TGL TERBIT :
05/01/15
UPT Puskesmas Penanae
LUKA LECET NO REVISI :
HALAMAN
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Ruang Tindakan Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Protap ini memuat langkah-langkah penatalaksanaan antisepsis dan
pembersihan luka lecet.
2. TUJUAN
Semua pasien dengan luka lecet ditangani sesuai prosedur agar tidak terjadi
infeksi pada luka.
3. KEBIJAKAN
Untuk setiap tindakan penatalaksanaan luka terbuka harus menggunakan alat
yang steril.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Larutan garam fisiologis atau air bersih
5.2. Larutan antiseptik
5.3. Kasa
6. PROSEDUR
6.1. Definisi
Luka lecet atau Ekskoriasis ( goresan ) adalah cedera pada permukaan epidemis
akibat bersentuhan dengan benda yg permukaan kasar atau runcing.
6.2. Anamnesis
6.2.1. Tanyakan bagaimana, di mana, dan kapan luka terjadi untuk
memperkirakan kemungkinan terjadinya kontaminasi dan menentukan
apakah luka akan ditutup secara primer atau dibiarkan terbuka.
6.3. Pemeriksaan Fisik
6.3.1. Lokasi,Penting sebagai petunjuk kemungkinan adanya cedera pada
struktur yang lebih dalam.
6.3.2. Eksplorasi dikerjakan untuk:
6.3.2.1. Menyingkirkan kemungkinan cedera pada struktur yang lebih
dalam.
6.3.2.2. Menemukan benda asing yang mungkin tertinngal di dalam.
6.3.3. Menentukan Jaringan yang sudah mati.
6.4. Penatalaksanaan
6.4.1. Tindakan Antisepsis
Daerah yang diantisepsis harus lebih luas dari luka . Prinsipnya dimulai
dari tengah kearah luar dengan pengusapan secara spiral, daerah yang
telah dibersihkan tidak boleh diusap lagi menggunakan kasa yang telah
dipakai. Larutan yang dianjurkan adalah Providorte iodine 10% atau
klornesidine glukonat 0,5 %.
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN: 02
TGL TERBIT :
05/01/15
LUKA BAKAR NO REVISI :
UPT Puskesmas Penanae
HALAMAN :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini memuat bagaimana menentukan luas dan derajat luka bakar pada
dewasa dan anak anak serta penata laksanaannya
2. TUJUAN
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat ,diharapkan pembentukan jaringan
paru minimal.
3. KEBIJAKAN
3.1. Semua pasien dengan luka bakar segera lakukan penilaian apakah ada
sumbatan jalan napas
3.2. Penentuan luas dan derajat luka bakar yang tepat menentukan ketepatan
penatalaksanaannya
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
5.3. Infus set dan cairan infus
5.4. Oksigen
6. PROSEDUR
6.1. Definisi
Luka Bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api,air panas,listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah ( frostbite)
6.2. Kedalaman luka bakar
6.2.1. Derajat 1 ( luka bakar superfisialis ). Hanya terbatas pada lapisan
epidermis. Ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan senbuh
tampa jringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
6.2.2. Derajat 2 ( luka bakar dermis ). Mencapai kedalaman dermis tetapi
masih ada elemen epitel yang tersisa . Biasanya sembuh sendiri dalam
10 – 21 hari
6.2.3. Derajat 3 , meliputi kedalaman kulit < mungkin subkutis atau jaringan
yang lebih dalam , tidak ada lagi epitel yang hidup.
6.3. Penentuan derajat luka bakar untuk dewasa: rule of nine
Tiap tangan 9%, kepala 9%, badan depan dan belakang masing – masing 18
%, tiap kaki 18 % , dengan total 99%.
NO DOKUMEN:
PROSEDUR TETAP
TGL TERBIT :
Dinas Kesehatan NO REVISI :
Kota Bima LUKA BAKAR
HALAMAN :
Derajat
0 1 5
A = setengah bagian kepala 9½% 8½ % 6½ %
B= setengah bagian tungkai atas 2¾% 3¼ % 4%
C = setengah bagian tungkai bawah 2½ % 2½ % 2¾%
NO DOKUMEN:
PROSEDUR TETAP
TGL TERBIT :
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan tata laksana sinusitis
2. TUJUAN
Memberikan tata laksana yang tepat pada pasien sinusitis
3. KEBIJAKAN
Protap berlaku untuk semua pasien sinusitis
4. PETUGAS
Dokter
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi
virus, bakteri, maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus
yang
ada, yaitu maksilaris, etmoidales, frontalis, atau sfenoidalis.
6.2. Anamnesis
6.2.1. Biasanya keluhan batu kronik berulang, pilek dengan cairan hidung kuning-
hijau.
6.2.2. Gejala infeksi respiratorik atas tidak sembuh >7 hari, nyeri kepala, nyeri di
daerah
muka menjalar sampai ke graham atas.
6.2.3. Kadang pendengaran menurun, penciuman menurun, demam, nafas/mulut
berbau.
6.3. Pemeriksaan klinis
6.3.1. Nyeri tekan dilokasi sinus maksilaris dan frotalis
6.3.2. Spatel lidah kadang tampak post nasal drip di dinding belakang faring
6.4. Penatalaksanaan
6.4.1. Pilihan I : amppisilin/amoksilin selama 2-3 minggu
6.4.2. Pilihan II : kotrimosazol
6.4.3. Sinusitis sub akut dan kronik
Amoksilin/kotrimosazol 21 hari, jika curiga kuman anaerobik berikan metronidazol
7. Referensi
7.1. Info penyakit (Data Komputer)
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup manifestasi klinik benda asing di liang telinga, hidung, dan mata
serta penatalaksanaannya.
2. TUJUAN
Mampu mengeluarkan benda asing di hidung dan liang telinga bila pasien kooperatif , benda
asing
terlihat / mudah terjangkau.
3. KEBIJAKAN
Benda Asing di mata harus di rujuk agar tidak terjadi kerusakan pada bola mata.
4. PETUGAS
Dokter
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
5.3. Senter
5.4. Pinset
5.5. Pengait
6. PROSEDUR
6.1. Benda Asing di liang telinga
6.1.1.Manifestasi klinik
6.1.1.1. Rasa tidak enak ditelinga,tersumbat dan pendengaran terganggu.
6.1.1.2. Pada inspeksi akan tampak benda asing pada liang telinga
6.1.2. Penatalaksanaan.
6.1.2.1. Usaha pengeluaran harus dengan hati – hati, biasanya di jepit dengan pinset dan
di tarik keluar.
