari belajar matematika pertama kali (Mulligan &
Mitchelmore, 1997). Pada penilaian atau mendeskripsikan pemahaman siswa, hal ini tidak
ditunjukkan dengan jawaban benar atau salah, melainkan lebih penting untuk mengetahui
respon dan jawaban siswa terhadap masalah yang disajikan. Jadi berdasarkan pendapat
dari beberapa ahli maka bisa disimpulkan bahwasannya pemahaman konsep matematika
merupakan kemampuan kognitif dalam penguasaan dasar memahami matematika dengan
tujuan pembelajaran yang tercapai dan dapat dipastikan bahwa siswa tidak akan
mengalami kesulitan dalam meyelesaikan sebuah permasalahan matematika
Matematika dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan yang dimiliki siswa untuk
dipahami, yaitu pemahaman secara instrumental dan pemahaman secara relasional
Seorang siswa dinyatakan bisa memahami secara instrumental apabila siswa tersebut
dapat mengingat hal-hal yang telah diajarkan padanya, hal tersebut termasuk pada tingkat
pengetahuan dasar- dasar matematika, maupun hal kegiatan rutin seperti perhitungan
sederhana. Proses selanjutnya yaitu pemahaman relasional. Pada tingkat ini siswa
dapat dengan benar menerapkan ide matematika umum ke masalah khusus atau situasi
baru. Hal ini siswa dikatakan memenuhi golongan pemahaman matematika jika siswa
mampu memahami pemahaman secara instrumental dan pemahaman secara relasional.
Salah satu hal penting dalam belajar matematika yang harus dimiliki oleh siswa adalah
pemahaman konsep. Maka dari itu diperlukanaya mentor yang kompeten dalam
memahami konsep. Siswa dikatakan bisa memahami konsep bisa dilihat dari indikator
dari beberapa sumber yang jelas. Peneliti menggunakan indikator pemahaman konsep
matematika menurut (Depdiknas : 2006) yang meliputi 7 indikator diantaranya : 1)
menyatakan ulang sebuah konsep, 2) mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu
sesuai dengan konsepnya, 3) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, 4)
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, 5) mengembangkan
syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, 6) menggunakan dan memanfaatkan
serta memilih prosedur atau operasi tertentu, 7) mengaplikasikan konseo atau algoritma
pada pemecahan
masalah.
61
Talcott Parsons mengembangkan metode analisis real estat berdasarkan masyarakat
yang dipandang sebagai sistem sosial, termasuk kepribadian dan budaya juga dipandang
sebagai faktor dalam sistem tersebut. Fokus dari proses pembangunan adalah pada
aspek struktural masyarakat dan kebutuhan fungsional dari sistem sosial untuk
mempertahankan keberlanjutannya. Itulah sebabnya teori ini disebut “Struktur
Fungsional”, yang kemudian disederhanakan menjadi “Teori Fungsionalisme”.
Teori tersebut menjelaskan bahwa struktur sosial dan pranata sosial berkaitan dengan
fungsi fakta sosial. Tugas dalam teori ini mengacu pada pengaruh yang dapat diamati
dalam proses adaptasi atau adaptasi terhadap sistem. Menurut Robert K. Merton,
pendukung teori ini berpendapat bahwa subjek analisis sosiologi adalah fakta sosial
seperti: peran sosial, model kelembagaan,
proses sosial, organisasi kelompok, kontrol sosial dan lain-lain (Ritzer, 2005).
Pada penelitian ini penulis menggunakan teori Talcott Parsons yang sangat terkanl
karya karya nya terutama pada karya beliau yang bernama Teori Fungsionalisme
Struktural. Teori fungsionalisme terkenal karena tindakannya yaitu skema AGIL. AGIL
adalah sekumpulan fungsi yang dimaksudkan sebagai persyaratan untuk persyaratan
sistem tertentu. Parsons percaya bahwa pembangunan sosial terkait erat dengan
pembangunan empat elemen subsistem utama: budaya (pendidikan), kesetaraan
(integrasi), manajemen (pencapaian tujuan), dan ekonomi (adaptasi) (Narwoko, 2004).
Menggunakan definisi ini, Parsons mencirikan semua sistem adaptasi (adaptasi),
(pencapaian tujuan), (integrasi), dan (latensi/pelestarian pola), atau menganggap empat
instruksi fungsional diperlukan. Secara kolektif, keempat arahan fungsional ini disebut
skema AGIL. Untuk bertahan hidup, sebuah sistem harus memenuhi keempat fungsi
tersebut (Ritzer, 2005).
Peneliti menggunakan metode diskusi pada pola interaksi untuk meningkatkan
pemahaman cara belajar matematika siswa yakni diperlukan teori yang menunjang pola
interaksi siswa. Dengan menggunakan teori (Parsons, 1975) yang memiliki empat
persyaratan di setiap prosesnya yakni persyaratan AGIL. AGIL merupakan singkatan dari
Adaptation (A), Goal Attainment (G), Integration (I), Latency (L). yakni (a) Adaptasi
(Adaptation): Agar siswa dapat bertahan mereka harus bisa menyesuaikan individu
terhadap lingkungan dan menyesuaikan lingkungan terhadap individu. (b) Pencapaian
Tujuan (Goal Attainment): Sistem harus dapat menentukan tujuannya dan berusaha keras
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. (c) Integrasi (Integration): siswa harus mengatur
hubungan di antara komponen- komponennya agar mereka dapat berfungsi secara
maksimal. (d) Latensi (Latency): Setiap siswa harus melanjutkan, meningkatkan dan
memperbaharui baik motivasi individu maupun model budaya yang menciptakan dan
mempertahankan motivasi tersebut. Menurut Gerungan (2009)
metode dalam pola interkasi siswa yaitu sikap memengaruhi, kemudian sikap
memperbaiki kelakuan dua individu maupun kelompok. Hubungan interaksi siswa pada
pembelajaran di kelas siswa termasuk sebagai pusat oleh pengajar, maka dari itu siswa
terlibat penuh dalam menentukan suatu metode baru dalam interaksi belajar secara
optimal. Apabila terdapat Siswa yang mengalami kesulitan dalam komu ikasi maupun
diskusi dalam kelas memperlukan penyesuaian diri dikarenakan ia tidak bisa langsug
melakukan hubungan interpolasi terhadap temannya sehingga bersifat pasif di dalam
kelas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di UPT SDN 52 Gresik melalui
wawancara terhadap salah satu pendidik dengan bidang sudi matematika menyatakan
bahwa pada proses pembelajaran berlangsung banyak murid yang masih pasif dalam
memahami pembelajaran terutama untuk pembelajaran matematika. Pendidik
menggunakan metode cermah dalam proses mengajar yang mengakibatkan kurang
62
fokus dalam berinteraksi terhadap siswa sehingga siswa merasakan lelah dan mengantuk
dalam pembelajaran dikarenakan pendidik hanya fokus di materi.
Setelah melakukan observasi, peneliti menganalisa pola interaksi yang terjadi kepada
siswa agar bisa mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok pada
saat pembelajaran matematika. Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti kepada
salah satu pendidik menyatakan bahwa interaksi ini belum sepenuhnya diterapkan dalam
pembelajaran di UPT SDN 52 Gresik, hal ini disebabkan karena pada saat proses
pembelajaran matematika hanya terfokus terhadap hasil pemahaman materi yang sehingga
minimnya interaksi siswa dengan siswa, maupun siswa terhadap pengajar. Untuk
membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran matematika selama di kelas dibutuhkan
metode pembelajaran dengan pola interaksi agar siswa dapat lebih aktif lagi. Pemilihan
metode pembelajaran atau strategi pembelajaran sangat menentukan tingkat pemahaman
cara belajar matematika siswa dan keaktifan siswa dalam berinteraksi yang bertujuan
untuk bisa meningkatkan kualitas pengajar dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas terdapat kendala yang dihadapi siswa dalam mengahdapi
permasalahan pembelajaran matematika. Salah satu dari permasalahan tersebut adalah
kurangnya interaksi siswa dalam pembelajaran matematika yang mereka kuasai sehingga
membutuhkan strategi dalam peningkatan pemahaman cara belajar matematika kepada
siswa.
METODE
Bagian ini peneliti memakai metode pendekatan deskiriptif kualitatif. Menurut
Mukhtar (2013) metode penelitian deskriptif kualitatif adalah sebuah metode yang
digunakan peneliti untuk menemukan pengetahuan atau teori terhadap penelitian pada
satu waktu tertentu.
Tujuan dari penelitian ini adalah agar bisa mengetahui sejauh mana pemahaman
konsep matematika yang terjadi pada siswa SD jika ditinjau dari teori Talcott Parsons.
Peneliti kualitatif memiliki landasan bahwa kebenaran itu dinamis dan hanya dapat
ditemukan dengan melihat orang dan interaksi mereka terhadap situasi sosial mereka,
Danim dalam (Trianto, 2011) pada proses penelitian deskriptif kualitatif peneliti ingin
mendapatkan data yang akurat dan dapat mendeskripsikan setiap kegiatan yang peneliti
lakukan sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana metode diskusi
pada pola interaksi
matematika pada saat pembelajaran matematika sehingga pemahaman terhadap system
pembelajaran matematika siswa dapat diperkuat. Penelitian deskriptif kualitatif ini
terdiri dari kata-kata, bukan berbentuk angka yang didapatkan melalui berbagai cara
obeservasi, tes, pengamatan peserta didik dan dokumentasi.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan gejala atau peristiwa yang
dimanifestasikan dan berfokus pada masalah aktual yang dihadapi selama penelitian
(Trianto, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggambarkan peristiwa dan
kasus yang menjadi fokus penelitian. Perhatian, jenis penelitian ini digunakan untuk
memperoleh informasi dan gambaran tentang interaksi siswa dalam pembelajaran
matematika, untuk meningkatkan pemahaman pembelajaran matematika siswa kelas V
di UPT SDN 52 Gresik melalui tesis dan observasi. pengamat yang diberikan. Pada
penelitian ini memperleh data melalui hasil respon jawaban soal tes siswa yang meliputi
pretest, LKPD dan tes pemahaman konsep matematika yang selanjutnya di analisis
melalui metode menurut Miles dan Huberman (1984) yakni pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penafsiran kesimpulan.
Adapun untuk menghitung hasil tes pemahaman konsep matematika dengan
mengacu rubrik penilaian sebagai berikut. Kemudian untuk menentukan nilai
63
menggunakan rumus di bawah ini
Setelah melewati tahap perhitungan selanjutnya dapat di kategorikan ke dalam kriteria
sebagai berikut.
Siswa dapat dikategorikan dengan pemahaman rendah dan pemahaman tinggi jika
memenuhi kriteria berdasarkan (Riduwan, 2006)
HASIL PRE-TEST
Tinggi Cukup
Rendah
Sangat Rendah
0 5 10 15 20 25
64
Gambar 1. Grafik Hasil Pretest
Indikator 1 2 3 4
Skor Maksimal 20 20 20 20
Skor 16 17 19 20
Persentase 80% 85% 95% 100%
Kriteria Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tabel 1 pencapaian pola interaksi kelompok 1
dengan siswa pemahaman tinggi, sedang dan rendah memperoleh hasil indikator 1
Adaptasi memperoleh 80%. Hal ini dikarenakan siswa dengan pemahaman tinggi
65
mampu untuk beradaptasi dengan siswa pemahaman sedang dan rendah. Siswa pada
kelompok 1 tidak merasakan gugup ketika berdiskusi meskipun dari segi pemahaman
mereka berbeda. Pada indikator 2 Goal Attainment memperoleh 85%. Hal ini
dikarenakan siswa mampu mencapai tujuan dari persoalan matematika pada materi
volume bangun ruang kubus dan balok. Siswa pada kelompok 1 juga bisa dikatakan
tidak kesulitan dalam menyelesaikan persoalan matematika. Pada indikator 3 Integrasi
memperoleh 95% yang mana dalam indikator ini siswa saling bekerja sama dalam
menyelsaikan persoalam matematika yang diberikan. Siswa dengan pemahaman tinggi,
sedang dan rendah dapat menyamakan persepsi atau cara berpikir yang sama. Pada
indikator 4 Latency memperoleh 100% yang mana pada indikator ini memperoleh skor
tertinggi. Dalam hal ini tentunya siswa mampu menjaga pola hubungan Antara teman
sekelompoknya agar interaksi diantara mereka dapat dipertahankan. Pada kelompok 1
ini selruh suswa dapat menguasai 3 indikator dari pola interaksi.
Sedangkan tabel 2 pencapaian pola interaksi kelompok 2 dengan siswa pemahaman
sedang dan rendah memperoleh hasil indikator 1 Adaptasi memperoleh 75% berbeda
dengan tabel 1 dikarenakan siswa pada kelompok 2 merasa gugup ketika hendak
berinterkasi dan juga siswa pada kelompok 2 sedikit kesulitan dalam membangun
hubungan interaksinya. Pada indikator 2 Goal Attainment memperoleh 70%. Pada
indikator ini memperoleh skor terendah dikarenakan siswa belum mampu mencapai
tujuan dari persoalan matematika dan juga pada kelompok 2 masih kesulitan dalam
persoalan matematika karena pada kelompok 2 hanya berisi siswa dengan pemahaman
sedang dan rendah. Pada indikator 3 Integrasi memperoleh 90% yang mana indikator ini
memiliki skor tertinggi dikarenakan meskipun siswa kesulitan dalam menyelesaikan
soal matematika siswa tetap bekerja sama dan berusaha menyelesaikan soal yang telah
diberikan. Selanjutnya indikator 4 Latency memperoleh 80%. Pada indikator ini
berbeda jauh dengan kelompok 1 dikarenakan siswa belum cukup dalam menjaga pola
hubungan Antara teman sekelompoknya sehingga interaksi yang terjadi belum dapat
dipertahankan dengan baik. Pada kelompok 2 ini siswa belum cukup mampu memahami
persoalan matematika dengan cara berkelompok.
Jadi berdasarkan uraian di atas maka siswa dengan pemahaman tinggi sangat berperan
dalam sebuah pembelajaran, terutama dalam pembelajaran metode diskusi pada pola
interaksi. Perlu adanya perubahan kelompok secara berkala untuk dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa
Tabel 5. Perbedaan Pola Interaksi yang Dicapai Kelompok 1 dan Kelompok 2
Kelompok 1 Kelompok 2
Mampu berdaptasi dan tidak
Mampu beradaptasi namun masih merasa
Adaptasi merasa gugup pada saat
gugup pada saat berinteraksi
berinteraksi
Mampu mencapai tujuan dari
persoalan matematika dan tidak Belum mampu mencapai tujuan dan
Goal
kesulitan untuk menyelesaikan kesulitan untuk menyelesaikan persoalan
Attainment
persoalan matematika yang matematika
Diberikan
Saling bekerja sama dalam Meskipun siswa merasa kesulitan untuk
menyelesaikan persoalan menyelesaikan persoalan matematika
Integrasi matematika dan dapat namun siswa tetap bekerjasama untuk
menyamakan persepsi atau pola dapat menyelesaikan soal matematika
pikir yang sama yang diberikan.
66
Mampu menjaga pola hubungan
yang baik antar teman dan dapat
Belum cukup mampu dalam menjaga pola
Latency menguasai 3 indikator pola
hubungan antara teman sekelompoknya.
interaksi
100
95.2
90.5
85.7
81
71.4
66.7
57.1
16
02468101214
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa sebelum
menerapkan metode diskusi pada pola interaksi, pemahaman konsep matematika siswa
masih tergolong rendah. Untuk hasil pembelajaran matematika dengan metode diskusi
pada pola interaksi dapat dilihat pada hasil LKPD siswa yang dilakukan secara
berkelompok. Hasil menunjukkan bahwa siswa dengan pemahaman tinggi sangat
berperan dalam proses pembelajaran matematika. Perlu adanya perubahan kelompok
secara berkala dengan melibatkan siswa berkemampuan tinggi. Hasil akhir yang
diperoleh peneliti untuk mengetahui apakah pola interaksi dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika, maka diberikan tes pemahaman konsep matematika
67
secara individu dan diperoleh hasil rata-rata 89,4% yang merupakan kategori sangat
tinggi.
REFERENSI
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Depdiknas.
Duffin. J.M. & Simpson. A.P. (1997). Towards a new theory of understanding’ In E.
Pehkonen (Ed.) Proceedings of the 21st Conference of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education, Vol 4. Helsinki: University of Helsinki. 166–173
Fatqurhohman. (2016). Pemahaman Konsep Matematika Siswa Dalam Menyelesaikan
Masalah Bangun Datar. JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika), 4(2), 127.
https://doi.org/10.25273/jipm.v4i2.847 Gerungan. (2009). Psikologi Sosial.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mukhtar, M. (2013). Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi
Mulligan, J. T., & Mitchelmore, M. C. (1997). Young children’s intuitive models of
multiplication and division. Journal for Research in Mathematics Education, 28(3),
309–330. https://doi.org/10.2307/749783
Narwoko, J. D. (2004). Penelitian fungsi ekonomi dan sosial pemukima liar dalam
pembangunan (B. Suyanto (ed)). Jakarta: Kencana Prenada Group.
O’ Connell, S. (2007). Introduction to Problem Solving. Portsmouth, NH: Heinemann.
Parsons, T. (1975). The Present Status Of Structural-Functional Theory in Sociology (in
Lewis A. Coser (ed). The Idea of Socizl Structure: Papers in Honor of Robert K Merton).
