I. PENDAHULUAN
I.1. Latarbelakang Masalah
Perguruan tinggi merupakan institusi jasa yang memberikan layanan pendidikan
dalam kerangka peningkatan sumberdaya manusia, dalam bentuk transfer of knowledge.
Disini, terpenting adalah bukan produk dalam artian tangible, melainkan kualitas jasa layanan
yang diberikan yang diterima oleh mahasiswa dan stakeholder lain yang dilayaninnya.
McCormick, D.W (1994) menyatakan bahwa terpenting pada perusahan maupun
institusi lain yang bergerak dalam pemberian layanan (jasa) adalah skilss dan kapabilitas
sumberdaya manusia yang dimiliki (human recsources centrered), karena produk yang
diberikanadalah berupa jasa layanan bukan produk dalam artian pisik. Disitu, parameter
keberhasilan dan kualitas produknya ditunjukkan oleh sejauhmana kualitas layanan yang
diberikan dapat memberikan kepuasan para penggunanya. Dalam kontek ini, motivasi
pegawai pemberi layanan menjadi sangat penting. Motivasi pegawai sangat menentukan aras
pelayanan, yang berdampak pada kualitas layanan yang diberikan.
Mitroff, Ian I., dan Elizabeth A Denton (1999) menyatakan bahwa motivasi pegawai
dalam bekerja memegang peran penting untuk menjamin ketercapaian target serta kualitas
kerja. Lebih lanjut dinyatakan, untuk organisasi non profit dalam bentuk pelayanan, motivasi
pegawai menjadi sangat menentukan. Motivasi memberikan dorongan internal dan sikap sadar
berbuat sehingga aktivitas yang dilakukan dapat berjalan secara optimal tanpa tekanan dan
paksaan. Wibisono, Chablullah (2002) menyatakan bahwa dalam lingkungan pelayanan
pemerintahan yang turbulen, pelipat-gandaan kinerja lembaga tidak dapat dilakukan hanya
dengan kerja lebih keras (work harder), namun diperlukan kerja yang lebih cerdas (work
smarter). Kekayaan organisasi dapat dilipatgandakan dengan cara meningkatkan kualitas
human capital, di mana salah satunya dapat dicapai melalui peningkatan motivasi karyawan
yang secara signifikan akan berpengaruh pada kinerja lembaga.
Terdapat dua arah untuk meningkatkan motivasi kerja dalam kerangka meningkat
kualitas layanan, yaitu dorongan internal dan dorongan eksternal (Sukamdani, 2013).
Motivasi internal dapat dipupuk dari kesadaran diri yang itu sangat peka atau berdekatan
dengan tingkat spritual diri seseorang. Pengalaman spiritual dapat memunculkan kesadaran
diri untuk berbuat sesuai dengan tanggungjawab serta mendasarkan perbuatan amaliah dalam
1
kerangka ibadah. Karena itu, tingkat spriritual seseorang akan mendorong untuk berbuat
sebagaimana peran dan fungsinya dengan kesadaran penuh.
Aktualisasi ajaran agama (tingkat spiritualitas) merupakan kekuatan yang sulit
terbendungkan oleh kekuatan apapun, karena melibatkan pengalaman kesadaran internal
seseorang terhadap sang Khaliq. Motivasi aktualisasi berarti dorongan kerja bukan hanya
sekedar bagaimana seseorang memenuhi kebutuhan secara fa’ali, namun juga karena bentuk
kewajiban pelaksanaan agama (ibadah) terhadap sang penciptanya. Disitu, seseorang akan
terdorong dengan kesadaran diri untuk melakukan segala bentuk kewajiban dan
tanggungjawab, karena kerja bukan hanya sekedar didudukkan sebagai pemenuhan kebutuhan
jasmaniyah, namun juga bentuk pelaksanaan tuntunan dan anjuran agama.
