Anda di halaman 1dari 12

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053

Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HARGA DIRI


(SELF ESTEEM) PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH
EKS KAWEDANAN INDRAMAYU

Dedeh Husnaniyah1, Mamat Lukman2, Raini Diah Susanti3


1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu
2, 3
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email : d_husnaniyah@yahoo.com

ABSTRAK
Dampak TB Paru dapat mempengaruhi harga diri penderita TB Paru. Tujuan
Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh dukungan keluarga, kondisi
fisik, psikologis individu dan stigma terhadap harga diri penderita TB Paru. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross
sectional study. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik total sampling
sebayak 45 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga,
kondisi fisik, psikologis individu dan stigma berpengaruh terhadap harga diri
penderita TB Paru dengan nilai p <0,05. Hasil analisis multivariat regresi logistik
ganda menunjukkan bahwa dari keempat faktor tersebut stigma merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap harga diri penderita TB Paru dengan nilai OR =
8,304. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara dukungan
keluarga, kondisi fisik, psikologis individu dan stigma terhadap penderita TB
Paru, faktor yang paling berpengaruh terhadap harga diri adalah stigma. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemegang program TB di
Puskesmas untuk memberikan konseling terkait faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap harga diri. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan stigma di
masyarakat.
Kata Kunci: Faktor-faktor, Harga Diri, Tuberkulosis Paru

ABSTRACT
The effects caused by tuberculosis may affect self esteem of patient with
tuberculosis. The aim of this research is identifying influences of family support,
physical condition, individual psyche and stigma toward self esteem of
tuberculosis patient. This is an analitical descriptive study with cross sectional
design. The sampling used total sampling method with 45 respondent. Study result
shows that family support, physical condition, individual psyche and stigma
contribute to self esteem of tuberculosis patients with p < 0,05. Multiple logistic
regresion multivariate analysis shows among the four particular factors, stigma is
the only one that most contributes toward self esteem of tuberculosis patients with
OR = 8,304. The conclusion of this study is there is impact between family
support, physical condition, individual psyche and stigma toward tuberculosis
patient, with stigma tobe the most influential factor. The result is expected to be
input for holders of TB programs at the health center (Puskesmas) to provide
counseling related to factors that affect self-esteem. It is expected to decrease the
stigma in society.
Keywords : Factors, Self Esteem, Tuberculosis

1
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB paru) memunculkan stigma bahkan dapat
merupakan penyakit menular yang mengakibatkan isolasi sosial (Depkes
disebabkan oleh kuman tuberkulosis RI, 2007). Keadaan tersebut dapat
(Mycobacterium tuberculosa). mempengaruhi harga diri penderita
Penyakit ini masih menjadi masalah TB paru.
kesehatan global. Diperkirakan Harga diri merupakan evaluasi
sepertiga dari populasi dunia sudah individu terhadap dirinya sendiri
tertular TB paru, dimana sebagian secara positif atau negatif. Individu
besar penderita TB paru adalah usia yang memiliki harga diri tinggi
produktif (15-50 tahun). Tahun 2013 cenderung penuh keyakinan,
terdapat 9 juta kasus baru dan 1,5 mempunyai kompetensi dan sanggup
juta kematian akibat penyakit TB mengatasi masalah-masalah
paru (WHO, 2014). kehidupan. Sebaliknya individu yang
Penyakit TB Paru terus memiliki harga diri rendah sering
berkembang setiap tahunnya di menunjukkan perilaku yang kurang
Indonesia, dan saat ini mencapai aktif, tidak percaya diri dan tidak
angka 250 juta penderita baru mampu mengekspresikan diri.
diantaranya 140.000 menyebabkan Seseorang dengan harga diri rendah
kematian (Syarifudin, 2011). akan memandang dirinya sebagai
Indonesia sendiri menduduki urutan orang yang tidak berguna baik dari
keempat di dunia dan Jawa barat segi akademik, interaksi sosial,
menduduki rangking pertama keluarga dan keadaan fisiknya (John
penderita TB paru. TB paru & Arthur, 2004).
merupakan penyakit yang erat Berdasarkan studi pendahuluan
hubungannya dengan sosial yang dilakukan oleh peneliti
ekonomi. Pendapatan yang rendah terhadap 10 penderita TB paru di
dengan jumlah keluarga yang besar, wilayah kabupaten Indramayu
hidup di lingkungan padat dan dengan meggunakan kuesioner dan
dengan sanitasi perumahan yang wawancara. Didapatkan bahwa dari
buruk mempunyai kemungkinan 10 penderita didapatkan 7 yang
yang lebih tinggi untuk terinfeksi mengalami gangguan harga diri, hal
kuman TB paru, apabila tidak diatasi ini ditunjang selama dilakukan
dengan baik maka dapat berakibat pengkajian tidak ada kontak mata,
pada kematian (Depkes RI, 2007). menunduk, keengganan untuk
Tuberkulosis paru dapat berinteraksi, hanya menjawab bila
mengakibatkan penurunan daya ditanya terlebih dahulu. Dari hasil
tahan tubuh dan kelemahan fisik, wawancara pada tanggal 1 Maret
sehingga mengakibatkan 2015 terhadap penderita TB
keterbatasan dalam melaksanakan didapatkan data bahwa penderita
aktivitas harian. Hal ini dapat mengatakan malu saat mengetahui
mengakibatkan kehilangan rata-rata didiagnosa TB paru, sehingga
waktu kerja 3-4 bulan, yang beberapa penderita menyebut nama
berakibat pada kehilangan sakit yang dideritanya dengan
pendapatan pertahun sekitar 20-30%. “Bronkitis atau plak”, selain itu
Selain merugikan secara ekonomis, masih ada penderita TB yang
TB dapat memberikan dampak beranggapan bahwa TB paru
dalam kehidupan sosial, merupakan penyakit kutukan dan

