Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AKSES KE RUMAH SAKIT

DAN KONTINUITAS PELAYANAN (ARK).

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Muhammad Nur Alif (202011001)


2. Chrizelda Venessa P. (202011012)
3. Aisyah Alifiyah (202011023)
4. Marcelina Rintan Mikasari (202011032)
5. Shinta Nuriyah Dewi Y. (202011037)
6. Sita Nur Rachmawati (202011040)
7. Asih Handayani (202011045)
8. Alexsius Bagas Davrianto (202011048)
9. Aizhar Alfallah Mahmud (202011052)
10. Paulina TA (202011069)

PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH
SAKIT DR SOETOMO SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun uantuk
memenuhi salah satu tugas berjudul ” Akses Kerumah Sakit Dan Kontinuitas Pelayanan
(ARK) ”

Dalam pembuatan makalah tentunya banyak hambatan dan rintangan yang kami alami
namun hambatan dan rintangan itu dapat diatasi berkat bimbingan, semangat, motivasi, dan
dukungan dari dosen pembimbing, teman-teman dan berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Sulistyoadi, Drs., MM selaku Dosen pembimbing.

2. Teman-teman/para mahasiswa Stikes Yayasan Rumah Sakit Dr.Soetomo yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu Makalah ini.

3. Pihak-pihak yang ikut membantu dalam pembuatan makalah yang tidak bisa penulis sebutkan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 27 Juli 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Akreditasi Rumah Sakit merupakan suatu pengakuan dari Pemerintah yang diberikan
kepada Rumah Sakit yang telah memenuhi standar. Tujuan Akreditasi untuk mencapai sejauh
mana Rumah Sakit dapat memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, sehingga peningkatan mutu terhadap pelayanan di Rumah Sakit dapat
ditingkatkan, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan. Manfaat Akreditasi untuk
meningkatkan mutu Rumah Sakit itu sendiri, pemilik, pasien dan lingkungan masyarakat yang
ada disekitarnya.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan
rumah sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan, perlu mengatur rumah sakit dengan undang-undang (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2009).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan yang akan di
bahas dalam makalah ini yaitu mengenai :
1. Apa pengertian akses ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan (ARK)?
2. Apa enam fokus area kontinuitas pelayanan?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akses ke rumah sakit dan kontinuitas
pelayanan (ARK).
2. Untuk enam fokus are kontinuitas pelayanan.

1.4 MANFAAT
4
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini :
1. Untuk memberikan masukan kepada pimpinan rumah sakit
2. Institusi pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Dr. Soetomo Surabaya,
sebagai bahan tinjauan keilmuan dibidang rekam medis.
3. Untuk peneliti lain agar menjadi acuan atau referensi dalam melakukan pengembangan
penelitian ini selanjutnya.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian akses ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan


Rumah Sakit mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari
suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para professional pemberi asuhan (PPA)
dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Dimulai
dengan skrining, yang tidak lain adalah memeriksa pasien secara cepat, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien.
Melakukan pemeriksaan pasien pada dasarnya menggunakan langkah-langkah IAR :
pengumpulan informasi, analisis informasi, membuat rencana. Tujuan sistem pelayanan
yang terintegrasi tsb adalah menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan
yang tersedia di RS , mengkoordinasikan pelayanan, merencanakan pemulangan dan
tindakan selanjutnya.
Hasil yang diharapkan dari proses asuhan di RS adalah meningkatkan mutu asuhan
pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di RS. Beberapa informasi
dibutuhkan dalam memberikan asuhan pasien di RS terkait dengan :
• Kebutuhan pasien yang dapat dilayani RS.
• Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien.
• Rujukan ke pelayanan lain, baik di dalam maupun keluar RS.
• Pemulangan pasien yang tepat dan aman ke rumah.
Sistem pendaftaran ranap dan rajal secara online memberikan kemudahan kepada
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan RS yang memadai dan merupakan aspek
keterbukaan kepada publik. Dalam proses pelayanan dan asuhan pasien, Manajer
Pelayanan Pasien (MPP/ Case Manager) berperan menjaga kontinuitas pelayanan.
Kehadiran MPP di RS penting sebagai bagian dari penerapan pelayanan berfokus pada
pasien (Patient Centered Care) dan berperan dalam membantu meningkatkan kolaborasi
interprofessional. .(Panduan Praktik Manajer Pelayanan Pasien – MPP, KARS, 2016).

