Anda di halaman 1dari 15

Determinan Sosial- Budaya terhadap Penyakit ISPA pada Balita

Deviliena Assyifa, Devina Putri, Haniefa Rahmadhania, Natasya Trizela, Sinta Amalia

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta

ABSTRAK

Persoalan kesehatan di Indonesia sangat berhubungan dan saling berketergantungan, mulai

dari kasus penyakit infeksi menular yang kembali muncul, seperti ISPA. Pada umumnya

penyakit ISPA banyak terjadi pada anak-anak dan balita. Saat ini, Indonesia menduduki

peringkat ke-10 di dunia dalam kasus kematian balita akibat ISPA. Sedangkan di negara

besar seperti Amerika penyakit ISPA berada di peringkat ke- 6 yang menyebabkan resiko

kematian tertinggi. Tingginya kejadian penyakit ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu

sosial ekonomi, pendidikan, berat badan lahir rendah, kurang gizi, pelayanan dan akses

sarana kesehatan, kepadatan hunian, pekerjaan. Dimana itu merupakan beberapa faktor yang

menunjukan perilaku masyarakat terhadap terjadinya penyakit ISPA. Untuk mengetahui

hubungan dan besar resiko, Jurnal ini menggunakan metode studi literatur, jurnal ini

bertujuan untuk mengetahui determinan sosial-budaya terhadap penyakit ISPA pada balita.

ABSTRACT

Health problems in Indonesia are highly interrelated and interdependent, starting with re-

infectious infectious diseases, such as ARI. In general, ARI is more common in children and

toddlers. At present, Indonesia is ranked 10th in the world in cases of under-five mortality

due to ARI, whereas in large countries such as the United States, ISPA is ranked 6th which

causes the highest risk of death. The high incidence of ARI is influenced by several factors,

namelysssss social economy, education, low birth weight, malnutrition, service and access to
health facilities, occupancy density, employment. Where it is a number of factors that

indicate people's behavior towards the occurrence of ARI. To find out the relationship and

the amount of risk. This journal uses the literature study method, this journal aims to

determine the socio-cultural determinants of ARI in infants. degenerative disease in the

community.

PENDAHULUAN Hendrik L. Blum (1974) secara

jelas menyatakan bahwa determinan status


Persoalan kesehatan di Indonesia
kesehatan masyarakat merupakan hasil
sangat berhubungan dan saling
interaksi lingkungan, perilaku dan genetika
berketergantungan, mulai dari kasus
serta bukan hasil pelayanan medis semata-
penyakit infeksi menular yang kembali
mata. Kualitas lingkungan merupakan
muncul, kecenderungan meningkatnya
determinan penting terhadap kesehatan
penyakit degeneratif di masyarakat di
masyarakat, penurunan kualitas
Indonesia, sampai adanya berbagai
lingkungan memiliki peran terhadap
penyakit yang baru muncul (Bahri, 2006).
terjadinya penyakit seperti infeksi saluran
Fenomena ini merupakan masalah
nafas akut (ISPA) (Hapsari,dkk.2013).
kesehatan masyarakat yang telah
Penyakit yang paling sering
menimbulkan dampak kerugian ekonomi,
menyebabkan ISPA adalah virus, namun
menelan banyak korban, aspek sosial,
demikian bakteri Streptococcus
aspek budaya, dan lain sebagainya. Di
pneumoniae merupakan penyebab utama
samping itu, buruknya kondisi lingkungan
pneumonia di banyak negara. ISPA adalah
tempat tinggal, kurangnya mutu pelayanan
penyakit saluran pernapasan atas atau
kesehatan masyarakat serta rendahnya
bawah, biasanya menular dan dapat
kesadaran masyarakat untuk hidup sehat
menimbulkan gejala penyakit infeksi
merupakan beberapa faktor yang
mulai ringan sampai penyakit yang parah
menyebabkan masalah kesehatan bangsa.
dan mematikan (WHO, 2007). ISPA dapat adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat

dibagi menjadi tiga golongan, yaitu ISPA minum. Sedangkan pada klasifikasi bukan

ringan bukan pneumonia, ISPA sedang pneumonia maka diagnosisnya adalah

pneunomia dan ISPA berat pneumonia. batuk pilek biasa.