New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Riduwan. (2006). Rumus dan data dalam aplikasi statistika (H. B. Alma (ed.)). Bandung:
alfabeta.
Ritzer, G. (2005). Teori sosiologi moderen
(Cet.ke-3). Jakarta: Prenada Media.
Trianto. (2011). Pengantar penelitian pendidikan bagi pengembangan profesi pendidikan
dan tenaga kependidikan. Jakarta: Prenada Media
68
Trianto. (2011). Pengantar penelitian pendidikan bagi pengembangan profesi pendidikan dan
tenaga kependidikan. Jakarta: Prenada Media
69
Mudjiati.2021.Settings Penerapan Model Pembelajaran Urutan (Sequenced Model) Untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas 5-A Tentang Materi Bangun Datar Pada Bidang Koordinat di
SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya. EduStream: Jurnal Pendidikan Dasar.Vol. 5 No. 1
Problem : eningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat pada
siswa kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya yang nilai
belajarnya rendah pada mata pelajaran Matematika. Prosedur:
Prosedur : Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Urutan (Sequenced
Model) dan dilakukan pada siswa kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400
Surabaya. Data diambil dengan menggunakan tes autentik untuk
mengukur pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat
sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran.
Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
Urutan (Sequenced Model) efektif dalam meningkatkan nilai autentik dan
pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat siswa. Nilai
rata-rata siswa meningkat dari 54,4 sebelum diterapkan model
pembelajaran menjadi 71,6 pada siklus I dan 77,7 pada siklus II.
Simpulan : Penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) dapat
meningkatkan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat
siswa kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya.
Komentar : Penelitian ini memberikan solusi yang baik untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dengan menerapkan model
pembelajaran yang efektif. Namun, hasil penelitian ini hanya berlaku pada
sampel yang diteliti dan perlu diuji kembali pada sampel yang lebih besar
untuk mengetahui efektivitas yang lebih luas.
E-ISSN: 2614-4417
Mudjiati Mn.
SD Negeri Ngagelrejo Kota Surabaya
mudji4ti@gmail.com
Abstrak
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang ada dibangku Sekolah
Dasar. Sesuai dengan tujuan diberikannya matematika di sekolah,bahwa matematika
sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan matematika untuk
memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Bila hasil belajar rendah khususnya pada mata pelajaran Matematika seperti yang dialami
oleh siswa Kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya maka aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar pada mata pelajaran tersebut harus ditingkatkan, salah satunya
dengan cara menerapkan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model). Dari latar
belakang keterangan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui ada
tidaknya peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat melalui
penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) serta Untuk mengetahui
seberapa besar peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat
melalui penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) pada siswa Kelas 5-A
SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya.Penerapan model pembelajaran Urutan
(Sequenced Model) memiliki efektifitas untuk meningkatkan nilai autentik dan
pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat siswa. Dengan nilai Bidang
Koordinat siswa dari sebelum diterapkan model pembelajaran ini yang hanya memiliki
rata-rata 54,4 menjadi 71,6 pada siklus I dan 77,7 pada siklus II.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan kemajuan jaman, tentunya pengetahuan semakin berkembang.
Supaya suatu negara bisa lebih maju, maka negara tersebut perlu memiliki manusia-
manusia yang melek teknologi. Untuk keperluan ini tentunya mereka perlu belajar
matematika sekolah terlebih dahulu karena matematika memegang peranan yang sangat
penting bagi perkembangan teknologi itu sendiri. Tanpa bantuan matematika tidak
mungkin terjadi perkembangan teknologi seperti sekarang ini. Matematika dipelajari
bukan untuk keperluan praktis saja, tetapi juga untuk perkembangan matematika itu
sendiri. Jika matematika tidak diajarkan di sekolah maka sangat mungkin matematika
akan punah. Selain itu, sesuai dengan karakteristiknya yang bersifat hirarkis, untuk
mempelajari matematika lebih lanjut harus mempelajari matematika level sebelumnya.
Seseorang yang ingin menjadi ilmuawan dalam bidang matematika, maka harus belajar dulu
matematika mulai dari yang paling dasar. Usaha untuk mengaktualisasikan aktivitas siswa
pada proses belajar mengajar mata pelajaran Matematika di dalam kelas dapat diwujudkan
melalui relevansi penerapan model,metode, strategi dan teknik pembelajaran. Guru dapat
memfasilitasi penerapan model, metode, strategi dan teknik pembelajaran sehingga
pengelolaan pembelajaran di dalam kelas tidak monoton dan aktivitas siswa menjadi
dinamis.Keadaan proses belajar mengajar yang demikian akan menghasilkan mutu
pendidikan yang tinggi karena pembelajaran berlangsung secara aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Proses belajar mengajar tidak lagi dipandang sebagai formalitas bagi
siswa dan kewajiban yang membebani bagi guru. Keterpaduan dan proporsionalitas pada
aktivitas siswa dan guru menjadi sinergi untuk meningkatkan kualitas
hasil pendidikan. Rendahnya pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang
Koordinat juga dialami oleh siswa Kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya.
Penulis sebagai guru kelas bertanggung jawab untuk menemukan solusi untuk
meningkatkan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat. Perspektif
yang diambil adalah meningkatkan aktivitas siswa pada proses belajar mengajar. Hal
ini berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran, oleh karenanya inovasi
penerapan model dan metode pembelajaran harus dilakukan melalui bentuk penerapan
model pembelajaran Urutan (Sequenced Model).
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan
dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Oemar Hamalik hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang melalui proses belajar,
sedangkan perubahan tersebut harus dapat digunakan untuk meningkatkan penampilan diri
dalam kehidupan (Sudjana, 2000:102). Bila hasil belajar rendah khususnya pada mata
pelajaran Matematika seperti yang dialami oleh siswa Kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo
V/400 Surabaya maka aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran
tersebut harus ditingkatkan, salah satunya dengan cara menerapkan model pembelajaran
Urutan (Sequenced Model).
Model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) diterapkan untuk
menumbuhkan daya tarik agar siswa mau belajar atau mengetahui. Khususnya pada mata
pelajaran matematika, yang membutuhkan ketelitian, pemahaman komprehensif dan
sistematika berhitung.Daya tarik tersebut akan membuat mereka mencari tahu sendiri
apa dan bagaimana menyelesaikan masalah dalam matematika. Jika hal tersebut terjadi
maka kajian pada materi dalam mata pelajaran matematika menjadi lebih dalam dan
komprehensif. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut Dimyati adalah hasil proses
belajar di mana pelaku aktif dalam belajar adalah siswa dan pelaku aktif dalam
pembelajaran adalah guru. Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan
pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Menurut Nana Sudjana (2005:3) hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen guru, siswa, bahan ajar dan
lingkungan belajar yang berinteraksi satu sama lain dalam usaha unuk mencapai tujuan.
Tujuan dari pembelajaran ini merupakan hasil belajar. Hasil belajar merupakan perubahan
yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina Tri Ani dkk,
2004: 4). Sedangkan menurut Winkel dalam Sukestiyarno dan Budi Waluyo (2006: 6), hasil
belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa atau siswa dimana setiap
kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Penekanan pembelajaran
matematika lebih diutamakan pada proses dengan tidak melupakan pencapaian tujuan.
Proses ini lebih ditekankan pada proses belajar matematika seseorang. Tujuan yang paling
utama dalam pembelajaran matematika adalah mengatur jalan pikiran dalam memecahkan
masalah bukan hanya menguasai konsep dan perhitungan walaupun sebagian besar belajar
matematika adalah belajar konsep struktur keterampilan menghitung dan
menghubungkan konsep-konsep tersebut. Andi Hakim Nasution (1982: 12)
mengemukakan bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar menambah
kepandaiannya.
Hasil belajar dapat diamati dan diukur dengan penilaian. Penilaian hasil belajar
adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar dan
pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan pembelajaran tampak pada
kemampuan siswa mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dari segi guru,
penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai keefektifan mengajarnya,
apakah dengan pembelajaran tertentu yang digunakan mampu membantu siswa mencapai
tujuan belajar yang ditetapkan (ketuntasan belajar).
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian
pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di
dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya
konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat
dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang
bernilai global. Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah
dasar terbentuknya matematika.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari mulai dari proses
terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep-
konsep tersebut pada situasi baru agar siswa terhindar dari verbalisme. Karena dalam setiap
hal yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran ia memahaminya mengapa
dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Setelah terjadi proses belajar mengajar, maka diharapkan terjadi suatu perubahan pada
diri siswa, baik perubahan pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Perubahan tingkah
laku inilah yang disebut hasil belajar.
RUMUSAN MASALAH
Dari penjabaran latar belakang diatas maka rumusan maslah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah ada peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat
melalui penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) pada siswa
Kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya?
2. Jika ada, seberapa besar peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada
Bidang Koordinat melalui penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) pada
siswa Kelas 5-A SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya?
METODE
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal- hal yang
terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan
pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi 2002: 82). Ciri atau
karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi
antara penulis dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi
pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses
pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi memecahkan
masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan teersebut dapat
mendukung satu sama lain. Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi
beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar
nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam
jangkauan kewenangan penulis untuk melakukan perubahan.
Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukn tidak boleh
sampaimengganggu atau menghambat kegiatan utama.
2. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien
3. Metodologi yang harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari tindakan
dirumuskan dengan tegas, sehingga orang yang berminat terhadap penelitian
tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
4. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang
berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap
kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan setiap
waktu. (Arikunto, Suharsimi, 2002: 82-83).
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Penulis mengumpulkan dan menggunakan data kelas, siswa dan dokumentasi nilai.
2. Observasi
Observasi pada umumnya digunakan untuk memperoleh data mengenai perilaku
individu atau proses kegiatan tertentu (Sudjana, 2006:67). Observasi dapat
mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada
belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi
siswa dalam simulasi
dan penggunaan alat peraga pada waktu belajar. Pada penelitian ini penulis melakukan
observasi untuk mengamati aktifitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung yaitu
dari tahap awal sampai akhir.
1. Tes
Digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi pembelajaran yang
disampaikan. Materi tes dibuat penulis dengan memperhatikan buku panduan mata
pelajaran Matematika.
Pengumpulan data yang ada, selanjutnya dianalisis. Untuk menganalisis data tersebut,
penulis memerlukan analisis data yang sesuai agar data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data
kualitatif dan analisis data kuantitatif.
1. Analisis data kualitatif
Analisis data kualitatif pada penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan
oleh penulis yang memuat gambaran tingkat pengetahuan siswa terhadap suatu mata
pelajaran, aktivitas dan antusiasme siswa saat mengikuti pelajaran setiap siklus.
2. Analisis data kuantitatif
Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil tes siswa yang bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan siswa tentang materi pelajaran dari setiap siklus, di mana siswa secara
individu telah belajar tuntas atau berhasil apabila sekurang- kurangnya mendapat nilai 2,6
(nilai konversi dari nilai 65 dengan perbandingan nilai terbesar 4:100) berdasarkan
kartu yang dipegangnya melalui model pembelajaran Urutan (Sequenced
Model).
Standar penentuan ketuntasan belajar siswa menurut Sudjana (2006:109) sebagai berikut:
P = ∑f x 100% N
Keterangan:
P = Persentase ketuntasan secara individu.
∑f = Jumlah nilai yang diperoleh siswa.
N = Nilai maksimal.
Data pengamatan dianalisis dengan menghitung rata-rata pada setiap siklus yang
dilaksanakan, selanjutnya nilai rata-rata tersebut diklasifikasikan dengan kriteria sebagai
berikut:
76 – 100 = Sangat baik.
66 – 75 = Baik.
46 – 65 = Cukup.
0 – 45 = Kurang.
Refleksi
Selain bagi siswa, model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) ini merupakan hal
yang menyenangkan bagi penulis sehingga pembelajaran menjadi hidup dan aktivitas siswa
dalam belajar semakin meningkat. Model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) ini
harus dilaksanakan secara berkesinambungan sebagai upaya pembiasaan bagi siswa.
Pada siklus I penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) banyak sekali
perubahan yang dialami siswa, khususnya mereka yang cenderung memiliki pemahaman materi
Bangun Datar pada Bidang Koordinat yang rendah. Berikut adalah rekapitulasi nilai pada
pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat dan jumlah ketuntasan siswa (yang
memiliki nilai ≥ 70 pada sub indikator) pada siklus I.
Sedangkan persentase ketuntasan klasikal didapatkan dari rumus:
P = ∑n x 100%
N
P = 22 x 100% 39
P = 56%
Keterangan:
P = Persentase ketuntasan belajar secara klasikal.
∑n = Jumlah siswa yang tuntas. N = Jumlah siswa seluruhnya.
Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketuntasan klasikal pada
siklus I sebesar 56% dengan kategori cukup.
Adapun rekapitulasi nilai pada pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang
Koordinat dan jumlah ketuntasan siswa (yang memiliki nilai ≥
70 pada sub indikator) pada siklus II adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus II rata- rata nilai
pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat siswa adalah 77,7 dan rata-rata
kemampuan siswa dalam melaksanakan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model)
adalah 15,2 atau 76%. Hal ini bila diinterpretasikan ke dalam tabel interpretasi dengan rata-
rata 77,7 maka termasuk ke dalam kategori baik.
Sedangkan persentase ketuntasan klasikal didapatkan dari rumus:
P = ∑n x 100%
N
P = 34 x 100%
39
P = 87%
Keterangan:
P = Persentase ketuntasan belajar secara klasikal.
∑n = Jumlah siswa yang tuntas. N = Jumlah siswa seluruhnya.
Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketuntasan klasikal pada
siklus I sebesar 56% dengan kategori cukup.
Adapun rekapitulasi nilai pada pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang
Koordinat dan jumlah ketuntasan siswa (yang memiliki nilai ≥
70 pada sub indikator) pada siklus II adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus II rata- rata nilai
pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat siswa adalah 77,7 dan rata-rata
kemampuan siswa dalam melaksanakan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model)
adalah 15,2 atau 76%. Hal ini bila diinterpretasikan ke dalam tabel interpretasi dengan rata-
rata 77,7 maka termasuk ke dalam kategori baik.
Sedangkan persentase ketuntasan klasikal didapatkan dari rumus:
P = ∑n x 100%
N
P = 34 x 100%
39
P = 87%
Keterangan:
P = Persentase ketuntasan belajar secara klasikal.
∑n = Jumlah siswa yang tuntas. N = Jumlah siswa seluruhnya.
Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketuntasan klasikal pada siklus
II sebesar 87% dengan kategori sangat baik.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dirumuskan
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Ada peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat melalui
penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) pada siswa Kelas 5-A
SD Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya.
2. Peningkatan pemahaman materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat melalui
penerapan model pembelajaran Urutan (Sequenced Model) pada siswa Kelas 5-A SD
Negeri Ngagelrejo V/400 Surabaya rata-rata sebesar 24.
Saran
Beberapa saran penulis mengutarakan pada akhir laporan penelitian
tindakan kelas ini sebagaimana berikut:
1. Agar persepsi negatif siswa terhadap suasana proses belajar mengajar yang
menjenuhkan segera berubah, guru kelas harus kreatif dengan menerapkan berbagai model
dan model pembelajaran yang PAKEMIP.
2. Guru kelas seyogyanya sering memberi peluang kepada siswanya
untuk berkomunikasi antarteman, guru dan masyarakat sekolah, tentang materi ajar.
3. Orang tua harus turut dilibatkan dalam rangka meningkatkan pemahaman
materi Bangun Datar pada Bidang Koordinat siswa karena bagaimanapun juga 83%
waktu sehari semalam siswa dihabiskan di luar sekolah yang sepenuhnya adalah
tanggung jawab orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, C. 2011. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan
Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran Treffinger pada Materi Pokok
Keliling dan Luas Persegipanjang. [Online]. Tersedia
http://digilib.sunan- ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse& op=read&id=jiptiain--
chotmilhud- 9908
http://techonly13.wordpress.com/2010/07/03
/belajar-dan-hasil-belajar/
Abstrak
Matematika yang bersifat abstrak menjadi penyebab siswa kesulitan dalam memahami
suatu materi. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran think pair share (TPS) yang
dapat membantu siswa dalam menyelsaikan suatu permasalahan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui Efektivitas model pembelajaran think pair share (TPS) terhadap
pemahaman materi bilangan bulat siswa kelas IV Sd Negeri 166 Palembang. Metode
penelitian eksperimen dengan desain penelitian One group prettest-posttest desing. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai Prettest sebelum diberikan perlakuan yaitu
63 pada kategori rendah. Sedangkan nilai rata-rata posttest yaitu 79 pada kategori sedang.
Hasil hipotesis menunjukkan adanya efektivitas model pembelajaran think pair share
(TPS) terhadap pemahaman materi bilangan bulat siswa kelas IV Sd Negeri 166
palembang dengan hasil perhitungan uji-t menggunakan Paired Sample T-test, signifikan
2-tailed 0,000, <0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa ada
efektivitas setelah diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran Think pair
share (TPS).
Kata Kunci: Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS).
Abstract
Abstract mathematics is the cause of students' difficulties in understanding a material.
