Anda di halaman 1dari 49

2022

PANDUAN AKP

RUMAH SAKIT
JUANDA
Jl. Ir. H. Juanda No. 207 Kuningan
Telp. (0232) 876433, rs.juanda@gmail.com
LEMBAR PENGESAHAN

PANDUAN AKSES DAN KESINAMBUNGAN PELAYANAN

Telah diperiksa dan disahkan pada

Tanggal :
Tempat :

Kuningan, ……..
Direktur Rumah Sakit Juanda

dr. H. Zaenal Arifin, MH.Kes


NIK. RSJ5040222

1|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


Kuningan,
Direktur Rumah Sakit Juanda

dr. H. Zaenal Arifin, MH.Kes


NIK. RSJ5040222

2|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


DAFTAR ISI

3|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


KATA PENGANTAR

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat serta tuntutan masyarakat akan
pelayanan Rumah Sakit, Rumah Sakit Juanda Kuningan bertekad memperbaiki dan
meningkatkan pelayanannya agar terwujud dalam Akses dan Kesinambungan Pelayanan.
Akses dan Kesinambungan Pelayanan di Rumah Sakit Juanda Kuningan ini disusun
sebagai panduan Rumah Sakit Juanda Kuningan untuk dapat melaksanakan Program
Keselamatan Pasien dalam upaya meningkatkan pelayanan rumah sakit. Selain itu juga
sebagai acuan untuk seluruh anggota profesi kesehatan di Rumah Sakit Juanda Kuningan
dalam melaksanakan keselamatan pasien di rumah sakit secara sistematis.
Kami bersyukur Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayanan Pasien di Rumah
Sakit Juanda Kuningan dapat tersusun dengan baik, mudah-mudahan dokumen ini dapat
dimanfaatkan sebagai acuan dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien di Rumah Sakit
Juanda Kuningan.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya
Panduan ini. Kami menyadari bahwa pembuatan ini belum sempurna, untuk itu dengan
senang hati kami menerima kritik dan saran guna perbaikan perencanaan dan evaluasi
pelayanan tahunan di masa mendatang.

Kuningan, Juni 2022


Ketua Pokja Akses dan Kesinambungan Pelayanan

dr. Giri Satriya , Sp. PD


NIK.

4|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa pelayanan


dirumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang
terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan dan
tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan.
Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien
dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah
sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan
pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan
mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit.

B. Tujuan Panduan
Menyelaraskan asuhan kebutuhan pasien dengan pelayanan yang
tersedia dirumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, merencanakan
pemulangan dan tindakan selanjutnya.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pedoman ini diterapkan di unit-unit yang ada di RS Juanda Kuningan sebagai
berikut:
1. Unit Rawat Inap
2. Unit Rawat Jalan
3. Unit Rawat Khusus ICU & Hemodialisa
4. Instalasi Kamar Bedah
5. Instalasi RadiologiInstalasi Laboratorium
6. Instalasi Gizi
7. Instalasi Gawat Darurat
5|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan
8. Instalasi Rawat Inap
9. Instalasi Farmasi
10. Sumber Daya Manusia
11. Keuangan
12. Info Rekam Medis
13. Sarana prasana rumah sakit
14. Kesehatan Lingkungan

6|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


BAB II

A. Akses dan Kesinambungan Pelayanan


1) Skrining
Skrining merupakan pengenalan dini secara pro-aktif untuk menemukan adanya
masalah atau faktor risiko. Sehingga skrining bisa dikatakan sebagai usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan
menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat
untuk membedakan orang yang terlihat sehat, atau benar- benar sehat tapi sesungguhnya
menderita kelainan ataupun gangguan kesehatan. Skrining pada pasien dapat
dilaksanakan melalui kriteria triage, anamnesis (wawancara riwayat penyakit), evaluasi
visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik maupun psikologik, laboratorium klinik,
ataupun radiologi diagnostik.
Skrining pasien adalah suatu rangkaian kegiatan melakukan penilaian awal
kegawatdaruratan pada setiap pasien yang datang ke Instalasi Gawat darurat. Dalam hal
ini skrining pasien dilakukan pada awal di triage primer yang juga meliputi cara
mendiagnosis serta memilah penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia.
Kegiatan skrining sangat diperlukan dalam pelayanan gawat darurat karena Instalasi
Gawat Darurat sebagai pusat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam berfungsi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari
penyakit dengan pengobatan dini yang sesuai terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah skrining pasien yang baik sehingga pelayanan
kesehatan untuk kasus-kasus gawat dan darurat dapat diselenggarakan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
Pada proses skrining di Rumah sakit bila berjalan dengan baik, maka akan
memberikan hasil pemeriksaan, diagnostic kepada tenagan medis yang bertanggung
jawab untuk menentukan apak pasien akan dilakukan admisi, ditransfer, atau dirujuk.
Bila kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi sesuai dengan misi dan sumber dayaa
yang ada, makan rumah sakit akan merujuk atau membantu pasien ke fasilitas pelayanan
yang sesuai kebutuhanya.
7|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan
Beberapa istilah yang perlu diperhatikan dalam kegiatan skrining pasien awal di triage
primer, antara lain :
1. Triage : Pengelompokan pasien berdasarkan atas berat ringannya trauma/ penyakit
serta kecepatan penanganan/pemindahannya.
2. Prioritas : Penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
3. Survei primer : Deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam
jiwa.
4. Survei sekunder : Melengkapi survei primer dengan mencari perubahan-perubahan
anatomi yang akan berkembang sehingga mungkin akan dapat menjadi semakin parah
dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada dan berakhir dengan mengancam
jiwa bila tidak segera diatasi.
5. Pasien gawat darurat : Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya.
6. Pasien gawat tidak darurat : Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat (misalnya kanker stadium lanjut).
7. Pasien darurat tidak gawat : Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya (misalnya luka sayat dangkal).
8. Pasien tidak gawat tidak darurat : Pasien yang tidak memerlukan pertolongan segera
(misalnya pasien dengan ulcus tropicum, TBC kulit, dan sebagainya)
9. Kecelakaan (accident) : Suatu kejadian di mana terjadi interaksi berbagai faktor yang
datang secara mendadak, tidak dikehendaki sehingga dapat menimbulkan cedera fisik,
mental, ataupun sosial. Kecelakaan dapat diklasifikasikan menurut kriteria sebagai
berikut :
a) Mekanisme kejadian : Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik, tersengat,
terbakar (baik karena efek kimia, fisik, listrik, atau maupun radiasi).
b) Tempat kejadian : – Kecelakaan lalu lintas; – Kecelakaan di lingkungan rumah
tangga; – Kecelakaan di lingkungan pekerjaan.- Kecelakaan di sekolah; –
Kecelakaan di tempat-tempat umum lain (misalnya di tempat rekreasi,
perbelanjaan, area olahraga, dan sebagainya).
c) Waktu kejadian : – Waktu perjalanan (travelling/transport time); – Waktu
bekerja, sekolah, bermain, dan sebagainya.
8|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan
10. Bencana : Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan/atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehiduapan masyarakat dan pembangunan nasional
yangmemerlukan pertolongan dan bantuan.

1. Skrining dalam RS

Petugas Instalasi Gawat Darurat harus dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi
kegawat daruratannya sebagai prioritas pertama pelayanan kepada pasien sesuai dengan
ketentuan yang ada untuk pelayanan pasien gawat darurat yang berlaku dan tidak
berdasarkan urutan kedatangan pasien untuk kemudian memilah pasien berdasarkan
kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.
Ruang lingkup pelayanan pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat berdasarkan
kondisi kegawatdaruratannya meliputi :
1. Pasien dengan kasus emergency, yaitu pasien yang berada dalam kondisi
sebagaiberikut :
a. Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan bisa menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan yang tepat secepatnya.
b. Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
c. Pasien akibat musibah/kejadian yang tiba-tiba terjadi, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya.
2. Pasien dengan kasus false emergency, yaitu pasien yang tidak memerlukan
pertolongans egera.
Dalam kegiatan skrining pasien awal di triage primer, perlu dipahami bahwa kematian
dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah satu sistem
atau organ di bawah ini, yaitu :
a. Susunan saraf pusat.
b. Pernafasan.
c. Kardiovaskuler.
d. Hati.
e. Ginjal.
f. Pankreas.