2
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

keturunan, penderita merasa takut menyebabkan tingginya resiko


bila penyakitnya tidak dapat sembuh kejadian TB paru, karena TB paru
dan merasa sedih dengan merupakan salah satu Infeksi
keadaannya, apabila ada Oportunistik tersering pada orang
perkumpulan rutin warga penderita dengan HIV/AIDS. Infeksi HIV
selalu memisahkan diri bila ingin memudahkan terjadinya infeksi
batuk karena adanya ketakutan Mycobacterium tuberculosis.
penyakitnya diketahui orang lain, Penderita HIV mempunyai resiko
penderita merasa menjadi beban lebih besar menderita TB
keluarga, stress, merasa lemah dan dibandingan non-HIV(PPK-LK
merasa kurang percaya diri dengan Dikdas).
penampilannya. Kabupaten Indramyu terbagi
Melihat hasil studi menjadi lima wilyah eks kawedanan
pendahuluan diatas ternyata yaitu Indramayu, Karang Ampel,
penderita tersebut sudah mengalami Jatibarang, Kandanghaur dan
gangguan pada harga dirinya, apabila Haurgeulis. Prevalensi TB paru
hal ini berkelanjutan akan tertinggi berada di wilayah eks
menyebabkan terjadinya harga diri kawedanan Indramayu sebesar 78
rendah pada penderita TB Paru. penderita TB paru diantara 100.000
Harga diri yang rendah apabila tidak penduduk. Berdasarkan data diatas
diatasi dengan baik dapat peneliti tertarik untuk melakukan
mengakibatkan stres dan depresi penelitian terkait faktor-faktor yang
(Lubis, 2009; Stuart & Sundeen, berpengaruh langsung dan dapat
2009). diubah terhadap harga diri penderita
Lubis (2009) menjelaskan TB paru di wilayah eks kawedanan
bahwa harga diri dipengaruhi oleh Indramayu.
beberapa faktor yaitu : jenis kelamin,
sosial ekonomi, usia, lingkungan METODE PENELITIAN
keluarga, kondisi fisik, psikologis, Jenis penelitian ini deskriptif
dan lingkungan sosial. Peneliti analitik dengan rancangan penelitian
membagi menjadi dua bagian, yaitu Studi Potong Lintang (Cross
faktor yang berpengaruh langsung Sectional Study), dimana pengukuran
dan dapat diubah meliputi :
variabel dependen dan variabel
dukungan keluarga, kondisi fisik, independen dilakukan pada saat yang
psikologi individu, dan stigma, dan sama dan sifatnya sesaat. Populasi
faktor yang tidak berpengaruh pada penelitian ini adalah semua
langsung dan tidak dapat diubah pasien TB paru BTA (+) pada
meliputi : jenis kelamin, usia dan Triwulan satu tahun 2015, masih
sosial ekonomi. Pada penelitian ini dalam masa pengobatan, tinggal di
peneliti akan melihat faktor-faktor wilayah puskesmas eks kawedanan
yang berpengaruh langsung dan Indramayu, berusia ≥ 17 tahun,
faktor yang dapat diubah saja mampu membaca dan menulis dan
terhadap harga diri penderita TB. tidak memiliki cacat fisik. Jumlah
Cakupan penemuan penderita
populasi sebanyak 57 orang.
TB/Case Detection Rate (CDR) di Pengambilan sample pada
Indramayu cukup rendah yaitu penelitian ini dilakukan dengan
51,3% selain itu tingginya kasus tekhnik Total sampling yaitu 57
HIV/AIDS di Indramayu orang, tetapi pada saat