Therefore, a think pair share (TPS) learning model is needed that can help students in solving a
problem. The purpose of this study was to determine the effectiveness of the think pair share
(TPS) learning model on the understanding of integer material for fourth grade students of Sd
Negeri 166 Palembang. Experimental research method with One group prettest-posttest research
design. The results showed that the average Prettest score before being given treatment was 63
in the low category. While the average value of the posttest is 79 in the medium category. The
results of the hypothesis indicate the effectiveness of the Think Pair Share (TPS) learning model
on the understanding of integer material for fourth grade students at State Elementary School
166 Palembang with the results of the t-test calculation using the Paired Sample Ttest,
significant 2-tailed 0.000, <0.05, then Ho is rejected and Ha is accepted. It can be concluded
that there is effectiveness after being given treatment using the Think Pair Share (TPS) learning
model.
Keywords: Think Pair Share (TPS) Learning Model
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan banyak
manusia. Pendidikan juga dapat mengubah pola pikir manusia untuk melangsungkan suatu
perubahan dan mempunyai suatu inovasi untuk meningkatkan mutu diri dalam segala aspek
kehidupan. Didalam kurikulum pendidikan di Indonesia terdapat salah satu mata pelajaran yang
wajib dipelajari di sekolah ialah matematika. Menurut (Sulistyaningsi, 2017, p. 123)
mendeskripsikan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh setiap siswa mulai dari bangku sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas.
Matematika ialah ilmu dasar yang sangat penting baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Bahkan matematika disebut sebagai akarnya
ilmu karena memegang peran yang sangat tinggi, bisa dilihat pada tingginya tuntutan
kemampuan matematis yang harus dimiliki. Tuntutan kemampuan matematis tidak hanya
sekedar kemampuan berhitung saja. Menurut (Fathani, 2016, p. 137)
kemampuan matematis juga meliputi kemampuan menalar yang logis dan kritis dalam pemecahan
masalah. Pemecahan masalah ini tidak hanya masalah yang berbentuk soal rutinakan tetapi lebih kepada
persoalan yang dihadapi sehari-hari.
Menurut Rusmini&Surya (Meylinda, 2017, p. 1) medeskripsikan matematika sebagai salah satu
mata pelajaran di sekolah yang mempunyai ciri dan karakter khusus. Salah satu karakter matematika
adalah objek abstraknya. Untuk menguasai objek atau konsep matematika yang merupakan kegiatan
abstrak diperlukan partisipasi siswa dalam belajar. Menurut Susanto (Nainggolan, 2021, p. 261)
Mendefinisikan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan beragumentasi, memberikan partisipasi dalam penyelesaian masalah.
Matematika saat ini dianggap sebagai mata pelajaran yang sangat sulit bahkan menakutkan bagi
sebagian siswa, siswa mengira bahwa matematika adalah mata pelajaran yang membosankan dan
menimbulkan kecemasan yang tinggi terkait dengan banyaknya angka, simbol dan rumus di dalamnya
sehingga menyebabkan siswa kurang semangat dan tidak dapat mengatasi suatu persoalan. Menurut
Sumiati & Agustini (Huzaimah, 2021, p. 533) mendeskripsikan bahwa matematika merupakan penunjang
beragam arah kehidupan seseorang serta penunjang beragam ilmu dan mempunyai keterkaitan, maka
matematika dianggap penting bagi kehidupan seseorang.
Menurut Zakiyah, Hidayat, & Setiawan (Nurhasanah, 2021, p. 71) mendeskripsikan bahwa
kemampuan memecahkan masalah matematis merupakan kondisi penting yang harus dimiliki siswa serta
salah satu aspek yang menunjuk keberhasilan siswa dalam belajar matematika. Dalam 3 pembelajaran
matematika di era ini banyak sekali ditemukan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami suatu
materi pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 166 Palembang yang dilakukan oleh peneliti, dapat
disimpulkan bahwa sebagian siswa dikelas IV SD Negeri 166 Palembang dalam Mata Pelajaran
Matematika terutama dalam pemahaman siswa masih rendah. Dimana nilai yang dicapai hampir rata-rata
dibawah 60, sehingga jumlah nilai kelas IV belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM).
(KKM) Pembelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri 166 Palembang yaitu 68-75. karena dari 19
siswa hanya 8 siswa yang nilainya mencapai kriteria nilai KKM. Sehingga menyebabkan siswa kesulitan
dalam memahami suatu materi. Untuk membantu siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang
dihadapi pada mata pelajaran matematika ini adalah dengan cara mengaplikasikan model pembelajaran
yang membuat siswa menjadi aktif dan ikut serta dalam proses pembelajaran, model pembelajaran yang
dianggap bisa merefleksikan keikut sertaan siswa secara lebih aktif guna meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah melalui model Kooperatif Think Pair Share (TPS). Menurut
Muthmainnah (Yulyanti, 2021, p. 339) mendeskripsikan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif Think
Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran
terutama pada keterampilan pemahaman siswa. Peningkatan proses pemahaman ini terjadi pada saat siswa
berpikir (Think) kemudian berdiskusi berpasangan (Pair) dan siswa memperoleh ruang yang 4 lebih untuk
berbagi serta mengasah keterampilan yang di milikinya. Selain itu siswa juga bertambah berani dalam
menyampaikan dan berbagi gagasan, ide, perasaan baik dalam berdiskusi berpasangan maupun dalam
menyampaikan dihadapan seluruh siswa.
Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas maka peneliti mengangkat judul penelitian bentuk
eksperimen yaitu “Efektivitas Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Pemahaman Materi
Bilangan Bulat Siswa Kelas IV SD Negeri 166 Palembang” Dengan diterapkan model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran matematika ini, diharapkan siswa mempunyai peningkatan
dalam menguasai materi, sehingga kemampuan pemahaman sesuai dengan capaian pembelajaran mata
pelajaran Matematika.
Menurut (Pane & Dasopang, 2017, p. 333) Pembelajaran menunjukkan latihan-latihan yang
diselesaikan dengan sadar atau disengaja. orang. Ihsana (Ginting, 2019, p. 6) mendefinisikan ialah
“Belajar merupakan satu kesibukan dimana ada teknik berawal tak kenal jadi kenal, tak memahami jadi
paham,tak cakap menjadi cakap untuk mencapai hasil yang baik”. Berdasakan argumen disimpulkan
bahwa, belajar merupakan suatu proses untuk melakukan perubahan pemahaman. Mardiasmo
(Kalendesang, 2017, p. 134) mendeskripsikan efektivitas adalah berhasil atau tidaknya suatu proses
pembelajaran untuk mencapai tujuannya apabila suatu proses pembelajaran tercapai, maka proses
pembelajaran tersebut di katakan telah berjalan dengan efektif. Menurut Hamalik (Abidin, 2020, p. 134)
menafsirkan sebenarnya penelaahan tercapai ialah penemuan yang bergerak untuk berkonsentrasi sendiri
atau menyelesaikan latihan potensial seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar.
Menurut Istofa&Marni (Astuti, 2020, p. 185) mendeskripsikan bahwa akar matematika adalah bahasa
simbolik yang fungsinya akan mengekspresikan ikatan. Menurut Yusnitaet el (Priyatna, 2021, p. 218)
mendeskripsikan bahwa pembelajaran matematika merupakansebuah ilmu pasti sebagai premis ilmu-ilmu
yang berbeda, sehingga matematika juga berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berbeda, dan matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam dunia persekolahan, namun
sebenarnya masih banyak siswa yang hasil belajar matematikanya masih rendah.
Model Pembelajaran Agreeable Tipe Think Pair Share (TPS) dapat diartikan adalah Think
(berpikir) adalah membuka pintu bagi siswa untuk menemukan jawaban tugas secara bebas, Pair (dua per
dua) adalah bertukar pikiran dengan teman sekolah mereka di kelompok kecil sebanyak 4-6 siswa, Share
(berbagi) adalah berdiskusi dengan pasangan lain untuk berbagi ilmu yang mereka dapatkan. Menurut
Rusman (Fitriany, 2018, p. 202) menggambarkan bahwa pembelajaran yang menyenangkan dibawa
keluar melalui pembagian di antara siswa, untuk mengakui informasi yang dibagi di antara siswa itu
sendiri.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-eksperimental Design. Dengan
jenis one group pretest-posttest design. Dalam penelitian ini tidak menggunakan kelas kontrol, serta
sampel tidak dipilih secara acak (Random). Menggunakan metode Pre-Eksperimental Design karena
hanya dipilih satu kelas dan tidak memungkinkan menggunakan kelas kontrol sampel yang digunakan
hanya berjumlah satu kelas yaitu IV A. Berdasarkan pendapat di atas populasi dalam penelitian ini
seluruh kelas IV SD Negeri166 Palembang Tahun Pelajaran 2022/2023yang berjumlah 42 siswa yang
terbagi dalam 2 kelas, yaitu kelas IV A dan IV B. Dalam penelitian ini kelas yang di ambil di SD Negeri
166 Palembang adalah kelas IV A yang berjumlah 19 siswa. Teknik yang digunakan untuk penentuan
sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Penelitian ini menggunakan tahap Pretest, tahap
pemberian perlakuan (Treatment), tahap pemeberian test akhir (Post Test). Untuk memperoleh data yang
sesuai dengan tujuan penelitian harus menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi dan test.
Selain itu menggunakan uji validitas guna untuk menghitung banyaknya responden, yang diuji dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑌) − (∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑋)2 √𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2
(Kesumawati & Aridanu, 2018, p. 20)
Keterangan: 𝑥𝑦 = Koefesien korelasi (rhitung) ∑X = Jumlah skor item ∑Y = Jumlah total item N = Jumlah
sampel
Uji Reabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus :
𝐾 ∑ 𝑆𝑖
𝑟𝑖 ( ) 𝑋 (1 − )
𝐾−1 𝑆 𝑡
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnova pada tabel nilai
signifikansi pretest maupun posttest untuk kelas eks perimen berdistribusi normal mengingat nilai sig ≥
dari 0,05, Karena nilai sig kedua kelas lebih dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa kedua kelas tersebut
berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas distribusi data prettest dan posttest kelas eks perimen
berdistribusi normal sehingga analisis delanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan uji levene
dengan menggunakan program SPSS versi 23 dengan taraf signifikansi 0,05.
Tabel 4.4 Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of
Variance
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Efektivitas Based on Mean 2,384 1 36 ,131
Based on Median 2,088 1 36 ,157
Based on Median and 27,49
2,088 1 ,160
with adjusted df 7
Based on trimmed mean 2,315 1 36 ,137
(Sumber.Peneliti 2022)
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai signifikansi ≥
0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa nilai pretest dan posttest bervarians homogen.
Dengan kriteria apabila nilai sig 2-tailed< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada
pengaruh yang signifikansi antara variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila nilai sig 2-
tailed> 0,05 maka Ho diterima Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifaknsi 50 antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Berdasarkan dari hasil perhitungan uji Paired sampel t-test pada tabel di atas, diperoleh nilai sig 2-
tailed 0,000, <0,05, dalam hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis
dari penelitian ini adalah “Ada Efektivitas Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)Terhadap
Pemahaman Materi Bilangan Bulat Siswa Kelas IV SD Negeri 166 Palembang.
Dari informasi yang diperoleh mengingat perhitungan yang diperoleh untuk tes ordinarisitas prettets
nilai kepentingannya adalah (0,05) > (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa informasi prettets
tersampaikan secara teratur dan untuk posttest ordinarness test adalah pentingnya (0,05) > (0, 05)
sehingga dapat dikatakan bahwa informasi posttest biasanya tersebar. Setelah uji ordinaris selesai
dilakukan uji homogenitas, konsekuensi uji homogenitas informasi mendapat nilai 0,05 sehingga
informasi dikatakan memiliki perbedaan homogen. Kemudian untuk perhitungan uji spekulasi dengan
Paired Sample Test yang menunjukkan nilai kepentingan 0,000
< 0,05 untuk keadaan ini berarti Ho ditolak dan Ha diakui. Sehingga spekulasi dari eksplorasi ini adalah
bahwa viabilitas setelah diberikan perlakuan menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
pada Pemahaman Bilangan Integritas Siswa Kelas IV SD Negeri 166 Palembang.
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk membantu
siswa mengatasi permasalahan pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika yang mengakibatkan
rendahnya nilai siswa dalam Matematika. Melalui model pembelajaran Think Pair Share (TPS), siswa
belajar secara berkelompok untuk bertukar pikiran dengan lingkungan belajar yang lebih berubah dan
tidak berulang.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikansi pada penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap
pemahaman materi siswa kelas IV SDN 166 Palembang. Berdasarkan dari hasil pengujian hipotesis
diperoleh nilai sig 2- tailed 0,000, <0,05, dalam hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat
disimpulkan bahwa menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) efektif untuk digunakan
dalam pembelajaran dan memberikan pengaruh yang signifikansi.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. H.(2020). Efektivitas pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi covid19. Research
and Development Journal of Education.
Gd. FIP B Lantai 5. Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Kota Bandung 40154. e-mail:
jpgsd@upi.edu website:http://ejournal.upi.edu/index.php/jpgsd/index
Abstract: This research is motivated by the lack of ability of third grade students in one of
the elementary schools in Cidadap District, Bandung City of understanding a text. The
purpose of this study is to describe the application of the PQ4R method to improve
reading comprehension skills of third grade students. The research method used is
Classroom Action Research with Kemmis and Mc Taggart models. Data collection
techniques, namely: observation, testing, and study documentation. Qualitative data were
analyzed using data reduction, data presentation, and data inference. Quantitative data
were analyzed using averages and percentages. The results showed that the application of
the PQ4R method (preview, question, read, reflect, recite, review) had been able to
improve reading comprehension skill of third grade students in elementary school.
Keywords: Methode PQ4R, Reading Comprehension Skills
PENDAHULUAN
Dalam Alquran ayat yang pertama kali turun adalah perintah membaca. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”(Al-
Alaq:1). Dengan membaca akan menambah ilmu pengetahuan yang kita punya. Dalam
pembelajaran di sekolah dasar membaca mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena
itu merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa.
Dalam konteks pembelajaran seorang guru harus menguasai metode pembelajaran membaca,
sebab proses belajar yang paling efektif dilakukan melalui kegiatan membaca. Membaca
merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai
informasi yang terdapat dalam tulisan (Dalman, 2014, hlm.2). Pembelajaran membaca di
sekolah dasar idealnya diarahkan agar mencapai beberapa tujuan utama. Dari pernyataan di
atas, dapat dinyatakan bahwa memahami suatu bacaan adalah tujuan akhir dari membaca. Di
sekolah dasar pembelajaran membaca menuntut siswa untuk memahami apa yang dibacanya.
Membaca pemahaman merupakan salah satu cara untuk memahami isi bacaan atau wacana
yang sedang dibaca. Sedangkan Somadayo (2011, hlm.10) mengemukakan bahwa membaca
pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan
isi bacaan. Pembelajaran membaca merupakan salah satu materi yang sangat penting dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Kemampuan membaca selalu ada dalam
setiap tema pembelajaran. Hal tersebut menunjukkan pentingnya penguasaan kemampuan
membaca karena kemampuan membaca merupakan salah satu standar kemampuan bahasa
dan sastra Indonesia yang harus dicapai dalam setiap jenjang pendidikan, termasuk di
jenjang sekolah dasar. Kemampuan membaca menjadi dasar yang utama bagi pengajaran
bahasa serta pengajaran mata pelajaran yang lain. Dalam hal ini membaca pemahaman
merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa sekolah
dasar. Dengan mempunyai kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, siswa dapat
memperoleh berbagai informasi dalam waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan hasil observasi di kelas III yang dilakukan peneliti pada tanggal 20-28
Februari 2019 di satu sekolah dasar di Kota Bandung menunjukan kemampuan membaca
pemahaman siswa masih rendah. Berdasarkan tes yang dilakukan kepada 26 siswa yang
hadir, nilai rata-rata kelas yang masih di bawah kriterian ketuntasan minimal yaitu 54,17
dengan ketuntasan belajar 18,5%. Terlihat dari hasil pengamatan siswa kesulitan
menentukan kalimat utama, membuat pertanyaan berdasarkan isi teks, menjawab
pertanyaan yang diberikan berdasarkan isi teks, kemudian ketika membuat kesimpulan
siswa juga mengalami kesulitan. Siswa di kelas sudah lancar membaca tidak mereka tidak
memahami bacaan yang telah mereka baca, hal ini terlihat ketika wali kelas
memberikan tugas untuk membaca sebuah teks pada buku, siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan dengan tepat, siswa juga merasa kesulitan ketika diharuskan
menuliskan informasi penting yang terdapat pada teks tersebut. Penemuan lain, proses
pembelajaran yang dilakukan oleh wali kelas belum menerapkan metode lain.
Pembelajaran masih teacher center yaitu masih berpusat pada guru dan belum
menekankan kepada student center atau pembelajaran yang berpusat pada siswa. Membaca
menjadi salah satu kunci siswa mengerti serta paham dengan materi pelajaran yang
diajarkan guru. Oleh karena itu, rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa harus
segera diatasi, apabila tidak diatasi siswa akan mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
Untuk mengatatasi masalah tersebut diperlukan suatu metode untuk meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman siswa.