Kesadaran agama dianggap sebagai kesadaran tingkat tinggi yang melibatkan
kesadaran internal seseorang dengan segenap potensinya, merelakan untuk melakukan
segenap aktifitas yang menjadi kewajibannya. Disitu, manusia secara totalitas mengabdikan
diri, sehingga terjadi dororngan internal (motivasi internal) untuk melaksanakan segala bentuk
tugas dan tanggungjawab secara benar. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan yang fitri
yang pemenuhannya tergantung pada kesempurnaan manusia dan kematangan individu
(Ancok, 1995; Najati, 1982). Disini, terdapat kontribusi besar untuk mendorong bagaimana
orang berperilaku dalam bekerja.
Motivasi spiritiual akan berkolaborasi dengan pola kerja yang spiritual (religius),
yaitu pola kerja yang didasarkan pada ajaran agama sebagai respon pada sang pencipta.
Maksudnya, motivasi spiritual akan mudah terjadi senyawa organik terhadap perilaku religius
yang akan menghasilkan kinerja religius, yaitu kinerja yang didasari dengan niat yang
mencerminkan spiritual (McCormick., Donald W, 1994; Strawbridge, William J. et al, 1997;
Mitroff, Ian I., Elizabeth A Denton, 1999; Lewis, Jefrey S., Gary D. Geroy, 2000).
Sholeh, Mohammad (2000) menyatakan bahwa bekerja yang didasari dengan niat
karena bagian ibadah hanya akan terjadi dalam ruang yang tepat untuk itu. Maksudnya, kerja
yang dilakukan untuk niat yang tidak benar, terlebih diwarnai maksud untuk berbuat maksiat
dan kecurangan tidak akan memunculkan motivasi spiritual, karena terjadi perbedaan essensi.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh siignifikan antara pelaksanaan
sholat tahajjud terhadap peningkatan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik. Hasil
penelitian ini menujukkan shalat tahajjut yang khususk yang melibatkan motivasi internal
kuat ternyata memberikan manfaat dalam meningkatkan ketahanan imunologik. Disitu terjadi
senyawa antara kekuatan transedental terhadap kekuatan bersifat pisik. Kekuatan transedental
2
dapat mengaktifkan segenap rangsangan pisik, lewat pengaktifian segala bentuk motivasi
dalam tubuh.
Kendati konsep motivasi spirituaal tidak terbantahkan dalam meningkatkan kinerja
religius sebagaimana tersebut diatas, pada kenyataannya, secara umum pegawai belum
menggunakan motivasi spirituaal dalam membentuk perilakunnya. Pegawai lebih melihat
motivasi yang bersifat positifistik, yaitu bagaimana mereka dapat terpenuhi secara fa’alinnya.
Disini, terjadi masalah atau gangguan individu yang cenderung selalu ingin melayani
kepentingannya sendiri dan bila mereka tidak berbuat demikian maka perilaku mereka dapat
dikatakan tidak kondusif (Chapra, 2000).
Dalam banyak kasus pada instansi swasta dan pemerintah yang pola dasar kerja
didasarkan motivasi materalistik ternyata sering muncul pada diri pegawai kegoncangan jiwa.
Hal ini disebabkan karena mereka lebih menekankan pada dimensi luar tingkah laku manusia
dan mengabaikan dimensi spiritualitas (Fromm, 1960 dalam Mursi, 1997; Najati, 1982;
Lewis, Jefrey S., Gary D. Geroy, 2000). Corak motivasi yang dijadikan pijakan adalah
materistik kapitalis, sehingga dunia tersusun atas simbol-simbol yang terukur dan termati.
Manusia, dinggap robot-robot yang bekerja ala mekanistik. Pola pikir seperti itu, sulit kiranya
memasukkan motivasi yang berorentasi transedental, sebagaimana yang tercermin dalam
motivasi spiritual sehingga parameter fa’ali menjadi pijakan. Pada hal, pada dimensi faali ini
sulit diketemukan keadilan secara equal.
Sebagai bangsa yang memiliki keyakinan ketuhanan (berimaan pada sang pencipta)
dengan masyarakatnya yang beragama memiliki potensi yang luar biasa dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan motivasi spiritual bagi pegawai. Potensi masyarakat
beragama yang menjadi sumber daya diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja karyawannya secara religius.