2.2 6 fokus area akses ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan (ARK)
2.2.1 Skrining untuk admisi ke rs
Skrining adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengindentifikasi apakah
kebutuhan dan kondisi pasien dapat dipenuhi oleh sumber daya atau fasilitas yang ada di

6
rumah sakit yang dilakukan pada kontak pertama dengan pasien. Instalasi gawat darurat
adalah unit pelayanan dirumah sakit yangmemberikan pelayanan pertama pada pasien
dengan ancaman kematiandan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
multidisiplin. Triase adalah proses pemilahan pasien berdasarkan keadaan/kondisi
pasienyang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang dilakukan oleh dokter jaga
atau perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang mahir dan berpengalaman. Prioritas
adalah penetuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan
yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
A. Ruang lingkup skrining:
1. Skrining di dalam RS
a. Saat dating di unit/instalasi RSU Proklamasi, yaitu:
1) Intalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan
3) Instalasi Penunjang (Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Gizi)
4) Admisi
b. Melalui komunikasi telepon
2. Skrining di luar RS
a. Pra rumah sakit (ditempat perujuk atau tempat kejadian)
b. Saat transportasi (di ambulance)
B. Skrining dilakukan melalui:
1. Kriteria triase (IGD)
2. Evaluasi visual atau pengamatan
3. Pemeriksaan fisik atau hasil pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan penunjang atau diagnostic imajing sebelumnya
C. Prinsip :
1. Skrining dilaksanakan pada kontak pertama di dalam atau diluar rumah sakit,
petugas pendaftaran melakukan skrining tentang klinis umum, data / berkasadm.
2. Keputusan pasien diterima rawat inap/rawat jalan di RSU Proklamasi bilarumah
sakit mampu menyediakan pelayanan yang dibutuhkan.
3. Jika fasilitas dan sarana di RSU Proklamasi tidak dapat memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien tersebut, maka dirujuk ke rumah sakit rujukan denganfasilitas
dan sarana yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien tersebut.

7
D. Prioritas :
1. Pasien IGD
2. Pasien rawat jalan yang sedang ada jam pelayanan
3. Pasien geriatric
4. Kunjungan pertama pasien dengan curiga TB Paru

2.2.2 Admisi ke RS
2.2.3 Kesinambungan Pelayanan
Rumah sakit memiliki proses untuk melaksanakan kesinambungan pelayanan di rumah
sakit dan integrasi antara profesional pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh manajer pelayanan
pasien (MPP)/case manager.
Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi
yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi
tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA) adalah sama pentingnya atau sederajat. Pada
integrasi vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan ke tingkat
pelayanan yang berbeda maka peranan manajer pelayanan pasien (MPP) penting untuk
integrasi tersebut dengan komunikasi yang memadai terhadap profesional pemberi asuhan
(PPA).

Pelaksanaan asuhan pasien secara terintegrasi fokus pada pasien mencakup:


a. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;
b. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai Ketua tim asuhan pasien oleh
profesional pemberi asuhan (PPA) (clinical leader);
c. Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai tim interdisiplin dengan
kolaborasi interprofesional dibantu antara lain oleh Panduan Praktik Klinis (PPK),
Panduan Asuhan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya, Alur Klinis / clinical
pathway terintegrasi, Algoritme, Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi);
d. Perencanaan pemulangan pasien (P3)/discharge planning terintegrasi;
e. Asuhan gizi terintegrasi; dan
f. Manajer pelayanan pasien/case manager.
Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan profesional pemberi asuhan
(PPA) aktif dan dalam menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai peran
minimal adalah sebagai berikut:
8
a. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien;
b. Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokuspada pasien;
c. Mengoptimalkan proses reimbursemen; dan dengan fungsi sebagai berikut;
d. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien;
e. Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien;
f. Komunikasi dan koordinasi;
g. Edukasidan advokasi; dan
h. Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien.
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan manajemen pelayanan pasien antara lain
adalah
a) Pasien mendapat asuhan sesuai dengankebutuhannya;
b) Terpelihara kesinambungan pelayanan;
c) Pasien memahami/mematuhi asuhan dan peningkatan kemandirian pasien;
d) Kemampuan pasien mengambil keputusan;
e) Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga;
f) Optimalisasi sistem pendukung pasien;
g) Pemulangan yang aman; dan
h) Kualitas hidup dan kepuasan pasien.
Oleh karenanya, dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, manajer pelayanan
pasien (MPP) mencatat pada lembar formulir A yang merupakan evaluasi awal manajemen
pelayanan pasien dan formulir B yang merupakan catatan implementasi manajemen
pelayanan pasien. Kedua formulir tersebut merupakan bagian rekam medis.