Metode PQ4R (Preview, Questions, Read, Reflect, Recite, Review) merupakan metode yang
dikembangkan oleh Thomas dan Robinson. Metode PQ4R digunakan sebagai salah satu
alternatif pembelajaran bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Menurut Thomas dan Robinson (dalam Abidin, 2012, hlm. 100)
mengatakan bahwa proses belajar dengan menggunakan metode ini akan meningkatkan
kemampuan pemahaman yang tinggi yang dilandasi oleh konsentrasi yang baik pada saat
membaca dan mampu digunakan untuk mengingat informasi dalam jangka waktu yang
cukup lama. Al-Syihab (dalam Nasution, hlm. 26) menyatakan salah satu keunggulan
metode ini adalah memungkinkan siswa belajar lebih aktif, karena memberikan kesempatan
mengembangkan diri, diharapkan mampu memecahkan masalah sendiri dan bekerja sendiri.
metode PQ4R membantu siswa memahami suatu bacaan, dan metode PQ4R meningkatkan
konsentrasi siswa terhadap isi bacaan
Berikut ini adalah langkah- langkah metode pembelajaran PQ4R yang menurut
Trianto (2014, hlm. 179-
181)
1) Preview
Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas membaca selintas. Hal ini dimaksudkan
untuk mengenal bacaan. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum
isi bacaan. Langkah preview ini juga dapat dimulai dengan membaca topik, judul, subjudul
atau kalimat permulaan dan akhirnya saja.
2) Question
Setelah siswa membaca selintas, siswa dibimbing untuk membuat pertanyaan. Siswa
membuat pertanyaan berdasarkan isi teks yang dibaca dengan menggunakan kata apa, siapa,
di mana, kapan, mengapa dan bagaimana. Pertanyaan yang dibuat bisa diajukan kepada diri
sendiri atau kepada sesama pembaca untuk menjawab pertanyaan, kegiatan ini akan membuat
siswa membaca lebih hati-hati serta akan dapat membantu mengingat apa yang dibaca dengan
baik (Trianto, 2014, hlm. 180)
3) Read
Pada langkah ini siswa membaca kembali teks dengan seksama dan secara aktif.
Pikiran siswa harus bereaksi terhadap apa yang dibacanya (Trianto, 2014, hlm. 180). Reaksi
atau respon siswa berupa dengan mencari jawaban dari pertanyaan yang telah dibuat, atau
siswa lain yang menjawab pertanyaan yang dibuat temannya.
4) Reflect
Pada langkah ke empat ini siswa mempresentasikan hasil yang sudah diperoleh
melalui membaca di depan kelas.
5) Recite
Pada tahap ini siswa ditugaskan untuk membuat kesimpulan berdasarkan teks yang
telah dibacanya, dalam membuat kesimpulan diharuskan menggambarkan isi teks setiap
paragraf secara runtut. Menurut (Trianto, 2014, hlm 180) pada langkah kelima ini siswa
diminta untuk merenungi (mengingat) kembali informasi yang telah dipelajari. Siswa
membuat kesimpulan dari isi teks bacaan yang telah dipelajari dengan menuliskan butir-butir
penting dalam teks bacaan yang sudah dibaca sebelumnya
6) Review
Pada langkah terakhir, siswa dimita untuk membaca catatan singkat (intisari) atau
kesimpulan bacaan yang telah dibuatnya, mengulang kembali seluruh isi bacaan bila perlu
dan sekali lagi jawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Trianto, 2014, hlm. 181). Pada
langkah ini siswa akan ditugaskan membaca kembali kesimpulan yang telah dibuatnya dan
mempresentasikan di depan sebelum dilaksanakannya evaluasi. Hal ini dilakukan untuk
memperkuat kembali teks bacaan yang harus dipahami siswa.
Dalam pembelajaran di sekolah dasar membaca mempunyai kedudukan yang
sangat penting, karena itu merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh
siswa. Oleh karena itu, agar kemampuan membaca pemahaman siswa kelas III sekolah
dasar PNRM Kota Bandung meningkat, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas
dengan judul “Penerapan Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas III Sekolah Dasar”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode PQ4R untuk
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas III Sekolah Dasar.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) dengan desain
penelitian yang dikembangkan Kemmis dan Taggart. Metode penelitian pembelajaran
dengan menggunakan metode PQ4R. Selain itu data kualitatif juga digunakan untuk
mendeskripsikan hasil dari lembar kemampuan membaca pemahaman siswa setelah
dilakukan perhitungan sesuai dari data kuantitaif. Adapun hasil observasi dianalisis dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut: reduction (reduksi data), klasiifikasi data, data display,
conclusion/ verification (penyimpulan data).
Adapun data kuantitatif digunakan untuk melihat ada tidaknya peningkatan
terhadap hasil belajar siswa pada tes evaluasi kemampuan membaca pemahaman secara
individual. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
1) Penskoran Hasil Tes untuk menghitung nilai siswa digunakan sebagai berikut :
diberikan,
Langkah banyak siswa yang dalam
question membuat pertanyaan
tidak sesuai dan tidak ada
jawabannya, disebabkan
juga karena masih ada
beberapa siswa yang
belum mengerti contoh-
contoh kata tanya
5w+1h
Langkah Pada tahap ini ada siswa
read yang tidak membaca
kembali teks secara
seksama, disebabkan
kurangnya bimbingan
guru
Langkah guru kurang memberikan
recite penguatan tentang cara
membuat
Dari data yang tersaji diatas peneliti melakukan analisis pada setiap ketercapaian
indikator membaca pemahaman siswa kelas III. Berikut adalah indikator yang dijadikan alat
ukur dalam proses pembelajaran pada siklus I. Untuk indikator mienuliskan kalimat utama
mendapatkan presentase ketuntasan sebesar 51%. Pada indikator kedua yaitu membuat
pertanyaan mendapatakan presentase sebesar 77%. Pada indikator ketiga yaitu indikator
menjawab pertanyaan siswa mendapatkan persentase 82% dan ini merupakan ketercapaian
tetinggi dari indikator yang dinilai. Pada indikator ketiga yaitu membuat kesimpulan
mendapatkan persentase sebesar 56%.
Belum maksimalnya dikarenakan beberapa sebab. Diantara factor yang
mempengaruhi membaca pemahaman adalah sesorang dapat dengan mudah memahami
suatu bacaan jika seseorang tersebut mempunyai tradisi membaca. Sebaliknya jika kebiasaan
membaca kurang akan lebih sulit untuk memahami suatu bacaan (Somadayo, 2011, hlm. 28)
Sejalan dengan pendapat Lamb dan Arnol (dalam Somadoyo, 2011, hlm. 27) salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan membaca seseorang adalah faktor
intelektual yang mencakup metode mengajar guru, siswa akan kebingungan untuk
memahami apabila metode penyampaian materi yang diberikan guru terlalu cepat. Faktor
emosi dalam kegiatan membaca akan mempengaruhi kemampuan membaca seseorang.
Juga faktor kesiapan siswa menerima pelajaran.
Hasil kemampuan membaca pemahaman pada siklus I dapt dilihat pada tabel di
bawah ini
100.00% 50.00% 50%
50.00%
0.00%
Siswa TuntasSiswa Belum
Tuntas
Dari data yang tersaji pada grafik di atas dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki
nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 berjumlah 13 orang (50%)
sedangkan jumlah siswa yang memiliki nilai di bawah KKM yaitu berjumlah 13 orang
(50%). Hal tersebut menjelaskan bahwa secara klasikal kelas tersebut belum tuntas dalam
keterampilan menulis tegak bersambung, sebagaimana yang dijelaskan menurut Depdiknas
(dalam Tofan dan Ansori, 2015, hlm. 57) bahwa suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya
(ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥85% siswa yang telah tuntas
belajarnya. Maka peneleti akan melaksanakan siklus II dengan berlandasakan
perbaikan/hasil refleksi serta pembahasan yang sudah disampaikan sebelumnya. Adapun
rata- rata hasil kemampuan mebaca pemahaman siswa pada siklus I adalah 66,10.
Berdasarkan ketuntasan klasikal di atas karena belum mencapai 85% maka
dilaksanakan siklus II. Pada siklus II mengalami peningkatan karena pembelajaran
diperbaiki dari refleksi siklus I.
Perbaikan yang dilakukan pertama adalah memperbaiki media pembelajaran, guru
akan menggunakan media gambar dan video pada infokus. Ste & Syastra (2015)
mengemukakan fungsi dari media pembelajaran adalah sebagai sumber belajar. Di mana
dalam kalimat sumber belajar tersebut tersirat makna keaktifan yaitu sebagai penyalur,
penyampai, penghubung dan lain-lain. Perbaikan selanjutnya yaitu pada Penilaian hasil
pembelajaran guru akan Membuat kisi-kisi jawaban. Selanjutnya mempertegas punishment
adanya sanksi Dalam pembelajaran ini guru juga menerapkan sistem punishment dan
reward. Penghargaan dengan berbagai bentuknya memiliki peran menyihir dan memikat
hati, memperbaharui semangat, melebur kemalasan, mendorong keinginan menambah ilmu,
dan pengaruh-pengaruh positif lainnya yang ditimbulkan oleh penghargaan (Fu’ad, 2018,
hlm, 79). Adapun adanya sanksi hal ini membuat siswa lebih kondusif dalam mengikuti
pembelajaran.
Perbaikan selanjutnya yaitu pada kegiatan inti. Pada tahap preview uaitu sebelum siswa
mengerjakan LKS guru harus menjelaskan terlebih dahulu petunjuk pengerjaan agar
kegiatan membaca sekilas dilakukan serentak. Pada tahap question guru menjelaskan
terlebih dahulu contoh-contoh membuat pertanyaan dan memberi batasan dalam membuat
pertanyaan bahwa jawaban pertanyaan harus terdapat dalam teks yang telah dibaca. Pada
tahap read guru harus lebih memperhatikan dan membimbing siswa dalam membuat
pertanyaan, selain itu dengan adanya kejadian ini pada tahap ini tidak akan terjadi
penukaran lembar kerja siswa, namun diganti siswa akan menjawab sendiri pertanyaan
yang telah dibuatnya. Pada tahap recite Perbaikan yang dilakukan untuk siklus selanjutnya
adalah guru harus menjelaskan ketika siswa akan membuat kesimpulan. Pada tahap
review perbaikan yang dilakukan adalah dengan pemberian reward dan juga dilakukannya
ice breaking agar siswa terus focus dan semangat mengikuti pembelajaran sampai akhir.
Setelah dilaksanakan perbaikan perbaikan pada siklus II tersebut dapat dilihat tabel
peningkatan presentase kemampuan membaca pemahaman pada setiap indikator dari siklus
I ke siklus II berikut ini:
100.00%95.13%77.8000.7%7%82.9010.3%5%
80.77%
80.00% 51.00%56.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Siklus ISiklus II
Berdasarkan pada grafik di atas, peneliti melakukan analisis pada setiap ketercapaian
indikator membaca pemahaman siswa kelas III. Pada indikator menuliskan kalimat utama
dapat diketahui perolehan indikator menentukan kalimat utama pada siklus I yaitu
sebesar 50,00% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 95,13%. Peningkatan
kemampuan siswa dalam menentukan kalimat utama karena siswa pada saat pembelajaran
siklus II lebih kondusif pada saat mengikuti tahapan- tahapan metode PQ4R. Hal ini
diperkuat berdasarkan prinsip Menurut Mc. Laughlin & Allen (dalam Rahim, 2008, hlm.4)
yaitu pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam
proses membaca. Dalam proses membaca seorang pembaca harus mempunyai tujuan dan
dapat yang jelas memahami bacaan dengan baik. Selain itu, pembaca harus bisa
menggunakan strategi yang efketif untuk membangun makna dari apa yang dia baca.
Pada indikator kedua yaitu membuat pertanyaan pada siklus mendapatakan
presentase sebesar 77% sedangkan pada siklus 2 sebesar 80,77%. Peningkatan ini tidak
terlalu besar, Hal ini terjadi dikarenakan masih ada beberapa siswa yang membuat
pertanyaan tidak relevan dan tidak ada jawabannya dalam teks, dan beberapa siswa masih
ada yang belum memahami penerapan dari setiap kalimat tanya 5w+1h tersebut. Pada
indikator ketiga yaitu indikator menjawab pertanyaan siswa mendapatkan persentase 82%
pada siklus 1 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 91,35%. Hal ini karena siswa
aktif Pengikutsertaan adalah factor kunci pada proses pemahaman, sesungguhnya tindakan
seorang guru memberikan kesempatan pengikutsertaan kepada siswa dalam pembelelajaran
adalah metode yang bagus dalam mengoperasikan otak dan memacunya pada proses
pemahaman.
Pada indikator terakhir yaitu membuat kesimpulan pada siklus I mendapatkan
persentase sebesar 56% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 80,77%. Hal tersebut
dapat kita simpulakn bahwa terjadi peningkatan sebesar 24,77%. Peningkatan ini terjadi
dikarenakan guru menjelaskan terlebih dahulu tentang kiat-kiat dalam membuat kesimpulan
dalam membuat kesimpulan. Sehingga siswa bisa membuat kesimpulan dengan cukup baik.
Meskipun pencapaian indikator ini masih belum maksimal. Sesuai dengan prinsip membaca
pemahaman yaitu Guru yang membaca profesional (unggul) akan mempengaruhi belajar
siswa, seorang guru yang baik adalah guru yang dapat memberikan petunjuk kepada
muridnya. Guru tersebut dapat memberikan pemahaman yang baik kepada siswanya, Dalam
pembelajaran membaca guru berperan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
membaca. Guru yang unggul tentu dapat mendorong dan memberikan motivasi kepada
muridnya.
100%92.30%
80%
60% 50%
40%
20%
0%
Siklus I Siklus II
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan pada penelitian siklus
II adalah sebesar 92,30%. Sementara itu peneliti pada bab sebelumnya menentukan bahwa
ketuntasan peneletian sebesar ≥85%, hal ini sesuai dengan pendapat Depdikbud (dalam
Trianto, 2014, hlm. 24) bahwa suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas
tersebut terdapat ≥85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa penelitian ini sudah mencapai keberhasilan dan silus dapat diberhentikan
karena ketuntasan penelitian secara klasikal mencapai 92,20%. Adapun nilai rata-rata yang
diperoleh pada pada siklus adalah 66,10, lalu pada siklus II meningkat kembali menjadi
87,00. Kita dapat mengetahui bahwa penerapan metode pembelajaran PQ4R (preview,
question, read, reflect, recite, review) dapat meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman siswa.
Maka, berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa penelitian sudah
dapat dihentikan.
SIMPULAN
Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian tindakan kelas yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode PQ4R dapat meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman siswa kelas III sekolah dasar PNRM di Kecamatan Cidadap Kota Bandung.
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang peneliti buat sesuai dengan sistematika penulisan RPP
berdasarkan Permendikbud No. 22 Tahun 2016 dan Kurikulum 2013 serta disesuaikan dengan
langkah-langkah metode PQ4R. Berdasarkan pelaksanaan siklus I, terdapat beberapa kegiatan
yang belum baik atau kekurangan, dengan dilaksanakannya perbaikan berdasarkan refleksi
siklus I maka pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan. Penerapan metode
pembelajaran PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review) dapat meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman siswa kelas III sekolah dasar.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Refika Aditama.
Dalman. (2014). Keterampilan Membaca. Depok : PT. Rajagrafindo Persada.
Fu’ad. (2018). Begini Seharusnya Menjadi Guru. Jakarta: Darul Haq.
Nasution, N, H. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran PQ4R Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas X SMA Materi Ekosistem. Proceeding of Biology Education, (1)(1), hlm. 24-
29.
Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Setiawardani, W. (2013). Penggunaan Media Audio-Visual Video pada Pembelajaran
Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara. Antologi PGSD
Bumi Siliwangi, 1(3), 1–9.
Somadayo, S. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Ste, A. S., & Syastra, M. T. (2015). Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi. CBIS Journal, 3(2), hlm. 78-90.
Sudjana, Nana. (2016). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Tofan, S & Ansori, A. (2015). Penggunaan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan
Motivasi dan Prestasi Siswa Pada PembelajaranMata Diklat Sistem Bahan Bakar
Bensin Di Kelas XI TKR SMK Hidayatulah Ummah Balong Panggan. JPTM. 1
(4),
hlm. 54-62.
Trianto. (2014). Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi, dan Implementasinya
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Bumi Aksara.
Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ulmarfu’ah, Syaripudin, Heryanto, Penerapan Metode CIRC untuk Meningkatkan Kemampuan
Gd. FIP B Lantai 5. Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Kota Bandung 40154. e-mail:
jpgsd@upi.edu website:http://ejournal.upi.edu/index.php/jpgsd/index
pendidikan formal, salah satu isi beberapa faktor, diantaranya yaitu siswa
kurikulumnya yaitu Bahasa Indonesia. kurang memiliki kesadaran bahwa dengan
Ruang lingkup pembelajaran Bahasa membaca mereka akan menemukan banyak
Indonesia mencakup empat aspek informasi. Selain itu siswa sangat terfokus
keterampilan yaitu keterampilan pada guru. Hal ini disebabkan karena
menyimak/mendengarkan, keterampilan pembelajaran dikelas lebih terpusat pada
berbicara, keterampilan membaca,dan guru (teacher centered), sehingga guru lebih
keterampilan menulis. Keterampilan- aktif dibanding siswa dan mengakibatkan
keterampilan berbahasa tersebut siswa menjdi ketergantungan terhadap
mempunyai keterkaitan dari satu informasi yang diberikan oleh guru, tanpa
keterampilan dengan keterampilan lainnya. adanya keinginan menemukan informasi
Dan salah satu aspek yang paling penting sendiri melalui membaca.
adalah aspek keterampilan membaca. Proses pembelajaran yang didominasi
Menurut Tarigan (2013, hlm.7) oleh guru kurang tepat untuk diterapkan
membaca adalah suatu proses yang dalam pembelajaran membaca pemahaman.