6.1.2.2. Bila benda asing adalah serangga yang masih hidup harus dimatikan lebih dulu
dengan meneteskan minyak atau alkohol baru kemudian dikeluarkan.
6.1.2.3. Bila pasien tidak kooperatif atau anank – anak rujuk ke rumah sakit atau ke ahli
THT.
6.2.2. Penatalaksanaan
6.2.2.1. Benda Asing dengan permukan kasar dapat dikeluarkan dengan memakai
forcep.
6.2.2.2. Benda asing yang bulat dan licin dipergunakan pengait yang ujungnya tumpul
6.2.2.3. Pemberian anti biotik sistemik selama 5- 7 hari hanya bila ada infeksi hidung
dan sinus.
6.2.2.4. Tidak dianjurkan mendorong ke nasofaring dengan tujuan agar masuk ke mulut
karena dapat langsung masuk ke laring dan saluran napas, sehingga timbul sesak
nafas
dan kegawatan.
6.2.2.5. Bila pasien tidak kooperatif dan alat tidak memadai,rujuk ke rumah sakit atau
ahli THT.
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT:
1. RUANG LINGKUP
Protap ini memuat diagnosis dan penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis ( gout
2. TUJUAN
Penatalaksanaan rhematoid Arthritis yang tepat dapat mengurangi keluhan dan
mempertahankan kualitas hidup penderita.
3. KEBIJAKAN
a. KIE tentang rheumatoid Arthtitis penting untuk mencegah kekambuhan.
b. Pengobatan hanya untuk mengurangi proses Inflamasi, bukan untuk
menyembuhkan.
4. PETUGAS
a. Dokter
b. perawat
5. PERALATAN
a. Tensimeter
b. Steteskop
6. PROSEDUR
a. Pengertian
GOUT merupakan penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal monosodium urat
( MSU )
yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstraseluler dan mengakibatkan satu atau
beberapa manifestasi klinik,
TGL TERBIT :
(GOUT)
9. Hiperurisemia
10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik
11. Kristal subkortikal tampa erosi pada gambaran radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negatif.
d. Pemeriksaan Penunjang
Asam urat darah dan urin 24 jam . kadar dalam darah pada umumnya meningkat.
Kadar dalam urin dapat dipakai untuk status ekskresi asam urat.
e. Terapi
1. Penyuluhan
2. Pada fase akut : tirah baring dan beri OAINS, jangan diberi obat orikosurik.
3. Untuk hiperurisemia dapat di beri : Allopurinol 1 x 100 mg/ hari maks 400 mg/ hari.
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
URTIKARIA 05/01/15
Dinas Kesehatan NO REVISI :
Kota Bima HALAMAN : 01
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup diagnosis dan penatalaksanaan urtikaria
2. TUJUAN
2.1. Memberikan terapi obat yang rasiional
2.2. Mengidentifikasai pencetus dan menghindarinya
3. KEBIJAKAN
Semua pasien urtikaria diindentifikasi faktor pencetusnya
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Urtikaria merupakan ruam kulit yang timbul berupa endema kulit super ficial (maculopapular,
bentol) berbatas tegas, berwarna memutih bila ditekan, dan terasa gatal.
6.2. Urtikaria dibagi dua :
6.2.1.Urtikaria akut : berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (< 6 minggu)
6.2.2.Urtikaria kronis : berlangsung sampai lebih dari 6 minggu bisa sampai beberapa tahun
6.3. Langkah diagnostik
6.3.1.Anamnesis
Dari anamnesis bisa dicari pencetusnya seperti :
6.3.1.1. Makanan (perhatikan riwayat hubungan antara setiap makanan dengan timbulnya
urtikaria), yang perlu dicurigai : ikan, udang, kepiting, telur, jamur, bahan
pengawet, pewarna ragi
6.3.1.2. Obat, seperti penicilin, aspirin dll
6.3.1.3. Inhalan (tepung sari, bulu, debu), vaksin, serum
6.3.1.4. Sengatan binatang / tungau debu (pada karpet, sofa, kasur kapuk, tirai, boneka
dll), binatang peliharaan, tumbuhan.
6.3.1.5. Tekana / kontak pada tempat-tempat yang tertekan : ikat pinggang, gelang, jam
tangan
dll)
6.3.1.6. Fisik : dingin, panas, sinar
6.3.1.7. Kolinergik (dapat dicetus dengan olahraga hingga berkeringat)
6.5. Penatalaksanaan :
6.5.1. Mengidentifikasi pencetus dan menghindari faktor pencetus
6.5.2. Menghilangkan gejala :
6.5.2.1. Daerah urtikaria dihangatkan
6.5.2.2. Bedak anti pruritus mengandung mentol atau kamfer
6.5.2.3. Medikomentosa : CTM 0,35mg/kg BB/hr
6.5.2.4. Kortikosteroid diberikan bila diduga reaksi yang terjadi adalah reaksi
alergi fase lambat (misal bila tidak berespon terhadap antihistamin)
6.6. Monitoring :
Penyuluhan untuk menghindari allergen (suhu lingkungan harus optimal, pakaian
jangan terlalu ketat, baju harus bersih, nutrisi seimbang pengganti diet makanan
hiperalergenik, kuku harus bersih untuk mrnghindari infeksi sekunder akibat garukan).
7. REFERENSI
7.1. Buku ajar ilmu penyakit dalam, FKUI, Tahun 2003.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan tata laksana dermatitis atopik
2. TUJUAN
Memberikan tata laksana yang tepat pada pasien dermatitis atopik
3. KEBIJAKAN
Berlaku untuk pasien
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Dermatis dengan orang artopi sebagai konsekuensi dari keadaan atopinya, yang bersifat
bawaan, dapat menurun, kumat-kumatan, pruritus dengan gambaran yang khas pada usia
tertentu
6.2. Anamnesis
6.2.1.Penyakit dimulai sejak dini
6.2.2.Ada keluarga yang berpenyakit atopik (asma, rhinitis alergika, eksema atopik)
6.2.3.Sering gatal atau terus menerus sekalipun tidak ada lesi kulit
6.2.4.Kumat-kumatan berupa dermatitis pada tempat0tempat predileksi
6.2.5.Peka terhadap hal tertentu (cuaca, emosi, keringat, makanan tertentu, wol, dll)
6.3. Pemeriksaan fisik
6.4. Penatalaksanaan
7. REFERENSI
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup tanda dan gejala, klasifikasi tekanan darah, dan tata laksananya.