Mitroff, Ian I., dan Elizabeth A Denton (1999) menunjukkan bahwa motivasi
spiritual merupakan determinan penting dalam meningkatkaan kinerja karena dalam motivasi
spiritual mengandung elemen, ihlas, dorongan yang kuat, serta komitmen untuk
melaksanakan ajaran. Disitu, menjadi sulit diukur jika hanya dihadapkan dengan pemenuhan
materi. Unsur komitmen yang kuat terhadap tugas dan tanggungjawab yang merupakan
respon ibadah adalah kekuatan transedental yang tidak tergantikan, kendatipun dengan
reward secara ekonomi.
Gymnastiar, Abdullah (2002) menyatakan bahwa niat Lillah Billah merupakan
bagian motivasi hidup muslim dalam kerja. Segala bentuk kerja tergantung pada niatnya. Niat
yang baik memunculkan komitmen terhadap kerja sehingga memunculkan dorongan untuk
3
tidak menafikkan kerja. Hal itu sejalan dengan pendapat Beit-Hallahmy & Argyle (1997)
bahwa pengalaman religius memunculkan komitmen yang tinggi terhadap ajarannya, yang
mana, itu dapat memunculkan kinerja tinggi dalam pelaksanaan atau pengamalan agama.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada pegawai di lingkungan Pendidikan Tinggi
Agama Islam Negeri di Jawa Tengah. Pemilihan lokus penelitian ini didasarkan argumen
bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri merupakan institusi yang di bangun atas dasar
nilai-nilai religiusitas. Pendiriannya terdapat semangat dakwah, sehingga diasumsikan bahwa
perilaku kerja dan motivasi kerja tidak dapat dilepas dari nilai-nilai keberagaam. Karenaa itu,
sudah barang pasti pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya dijiwai oleh semangat
religius.
Namun faktanya, masih dapat terjadi kebincaangaan kerja, baik dilihat daari
kedisiplinan maupun perilaku menyimpang lain, kendatipun tidak dapat dipukul rata. Wujud
riil yang dapat dilihat adalah masih cukup tinggi tingkat kemangkiraan, terjadinya
perselingkuhan, korupsi, serta motif kerja yang lebih didasartkan pada bagaimana
mengedepaankan pemenuhan kebutuhan fa’alinya. Karena itu, penelitian ini dimaksudkan
untuk menguji sejauhmana penghayatan fungsional agama yang dalam hal ini adalah motivasi
spiritual akan menentukan komitmen pegawai dan kinerja pegawai.
Atas dasar uraian tersebut diatas, penelitian ini mengambil topik “Pengaruh
Motivasi Spiritual Terhadap Kinerja Religius dengan Komitmen Organisasi Intervening
Studi Empiris Pada Pegawai di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang”.
4
I.3. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut diatas, masalah penelitian dirumuskan
sebagaimana dibawah ini:
1. Apakah motivasi spiritual merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat komitmen
pegawai terhadap institusi?
2. Apakah motivasi spiritual merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja religius
pegawai?
3. Apakah komitmen organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja religius
pegawai?
4. Apakah tingkat motivasi spirutal mempemngaruhi tingkat kinerja religius pegawai, yang
mana, kuat dan lemahnya ditentukan oleh komitmen organisasi?
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Kajian Riset Terdahulu
Para pakar psikologi modern tidak banyak yang memberikan perhatian pada studi-
studi dimensi spiritual manusia dan kebutuhan-kebutuhan pokok pada tingkat tinggi. Pada hal
kebutuhan-kebutuhan ini mempunyai kedudukan terpenting dan tertinggi yang melebihkan
manusia dari seluruh ciptaan Tuhan yang lain (Najati, 1982). Nampaknya sikap religiusitas
memiliki peran penting untuk mebentuk sikap konsisten dan etos kerja. Kasus di Jepang
misalnya, memiliki sikap religiusitas dan etos kerja yang terkenal dengan Budhisme Zen.