ISPA disebabkan oleh virus, dan Pada umumnya penyakit ISPA

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan banyak terjadi pada anak-anak dan balita.

laboratorium terhadap jasatrenik itu Di Indonesia rata-rata sering mengalami

sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan sakit batuk dan pilek 3 sampe 6 kali

berupa virus serologis diagonisis virus pertahun. WHO memperkirakan kejadian

secara langsung. Sedangkan diagnosis ispa pneumonia di Indonesia pada balita

yang disebabkan oleh bakteri dilakukan diperkirakan 10-20% pertahun (Endah,

dengan pemiraksaan sputum, biakan darah dkk. 2009). Penyebab seringnya penyakit

dan biakan cairan pleura (Halim, 2000) batuk dan pilek dikarenakan Indonesia

Virus utama penyebab ISPA adalah termasuk daerah tropis berpotensi menjadi

rhinovirus dan coronavirus. Virus lain daerah endemik dari beberapa penyakit

yang juga jadi penyebab ISPA adalah virus infeksi yang setiap saat dapat menjadi

parainfluenza, respiratory syntical virus, ancaman bagi kesehatan masyarakat.

dan adenovirus. Penularan virus penyebab Pelaksanaan program

ISPA dapat terjadi melalui kontak dengan pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia

orang yang terinfeksi atau barang-barang telah dilakukan mulai tahun 1984. Saat ini,

kepunyaan mereka dapat menjadi Indonesia menduduki peringkat ke-10 di

penyebab utama penyebaran virus. dunia dalam kasus kematian balita akibat

Gejala yang terjadi pada ISPA. Sedangkan di negara besar seperti

pneumonia berat ditandai dengan batuk Amerika penyakit ISPA berada di

atau kesusahan bernafas disertai dengan


peringkat ke- 6 yang menyebabkan resiko dalam rumah yang akan mengurangi

kematian tertinggi. kelembaban dalam rumah (Depkes, 2000).

Berdasarkan laporan rutin dari Untuk menciptakan rumah sehat maka

fasilitas pelayanan kesehatan di DKI diperlukan perhatian terhadap beberapa

Jakarta, jumlah kasus ISPA pada tahun aspek berpengaruh karena perumahan

2016 sampai 2018 berturut-turut sebanyak yang sehat harus memenuhi ketersediaan

1.801.968 kasus 2016, 1.864.180 kasus prasarana dan sarana terkait, seperti

2017, dan 1.817.579 kasus 2018. Kasus penyediaan air bersih, sanitasi

kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di pembuangan sampah, transportasi, dan

Pulau Sumatera dan Kalimantan pada tersedianya pelayanan sosial (Krieger and

tahun 2019 sebanyak 919.000 orang Higgins, 2002).

(CNN,2019). Sedangkan pada tahun 2013, Selain pencemaran udara, kondisi

kejadian ISPA di Indonesia tertinggi rumah menunjukkan hubungan yang tinggi

berada pada Provinsi Nusa Tenggara antara jumlah koloni bakteri dan kepadatan

Timur (41.7%), Papua (31.1%), Aceh hunian per m2. Dalam hal ini, sumber

(30.0%), Nusa Tenggara Barat (28.3%), pencemar mempunyai potensi untuk

dan Jawa Timur (28.3%) menekan reaksi kekebalan bersamaan

(Riskesdas,2013). dengan terjadinya peningkatan bakteri

Untuk menurunkan angka kejadian penyakit dan kepadatan penghuni pada

ISPA di masyarakat, maka kondisi rumah setiap rumah. Adapun tujuan dari jurnal ini

harus memenuhi syarat kesehatan sehingga yaitu untuk mengetahui determinan sosial-

penghuninya tetap sehat. Rumah harus budaya terhadap penyakit ISPA pada

memiliki ventilasi dan kelembaban rumah balita.