2. TUJUAN
Menentukan klasifikasi tekana darah dan memberikan tata laksana yang tepat pada penderita
hipertensi.
3. KEBIJAKAN
3.1. Hipertensi diteggakan setelah 2 kali atau lebih pengukuran.
3.2. Pemberian obat anti hipertensi dimulai dari dosis minimal
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Stetoskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Diagnosis hipertensi hanya dapat ditetapkan setelah 2 kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali ada kenaikan tekanan darah atau gejala klinis. Pengukuran
darah dilakukan pada posisi duduk standar setelah beristirahat 5 menit.
6.2. Tanda dan gejala :
6.2.1.Peninggian tekana darah kadang satu-satunya gejala
6.2.2.Sakit kepala, rasa berat di tengkuk, telinga berdengung, sukar tidur
6.2.3.Epistaksis
6.2.4.Riwayat keluarga yang menderita hipertensi.
6.3. Pemeriksaan penunjangan :
Untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko : urin rutin, GDN, kolesterol, dan
asam urat.
6.4. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National Commitee VII:
TGL TERBIT :
6.5. Penatalaksanaan :
6.5.1.Modifikasi gaya hidup (diet rendah garam, mengurangi makanan lemak, menghentikan
kebiasaan merokok dan minum alkohol, mengendalikan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik) dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg atau <130/80 pada pasien DM
atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka berikan obat inisial.
6.5.2.Pada hipertensi stage 1 : HCT 12,5-25 mg/hari, pertimbangan pemberian ACE inhibitor
(kaptopril), kalsium inhibitor (nifedipin).
6.5.3.Pada hipertensi stage 2 : diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretic tiazid dan
ACE inhibitor atau penghambatan kalsium.
6.5.4.Pada usila termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi berikan diuretik dimulai dosis
12,5 mg/hr.
6.5.5.Pada kehamilan berikan antagonis kalsium (nifedipin), tidak boleh diberikan ACE
inhibitor dan antagonis reseptor AII.
6.5.6.Pada obesitas dengan modifikasi gaya hidup yang intensif + ACE inhibitor, alternative
dengan kalsium inhibitor.
7. REFERENSI
7.1. SOP penatalaksanaan penyakit tidak menular di puskesmas, departemen kesehatan RI, tahun
2004
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini memuat diagnosis dan tata laksana konjungtivitas
2. TUJUAN
Menegakkan diagnosis konjungtivitas dan memberikan tata laksanakan yang tepat
3. KEBIJAKAN
Semua pasien konjungtivitis berikan antibiotika lokal.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur,
parasit, reaksi alergi / bahan kimia.
6.2. Tanda dan gejala
6.2.1.Mata merah dan berair, tajam penglihatan normal.
6.2.2.Rasa gatal
6.2.3.Rasa mengganjal seperti ada benda asing di mata, pedih
6.2.4.Banguntidur kelopak mata lengket karena discharge yang banyak
6.2.5.Kelopak mata ben
6.3. Pemeriksaan
6.3.1.Konjungtiva hiperemis, lakrimasi, eksudat +
6.3.2.Pseudoptosis
6.4. Pengobatan
6.4.1.Mata dibersihkan sebelum diobati
6.4.2.Tetes mata Kloramphenikol 1% 2 tetes 3-4 kali atau salep mata, obat-obat per oral sesuai
kausa
6.4.3.Salep atau tetes mata setiap orang 1 (satu) buah
7. REFERENSI
Pedoman pengobatan dasar di puskesmas, tahun 2001
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
1.
TGL
R
UPT Puskesmas HORDEOLUM TERBIT
NO REVISI
:
:
Penanae
HALAMAN :
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
UANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan tata laksana hordeolum
2. TUJUAN
Menegakkan diagnosis hordeolum dan memberikan tata laksana yang tepat
3. KEBIJAKAN
Semua pasien hordeolum berikan antibiotika lokal
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Tanda dan gejala
6.1.1.Penderita merasa seperti ada benda asing yang mengganjal di kelopak mata
6.1.2.Benjolan berwarna merah di kelopak mata
6.2. Pemeriksaan
6.2.1.Pembengkakan berwarna merah di kelopak mata
6.2.2.Nyeri tekan
6.2.3.Bisa ada pus di dalam lumen kelenjar (abses) ke geraham atas
6.3. Penatalaksanaan
6.3.1.Kompres air hangat 10-15 menit 3-4 kali sehari kemudian diberikan Kloramphenikal tetes
mata atau salep tiap 3 jam selama 7-10 hari.
6.3.2.Bila tidak sembuh, dirujuk ke doter spesialis mata
6.3.3.Tidak boleh digosok-gosok, jaga kebersihan mata
7. REFERENSI
Pedoman pengobatan dasar di puskesmas, tahun 2001.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup diagnosis dan penatalaksanaan infeksi saluran kemih
2. TUJUAN
Penatalaksanaan ISK yang tepat dapat mencegah timbulnya infeksi asenden
3. KEBIJAKAN
Semua pasien dengan keluhan gangguan miksi dengan atau tanpa nyeri pinggang dilakukan
pemeriksaan urin
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
Langkah diagnosis
6.1. Anamnesis
6.1.1.Neonatus-2 bulan : demam, apatis, Bbtidak naik, muntah, mencret, anoreksia, ikterik,
problem minum,sianosis
6.1.2.Bayi : demam, BB sulit naik, anoreksia
6.1.3.Anak besar : sakit untuk miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut / pinggang,
mengompol, polakisuria atau urin yang berbau menyengat
6.2. Pemeriksaan klinis
Demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebrata, nyeri tekan spra simfinis, kelainan genitalia
eksterna
( fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia).
6.3. Pemeriksaan penunjang
6.3.1.Pemekrisaan urinalisis : proteinura
6.3.2.Leukosituria ( AL > 5/1pb)
6.3.3.Hematuria (eritrosit > 5/1pb)
7. PENATALAKSANAAN
Untuk eradikasi infeksi akut selama 7-10 hari
7.1.1.Amoksillin 20-40 mg / kg BB / hr atau
7.1.2.Ampisillin 50-100 mg / kg BB / hr atau
7.1.3.Kotrimoksazol 120-150 mg / kg BB / hr
7.1.4.Cairan cukup
7.1.5.Perawaqtan hiegene perineum peri uretra
7.1.6.Pencegahan konstipasi
7.2. Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, biasanya gejala infeksi saluran kemih
hilang. Bila belum berkurang, ganti antibiotik.