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca Karena pembelajaran menjadi tidak menarik
untuk memperoleh pesan atau informasi, dan membuat siswa merasa jenuh serta
yang hendak disampaikan oleh penulis terbebani, suasana belajar menjadi tidak
melalui media kata-kata atau bahasa tulis. menyenangkan. Dalam kondisi dan situasi
Maksudnya adalah Membaca merupakan seperti itu, kemampuan siswa untuk
sebuah kegiatan yang dapat memberikan menerima dan memahami materi pelajaran
sebuah informasi yang hendak disampaikan pun tidak maksimal.
penulis melalui tulisannya, yang dapat Berdasarkan hasil wawancara yang
dimanfaatkan sebagai suatu ilmu dilakukan terhadap wali kelas V Sekolah
pengetahuan baru bagi para pembacanya. Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota
Darmiyati Zuchdi & Budiasih (dalam Bandung, dalam penelitian ini diperoleh
Tristiantari&Sumantri, 2016, hlm.205) data bahwa faktor-faktor penyebab
menyatakan bahwa tujuan akhir dari timbulnya permasalahan yaitu, siswa sulit
membaca adalah memahami isi bacaan. memahami isi teks bacaan yang di bacanya,
Ketika siswa belum dapat memahami isi siswa kesulitan untuk menemukan makna
bacaan maka dapat dikatakan siswa belum kata dan siswa masih kesulitan dalam
mencapai tujuan membaca. Hal tersebut menceritakan kembali isi teks dengan
tentunya menjadi sebuah masalah, menggunakan bahasanya sendiri.
dikarenakan ketika siswa tidak mencapai Berdasarkan hasil observasi yang
tujuan membaca maka siswa pun belum telah dilakukan peneliti di kelas V salah
mampu mencapai tujuan pembelajaran. satu SD di Kota Bandung, diperoleh data
Membaca pemahaman merupakan hasil pretest dari sebuah teks yang dibaca
keterampilan yang sangat penting untuk siswa nilai rata-rata siswa yaitu 62,5 dengan
dikuasi siswa, karena kemampuan membaca nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 80, dari
pemahaman merupakan modal utama bagi 32 siswa terdapat 7 siswa yang mencapai
siswa untuk memperoleh informasi dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
pengetahuan. semakin banyak membaca telah ditetapkan yaitu 75. Dari nilai tersebut
semakin banyak pula informasi yang terlihat bahwa pretest yang berkaitan
diperoleh siswa. dengan teks, masih banyak siswa yang salah
Membaca menjadi hal yang penting menjawab. Hal inipun dapat terlihat ketika
karena berfungsi sebagai jembatan yang siswa diberi pertanyaan mengenai isi bacaan
menghubungkan pengetahuan baru anak. yang dibaca, siswa tidak menjawab dengan
cepat dan harus membuka kembali bahan
Rendahnya kemampuan siswa dalam bacaan yang dibacanya. Ketika diminta
membaca pemahaman disebabkan oleh
observasi, dan refleksi yang merupakan Menurut Abidin (2010, hlm. 27) proses
suatu langkah yang terstruktur dan pengukuran terhadap pemahaman membaca
berurutan dalam satu siklus yang seseorang dapat digunakan rumus berikut.
berhubungan dengan siklus berikutnya.
Subjek atau pasrtisipan dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah siswa
kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan
Sukajadi Kota Bandung, semester genap Sedangkan analisis data
tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 32 kuantitatif menggunakan statistik
siswa, yang terdiri dari 17 siswa laki- laki deskiptif persentase untuk menganalisis
dan 15 siswa perempuan. data yang berkaitan dengan kemampuan
Penelitian Tindakan Kelas ini membaca pemahaman siswa
menggunakan teknik analisis data menggunakan skala bertingkat dengan
kuantitatif dan analisis data kualitatif. Data
kriteria selalu, sering, jarang, dan tidak
kuantitatif diperoleh dari data hasil
kemampuan membaca pemahaman siswa pernah atau baik sekali, baik, cukup,
pada lembar kerja siswa. Sementara data kurang (Sugiyono, 2014, hlm. 93).
kualitatif diperoleh dari hasil deskripsi pada
lembar observasi mengenai keterlaksanaan Tabel 2. Skala Penilaian kemampuan
kegiatan guru dan siswa pada saat proses membaca pemahaman
pembelajaran di kelas yang menerapkan Kriteria Bobot
metode CIRC (Cooperative Integrated Baik Sekali 4
Reading and Composition), serta data yang Baik 3
diperoleh dari studi dokumentasi. Cukup 2
Teknik pengumpulan data yang Kurang 1
digunakan yaitu observasi, catatan
2. Menghitung KKM dan Rentang Nilai
lapangan dan tes. Adapun instrumen
Kriteria Ketuntasan Minimun atau
penelitiannya dengan menggunakan
KKM untuk pembelajaran mengacu pada
lembar observasi, catatan lapangan dan soal
KKM di sekolah yaitu 75. Untuk
tes. Tes dilakukan pada setiap siklus untuk
mencari rentang nilainya yaitu dengan
mengukur dan mengetahui hasil
cara sebagai berikut:
kemampuan membaca pemahaman siswa.
Adapun indikator yang akan dinilai dalam Rentang Nilai = Nilai Maks-KKM
kemampuan membaca pemahaman siswa
yang digunakan oleh peneliti, 3
diantaranya yaitu: menjawab pertanyaan (Permendikbud, 2016, hlm.46)
sesuai dengan isi teks, menentukan
makna kata sulit, dan menceritakan Sehingga dapat dikategorikan
kembali teks dengan menggunakan sebagai berikut.
bahasa sendiri.
1. Menghitung kemampuan
membaca pemahaman Tabel 3. Rentang Nilai KKM
3. Perhitungan nilai rata- nilai akan rata-rata menurut
LKS Skor
75 ˂ C ≤ 79 Kriteria
C (Cukup)
rata kelas Adapun untuk
mengolah data yang men 90 ˂
D ˂ 75A ≤ 100 A (Baik
D (Perlu Sekali)
Bimbingan)
diproleh dari hasil ggun 80 ˂(2013,
Nurgiantoro B ≤ 89hlm. 242) B (Baik)
dengan rumus:
Nilai = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑓) × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 (𝑛)
4. Perhitungan men
persenntase ghit
ketuntasan siswa ung
Menurut Depdikbud, pers
kelas dikatakan sudah enta
tuntas secara klasikal jika se
telah mencapai 85% dari ketu
seluruh siswa memperoleh ntas
Kriteria Ketuntasan an
Minimum (KKM). Seperti bela
yang telah dikatakan oleh jar
Depdikbud (dalam adal
Trianto, 2010, hlm. 241) ah
juga menyatakan bahwa seba
suatu kelas dinyatakan gai
tuntas belajar jika dalam beri
kelas tersebut terdapat ≥ kut.
85% siswa yang tuntas.
Adapun rumus
Analisis kualitatif diperoleh yang telah dibaca dengan menggunakan
melalui hasil observasi terhadap bahasa sendiri, seringkali siswa masih
aktivitas guru dan aktivitas siswa kebingungan dan hanya menyalin kata- kata
dari bacaan tersebut. Juga ditambah dengan
dalam pembelajaran membaca
siswa banyak menanya arti dari suatu kata
pemahaman. Teknik analisis data yang ada dalam teks yang dibacanya.
kualitatif dilakukan melalui tiga tahap Sehingga persentase kentuntasan yang
yang mengacu pada pendapat Miles diperoleh dari tahap pra siklus sekitar hanya
dan Huberman (dalam Muclish, 2014, mencapai 16%.
hlm. 91), yaitu reduksi data, paparan Hasil dari data pra siklus tersebut,
data, dan penarikan kesimpulan peneliti segera melakukan penelitian
tindakan kelas untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan membaca
HASIL DAN PEMBAHASAN
pemahaman siswa kelas V dengan
Berdasarkan hasil observasi yang menggunakan metode C
dilakukan peneliti dalam tahap pra siklus IRC (Cooperative Integrated Reading
di kelas V SDN 076 S, peserta didik and Composition).
ternyata memiliki kesulitan dan Penelitian tindakan kelas ini
kekurangan dalam hal kemampuan dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus
membaca pemahaman. Hal tersebut dapat terdiri dari satu pembelajaran yang
terlihat ketika siswa diberi pertanyaan dilaksanakan pada satu kali pertemuan
mengenai isi teks bacaan yang dibaca, dengan menerapkan metode CIRC
siswa tidak menjawab dengan cepat dan (Cooperative Integrated Reading and
harus membuka kembali bahan bacaan Composition). Pada setiap pelaksanaan
yang dibacanya. Ketika diminta siklus peneliti dibantu oleh observer untuk
menceritakan kembali teks atau bacaan memperoleh temuan positif dan negatif
dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh yang tidak mau berkelompok dengan teman
siswa dan guru. Hasil temuan tersebut sebangkunya. Selanjutnya guru memberikan
peneliti gunakan sebagai bahan untuk pertanyaan kepada siswa dengan mengamati
refleksi dalam membuat rencana dua gambar yang berbeda . Namun beberapa
perbaikan pada siklus selanjutnya. siswa masih kurang aktif dalam
1. Rencana Pelaksanaan mengungkapkan pendapatnya. Sedangkan
Pembelajaran Rencana Pelaksanaan pada siklus II dengan menerapkan tahap
Pembelajaran prabaca siswa di kelompokkan secara
yang peneliti susun untuk berpasangan sesuai dengan tempat duduk.
pelaksanaan siklus I dan siklus II Semua siswa mau berkelompok dengan
mengacu pada Permendikbud No.22 sesuai tempat duduknya. Selanjutnya, guru
Tahun 2016 tentang Standar Proses memberikan pertanyaan kepada siswa
Pendidikan Dasar dan Menengah. dengan mengamati gambar yang berbeda.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini Siswa sudah mulai aktif dalam menjawab
disusun sesuai dengan sistematika pada pertanyaan dan mengungkapkan
kurikulum 2013. Susunan Rencana pendapatnya.
Pelaksanaan Pembelajaran terdiri dari: Kegiatan pembelajaran dengan
identitas menerapkan Tahap Membaca. Siswa
Ketika sedang membaca bergantian, siswa mencari makna nya melalui kamus yang
yang bertugas sebagai pendengar terdapat di handphone. Tetapi tidak seluruh
mengikuti dan membetulkan kesalahan siswa membawa handphone mengakibatkan
yang dibuat oleh pembaca. Siswa siswa bergantian mencari makna kata
membetulkan kesalahan ketika temannya masing-masing, sehingga pada tahap ini
membaca. sedikit memakan waktu banyak
Kegiatan pembelajaran dengan dibandingkan tahapan yang lain. Sedangkan
menerapkan langkah kegiatan menuliskan pada siklus II dengan menerapkan kegaiatan
struktur teks, siswa diminta untuk langkah membaca nyaring, siswa diminta
berkreasi dengan menggambar kembali untuk menemukan kata-kata sulit yang
benda yang diiklankan tersebut pada terdapat pada teks, dan menuliskan kata-
selembar kertas yang telah disediakan. kata tersebut kedalam tabel yang telah
Namun pada saat menggambar, ada saja disediakan. Setelah menemukan dan
siswa yang masih bertanya mengenai apa menuliskan kata-kata sulit, siswa mencari
yang harus digambar, siswa tersebut tidak makna dari kata-kata sulit tersebut melalui
memperhatikan, dan pada saat siswa kamus yang ada di handphone. Siswa yang
diminta untuk maju kedepan untuk tidak
menunjukkan hasil gambarnya dan
menyampaikan alasan kenapa memilih membawa handphone tetap mencari
gambar tersebut. Tidak ada siswa yang makna kata melalui kamus yang telah di
mau maju kedepan untuk menunjukkan fasilitasi oleh guru meskipum terbatas, dan
hasil gambarnya. Sedangkan pada siklus tidak memakan waktu yang cukup lama.
II dengan menerapkan langkah kegiatan Siswa mengerjakan tugas individunya
menuliskan struktur teks, siswa langsung dengan tertib, dan terlihat meningkat.
berkreasi dengan menggambar kembali Kegiatan pembelajaran dengan
benda yang diiklankan, dan ada beberapa menerapkan kegiatan menceritakan
siswa yang mau maju kedepan untuk kembali, pada siklus I, siswa menceritakan
menunjukkan hasil gambarnya dan kembali teks materi yang telah mereka baca,
menyampaikan alasan kenapa memilih baik secara senyap maupun nyaring yang
gambar tersebut, siswa sudah mulai aktif dilakukan bersama teman. Saat sedang
dalam kegiatan menulis struktur teks ini. menceritakan kembali teks, siswa
Kegiatan pembelajaran dengan diharuskan menggunakan bahasa atau kata-
menerapkan langkah kegiatan membaca kata mereka sendiri, dan dituliskannya di
nyaring. Pada siklus I siswa diminta untuk lembar kerja yang telah disediakan. Pada
menemukan kata-kata sulit atau kosakata tahap ini beberapa siswa terlihat mulai tidak
baru yang terdapat pada teks. Setelah kondusif dan banyak mengobrol dengan
siswa sudah menemukan kata- kata sulit teman kelompok lain. Masalah terbesar
atau kosakata baru yang mereka tidak pada tahap ini adalah siswa belum paham
ketahui, siswa menuliskan kata-kata sulit apa yang di maksud dengan menceritakan
tersebut pada tabel kata sulit yang terdapat kembali dengan menggunakan bahasa
di lembar kerja yang sudah disediakan. sendiri. Sebagian besar siswa hanya
Kegiatan selanjutnya yaitu makna kata. menuliskan ulang teks yang ada di buku
siswa mencari makna dari kata-kata sulit siswa. Banyak siswa yang bertanya kepada
tersebut melalui kamus. Sebelumnya guru guru, namun pada akhirnya tetap belum
tidak menginstruksikan terlebih dahulu dapat menceritakan kembali teks dengan
kepada siswa untuk membawa kamus, menggunakan bahasa sendiri secara benar
sehingga ketika mencari makna kata-kata dan tepat. Sedangkan pada siklus II dengan
sulit banyak siswa yang bertanya dan menerapkan langkah kegiatan menceritakan
kebingungan. Namun ada juga siswa yang kembali, siswa menceritakan
75
70 Tabel 5 Tingkat keetuntasan
70 membaca pemahaman siswa siklus II
Jumlah
65 62.5 Kriteria Persentase
Siswa
60 Tuntas 29 94%
Belum
55 3 6%
Pra siklus Siklus I
Tuntas
Jumlah 32 100%
Gambar 2 Perbandingan nilai Siswa dikatakan tuntas ketika mencapai
rata-rata hasil belajar membaca atau melebihi nilai KKM. Pada Prasiklus,
pemahaman kelas V siswa yang mencapai KKM sebanyak 7
orang siswa atau sebesar 16% dari jumlah
Penelitian terhadap kemampuan siswa keseluruhan. Sedangkan pada siklus I
membaca pemahaman siswa ini diukur meningkat menjadi 17 orang atau sebesar
berdasarkan 3 indikator kemampuan 59% dari jumlah siswa keseluruhan. Pada
membaca pemahaman yaitu menjawab siklus II siswa yang mencapai KKM
pertanyaan sesuai dengan isi teks, meningkat kembali menjadi 29 orang siswa
menentukan kata sulit dan maknanya, dengan ketuntasan belajar sebesar 94%. Jika
dan menceritakan kembali teks dengan digambarkan dalam bentuk diagram, maka
menggunakan bahasa sendiri dengan diperoleh hasil sebagai berikut.
rentang skor 1-4. Berikut gambar yang
menunjukkan hasil dari setiap indikator 100% 94%
kemampuan membaca pemahaman 80%
59%
siswa 60%
40%
16%
80.00% 71.11% 68.20% 20%
70.00% 0%
60.00% 41.30%
50.00% Pra siklusSiklus ISiklus II
40.00%
30.00% Gambar 4 Perbandingan
20.00% MenjawabMenentukanMenceritakan persentase ketuntasan belajar siswa
10.00% pertanyaanmakna kata sulit kembali teks sesuai
0.00% dengan isidengan
teksmenggunakan
Adapun nilai rata-rata kelas dari
bahasa sendiri kemampuan membaca pemahaman siswa
Gambar 3 Ketercapaian pada siklus II adalah 90 dimana sudah
Indikator Kemampuan Membaca mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum
Pemahaman siswa siklus I (KKM) yaitu 75. Perbandingan nilai
rata-rata hasil belajar siswa dalam
Tingkat ketuntasan membaca membaca pemahaman pada prasiklus,
pemahaman siklus II siklus I, dan siklus II digambarkan dalam
Hasil tes kemampuan membaca bentuk diagram sebagai berikut.