Pada formulir A dicatat antara lain identifikasi/skrining pasien untuk kebutuhan


pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen pelayanan
pasien termasuk rencana, identifikasi masalah – risiko – kesempatan, serta perencanaan
manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasiltasi proses perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning). Pada formulir B dicatat antara lain pelaksanaan rencana manajemen
pelayanan pasien, pemantauan, fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi,
hasil pelayanan, serta terminasi manajemen pelayanan pasien.

Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, rumah sakit harus menciptakan
proses untuk melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan di antara profesional

9
pemberi asuhan (PPA), manajer pelayanan pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain sesuai
dengan regulasi rumah sakit di beberapa tempat.
a) Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap;
b) Pelayanan diagnostik dan tindakan;
c) Pelayanan bedah dan nonbedah;
d) Pelayanan rawat jalan; dan
e) Organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya.
Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu oleh penunjang lain seperti
panduan praktik klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan, format rujukan, daftar
tilik/check list lain, dan sebagainya. Diperlukan regulasi untuk proses koordinasi tersebut.
Rumah sakit menetapkan bahwa setiap pasien harus memiliki dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) untuk memberikan asuhan kepada pasien.
Asuhan pasien diberikan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) yang bekerja sebagai tim
interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dan dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) berperan sebagai ketua tim asuhan pasien oleh profesional pemberi asuhan
(PPA) (clinical leader).
Untuk mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada di rumah sakit, harus
ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai individu yang bertanggung jawab
mengelola pasien sesuai dengan kewenangan klinisnya, serta melakukan koordinasi dan
kesinambungan asuhan. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang ditunjuk ini
tercatat namanya di rekam medis pasien. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)/para
DPJP memberikan keseluruhan asuhan selama pasien berada di RS dapat meningkatkan
antara lain kesinambungan, koordinasi, kepuasan pasien, mutu, keselamatan, dan termasuk
hasil asuhan. Individu ini membutuhkan kolaborasi dan komunikasi dengan profesional
pemberi asuhan (PPA) lainnya.
Bila seorang pasien dikelola oleh lebih satu dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) maka harus ditetapkan DPJP utama. Sebagai tambahan, rumah sakit menetapkan
kebijakan dan proses perpindahan tanggung jawab dari satu dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) ke DPJP lain.