8. REFERENSI
Pedoman pengobatan dasar puskesma, tahun 2001.
UPT Puskesmas
Penanae
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan penanganan dispepsia fungsional
2. TUJUAN
Memberikan tata laksana sesuai pengobatan rasional
3. KEBIJAKAN
Selain pengobatan simtomatik perlu juga diberikan psikoterapi
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan / gejala yang terdiri dari rasa tidak enak / sakit di perut
bagian
atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Pengertian dispepsita terbagi menjadi 2 yaitu :
6.1.1.Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyeebab
6.1.2.Dispepsia nonorganik atau fungsional, bila tidak jelas penyebabnya
6.2. Diagnosis dispepsia fungsional
6.2.1.Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati
6.2.2.Perih, mual, kembung, cepat kenyang, muntah, sering bersendawa
6.2.3.Keluhan dirasakan terutama berhubungan / dicetuskan dengan adanya stres
6.2.4.Berlangsung lama dan sering kambuh
6.2.5.Sering disertai gejala-gejala anxietas dan depresi
6.3. Penatalaksanaan
6.3.1.Simtomatik diberikan antasida, obat-obatan penghambat H2 seperti simetidin, ranitidin
6.3.2.Psikoterapi suportif dan perilaku
6.4. Diagnosis banding
6.4.1.Dispepsia oleh sebab organik misalnya ulkus peptikum, gastiritis erosif, dan sebagainya.
6.4.2.Gangguan pada sistem herpato bilier
6.4.3.Dispepsia yang disebabkan penyakit kronik lain misalnya gagal ginjal, diabetes, melitus,
dan Sebagainya.
7. REFERENSI
Pedoman pengobatan dasar puskesma, tahun 2001.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosa
2. TUJUAN
Memberikan tata laksana yang tepat pada pasien gastitis
3. KEBIJAKAN
Berlaku untuk semua pasien
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Tanda dan gejala
6.1.1. Nyeri/ perih di daerah ulu hati
6.1.2. Kembung / rasa penuh di perut
6.1.3. Mual dan atau muntah
6.2. Pemeriksaan
6.2.1. Nyeri tekan epigastrium
6.3. Penatalaksanaan
6.3.1. Antasid 1 tablet 3 – 4 kali sehari, diminum diantara waktu makan. Penderita dengan
tanda perdarahan ( hematemesis atau melena ) harus dirujuk ke rumah sakit karena
mungkin terjadi perdarahan pada tukak lambung atau perforasi
6.3.2. Beri nasehat: makan secara teratur, makan porsi kecil tapi sering , menghindari
makanan
dengan rasa yang merangsang, menghindari sters.
7. REFERENSI
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup cara mendeteksi tuberkulosis anak sampai proses penanganannya.
2. TUJUAN
Dapat mendeteksi secara dini tuberkulosis anak untuk segera mendapat penanganan agar
tercapai tumbuh kembang anak yang optimal.
3. KEBIJAKAN
Semua anak yang kontak erat dengan penderita TBC dewasa dan atau anak yang
mempunyai gejala
yang mengarah TBC anak harus dilakukan pemeriksaan sesuai alur deteksi dini.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Timbangan badan
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Hal-hal yang mencurigakan TBC :
6.1.1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA (+).
6.1.2. Terdapat reaksi kemerahan yang lebih cepat ( dalam 3 - & hari ) setelah imunisasi
BCG.
6.1.3. Berat badan turun tanpa sebab jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik.
6.1.4. Sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab jelas.
6.1.5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6.1.6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik.
6.1.7. Skrofuloderma.
6.1.8. Konjungtivitis fliktenularis.
6.1.9. Tes tuberkulin tuberkulin positif (> 10 mm)
6.1.10. Gambaran foto rontgen sugestif TBC.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
Bila ≥ 3 positif
Dianggap
TBC
Beri OAT
observasi 2 bulan
BB 20-33 kg
TGL TERBIT :
Catatan :
TGL TERBIT :
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan tatalaksana osteoarthritis
2. TUJUAN
Memberikan tatalaksana yang tepat pada pasien osteoarthritis.
3. KEBIJAKAN
3.1. KIE tentang osteoartritis penting untuk mencegah kekambuhan
3.2. Pengobatan hanya untuk mengurangi proses inflamasi, bukan untuk menyembuhkan.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Merupakan kerusakan tulang rawan sendi ( degeneratif ) berkembang lambat dan
berhubungan dengan
usia lanjut.
6.2. GEJALA
6.2.1. Nyeri sendi yang terkena terutama untuk gerak timbul perlahan mula – mula rasa kaku
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istrahat
6.2.2.Hambatan gerak sendi dan kaku pagi hari
6.2.3.Pembesaran sendi
6.2.4.Perubahan gaya jalan
6.3. Pemeriksaan
6.3.1. Sendi yang terserang bengkak,merah ,nyeri
6.3.2.Sendi yang simetris biasanya menjurus ke diagnosis arthtritis rhematoid
6.3.3.Sendi yang nyeri sesisi biasanya menjurus ke diagnosa ostheoarthtritis.
6.4. Penatalaksanaan
6.4.1.Paracetamol dosis 1,5 – 3 gr/hari atau ibuprofen 3x400 mg/hari, diminum sesudah makan
6.4.2. Istrahatkan sendi yang sakit
6.4.3.Diet gizi seimbang dengan mengurangi berat badan
6.4.4.Hindari dingin
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
Hj. Fitriani, SKM,M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes
Nip. 19691130 199803 2 004 Nip.19680808 200212 1 002 Nip.19680808 200212 1 002
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan tatalaksana dermatomikosis
2. TUJUAN
Memberikan tatalaksana yang tepat pada pasien dermatomikosis
3. KEBIJAKAN
Hygiene penting untuk mempercepat penyembuhan
4. PETUGAS
1,2,3,4 DOKTER
1,2,3,4 PERAWAT
5. PERALATAN
1,2,3,4 Tensimeter
1,2,3,4 Steteskop
6. PROSEDUR
1,2,3,4 Tanda dan gejala
6.1. Plak atau bercak kemerahan
6.2. Gatal terutama saat berkeringat
1,2,3,4 Pemeriksaan
6.1. Terasa gatal terutama saat berkeringat
6.2. Ada lesi berupa lingkaran, batas tegas, tepi meninggi yang terdiri dari papul – papul
berkuasma ,
6.3. sedikit eritematous, bagian tengah halus
6.4. Lesi – lesi dapat bergabung disebut polisiklik
6.5. Sesuai lokasi: tinea kapitis, tinea korporia, tinea kruris, tinea pedis, tinea manum, tinea
unguinum. Menurunkan demam dengan paracetamol 10 mg /kg BB/x tiap 4 – 6 jam atau
ibuprofen
5 – 10 mg/kg BB/hari tiap 4 – 6 jam
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini dimulai dari penentuan sampel suspek TBC, penentuan diagnosis TBC dan
penanganannya sampai tindak lanjutnya.
