Anda di halaman 1dari 3

NILAI KEMERDEKAAN DALAM MUHARRAM

Tahun baru hijriyah telah berjalan memasuki fase-fase awal, bulan hijriyah sendiri
merupakan salah satu bulan dalam kalender islam serta satu bulan haram (mulia) di antara 3
bulan lainnya, yaitu: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Seperti yang dikutip dalam hadis di
kitab Shahih Bukhari no. 3197:

‫الث َق ِف ُّي َع ْن‬


َّ ‫اب‬ِ ‫يب احْل ا ِرثِ ُّي وَت َقاربا يِف اللَّ ْف ِظ قَااَل ح َّدثَنَا َعْب ُد الْو َّه‬
َ َ َ َ َ َ ٍ ِ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْ ُن َأيِب َشْيبَةَ َوحَيْىَي بْ ُن َحب‬
َّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َأنَّهُ قَ َال ِإ َّن‬
‫الز َما َن قَ ْد‬ َ ِّ ‫ين َع ْن ابْ ِن َأيِب بَكَْر َة َع ْن َأيِب بَكَْر َة َع ْن النَّيِب‬ ِِ
َ ‫وب َع ْن ابْ ِن سري‬ َ ُّ‫َأي‬
‫ات ذُو‬ ِ ِ ِ َّ ‫استَ َدار َكهي تِ ِه يوم خلَق اللَّه‬
ٌ َ‫السنَةُ ا ْثنَا َع َشَر َش ْهًرا مْن َها َْأر َب َعةٌ ُحُر ٌم ثَاَل ثَةٌ ُمَت َوالي‬ َّ ‫ض‬ َ ‫اَأْلر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ ُ َ َ َ ْ َ ‫ْ َ َ َْئ‬
‫ضَر الَّ ِذي َبنْي َ مُجَ َادى َو َش ْعبَا َن‬َ ‫ب َش ْهُر ُم‬
ِ ِ ِ
ٌ ‫الْ َق ْع َدة َوذُو احْل َّجة َوالْ ُم َحَّر ُم َو َر َج‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Yahya bin
Habib Al Haristi sedangkan lafadznya saling berdekatan, keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahab At Tsaqafi dari Ayyub dari Ibnu Sirin dari Ibnu
Abu Bakrah dari Abu Bakrah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti saat Allah menciptakan langit dan
bumi, setahun ada dua belas bulan, dan empat di antaranya adalah bulan-bulan haram, dan
tiga di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu; Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah,
Muharram dan Rajab. Sedangkan bulan Rajab adalah bulan Mudhar, yaitu bulan yang
terletak antara Jumadil Akhir dan Sya'ban.”
Maka dalam beberapa bulan tersebut banyak orang muslim melakukan beberapa
kesunnahan yang dianjurkan baik sunnah fi’liyah maupun bathiniyah.
Pada tahun ini 1 muharram 1444 H jatuh pada tanggal 30 juli 2022, dan hari sisanya
bertepatan berada di bulan Agustus. Tentu sebagai warga negara Indonesia bulan Agustus
tepatnya tanggal 17 diartikan sebagai bulan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia,
karena pada bulan ini Ir. Soekarno dengan tegas mewakili atas nama bangsa Indonesia
memproklamasikan diri sebagai negara yang merdeka, negara yang mandiri, negara yang
bebas dari belenggu penjajahan kolonial belanda pada saat itu.
Seperti pada awal tahun hijriyah yang dimulai penetapan saat zaman khalifah Umar
bin Khattab dengan mengacu pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari kota Makkah
menuju kota Madinah. Dalam perayaannya tentu bukan sekedar momentum pergantian tahun
saja, melainkan suatu sikap tahadduts bin ni'mah dengan menjalankan segala kesunnahan. 17
agustus seharusnya juga dapat dijadikan sarana bagi muslim Indonesia untuk ikut
memeriahkan hari kemerdakaan tersebut dengan mengisi berbagai kebaikan, agar integritas
sebagai umat muslim tidak hilang.
Terlebih berdasarkan data dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) jumlah
penduduk muslim di Indonesia mencapai 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Angka
tersebut merupakan 11,92% dari seluruh umat muslim di dunia, menyusul negara pakistan
dengan 212,3 juta umat muslim (10,95%), disusul negara lainya seperti india, bangladesh dan
lainya.
Makna pembaharuan dalam tahun hijriah yang didasari oleh hijrah Nabi pada zaman
itu, atas perintah Allah agar Nabi berhijrah untuk penyebaran dakwah Islam yang merata
serta karena tidak mendukungnya situasi kota Makkah saat itu. Meminjam dawuh KH. Anwar
Zahid dalam suatu ceramahnya hijrah dimaknai sebagai proses perpindahan sifat bathiniyah
dari yang buruk menjadi lebih baik, seperti pada potongan surat Al-Baqarah: 257,