2.2.4 Pemulangan dari RS (discharge) dan tindak lanjut


Merujuk pasien ke rumah sakit lain, memulangkan pasien ke rumah atau ke tempat
keluarga harus berdasarkan status kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan
pelayanan sesuai rekomendasi DPJP atau staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan
10
pasien tersebut, harus menentukan persiapan pasien untuk dipulangkan oleh Rumah Sakit.
Dapat dipakai kriteria untuk menentukan pasien siap dipulangkan.
Kebutuhan pelayanan berkelanjutan dapat berarti rujukanke dokter spesialis, terapis,
rehabilitatis atau kebutuhan pelayanan preventifyang dilaksanankan di rumah oleh keluarga.
Proses yang terorganisir dibutuhkan untuk memastikan bahwa kebutuhan pelayanan
berkelanjutan ditangani oleh ahli yang tepat di luar rumah sakit dan apabila dapat mencakup
transfer pasien ke rumah sakit lain. Bila ada indikasi, rumah sakit dapat membuat rencana
kontinuitas pelayanan yang diperlukan pasien sedini mungkin. Keluarga pasien melibatkan
dalam perencanaan proses pemulangan atau transfer.
1. Apabila pihak rumah sakit mengizinkan pasien meninggalkan rumah sakit dalam satu
waktu tertentu untuk hal tertentu, seperti cuti ada kebijakan dan prosedur tetap untuk
proses tersebut :
a. Merujuk atau memulangkan pasien berdasarkan atas status kesehatan dan
kebutuhan pelayanan selanjutnya.
b. Ada ketentuan atau kriteria bagi pasien yang siap untuk dipulangkan.
c. Apabila diperlukan, perencanaan untuk merujuk dan memulangkan pasien
lebih awal dan apabila perlu mengikutsertakan keluarga.
d. Pasien dirujuk dan dipulangkan berdasarkan atas kebutuhannya.
e. Pasien yang meninggalkan rumah sakit dalam waktu tertentu berdasar atas
kebijakan rumah sakit.
2. Rumah sakit bekerjasama dengan para praktisi keseshatan dan badan di luar rumah sakit
untuk memastikan bahwa rujukan dilakukan pada waktu yang tepat
Harus ada perencanaan untuk melaksanakan rujukan yang tepat waktu ke praktisi
kesehatan, rumah sakit dan badan-badan lainya di luar rumah sakit. Rumah Sakit mengenal
penyedia jasa kesehatan lain yang ada di lingkungannya dan membangun hubungan yang
bersifat formal maupun informal.
Apabila pasien datang dari masyarakat yang berbeda, rumah sakit membuat rujukan
ke individu yang mampu atau penyedia jasa kesehatan yang adadimasyarakat dari mana
pasien berasal.
Selain itu pada waktu pulang mungkinpasien membutuhkan pelayanan penunjang dan
pelayanan medis seperti pelayanan sosial, nutrisi, finansial, psikologi dan pelayanan
penunjang lainnya. Perencanaan pemulangan psien akan menentukan jenis pelayanan
penunjang apa yang dibutuhkan pasien.
a. Rencana pemulangan pasienmempertimbangkan pelayanan penunjang dan
11
kelanjutan pelayanan medis
b. Rumah sakit mengidentifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan
di lingkungannya dan membangun kerjasama yang baik.
c. Apabila memungkinkan rujukan keluar rumah sakit ditujukan kepada individu secara
spesifik dan badan dari mana pasien berasal.
d. Apabila memungkinkan rujukan dibuat untuk pelayanan penunjang.

3. Rekam medis pasien berisi salinan resume pelayanan medis pasien pulang :
Resume pelayanan pasien disiapkan waktu pasien pulang dari rumah
sakit .Resume pasien pulang dibuat rangkap 3 (tiga). Staf yang mampu mengkomplikasi
resume tersebut, misalnya dokter, dokter ruangan atau staf lain.
Salinan resume pelayanan pasien pulang ditempatkan dalam rekam medis dan
sebuah salinan diberikan kepada pasien atau keluarganya, jika ada indikasi dan sesuai
peraturan perundang-undangan. Salinan resume pelayanan tersebut diberikan kepada
praktisi kesehatan yang akan bertanggung jawab untuk pelayanan berkelanjutan bagi
pasien atau tindak lanjutnya.
a. Resume pelayanan pasien pulang disiapkan oleh tenaga yang mampu pada waktu pasien
pulang.
b. Ringkasan berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
c. Salinan ringkasan pelayanan pasien didokumentasikan dalam rekam medis
d. Kalau tidak bertentangan dengan kebijakan rumah sakit, hukumatau budaya, pasien juga
diberikan salinan ringkasan pelayanan pasien pulang.
e. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang bertanggung
jawab terhadap tindak lanjut pelayanan.
f. Kebijakan dan prosedur menetapkan kapan resume pasien pulang harus dilengkapi dan
dimasukan ke status pasien.
4. Resume pelayanan pasien pulang lengkap.
Resume pelayanan pasien pulang menggambarkan tindakan yang dilakukan selama
pasien tinggal di rawat di puskesmas. Resume dapat dipergunakan oleh praktisi kesehatan
yang bertanggung jawab untuk pelayanan selanjutnya mencakup :
a. Alasan masuk rumah sakit
b. Penemuan kelainan fisik dan lainnya yang penting.
c. Prosedur diagnosis dan pengobatan yang telah dilakukan
d. Pemberian medikamentosa dan pemberian obat waktu pulang.
12
e. Status/ kondisi pasien waktu pulang.
f. Instruksi follow-up/ tindak lanjut.