Keyakinan tersebut membawa mereka kedalam persepsi bahwa kerja bagi mereka bukanlah
semata-mata aktivitas ekonomi, melainkan amal shaleh secara zen (Rahardjo, 1989).
Keyakinann tersebut membentuk sikap masyarakat Jepang yang dikenal makoto (sincerety),
yaitu ajaran dari agama Budha yang menjunjung tinggi kemurnian dalam batin dan motivasi.
Max Weber mengatakan bahwa ada suatu hubungan langsung (fungsional) antara
sistem nilai suatu agama dengan kegairahan bekerja para pemeluk agama tersebut (Swasono,
1988). Pendapat Weber tersebut mempertegas tentang peran agama sebagai tuntunan yang
dapat dianut oleh pemeluk atas segala ajaran yang mendasari dalam perilaku kerja harian.
Agama menjadi pencerah dan mendorong sikap dan perilaku pemeluk, sehingga mampu
menjadi internal motivator yang kuat.
Nampaknya, dengan semakin bergeser bentuk ,masyarakat kearah metropolis yang
ditandai dengan perilaku materealis ternayata hanya memberikan kepuasan yang nisbi, dan
membawa manusia justru kearah konflik diri. Kontek tersebut akhirnya membawa manusia
kearah kebutuhan spiritual. Sebagai contoh, sebagaian besar masyarakat Amerika mulai
percaya bahwa Tuhan adalah kekuatan spiritual yang positif dan aktif (Kahmat, 2000; Mitroff,
Ian I., Elizabeth A Denton, 1999).
Clifford Geertz sebagai penerus Max Weber (dalam Swasono, 1988) melakukan
penelitian di Kota Gede Yogyakarta. Hasil penelitiannya membagi masyarakat Islam di Kota
Gede Yogyakarta menjadi tiga golongan: santri, abangan dan priyayi. Ternyata golongan
santri yang melaksanakan ajaran Islam secara puritan (shaleh) bersemangat memiliki aktivitas
perdagangan dan industri yang tinggi. Sedangkan dua golongan yang lain: abangan dan
priyayi menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang umumnya tidak bergairah dan tidak
dinamis. Hal ini karena dua golongan tersebut memiliki motivasi spiritual yang rendah.
Burhanudin dan Natsir juga pernah meneliti pengaruh ajaran tarekat Qadariah
Naqsabandiyah (TQN) terhadap perilaku ekonomi para penganutnya. Hasil penelitiannya
6
menunjukkan bahwa keyakinan teologis yang berakar pada ajaran tersebut berimplikasi
positif terhadap etos kerja para penganutnya (Kahmat, 2000).
Lebih khusus, terkait dengan aktivitas ibadah Nizami dalam Ancok (1995) juga
mengkaji pentingnya shalat yang penuh aktivitas, fisik dan rohani dapat mengantarkan si
pelaku dalam kondisi seimbang jiwa dan raga, sehingga akan berpengaruh terhadap kinerja.
Demikian juga dengan Shaleh (2000), mengkaji tentang pentingnya shalat tahajjud terhadap
peningkatan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik. Hal ini ternyata mempengaruhi
aspek jasmani dan rohani individu karena berarti individu memiliki motivasi ibadah yang baik
sehingga diharapkan kinerjanya akan meningkat.
Penelitian Beehr, Johnson dan Nieva (1995) menyimpulkan bahwa ketaatan
beragama (religiosity) juga berhubungan dengan kualitas hidup. Beberapa survey sosial
menunjukkan bahwa pemeluk aktif agama lebih puas dengan keseluruhan hidup mereka
dibanding pemeluk yang tidak aktif. Hasil penelitiananya menunjukkan agama dan
spiritualitas memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kerja karyawannya. Hal ini karena
adanya persahabatan dengan sesama pemeluk agama sehingga dapat menyediakan dukungan
sosial yang mengarah pada peningkatan kebahagian dan kesehatan mental, sehingga secara
signifikan akan meningkatkan kinerja.