ِ ُّ‫ت ِإلَى الن‬


‫األية‬.....‫ور‬ ُّ َ‫هَّللا ُ َولِ ُّي الَّ ِذينَ آ َمنُوا ي ُْخ ِر ُجهُ ْم ِمن‬
ِ ‫الظلُ َما‬
Artinya: “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan kepada cahaya....”
Korelasinya bagaimana? Makna hijrah dalam Islam dapat kita temukan dalam proses
kemerdakaan Negara Republik Indonesia, negara yang telah dibelenggu dari kolonialisme
dan imperialisme selama berabad-abad oleh bangsa luar. Sudah menjadi kesepakatan bahwa
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan, hal tersebutlah yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun
1945.
Apakah saat itu Nabi berhijrah dengan mudah? Tentu tidak, Nabi sebelum berhijrah
sudah dikepung oleh pasukan Quraisy yang siap membunuhnya, tetapi berkat pertolongan
Allah, Rasulullah dapat melangkah keluar dengan tenang tanpa sedikit pun ada ketakutan.
Tidak sampai disitu setelah sampai di kota Madinah yang saat itu bernama Yatsrib, Nabi
dalam proses penyebaran Islam mengalami berbagai kendala serta gangguan.
Seperti halnya proses kemerdekaan tentu banyak mengorbankan nyawa dan harta dari
rakyat, tidak dapat dipungkiri bagaimana perjuangan para penduhulu untuk ingin berhijrah
dari bangsa yang tertindas menjadi bangsa merdeka, nyaman, dan beradab.
Jika ditanya apakah Indonesia saat ini sudah merdeka? Sudah, tetapi tidak sepenuhnya
merdeka, Indonesia masih dijajah oleh kebodohan, kemiskinan, dan kemalasan. Setiap hari
kita masih disibukkan dengan saling lempar isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan)
tanpa memedulikan solusi problematika pokok yang dihadapi di depan mata.
Sebagai warga negara serta umat muslim Indonesia yang beriman tentu tanpa diminta
sudah menjadi keharusan bagi kita dalam mensyukuri nikmat tuhan yang besar ini. Dengan
cara saling bahu membahu untuk menjaga keutuhan keragaman banga Indonesia ini, seperti
yang dicontohkan Rasulullah dalam membuat piagam Madinah sebagai dasar negara pertama
dalam Islam yang merupakan konstitusi utama untuk mempersatukan semua golongan warga
Madinah yang di dalamnya berisi kewajiban warga negara terhadap bela negara.
Indonesia sudah memiliki Pancasila sebagai dasar negara, UUD sebagai konstitusi
hukum tertinggi negara, serta tak kalah penting Indonesia memiliki semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” yang artinya meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia
tetap adalah satu kesatuan. Semua hal tersebutlah yang sepatutnya dijaga oleh bangsa
Indonesia.
Maka meminjam pemikiran Buya Syafi’i Ma’rif dalam bukunya “islam dalam bingkai
keindonesiaan dan kemanusiaan”, islam, keindonesiaan, dan kemanusiaan harus ditempatkan
dalam satu tarikan nafas sehingga Islam di Indonesia dapat terlahir keramahan, terbuka,
inklusif, dan solutif. Semoga dalam bulan kemerdakaan yang bertepatan dengan bulan awal
tahun hijriah menjadi wasilah bagi kemajuan Negara tercinta Kesatuan Republik Indonesia
ini, Amiin. Wallahu A’lam bis-Shawab.

Oleh: Ahmada Wildan Afifi (Santri Komplek T)


Editor: Irfan Fauzi

Anda mungkin juga menyukai