5. Pasien dan keluarga yang tepat, diberikan pengertian tentang intruksi tindak lanjut.
Untuk pasien yang tidak langsung dirujuk ke rumah sakit lain instruksi yang jelas
dimana dan bagaimana menerima pelayanan lanjutan adalah sangat penting
untukmendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan yang dibutuhkan.
Instruksi mencakup nama dan lokasi untuk pelayanan lanjutan, kapan kembali ke
rumah sakit untuk kontrol dan kapan pelayanan yang mendesak harus didapatkan. Keluarga
diikutsertakan dalam proses apabila pasien kurang dapat mengerti dan mengikuti instruksi.
Keluarga juga diikutsertakan apabila mereka berperan dalamproses pemberian pelayanan
lanjutan.
a. Instruksi untuk tindak lanjut diberikan dalam bentuk dan cara yang mudah dimengerti
pasien dan keluarganya.
b. Instruksi mencakup kapan kembali untuk pelayanan tindak lanjut.
c. Instruksi mencakup kapan mendapatkan pelayanan yang mendesak.
d. Keluarga diberikan instruksi untuk pelayanan bila diperlukan dengan kondisi pasien.
6. Rumah sakit mempunyai proses untuk penatalaksanaan dan tindak lanjut bagi pasien
yang pulang karena menolak nasehat medis.
Apabila pasien rawat inap atau pasien rawat jalan memilih pulang karena menolak
nasehat medis, ada resiko berkenaan dengan pengobatan yang tidak adekuat yang dapat
berakibat cacat permanen atau kematian. Rumah sakit perlu mengerti alasan kenapa pasien
menolak nasehat medis sehingga dapat berkomunikasi secara lebi baik dengan mereka.
Apabila pasien mempunyai keluarga dokter, maka untuk mengurangi resiko rumah sakit
dapat memberitahukan dokter tersebut. Proses dilaksanakan sesuai dengan hukum dan
peraturan yangj berlaku
a. Ada proses untuk penatalaksanaan dan tindak lanjut bagi pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan yang pulang karena menolak nasehat medis.
b. Apabila diketahui ada keluarganya yang dokter, kepadanya diberitahu. Proses
dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

2.2.5 Rujukan Pasien


Sistem rujukan kesehatan di negara Indonesia telah dirumuskan dalam Permenkes
No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
13
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik secara vertikal maupun horiontal. Sistem rujukan ini
mengatur peserta darimana dan harus kemana memeriksakan keadaan sakitnya.
Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dalam bentuk bertingkat atau
berjenjang, yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis
tingkat primer maka dokter menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di
atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung terpenuhi maka proses ini
akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat.
Manfaat Sistem Rujukan :
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker), manfaat sistem rujukan
adalah membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan
kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang
tersedia; memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer), manfaat
sistem rujukan adalah meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari
pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang; mempermudah masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap
sarana pelayanan kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health
provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan
dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi;
membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin;
memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai
tugas dan kewajiban tertentu.
Rujukan medis merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
masalah kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan fasilitas kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan para pasien dengan tujuan untuk menyembuhkan dan atau memulihkan
status kesehatan pasien. Rujukan pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan
primer dan diteruskan ke jenjang pelayanan sekunder dan tersier yang hanya dapat diberikan
jika ada rujukan dari pelayanan primer atau sekunder (Permenkes Republik Indonesia, No.
01 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan).

14
Berdasarkan Kepmenkes No.828 MENKES/SK/IX/2008 Definisi Operasional
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota pelayanan kesehatan
rujukan terdiri dari 2 cakupan yaitu Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin dan Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan.