2. TUJUAN
Penanganan kasus TBC dapat diatasi dengan tujuan dan mencegah penyebaran TBC agar tidak
meluas
3. KEBIJAKAN
Semua pasien dengan kecurigaan ke arah gejala TBC harus diselesaikan penangannya.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Timbangan Badan
5.2. Tensimeter
5.3. Steteskop
5.4. Form TB 1, TB 2, dan TB 9
6. PROSEDUR
6.1. Gejala – gejala tuberculosis
6.1.1. Gejala utama
Batuk terus – menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
6.1.2. Gejala tambahan yang sering di jumpai :
6.1.2.1. Dahak bercampur darah
6.1.2.2. Batuk darah
6.1.2.3. Sesak napas dan nyeri dada
6.1.2.4. Badan lemah, nafsu makan menurun,berat badan menurun, rasa kurang enak
badan ( malaise ), berkeringat malam walaupun tampa kegiatan, demam meriang
lebih dari satu bulan.
6.1.3. Semua tersangka tuberculosis dengan gejala seperti di atas harus dilakukan pemeriksaan
3 spesimen dahak dalam 2 hari berturut turut yaitu sewaktu pagi sewaktu ( SPS ).
6.2. Alur diagnisis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditunjukkan dalam bagan sebagai berikut :
Tersangka penderita
TB (suspek TB)
Hasil mendukung TB
Catatan :
1) Bila penderita TBC paru juga TBC ekstra paru maka penderita dicatat sebagai penderita
TBC paru
2) Bila penderita ekstra paru pada beberapa organ maka dicatat sebagai TBC ekstra paru pada
organ yang penyakitnya paling berat.
6.6. Tipe penderita :
6.6.1.Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari 1 bulan.
6.6.2.Kambuh (relaps) : penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif.
6.6.3.Pindahan (transfer in) : penderita berobat disuatu kabupaten lalu pindah berobat ke
kabupaten lain. Penderita harus membawa surat rujukan/pindah (form. TB 09).
6.6.4.Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out) : penderita yang sudah
berobat paling kurang satu bulan dan berhenti dua bulan atau lebih, dan kembali datang
berobat. Umumnya penderita kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
6.6.5.Gagal : penderita BTA positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (1 bulan
sebelum akhir pengobatan) atau lebih atau penderita dengan hasil BTA negative roentgen
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
6.6.6.Kronis : penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2.
6.7. Pengobatan tuberkulosis
Dalam pengobatan TBC, untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS = directly observed treatment) oleh seorang
pengawas menelan obat (PMO).
TGL TERBIT :
TGL TERBIT :
TUBERKULOSIS PADA ORANG NO REVISI :
Dinas Kesehatan DEWASA
HALAMAN :
Kota Bima
6.9.3.Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif tidak terjadi
konversi, maka diberikan sisipan 4 FDC (HRZE) setiap hari selama 28 hari dengan jumlah
tablet setiap kali minum
sama dengan sebelumnya.
6.10. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
TINDAK LANJUT
PENDERITA TBC URAIAN HASIL BTA
Negatif
Tahap lanjutan dimulai
Dilanjutkan dengan OAT sisipan
Akhir tahap intensif
selama 1 bulan, jika setelah sisipan
Positif
Penderita TBC dengan masih tetap positif tahap lanjutan
panduan kategori 1 tetap diberikan
Negatif keduanya
Sebulan sebelum Sembuh
akhir pengobatan
Gagal, ganti OAT kategori 2
atau akhir pengobatan Positif
mulai dari awal
Teruskan pengobatn dengan
Negatif
tahap lanjutan
Beri sisipan 1 bulan, jika setelah
Akhir intensif sisipan masih positif teruskan
Positif pengobatan tahap lanjutan, jika
ada fasilitas, rujuk untuk uji
Penderita TBC dengan kepekaan obat
panduan kategori 2 Negatif keduanya
Sembuh
Sebulan sebelum akhir Belum ada pengobatan, disebut
pengobatan atau akhir kasus kronis, jika mungkin, rujuk
pengobatan Positif kepada unit pelayanan spesialistik.
Bila tidak mungkin beri INH
seumur hidup
TGL TERBIT :
A. Tindak lanjut : lacak penderita dan beri penyuluhan pentingnya berobat teratur, bila penderita
akan melanjutkan pengobatan lakukan pemeriksaan dahak, bila positif mulai pengobatan
kategori 1 lanjutkan.
6.11.6. Gagal : penderita BTA positif hasil dahaknya tetap positif atau kembali positif pada 1
bulan sebelum AP atau pada akhir pengobatan
B. Tindak lanjut : penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari
awal dan bagi penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 di rujuk ke UPK
spesialistik atau berikan INH seumur hidup
6.11.6.1. Penderita BTA negatif yang hasil dahaknya pada AP bulan ke-2 menjadi
positif
Tindak lanjut : berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
6.12. Pengobatan penderita baru BTA positif yang berobat tidak teratur
7. REFERENSI
7.1. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis, departemen kesehatan RI, catatan ke-8, tahun
2002.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
DIABETES MELLITUS
Dinas Kesehatan NO REVISI :
Kota Bima
HALAMAN :
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Protap ini mencakup diagnosis dan penatalaksanaan DM
2. TUJUAN
Memberikan penatalaksanaan yang menyeluruh
3. KEBIJAKAN
Tiap bulan perlu diperiksa GDN, GD2 dan urin rutin
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Anamnesis :
6.1.1. Keluhan khas : poliura, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
6.1.2. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur, disfungsi
ereksi, pruritus vulva.