yang cukup, pemasangan genteng kaca

sehingga cahaya matahari dapat masuk ke


METODE virus parainfluenza. Bakteri yang

Metode yang digunakan jurnal ini menyebabkan ISPA: kelompok A beta-

merupakan metode studi literatur dengan hemolytic streptococci, corynebacterium

mencari referensi teori yang berhubungan diphtheriae (diptheria), neisseria

dengan kasus atau permasalahan yang gonorrhoeae (gonore), klamidia

ditentukan. Studi literatur adalah cara yang pneumoniae (klamidia), dan kelompok C

dipakai untuk menghimpun data-data atau beta-hemolytic streptococci.

sumber-sumber yang berhubungan dengan Virus dan bakteri yang

topik yang diangkat dalam suatu menyebabkan ISPA pada anak ini dapat

penelitian. Sumber studi literatur pada menginfeksi anak dengan cara,anak dekat

jurnal ini menggunakan referensi dari dengan seseorang yang terinfeksi ISPA.

jurnal, buku dan internet. Saat seseorang dengan virus yang

HASIL menyebabkan ISPA bersin dan batuk tanpa

ISPA adalah infeksi saluran menutup hidung dan mulutnya. Anak

pernapasan yang menyerang bagian atas, berada di ruangan tertutup dan penuh

seperti hidung, tenggorokan, faring, laring, sesak, dan ada orang yang terinfeksi virus

dan bronkus. Pilek termasuk salah satu ISPA di dekat anak. Saat orang yang

penyakit ISPA yang sering terjadi pada terinfeksi virus menyentuh hidung dan

anak. Beberapa penyakit ISPA lainnya mata anak. Infeksi dapat ditularkan saat

adalah sinusitis, laringitis, faringitis, cairan yang terinfeksi bersentuhan dengan

tonsilitis, dan epiglotitis. hidung dan mata.

ISPA disebabkan oleh infeksi virus Udara di sekitar anak sangat

dan bakteri. Virus yang menyebabkan lembab. Virus yang menyebabkan ISPA

ISPA: rhinovirus, adenovirus, virus sangat senang berada di lingkungan

coxsackie, human metapneumovirus, dan


lembab. Saat kekebalan tubuh anak sedang terlalu berlebihan, pemberian makanan

lemah, anak lebih mudah tertular ISPA. tambahan terlalu dini, dan ventilasi rumah

ISPA mengakibatkan sekitar 20- yang kurang.

30% kematian balita. Antara 40-60% dari Salah satu faktor yang menentukan

kunjungan ke puskesmas adalah karena kondisi kesehatan masyarakat adalah

penyakit ISPA (Nindya et Sulistyorini, perilaku masyarakat itu sendiri. Faktor

2005). Hingga saat ini angka mortalitas sosial budaya dalam masyarakat memiliki

ISPA yang berat masih sangat tinggi. peranan yang sangat penting untuk

WHO memperkirakan kematian balita mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

akibat pneumonia sekitar 2 juta balita tingginya. Seiring berkembangnya faktor

(Bryce et al., 2005). Kematian seringkali sosial budaya dalam masyarakat

disebabkan karena penderita datang untuk merupakan tanda bahwa daerah tersebut

berobat dalam keadaan berat dan telah mengalami perubahan dalam cara

seringkali disertai penyulit-penyulit dan berfikir. Faktor sosial budaya bisa

kurang gizi. Data morbiditas ISPA di memberikan dampak positif dan negatif.

Indonesia per tahun berkisar antara 10%- Faktor yang mempengaruhi

20% dari populasi balita (Rasmaliah, penyakit ISPA bisa meliputi usia, tempat

2004). tinggal, pendidikan, jenis kelamin,

Faktor resiko yang dapat pekerjaan / status sosial ekonomi dan

meningkatkan insiden ISPA pada balita akses ke sarana kesehatan terhadap

antara lain kurang gizi, berat badan lahir kejadian penyakit ISPA.

rendah (BBLR), tidak mendapat asi Faktor geografis dapat mendorong

memadai, polusi udara, kepadatan tempat terjadinya peningkatan penyakit maupun

tinggal, pemberian vitamin A, imunisasi kematian penderita akibat ISPA, misalnya

yang tidak memadai, membedong anak pencemaran lingkungan yang disebabkan


oleh asap karena kebakaran hutan, polusi PEMBAHASAN

yang berasal dari sarana transportasi dan Sosial dan budaya adalah suatu

polusi udara dalam rumah karena asap perilaku dan kebiasaan masyarakat yang

dapur, asap rokok, perubahan iklim global tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari,

antara lain perubahan suhu udara, hal ini merupakan salah satu faktor yang

kelembaban, dan curah hujan merupakan menyebabkan terjadinya penyakit. ISPA

ancaman kesehatan terutama pada penyakit menjadi salah satu penyakit penyebab

ISPA. kematian pada balita tertinggi di

Faktor yang mempengaruhi ISPA Indonesia. Faktor-faktor sosial yang

bisa berupa faktor sosial dan budaya. mempengaruhi ISPA antara lain:

Faktor sosial yang mempengaruhi penyakit 1. Sosial ekonomi

ISPA antara lain sosial ekonomi, Faktor ini termasuk faktor

pendidikan, berat badan lahir rendah, sosial yang mempengaruhi ISPA,

kurang gizi, pelayanan dan akses sarana faktor ini berupa pendapatan

kesehatan, kepadatan hunian, pekerjaan. keluarga. Pendapatan merupakan

Faktor budaya yang mempengaruhi salah satu wujud dari sumber daya,

penyakit ISPA antara lain merokok merupakan faktor yang

sembarangan, kebiasaan membakar mempengaruhi perilaku, khususnya

sampah, kebiasaan saling berbagi dalam perilaku yang berhubungan dengan

satu wadah, pemberian imunisasi serta ASI kesehatan.

eksklusif pada balita, kurangnya kesadaran Dapat disimpulkan jika

kebersihan lingkungan serta kurangnya keluarga yang memilki pendapatan

ventilasi rumah, kebiasaan menggunakan rendah akan memiliki kejadian

alat transportasi pribadi dibandingkan ISPA lebih dibanding keluarga

transportasi umum. yang berpendapatan tinggi.


Dikarenakan ada banyak faktor menerima pesan kesehatan dan

yang berhubungan dengan sosial cara pencegahan penyakit.

ekonomi ini. 3. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

2. Pendidikan Faktor ini termasuk faktor

Faktor ini termasuk faktor sosial yang mempengaruhi ISPA,

sosial yang mempengaruhi ISPA, Berat badan lahir menentukan

tingkat pengetahuan dipengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

oleh multifaktor seperti tingkat fisik dan mental pada masa balita.

pendidikan, peran penyuluh Bayi dengan berat badan lahir

kesehatan, akses informasi yang rendah (BBLR) mempunyai resiko

tersedia dan keinginan untuk kematian yang lebih besar

mencari informasi dari berbagai dibandingkan dengan berat badan

media. lahir normal, terutama pada bulan-

Kejadian penyakit ISPA bulan pertama kelahiran karena

sangat dipengaruhi oleh pembentukan zat anti kekebalan

pengetahuan ibu terhadap kejadian kurang sempurna sehingga lebih

penyakit ISPA. Tingkat pendidikan mudah terkena penyakit infeksi,

ibu yang rendah diduga sebagai terutama pneumonia dan sakit

salah satu faktor risiko yang dapat saluran pernafasan lainnya

meningkatkan angka kematian (Maryunani, 2010).