pemahaman siswa dengan menerapkan 100 90
metode CIRC pada siklus II dapat 62.5 70
dikatakan meningkat, persentase 50
ketuntasan membaca pemahaman siswa
pada siklus II dapat dilihat sebagai
berikut. 0
Pra SiklusSiklus ISiklus II
Abstract
This research ai ms to study learning scenarios, equations and differences, as well as the
relevance or application of learning using the PAIKEM approach. This research uses a type of
literature research (Qualitative Research) that aims to find and collect data, compile, use and
interpret existing data. As for this research approach using the library research approach. The
data sources used are primary and secondary data. The methods used are data analysis methods
such as analytical descriptive methods and comparative methods. The scenario of implementing
PAIKEM approach in the thesis entitled Paikem Implementation to Improve Students' Learning
Performance in Understanding Multiplication of Numbers and The Existence of Objects in Grade
II SDN 3 Ciharashas (Theme of Playing in My Environment, Subtheme of Playing in A Friend's
House, Learning 3). In 2016, the Implementation of PAIKEM Model in Improving Student
Learning Outcomes Material Properties – The Symmetry of Flat Building In Grade V of SD Negeri
15 Baruga Kendari. In 2018, and the influence of PAIKEM Strategy on the Interest of Learning
Mathematics Students Grade VII MTs. NURUSSALAMAH MONTONG ARE YEAR OF LESSONS
2016/2017 is in accordance with the implementation of learning to improve students' learning
outcomes. This is evidenced by the significant increase in student learning outcomes after the
application of PAIKEM approach to the learning process. The equation in the research conducted
by the authors on the three thesis lies in the use of the learning startegi used namely PAIKEM
and the material discussed in the three thesis related to mathematics subjects. While the
difference lies in the research methods used as well as the research subjects. The relevance of
the application in the three thesis appears to be related to PAIKEM in improving student learning
outcomes. This is evidenced based on the data of paikem learning implementation results in the
three thesis. So it can be concluded that the PAIKEM approach can be used for math subjects
written in the title Of Paikem Approach Application for Grade II Elementary Students To
Measure Students' Understanding of Object Length Comparison Materials.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah konsep pembelajaran, persamaan dan perbedaan,
serta relevansi atau penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PAIKEM.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Qualitatif Research/Library Research)
yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta
menafsirkan data yang sudah ada. Adapun pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian pustaka.. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Metode yang digunakan adalah metode analisis data diantaranya adalah metode deskriptif
analitis dan metode komparatif. Konsep penerapan pendekatan PAIKEM pada skripsi yang
berjudul Penerapan PAIKEM Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Memahami
Perkalian Bilangan dan Wujud Benda di Kelas II SDN 3 Ciharashas (Tema Bermain di
Lingkunganku, Subtema Bermain di Rumah Teman, Pembelajaran 3). Tahun 2016, Penerapan
Model PAIKEM Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Sifat – sifat Simetri Bangun
Datar Di Kelas V SD Negeri 15 Baruga Kendari. Tahun 2018, dan Pengaruh Strategi PAIKEM
Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTs. NURUSSALAMAH MONTONG
ARE TAHUN PELAJARAN 2016/2017 sudah sesuai dengan implementasi pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil belajar siswa
secara signifikan setelah diterapkannya pendekatan PAIKEM pada proses pembelajaran.
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh penulis pada ketiga skripsi tersebut
terletak pada penggunaan startegi pembelajaran yang digunakan yaitu PAIKEM dan materi yang
dibahas pada ketiga skripsi tersebut berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Sedangkan
perbedaannya terletak pada metode penelitian yang digunakan serta subjek penelitian.
Relevansi penerapan pada ketiga skripsi tersebut terlihat ada keterkaitan PAIKEM dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan berdasarkan data hasil penerapan
pembelajaran PAIKEM pada ketiga skripsi tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan
PAIKEM dapat digunakan untuk mata pelajaran matematika yang ditulis dalam judul Penerapan
Pendekatan PAIKEM Untuk Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Pada Materi
Perbandingan Panjang Benda.
Kata Kunci: Pendekatan PAIKEM, Mengukur Pemahaman, Materi Perbandingan Panjang Benda
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasakan oleh peserta didik sulit
untuk diserap dan dipahami Abdi (Fitriani, Maulana, 2016:40). Menurut Maulana
(Fitriani, Maulana, 2016:40) sulitnya memahami pelajaran matematika itu diperkirakan
berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang tidak membuat peserta didik senang
dan simpatik terhadap matematika, pendekatan yang dilakukan guru matematika pada
umumnya kurang bervariasi. Padahal di sisi lain matematika merupakan mata pelajaran
yang berguna bagi dirinya sendiri dan juga bagi mata pelajaran lain. Salah satu tujuan
pembelajaran matematika adalah memahami konsep matematika, sehingga guru harus
mampu membuat siswa paham akan konsep matematika bukan hanya sekadar hafal saja.
Namun sayangnya di tingkat sekolah dasar kemampuan ini masih belum dimiliki secara
utuh oleh siswa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Humardani
(2010) di Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon yang menjelaskan bahwa rata-rata
nilai tes kemampuan pemahaman siswa pada saat pretes sebesar 39,16, setelah
dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and
Learning (CTL) diperoleh peningkatan sehingga diperoleh hasil sebesar 60,14. Meskipun
terjadi peningkatan namun tampak bahwa nilai tersebut masih rendah. Hal ini karena
pembelajaran yang diterima oleh siswa masih belum optimal, sehingga hasil yang
diperoleh siswa pun tidak optimal. Selain itu saya sebagai peneliti pun mendapatkan data
dari hasil nilai ulangan matematika siswa kelas II di SDN 3 Ciharashas masih sangat
rendah. Itu terlihat dari masih banyanknya siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM.
Sebuah proses pembelajaran mutlak diperlukan adanya sebuah strategi pembelajaran. Hal
ini dimaksudkan supaya proses pembelajaran tidak berlangsung seadanya. Pembelajaran
haruslah berlangsung dengan terencana, dampak instruksional dan dampak pentingnya
harus sudah terproyeksikan sebelumnya. Salah satu pembelajaran yang diakui sebagai
strategi pembelajaran inovatif serta dapat menjadi solusi atas kemonotonan pembelajaran
di kelas yaitu strategi pembelajaran PAIKEM.
PAIKEM merupakan sebuah kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan siswa untuk
melakukan kegiatan yang berbeda-beda dalam rangka mengembangkan keterampilan dan
pengetahuannya, dengan menekankan siswa belajar sambil bermain, sementara guru
dapat menggunakan berbagai media untuk membantu proses pembelajaran (termasuk
pemanfaatan lingkungan), agar pembelajaran lebih menyenangkan dan efektif. Djamarah
(Sa’adah, 2018:13).
Penerapan PAIKEM dilatarbelakangi dengan kenyataan bahwa model pembelajaran
selama ini senantiasa membuat siswa merasa bosan dalam belajar, dimana siswa hanya
duduk pasif mendengarkan penjelasan guru, tanpa ada reaksi apapun kecuali mencatat di
buku tulis atas apa yang dijelaskan oleh guru. Hal ini yang mengakibatkan pada kurang
optimalnya penguasaan materi pada diri siswa. Berdasarkan dari permasalahan diatas
penulis melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Pendekatan PAIKEM Untuk
Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Pada Materi Perbandingan
Panjang Benda”. Penelitian ini bertujuan untuk 1). untuk mengetahui konsep Pendekatan
PAIKEM Untuk Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Pada Materi
Perbandingan Panjang Benda, 2). mengetahui persamaan dan perbedaan konsep
Penerapan Pendekatan PAIKEM Untuk Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman
Siswa Pada Materi Perbandingan Panjang Benda. 3). mengetahui relevansi Penerapan
Pendekatan PAIKEM Untuk Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa
Pada Materi Perbandingan Panjang Benda.
Pendekatan PAIKEM
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Menurut Jauhar (Zahro dkk, 2015:2) PAIKEM adalah pendekatan
mengajar yang digunakan dengan metode tertentu dengan berbagai media yang disertai
penataan lingkungan belajar agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pendekatan PAIKEM memungkinkan siswa
melakukan kegiatan berbeda untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diajarkan sehingga pembelajaran berpusat pada siswa.
Menurut Daryanto dan Syaiful karim ( munawaroh, 2019 : 47) PAIKEM merupakan
singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Selanjutnya PAIKEM diartikan sebagai pendekatan mengajar (approach to teaching)
yang digunakan bersama metode tertentu dengan bantuan berbagai media pembelajaran
yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, sehingga para siswa merasa tertarik
dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Menurut Rusman
(2010:322) pembelajaran PAKEM adalah model pembelajaran yang menjadi pedoman
dalam bertindak guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan pelaksanaan
pembelajaran PAKEM, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat berkembang
menggunakan berbagai macam inovasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Heriawan, Darmajari & Sanjaya
(2012:15) menyebutkan bahwa karakteristik PAIKEM adalah a).Mengalami (pengalaman
belajar) antara lain: melakukan pengamatan, melakukan percobaan, melakukan
penyelidikan, melakukan wawancara, Siswa belajar banyak melalui berbuat;Pengalaman
langsung mengaktifkan banyak indera.b).Komunikasi, bentuknya antara
lain :Mengemukakan pendapat, presentasi laporan, memajangkan hasil kerja, ungkap
gagasan. c).Interaksi, bentuknya antara lain : diskusi, tanya jawab, lempar lagi
pertanyaan, kesalahan makmna berpeluang terkoreksi, makna yang terbangun semakin
mantap. d).Refleksi, yaitu memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.
Tahap estimasi atau perkiraan panjang yaitu bentuk perbandingan panjang yang
dilakukan secara mental. Menurut Van de Walle (Rochmah,2014:17) tahap estimasi
membantu siswa fokus terhadap atribut yang diukur, menumbuhkan motivasi, dan
membantu mengenalkan satuan pengukuran. Tahap pengukuran panjang adalah
membandingkan suatu benda dengan benda lain yang menjadi satuan pengukuran.
Perbandingan tidak langsung merupakan awal munculnya pengukuran. Pihak ketiga pada
perbandingan tidak langsung dikembangkan menjadi satuan pengukuran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang
digunakan adalah kepustakaan (library research), yang berarti mengumpulkan data atau
karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang
bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah
yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-
bahan pustaka yang relevan.
Penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research), yaitu yang bahan-
bahannya adalah buku - buku perpustakaan dan sumber-sumber lainnya yang kesemuanya
berbasis kepustakaan (Hadi, 1995: 3). Dalam pencarian teori, peneliti akan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan.
Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari buku, jurnal, majalah, hasil-hasil
penelitian dan sumber-sumber lainnya yang sesuai. Bila telah memperoleh kepustakaan
yang relevan, maka segera disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian.
Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi p5r7oses umum seperti mengidentifikasi teori
secara sistematis, penemuan pustaka dan analisis dokumen yang memuat informasi yang
berkaitan dengan topik penelitian.
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh penulis pada ketiga skripsi
tersebut terletak pada penggunaan startegi pembelajaran yang digunakan yaitu PAIKEM
dan Materi yang dibahas pada ketiga skripsi tersebut berkaitan dengan mata pelajaran
matematika. Perbedaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh penulis pada ketiga
skripsi tersebut adalah metode penelitian yang digunakan PTK yang berjudul Penerapan
PAIKEM Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Memahami Perkalian
Bilangan dan Wujud
Benda di Kelas II SDN 3 Ciharashas (Tema Bermain di Lingkunganku, Subtema Bermain di
Rumah Teman, Pembelajaran 3). Tahun 2016 adalah deskriptif kualitatif dan Metode
penelitian yang digunakan pada jurnal yang berjudul Penerapan Model PAIKEM Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Sifat – sifat Simetri BANGUN Datar Di Kelas V
SD Negeri 15 Baruga Kendari. Tahun 2018 adalah deskriptif kuantitatif. Sedangkan
metode penelitian yang digunakan pada skripsi yang berjudul Pengaruh Strategi PAIKEM
Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTs. NURUSSALAMAH MONTONG
ARE TAHUN PELAJARAN
2016/2017 adalah quasi eksperimen. Subjek penelitian pada skripsi yang berjudul
Penerapan PAIKEM Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Memahami
Perkalian Bilangan dan Wujud Benda di Kelas II SDN 3 Ciharashas (Tema Bermain di
Lingkunganku, Subtema Bermain di Rumah Teman, Pembelajaran 3). Tahun 2016 dan
jurnal yang berjudul Penerapan Model PAIKEM Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Materi Sifat – sifat Simetri BANGUN Datar Di Kelas V SD Negeri 15 Baruga Kendari.
Tahun 2018 subjek penelitiannya adalah siswa Sekolah Dasar sedangkan pada skripsi
yang berjudul Pengaruh Strategi PAIKEM Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa
Kelas VII MTs. NURUSSALAMAH MONTONG ARE TAHUN PELAJARAN 2016/2017 adalah
siswa Sekolah Menengah Pertama.
Penerapan/Relevansi Pada ketiga skripsi tersebut terlihat ada keterkaitan PAIKEM dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Ketiga skripsi tersebut cocok digunakan untuk mata
pelajaran matematika yang ditulis dalam judul Penerapan Pendekatan PAIKEM Untuk
Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Pada Materi Perbandingan
Panjang Benda.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian kualitatif data sekunder
ini, maka dapat disimpulkan bahwa: Konsep penerapan pendekatan PAIKEM pada ketiga
skripsi yang berjudul Penerapan PAIKEM Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Dalam Memahami Perkalian Bilangan dan Wujud Benda di Kelas II SDN 3 Ciharashas
(Tema Bermain di Lingkunganku, Subtema Bermain di Rumah Teman, Pembelajaran 3).
Tahun 2016, Penerapan Model PAIKEM Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi
Sifat – sifat Simetri Bangun Datar Di Kelas V SD Negeri 15 Baruga Kendari. Tahun 2018,
dan Pengaruh Strategi PAIKEM Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa Kelas VII
MTs. NURUSSALAMAH MONTONG ARE TAHUN PELAJARAN 2016/2017 sudah sesuai
dengan konsep pembelajaran pada ketiga skripsi tersebut untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil belajar siswa secara
signifikan setelah diterapkannya pendekatan PAIKEM pada proses pembelajaran.
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh penulis pada ketiga skripsi
tersebut terletak pada penggunaan strategi pembelajaran yang digunakan yaitu PAIKEM
dan Materi yang dibahas pada ketiga skripsi tersebut berkaitan dengan mata pelajaran
matematika. Sedangkan perbedaannya terletak pada metode penelitian yang digunakan
serta subjek penelitian. Relevansi penerapan pada ketiga skripsi tersebut terlihat ada
keterkaitan PAIKEM dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan
berdasarkan data hasil penerapan pembelajaran PAIKEM pada ketiga skripsi tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan PAIKEM dapat digunakan untuk mata
pelajaran matematika yang ditulis dalam judul Penerapan Pendekatan PAIKEM Untuk
Siswa Kelas II SD Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Pada Materi Perbandingan
Panjang Benda.
REFERENSI
Pembelajaran di abad 21 menekankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan ini bukan hanya
aktif secara fisik, namun juga seacar mental, utaamnya aktif untuk berikir ilmiah. Salah satu indikator keaktifan
tersebut merupakan tingginya intensitas siswa dalam bertanya dan kualitas pertanyaan yang diajukan siswa.
penelitian yang dilakukan di Kelas IV MI Subulussalam Pucangsimo Kecamatan Bandarkedungmulyo Kabupaten
Jombang bertujuan untuk menganalisis ketrampilan bertanya siswa dengan pembelajaran PQ4R pada materi
Bagian-Bagian Tumbuhan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dengan instrumen
observasi yang menganalisis pertanyaan siswa baik secara kuantitas maupun kualitas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketrampilan bertanya siswa secara kuantitatif mencapai 70% yakni 17 siswa yang aktif
bertanya. Adapun secara kualitas, pertanyaan tingkat kognitif rendah masih mendominasi dengan presentase
88% dari keseluruhan pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu ketrampilan bertanya dengan Pembelajaran
PQ4R tergolong baik dengan capaian tingkat bertanya paling tinggi terdapat pada tingkat pertanyaan kognitif
tinggi pada tahap analisis, perlu adanya pembiasaan dan peningkatan ketrampilan bertanya tingkat tinggi
sehingga pertanyaan lebih berbobot untuk dibahas dan didiskusikan, sehingga ketrampilan bertanya siswa juga
akan lebih baik.
Abstract
Learning in the 21st century emphasizes student activity in the learning process. This activity is not only
physically active, but also mentally active, especially active for scientific thinking. One indicator of the activity is
the high intensity of students in asking questions and the quality of questions asked by students. The research
conducted in Class IV MI Subulussalam Pucangsimo, Bandarkedungmulyo District, Jombang Regency, aims to
analyze students' questioning skills by learning PQ4R on plant parts. This research was conducted using a
descriptive research method with an observation instrument that analyzed students' questions both in quantity
and quality. The results showed that students' quantitative questioning skills reached 70%, namely 17 students
who were actively asking questions. As for the quality, low cognitive level questions still dominate with a
percentage of 88% of all questions asked. Therefore, the questioning skills with PQ4R Learning are classified as
good with the achievement of the highest level of asking questions at the high cognitive question level at the
analysis stage, there is a need for habituation and improvement of high-level questioning skills so that
questions are more weighty to discuss and discuss, at the end students' asking skills will also improve better.
PENDAHULUAN
Interaksi yang melibatkan peserta didik dengan pendidik juga sumber belajar yang terjadi
pada lingkungan belajar yang disengaja biasa kita sebut pembelajaran (Winataputra, 2007).
Pendidikan dan pembelajaran adalah satu kesatuan yang sangat terkait, keduanya tidak mungkin
bisa dipisahkan. Pembelajaran merupakan proses tranfer ilmu dua arah, antara guru sebagai
pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. pembelajaran tidak akan berjalan jika
hanya satu arah, guru hanya menjadi pemeran utama tanpa adanya interaksi dengan peserta
didik, ada pemberian stimulus tapi tidak ada yang berperan menangkap respon (Chatib, 2017).