Beit-Hallahmy & Argyle (1997) menyatakan bahwa kekuatan motivasi spiritual
seseorang dapat membawa perilaku produktif karena dalam motivasi tersebut terdapat
seperangkat nilai, yaitu loyalitas atau komitmen terhadap kerja. Komitmen merupakan suatu
keadaan dimana seorang individu memihak pada suatu organisasi atau kerja tertentu dengan
tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Allen & Meyer (dalam Hapsari, 2004) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap organisasi seperti individu melakukan identifikasi
yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan senang menjadi bagian dari organisasi. Definisi
tersebut sangat jelas bahwa komitmen organisasi memunculkan rasa emphaty yang tinggi
terhadap lembaga, sehingga rasa kepemilikan muncul. Sifat tersebut sangat penting dalam
rangka menjaga etos kerja, integritas dan rela berkorban pegawai. Komitmen organisasi
mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan (loyalitas), karena
komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi
secara aktif (Kuntjoro, 2002).
Helfert (1991) meneliti peran motivasi religius dalam meningkatkan komitmen
pegawai menunjukkan bahwa motivasi religius (spiritual) yang dimiliki cenderung
memunculkan perilaku konsisten, yang ini merupakan elemen penting dalam membentuk
7
sikap loyal (komitmen). Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Lewis, Jefrey
S., Gary D. Geroy (2000) menunjukkan bahwa motivasi spiritual merupakan determinan kuat
untuk meningkat etika kerja serta menjadi penentu bagai pekerja dapat menumbuhkan sikap
loyal. Pekerja dengan spirit religius tinggi cenderung bersikap tenag serta konsisten dan
tidaak mudah mudah mmemudar dengan pengaruh perubahan lingkungan. Ini sejalan dengaan
kaidah Iman sebagaimana diungkap As’ary, yaitu konsistensi antara ucapatan, hati, dan
perbuatan.
8
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Wibisono (2002) yang ingin
menguji pengaruh motivasi spiritual terhadap kinerja karyawan industri manufaktur di
Batamindo Batam. Hasil dari penelitian Wibisono (2002) menyimpulkan bahwa ada pengaruh
motivasi spiritual: akidah, ibadah dan muamalat terhadap kinerja religius, meskipun motivasi
ibadah memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja religius. Letak pengembangan penelitian
ini, bahwa motivasi spiritual juga dikaitkan dengan pembentuk karakter komitmen terhadap
organisasi dan kompetensi pegawai.
Atas dasar uraian tersebut diatas, dirumuskan kerangka pikir penelitian sebagaimana
tersebut dibawah ini:
Gambar 1
Kerangka Teoretik Penelitian
.
KOMITMEN
ORGANISASI
H1` :Motivasi spiritual yang dimiliki oleh pegawai merupakan faktor yang
mempengaruhi tingkat komitmen organisasi pegawai
9
II.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang berparadigma positifistik yaitu
dimaksudkan untuk menguji teori lewat hipotesis yang diturunkannya. Penelitian dilakukan
pada pegawai baik tenaga pendidik ataupun kependidikan di Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri di Jawa Tengah. Argumen yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah bahwa,
Perguruan Tinggi dibangu atas dasar nilai religius yang mengemban amanah da’wah,
sehingga perilaku religius menjadi pijakan dalam bekerja. Karena itu, apakah terbukti secara
empiris bahwa motivasi spiritual merupakan penentu komitmen kerja dan kinerja pegawainya.
Empat hipotesis dikembangkan dalam peenelitian ini, yaitu menguji pengaruh motivasi
spiritual (religius) terhadap komitmen organisasi dan kinerja spiritual (religius). Data
diperoleh dengan metode survey yaitu peneliti mendatangi ke objek penelitian dan
menyebarkan kuesioner secara langsung. Kuusioner yang telah kembali, selanjutnya di
koding, tabulasi, di unji validasi dan reliabilitas, dan selanjutnya di uji secara statistik untuk
membuktikan pengaruh antar variabelnya.