6.2. Faktor resiko DM tipe 2 :
6.2.1. Usia > 45 tahun
6.2.2. Berat badan > 110% BB ideal / IMT > 23 kg/m2
6.2.3. Hipertensi (TD≥ 140/90 mmHg)
6.2.4. Riwayat DM dalam garis keturunan
6.2.5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat / BB lahir bayi > 4 kg
6.2.6. Riwayat DM gestational
6.2.7. Riwayat toleransi glukosa terganggu / glukosa darah puasa terganggu
6.2.8. Penderita penyakit jantung koroner, TBC, hipertiroidisme.
6.2.9. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl
6.3. Pemeriksaan fisik :
6.3.1. TB, BB, tekanan darah
6.3.2. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku
6.4. Kriteria diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa :
6.4.1. GDS (plasma vena) > 200 mg/dl atau
6.4.2. GDN (plasma vena) > 126 mg/dl
6.5. Pemeriksaan penunjang :
6.5.1. Hb, AL, KED, GDN, GD2jj, urin rutin, cholesterol
6.6. Penatalaksanaan :
6.6.1. Edukasi : tentang penyakit DM, perlunya pengendalian dan pemantauan DM,
penyulit DM, intervensi farmakologis.
6.6.2. Perencanaan diet : mencapai dan mempertahankan berat badan ideal, diet
dengan komposisi seimbang (bila perlu rujuk ke poli gizi)
6.6.3. Latihan jasmani : olahraga teratur dan disesuaikan kondisi
6.6.4. Interval farmakoLogis
6.6.5. Jika diet sesuai aturan dan olahraga dengan baik selama 1-6 bulan tapi
diabetesnya belum terkontrol, maka penderita ditambahakan obat antibiotik :
6.6.5.1. Glibenklamid dosis awal 2,5 mg sampai maks. 15 mg/hr atau
6.6.5.2. Bila OAD glbenklamid tidak terkendali, lakukan evaluasi diet dan
olahraga, bila tetap tidak ada perbaikan rujuk ke rumah sakit.
6.6.6. Kunjungan ulang dilakukan tiap bulan diperiksa GDN dan GD2jpp, urin rutin
dan tiap tahun periksa kolesterol, dan tiap tahun periksa kolesterol, dan urinalisa
(bila diperlukan)
6.7. Indikasi ke rumah sakit :
6.7.1. Bila kadar gula darah sangat tinggi (>350 mg/dl) dengan gejala mencolok.
6.7.2. Timbul komplikasi berat (koma diabetic, koma hipoglikemia, gangren, gagal
ginjal).
6.8. Kriteria pengendalian DM :
7. REFERENSI
7.1. SOP pelaksanaan penyakit tidak menular di puskesmas, dinas kesehatan Prop. Jawa
Tengah, 2004,
hal. 23 – 25.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
MIGREN
UPT Puskesmas Penanae NO REVISI :
HALAMAN :
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup diagnosis migren dan penatalaksanaannya
2. TUJUAN
Diagnosis migren berdasarkan gambaran klinis
3. KEBIJAKAN
Mengetahui faktor pencetus agar keluhan migren dapat berkurang / diatasi
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
5.2. Steteskop
6. PROSEDUR
6.1. Pengertian
Migran adalah nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, intensitas nyeri sedang sampai berat, diperhebat
oleh aktivitas fisik rutin. Migran dapat terjadi pada anak-anak dengan lokasi nyeri lebig
sering bifrontal.
6.2. Gambaran klnis
6.2.1. Nyeri kepala berdenyut biasanya unilateral tetapi dapat bilateral atau ganti sisi
6.2.2. Kadang disertai mual, muntah, fotofobia dan atau fonofobia, wajah pucat,
vertigo, tinitus, iritabel.
6.3. Penatalaksanaan
Secara umum tatalaksana berupa :
6.3.1. Saat serangan beri terapi simtomatik parasetamol.
6.3.2. Bila faktor pencetus dikenali maka harus dihindari
7. REFERENSI
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
KUSTA 05/01/15
UPT Puskesmas Penanae NO REVISI :
HALAMAN :
01
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1 RUANG LINGUP
Prosedur ini mencakup langkah – langkah diagnosis kusta, pengobatan, monitoring dan
evaluasi pengobatan serta reaksi kusta dan penanganan terhadap reaksi.
2 TUJUAN
2.1. Pengenalan dini terhadap kusta dapat mengurangi terjadinya kecacatan
2.2. Pemantauan terus dilakukan untuk menjamin keteraturan minum obat dan
mencapai RFT.
3 KEBIJAKAN
3.1. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium .
4 PETUGAS
4.1 Dokter
4.2 Perawat
5 PERALATAN
5.1 Timbangan badan
5.2 Termometer
5.3 Steteskop
6 PROSEDUR
6.1 Pengertian
Penyakit kusta atau lepra adalah penyakit menular, menahun, dan disebabkan oleh
kuman kusta ( mycobacterium Leprae ) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan
tubuh lainya kecuali susunan syaraf pusat.
6.2. Tanda – tanda utama ( Cardinal sign )
6.2.1. Lesi kulit yang mati rasa ( lesi berbentuk bercak hipopigmentasi /
erithemathous, papul / nodul yang mati rasa )
6.2.2. Penebaln saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf karena
peradangan kronis saraf tepi ( neuritis perifer ) yang berupa :
6.2.2.1. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
6.2.2.2. Gangguan fungsi motoris : parese / paralisis
6.2.2.3. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak – retak
6.2.3. Adanya bakteri tahan asam ( BTA ) didalam kerokan jaringan kulit ( BTA
positif
6.2.4. Dinyatakan menderita kusta bila terdapat satu dari tanda Cardinal
6.3. Tanda – tanda Suspek
6.4.1. Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain ( panu, kurap, kudis, frambusia )
6.4.2. Jika tidak ditemikan mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun ada
t
anda – tanda mencurigakan seperti nodul / pembengkakan pada wajah /
cuping telinga/ infiltrasi pada kulit, perlu skin smear.
6.4.3. Tunggu 3 – 6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, bila anaestesi
jelas
lakukan Multy drug Therapy ( MDT ), jika masih ragu suspek perlu
dirujuk.
6.5 Klasifikasi Kusta
Bercak kusta
Jumlah 1 s/d 5 Jumlah > 5
Penebalan saraf tepi yang
disertai gangguan fungsi Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
Sedian apusan
BTA negatif BTA positif
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
KUSTA
Dinas Kesehatan NO REVISI :
Kota Bima
HALAMAN : 03
b. Membran mukosa
(hidung tersumbat, Tidak pernah ada Ada, kadang tidak ada
pendarahan di hidung)
- Lesi bentuk seperti donat
Central healing
- Ginekomastia
3. Ciri-ciri (penyembuhan
- Hidung pelana
ditengah)
- Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang ada
5. Deformitas Terjadi dini Biasanya simetris, terjadi lambat
6.7 Langkah diagnosis pada lepra :
6.7.1 Anamnesis
6.7.1.1 Nama, alamat, daerah asal
6.7.1.2 Tanda kulit / saraf yang dicurigai, kapan timbul bercak / benjolan
yang rasa kebal / mati rasa / keluhan lain yang ada. Apa ada riwayat
kontak.