Interaksi merupakan suatu proses komunikasi. salah satu komponen utama pada proses
komunikasi merupakan ketrampilan bertanya (Rosidah, 2019). Namun tidak semua siswa
mampu mengusulkan pertanyaan, dan sebagian besar hanya mampu menjawab pertanyaan dari
pada membuat pertanyaan.
Menampilkan pertanyaan sama dengan menunjukkan pola pikir seseorang, sehingga untuk
mendorong kemampuan berpikir siswa dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan (Royani
& Muslim, 2014). Sebenarnya kegiatan bertanya merupakan kegiatan alamiah dasar kita dalam
berinteraksi dengan sesama. Sederhananya, bertanya digunakan untuk memuaskan rasa ingin
tahu pada suatu hal. Lebih dalam lagi, bertanya dimaknai sebagai proses berpikir kritis, kreatif,
dan jalan menyesaikan masalah (Chin & Osborne, 2008).
Pertanyaan dalam pembelajaran juga bukan lah pertanyaan sembarangan. Pertanyaan
harus memenuhi beberapa prinsip, seperti jelas, fokus pada suatu permasalahan, dan
mengandung informasi dalam jawabannya (Usman, 2006). Pertanyaan harus diarahkan pada
materi, proses, dan ketrampilan yang diharapkan pada kegiatan pembelajaran tersebut. Sehingga
daya pikir, pengalaman, dan ketrampilannya pun akan bertambah setelah mengikuti proses
pembelajaran tersebut.
Kegiatan bertanya juga merupakan salah satu ketrampilan yang harus dimiliki pada
Kurikulum 2013. Selain akan membentuk pola pikir, sikap, ketarmpilan, dan pemahaman,
dengan bertanya juga akan membentuk karakter siswa untuk berpikir tanggap, cepat, sigap
dalam merespon suatu persoalan. Lebih ekstrim lagi, menurut Trianto, jika dalam kelas tidak ada
siswa yang bertanya ataupun menjawab pertanyaan, maka kegiatan tersebut belum bisa
dikatakan belajar (Trianto, 2007)
Dalam proses belajar mengajar, keterampilan bertanya akan memegang peran sangat
penting, selain menjadi pengukur berhasil atau tidaknya sebuah pembelajaran, keterampilan
bertanya juga akan menjadi indikator kefahaman tentang peljaran yang diajarkan. Kegiatan
tanya jawab antara guru dengan siswa menjadi salah satu hal yang menimbulkan aktivitas
berpikir. Dari aktivitas berpikir ini, siswa akan menjadi aktif belajar untuk memupuk rasa ingin
tahu (Dewi Niswatul Fithriyah et al., 2022). Bertanya memainkan peranan penting sebab
pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan
dampak positif kepada siswa, salah satunya yaitu dapat membangkitkan minat dan rasa ingin
tahu murid terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan (Usman, 2006).
Menurut Dzamarah (2000), dengan kegiatan bertanya siswa dapat meningkatkan
perhatiannya dalam pembelaaran, fokus pada masalah tertentu, membangun belajar aktif,
mendiagnosa kesulitan belajar dan meningkatkan ketrampilan berpikir.
Pertanyaan juga memiliki tingkatan yakni pertanyaan tingkat rendah dan pertanyaan
tingkat tinggi. Bertanya tingkat rendah, biasanya hanya ingin mengetahui sesuatu hal yang
bersifar pengetahuan, misalnya menggunakan kata tanya : apa, siapa, di mana , dan kapan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Desain pada penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang menggambarkan secara nyata atau sebenar-benarnya apa yang terjadi
di lapangan terkait kondisi subjek yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
objek sesuai dengan keadaan yang sbeenarnta mengenai sifat dan keterkaitan antar subjek yang
sedang diamati.
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan ketrampilan bertanya siswa pada materi
Bagian-Bagian Tumbuhan menggunakan Pembelajaran PQ4R di kelas IV MI Al- Jabbar
Bojonegoro. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan sesuai dengan sintaks pembelajaran
PQ4R. Selama pelaksanaan pembelajaran kegiatan di dalam kelas dikondisikan agar siswa
memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dengan kegiatan yang interaktif.
Subjek penelitian ini terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan atau dengan
kata lain, jumalh totalnya adalah 24 siswa. instrument penelitian yang dipakai merupakan
lembar observasi ketrampilan bertanya siswa. data terkait pertanyaan- pertanyaan tersebut
dihimpun kemudian dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif
diukur dengan frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa. adapun pengukuran kualiats bercuan
pada klasifikasi taksonomi Bloom Revisis. Adapun rumus analisis deskriptif dalam bentuk
prosentase untuk kuantitas dan kualitas pertanyaan siswa yaitu:
Persentase =𝑛 x 100%
𝑁
Tabel 1, merupakan kuantitas bertanya siswa yang diamati berdasarkan pada jumlah
pertanyaan yang diajukan siswa. berdasarkan Tabel 1, persentase jumlah siswa secara
keseluruhan yang mengajukan pertanyaan adalh 70%. Dari keseluruhan pertanyaan yang
diajukan siswa ada 17 siswa laki-laki yang mengajukan pertanyaan, dengan presentase sebanya
62,5% dan 2 siswa perempuanpuan dengan persentase 8,3
%. Namun dari tabel diatas, 2 siswa merupakan keseluruhan jumlah siswa atau dengan kata lain
100% perempuan di kelas tersebut mampu mengajukan pertanyaan.
Kualitas pertanyaan siswa dapat digolongan dua macam, yakni kualitas bertanya tingkat
kognitif rendah dan kualitas bertanya tingkat kognitif rendah. Kualitas pertanyaan tingkat
kognitif rendah merupakan siswa yang mengandalkan kemampuan ingatan untuk menyelesaikan
maslaah. Sedangkan tingkat kognitif tingkat tinggi, merupakan siswa yang menggunakan
kemampuan analisis sebelum siswa mengajukan pertanyaan (Ramadhan et al., 2017).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dianalisis dengan acuan klasifikasi Taksonomi Bloom Revisi.
Berikut merupakan data kualitas pertanyaan siswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas Pertanyaan Siswa.
Penanya C1 C2 C3 C4 C5 C6
17 7 5 3 2 - -
70% 29% 21% 12% 8% - -
Berdasarkan data pada Tabel 2, jumlah pertanyaan tingkat mengingat berjumlah 7 dengan
presentase 29%. Adapun tingkat memahami berjulah 5 dengan presentase 21%. Kemudian untuk
tingkat aplikasi berjumlah 3 dengan presentase 12% dan tingkat
analisis hanya terdapat 2 pertanyaan dengan presentase 8%. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian
diklasifikasikan berdasarkan kualitas pertanyaan tingkat rendah dan tingkat tinggi. Data
menunjukkan bahwa sebanyak 15 pertanyaan atau 88% dari jumlah pertanyaan uyng dihimpun
merupakan pertanyaan kognitif rendah. Adapun sisanya yakni 2 pertanyaan atau sekitar 12%
merupakan pertanyaandengan tingkat kognitif tinggi. Jika diamati lebih lanjut, pertanyaan-
pertanyaan
Jurnal tersebut lebih Ibtidaiyah
Riset Madrasah banyak ditingkat
(JURMIA). kognitif
Vol. 2, No.paling
2 rendah, yakni mengingat. | 83
Kualitas pertanyaan yang masih tergolong rendah ini dikarenakan kurangnya pembiasaan
kegiatan interaksi dua arah. Ketika ada pertanyaan, siswa cenderung mencari jawaban, dan puas
dengan satu jawaban, mereka cenderung memilih untuk tidak mempertanyakan kembali
kebenaran jawaban lainnya. Walaupun pembelajaran PQ4R sudah diterapkan, namun kegiatan
pembelajaran seperti ini masih terasa baru bagi mereka, perlu adanya pembiasaan proses
kegiatan belajar mengajar dengan pembelajaran PQ4R ini, sehingga siswa bisa terbiasa untuk
berdiskudi atif dua arah.
Kegiatan di kelas dengan pembelajaran PQ4 R ini masih belum maksimal dalam membuat
semua anak di dalam kelas untuk bertanya. Meski secara presentase sudah ada 70% siswa yang
aktif mengajukan pertanyaan lainnya, namun 30% lainnya masih cenderung diam, begitupun
ketika diberi pertanyaan, mereka masih mengalami kesulitan untuk menjawab secara lantang,
butuh waktu beberapa saat untuk rangkaian kata dari mulut siswa untuk keluar. setelah ditelusuri
lebih lanjut oleh peneliti tidak adanya pertanyaan dari 30% siswa ini dikarenakan oleh beberapa
hal di antaranya: 1) siswa malu untuk bertanya, 2) siswa bingung apa yang akan ditanyakan, 3)
karakter siswa yang individual, 4) kemauan berdiskudi yang masih kurang, 5) karakter pendiam.
Kemauan dan ketrampilan bertanya ini bisa ditingkatkan dengan pembiasaan Tanya –Jawab saat kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas (Suttrisno et al., 2022). Dengan pembiasaan itu, kemungkinan
timbulnya pertanyaan dari anak-anak semakin besar, karena anak-anak terbiasa mendengar dan
menjawab pertanyaan. Ketika iklim Tanya jawab tersebut mulai tumbuh, maka kegiatan pembelajaran
akan semakin aktif. Hal tersebut karena, dengan kegiatan bertanya, kemampuan berpikir siswa akan
terkonsep dan terbangun dengan rapi (Chin & Osborne, 2008). Setelah mereka terbiasa untuk bertanya
dan membangun ketrampilan berpikirnya maka anak terbiasa mencari solusi atas suatu permasalahan yang
dihadapinya (Yulia, 2020). Dari sinilah ketrampilan kecakapan hidup terbangun, karena anak yang terbiasa
mencari solusi atas suatu permasalahannya, ia akan lebih siap untuk tumbuh dan menghadapi
kehidupannya kelak.
Kualitas pertanyaan yang masih rendah dapat dilihat dari jumlah pertanyaan pada jenis
pertanyaan di tingkat C1-C3. Hal ini dikarenakan guru haya fokus untuk pada jumlah pertanyaan
yang terhimpun, bukan pada kualitas pertanyaan yang diajukan. Hal ini terjadi karena anak-anak
terbiasa berdiskusi dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu, pembiasaan menghadirkan
pertanyaaan dengan tingkat kognitif tinggi masih jarang dilakukan oleh guru. Padahal
banyaknya pertanyaan yang ada, terkadang tidak berpengaruh untuk mengaktifkan mental siswa,
harusnya selain dengan kuatitas pertanyaan yang banyak, siswa juga dibiasakan utuk
mengajukan pertanyaan kognitif tingkat tinggi, sehingga pertantaan yang dajukan bisa lebih
berbobot saat didiskusikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima aksih penulis ucapkan kepada keluarga besar MI Subulussalam Pucangsimo
Bandarkedungmulyo yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di madrasah
khususnya
JurnalKepala Madrasah
Riset Madrasah dan guru
Ibtidaiyah kelasVol.
(JURMIA). IV2,diNo.MI
2 Subulussalam. Tidak lupa pula para rekan | 84
sejawat, khususnya dosen PGMI Fakultas Tarbiyah UNUGIRI yang ikut membantu sehingga
artikel penelitia ini terselesaikan dengan tepat, juga Author Jurmia yang telah menerima dan
menerbitkan artikel ini
REFERENSI
Aziz, R., Sidik, N. A. H., Trimansyah, T., Khasanah, N., & Yulia, N. M. (2020). Model
Suasana Kelas yang Mensejahterakan Siswa Tingkat Pendidikan Dasar. Mediapsi, 6(2),
94– 101. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2020.006.02.3
Chatib, M. (2017). Sekolahnya Manusia. Haifa Publishing.
Chin, C., & Osborne, J. (2008). Students’ Questions: a Potential Resource for Teaching and
Learning Science. Studies in Science Education, 44(1).
Dewi Niswatul Fithriyah, Suttrisno, Nurul Mahruzah Yulia, & Fiki Dzakiyyatul Aula. (2022).
Dampak Pembelajaran Daring Selama Pandemic Terhadap Kemampuan Kognitif Peserta
Didik. Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA), 2(1), 173–180.
https://doi.org/10.32665/jurmia.v2i1.275
Dzamarah, S. B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineaka Cipta.
Ramadhan, F., Susriyati, M., & Siti, Z. (2017). Kemampuan Bertanya Siswa Kelas X SMA
Swasta Kota Batu pada Pelajaran Biologi. Bioedukasi, 8(1).
Rosidah, R. L. (2019). Analisis Kemampuan Bertanya Siswa dengan Memperhatikan Dimensi
Proses Kognitif Pada Penerapan Pembelajaran Kooperatif. Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
Royani, M., & Muslim, B. (2014). Keterampilan bertanya siswa SMP melalui strategi
pembelajaran aktif tipe team quiz pada materi segi empat. EDU-MAT Jurnal Pendidikan
Problem : Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan pemahaman tentang Alam
Sains pada siswa sekolah dasar sebelum dan setelah menggunakan model
pembelajaran Alam Sains. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas dari model pembelajaran Alam Sains dalam meningkatkan pemahaman
siswa tentang Alam Sains.
Prosedur : Metode yang digunakan adalah pre-experimental design dengan pre-test-post-test
group. Alat yang digunakan adalah telaah pemahaman, cakram IPA dan observasi.
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Wilcoxon menggunakan SPSS 22 pada α
(0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan pemahaman
ilmiah siswa sebelum dan sesudah diberikan model pembelajaran saintifik yang
ditunjukkan dengan sig(0,000) < α(0,05); (2) Rata-rata pemahaman ilmiah siswa
setelah model pembelajaran saintifik (3,75) lebih tinggi dari rata-rata pemahaman
ilmiah siswa sebelum model pembelajaran saintifik (2,57). Dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran saintifik berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman
sains siswa kelas V SD Negeri 1 Cibatok. Berdasarkan hasil penelitian ini, guru
sekolah disarankan untuk menggunakan model pembelajaran saintifik.
Pembahasan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pemahaman tentang
isi alam (Nature of Science, NoS) antara siswa sekolah dasar sebelum dan sesudah
penerapan model pembelajaran NoS. Metode yang digunakan adalah pretest dengan
desain pretest-posttest for one group. Kuesioner pemahaman NoS dan lembar
observasi digunakan sebagai instrumen. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon
dengan SPSS 22 pada α (0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat
perbedaan pemahaman siswa terhadap NoS sebelum dan sesudah diberikan model
pembelajaran NoS, yaitu: sig (0,000) < a (0,05); (2) rata-rata pemahaman NoS siswa
setelah model pembelajaran NoS (3,75) lebih tinggi dari rata-rata pemahaman
saintifik siswa sebelum model pembelajaran NoS (2,57). Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran NoS berpengaruh signifikan terhadap
pemahaman NoS siswa kelas V SD Cibatok 1.
Simpulan : Dalam penelitian ini, menggunakan model pembelajaran NoS memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat pemahaman NoS siswa sekolah dasar. Rata-rata
tingkat pemahaman NoS siswa setelah diberikan model pembelajaran NoS lebih
tinggi daripada rata-rata tingkat pemahaman siswa tentang sains sebelum diberikan
model pembelajaran NoS. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran NoS
sangat disarankan bagi guru di sekolah.
Komentar : Penelitian ini memberikan kontribusi yang penting dalam memperlihatkan bahwa
model pembelajaran NoS dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa tentang
NoS. Namun, penelitian ini hanya dilakukan pada satu sekolah saja, sehingga
generalisasi hasilnya mungkin terbatas. Oleh karena itu, penelitian lanjutan pada
sekolah-sekolah lain dengan populasi yang lebih besar perlu dilakukan untuk menguji
keefektifan model pembelajaran NoS pada tingkat yang lebih luas.
Abstract
This study aims to determine differences in understanding of Nature of Science elementary school students before
and after using the Nature of Science learning model. The method used was a pre-experiment with one group pretest-
posttest design. The instrument used in the form of the NoS understanding questionnaire and observation sheet.
The data obtained were analyzed by the Wilcoxon test using SPSS 22 at α (0.05). The results showed that (1)
there were differences in students' understanding of NoS before and after being given the Nature of Science learning
model, this was indicated by sig (0,000) <α (0.05); (2) The average students ' understanding Nature of Science after
being given the Nature of Science learning model (3.75) is higher than the average level of students'
understanding of science before being given the Nature of Science learning model (2.57). It can be concluded that the
NoS learning model has a significant effect on the level of understanding of Nature of Science grade V students of
Cibatok 1 Elementary School. Based on this, teachers at school are strongly advised to use the Nature of Science
learning model
Keywords: elementary education; science nature learning model; understanding the nature of science
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemahaman nature of science siswa sekolah dasar sebelum dan
sesudah menggunakan model pembelajaran nature of science. Metode yang digunakan adalah pra-ekperimen
dengan desain one grup pretest posttest. Instrumen yang digunakan berupa angket pemahaman NoS dan lembar
observasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Wilcoxon menggunakan SPSS 22 pada α (0,05). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan pemahaman NoS siswa sebelum dengan sesudah diberikan
model pembelajaran Nature of science, hal ini ditunjukkan oleh sig (0,000) < α (0,05); (2) Rata-rata pemahaman
Nature of science siswa setelah diberikan model pembelajaran Nature of science (3,75) lebih tinggi dari pada
rata-rata tingkat pemahaman sains siswa sebelum diberikan model pembelajaran NoS (2,57). Disimpulkan
bahwa model pembelajaran NoS berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman Nature of science siswa
kelas V SD Negeri Cibatok 1. Berdasarkan hal tersebut, guru di sekolah disarankan untuk menggunakan
model pembelajaran nature of science.