3
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

pelaksanaannya hanya 45 orang yang puskesmas eks kawedanan


dapat berpatrisipasi, 12 orang lainnya Indramayu pada 27 Mei sampai 17
mengalami Drop Out (DO). Empat Juni 2015. Wilayah eks kawedanan
orang meninggal dunia, empat orang Indramayu meliputi 10 puskesmas
tidak berada ditempat/kesulitan yaitu : Balongan, Plumbon,
untuk ditemui, dan empat orang Margadadi, Babadan, Pasekan,
lainnya menolak berpartisipasi dalam Cantigi, Cidempet, Sindang,
penelitian ini, sehingga total sampel Lohbener, dan Kiajaran Wetan.
pada penelitian ini 45 orang.
Penelitian di laksanakan di wilayah

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Wilayah Puskesmas Eks
Kawedanan Indramayu (n = 45)
Karakteristik Responden Jumlah (n) Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 64,4
Perempuan 16 35.6
Usia
17 - 25 7 15,6
26 - 35 10 22,2
36 - 45 15 33,3
46 - 55 11 24,4
> 55 2 4,4
Pendapatan Perbulan
< UMR 27 60
> UMR 18 40

Analisis Univariat
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Harga Diri, Dukungan Keluarga, Kondisi Fisik,
Psikologi Individu, dan Stigma pada Penderita TB Paru di Wilayah
Puskesmas Eks Kawedanan Indramayu (n = 45)
Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Harga Diri
Rendah 22 48,9
Tinggi 23 51,1
Dukungan Keluarga
Tidak Ada Dukungan 19 42,2
Ada Dukungan 26 57,8

Kondisi Fisik
Buruk 22 48,9
Baik 23 51,1
Psikologi Individu

4
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

Kategori Jumlah (n) Presentase (%)


Negatif 21 46,7
Positif 24 53,3
Stigma
Tidak Ada Stigma 21 46,7
Ada Stigma 24 53,3

Analisis Bivariat
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hubungan Harga Diri dengan Dukungan
Keluarga, Kondisi Fisik, Psikologi Individu, dan Stigma di Wilayah
Puskesmas Eks Kawedanan Indramayu (n = 45)
Harga Diri OR
Nilai
Kategori Rendah Tinggi 95%
P
n % n % CI
Dukungan Keluarga
Tidak Ada Dukungan 12 54,5 7 30,4 0,047 0,288
Ada Dukungan 10 45,5 16 69,6 (0,083 - 1,006)
Kondisi Fisik
Buruk 15 68,2 7 30,4 0,011 4,898
Baik 7 31,8 16 69,6 (1,386 - 17,310)
Psikologis Individu
Negatif 16 72,7 5 21,7 0,001 9,6
Positif 6 27,3 18 78,3 (2,453 - 37,575)
Stigma
Ada Stigma 16 72,7 8 34,8 0,011 0,2
Tidak Ada Stigma 6 27,3 15 65,2 (0,056 - 0,713)