6.7.1.3 Riwayat pengobatan sebelumnya
TGL TERBIT :
KUSTA
Dinas Kesehatan NO REVISI :
Kota Bima
HALAMAN : 04
6.9. Penatalaksanaan
6.9.1. Kusata Pauci Baciller (PB)
Pengobatan bulanan : Hari I (dosis yang diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
1 tablet dapsone (DDS 100 mg)
1 tablet Lamprene 50 mg
1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
1 blister untuk 1 bulan
6.10.7. Defaulter
6.10.7.1. Jika penderita PB tidak ambil / minum obat > 3 bulan
6.10.7.2. Jika penderita MB tidak ambil / minum obat > 6 bulan
6.10.7.3. Tindakan bagi defauler :
Dikeluarkan dari monitoring dan registrasi
Bila datang lagi periksa klinis ulang sbb:
Default Periksa fisik Masih ada tanda Obati dari wal Masukan dalam
pertamam kali aktif ( merah / kembali dengan monitoring
peninggian lesi regimen sesuai pengobatan
lama , lesi baru, hasil kolom ulangan
pembesaran saraf pemeriksaan sebagai masuk
baru kembali
Bila tidak ada Tidak perlu -
tanda aktif diobati lagi
Default kedua - - Teruskan sisa Teruskan
( tidak ambil / pengobatan monitoring
minum obat > sampai lengkap pengobatan
3 bulan ) sampai selesai
Default kedua Rujukan - Teruskan sisa Teruskan
( tidak ambil / pengobatan monitoring
minum obat > untuk sampai lengkap pengobatan
3 bulan ) menentukan sampai selesai
Penderita >2 pengobatan Perlu pengobtan Sesuai hasil
kali default rujukan
Tidak perlu - -
pengobatan
6.11.Relps / kambuh
6.11.1. Dinyatakan relaps bila setelah RFT timbul lesi baru pada kulit.
6.11.1.1. Konfirmsikan ke dokter rujukan untuk memastikan relaps
6.11.1.2. Relaps MB bila pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi
peningkatan indeks
bakteriologi 2 ( atau lebih ) dengan dibandingkan saat diagnosis.
6.11.1.3.Bila hasil relaps telah dikonfirmasi maka penderita diobati MDT sesuai hasil
pemeriksaan saat itu.
6.12. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah RFT, meninggal, pindah, salah
diagnosis, ganti klasifikasi ,defauilt.
6.13. Pada keadan khusus ( misal akses ke pelayanan kesehatan sulit ) dapat
diberikan sekaliigus beberapa blister disertai pesan penyuluhan lengkap
mengenai efek samping dan indikasi untuk kembali ke puskesmas.
6.14. Reaksi Kusta
Reaksi kusta merupakan suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit
kusta yang merupakan reaksi kekebalan seluler ( reaksi tipe 1 ) atau reaksi
anti gen anti bodi ( reaksi tipe 2 ) dengan akibat merugikan penderita ,
terutama mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi
( cacat ) .
6.14.1. Faktor Risiko:
6.14.1.1. Stres fisik karena : kehamilan, nifas, sesudah
mendapat imunisasi
6.14.1.2. Malaria , kecacingan, karies gigi, anemia, kurang gizi,
kelelahan
6.14.1.3. Sters mental : malu takut
6.14.1.4. Pemakaian obat yang meningkatkan kekebalan tubuh
6.14.2. Untuk mengurangi faktor risiko dan mengantisipasi jangan sampai terjadi
reaksi
6.14.2.1. Berikan obat cacing atau vitamin dosis tinggi
6.14.2.2. Pemeriksaan menyeluruh : periksa gigi
/kehamilan/penyakit lainnya
PERBEDAAN REAKSI TIPE 1 dan 2
Catatan : bila ada peradangan pada lesi kulit yang dekat dengan saraf digolongkan sebagai
reaksi berat
7. REFERENSI
7.1. Modul pelatihan program P2 kusta bagi unit pelayanan kesehatan, tahun 2007,
subdirektorat kusta dan frambusia, departemen kesehatan RI, Jakarta.
PROSEDUR TETAP NO DOKUMEN:
TGL TERBIT :
PENGUKURAN DENYUT NADI
UPT PUSKESMAS NO REVISI :
PENANAE
HALAMAN :
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Yang dimaksud dengan denyut nadi adalah mengembang dan mengempisnya pembuluh
darah arteri secara teratur, akibat desakan darah kedalam pembuluh darah arteri sebagai
hasil kontraksi ventrikel
kiri.
2. TUJUAN
2.1. Mengetahui keadaan umum pasien
2.2. Mengetahui fungsi jantung secara dini
2.3. Mengetahui / mengikuti perkembangan jalannya penyakit.
2.4. Membantu menentukan diagnosa
3. KEBIJAKAN
3.1. Pasien dalam kondisi tenang
3.2. Dihitung setelah denyut nadi teraba dengan baik
3.3. Pada keadaan tertentu, misal pasien sakit jantung dihitung satu menit prnuh
3.4. Jika ada kelainan, segera dilaporkan ke dokter penanggung jawab
3.5. Tempat pengambilan denyut nadi arteri radialis, arteri brachialis, arteri tempolaris,
arteri femolaris,
dan arteri jugularis
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Tensimeter
6. PROSEDUR
6.1. Memberitahu pasien
6.2. Mempersilahkan pasien berbaring di tempat tidur atau duduk dengan tenang
6.3. Memegang tangan pasien dengan menggunakan ibu jari telunjuk, jari tengah, dan jari
manis tepat diatas arteri radialis / arteri brachialis, disini akan teraba detakan denyut
nadi.