akibat penyakit ISPA (pneumonia) Balita yang mengalami

pada anak Balita (Anom dan BBLR lebih besar resiko nya untuk

Lilis,2006). Dengan semakin terdiagnosa ISPA. Dikarenakan

tingginya pendidikan seorang ibu pada balita BBLR organ-organ

diharapkan akan lebih mudah pernafasannya belum matang, otot-


otot pernafasan masih lemah dan tahan tubuh dan kekebalan tubuh

pusat pernafasan belum anak, sehingga anak tidak mudah

berkembang. (Ibrahim, 2011). terkena penyakit infeksi.. Semakin

Pada balita BBLR tidak rendah status gizi balita maka

mempunyai nutrisi dan protein semakin rendah pula daya tahan

yang cukup untuk pembentukan tubuh balita, maka semakin rentan

sistem imun, maka apabila balita balita untuk terinfeksi. Dan pada

menghirup udara yang tidak sehat balita dengan status gizi baik

akan mudah terkena infeksi. Ada cenderung menderita penyakit

hubungan antara BBLR dengan infeksi ringan.

kejadian ISPA (Hayati,2014). 5. Pelayanan dan sarana kesehatan

4. Kurang Gizi Manajemenpenanggulangan

Faktor ini termasuk faktor ISPA pada anak Balita tersebut

sosial yang mempengaruhi ISPA, harus didahului dengan

Konsumsi gizi pada seseorang penyusunan program yang akurat,

dapat menentukan tercapainya didukung dengan sumber daya baik

tingkat kesehatan bila tubuh berada tenaga, dana, peralatan penunjang

dalam tingkat kesehatan gizi yang yang memadai, disertai

optimum. Dalam kondisi demikian pengawasan ketat terhadap

tubuh terbebas dari penyakit dan pelaksanaanya, tentunya pada

mempunyai daya tahan tubuh yang akhirnya akan membuahkan hasil

sangat tinggi (Notoatmodjo, 2003). yang memuaskan berupa

Status gizi pada anak sangat penurunan angka kejadian ISPA

penting, karena status gizi yang pada anak Balita.

baik akan meningkatkan daya


Dapat disimpulkan semakin masuk ke dalam kategori cukup

baik pelayanan dan sarana dan baik dalam kepadatan tempat

kesehatan semakin menurun nya tinggal.

angka kejadian penyakit ISPA, dan Faktor-faktor budaya yang

apabila semakin buruk nya tingkat mempengaruhi penyakit ISPA

pelayanan kesehtan maka semakin pada balita antara lain:

meningkat juga angka kejadian 1. Pengaruh asap rokok

penyakit ISPA. Faktor ini termasuk faktor

6. Kepadatan hunian budaya yang mempengaruhi

Faktor ini termasuk faktor penyakit ISPA pada balita. Asap

sosial yang mempengaruhi ISPA, rokok dari orang tua atau penghuni

Kepadatan penghuni dalam satu rumah yang satu atap dengan balita

rumah tinggal akan memberikan merupakan bahan pencemaran

pengaruh bagi penghuninya. Hal dalam ruang tempat tinggal yang

ini tidak sehat karena disamping serius serta akan menambah resiko

menyebabkan kurangnya oksigen, kesakitan dari bahan toksik pada

juga bila salah satu anggota anak-anak. Paparan yang terus-

keluarga terkena penyakit infeksi, menerus akan menimbulkan

terutama ISPA akan mudah gangguan pernapasan teruta

menular kepada anggota keluarga mammperberat timbulnya infeksi

yang lainnya. (Notoatmodjo, 2003). saluran pernapasan akut dan

Balita yang menderita ISPA gangguan paru-paru pada saat

sebagian besar memiliki kepadatan dewasa. Semakin banyak rokok

tempat tinggal yang kurang, yang dihisap oleh keluarga

namun masih ada sebagian kecil semakin besar memberikan resiko


terhadap kejadian ISPA, khususnya mencegah terjadinya penyakit

apabila merokok dilakukan oleh ISPA (Mukono,1997).