Analisis Multivariat
Tabel 4. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Dukungan
Keluarga, Kondisi Fisik, Psikologi Individu dan Stigma dengan Harga Diri
Penderita TB Paru di Wilayah Puskesmas Eks Kawedanan Indramayu (n=45)
Adjusted OR P
Langkah Variabel B S.E Wald
(95 % CI) Value
Dukungan
Langkah 1 0,745 0,868 0,737 2,107 0,391
Keluarga (1)
0,384 - 11,549
Kondisi Fisik (1) -0,604 0,846 0,509 0,547 0,476
0,104 - 2,872
Psikologi Individu
(1) -2,421 0,889 7,416 0,089 0,006
0,016 - 0,507
Stigma (1) 1,749 0,938 3,475 5,749 0,062
0,914 - 36,168
Constant 0,113 0,911 0,015 1,119 0,902
Dukungan 0,572 0,824 0,483 1,773 0,487

5
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

Adjusted OR P
Langkah Variabel B S.E Wald
(95 % CI) Value
Langkah 2 Keluarga (1)
0,353 - 8,912
Psikologi Individu
(1) -2,582 0,869 8,835 0,076 0,003
0,014 - 0,415
Stigma (1) 2,01 0,879 5,232 7,464 0,022
1,333 - 41,791
Constant -0,14 0,829 0,029 0,869 0,865
Psikologi Individu
Langkah 3 (1) -2,68 0,861 9,689 0,069 0,002
0,013 - 0,371
Stigma (1) 2,117 0,863 6,02 8,304 0,014
1,531 - 45,048
Constant 0,24 0,619 0,151 1,272 0,698
Analisis dengan multiple logistic regression metode backward

PEMBAHASAN dewasa akhir dengan umur 36-45


lebih banyak yang menderita TB
Karakteristik Responden
Paru dibandingkan usia lainnya
Berdasarkan tabel 1 penderita sebanyak 15 orang (33,3%). Hal ini
TB Paru lebih banyak diderita oleh didukung oleh Mahpudin (2006)
laki-laki sebanyak 29 responden bahwa kelompok umur 49 tahun ke
(64,4%) dibandingkan dengan bawah mempunyai proporsi lebih
perempuan, hal ini disebabkan tinggi yaitu 63,2 % dibandingkan
karena kecenderungan faktor gaya dengan kelompok umur 50 tahun ke
hidup laki-laki yang merokok dan atas.
minum-minuman beralkohol. Hal ini Penyakit TB paru sering
sesuai dengan penelitian Manalu dikaitkan dengan masalah
(2010) Penderita TB paru cenderung kemiskinan khususnya yang terjadi
lebih tinggi pada laki-laki, karena di negara berkembang. Kemiskinan
laki-laki lebih banyak yang memiliki menyebabkan penduduk kekurangan
kebisaan merokok. Rokok dan gizi, tinggal di tempat tidak sehat dan
minuman beralkohol dapat kurangnya kemampuan dalam
menurunkan sistem kekebalan tubuh pemeliharaan kesehatan sehingga
sehingga mudah terserang TB paru meningkatkan resiko terjadinya
(Naga, 2012). Selain itu kebanyakan penyakit TB paru (Aditama, 2005).
laki-laki bekerja di luar rumah Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
sehingga kemungkinan tertular bahwa pendapatan perbulan lebih
kuman TB lebih besar (Aditama, banyak < UMR (Upah Minimun
2005). Rata-rata) yaitu 60% (27 responden).
Usia merupakan faktor resiko Hal ini sesuai dengan Mahpudin
terjadinya TB Paru, berdasarkan (2006) menunjukkan bahwa
tabel 1 diketahui sebagian besar seseorang yang mempunyai
responden adalah kelompok usia pendapatan perkapita rendah (di
bawah garis kemiskinan) mempunyai