6.4. Tangan yang lain memegang arloji
6.5. Menghitung nadi selama ¼ menit kemudian hasilnya dikalikan 4. Pada anak / bayi
dihitung 1 menit penuh
6.6. Mencuci tangan
TGL TERBIT :
Hj. Fitriani, SKM,M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes
Nip. 19691130 199803 2 004 Nip.19680808 200212 1 002 Nip.19680808 200212 1 002
1. PROSEDUR
1.1. Penderita diberitahu tentang tindakan medis (bila memungkinkan)
1.2. Baringkan penderita, diatur sebaik mungkin dan pakaian dibuka pada tempat yang akan
dipasang infus
1.3. Siapkan set infus
1.4. Tutup botol infus didesinfeksi dengan kapas alkohol lalu ditusukkan pipa saluran udara
1.5. Klem pipa infus di buka, cairan dialirkan sampai keluar sehingga tidak ada udara pada saluran
infus lalu klem ditutup lagi, tabung tetesan jangan jangan sampai penuh
1.6. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan karet pembendung
1.7. Daerah tempat penyuntikan jarum didesinfeksi lalu jarum disuntikkan ke vena dengan lubang
jarum menghadap ke atas
1.8. Bila berhasil darah akan keluar dapat dilihat pada pangkal jarum, langsung sambungkan ke
ujung pipa saluran infus pada pangkal jarum dan pembendungan dilepaskan klem
dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan
1.9. Bila tetesan lancar pangkal jarum direkatkan pada kulit dengan plester
1.11 Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan diplester
1.12 Anggota gerak yang dipasang infus diatur letaknya supaya jangan digerak-gerakkan agar jarum
tidak bergeser bila perlu di pasang spalk
TGL TERBIT :
INJEKSI INTRA MUSKULER NO REVISI :
UPT PUSKESMAS
PENANAE HALAMAN :
Dibuat Oleh Disetujui Oleh Disahkan Oleh
Koordinator Poli Umum Kepala UPT Puskesmas Kepala DIKES
Penanae Kota Bima
1. RUANG LINGKUP
Pasien anak maupun dewasa yang memerlukan pemberian obat secara intra muskuler
2. TUJUAN
Pemberian obat melalui jaringan otot agar lebih cepat diabsrbsi tubth
3. KEBIJAKAN
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot (intra muskuler) dengan
menggunakan spoit
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Spuit dan jarum suntik
5.2. Kapas
5.3. Alkohol
6. PROSEDUR
6.1. Mencuci tangan.
6.2. Menyiapkan obat sesuai prinsip 5 benar (nama pasien, nama obat, cara pemberian, dosis,
waktu pemberian).
6.3. Memberitahu pasien dengan jelas prosedur yang akan diberikan.
6.4. Mengatur pasien pada posisi yang nyaman pada posisi tidur.
6.5. Memilih area penusukan yang bebas dari tanda lesi, kekakuan, peradangan / rasa gatal.
6.6. Membersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan silkuler
dari
arah dalam keluar dengan diameter 5 cm dan tunggu sampai kering.
6.7. Pegang kapas alkohol dengan jari-jari tengah .
6.8. Membuka tutup jarum.
6.9. Meregangkan kulit di area penusukan (membuat kulit menjadi lebih kencang dan memudahkan
penusukan.
6.10. Dengan cepat memasukkan jarum dengan sudut 90° dengan tangan dominan, masukkan
sampai pada jaringan otot.
6.11. Melakukan aspirasi.
6.12. Jika tidak ada darah, masukkan perlahan-lahan.
6.13. Jika ada darah, tarik kembali jarum dari kulit, tekan tempat penusukan selama 2 menit,
observasi
adanya memar, jika perlu berikan plester.
6.14. Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil
melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
6.15. Jika ada perdarahan, maka tekan area tersebut dengan kasa steril sampai darah berhenti.
6.16. Membuang peralatan pada tempatnya.
6.17. Mencuci tangan.
6.18. Mendokumentasikan.
1. RUANG LINGKUP
Pasien anak maupun dewasa yang memerlukan pemberian obat.
2. TUJUAN
Pemberian obat langsung ke dalam vena dengan teknik bolus pada situasi kedaruratan
yang diperlukan kerja obat secara cepat untuk menghindari pencampuran obat yang
tidak cocok.
3. KEBIJAKAN
Pemberian obat dengan dengan cara memasukkan obat ke dalam intra vena dengan
menggunakan spuit.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. Spuit dan jarum suntik
5.2. Kapas
5.3. Alkohol
6. PROSEDUR
6.1. Mencuci tangan.
6.2. Menyiapkan obat sesuai prinsip 5 benar (nama pasien, nama obat, cara pemberian,
dosis, waktu pemberian).
6.3. Memberitahu pasien dengan jelas prosedur yang akan diberikan.
6.4. Mengatu pasien dengan posisi yang nyaman dan sesuai kebutuhan.
6.5. Bebaskan lengan pasien dari baju dan kemeja
6.6. Lakukan pembendungan 15 cm diatas area penusukan.
6.7. Memilih area penusukan yang bebas dari tanda lesi, kekakuan, peradangan / rasa gatal.
6.8. Membersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan benar.
6.9. Membuka tutup jarum.
6.10.Tarik kulit kebawah kurang leebih 2,5 cm dibawah area penusukan.
6.11.Pengang jarum pada posisi 30° sejajar vena yang ditusuk, kemudian tusuk perlahan-
lahan dan pasti.
6.12.Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan meneruskan jarum ke dalam vena.
6.13.Aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan
menarik plunger.
TGL TERBIT :
Hj. Fitriani, SKM,M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes dr. Agus DwiPitono, M.Kes
Nip. 19691130 199803 2 004 Nip.19680808 200212 1 002 Nip.19680808 200212 1 002
1. RUANG LINGKUP
Prosedur ini memuat langkah-langkah membuat rekaman EKG.
2. TUJUAN
Semua pasien dengan indikasi diupayakan untuk rekam jantung.
3. KEBIJAKAN
Rekaman EKG dibuat dengan benar dan bisa terbaca.
4. PETUGAS
4.1. Dokter
4.2. Perawat
5. PERALATAN
5.1. EKG
5.2. Tensimeter
5.3. Steteskop
5.4. Kapas alkohol
6. PROSEDUR
Yang perlu diperhatikan dalam membuat rekaman EKG
6.1. Pasien harus berbaring santai (menghindari tremor otot).
6.2. Hubungkan elektroda anggota badan(lengan dan tungkai), dan pastikan bahwa elektroda
tersebut
telah dipasang pada tempat yang seharusnya.
Sebelumnya dibersihkan dengan kapas alkohol.
6.3. Taralah tanda EKG dengan tanda 1 Mvolt.
6.4. Rekam ke-6 sadapan standar, masing-masing cukup dibuat 3 – 4 kompleks.
6.5. Rekam ke-6 sadapan V.
Sadapan rekaman EKG
7. REFERENSI
7.1. Dasar – dasar EKG, penerbit buku Kedokteran EGC Edisi 4