Kata Kunci: model pembelajaran nature of science; pemahaman nature of science; sekolah dasar
Pendahuluan
Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadi objek Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) pada empat periode terakhir. TIMSS merupakan
evaluasi berskala internasional, diselenggarakan di 50 negara untuk mengukur kemajuan dalam
pembelajaran matematika dan sains pada siswa sekolah dasar dan menegah pertama. TIMSS
dilakukan secara rutin setiap 4 tahun sekali, yaitu tahun 1995, 1999, 2003, 2007, 2011 dan
2015. Berdasarkan hasil survei TIMSS pada tahun 2015, kemampuan sains siswa Indonesia
berada di peringkat 44 dari 49 negara. Data ini menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa
sekolah dasar di Indonesia dalam kategori rendah. Rendahnya kemampuan sains dapat
disebabkan oleh rendahnya pemahaman siswa terhadap hakikat sains atau Nature of science
(NoS) (Widodo et al., 2019).
Beberapa penelitian (Arlis et al., 2020; Lestari & Siskandar, 2020; Yuliati, 2017),
menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan sains pada proses pembelajaran sains
menitik beratkan pada pemberian pengalaman langsung dan pemahaman NoS yang baik. NoS
dapat memberikan latar belakang yang penting bagi siswa tentang bagaimana pengetahuan | 87
Jurnal Riset Madrasah Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. 2, No. 2
ilmiah tercipta, divalidasi, dan dipengaruhi dan bagaimana sains dan ilmuwan bekerja.
Pemaknaan akan pentingnya NoS ini mengarah pada kemampuan sains setiap anggota
masyarakat di dunia ini ketika menemukan permasalahan-permasalahan, dalam isu sosio-
ilmiah untuk mencapai pemecahan masalah yang logis (Kelly & Erduran, 2019; Lederman
& Abd-el-khalick, 2015).
NoS dapat didefinisikan sebagai hakikat pengetahuan yang merupakan konsep yang
kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan (Kampourakis, 2016).
NoS merupakan bagian yang berkenaan dengan pemahaman mengenai hakikat sains ilmiah
secara utuh, tidak hanya terfokus kepada pemahaman konsep-konsep yang disampaikan,
namun memahami setiap aspek NoS meliputi sifat empiris ilmu pengetahuan, sifat kreatif dan
imaginatif, menanamkan sosial dan budaya, dan sifat tentatif (Lestari & Rahmawati, 2020;
Tursinawati & Widodo, 2019).
Hasil penelitian (Hacieminoglu, 2016; Irzik & Nola, 2016; Mudavanhu & Zezekwa,
2017; Widodo et al., 2019), menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah mengenai NoS belum
mencapai pemahaman yang diharapkan baik pemahaman guru maupun siswa. Proses
pembelajaran dan sumber buku teks yang digunakan masih berfokus kepada pengetahuan sains
sementara penyelidikan ilmiah, pemikiran ilmiah dan aspek sosial sains belum maksimal
(McComas & Nouri, 2016; Nielsen, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian (Lederman &
Abd-el-khalick, 2015), bahwa siswa sekolah dasar sampai siswa menengah atas maupun guru,
belum mencapai pemahaman yang diinginkan tentang NoS. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dalam proses pengajaran sains guru dituntut untuk membelajarkan NoS kepada siswa
sehingga siswa dapat memahami NoS itu sendiri (Rahayu & Widodo, 2019).
Di Indonesia, penelitian mengenai NoS mulai berkembang, informasi pemahaman NoS
siswa sekolah dasar, guru sekolah dasar dan calon guru sekolah dasar sudah diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian pemahaman calon guru dan guru sekolah dasar mengenai NoS
dalam kategori baik (Rahayu & Widodo, 2019), sedangkan menurut (Jumanto & Widodo,
2018; Lestari & Rahmawati, 2020) pemahaman NoS siswa dan guru sekolah dasar masih dalam
kategori cukup.
Berdasarkan hasil penelitian (Lederman & Abd-el-khalick, 2015; Lestari, 2020; Widodo
et al., 2019) selama ini NoS diajarkan di sekolah dasar masih dalam bentuk pendekatan implisit
dengan model pembelajaran yang berbasis kegiatan penyelidikan seperti inkuiri terbimbing.
Namun pendekatan implisit bukan cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman NoS
siswa. Berdasarkan hasil penelitian Adi &Widodo (2018) menyampaikan bahwa mengajar NoS
secara implisit, membuat siswa melakukan penyelidikan untuk memahami konsep sains akan
tetapi tidak membuat siswa memahami NoS itu sendiri. Oleh karena itu, NoS perlu diajarkan
secara eksplisit dalam pembelajaran sains di sekolah dasar melalui model pembelajaran berbasis
aspek NoS itu sendiri.
Penelitian ini di awali dengan menelaah pendapat para ahli (Jumanto & Widodo, 2018;
Lederman & Abd-el-khalick, 2015; Lestari & Rahmawati, 2020; McComas & Nouri,
2016;
Dari gambar 1 menunjukkan bahwa aspek NoS dapat dibagi menjadi 3 lingkaran yang
saling beririsan satu sama lain mewakili aspek inti etos saintifik, metode ilmiah, komunikasi
dan kolaborasi. Karena pelajaran tidak dapat memfasilitasi pembelajaran semua aspek NoS
secara bersamaan, penelitian ini membatasi ruang lingkup pada analisis lingkaran B yang
mengandung aspek (1) kreatifitas; pengetahuan ilmiah tercipta dari proses kreatifitas, (2)
empiris; pengetahuan ilmiah didasarkan pada data/bukti yang didapat dari observasi dengan
panca indera dan/atau percobaan (3) tentatif; pengetahuan ilmiah bukanlah sesuatu yang mutlak
kebenarannya dan tanpa kesalahan, pengetahuan ilmiah dapat berubah menjadi pengetahuan
yang baru dengan adanya bukti-bukti baru, (4) hukum dan teori; pengetahuan ilmiah dapat
berupa hukum atau berupa teori. hukum merupakan gambaran hubungan, pengamatan
mengenai peristiwa alam, dan teori merupakan penjelasan peristiwa alam dan mekanisme
hubungan antara fenomena alam, (5) subjektif; subyektivitas pribadi tak dapat terhindarkan
dalam ilmu pengetahuan, akan mempengaruhi apa dan bagaimana ilmuwan melakukan
percobaan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, (6) metode ilmiah; tidak ada sebuah
metode ilmiah yang pasti dan berlaku universal, (7) pendekatan social dan budaya;
pengetahuan ilmiah adalah hasil usaha manusia, proses mendapatkan pengetahuan ilmiah, apa
dan bagaimana ilmu pengetahuan dilakukan, ditafsirkan dan dipengaruhi oleh masyarakat dan
budaya.
Selanjutnya dari ketujuh aspek tersebut dikaji secara mendalam dan dijadikan dasar
untuk mengembangkan model pembelajaran NoS secara eksplisit. Pengembangan model
pembelajaran NoS ini terlebih dahulu menentukan struktur kognitif dalam siswa dan guru
berdasarkan ketujuh aspek dalam pembelajaran NoS, kemudian baru menentukan struktur
kognitif luar dari siswa dan guru, sehingga di dapatkan desain model pembelajaran NoS yang
sesuai dengan pembelajaran sains. Desain model pembelajaran NoS dapat di jelaskan pada tabel
1. di bawah ini:
Setelah model pembelajaran NoS di desain secara eksplisit berdasarkan aspek NoS itu
sendiri, model ini akan di implementasikan dalam proses pembelajaran sains di sekolah dasar
untuk meningkatkan pemahaman NoS siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
mengetahui peranan model pembelajaran NoS untuk meningkatkan pemahaman NoS siswa
sekolah dasar.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode pre eksperimen,
pre- post one group design (Creswell, 2014). Metode ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai pemahaman NoS siswa SD sebelum dan setelah pemberian perlakuan. Perlakuan
dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran NoS. Sebelum diberikan perlakuan
terlebih dahulu diberikan pretest (tes awal), kemudian di beri perlakuan dengan
pembelajaran menggunakan model NoS, dan diakhir pembelajaran diberikan posttest (tes
akhir). Desain penelitian one group pretest posttes dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. One Group Pretest posttest Design
Pretest Treatment Postest
O1 X O2
Keterangan:
Penelitian ini dilakukan di salah satu SDN Cibatok 1 Kabupaten Bogor. Penelitian
dilakukan
Jurnal pada semester
Riset Madrasah ganjil 2019/2020
Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. 2, No. 2dengan subjek penelitian siswa kelas V yang |4
berjumlah 30 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket pemahaman NoS dan
Jurnal Cakrawala Vol. 7, No. 1, Januari 2021, pp. 1-9 5
Pendas
lembar observasi pembelajaran. Angket pemahaman NoS yang berjumlah 20 pernyataaan yang
dikembangkan dengan skala Linkert dengan empat pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak
setuju dan sangat tidak setuju. Angket pemahaman NoS diadaptasi dari angket yang
dikembangkan oleh Jumanto dan Widodo (2018). Angket pemahaman Nos yang digunakan
dalam penelitian ini dikembangkan sesuai dengan aspek NoS yang diajarkan dalam
pembelajaran meliputi aspek NoS yaitu hukum dan teori, kreatif, tentatif, subjektif, empirik,
metode ilmiah, dan pendekatan sosial dan budaya.
Data yang didapatkan kemudian di analisis secara deskriptif kuantitatif dengan
menghitung persentase jawaban siswa mengenai pemahaman NoS. Selanjutnya data dianalisis
secara inferensial (uji Wilcoxon) dengan menggunakan software spss 22 pada α=0,05, untuk
mengetahui perbedaan pemahaman siswa sebelum dan sesudah diajar dengan model
pembelajaran NoS.
Hasil dan Pembahasan
Data di analisis secara statistik deskriptif, dan didapatkan data rata-rata pemahaman
NoS siswa, sebelum dengan sesudah pembelajaran NoS secara eksplisit dilihat pada gambar 2
berikut ini.
4.5
4 3.83 3.78 3.76 3.71 3.75 3.74 3.73 3.75
3.5
3 2.78 2.72
2.62 2.52 2.59 2.57
2.4 2.47
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tabel 4. Presentase pretest dan post-test pemahaman NoS siswa pada setiap aspek
Aspek NoS Pre test Post test
Persentase (%)
Kreatifitas 85 95,75
Empiris 77 94,5
Tentatif 74 94
Hukum dan Teori 75 92,75
Subyektif 80 93,75
Metode Ilmiah 76 93,5
Pendekatan social 79 93,75
dan budaya
Rata-Rata 78 94
Kesimpulan
Jurnal RisetPemahaman NoS merupakan
Madrasah Ibtidaiyah kemampuan
yang penting dikuasai oleh siswa. karena
(JURMIA). Vol. 2, No. 2 |7
merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan kemampuan sains siswa. Untuk
Jurnal Cakrawala Vol. 7, No. 1, Januari 2021, pp. 1-9 8
Pendas
meningkatkan kemampuan NoS siswa, guru harus menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik pembelajaran sains yang menitik beratkan pada pemberian
pengalaman langsung dan pengaplikasian aspek NoS itu sendiri. Selama ini NoS diajarkan di
sekolah dasar masih dalam bentuk pendekatan implisit dengan model pembelajaran yang
berbasis kegiatan penyelidikan seperti inkuiri terbimbing. Namun pendekatan implisit bukan
cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman NoS siswa, hal ini dikarenakan mengajar
NoS secara implisit, membuat siswa melakukan penyelidikan untuk memahami konsep sains
akan tetapi tidak membuat siswa memahami NoS itu sendiri. Oleh karena itu, NoS perlu
diajarkan secara eksplisit dalam pembelajaran sains di sekolah dasar melalui model
pembelajaran berbasis aspek NoS itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran NoS secara eksplisit membantu siswa untuk memahami hakikat
sains secara holistik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi guru sekolah
dasar untuk dapat mengajarkan NoS secara eksplisit untuk mencapai tujuan pembelajaran sains
sehingga kemampuan sains siswa dapat mengalami peningkatan.
Daftar Pustaka
Adi, Y. K., & Widodo, A. (2018). Pemahaman Hakikat Sains Pada Guru Dan Siswa
Sekolah Dasar. Edukasi Journal, 10(1), 55–72.
https://doi.org/10.31603/edukasi.v10i1.1831
Arlis, S., Amerta, S., Indrawati, T., Zuryanty, Z., Chandra, C., Hendri, S., Kharisma, A., &
Fauziah, M. (2020). Literasi Sains Untuk Membangun Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal Cakrawala Pendas, 6(1), 1–14. https://doi.org/10.31949/jcp.v6i1.1565
Creswell, J. W. (2014). Four Edition Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches.
Hacieminoglu, E. (2016). Elementary school students’ attitude toward science and related
variables. International Journal of Environmental and Science Education, 11(2), 35–52.
https://doi.org/10.12973/ijese.2016.288a
Imran, M. E., & Wibowo, A. (2018). Profil Pemahaman Nature Of Science (NNOS) Di Sekolah Dasar.
JKPD (Jurnal Kajian Pendidikan Dasar), 3(2), 540.
https://doi.org/10.26618/jkpd.v3i2.1420
Irzik, G., & Nola, R. (2016). New Directions for NOS Research (Issue 90).
Jumanto, & Widodo, A. (2018). Pemahaman Hakikat Sains Oleh Siswa Dan Guru Sd
Understanding the Nature of Science By Students and Elementary School Teachers in the
City of. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 2, 20–31.
Kampourakis, K. (2016). The “general aspects” conceptualization as a pragmatic and effective
means to introducing students to nature of science. Journal of Research in Science
Teaching, 53(5), 667–682. https://doi.org/10.1002/tea.21305
Kelly, R., & Erduran, S. (2019). Understanding aims and values of science: developments in the
junior cycle specifications on nature of science and pre-service science teachers’ views in
Ireland. Irish Educational Studies, 38(1), 43–70.
https://doi.org/10.1080/03323315.2018.1512886
Lederman, & Abd-el-khalick, F. (2015). Nature of Science, Assessing of Conceptualizing the
Construct of NOS. Encyclopedia of Science Education, June 2016.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-2150-0
Lestari, H. (2020). Peningkatan Pemahaman Nature of Science (NOS) Siswa Melalui Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Ditinjau Dari Tingkat Efikasi Diri. Religion Education Social Laa
Roiba
Jurnal Riset Journal,
Madrasah 2(1), 228–250.
Ibtidaiyah (JURMIA). Vol. 2, No. 2 |8
Jurnal Cakrawala Vol. 7, No. 1, Januari 2021, pp. 1-9 9
Pendas
Lestari, H., & Rahmawati, I. (2020). Pemahaman Nos Peserta Didik Sekolah Dasar Hana.
Indonesian Journal of Science and Education, 1(1), 18–26.
https://doi.org/10.31002/ijose.v2i1.598
Lestari, H., & Siskandar, R. (2020). Literasi Sains Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Blended Learning Dengan Blog. NATURALISTIC: Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan,
4(2), 597–604. https://journal.umtas.ac.id/index.php/naturalistic/article/view/769
McComas, W. F., & Nouri, N. (2016). The Nature of Science and the Next Generation
Science Standards: Analysis and Critique. Journal of Science Teacher Education, 27(5),
555–576. https://doi.org/10.1007/s10972-016-9474-3
Mudavanhu, Y., & Zezekwa, N. (2017). The Views of Nature of Science Expressed by In-
Service Teachers Who were Learning History and Philosophy of Science. Journal of
Educational and Social Research, 7(3), 39–48. https://doi.org/10.1515/jesr-2017-0003
Nielsen, K. H. (2013). Scientific Communication and the Nature of Science. Science and
Education, 22(9), 2067–2086. https://doi.org/10.1007/s11191-012-9475-3
Rahayu, A. H., & Widodo, A. (2019). Understanding of Nature of Science Pre-Service Students
and Elementary School Teachers in the Digital Age. Formatif: Jurnal Ilmiah
Pendidikan MIPA, 9(2), 161–172. https://doi.org/10.30998/formatif.v9i2.3251
Tursinawati, T., & Widodo, A. (2019). Pemahaman Nature of Science (NoS) Di Era
Digital: Perspektif Dari Mahasiswa PGSD. Jurnal IPA & Pembelajaran IPA, 3(1), 1–
9. https://doi.org/10.24815/jipi.v3i1.13294
Widodo, A., Adi, Y. K., & Imran, M. E. (2019). Pemahaman Nature of Science ( NOS ) oleh siswa
dan guru sekolah dasar Understanding the Nature of Science ( NOS ) by elementary school
students and teachers. 5(2), 237–247. https://journal.uny.ac.id/index.php/jipi/article/view/27294
Yuliati, Y. (2017). Literasi Sains Dalam Pembelajaran Ipa. Jurnal Cakrawala Pendas, 3(2), 21–
28. https://doi.org/10.31949/jcp.v3i2.592