6
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

resiko menderita TB paru 1,87 kali Faktor-faktor yang Berpengaruh


dibandingkan dengan yang Terhadap Harga Diri Penderita
mempunyai pendapatan perkapita di TB Paru
atas garis kemiskinan. Berdasarkan hasil analisis
bivariat dan multivariat didapatkan
Harga Diri Penderita TB Paru empat faktor yang terbukti
Seseorang yang menderita berpengaruh terhadap harga diri
penyakit kronis seperti TB Paru akan penderita TB Paru yaitu: dukungan
mempengaruhi harga diri penderita keluarga, kondisi fisik, psikologi
baik secara langsung maupun tidak individu dan stigma.
langsung. Semakin banyak penyakit
kronis yang mengganggu Dukungan Keluarga
kemampuan beraktivitas dan Dukungan keluarga adalah
mempengaruhi keberhasilan suatu dukungan yang bermanfaat
seseorang, maka akan semakin bagi individu yang diperoleh dari
mempengaruhi harga diri (Potter & keluarganya dimana keluarga
Perry, 2010). memperhatikan, menghargai dan
Berdasarkan tabel 2 responden mencintainya (Cohen & Syme, 1996
yang memiliki harga diri tinggi lebih
dalam Setiadi, 2008). Tabel 2
banyak dibandingkan dengan diketahui responden yang
responden yang memiliki harga diri mendapatkan dukungan keluarga
rendah, masing-masing sebanyak 23 lebih banyak yaitu 26 responden
responden (51,1%) dan 22 responden (57,8%) dibandingkan dengan
(48,9%). Hasil penelitian ini bertolak responden yang tidak mendapat
belakang dengan teori yang ada dukungan keluarga 19 responden
namun sesuai dengan penelitian yang (42,2%). Hasil ini berbanding lurus
dilakukan oleh Raynel (2010) bahwa sebagaimana tertera pada tabel 3
sebanyak 37 responden TB Paru bahwa responden yang mendapatkan
didapatkan 51,4% penderita yang dukungan keluarga lebih banyak
memiliki harga diri tinggi. Hal ini yang memiliki harga diri tinggi yaitu
dimungkinkan karena penderita TB sebanyak 16 responden (69,6%)
Paru di wilayah puskesmas eks dibandingkan dengan responden
kawedanan Indramayu lebih banyak yang tidak mendapatkan dukungan
diderita oleh laki-laki, harga diri keluarga. Dukungan keluarga
memiliki keterkaitan dengan jenis terbukti berpengaruh dengan harga
kelamin, hal ini di dukung oleh diri penderita TB Paru yang
Moksnes (2010) bahwa laki-laki dibuktikan dengan p value 0,047
memiliki harga diri lebih tinggi dengan OR 0,288 (0,083 – 1,006).
dibandingkan wanita. Individu Artinya seseorang yang mendapatkan
dengan harga diri tinggi memiliki dukungan dari keluarganya akan
sikap penerimaan dan memiliki rasa meningkatkan harga dirinya.
percaya diri (Mubarak & Chayatin, Hasil penelitian ini sesuai
2008). dengan Sarafino (2006) yang
menyatakan bahwa dukungan
keluarga merupakan bagian dari

7
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

dukungan sosial yang membuat 4,898 (1,386 – 17,310). Artinya


seseorang merasa senang, seseorang yang mempersepsikan
diperhatikan dan dihargai. Penderita kondisi fisiknya baik akan
akan merasa senang dan tenteram meningkatkan harga dirinya.
apabila mendapatkan perhatian dan Hal ini sejalan dengan
dukungan dari keluarganya, karena penelitian yang dilakukan oleh
dengan dukungan tersebut akan Rahmawati (2006) bahwa kondisi
meningkatkan kepercayaan dirinya, fisik seseorang berbanding lurus
saat kepercayaan diri meningkat dengan tingkat harga dirinya,
akan meningkatkan harga diri individu dengan kondisi fisik yang
penderita juga. Bentuk dukungan ideal cenderung dapat diterima di
yang dapat diberikan meliputi: lingkungannya sehingga individu
dukungan emosional, dukungan tersebut memiliki rasa percaya diri
penghargaan, dukungan dan harga diri yang tinggi,
instrumental, dan dukungan sebaliknya individu yang dengan
informatif. kondisi fisik yang kurang ideal
membuat individu tersebut menjadi
Kondisi Fisik tidak percaya diri dan akhirnya
memiliki harga diri yang rendah.
Kondisi fisik merupakan
Selain itu salah satu faktor yang
penilaian individu terhadap
dapat mempengaruhi kepuasan fisik
perubahan kondisi fisik yang
adalah persepsi individu terhadap
dialaminya sebagai dampak dari
derajat kegemukan atau kekurusan
penyakit yang dideritanya, ada yang
tubuhnya dan bukan berdasarkan
mempersepsikan kondisi fisiknya
proporsi tubuhnya.
baik dan ada yang mempersepsikan
buruk.
Berdasarkan Tabel 2 Psikologi Individu
diketahui responden yang Psikologis adalah apa yang
mempersepsikan kondisi fisiknya ada di dalam pikiran seseorang
baik lebih banyak dibandingkan sehingga dapat mempengaruhi
dengan responden yang kebiasaan seseorang. Berdasarkan
mempersepsikan kondisi fisiknya Tabel 2 diketahui responden yang
buruk, masing-masing sebanyak 23 mengalami psikologi positif terhadap
(51,1%) dan 22 (48,9%). Hasil ini TB paru yang dideritanya lebih
berbanding lurus sebagaimana tertera banyak dibandingkan dengan
pada tabel 4.3 bahwa responden yang responden yang mengalami psikologi
mempersepsikan kondisi fisiknya negatif, masing-masing sebanyak 24
baik lebih banyak yang memiliki responden (53,3%) dan 21 responden
harga diri tinggi sebanyak 16 (46,7).
responden (69,6%) dibandingkan Hasil ini berbanding lurus
dengan responden yang sebagaimana tertera pada tabel 4.3
mempersepsikan kondisi fisiknya bahwa responden yang mengalami
buruk. Kondisi fisik terbukti psikologi positif lebih banyak yang
berhubungan dengan harga diri memiliki harga diri tinggi sebanyak
penderita TB Paru yang dibuktikan 18 responden (78,3%) dibandingkan
dengan p value 0,011 dengan OR

8
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

dengan responden yang mengalami harga diri yang rendah. Hasil analisis
psikologi negatif. Psikologi individu multivariat pada tabel 4
terbukti berhubungan dengan harga menunjukkan bahwa dari keempat
diri penderita TB Paru yang faktor yang mempengaruhi harga
dibuktikan dengan p value 0,001 diri, stigma memperoleh nilai OR
dengan OR 9,600 (2,453 – 37,575). terbesar dari yang lainnya, yaitu
Artinya seseorang yang mengalami 8,304 (1,531 – 45,048). Dengan
psikologi negatif akan memiliki demikian, stigma merupakan
harga diri rendah. Hal ini sejalan variabel yang paling dominan
dengan penelitian Sulistiyawati dan berpengaruh terhadap harga diri
Kurniawati (2012) penderita TB Paru penderita TB Paru. Seseorang yang
dengan pengobatan lama akan memiliki stigma mempunyai
mengalami tekanan psikologis dan kemungkinan 8,304 kali lebih
merasa tidak berharga bagi keluarga banyak mengalami harga diri rendah.
dan masyarakat, sehingga seseorang Setelah terdiagnosa menderita
dengan tekanan psikologi negatif TB paru stigma yang muncul pada
akan memiliki harga diri rendah. penderita adalah mereka merasa
Stigma sebagai sumber penularan bagi orang
lain sehingga kebanyakan dari
Stigma merupakan ciri
penderita TB paru merasa malu,
negatif yang menempel pada pribadi
mengisolasi diri dan merahasiakan
seseorang karena pengaruh
penyakit mereka, sedangkan stigma
lingkungannya. Stigma dalam
yang muncul di masyarakat, TB paru
penelitian ini adalah stigma yang
adalah penyakit menular yang
dipersepsikan oleh penderita TB
mengakibatkan terjadinya isolasi
Paru sebagai akibat dari perilaku
sosial terhadap penderita sehingga
orang-orang disekelilingnya.
terjadi gangguan dalam berinteraksi
Berdasarkan Tabel 2 dan kehilangan peran (Kelly, 1999).
diketahui responden yang mengalami Hal ini didukung oleh Sudoyo
stigma lebih banyak dibandingkan (2006), dimana penderita dengan
dengan responden yang tidak penyakit menular sering
mengalami stigma, masing-masing mendapatkan pengucilan dan
sebanyak 24 (53,3%) dan 21 diskriminasi dari lingkungan mereka,
(46,7%). Hasil ini berbanding lurus sehingga membuat mereka tidak
sebagaimana tertera pada tabel 3 mendapatkan hak-hak asasinya.
bahwa responden yang mengalami
Stigma yang muncul dan
stigma lebih banyak memiliki harga
merupakan budaya masyarakat
diri rendah sebanyak 16 responden
Indramayu adalah menjauhi orang-
(72,7%) dibandingkan dengan
orang yang terdiagnosa penyakit
responden yang tidak mengalami
menular, karena mereka beranggapan
stigma. Stigma terbukti berhubungan
bahwa seseorang dengan penyakit
dengan harga diri penderita TB Paru
menular beresiko tinggi menularkan
yang dibuktikan dengan p value
penyakitnya kepada orang lain, hal
0,011 dengan OR 0,200 (0,056 –
ini merupakan suatu ancaman bagi
0,713). Artinya seseorang yang
semua orang, selain itu seseorang
mengalami stigma akan memiliki