ibu bayi. 3. Imunisasi dan ASI Eksklusif

2. Penggunaan ventilasi Faktor ini termasuk faktor

Faktor ini termasuk faktor budaya yang mempengaruhi

budaya yang mempengaruhi penyakit ISPA pada balita.

penyakit ISPA pada balita. Imunisasi adalah perlindungan

Ventilasi adalah proses yang paling ampuh untuk

penyediaan udara segar dan mencegah beberapa penyakit

pengeluaran udara kotor secara berbahaya. Imunisasi merangsang

alamiah atau mekanis (Keman, kekebalan tubuh bayi sehingga

2004). Ventilasi disamping dapat terlindungi dari beberapa

berfungsi sebagai lubang penyakit berbahaya. Pemberian

pertukaran udara juga dapat imunisasi dasar lengkap berguna

berfungsi sebagai lubang untuk memberi perlindungan

masuknya cahaya alam atau menyeluruh terhadap penyakit-

matahari ke dalam ruangan. penyakit yang berbahaya. Menurut

Kurangnya udara segar yang Badan Kesehatan Dunia (WHO)

masuk ke dalam ruangan dan Pemberian ASI ekslusif

kelembaban yang tinggi dapat dilakukan untuk menghindari alergi

menyebabkan pening katan risiko dan menjamin kesehatan bayi

kejadian ISPA. Adanya secara optimal. Karena di usia ini,

pemasangan ventilasi rumah bayi belum memiliki enzim

merupakan salah satu upaya untuk pencernaan sempurna untuk


mencerna makanan atau minuman maka akan memungkinkan

lain. terjadinya penyakit ISPA.

4. Kebiasaan menggunakan alat KESIMPULAN

transportasi pribadi dibandingkan Penyakit yang paling sering

transportasi umum. menyebabkan ISPA adalah virus, namun

Faktor ini termasuk faktor demikian bakteri Streptococcus

budaya yang mempengaruhi pneumoniae merupakan penyebab utama

penyakit ISPA pada balita. pneumonia di banyak negara. ISPA adalah

Kendaraan bermotor diketahui penyakit saluran pernapasan atas atau

lebih dekat dengan masyarakat bawah, biasanya menular dan dapat

disebabkan oleh proses terjadinya menimbulkan gejala penyakit infeksi

pembakaran pada mesin kendaraan mulai ringan sampai penyakit yang parah

bermotor tidak sesempurna pada dan mematikan. ISPA dapat dibagi

industri. Sehingga masyarakat yang menjadi tiga golongan, yaitu ISPA ringan

sering beraktivitas di sekitar jalan bukan pneumonia, ISPA sedang

raya seperti pengendara bermotor, pneunomia dan ISPA berat pneumonia.

pejalan kaki, polisi lalu lintas Pada umumnya penyakit ISPA

sering terpapar oleh bahan banyak terjadi pada anak-anak dan balita.

pencemar dari hasil pembakaran Faktor resiko yang dapat meningkatkan

mesin yang memiliki kadar bahan insiden ISPA pada balita antara lain

bakar yang cukup tinggi kurang gizi, berat badan lahir rendah

(Ludyaninggrum, 2016). Dapat (BBLR), tidak mendapat asi memadai,

disimpulkan bahwa jika balita polusi udara, kepadatan tempat tinggal,

sering terpapar asap kendaraan pemberian vitamin A, imunisasi yang tidak

memadai, membedong anak terlalu


berlebihan, pemberian makanan tambahan kebersihan lingkungan, imunisasi serta

terlalu dini, dan ventilasi rumah yang pencegahan bayi BBLR agar mengurangi

kurang. resiko terjadinya penyakit ISPA.

Faktor sosial yang mempengaruhi DAFTAR PUSTAKA

penyakit ISPA antara lain sosial ekonomi, Anom dan Lilis. 2006. Determinan

pendidikan, berat badan lahir rendah, Sanitasi Rumah dan Sosial-

kurang gizi, pelayanan dan akses sarana Ekonomi Keluarga Terhadap

kesehatan, kepadatan hunian, pekerjaan. Kejadian ISPA Pada Anak Balita

Faktor budaya yang mempengaruhi Serta Manajemen Penanggulangan

penyakit ISPA antara lain merokok di Puskesmas. Jurnal Kesehatan

sembarangan, kebiasaan membakar Lingkungan.vol 3 no 1.

sampah, kebiasaan saling berbagi dalam Bahri, Alim M. 2006. Komitmen Bersama

satu wadah, pemberian imunisasi serta ASI sebagai Upaya Pengentasan

eksklusif pada balita, kurangnya kesadaran Masalah Kesehatan, Peringatan

kebersihan lingkungan serta kurangnya Hari Kesehatan Dunia 7 April

ventilasi rumah, dan kebiasaan 2006.

menggunakan alat transportasi pribadi Blum, hendrik L. 1974. Planning for

dibandingkan transportasi umum. Health: Development and

SARAN Application of Sosial Change

Disarankan agar dalam Theory. Human Science Press,

penanggulangan penyakit ISPA pada anak New York

balita dilakukan program pencegahan atau Bryce j, et al. 2005. WHO Estimates of

pengobatan secara sinergis dengan strategi The Causes of Death in Children.

penanggulangan penyakit ISPA yang telah Lancet. Vol 1

disusun dan mensosialisasikan pentingnya


Cnnindonesia.com. (2019, 30 Juli). Dinkes Puskesmas Pasirkaliki Kota

DKI Sebut Tren Penderita ISPA Bandung. Jurnal Ilmu

Meningkat 2016-2018. Diakses 20 Keperawatan. Vol 11 no 1

November 2019. Ibrahim, hartati.2011. faktor-faktor yang

https://m.cnnindonesia.com/nasion Berhubungan dengan Kejadian

al/20190730/dinkes-dki-sebut-tren- ISPA pada Anak Balita di Wilayah

penderita-ispa-meningkat-2016- Puskesmas Botumoito Kabupaten

2018 Boalemo Tahun 2011. Tesis

Depkes RI. 2000. Informasi tentang ISPA Program Pascasarjana UNHAS

pada Balita. Jakarta : Pusat Krieger J. & Higgins DL. 2002. Housing

Kesehatan Masyarakat Depkes RI and Health: Time Again for Public

Endah, dkk. 2009. Penyakit ISPA Hasil Health Action, Seattle

Riskesdas di Indonesia. Buletin Ludyaninggrum, 2016. Perilaku

Penelitian Kesehatan. Vol 50-55 Berkendara dan Jarak Tempuh

Halim, D. 2000. Ilmu Penyakit Paru. dengan Kejadian ISPA pada

Jakarta : Hipokrates Mahasiswa UNAIR Surabaya.

Hapsari, dwi, dkk. 2013. Pola Penyakit Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 4

ISPA dan Diare Berdasarkan no 3

Gambaran Rumah Sehat di Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan

Indonesia dalam Kurun Waktu Anak Dalam Kebidanan. Jakarta :

Sepuluh Tahun Terakhir. Buletin Trans Info Media

Penelitian Sistem Kesehatan. Vol Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan

16 no 4 Pengaruhnya terhadap Gangguan

Hayati, sri. 2014. Gambaran Faktor Saluran Pernapasan. Surabaya:

Penyebab ISPA pada Balita di Yayasan Sarana Cipta


Nindya TS dan Sulistyorini L. 2005.

Hubungan Sanitasi Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita.

Jurnal Kesehatan Lingkungan.

2:43-52

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-prinsip

Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Jakarta : Asdi Mahasta

Rasmaliah, 2004. ISPA dan

Penanggulangannya.

Libraryusu.ac.id/download/fkm/fk

mrasmaliah9.pdf

Riskesdas, 2013. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementrian

Kesehatan

WHO. 2007. Pencegahan dan

Pengendalian ISPA yang

Cenderung Menjadi Epidemi dan

Pandemi di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, Pedoman Interim

WHO. Genevas

Anda mungkin juga menyukai