9|Panduan Akses dan Kesinambungan Pelayan


 Kegagalan dari salah satu sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma/cedera.
2. Infeksi.
3. Keracunan.
4. Degenerasi (failure).
5. Asfiksia.
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of water and
electrolit).
7. Lain-lain.
 Pada kasus tertentu di mana penyakit yang diderita tidak termasuk di dalam daftar
tersebut di atas, penentuan kasus gawat atau tidak gawat ditentukan oleh dokter yang
menangani pasien.
Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan, dan hipoglikemia
dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Sedangkan kegagalan sistem
organ yang lain dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang relatif lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a. Di tempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit

Kebutuhan pasien akan pelayanan preventif, paliatif, kuratif dan rehabilitatif di


prioritaskan berdasarkan kondisi pada saat proses admisi sebagai pasien rawat inap. Hal
tersebut terdapat pada proses asesmen awal pasien yang dilakukan petugas, adapun
penjelasan dari pelayanan preventif, kuratif, paliatif, dan rehabilitatif sebagai berikut :
1. Pelayanan Preventif
Adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan.
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadiya penyakit dan gangguan
kesehatan, individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
10 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Adapun usaha usaha yang dilakukan yaitu
a. Kasus luka tusuk dalam diberikan ATS
b. Pemberian vaksin HB0 pada bayi baru lahir
c. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas.
d. Diteksi dini kasus dan faktor resiko ( maternal, balita, penyakit )
2. Pelayanan Paliatif
Pelayanan paliatif adalah pelayanan interdisipliner yang berfokus pada pasien
penyakit serius atau mengamcam jiwa. Tujuan pelayan paliatif adalah mengurangi
beban penyakit, meringankan penderitaan, dan mempertahankan kualitas hidup dari
saat diagnosis. Adapan jenis pelayanan yang dilakukan :
a. Hemodialisa untuk pasien CKD
b. Perbaikan Kondisi Umum pada pasien-pasien kanker stadium lanjut
3. Pelayanan Kuratif
Pelayanan kuriatif bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga,
kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan. Jenis pelayanan yang
dilakukan yaitu :
a. Pemberian terapi pada pasien rawat jalan, meliputi kasus bedah umum, obgin,anak,
penyakit dalam, saraf, kulit,paru.
b. Pemberian terapi pada pasien rawat inap, meliputi kasus bedah umum, obgin, anak,
penyakit dalam, saraf, kulit, paru.
c. Pemberian terapi pada pasien gawat darurat.
4. Pelayanan Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat
dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit
yang sama. Pelayanan yang dilakukan yaitu :
a. Fisioterapi pada pasien-pasien stroke
b. Fisioterapi pada pasien-pasien gangguan saraf lainnya.
c. Fisioterapi pada anak-anak dengan gangguan tumbuh kembang
Fisioterapi pada pasien-pasien dengan gangguan musculoskeletal

2. Skrining diluar Rumah sakit


Petugas pendaftaran atau petugas keamanan RS / satpam menilai kebutuhan
pasien apakah pasien memerlukan pelayanan rawat jalan ( sesuai poliklinik yang

11 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
dibutuhkan oleh pasien yang tersedia di RS ) atau pasien memerlukan penanganan
gawat darurat yang akan dilakukan di IGD RS.

Tatalaksana
1. Skrining dalam Rumah Sakit
Instalasi Gawat Darurat RS yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama
24 jam melaksanakan kegiatan skrining pasien awal di triage primer yang dilakukan
sebagai penilaian awal kegawatdaruratan pada setiap pasien yang datang dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Petugas IGD merespon dengan cepat terhadap kedatangan pasien.
2. Skrining awal dilakukan dalam waktu maksimal 3 menit :
a. Petugas IGD melakukan penilaian kesadaran dengan menggunakan kriteria
Glascow Coma Score.
b. Petugas IGD melakukan penilaian jalan nafas pasien (airway), dengan kriteria
sebagai berikut :
1) Jalan nafas bebas (pasien bernafas dengan baik).
2) Adanya suara tambahan.
3) Adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas total.
4) Petugas IGD melakukan penilaian pernafasan (breathing) dengan
menghitung frekuensi nafas, jika didapatkan pasien dengan kondisi
kegawatan sistem pernafasan (henti nafas, bradypnea, ataupun
tachypnea) maka pasien langsung dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Petugas IGD memasang pulse oximeter untuk pemeriksaan sirkulasi
darah (circulation) jika didapatkan :
1) Heart rate tidak terdengar, cek pulsasi dan segera lakukan tindakan
resusitasi jantung paru sesuai dengan prosedur.
2) Heart rate bradycardia ataupun tachycardia, pasien segera dibawa ke
ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
3) SaO2 < 90%, pasien segera dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
d. Petugas IGD menanyakan keluhan utama pasien jika terdapat keluhan yang
potensial mengancam nyawa (misalnya : kejang, kelemahan/ kelumpuhan
12 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
anggota gerak, nyeri dada, sesak nafas, dan sebagainya) maka pasien segera
dibawa ke ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
e. Hasil pemeriksaan skrining pasien awal di triase primer ditulis di lembar
catatan medis IGD.
Jika pada hasil skrining pasien awal di triase primer ditemukan pasien dengan
kondisi kegawatan yang potensial dapat mengancam nyawa maka tindakan
pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan secara terintegrasi di ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih
lanjut.
f. Jika pada hasil skrining pasien awal di triase primer ditemukan pasien dengan
kondisi tidak ada tanda-tanda kegawatan yang potensial dapat mengancam
nyawa maka tindakan pemeriksaan terhadap pasien dilakukan di tempat
periksa / tempat observasi sesuai dengan kondisi klinisnya (kasus bedah / non-
bedah / obstetri dan ginekologi).
g. Lakukan tes pemeriksaan diagnostik untuk kasus :
1) Flu burung.
2) Flu babi.
3) SARS.
Jika ditemukan pemeriksaan diagnostik laboratorium dengan hasil Positif,
maka pasien ditransfer ke RS lain.

3. Skrining Diluar Rumah Sakit


Skrining dilaksanakan di area sekitar rumah sakit. Skrining ini biasa dilakukan
oleh satpam, tukang parkir, cleaning service, dan orang awam yang bekerja di
lingkungan rumah sakit, atau skrining dapat dilaksanakan dengan komunikasi melalui
telepon. Skrining inibiasanya dilakukan melalui evaluasi secara visual atau pengamatan:
1. Pasien yang secara pengamatan visual dalam keadaan gawat dan memerlukan
pertolongan secaralangsung diarahka nke IGD.
2. Pasien yang secara pengamatan visual tidak memerlukan pertolongan segera
diarahkan kepoliklinik.
3. Jika rumah sakit belum mempunyai spesialistik tertentu maka pasien disarankan
untuk rujuk.

2) Registrasi dan Admisi


13 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Sistem pendaftaran pasien ini dapat dibedakan menjadi pendaftaran pasien baru dan
pasien lama.
1. Pasien Baru
Pendaftaran pasien baru akan dilaksanakan dengan mengisi formulir pendaftaran pasien
baru untuk mendapatkan data sosial pasien yang akan dimasukkan dalam komputer.
Setiap pasien baru akan memperoleh nomor pasien, kemudian pasien akan diberi kartu
berobat yang harus dibawa setiap kali pasien tersebut datang kembali untuk berobat
kerumah sakit.
2. Pasien Lama
Sedangkan untuk pendaftaran pasien lama, dilakukan dengan mencari berkas rekam
medis pasien sesuai dengan Nomor RM yang tercantum dalam kartu berobat.
Sistem Pendaftaran Pasien Menurut DEPKES, 1997 sistem pendaftaran merupakan
pelayanan pertama kali yang diterima pasien saat tiba di rumah sakit. Disinilah pasien
mendapatkan kesan baik ataupun sebaliknya. Tata cara melayani pasien dapat dinilai
baik bilamana dilaksanakan petugas dengan sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh
tanggung jawab.