9
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

dengan penyakit menular akan manusia, melainkan tidak membantu


menjadi beban bagi anggota keluarga proses penyembuhan penyakit TB
dan masyarakat lainnya serta mereka Paru, karena harga diri yang rendah
beranggapan bahwa seseorang pada penderita akan menyebabkan
dengan penyakit menular disebabkan penderita berperilaku negatif.
karena perilakunya yang kurang Perilaku negatif pada
baik, sehingga penderita harus penderita TB Paru seperti membuang
bertanggungjawab terhadap apa yang dahak sembarangan, tidak mentup
dideritanya. Hal ini sesuai dengan mulut ketika batuk, kebersihan diri
Rudianto (2005) bahwa stigma yang kotor, dan pengobatan yang
muncul disebabkan karena tiga hal : tidak teratur sehingga pengobatan
1). Fungsi mereka dalam ditengah menjadi lebih mahal dan
masyarakat, dalam hal ini pederita membutuhkan waktu yang sangat
TB Paru dianggap kurang produktif, lama. Perilaku negatif tersebut yang
2). Keberadaan mereka yang dapat menghambat proses
merupakan ancaman bagi penyembuhan penyakit TB Paru
masyarakat, penderita TB Paru (Yulianah, 2014).
dianggap membahayakan masyarakat
karena penyakit yang dideritanya
dapat menularkan kepada orang lain SIMPULAN DAN SARAN
dan 3). Mereka dianggap
bertanggung jawab secara peribadi Simpulan
atas keberadaan mereka. Terdapat pengaruh antara
Munculnya anggapan negatif dukungan keluarga, kondisi fisik,
masyarakat terhadap seseorang psikologis individu dan stigma
dengan penyakit menular disebabkan terhadap penderita TB Paru, faktor
karena kurangnya pemahaman/ yang paling berpengaruh terhadap
pengetahuan masyarakat tentang harga diri adalah stigma.
penyakit menular, khususnya tentang
TB Paru, apabila stigma masyarakat Saran
ataupun lingkungannya negatif maka Hasil penelitian ini
stigma tersebutpun akan diharapkan dapat menjadi masukan
dipersepsikan oleh penderita TB bagi pemegang program TB di
Paru sehingga menambah beban Puskesmas untuk memberikan
penderita yang memungkinkan konseling terkait faktor-faktor yang
penderita menjadi putus asa dan berpengaruh terhadap harga diri.
memiliki harga diri rendah. Apabila Seperti pentingnya dukungan
stigma masyarakat sudah melekat keluarga, memberikan pemahaman
pada penderita TB Paru akan tentang perubahan fisik yang dialami
mempengaruhi interaksi mereka penderita TB, menanamkan persepsi
dengan masyarakat, sesuai dengan yang positif terhadap dirinya, dan
Waluyo (2007) mengungkapkan meningkatkan pemahaman
stigma yang diberikan masyarakat masyarakat tentang TB. Dengan
membuat penderita penyakit menular demikian diharapkan dapat
menjadi tertutup. Stigma masyarakat menurunkan stigma di masyarakat.
bukan saja melanggar hak asasi

