Anda di halaman 1dari 23

Ringkasan

GENE DELIVERY SYSTEM AND GENE THERAPY

Sistem Penghantaran Gen adalah penghantaran gen menuju nukleus sel target hingga gen
terintegrasi dengan gen inang dan memberikan ekspresi.

Tujuan terapi gen yaitu :

a. Penggantian gen abnormal yang menyebabkan penyakit kelainan genetik dengan gen
normal
b. Melenyapkan gen abnormal dengan melakukan rekombinasi homolog
c. Mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal (gene silencing), sehingga pengaruh gen
abnormal dapat dikendalikan dengan baik.

Sistem penghantaran gen secara ex vivo


Prinsip : Isolasi sel target dari tubuh  dikultur in vitro  diinkubasi dengan vektor yang
mengandung asam nukleat untuk dihantarkan ke sel target  transfeksi gen terjadi secara in
vitro
Syarat : sel target harus mudah dikeluarkan dari tubuh dan dimasukkan kembali dalam tubuh.
Kekurangan :

- Keberhasilan terapi gen baru dapat diketahui setelah sel dimasukan ke dalam tubuh
- Resiko respon imun tinggi

Contoh target untuk penghantaran gen secara ex vivo antara lain stem cell sum-sum
belakang, sel di hati, sel Limfosit T, sel otot polos pembuluh darah.

Sistem penghantaran gen secara in vivo


Vektor yang membawa gen yang diinginkan di hantarkan ke sel target yang berada di dalam
tubuh. Transfeksi terjadi di dalam tubuh.
Contoh pendekatan ini adalah injeksi langsung vektor ke massa tumor, contoh pada penyakit
cistik fibrosis.

(notes : Transfeksi gen adalah integrasi antara gen yang dihantarkan dengan gen inang)
Hambatan Dalam Penghantaran Gen
Hambatan yang dialami oleh vektor dan DNA pada penghantaran gen diantaranya adalah
respom imun, hambatan ekstraseluler dan intraseluler yang diuraikan sebagai berikut.
a) Respon Imun
- Vektor dan DNA yang dihantarkan merupakan materi asing bagi sel sehingga
paparannya di dalam tubuh akan menyebabkan munculnya respon imun.
- Pinositosis vektor virus oleh sel dendritik immature akan menyebabkan
pematangan sel dendritik menjadi Antigen Presenting Cell (APC) yang matang,
yang menyebabkan munculnya antigen pada Major Histocampatibility Complex
(MHC). Hal tersebut menyebabkan aktivasi sel T yang selanjutnya menyebabkan
hancurnya APC, penarikan sel B dan produksi antibodi.
- Penggunaan vektor non-viral akan menurunkan respon imun yang timbul jika
dibandingkan dengan penggunaan vektor viral. Namun dilaporkan pula terjadinya
induksi sitokin TNF-α, IL-β pada penghantaran vektor non viral yang
menggunakan kationik polimer polyethylenimine (PEI).
- Pada tikus, diketahui bahwa lipopleks menyebabkan aktivasi dan induksi IFN-ɣ,
TNF-α, IL-6 dan IL-1.

b) Hambatan Ekstraseluler
Hambatan yang akan dialami oleh sistem penghantaran gen paska injeksi ke dalam
tubuh manusia adalah :
- Nuklease dan DNAse dalam darah dan cairan interstisial yang aktif dan mampu
mendegradasi asam nukleat. Penggunaan vektor mampu melindungi DNA dari
degradasi oleh enzim tersebut.
- Protein serum bermuatan negatif yang mampu melakukan ikatan non spesifik
dengan vektor bermuatan positif dan menyebabkan aggregasi/disosiasi vektor.
Strategi : Mengurangi muatan positif vektor
- Mononuclear Phagocytic System (MPC) yaitu sistem yang mampu mengeliminasi
partikel hidrofobik dari sirkulasi. Salah satu upaya untuk menghindari hal tersebut
adalah dengan penambahan molekul hidrofilik, biasanya PEG.
- Ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan dihalangi oleh kerapatan sel endotel
pembuluh darah
- Tight juction pada sel endotel Blood brain barrier adalah hambatan yang tersulit.
Pada terapi gen yang ditujukan ke neuron, biasanya dipilih Herpes Simplex Virus
yang mampu menghantarkan gen ke neuron periferal dan sistem saraf pusat.
- Ikatan antara vektor dengan sel yang bukan target juga merupakan hambatan.

c) Hambatan Intraseluler
a. Membran Sel, brupa membran fosfolipid bilayer.
Strategi : Menggunakan vektor katonik/lipofilik
b. Endositosis, bermanfaat untuk menghantarkan gen/vektor melewati membran
plasma namun gen/vektor harus dapat lepas dari endosom untuk terhindar dari
degradasi oleh enzim lysosomal dalam lizozim dan menghindari pengeluaran
gen/vektor keluar sel
c. Trafficking Melalui Sitoplasma. Kompleksitas struktur sitoplasma
menghambat difusi DNA melewati sitoplasma untuk sampai ke nukleus.
Pengangkutan melalui sitoskeleton mikrotubulus. Mikrotubulus (MT) adalah
komponen sitoskeleton yang memanjang dari daerah membran plasma ke MT
organizing centre (MTOC), yaitu struktur yang dekat dengan nucleus.
Pengangkutan mealui MT dikatalisis oleh molecular motor dynein. Virus
memiliki sekuens protein spesifik untuk berinteraksi dengan dynein.
o Strategi : menggunakan vektor viral
d. Nuclear Envelope Penetration. Nuclear Envelope membran lipid bilayer
berpori yang impermeabel terhadap molekul berukuran >70 kDa atau
diameter ±10 nm.
Strategi :
o Fusi liposom dengan membran nukleus dapat memfasilitasi pengangkutan
DNA dari vektor ke nukleus.
o Memanfaatkan pembelahan mitosis, yang merusak membran nukleus
dalam waktu sementara sehingga akan menyebabkan DNA mampu
memasuki nukleus.
o Penetrasi melalui pori nukleus dapat ditingkatkan menggunakan peptida
Nuclear Localization Signalling (NLS) atau DNA Targeting Sequence
(DTS). NLS adalah rantai asam amino pendek yang berikatan dengan
importin, yaitu reseptor yang memfasilitasi transpor sitoplasma-nuleus.
Sehingga, strategi mengatasi hambatan ini adalah penggunaan vektor viral
atau modifikasi vetor non viral dengan penambahan Nuclear Localization
Peptide dari virus.
e. Lepasnya DNA dari Vektor. Vektor akan menghalangi akses gen yang
dihantarkan pada perangkat transkripsi.
Lepasnya DNA dari vektor non-viral disebabkan :
o Kompetisi interaks muatan elektrostatik antara DNA-vektor dengan
adanya berbagai kation dan anion intraseluler dan DNA-binding protein.
o Pada vektor liposom, DNA lepas dari vektor pada saat pelepasan dari
endosom, yang disebabkan oleh muatan negatif lipid fosfatidilserin dari
membran endosom yang dinetralisasi oleh muatan kationik dari lipid pada
formulasi liposom.
Vektor

Vektor adalah suatu pembawa yang digunakan untuk membawa materi genetik ke nukleus sel
target hingga gen berintegrasi dengan gen inang.

Perkembangan :
1. Penghantaran dengan vektor viral
- Keuntungan Vektor Viral : Efektivitas penghantaran gen dengan vektor viral lebih baik
dibanding vektor non viral karena sifat dari viral yang dapat menginfeksi sel pada host
sampai nukleus.
- Kerugian Vektor Viral :
1. Membutuhkan teknologi yang canggih untuk dapat menyisipkan materi gen ke dalam
vektor viral dan lebih sulit dalam penanganan perbanyakan (amplikasi).
2. Reaksi imunogenisitas terhadap vektor viral dikarenakan kapsid virus dapat langsung
dikenali oleh sistem imun yang spesifik dalam tubuh baik oleh sistem imun bawaan
(dimediasi oleh antibodi) dan sistem imun adaptif (dimediasi oleh sel T helper).
3. Efek samping penggunaan vektor viral dapat menyebabkan reaksi toksisitasyang
dapat berasal dari dari protein yang diekspresikan oleh gen viral

Contoh Vektor Viral yang digunakan: Retrovirus, Adenovirus, Adeno Associated Virus
(AAV), Virus Herpes Simplex
2. Pengahantaran gen dengan vektor non viral, yaitu menggunakan senyawa sintetik atau alami
yang dapat membentuk kompleks dengan DNA seperti polimer, lipid atau peptida yang
dibentuk dalam partikel yang mampu secara efisien menghantarkan gen ke sel target.
- Keuntungan Vektor Non Viral :
1. Memiliki biokompatibilitas yang baik dan non-infektivitas. Penghantaran gen dengan
vektor non virus tidak menyebabkan infeksi .
2. Penggunaan vektor non viral berupa liposom atau polimer (PEG dan PEI) terbukti
dapat menurunkan toksiksitas.
3. Reaksi Imunogenistas minimal. Vektor non viral,liposom dan biopolimer, dapat
menjadi penghalang secara fisik (physical barrier) tidak hanya mencegah proses
netralisasi dari antibodi tetapi juga menganggu pengambilan vektor (uptake of vector)
oleh makrofag dan APC (Antigen Presenting Cells).
- Kerugian Vektor Non Viral:
- Efisiensi transfeksi gen ke nukleus menggunakan vektor non viral dipengaruhi oleh
stabilitas dan ukuran partikelnya sehingga bila sistem vektor non viral tidak stabil dan
ukurannya tidak spesifik dengan sel target atau nukleus (target penghantaran gen)
maka akan menyebabkan kegagalan dalam penghantaran gen.
- Penurunan efisiensi transfeksi dapat terjadi secara signifikan ketika vektor non viral
ini terhalang oleh berbagai kendala ekstra dan intraseluler

Contoh Vektor Non Viral yang bisa digunakan: Liposom, Polimer kationik dan Peptida

3. Kombinasi vektor viral dan vektor nonviral yang disebut sebagai virosom. Virosom terdiri
dari vesikel fosfolipid bilayer yang unilamellar dan glikoprotein permukaan viral dimana
komposisi ini biokompatibel dan biodegradable serta mengizinkan sistem ini (virosom)
untuk fusi dengan sel target.
- Keuntungan :
1. Virosom bersifat biokompatibel, biodegradable serta tidak toksik
2. Tidak menimbulkan reaksi autoimun atau anafilaksis
3. Meningkatkan pengambilan (uptake) oleh sel target
4. berlaku luas, hampir semua obat penting (obat antikanker, protein, peptida,asam
nukleat, antibiotik, fungisida)
5. memungkinkan pengiriman obat ke dalam sitoplasma sel target
6. mempromosikan kegiatan fusi di jalur endolysosomal
7. melindungi obat terhadap degradasi

1.4. Sistem Penghantaran Gen


a. Penghantaran Gen dengan Vektor Viral
1) Retroviral
Retroviral adalah virus RNA untai tunggal, diploid, circular-enveloped RNA
dengan ukuran genom 7-11 kb dan diameter ±80-120. Retrovirus mampu
menghantarkan hingga 8 kb DNA.
Genom alamiah retrovirus adalah RNA untai tunggal 5-8 kb yang terdiri dari
sekuens sebagai berikut :
 Gag : sekuens yang mengkode core viral protein
 Pol : sekuens yang mengkode reverse transcriptase
 Env : sekuens yang mengkode viral envelope protein
 LTRs (pada kedua ujung genom) : sekuens promoter dan enhancer untuk
integrasi dengan DNA inang
 Ψ (setelah 5’ LTR): sekuens pengemas RNA

Gambar 9. Genom Retrovirus

- Penggunaan retroviral sebagai vektor penghantaran gen dilaukan dengan


menggantikan gen viral endogen yang diperlukan untuk replikasi normal virus
dengan gen eksogen yang diinginkan.
- Modifikasi integrasi juga dilakukan diantaranya dengan mempertahankan 5’ end
gag yang diketahui mampu meningkatkan level produksi vektor hingga 200 kali
serta dengan menyertakan promoter spesifik yaitu tissue-specific promoter untuk
meningkatkan spesifisitas vektor terhadap sel pada jaringan yang diinginkan.
- Retrovitus yang banyak digunakan untuk tujuan ini adalah Maloney Murine
Leukaemia Virus (MoMuLV).
- Kelebihan retroviral untuk digunakan sebagai vektor adalah sebagai berikut.
a. Kemampuan memasuki berbagai tipe sel secara efektif
b. Kemampuan mengintegrasikan genom yang dibawa dengan genom sel inang
dengan stabil dan jangka panjang
- Kekurangan :
a. Relatif labil, yaitu pada produksinya, retrovirus sering rusak pada pemurnian
dan pemekatan
b. Penggunaan terbatas, hanya dapat digunakan untuk sel yang membelah
c. Selektivitas rendah, karena dapat menginfeksi berbagai tipe sel membelah
yang memiliki reseptor virus pada permukaannya sementara identitas dari
sebagian besar reseptor retrovirus masih tidak diketahui. Integrasi dan ekspresi
gen eksogen pada sel selain target sel dapat menyebabkan komplikasi
fisiologis
d. Integrasi genom yang dibawa dengan genom inang terjadi secara acak. Hal
tersebut beresiko menyebabkan integrasi terjadi pada pada gen yang berperan
penting bagi sel sehingga dapat merusak fungsi seluler. Selain itu, integrasi
juga dapat terjadi pada daerah yang dapat menimbulkan pengaktivan
protoonkogen.
e. Beberapa negara telah melarang uji klinis dengan retroviral

Mekanisme Penghantaran :
Glycoprotein envelope pada retrovirus berinteraksi dengan reseptor sel inang 
menginduksi Fusi antara viral dan membran sel inang  pelepasan viral core ke
sitoplasma sel  Genom RNA virus lalu di transkripsi menjadi kopi DNA oleh virus
reverse transkriptase  DNA diintegrasikan ke kromosom sel inang dengan aksi
integrase  transkripsi gen

2). Adenoviral
- Adenovirus merupakan kelompok virus DNA untai ganda, memiliki panjang ±26-40
kb, relatif besar, tidak ber-envelope, DNA untai ganda linear yang dilapisi dengan
partikel icosahedral dengan diameter 70-100 nm dan memiliki berat molekul ±150
Mda. Didalam kapsid, terdapat kopi tunggal DNA untai ganda dengan panjang 36000
bp.
- Partikel adenovirus tidak mengandung lipid atau membran sehingga stabil pada
pelarut misalnya eter dan etanol. Dalam konteks terapi gen, komponen protein kapsid
yang terpenting adalah fiber, penton base dan hekson. Fiber adalah homotrimer,
dimana 3 polipeptida identik terikat dengan arah yang sama dan memiliki 3 domain
dengan struktur dan fungsi berbeda, yaitu N-terminal yang merupakan tempat
pengikatan dengan penton base; C-terminus yang memiliki bentuk knob seperti disc
yang merupakan tempat pengikatan gen reseptor ; dan shaft sepeti rod yang
panjangnya bervariasi berdasarkan serotip virus.

Gambar. Komponen Adenovirus

- Penghantaran gen untuk tujuan terapi dengan menggunakan vektor, dilakukan


dengan pergantian sedikit bagian genom viral dengan gen yang akan dihantarkan.
- Setelah infeksi seluler, DNA adenoviral terlokalisasi di nukleus namun tidak
terintegrasi dengan DNA sel inang.
- Kelebihan dan kekurangan

- Mekanisme Penghantaran Gen


Gambar 12. Proses Infeksi Adenovirus Menuju Nukleus

Kontak pertama antara virus dan sel dimediasi oleh knob fiber coxsackie adenovirus
receptor (CAR) yang kemudian menyebabkan interaksi sekunder antara proton dan
integrin αvβ3 dan αvβ5 yang diperlukan untuk internalisasi. Internalisasi awal terjadi
melalui pits, yang kemudian memunculkan coated vesicle. Setelah beberapa waktu,
perubahan konformasi pada kapsid virus menyebabkan virus keluar dan menuju
sitoplasma. Microtubulus kemudian membawa virus ke nukleus. Keseluruhan kapsid
kemudian melekat pada bagian luar nukleus namun hanya DNA dan protein terminal
yang terinsersi ke dalam nukleus. DNA dan protein terminal tersebut lalu melekat
pada matriks nukleus untuk melakukan transkripsi.

Pengahantaran Gen dengan Vektor Non-Viral


1. Secara Kimia
A. Lipoplex
Lipopleks adalah kompleks antara DNA dan lipid kationik.
Lipid kationik adalah ampifil bermuatan positif dengan bagian kepala bersifat
hidrofil dan bagian ekor bersifat hidrofobik yang membentuk micelle atau
liposom polimer di dalam larutan aqueous.
Partikel yang dihasilkan (lipid kationik) mampu berinteraksi dengan
polinukleotida yang bermuatan negatif, misalnya DNA.
- Mekanisme penghantaran Gen
1. Pembentukan lipid kationik menjadi liposom, yang menyediakan muatan
permukaan multivalen
2. Ikatan elektrostatik antara permukaan liposom dengan tulang punggung
fosfat DNA yang bermuatan negatif
3. Terbentuknya lipopleks berdasarkan ikatan tersebut, dimana lipopleks
tersebut memiliki ukuran diameter 80-400 nm
4. Jika partikel tersebut memiliki kelebiha muatan positif, maka partikel akan
berikatan dengan permukaan sel yang bermuatan negatif, yaitu melalui
5. ikatan dengan residu gula tersulfatasi pada proteoglikan permukaan sel
6. Kompleks terinternalisasi melalui jalur vesikuler (endositosis)
7. Pelepasan DNA dari lipopleks ke sitoplasma sel
8. Beberapa DNA akan berhasil melewati sitoplasma ke nukleus
9. DNA memasuki nukleus

Gambar Proses Pengangkutan Gen Oleh Vektor Lipopleks

- Lipid kationik yang dianggap sebagai lipid yang paling efektif untuk digunakan
pada terapi gen adalah DOTMA, DOGS, DC-Chol, DOTAP dan lipid #67.
- Pada formulasi lipid kationik, penggunaan helper lipid atau colipid dapat
meningkatkan efisiensi transfer gen. Contoh helper lipid adalah kolesterol.
Kolesterol ketahui dapat meningkatkan transfer gen, yang diperkirakan
disebabkan oleh stabilisasi bilayer oleh kolesterol meskipun terdapat gangguan
dari komponen serum sehingga mencegah degradasi lipoplex.
- Pada beberapa lipid kationik, penambahan pH buffering agent (chloroquine–
ammonium chloride), pH/salt gradient disrupter (monensin, bafilomycin A) atau
inhibitor nuklease dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi gen. Agen-agen
tersebut aktif mengganggu lisosom, sehingga mencegah degradasi yang dimediasi
asam atau mencegah aktivasi nuklease oleh asam pada lisozom. Hal ini
menyebabkan DNA dapat bertahan lebih lama dalam vesikel, sehingga
meningkatkan waktu yang tersedia untuk keluarnya DNA dari vesikel.
- Karakteristik penting dari liposom kationik yang sesuai untuk digunakan sebagai
vektor penghantaran gen adalah sebagai berikut.
a. Amin kuarterner atau amin tersier pada bagian kepala lipid kationik
b. Karakterisrik fusi/destabilisasi membran yang adekuat baik
c. Ukuran liposom seragam
d. Memiliki komponen kolesterol
e. Memiliki kelebihan muatan positif

Gambar 14. Pembentukan Liposom


- Peran lipid kationik :
- Melindungi DNA dari degradasi dalam medium fisiologis, termasuk
nuklease
- Netralisasi muatan negatif DNA meningkatkan kondensasi polimer DNA
menjadi partikel padat.

- Kelebihan penggunaan liposom pada penghantaran gen adalah :


- Efektivitas dalam dosis kecil, interval dosis yang panjang dan transport
ideal untuk zat aktif dengan waktu paruh pendek.
- Dibandingkan dengan sistem penghantaran gen lainnya, sistem ini lebih
mudah dalam formulasi dan tidak menyebabkan kerusakan biologis (non
patogenik dan non imunogenik) sebagaimana vektor viral. Selain itu,
liposom juga tidak toksik.
- Kekurangan : waktu ekspresi gen yang pendek dan level transkripsi transgen yang
rendah.

b. Poliplex
Polipleks adalah kompleks antara polimer kationik dan DNA.
- Peran : Mengkondensasi DNA menjadi partikel kompak, melindungi dari
degradasi oleh nuklease, meningkatkan uptake ke sel sehingga dapat
meningkatkan efisiensi ekspresi.
- Contoh Polimer kationik : polylysine, dendrimer polyamidoamine (PAMAM) dan
polyethylenimin (PEIs)
- Interaksi antara polikation dan DNA dapat terjadi dengan berbagai mekanisme
sebagai berikut :
1. Interaksi Elektrostatik
Polimer kation membentuk kompleks dengan DNA yang bermuatan negatif
dengan interaksi elektrostatik, yaitu interaksi antara gugus Amin pada polimer
yang bermuatan positif dengan gugus fosfat DNA yang bermuatan negatif
2. Enkapsulasi
- Alternatif dari interaksi elektrostatik adalah enkapsulasi DNA dengan
polimer biodegradable.
- Polimer yang memiliki ester linkage pada strukturnya didegradasi secara
hidrolisis menjadi senyawa oligomer dan monomer yang lebih mudah
dikeluarkan dari tubuh.
- Mekanisme degradasi dan pelepasan DNA dapat dikontrol melalui
perubahan karakteristik fisikokimia dan komposisi polimer.
- Melalui enkapsulasi, DNA terlindungi dari degradasi
3. Adsorpsi
- Alternatif lainnya adalah metode pengemasan DNA, misalnya teknik
adsorpsi.
- Metode ini mengkombinasikan metode interaksi elektroporasi dan
enkapsulasi. Pada metode ini, DNA dikonjugasikan pada permukaan
partikel kationik biodegradable atau diadsorbsi secara elektrostatik
berdasarkan muatan negatifnya. Metode ini memberikan pelepasan yang
lebih cepat. Kelebihan metode ini adalah tidak menyebabkan
immunogenisitas, tidak memerlukan integrasi gen eksgen kepada
kromosom inang, murah dan sederhana untuk diaplikasikan. Namun
metode ini memiliki kekurangan yaitu efisiensi transfeksi yang rendah,
memiliki efek sitotoksik, memiliki ketidakstabilan in vivo. Salah satu
strategi mengatasi hal tersebut adalah dengan polimer degradable.

Gambar. Interaksi Polikation dengan DNA

- Mekanisme penghantaran Gen


- Poliplex memasuki sel melalui endositosis. Setelah DNA memasuki sel
melalui endositosis, berbagai barrier intraseluler perlu diatasi untuk
keberhasilan ekspresi gen asing. Untuk megatasi barrier intraseluler
tersebut, polyplex harus dapt :
- Menjauhi endosom
- Bertahan pada lingkungan sitoplasma
- Melewati lingkungan sitoplasma menuju nukleus
- Bergabung dengan nukleus sehingga dapat dikenali oleh perangkat
transkripsi sel dan dapat ditranskripsikan hanya oleh kontrol jaringan
target.
Gambar 17. Proses Pengangkutan Gen Oleh Vektor Polipleks

2. Secara Fisika
a. Gene Gun

- Metode ini didasarkan pada prinsip pengiriman DNA dilapisi partikel logam berat
dengan menembus ke jaringan target pada kecepatan tertentu.
- Partikel mencapai kecepatan yang cukup karena gas inert bertekanan (umumnya
helium). Umumnya emas,tungsten atau perak mikropartikel digunakan sebagai
pembawa gen.
- Momentum ini memungkinkan penetrasi partikel untuk beberapa milimeter dari
jaringan dan pelepasan DNA kemudian seluler. Partikel ini biasanya memiliki
diameter 1 μm. Karena ukurannya yang kecil, partikel mudah menembus
membran sel dan dapat mengangkut DNA ke dalam sel. Pada kondisi ini, DNA
memisahkan dari partikel pembawa dan diekspresikan.
- Tekanan gas, ukuran partikel dan frekuensi dosis merupakan faktor penting dalam
menentukan tingkat kerusakan jaringan dan efektivitas penetrasi. Transfer gen
berbasis gene gun adalah metode luas diuji untuk intramuskular, intradermal dan
imunisasi genetik intratumoral.
- Berbagai uji hewan dan uji klinis menunjukkan bahwa metode ini menyebabkan
respon imun yang lebih besar dari mikroinjeksi, bahkan dalam dosis rendah. Pada
metode ini, ekspresi gen sangat singkat dan rendah.

Gambar 18. Sistem Penghantaran dengan Menggunakan Gene Gun

b). Elektroforesis

- Teknik ini menggabungkan plasmid DNA dan elektroporasi, yang meningkatkan


permeabilitas membran dan akibatnya mengaktifkan pengiriman DNA ke dalam sel
dan ekspresi gen.
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :
1. Permeabilasi. Lipid bilayer membran plasma memisahkan dua cairan dengan
konduktivitas ionik yang sangat tinggi yaitu sitoplasma dan media ekstraseluler.
Biasanya saat istirahat, potensi perbedaan membran (ΔVm0) sekitar -70mV.
Ketika medan listrik diterapkan ke sel, arus yang dihasilkan menginduksi
akumulasi muatan listrik pada membran sel yang mengarah ke variasi potensial
transmembran ini. Dan jika potensi transmembran melebihi nilai ambang tertentu,
membran sel menjadi tidak teratur dan terjadi perubahan structural. Itu adalah
kondisi yang diperlukan untuk transfer gen yang efektif.
2. Elektroforesis DNA. Peran permeabilisasi dan elektroforesis ditunjukkan
langsung pada tingkat sel dengan mikroskop fluoresensi. Hasil ini menunjukkan
bahwa interaksi antara membran dan electropermeabilisasi DNA diinduksi dalam
menanggapi elektrik beberapa milidetik. Elektroforesis DNA terakumulasi di sisi
katoda dari sel tanpa segera pindah ke sitosol. Jadi DNA harus hadir selama aliran
listrik dan elektroforesis disebabkan oleh medan listrik mempromosikan transfer
melalui membran, tetapi hanya beberapa menit berikut bahwa DNA melintasi
membran electropermeabilisasi. Ada hubungan langsung antara DNA / membran
interaksi dan efisiensi transfeksi : semakin besar permukaan kontak antara DNA
dan membran, semakin tinggi tingkat ekspresinya.
3. Mekanisme Elektrotransfer In vivo. Kebanyakan penelitian yang menunjuk ke
sebuah mekanisme elektrotransfer in vivo sebanding dengan mekanisme
elektrotransfer in vitro, yang dapat diperpanjang untuk seluruh jaringan :
beberapa langkah harus dilakukan, termasuk sel permeabilisasi luar nilai ambang
medan listrik lokal. Pada tahun 1999, dievaluasi permeabilisasi sel satu sisi
mengikuti penerapan pulsa elektrik dengan mengukur kemampuan sel-sel otot
untuk menangkap radioaktif molekul hidrofilik kompleks EDTA khelat 51
kromium (51Cr - EDTA), dan di sisi lain ekspresi transgen untuk bukti DNA
masuk. Penyerapan 51Cr - EDTA mirip apakah disuntikkan tiga puluh detik
sebelum atau setelah menerapkan pulsa elektrik. DNA disuntikkan setelah impuls
listrik tidak menembus ke dalam sel. Hal ini menunjukkan bahwa DNA pada in
situ pada saat pulsa elektrik untuk mendapatkan transfeksi sel yang efisien, dan
ada efek aktif langsung dari medan listrik pada molekul DNA untuk
mempromosikan mereka masuk ke dalam sel. Oleh karena itu hipotesis
mekanistik saat elektrotransfer gen memerlukan tidak hanya permeabilisasi
membran sel tetapi juga elektroforesis DNA. Destabilisasi membran sel dan efek
elektroforesis mungkin bukan satu-satunya mekanisme yang terlibat dalam
transfer gen oleh elektroporasi. Para ilmuwan telah membahas pentingnya
metabolisme energi (ATP dan ADP) untuk bagian DNA melalui membran
permeabilitas dan masuk ke inti sel. Ada beberapa kesulitan dalam aplikasi
elektroporasi in vivo. Ada efektivitas wilayah sekitar 1 cm antara elektroda, dan
ini membuat transfeksi dari sel-sel pada daerah luas dari jaringan yang sulit. Sulit
untuk digunakan dalam organ internal, dan operasi diperlukan untuk elektroda.
Suhu tinggi karena aplikasi tegangan tinggi dapat menyebabkan kerusakan
jaringan ireversibel. Penerapan tegangan tinggi pada sel-sel dapat mempengaruhi
4. Stabilitas DNA genom. Pada intinya, mekanisme molekuler in vivo
elektrotransfer DNA masih dalam penyelidikan. Mungkin sesuai dengan beberapa
langkah dan pemahaman tetapi memerlukan kontribusi masing-masing bidang
ahli agar dapat membantu mengembangkan strategi elektrotransfer dan protokol
yang lebih efektif.
Gambar 19. Peralatan eksperimental elektrotransfer plasmid intramuscular

c. Penghantaran Gen dengan Virosome (Kombinasi Vektor Viral dan Non


Viral)
- Virosom adalah vesikel sintetik berbasis lipid (membran lipid bilayer) yang
mengandung glikoprotein permukaan virus. Adanya peplomer viral akan
memediasi pengenalan dan perlekatan vektor pada sel target.
- Vesikel virosome memiliki rongga pusat yang dapat ditempati oleh asam nukleat
untuk penghantaran gen. Lipid bilayer melindungi vesikel dari reaksi biologis dan
fisikokimia di dalam tubuh. Virosom memiliki diameter rata-rata sekitar150 nm.

Gambar 20. Komponen Virosom

- Protein viral yang paling umum digunakan untuk menginduksi fusi membran
adalah protein yang berasal dari virus influenza yaitu hemaagglutinin dan
neuraminidase. Strategi ini membantu dalam mencapai penghantaran gen yang
efisien tanpa adanya bahaya infeksi yang dapat diperoleh dari sistem penghantaran
viral.

Gambar 21. Komponen Virosom dari Protein Virus Influenza. Antigen yang
dimaksud dalam gambar dapat berupa rantai PEG atau ligan sel target.

- Virosom memasuki sel melalui mekanisme endositosis


- Formulasi liposom : Umumnya, virosom tersuspensi dalam air garam buffer (135-
150 mM NaCl).Komposisi ini harus disterilkan dengan teknik sterilisasi
konvensional liposomal,seperti filtrasi membran. Formulasi juga umumnya
mengandung zat tambahanseperti zat yang diperlukan untuk mensimulasikan
kondisi fisiologis, seperti buffering agent dan pengatur isotonisitas (natrium
asetat, natrium laktat, natriumklorida, kalium klorida, kalsium klorida).
- Virosom bersifat biodegradable, biokompatibel dan nontoksik.
- Pembuatan virosom diawali dengan rekonstitusi selubung virus yang dapat
diperoleh dari berbagai virus.Virus yang paling banyak digunakan adalah
selubung virus influenza selain itu juga dapat digunakan virus Sendai, Epstein-
burr, HIV, sindbis, semlikiforest, herpes simpleks dan penyakit
Newcastle.Kemudian, antigen seperti parasit, sel karsinogenik, bakteri atau
komponen sel (DNA, RNA atau plasmid) dapat digunakan untuk dipasangkan
pada lipid virosom. Selanjutnya, virosom dilarutkan dengan detergen
(oktaglukosida) yang akan membuat protein viral dan materi genetic viral
tersediimentasi, kemudian detergen dihilangkan dengan metode dialysis dan resin
hidrofobik dari supernatan.
- Mekanisme penghantaran gen dengan pengenalan dan pengikatan virosom dengan
reseptor yang umumnya digunakan dalam kasus infeksi viral. Reseptor asam sialat
biasanya digunakan oleh virosom influenza. Kemudian, terjadi proses fusi viral
dengan membran endosom yang pada akhirnya materi gen dapat dilepaskan dan
berjalan menuju nukleus.Haemagglutinin yang merupakan glikoprotein virus
influenza ikut memediasi terjadinya reaksi fusi yang bergantung pada pH yang
rendah antara amplop viral dengan kompartemen membran endosom.

Gambar 22. Mekanisme Penghantaran Gen dengan Virosom


BAB III
APLIKASI KLINIS TERAPI GEN

Terapi Gen sedang diteliti untuk penyakit monogenik seperti adenosin deaminase,
cystic fibrosis, hiperkolesterolemia familial, penyakit Gaucher, Duchenne distrofi otot serta
untuk penyakit yang lebih kompleks seperti kanker dan infeksi penyakit, seperti AIDS .
- Terapi gen kanker
Beberapa pendekatan terapi gen kanker saat ini antara lain :
• Meningkatkan respon imun seluler dan humoral ke tumor;
• Memasukkan gen ke dalam sel-sel tumor untuk membangkitkan "bunuh diri sel";
• Gen supresor tumor atau memodifikasi anti-onkogen.
- Gen sitokin
Beberapa gen sitokin telah ditemukan untuk mengurangi tumor dengan merangsang
respon inflamasi dan / atau kekebalan local, diantaranya interleukin-1 (IL-1), IL-2, IL-4,
IL-6, IL-7, IL-12, interferon gamma (IFN- γ), tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan
granulosit-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Aktivasi dan diferensiasi
limfosit T sitotoksik (sel CD8 + T) (CTL) membutuhkan interaksi berbagai sitokin dan
sel.
- Peningkatan regulasi sistem imun
Sistem kekebalan tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi sangat kuat terhadap
antigen histocompatibiliti asing. Injeksi intratumoral plasmid yang mengkode antigen
murine alogenik MHC dan dikomplek dengan liposom kationik juga menunjukkan
bahwa respon imun yang dihasilkan terhadap tumor primer mungkin efektif dalam
menghilangkan tumor sekunder atau metastasis.
- Gen supresor tumor
Gen supresor tumor aktif menekan pertumbuhan dan perkembangan sel tumor. Gen p53
telah terbukti terlibat dalam kontrol siklus sel, regulasi transkripsi, replikasi DNA dan
induksi apoptosis. Gen p53 dapat menekan transformasi sel dan pertumbuhan sel ganas.
Pengenalan gen p53 wild type dalam model xenograft kanker usus besar telah terbukti
menginduksi regresi tumor akibat apoptosis..
- Terapi gen paru
Terapi gen paru dilakukan untuk penanganan bronkitis kronis, fibrosis kistik, α-1
antitrypsin, emfisema keluarga, asma, infeksi paru, defisiensi surfaktan, hipertensi
pulmonal, kanker paru-paru, dan mesothelioma ganas. Endotelium paru dapat bertindak
sebagai bioreaktor untuk produksi dan sekresi protein terapeutik, seperti faktor
pembekuan dan erythropoietin ke dalam sirkulasi darah. Plasmid dapat dihantar ke paru-
paru melalui suntikan intravena, intratracheal atau inhalasi. Penghantaran gen ke kelenjar
submukosa jalan napas atas dapat dilakukan untuk terapi tertentu. Aerosolisasi
membutuhkan partikel monodisperse, karena pengendapan partikel terhirup dalam
saluran napas tergantung pada ukuran partikel. Partikel yang lebih besar (> 5µ m
diameter massa rata-rata) cenderung untuk terdeposit terutama di laring dan saluran
napas atas. Dengan tetesan <5 µm, ada peningkatan saluran napas dan deposisi alveoli,
tetapi deposisi alveolar jauh lebih besar. Komplex Plasmid / lipid, efektif dalam
aerosolisasi bila dibandingkan dengan penggunaan plasmid saja.
- Vaksin Genetik
Vaksinasi genetik dapat dilakukan dengan menyuntikkan plasmid yang mengkode
antigen langsung ke otot atau kulit, sehingga menghasilkan kekebalan inang terhadap antigen
ini. Tergantung pada situs ekspresi dan sifat antigen, ekspresi in vivo dari plasmid yang
mengkode antigen dapat memberikan kekebalan sel superior, humoral dan mukosa. Vaksin
genetik telah diterapkan untuk beberapa sistem, termasuk respon imun terhadap antigen
kanker, mycoplasma, TBC, malaria, parasit, dan infeksi virus.
Beberapa rute, termasuk intramuskular, subkutan, intravena, intradermal, hidung, dan
pemberian oral, telah diteliti untuk pemberian vaksin genetik. Dari rute-rute ini, injeksi
intramuskular vaksin genetik menghasilkan respon yang terbaik. Plasmid dapat memasuki
aliran darah dan sistem limfatik setelah pemberian intramuskular dan dihantar ke limpa, hati,
ginjal, kelenjar getah bening dan sumsum tulang.
Kulit kaya akan sel dendritik, yang merupakan inisiator ampuh respon imun dan
memiliki stimulasi dan adhesi molekul bersama yang diperlukan untuk aktivasi sel T. Selain
itu, sel dendritik memiliki kemampuan unik untuk mengolah dan menyajikan antigen
ekstraseluler dalam konteks molekul. Dengan demikian, transfeksi plasmid ke dalam sel-sel
ini cenderung untuk memperoleh kedua respon baik seluler maupun humoral. Target spesifik
dari sel dendritik yang berada di kelenjar getah bening menjadi menarik untuk memberikan
respon imun yang kuat dengan vaksin asam nukleat.
Tabel 3. Terapi gen, sel target dan vector penghantar

Kelainan Terapi Sel Target Vektor Penghantar


Defisiensi α-1- Penggantian α-1- Epitel pernapasan Liposom
antitripsin antitripsin
AIDS Inaktivasi HIV Darah, Sumsum Retrovirus
antigen
Kanker Peningkatan fungsi Darah, sumsum, Retrovirus, Liposom,
imun tumor elektroporasi.
Sistic Fibrosis Penggantian enzim Epitel pernapasan Adenovirus, liposom
pengatur
transmembran
Famili Penggantian reseptor Hati Retrovirus
hiperkolesterolemia LDL
Anemia Fanconi Penghantaran gen C Darah, sumsum Retrovirus
komplemen
Penyakit Gaucher Penggantian Darah, sumsum Retrovirus
Glukocerebrosidase
Hemophilia Panggantian factor Fibroblas kulit Retrovirus
IX
Rematoid artritis Penghantaran sitokin Sinovium Retrovirus

Anda mungkin juga menyukai