Prosedur Rujukan :
Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim rujukan adalah
sebagai berikut (Pedoman Sistem Rujukan Nasional KemenKes tahun 2012) :
1. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk;
2. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum merujuk;
3. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan catatan
medisnya;
4. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan;
5. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam perjalanan;
6. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;
7. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas pelayanan
kesehatan di tempat rujukan;
8. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan primer, kecuali
dalam keadaan darurat;
9. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda, SKTM dan
badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan yang


bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pola rujukan
berjenjang yang bisa dilaksanakan dengan baik akan membuat Rumah Sakit bisa fokus untuk
meningkatkan mutu pelayanannya dalam menangani pasien yang dirujuk dari Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) karena membutuhkan penanganan spesialistik. Adanya
keluhan pasien karena tidak mendapatkan kamar perawatan di rumah sakit ataupun rumah
sakit penuh dapat dikurangi. Pada saat mendaftar, peserta BPJS Kesehatan dapat memilih
FKTP terdekat dengan tempat tinggal, untuk memudahkan peserta dalam hal pelayanan
kesehatan yang optimal, dan setelah tiga bulan peserta boleh pindah ke FKTP lain jika
menginginkannya dengan cara melapor ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan terdekat.
Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah (Pedoman Sistem
Rujukan Nasional KemenKes tahun 2012) :
15
1. Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien;
2. Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan;
3. Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta melaksanakan
perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan;
4. Memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan pengirim rujukan;
5. Membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih tinggi dan mengirim
tembusannya. kepada sarana kesehatan pengirim pertama
6. Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah tidak

memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik dan setelah

kondisi pasien.

2.2.6 Transportasi
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang transportasi dalam proses
merujuk, memindahkan atau pemulangan, serta pasien rawat inap dan rawat jalan
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Proses merujuk, memindahkan, dan memulangkan pasien membutuhkan
pemahaman tentang kebutuhan transport pasien. Misalnya, pasien dari unit
pelayanan kronik atau pusat rehabilitasi yang membutuhkan pelayanan rawat jalan
atau evaluasi asuhan di unit darurat mungkin tiba dengan ambulans atau
transportasi lainnya. Setelah selesai, pasien mungkin minta bantuan transpor untuk
kembali ke rumahnya atau fasilitas lain. Pada situasi lain, misalnya pasien
mengemudi kendaraannya sendiri menuju ke rumah sakit untuk mendapatkan
tindakan yang kemudian karena tindakan tadi mengganggu kemampuannya
mengemudi sendiri untuk pulang (seperti, operasi mata, prosedur yang
memerlukan sedasi dan sebagainya). Merupakan tanggung jawab rumah sakit
melakukan asesmen kebutuhan transpor pasien dan memastikan pasien mendapat
transportasi aman. Bergantung pada kebijakan rumah sakit dan peraturan
perundang-undangan apakah ongkos transpor dapat atau tidak menjadi tanggung
jawab rumah sakit.
Jenis kendaraan untuk transportasi berbagai macam, mungkin ambulans
atau kendaraan lain milik rumah sakit atau berasal dari sumber yang diatur oleh
keluarga atau teman. Jenis kendaraan yang diperlukan bergantung pada kondisi
dan status pasien.
Kendaraan transportasi milik rumah sakit harus tunduk pada peraturan
perundangan yang mengatur tentang kegiatan operasionalnya, kondisi, dan
perawatan kendaraan. Rumah sakit mengidentifikasi kegiatan transportasi yang
berisiko terkena infeksi dan menentukan strategi mengurangi risiko infeksi.
Persediaan obat dan perbekalan medis yang harus tersedia dalam kendaraan
bergantung pada pasien yang dibawa. Misalnya, membawa pasien geriatri dari unit

16
rawat jalan pulang ke rumahnya sangat berbeda dengan jika harus transfer pasien
dengan penyakit menular atau transpor pasien luka bakar ke rumah sakit lain.

Jika rumah sakit membuat kontrak layanan transportasi maka rumah sakit
harus dapat menjamin bahwa kontraktor harus memenuhi standar untuk mutu dan
keselamatan pasien dan kendaraan. Jika layanan transpor diberikan oleh
Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan, perusahaan asuransi, atau
organisasi lain yang tidak berada dalam pengawasan rumah sakit maka masukan
dari rumah sakit tentang keselamatan dan mutu transpor dapat memperbaiki
kinerja penyedia pelayanan transpor.
Dalam semua hal, rumah sakit melakukan evaluasi terhadap mutu dan
keselamatan pelayanan transportasi. Hal ini termasuk penerimaan, evaluasi, dan
tindak lanjut keluhan terkait pelayanan transportasi.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai