Dalam eksistensi hidup, terdapat bagian di muka bumi yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain keberadaannya. Oksigen dan karbondioksida, saling membutuhkan guna memberikan kehidupan
bagi seluruh makhluk hidup. Manusia sebagai makhluk hidup, juga tidak bisa dipisahkan dari alam
tempatnya bermukim. Setelah melalui banyak fase dalam sejarah peradaban, manusia terus
mengksplorasi banyak hal di alam, guna kelangsungan dari eksistensi mereka.
Alam merupakan segala ruang yang digunakan manusia dalam menjalani aktivitas kehidupan,
terdiri atas unsur air, udara, dan tanah sebagai tempat bermukim seluruh makhluk hidup. Diperkiran,
usia bumi telah mencapai 4,5 miliar tahun, Artinya, sudah selama itu planet biru ini menyediakan
ruang untuk kehidupan ekosistem makhluk hidup yang berkembang dari waktu ke waktu. Seiring
berjalannya waktu, bumi terus menerus mengalami perubahan, dinamika ini terjadi akibat dari
bertumbunya jumlah populasi makhluk yang hidup didalamnya. Jika mengacu pada statistika yang
terus bergerak eksponen, saat ini planet bumi telah diisi oleh lebih dari 8 miliar manusia, ditambah
dengan makhluk hidup lain yaitu flora dan fauna yang beranekaragam.
Dengan banyaknya jumlah penduduk di bumi, banyak dampak yang harus dirasakan planet
bumi. Kemajuan teknolagi mendorong banyaknya alat transportasi dan mesin yang harus bekerja
mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Secara perlahan, ruang hidup menunjukkan perubahan.
Suhu rata-rata bumi misalnya, telah meningkat 1,1 derajat celcius dalam dua dekade terakhir,
mengakibatkan banyak fenomena tidak normal terjadi dalam bentuk fisik bumi. Pegunungan es yang
ada di kutub utara dan selatan, mencair dan lenyap satu persatu. Curah hujan di bumi meningkat,
mendorong air laut menjadi lebih tinggi. Akhirnya, bisa terjadi banyak bencana dan tragedi. Semua
kerugian ini, berkaitan satu sama lain jika tidak dihentikan dan makhluk hidup akan merasakan
dampaknya.
Beberapa bulan lalu, saya beruntung memiliki kesempatan sebagai salah satu audiens kuliah
umum terbatas dari Professor Ian Longe, seorang praktisi dan pakar pertambangan dari Amerika
Serikat. Dalam kuliah umumnya di kampusku, dia membahas topik Best Practices in Mining and
Responsibility Mining. Topik ini sangat penting untuk kita pahami, sebab seringkali kita
mendengarkan lontaran kritikan atas aktivitas tambang, eksplorasi kekayaan alam dan sebagainya
yang merugikan bumi. Dalam kuliah tersebut, aku mempelajari setidaknya dua hal, Yang pertama,
bahwa sangat mungkin untuk melakukan aktivitas tambang yang bertanggung jawab dan masih
banyak perusahaan yang melakukan rehabilitasi lingkungan pasca eksplorasi dengan sangat baik.
Apa yang dilakukan oleh Pertamina bisa kita jadikan contoh. Dalam 4 Pilar integral yang menjadi
pedoman Pertamina dalam melakukan Tanggug Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), salah satu pilar
yang penting adalah Pertamina Hijau dalam lingkungan. Aktualisasi dari program ini, bisa dilihat
dari beberapa program yang telah dijalankan, seperti Penanaman Pohon Bakau, pembangunan
Stasiun BBM Ramah Lingkungan dan Konservasi Keanakeragaman Hayati. Di samping itu, ada pula
Pilar Pertamina Cerdas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas generasi dengan program-
program pendidikan.