10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan sumber Data
3.1.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu pendapat
responden, yaitu pegawai di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Jawa Tengah. Data ini
diperoleh lewat survey yaitu menyebar instrumen penelitian, yang didalamnya menanyakan
tentang variabel motivasi spiritual, komitmen pegawai, dan kinerja religius.
N
n=
1+N (moe )2
Dimana:
n = sampel
N = populasi
moe = margin of error max
11
3.5. Operasional Variabel
No Variabel Dimensi
1 Kinerja Religius 1. Kinerja merupakan respon ajaran sang Khaliq
2. Reward tidak sekedar artian ekonomi
3. Ridho adalah bagian reward dalam kerja
4. Keberhasilan kerja adalah merupakan ibadah
5. Tanggunjawab terpenting adapah oada sang Khaliq
6. Keseriusan kerja adalah bentuk penghindaran kedhaliman
7. Terdapat pengewasan melekat dari sang Khaliq
8. Kedisiplinan merupakan imp0lementasi dari Iman
9. Nyamana setiap perilaku kerja sesuai dengan Syari’ah
2 Motivasi Spiritual 1. Aspek Aqidah
2. Adspek Ibadah
3. Adspek Muamalah
3 Komitmen 1. Loyalitas terhadap kerja adalah bagian ibadah
Organisasi 2. Pengkhiatan kerja merupakan bagian dari ayat kemunafikan
3. Menjaga harga diri lembaga bagian dari Ibadah
4. Membuka aib lembaga adalah bagian dari dosa
5. Menjaga setia kawan adalah respon iman
6. Berkomunikasi sejawat dengan baik adalah ibadah
7. Toleransi denhgan sesama adalah bentuk amal shaleh
8. Melaksanakan tugas dan tanggungjawab
9. Merasa nyaman bekerja
12
bentuk gambar lingkaran dan panah dimana anak panah tunggal menunjukkan sebagai
penyebab. Regresi dikenakan pada masing–masing variabel dalam suatu model sebagai
variabel tergantung ( pemberi respon ) sedang yang lain sebagai penyebab.
Rumus :
Y1 = b1x1 + e1
Y2 = b1x1+ b2Y1 + e2
Keterangan :
Y1 = Komitmen Pegawai
Y2 = Kinerja Religius
X1 = Motivasi Spiritual
e = Error Sampling
b = Koefisien regresi
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Prawirosentono, Suyadi (1999), Kebijakan Kinerja Karyawan, Edisi Pertama, BPFE,
Yogyakarta
Rahardjo, M. Dawam (1989), Budhisme Zen dan Etos Kerja Jepang, Jurnal Ilmu dan
Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol. 1 No. 1.
Schull, Patrick L., Peter S. Davis and Michael D. Hartline (1995), “Strategic Adaptation to
Extended Rivalry,” Journal of Business Review, 33, p. 129-142
Sholeh, Mohammad (2000), Pengaruh Sholat Tahajjud terhadap Peningkatan Perubahan
Respon Ketahanan Tubuh Imunologik, Disertasi: Universitas Airlangga Surabaya.
Strawbridge, William J., Richard D Cohen., Sarah J Shema, George A Kaplan (1997),
Frequent attendance at religious servives and mortality over 28 years, American
Journal of Public Health, Washington, Jun, 87: p. 957-961.
Tasmara, Toto (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Dana Bhakti Wakaf: Jakarta.
www.surabaya.go.id (2004) Industri di Surabaya
www.ptsier.com (2004) PT. Sier Surabaya
Wibisono, Chablullah (2002), Pengaruh Motivasi Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan
Industri Manufaktur di Batamindo, Disertasi: Universitas Airlangga Surabaya.
Zadjuli (1999), Membentuk Manusia menjadi Khalifah di Bumi yang Makdaniyah, Pusat
Studi Kebijakan Alternatif: Surabaya.
15