A. Sub Sistem TPP Rawat Jalan


Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak
dalam bentuk rawat inap (Feste, 1989).
Berdasarkan DEPKES, 1997 sistem penerimaan pasien baru rawat jalan yaitu :
1. Pasien mengisi formulir pendaftaran pasien baru
2. Data pada formulir pendaftaran pasien baru diinput pada komputer
3. Mencetak ringkasan riwayat klinik
4. Mencetak kartu pasien
5. Mencetak kuitansi pembayaran
6. Mencetak nomor urut poli
7. Mencetak kartu index utama pasien
8. Melaksanakan pendaftaran pasien baru di TPP Rawat Jalan
9. Ringkasan riwayat klinik dikirim ke poliklinik tujuan

Sistem penerimaan pasien lama rawat jalan :


1. Melaksanakan transaksi pendaftaran pasien lama dengan mengentry nomor pasien
14 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
2. Membuat tracer
3. Mencetak nomor urut poliklinik
4. Mencetak kuitansi pembayaran
5. Mengarahkan pasien sesuai tujuan poliklinik
Melaksanakan pendafataran pasien di tempat pasien lama di TPP II
B. Sub Sistem TPP Rawat Inap
Bersumber dari DEPKES, 1997 Penerimaan Pasien Rawat Inap berfungsi menerima
pasien untuk dirawat di rumah sakit.
Prosedur Pasien Rawat Inap :
1. Formulir pendaftaran pasien baru diisi oleh pasien atau keluarganya.
2. Data sosial pada formulir pendaftaran (pasien baru) dan data sosial pada rekam
pasien lama, dientry pada komputer
3. Mencetak nomor urut poliklinik
4. Mencetak kuitansi pembayaran
5. Mengarahkan pasien sesuai tujuan poliklinik
6. Pelaksanaan pendaftaran dilaksanakan di tempat pendaftaran pasien lama di TPP II
C. Sub Sistem TPP Rawat Darurat
Menurut Azwar, 1996 pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan kedokteran yang
dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera atau pertolongan segera dan mendadak
untuk menyelamatkan kehidupannya.
Untuk Pasien Baru :
1. Pasien, keluarga atau pengantar mendaftar di loket penerimaan dengan menunjukkan
kartu identitas pasien (KTP, SIM, dll).
2. Pasien diberikan nomor rekam medis dan dibuatkan kartu berobat yang akan
digunakan setiap kali berkunjung.
3. Petugas memasukkan data pasien ke dalam komputer.
4. Petugas membuatkan berkas rekam medis.
5. Bagi pasien akses membawa kartu akses dan surat rujukan dari puskesmas.
6. Bagi pasien askin membawa kartu askin, dan surat rujukan dari puskesmas.

Untuk pasien lama :


1. Pasien, keluarga atau pengantar datang dengan membawa kartu berobat.
2. Petugas memasukkan data pasien ke komputer.
3. Bagi pasien askes membawa kartu askes dan surat rujukan dari puskesmas.
15 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
D. Sistem Penomoran
Menurut DEPKES, 1997 Penomoran rekam medis pasien di instalasi pelayanan
kesehatan disimpan menurut nomor, yaitu nomor pasien masuk (admission number). Ada
3 macam sistem pemberian nomor pasien masuk yang umumnya dipakai yaitu :
1. Pemberian nomor secara seri (serial numbering system)
Dengan sistem ini setiap pasien mendapat nomor baru setiap kunjungan rumah sakit.
Jika pasien telah berkunjung 3x, maka pasien akan mendapat 3 nomor. Sedang rekam
medisnya dismpan di berbagai tempat sesuai nomor yang diperolehnya.
2. Pemberian nomor secara unit (unit numbering system)
Sistem ini memberikan 1 unit rekam medis baik kepada pasien berobat jalan maupun
pasien rawat inap. Saat pasien pasien berkunjung pertama kali ke rumah sakit akan
diberi 1 nomor yang akan dipakai selamanya untuk kunjungan seterusnya, sehingga
rekam medis pasien tersebut tersimpan dalam berkas di bawah 1 nomor.
3. Pemberian nomor secara seri unit (serial unit numbering system)
Sistem nomor ini merupakan gabungan antara sistem seri dan sistem unit. Setiap
pasien berkunjung ke rumah sakit , diberikan 1 nomor baru, tetapi rekam medisnya
yang dahulu digabungkan dan disimpan di dalam nomor yang paling baru. Apabila 1
rekam medis lama diambil dan dipindahkan tempatnya ke nomor yang baru, di
tempat yang lama harus diberi penunjuk (outguide) yang menunjukkan kemana
rekam medis tersebut dipindahkan.

Tatalaksana Registrasi dan Admisi


Prosedur penerimaan pasien rawat jalan menurut penjelasan Dirjen Yanmed Depkes
(1997:23)
yaitu sebagai berikut :
1. Pasien baru
a. Setiap pasien baru diterima di tempat penerimaan pasien (TPP) dan akan
diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan data identitas yang akan diisikan pada
formulir ringkasan riwayat klinik.
b. Setiap pasien baru akan memperoleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai
kartu pengenal yang harus dibawa pada setiap kunjungan berikutnya ke rumah sakit
yag sama, baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.

16 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
c. Data pada ringkasan riwayat klinik diantaranya berisi :
- No Rekam Medis
- Nama Lengkap Pasien
- Alamat Lengkap
- Tempat / Tanggal lahir
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pekerjaan
- No. Telephone
- Tanggal Kunjungan
- Poli Yang Dikunjungi
- Anamnese
- Code Diagnose
- Nama Dokter Pemeriksa dan Parap/Tanda Tangan Dokter
- Terapi Yang Diberikan
Ringkasan riwayat klinik ini juga dipakai sebagai dasar pembuatan kartu indeks
utama pasien (KIUP).
d. Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik sesuai dengan
yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari poliklinik, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
- Pasien boleh langsung pulang
- Pasien diberi slip perjanjian oleh petugas klinik untuk datang kembali pada hari
dan tanggal yang telah ditetapkan, kepada pasien yang diminta datang kembali,
harus lapor kembali ke TPP
- Pasien dirujuk / dikirim ke rumah sakit lain
- Pasien harus ke ruang perawatan
2. Pasien lama
Pasien lama datang ke tempat penerimaan pasien yang telah ditentukan. Pasien ini dapat
dibedakan :
- Pasien yang datang dengan perjanjian
- Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri)
Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang dengan kemauan sendiri,
setelah mengambil nomor antrian, baru akan mendapat pelayanan di TPP.

17 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Pasien perjanjian akan langsung menuju polikliinik yang dimaksud karena rekam
medisnya telah disiapkan oleh petugas, sedangkan untuk pasien yang datang dengan
kemauan sendiri harus menunggu sementara rekam medisnya dipinjam oleh petugas TPP
ke bagian rekam medis. Setelah rekam medisnya dikirim ke poliklinik, pasien akan
mendapatkan pelayanan di poliklinik dimaksud.

A. Prosedur Penerimaan Pasien Rawat Jalan Baru


1. Petugas pendaftaran menerima pendaftaran pasien dan memastikan terlebih dahulu
apakah pasien pernag berobat di rumah sakit tersebut atau baru pertama kali berobat.
Jika pasien baru pertama kali berobat ke rumah sakit tersebut buatkan No. Rekam
Medis dengan menggunakan bank nomor dan isikan identitas pasien pada berkas
rekam medis dengan meminjam kartu identitas pasien atau dengan mewawancarai
pasien (baik langsung maupun idak langsung) jika pasien tidak membawa atau belum
mempunyai kartu identitas.
2. Tanyakan keluhan utama pasien, berobat atau ke poliklinik mana, dan keterangan
lain yang ada pada berkas yang harus diisikan (tidak tercantum dalam kartu identitas)
3. Buatkan KIB (Kartu Identitas Berobat), Berikan kepada pasien dan ingatkan untuk
selalu membawa Kartu Identitas Berobat setiap kali berobat ke rumah sakit tersebut.
Bila Kartu Identitas Berobat sudah diberikan kepada pasien, kemudian pasien
dipersilahkan menunggu di poliklinik yang dituju sampai nama pasien dipanggil.
4. Buatkan KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien) untuk pasien dan selipkan dalam berkas
rekam medis dan diantarkan ke poliklinik yang dituju oleh petugas distribusi.
5. Catat identitas pasien di buku register TPPRJ (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat
Jalan)
6. Setelah dokter selesai memeriksa dan mengisi setiap point di berkas rekam medis,
semua berkas termasuk KIUP dikembalikan dan disimpan di bagian filling (Berkas
Rekam Medis disimpan berdasarkan No. RM sedangkan KIUP disimpan berdasarkan
Abjad Inisial nama pasien).

B. Prosedur Penerimaan Pasien Rawat Jalan Lama


1. Petugas pendaftaran menerima pendaftaran pasien dan perlu memastikan terlebih
dulu, apakah pasien pernah berobat di rumah sakit tersebut atau belum. Jika pasien
sudah pernah berobat sebelumnya, diminta menunjukkan KIBnya oleh petugas,
18 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
kemudian digunakan untuk mencari dokumen rekam medis yang lama. Apabila KIB
pasien tertinggal di rumah, tanyakan nama dan alamatnya untuk dicari nomor rekam
medis pada komputer atau KIUP
2. Membuat bon peminjaman dengan mencatat nama dan nomor rekam medis pada
tracer atau bon peminjaman kemudian diserahkan kepada pihak filling untuk dicari
berkas rekam medisnya (petugas filling mengisi tanggal berkas dipinjam dan nama
peminjamnya pada bon peminjaman dan buku ekspedisi)
3. Tanyakan kembali apakah ada perubahan pada data yang lama seperti alamat rumah,
no. Telp dan lain - lain, jika ada perubahan tuliskan pada lembar rekam medis yang
baru lalu selipkan di belakang lembar rekam medis yang lama.
4. Tanyakan keluhan utama pasien, berobat atau ke poliklinik mana dan update bagian
belakang KIUP. Bila sudah diketahui poliklinik mana yang dituju, pasien membayar
jasa pelayanan rawat jalan, KIB dikembalikan, kemudian dipersilahkan menunggu di
poliklinik yang di tuju.
5. Catat identitas pasien di buku register TPPRJ (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat
Jalan)
6. Setelah dokter selesai memeriksa dan mengisi setiap point di berkas rekam medis,
semua berkas termasuk KIUP dikembalikan dan disimpan di bagian filling (Berkas
Rekam Medis disimpan berdasarkan No. RM sedangkan KIUP disimpan berdasarkan
Abjad Inisial nama pasien) (petugas filling mengisi tanggal kembali pada bon
peminjaman dan buku ekspedisi)

3) Pelayanan berkesinambungan
Kesinambungan pelayanan adalah suatu proses pengaturan pelayanan pasien dari
mulai kontak pertama baik rawat jalan maupun di unit gawat darurat samap selesai
seluruh fase pelayanan. Rumah sakit akan mengatur seluruh proses pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai sumber daya rumah sakit.
Ruang lingkup
- Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang terdaftar di RS.
- Pelaksana panduan ini adalah dokter, perawat, dan petugas kesehatan lain
Tatalaksana
a. Saat skrining
- Pasien dilakukan skrining sesuai SOP yang berlaku di RS.

19 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
- Bila kebutuhan pasien seuai dengan sumber daya rumah sakit, makan pasien akan
dirwat, namun bila tidak sesuai dengan SDM rumah sakit makan akan dilakukan
tindak lanjut atau pengerujukan, dan seuai dengan SOP pengerujukan.
- Bila pengerujukan dengan alas ruangan penuh makan akan dilakukan SOP
keterbatas tempat tidur.
b. Saat penerimaan pasien di RS
- Pasien akan diarahkan untuk melakukan pendaftara sebagi pasien rawat jalan atau
rawat inap.
- Pasien melakukan pendaftara seuai dengan skrining awal dan SOP pendaftara
rawat inapa atau rawat jalan.
c. Proses Transfer
- Pasien yang sudah terdafatar sebagain pasien rawat inap sesuai dengan SDM Rs
dilakunan proses ternsfer sesuai dengan SOP transfer pasien internal.
- Pasien yang akan dirujuk atau fasilitas kesehtan lain dilakukan ternsfer sesuai
SOP pengerujkan pasien.
d. Saat rawat inap
- Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) bertanggungjawab memberikan
pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pasien dan mendokumentasikan dalam
rekam medis pasien baik data pasien yang dahulu maupun terbaru.
- Perawat penanggungjawab pasien (PPJP) bertanggungjawab memberikan
pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien
dan mendokumentasikan dalam rekam medis pasien.
- Petugas lain (ahli gizi, farmasi klinik atau tim yang lain) bertanggungjawab
memberikan pelayanan sesuai kompetensinya dan mendokumentasikan dalam
rekam medis pasien
- Dokumentasi rekam medis yang dimaksud adalah lembar harian pasien rawat
inap (CPPT) sehingga perkembangan terbaru kondisi psien dapat dengan mudah
diakses oleh petugas-petugas yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien.
- Pengalihan tanggung jawab pelayanan medis maupun keperawatan sesuai dalam
SPO pendelegasian DPJP, SPO operan perwatan antar shif jaga dan SPO transfer
internal, SPO komunikasi pada saat serah terima alih rawat dokter.
e. Kepulangan pasien
Proses pemulangan pasien dilakukan sesuai dengan SOP pemulangan pasien.

20 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
4) Transfer Pasien
Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruangan perawatan/
ruang tindakan lain dalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan pasien dari
satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan
keamanan pasien saat menjalani transfer. Dalam mentransfer pasien dengan sakit berat /
kritis, dibutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan,
jasa ambulans yang kesemuanya ini bertujuan untuk mewujudkan standar pelayanan medis
yang optimal kepada pasien.
Semua dokterr dan personil lainnya yang terlibat dalam transfer pasien harus
kompeten, memenuhi kualifikasi, dan berpengalaman. Sangatlah disarankan bahwa tim
transfer telah mengikuti pelatihan transfer.

Ruang Lingkup
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang memenuhi kriteria untuk masuk unit
pelayanan.
2. Pelaksana panduan ini adalah tim transfer pasien (dokter, bidan, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya).
3. Rekam Medis pasien yang akan masuk unit pelayanan diperiksa apakah memenuhi
kiteria untuk proses tersebut.

A. Transfer Pasien terbagi menjadi dua, yakni :


1. Transfer pasien intra rumah sakit yaitu pemindahan atau rujukan ruangan dari satu
ruangan ke ruangan lain dalam lingkup RS.Juanda, seperti pasien dapat ditransfer dari
UGD ke ruang rawat inap, pasien ditransfer dari ruang rawat inap ke Instalasi Bedah.
2. Transfer pasien antar rumah sakit dimana pemindahan atau rujukan dari RS.Juanda ke
rumah sakit besar lainnya di daerah yang sama ataupun ke luar daerah yang
mempunyai fasilitas lebih lengkap sehingga memungkinkan pasien untuk segera
ditangani.

B. Pengaturan Transfer Pasien :

21 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
1. Rumah sakit harus membentuk suatu tim transfer yang mencakup perawat yang
kompeten dalam merawat pasien. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan metode
transfer mana yang akan dipilih.
2. Metode transfer di RS.Juanda adalah Tim Transfer lokal yaitu RS.Juanda memiliki
tim transfernya sendiri dan mengirimkan sendiri pasiennya antar ruangan di dalam
rumah sakit.
3. Semua rumah sakit harus mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk
pasien-pasien dengan sakit berat / kritis; tanpa terkecuali.

C. Yang Harus Dilakukan Sebelum Mengambil Keputusan Untuk Melakukan Transfer


adalah :
1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian lakukan
stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi,dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien ke ruangan rujukan / penerima,
dan kembali ke ruangan pengirim.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman : edukasi dan
persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan dengan
matang karena transfer berpotensi akan risiko bahaya tambahan, serta menambah
kecemasan keluarga dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya lebih
besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten, peralatan
dan kendaraan khusus.
8. Pengambil keputusan harus melibatkan dokterr jaga.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokterr yang
mengambil
keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu diambilnya
keputusan,serta alasan yang mendasari.
22 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
10. Dalam mentransfer pasien, ruangan asal akan menghubungi ruangan yang dituju dan
melakukan pemberitahuan dengan ruangan yang dituju. Jika ruangan tersebut setuju
untuk menerima pasien, ruangan pengirim harus memastikan tersedianya peralatan
medis yang memadai di ruangan yang dituju.
11. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga mengenai
perlunya dilakukan transfer dan mintalah persetujuan tindakan transfer.
12. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat, meliputi: nama, jabatan, dan petugas
yang mentransfer dan ruangan penerima; tanggal dan waktu dilakukannya
komunikasi antar-rumah sakit.
13. Personel tim transfer harus memiliki kompetensi yang sesuai; berpengalaman;
mempunyai peralatan yang memadai;, protokol dan panduan rumah sakit, serta
pihak-pihak lainnya yang terkait; dan juga memastikan proses transfer berlangsung
dengan aman dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan lain di ruangan yang
merujuk.

D. Kategori Transfer Berdasarkan Derajat Urgensi Pasien :


1. Setelah keputusan untuk melakukan transfer dibuat, harus ada kategori yang jelas
mengenai derajat urgensi pasien memerlukan pemindahan.
2. Berikut tiga kategori transfer pasien :
a. Gawat darurat
Pasien gawat darurat adalah pasien dengan ancaman kematian dan perlu
pertolongan segera (critically ill patient).
b. Gawat
Pasien gawat adalah pasien yang tidak ada ancaman kematian tetapi perlu
pertolongan segera (emergency patient).
c. Elektif
Pasien yang bisa melakukan transfer elektif adalah pasien yang tidak mengalami
kegawatdaruratan, misalnya pasien yang datang dengan rencana operasi.

E. Stabilisasi Sebelum Transfer :


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer yang
aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis (extremely ill).
2. Pada umumnya, transfer sebaiknya dilakukan sampai kondisi pasien stabil.

23 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia harus
sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen
menilai kondisi pasien.
5. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
6. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien untuk memastikan bahwa semua
persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang terlewat.

F. Pendampingan Pasien Selama Transfer :


Saat pasien akan ditranfer ke ruangan lain, pasien harus didampingi oleh 1 (satu)
orang tenaga kesehatan
Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat / derajat
kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter ICU/ DPJP)
1. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa dengan
hemodinamik stabil; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat, atau
paramedic.
2. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani
perawatan di High Care Unit (HCU); yang sudah memungkinkan untuk perawatan
di ruang rawat biasa dengan sarana ruang perawatan; dapat didampingi oleh
perawat, petugas yang berpengalaman (sesuai dengan kebutuhan pasien) .
3. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk penanganan
kegagalan satu sistem organ atau pasca-operasi besar; harus didampingi oleh
perawat dan petugas yang berpengalaman (sesuai dengan kebutuhan pasien) .
4. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan dukungan /
bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien yang membutuhkan
penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi oleh dokter, perawat petugas yang
berpengalaman.

24 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
G. Pemantauan, Obat-Obatan, dan Peralatan Selama Transfer :
1. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum transfer
dilakukan.
2. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan
3. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses
terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik..
4. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan baik.
5. Pertahankan temperatur pasien selama transfer.
6. Seluruh peralatan harus kuat, tahan lama, dan ringan.

H. Metode Transfer Pasien :


1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen penting
seperti di bawah ini.
a) Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b) Kondisi pasien
2. Kendaraan untuk transfer pasien:
a) Brankar
b) Kursi roda

I. Dokumentasi dan Penyerahan Pasien ke Ruangan Tujuan :


1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer, dan harus
mencakup:
a) detail kondisi pasien
b) alasan melakukan transfer
c) nama yang melakukan transfer dan menerima pasien
d) status klinis pre-transfer
e) detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama transfer
berlangsung
2. Pencatatan harus sesuai standar.
3. Rekam medis harus mengandung:
a) Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
transfer; termasuk kondisi medis yang terkai dan terapi yang diberikan.
25 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
b) Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama proses
transfer, termasuk penundaan.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi ruangan yang
dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba di ruangan tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim transfer
dengan pihak ruangan yang menerima (paramedis) yang akan bertanggung jawab
terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara verbal
maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil pemeriksaan
penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis selama transfer
berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus dideskripsikan dan
diserahkan kepada petugas ruangan tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban merawat
pasien.

J. Komunikasi :
1. Merupakan hal yang vital dalam mewujudkan transfer pasien yang lancar dan tanpa
masalah.
2. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai alasan
transfer dan lokasi ruangan tujuan, jelaskan lokasi ruangan tersebut.
3. Pastikan bahwa ruangan yang dituju siap untuk menerima pasien sebelum dilakukan
transfer.
4. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan penjelasan
mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan penyerahan tanggung jawab
kepada perawat yang menggantikan.
5. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien kepada
ruangan tujuan.
6. Tim transfer harus berkomunikasi dengan ruangan asal dan tujuan mengenai
penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangan

K. Edukasi dan Pelatihan :

26 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
1. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk memastikan setiap petugas yang terlibat
dalam transfer pasien mendapat pelatihan yang adekuat, berpengalaman, dan
memenuhi standar minimal pelayanan; serta mengembangkan suatu panduan setempat.
2. Pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit akut harus tersedia di setiap area / daerah.
3. Kembangkanlah pelatihan dan pemeriksaan yang berbasis kompetensi untuk
menerapkan standar pelayanan tertinggi dalam pelayanan pasien sakit berat / kritis
yang membutuhkan transfer.
4. Pelatihan ini diterapkan pada transfer intra-rumah sakit.

Tatalaksanan
A. Petugas Penanggung Jawab
1. Seluruh petugas Rumah Sakit
a) Memahami dan menerapkan prosedur transfer pasien
b) Memastikan prosedur transfer pasien yang benar
c) Melaporkan hasil transfer pasien kepada DPJP
2. Perawat yang bertugas dan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
a) Bertanggung jawab melakukan transfer pasien dan sesuai kriteria pasien.
b) Memeriksa rekam medis pasien yang akan diterima masuk unit pelayanan
spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang memenuhi kriteria yang tepat
untuk pelayanan yang dibutuhkan.
c) Memeriksa rekam medis pasien yang dipindahkan atau keluar dari unit
pelayanaan spesialistik atau intensif mengenai bukti-bukti yang menyatakan
pasien tidak memenuhi kriteria yang tepat untuk unit tersebut.
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
a) Memastikan seluruh petugas ruang rawat inap dan pelayanan intensif memahami
prosedur transfer pasien dan menerapkannya.
b) Memastikan transfer terlaksana dengan baik.
4. Tim Keselamatan RS
a) Memantau dan memastikan panduan transfer pasien dikelola dengan baik oleh
Kepala Instalasi rawat inap dan pelayanan intensif.
b) Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan transfer pasien.

5) Pemulangan, Rujukan, dan Tindak Lanjut


27 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Pengertian discharge planning adalah perencanaan pemulangan pasien (P3).
Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses mempersiapkan pasien
untuk meninggalkan pelayanan rawat inap di rumah sakit. Rondhianto (2008)
mendefinisikan discharge planning sebagai perencanaan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu
dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi penyakitnya.
Perencanaan pulang atau discharge planning seharusnya dilaksanakan mulai pasien
diterima di satu unit pelayanan kesehatan, dimana rentang waktu pasien menginap dapat
diperpendek.
Pemulangan pasien merupakan proses sistematik yang dipersiapkan bagi pasien untuk
meninggalkan Rumah Sakit dan untuk mempertahankan kontinuitas perawatan. Sejak
menerima pasien, dokter sudah mengkaji kebutuhan pelayanan kesehatan pasien tersebut,
serta harus ada penjelasan dari dokter penerima pasien mengenai rencana pelayanan
kesehatan kepada pasien / keluarganya. Pemulangan pasien dapat atas advis Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) ataupun atas permintaan pasien / keluarganya (APS). Pada
waktu pasien dan keluarganya meninggalkan RS, mereka harus memiliki pengetahuan
tentang pelayanan kesehatan selanjutnya dan apa yang harus mereka lakukan dirumah.
Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses yang digunakan untuk memutuskan apa
yang perlu pasien lakukan untuk dapat meningkatkan kesehatannya.
Discharge planning dianggap sebagai proses yang dimulai saat pasien masuk dan
tidak berakhir sampai pasien dipulangkan. Keluar dari rumah sakit tidak berarti bahwa pasien
telah sembuh total. Ini hanya berarti bahwa dokter telah menetapkan bahwa kondisi pasien
cukup stabil untuk melakukan perawatan dirumah. Sedangkan definisi discharge planning
menurut Bull (2000) merupakan suatu proses interdisiplin yang menilai perlunya sebuah
perawatan tindak lanjut dan seseorang untuk mengatur perawatan tindak lanjut tersebut kepada
pasien, baik perawatan diri yang diberikan oleh anggota keluarga, perawatan dari tim
profesional kesehatan atau kombinasi dari keduanya untuk meningkatkan dan mempercepat
kesembuhan pasien.
Discharge planning dapat mengurangi hari rawatan pasien, mencegah kekambuhan,
meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan
pada keluarga (Naylor, 1990). Dan menurut Mamon et al (1992), pemberian discharge
planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas
hidup optimun sebelum dipulangkan. Beberapa penelitian bahkan menyatakan discharge
28 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit,
pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan mordibilitas (Leimnetzer et
al,1993 : Hester, 1996)
Discharge planning dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit dan secara periodik
diperbaiki hingga mencapai tahap akhir pasien dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang.
Ketika melakukan discharge planning ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
diantaranya adalah :
1. Discharge planning adalah proses multidisiplin dimana sumber-sumber memberi
pendapat untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan pasien setelah keluar dari
rumah sakit.
2. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten pada semua pasien.
3. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan kondusif.
4. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan.
5. Penyusunan rencana pemulangan harus didiskusikan antara tim kesehatan dan
keluarga pasien sebagai care-giver.
Adapun kriteria Perencanaan Pemulangan Pasien ( P3 ) / discharge planning antara
lain :
1. Usia lanjut (60 tahun lebih)
2. Hambatan mobilisasi
3. Membutuhkan pelayanan medis dan perawatan berkelanjutan
4. Tergantung dengan orang lain dalam aktivitas harian
Tatalaksanan
Tahap yang harus diperhatikan saat pemulangan pasien :
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup : data pribadi pasien, data kesehatan pasien, penanggung jawab
pasien, diagnosa, hasil perawatan.
2. Identifikasi kebutuhan pasien
Saat perencanaa pemulangan pasien harus diketahui kebutuhan perawatan
berkelanjutan yang masih diperlukan, seperti kapan kontrol ke DPJP, kunjungan
rumah / pelayanan homecare, fisioterapi.
3. Edukasi
Saat pemulangan pasien harus ada edukasi dari petugas medis terutama perawat
kepada pasien dan keluarganya, mencakup :

29 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
a. Obat-obatan yang dibawakan saat pulang (nama obat,dosis dan waktu minum
obat).
b. Rencana perawatan selanjutnya (kapan kontrol, pelayanan homecare dan
fisioterapi) beserta no telepon yang bisa dihubungi.
c. Diet makanan yang sesuai untuk kesehatanya.
4. Semua perawatan yang dilakukan harus terdokumentasi pada rekam medik pasien,
catatan keperawatan. Semua instruksi dan hasil pemeriksaan dokter harus tercatat,
semua tindakan keperawatan dan hasil periksaan tanda tanda vital harus tercatat.
Demikian juga obat-obatan yang diberikan dan hasil pemeriksaan penunjang yang
dilakykan juga tersimpan rapih dalam berkas pasien. Saat pasien pulang diberukan
resume medis kepada pasien / keluarganya beserta hasil pemeriksaan penunjang.
5. Implementasi.
Proses pasien pulang apakah diantar menggunakan alat transportasi pasien /
keluarganya menggunakan kursi roda, blangkar didampingi perawat atau
menggunakan ambulance dengan atau tanpa perawat.

Rujukan
Merujuk pasien antar rumah sakit adalah proses memindahkan pasien dari satu rumah
sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
Tujuan dari manajemen merujuk pasien adalah:
- Agar pelayanan merujuk pasien dilaksanakan secara professional dan berdedikasi
tinggi.
- Agar proses merujuk / pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan lancar
serta pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien dan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.
Petugas rujuk adalah dokter, perawat, dan petugas ambulan yang telah memiliki
kompetensi menangani kegawatdaruratan pasien sesuai dengan level yang telah ditetapkan.

Runag Lingkup
1. Pasien dirujuk berdasar atas kondisi dan kebutuhan pelayanan lanjutan.
2. Rumah sakit menentukan bahwa rumah sakit penerima dapat memenuhi
kebutuhan pasien akan kontinuitas pelayanan.
3. Rumah sakit penerima diberi resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan
tindakan tindakan yang telah dilakukan oleh rumah sakit pengirim.
30 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
4. Selama proses rujukan pasien secara langsung, staf yang mampu terus memonitor
kondisi pasien.
5. Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
6. Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari:
 Transfer pasien dari RS Juanda ke RS lain atau sebaliknya.
 Transfer pasien dari RS Juanda ke rumah pasien atau sebaliknya.

Tatalaksana
A. Metode Rujukan
1. Layanan Antar-Jemput Pasien: merupakan layanan / jasa umum khusus untuk
pasien RS Juanda dengan tim transfer dari petugas UGD, di mana tim tersebut
akan mengambil / menjemput pasien dari rumah/ rumah sakit jejaring untuk di
bawa ke RS Juanda.
2. Tim transfer lokal: RS Juanda merujuk pasien dari ruang perawatan ataupun
langsung dari UGD dan mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain.

B. Keputusan Melakukan Transfer


1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses merujuk pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan rujukan, kemudian
lakukan stabilisasi pre-rujukan dan manajemen rujukan.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien ke rumah sakit rujukan /
penerima, dan kembali ke RS Juanda.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses rujukan yang aman: edukasi dan
persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan rujukan harus dipertimbangkan dengan
matang karena rujukan berpotensi mengekspos pasien dan personel rumah sakit
akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat
pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya rujukan. Jika risikonya lebih
besar, sebaiknya jangan melakukan rujukan.
7. Dalam merujuk pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten, peralatan
dan kendaraan khusus.

31 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu
diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Kriteria Rujukan :
a. Dirujuk atas indikasi medis
- Perlu perawatan spesialistik lebih lanjut.
- Perlu peralatan lebih canggih
- Peralatan rusak/ tidak tersedia
b. Indikasi non medis
- Kamar intensif penuh
- Dokter yang di minta keluarga tidak merawat di Rumah Sakit Juanda
- Atas permintaan pasien / keluarga
11. Saat keputusan merujuk telah diambil, dokter yang bertanggung jawab / dokter
ruangan akan menghubungi unit/ rumah sakit yang dituju.
12. Dalam merujuk pasien antar rumah sakit, tim transfer RS Juanda akan
menghubungi rumah sakit yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang
dituju. Jika unit tersebut setuju untuk menerima pasien rujukan, tim transfer RS
Juanda harus memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah
sakit yang dituju.
13. Keputusan final untuk melakukan rujukan ke luar RS Juanda dipegang oleh dokter
DPJP/ konsultan rumah sakit yang dituju.
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan rujukan antar rumah sakit, dan mintalah persetujuan
tindakan.
15. Proses pengaturan rujukan ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien yang
meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang membuat kesepakatan
baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima, tanggal dan waktu
dilakukannya komunikasi antar-rumah sakit, serta saran / hasil negosiasi kedua
pihak.
16. Personel tim rujukan harus mengikuti pelatihan transfer, memiliki kompetensi
yang sesuai, berpengalaman, mempunyai peralatan yang memadai, dapat bekerja
sama dengan jasa pelayanan ambulan, protokol dan panduan rumah sakit, serta
pihak-pihak lainnya yang terkait dan juga memastikan proses transfer berlangsung
32 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
dengan aman dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang
merujuk.
17. Pusat layanan ambulan harus di beritahu sesegera mungkin jika keputusan untuk
melakukan rujukan telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum diputuskan.
Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan pengerahan petugas
dengan lebih efisien.

C. Stabilisasi Sebelum Merujuk


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, merujuk yang
aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis.
2. Merujuk sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien kalau
kondisi sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama rujukan berlangsung, sehingga sepenuhnya
dikoreksi sebelum merujuk.
4. Unit / rumah sakit yang dituju untuk rujukan harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan rujukan pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien dirujuk ke rumah sakit lain.
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum merujuk
a. Amankan patensi jalan napas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi dengan
pemantauan end-tidal carbondioxide.
b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator
portabel selama minimal 15 menit.
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)
d. Pengukuran tekanan darah invasive yang kontinu / terus-menerus merupakan
teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses transfer
berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (WSD) harus terpasang dan
tidak boleh diklem.
f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube , jika diperlukan.

33 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
g. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu pelaksanaan
transfer.
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim rujukan.
8. Tim rujukan harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen
menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas rujukan.
10. Gunakanlah daftar persiapan merujuk pasien ( lampiran 1) untuk memastikan
bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang
terlewat.

D. Pendampingan Pasien Selama Merujuk


1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus ( tingkat / derajat
beratnya penyakit / kondisi pasien).
3. Dokter DPJP / Dokter senior bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer
berlangsung.
4. Sebelum melakukan rujukan, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan
proses transfer.
5. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan rujukan berdasarkan tingkat
/ derajat kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter
DPJP).
a. Derajat 0 :
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di rumah
sakit yang dituju tanda – tanda vital stabil, didampingi oleh perawat selama
transfer.
b. Derajat 1 :
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU), di mana membutuhkan
34 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari
tim perawatan kritis didampingi oleh perawat selama transfer.
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu system organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU, harus didampingi oleh dokter dan
perawat yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman.
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut atau bantuanpernapasan
dasar dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk
pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ harus
didampingi oleh dokter dan perawat yang kompeten, terlatih, dan
berpengalaman.
6. Semua petugas yang tergabung dalam tim rujukan untuk pasien dengan sakit
berat / kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.
7. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama rujukan
berlangsung yang berisi nomor telepon RS Juanda dan rumah sakit tujuan.
8. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses rujukan.
E. Kompetensi Pendamping Pasien Dan Peralatan Yang Harus Di bawa Selama Transfer

Pasien Petugas pendamping Keterampilan yang Peralatan yang


(minimal ) dibutuhkan utama dan jenis
kendaraan
Derajat 0 Petugas ambulan dan Bantuan hidup dasar (BHD) Ambulan
perawat
Derajat 1 Petugas ambulan dan - Bantuan hidup dasar - Ambulan
perawat (BHD) - Suction
- Pemberian oksigen - Tiang infuse
- Pemberian obat – obatan portable
- Kenal akan tanda - Infuse pump
deteriorasi dengan baterai
- Keterampilan perawatan - Oksimetri
tracheostomi dan suction

35 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Derajat 2 Dokter, perawat dan Semua keterampilan di atas, - Ambulan
petugas ambulan ditambah : - Semua
- Penggunaan alat peralatan di atas
pernafasan , bag valve ditambah:
mask Monitor EKG
- Bantuan hidup lanjutan dan tekanan
- Penggunaan darah
defibrillator Defibrillator
- Penggunaan monitor jika diperlukan
intensif
Derajat 3 Dokter , perawat, dan 1. Dokter - Ambulan
petugas ambulan - Minimal 6 bulan lengkap
pengalaman - Monitor ICU
perawatan pasien portable yang
intensif lengkap
- Keterampilan - Ventilator dan
bantuan hidup dasar peralatan
dan lanjutan transfer yang
- Keterampilan memenuhi
menangani standart
permasalahan jalan minimal
nafas dan
pernafasan, minimal
level ST 3
- Harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit berat /
kritis

2. Perawat
- Minimal 2 tahun

36 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
bekerja merawat
pasien kritis
- Keterampilan
bantuan hidup dasar
dan lanjutan
- Harus mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit berat /
kritis

F. Pemantauan, Obat-Obatan, Dan Peralatan Selama Merujuk Pasien Kritis


1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan
selama proses rujukan.
2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama rujukan setidaknya harus
sebaik pelayanan di RS Juanda
3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
Rujukan dilakukan. Standar minimal untuk Merujuk pasien antara lain:
a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama rujukan.
b. EKG kontinue.
c. Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
d. Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
e. Terpasangnya jalur intravena
f. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral
g. Peralatan untuk memantau cardiac output
h. Pemantauan end-tidal carbondioxide pada pasien dengan ventilato
i. Mempertahankan dan mengamankan jalan nafas.
j. Pemantauan temperatur pasien secara terus menerus , mencegah hipertermia
dan hipotermia.
4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap
gerakan dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain
itu juga cukup menghabiskan baterai monitor.
5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)
disarankan.
37 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah secara
invasif selama Rujukan (wajib pada pasien dengan cedera otak akut; pasien
dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensimenjadi tidak stabil; atau
pada pasien dengan inotropik).
7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling
status (status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses
vena sentral diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien
tertentu.
9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai
oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator.
10. Tim rujukan yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di dalam jarum
suntik)
- Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia
- Obat sedasi
- Analgesik
- Relaksans otot
- Obat inotropik
11. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses
terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik.
12. Semua infus harus diberikan melalui infus pumps
13. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan
baik.
14. Petugas rujuk harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di ambulan.
15. Pertahankan temperatur pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama
rujukan
16. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
17. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat tidak
disambungkan dengan stop kontak).
18. Baterai tambahan harus dibawa.
19. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan dapat
memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri,
pengukuran tekanan darah (non-invasif), dan temperature
38 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
20. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengancepat
menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapatpergerakan
ekternal / vibrasi (getaran).
21. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras.
22. Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal):
a. alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari tubuh
pasien
b. mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif ( positive end expiratory
pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi
c. pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi pernapasan per- menit, dan
volume tidal.
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled
ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan(continuous positive
airway pressure).
23. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses transfer
yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi /obat-obatan.
24. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana yang
diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus
dilengkapi selama transfer.
25. Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat dilembar
pemantauan.
26. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas dan
harus dalam posisi aman.

G. Pemilihan Metode Transfer Pasien Antar Rs Untuk Pasien Kritis


1. Pemilihan metode rujukan harus mempertimbangkan sejumlah komponen
penting seperti di bawah ini.
a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca misal Arus lalu lintas
e. Ketersediaan / availabilitas
2. Jarak tempuh. Pilihan kendaraan untuk merujuk pasien antara lain:
a. Siap sedia dalam 24jam
39 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
b. Perjalanan darat
c. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan dan
lamanya waktu yang diperlukan
d. Kontak: pusat ambulan

H. Alat Transportasi Untuk Transfer Pasien Antar Rumah Sakit


1. Gunakan mobil ambulan RS Juanda. Mobil dilengkapi soket listrik 12 Volt,
suplai oksigen, monitor, dan peralatan lainnya
2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk
mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll).
3. Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Ventilator jika perlu
c. Jarum suntik
d. Suction
e. Baterai cadangan
f. Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi
pasien)
g. Alat penghangat pasien portable
h. Alat kejut jantung (defibrillator )
4. Tim rujuk / pendamping dapat memberi saran mengenai kecepatan
aombulan yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada sopir ambulan.
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancer
6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat padat
penduduknya
7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk pengaman.
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi
segera, berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan yang
diperlukan.
9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulan,
gunakanlah pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.

40 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
I. Dokumentasi dan Penyerahan pasien transfer antar rumah sakit
1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan rujukan,dan
harus mencakup:
a. detail kondisi pasien
b. alasan melakukan rujukan
c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. status klinis pre-rujukan.
e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan
selama rujukan berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan
3. Rekam medis harus mengandung:
a. Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
merujuk, termasuk kondisi medis yang terkait, factor lingkungan, dan
terapi yang diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim rujukan harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi
selama proses rujukan, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim rujukan harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah
sakityang dituju sebelum merujuk pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim
rujuk dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat) yang
akan bertanggung jawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik
secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien,
tandavital, hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi,
dankondisi klinis selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus dideskripsikan
dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim rujukan dibebas tugaskan dari kewajiban
merawat pasien.
10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan sejumlah
uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim rujukan

J. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit


41 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai alasan
merujuk dan lokasi rumah sakit tujuan, berikanlah nomor telepon rumah sakit
tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien
sebelum dilakukan rujukan.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab
dikedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien.
4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior), bertugas sebagai komunikator utama sampai rujukan selesai dilakukan.
a. Jika selama merujuk terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan
penjelasan mengenai kondisi pasien yang dirujuk dan lakukan penyerahan
tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi
selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien
kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim rujuk harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan mengenai
penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangannya.

K. Kriteria Pasien di rujuk tanpa ambulan


1. Atas permintaan keluarga/pasien dengan menandatangani penolakan tindakan
kedokteran medis
2. Pasien ingin pindah rumah sakit lain dengan kendaraan sendiri
3. Pasien dengan kondisi stabil dan tidak terpasang alat Kesehatan

6) Transfortasi
1) Transfortasi pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman
tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan
korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya.
Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1
42 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter). Prosedur untuk transport pasien
antaralain yaitu :
Prosedur Transport Pasien :
a. Lakukan pemeriksaan menyeluruh.
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah
diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat
bantu jalan nafas(airway).
b. Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke
rumah sakit.
c. Posisikan dan amankan pasien.
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan
dengan kuat ke usungan.
d. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan
digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan
kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
e. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans
dijalankan.
f. Melonggarkan pakaian yang ketat.
g. Periksa perbannya.
h. Periksa bidainya.
i. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
j. Naikkan barang-barang pribadi.
k. Tenangkan pasien.

2) Teknik pemindahan pada pasien


Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti
pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan
alat transport seperti ambulance, dan branker yang berguna sebagai pengangkut
pasien gawat darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar

43 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan
bantuanklien. Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain
yang ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan
tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan
cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Pemindahan
pada klien membutuhkan tiga orang pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan.
Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar
dengan bagian kepala tempat tidur. Pemindahan yang aman adalah prioritas
pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus
menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
a. Pindahkan pasien ke posisi yang berlawanan
b. Letakkan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan
yang jauh dari perawat, sedikit ke depan badan pasien
c. Letakkan kaki pasien yang terjauh dari perawat menyilang di atas kaki
yang terdekat
d. Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasien
e. Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien
f. Tarik badan pasien
g. Beri bantal pada tempat yang diperlukan

3) Jenis- jenis transfortasi pasien


Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi gawat darurat
dan kritis.
1. Transportasi Gawat Darurat :
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga
patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang
perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat darurat, yaitu Tulang yang paling
kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah
tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang tersebut juga paling kuat.

44 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga
terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan
dengan punggung.
Panduan dalam mengangkat pasien gawat darurat
- Nilai beban yang akan diangkat secara bersama jika dinilai tidak mampu
jangan dipaksakan
- Kedua kaki berjarak sebahu ,satu kaki sedikit ke depan kaki sebelahnya
- Berjongkok , jangan membungkuk saat mengangkat
- Tangan yang memegang menghadap ke depan
- Tubuh sedekat mungkin ke beban yang akan diangkat
- Jangan memutar tubuh saat mengangkat
- Panduan ini juga berlaku untuk menarik atau mendorong pasien
2. Transportasi Pasien Kritis :
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih
sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
a. Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:
1) Koordinasi sebelum transport
 Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap
untuk menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi
 Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasiantar
dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis
pasien
 Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsungselama
transport dan evaluasi kondisi pasien
2) Professional beserta dengan pasien : 2 profesional (dokter atau perawat)
harus menemani pasien dalam kondisi serius.
 Salah satu professional adalah perawat yang bertugas, dengan
pengalaman CPR atau khusus terlatih pada transport pasien kondisi
kritis
 Professional kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter
harus menemani pasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien
yang membutuhkan urgent action
b. Peralatan untuk menunjang pasien

45 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
 Transport monitor
 Blood pressure reader
 Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan
cadangan 30 menit
 Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/ menit,
pressure FiO2 of 100 % and PEEP with disconnection alarm and high
airwaypressure alarm
 Mesin suction dengan kateter suction
 Obat untuk resusitasi, lidocaine, atropine, dan sodium bicarbonate
 Cairan intravena dan infuse obat dengan syringe atau pompa infuse dengan
baterai
 Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut
c. Monitoring selama transport
Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut :
Level 1 = wajib
Level 2 = rekomendasi kuat
Level 3 = ideal
 Monitoring kontinu : EKG, pulse oxymetri (level 1)
 Monitoring intermitten : tekanan darah, nadi, respiratory rate ( level 1 pada
pasien pediatric, level 2 pada pasien lain )
3. Transport Pasien Rujukan
Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke
pelayanan kesehatan lainnya.
System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadnya penyerangan tanggung
jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical
maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional,
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
- Tujuan Rujukan
Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada
fasilitas pelayanan keseshatan yang lebih mampu sehinngga jiwanya dapat
terselamatkan, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB.
- Cara Merujuk

46 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
Langkah-langkah rujukan adalah :
a. Menentukan kegawat daruratan penderita
1. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/ dukun bayi, maka segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu
mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
2. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga
kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya,mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
b. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan
yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas
pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
- Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
- Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan
dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
- Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim
e. Persiapan penderita
f. Pengiriman Penderita
g. Tindak lanjut penderita :
- Untuk penderita yang telah dikembalikan
- Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut
tapi tidak melapor
- Jalur Rujuk

Alur rujukan kasus kegawatdaruratan :

1. Dari kader
Dapat langsung merujuk ke :

47 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa
c. Puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit swasta atau rumah sakit pemerintah
2. Dari posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa

PENUTUP

Kesimpulan

1. Akses dan Kesinambungan Pelayanan (AKP) merupakan bagian dari suatu sistem

pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional pemberi asuhan (PPA) dan

tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kesinambungan pelayanan.

2. Tujuan dari AKP adalah untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan

ketersediaan SDM di RS. dimana proses pelayanan pasien dimulai dari skrining

sampe ke pemulangan pasien atau rujuk dengan pelayana berkesinambungan.

Dengan hasil yang diharapkan meningkatkan mutu dan efesiensi SDM di rumah

sakit.

48 | P a n d u a n A k s e s d a n K e s i n a m b u n g a n P e l a y a n

Anda mungkin juga menyukai