10
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

DAFTAR PUSTAKA community health nursing,


16(4), 233-241.
Aditama, T. Y. (2005). Tuberkulosis
dan Kemiskinan. Majalah
Lubis., N. L., (2009). Depresi
Kedokteran Indonesia, Vol.
Tinjauan Psikologis. Jakarta :
55, No. 2, Februari : Jakarta.
Kencana.
Aryal, S., Badhu, A., Pandey, S.,
Bhandari, A., Khatiwoda, P., Mahpudin, A. H., & Mahkota, R.
Khatiwada, P., & Giri, A. (2007). Faktor Lingkungan
(2012). Stigma related to Fisik Rumah, Respon
tuberculosis among patients Biologis dan Kejadian TBC
attending DOTS clinics of Paru di Indonesia. Kesmas
Dharan municipality. Jurnal Kesehatan
Kathmandu University Masyarakat Nasional, 1(4).
Medical Journal, 10(1), 40-
43.
Depkes RI. (2007). Pedoman Manalu, H. S. P. (2010). Faktor-
Nasional Penanggulangan faktor yang mempengaruhi
Tuberkulosis. Bakti Husada. kejadian TB paru dan upaya
penanggulangannya. Jurnal
Herabadi, A. G. (2007). Hubungan Ekologi Kesehatan, 9(4 Des).
antara Kebiasaan Berpikir
Negatif tentang Tubuh Mansjoer A., dkk. (2002). Kapita
dengan Body Esteem dan Selekta Kedokteran Jilid I.
Harga Diri. Jurnal Makara Jakarta : Media Aesculaplus.
Sosial Humaniora, 11 (1).
Diakses 15 April 2015, Moksnes, U. K., Moljord, I. E.,
journal.ui.ac.id/humanities/art Espnes, G. A., & Byrne, D.
icle/view/42/38. G. (2010). The association
between stress and emotional
Hutapea, T. (2009). Pengaruh states in adolescents: The role
dukungan keluarga terhadap of gender and self-esteem.
kepatuhan minum obat anti Personality and Individual
tuberkulosis. Jurnal Differences, 49(5), 430-435.
Respirologi Indonesia [serial
on the internet], 29(2). Mubarak & Chayatin. (2008). Buku
Ajar Kebutuhan Dasar
Keliat, B. A., & Akemat. (2009). Manusia: Teori & Aplikasi
Model Praktik Keperawatan dalam Praktik. Jakarta: EGC
Professional Jiwa. Jakarta :
EGC. Naga, S. S. (2012). Ilmu Penyakit
Kelly, P. (1999). Isolation and Dalam. Yogyakarta : Diva
stigma: the experience of Press.
patients with active
tuberculosis. Journal of Polit, D.F & Beck, C.T. (2004).
Nursing Research : Principles

11
THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE ISSN (Print) : 2087-5053
Vol. 9, No. 1, Desember 2017 ISSN (Online) : 2476-9614

and Methods, 7th edition, Mahasiswa Bidang Ilmu


Lippincott William & Keperawatan, 1(1), 1-7.
Wilkins. A Wolters Kluwer
Company. Philadelpia.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005).


Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik.
Volume 1. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Sarafino, E.P. (2006). Health


Psychologi: Biopsychososial
Interactions (Vol.5). New
York : John Wiley & Sons.
Stuart & Sundeen. (2009). Buku
Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC.

Sudoyo, A. W. (2006). Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam : Jilid 1
Edisi VI. Jakarta : FKUI.

Syafrudin (2011). Himpunan


Penyuluhan Kesehatan
Penyakit Tuberculosis. Trans
Info Media. Jakarta.

Van Zyl, J. D., Cronje, E. M., &


Payze, C. (2006). Low self-
esteem of psychotherapy
patients: A qualitative
inquiry. The Qualitative
Report, 11(1), 182-208.

WHO. (2014). Global Tuberculosis


Report 2014. World Health
Organization.

Yuliana, S., Nauli, F. A. &


Novayelinda (2014).
Hubungan antara harga diri
dengan perilaku Pada
penderita tuberculosis (tb)
paru. Jurnal Online

12

Anda mungkin juga menyukai