Anda di halaman 1dari 3

Dongeng Sebelum Pulang

Terdengar suara teriakan yang mengerikan bagaikan seisi rumah akan meledak, “dasar
lelaki tak tau diri, setelah kau mendapatkanku, aku harus mengikhlaskanmu begitu saja haa..
?, kau anggap aku pelacur ? dasar bedebah”. Setelah memutuskan pulang dari tanah tuanya,
lelaki yang akrab dipanggil Kirman itu pergi ke tanah rantau dimana dirinya mencari apa
yang selama ini ia pertanyakan, bukan sekadar cerita cinta seperti halnya kisah cinta Layla
dan Majnun ataupun Ramayana, melainkan cinta yang cakupannya seluas samudera. “hei
Rasya, apakah aku masih sanggup untuk terus berjalan dengan bermodalkan hati dan sabar,
mengapa tak ku jual saja perlengkapan hidup ini, atau aku bisa saja membuka jasa sabar dan
hati yang lapang hahahahaha”. Celoteh Kirman dalam hatinya. Di tanah rantaunya Kirman
bekerja sebagai serabutan kopi, tetapi Kirman melabelkan dirinya sebagai buruh seduh
keliling, bahkan Kirman juga pernah bercita-cita menjadi seorang Ustadz. Kirman adalah
seorang yang nomaden tetapi Kirman sendiri menyebut dirinya sebagai gelandangan modern,
bahkan dalam 3 hari sekali dia bisa berpindah tempat dari kota ke kota lain.

Sesampainya di Pelabuhan Kirman menginjakan kakinya di tanah rantau berpapasan pada


saat matahari kembali ke peraduannya, “mau kemana nak ?” tanya salah seorang ibu yang
sedang menggendong tas koper, “eh ibu, saya mau ke Semarang bu, ibu sendiri bawa tas
koper besar, sendirian, apa tidak ada keluarga yang mendampingi bu ?” sahut Kirman, “saya
mau pergi ke Flores, tepatnya di Larantuka nak, saya kemana-mana sendiri semenjak saya
ditinggalkan oleh suami dua tahun lalu, saya sering berpikir bahwa Tuhan itu maha
segalanya, tetapi konotasi kata tersebut sangat luas, sampai saya bertanya pada diri saya
sendiri apakah Tuhan juga maha dari keburukan yang ada dalam semesta ini ?”, Kirman
hanya bisa diam dan terlihat berpikir keras sampai dia hanya bisa menjawab “apakah ibu
sudah memastikan hal tersebut ?”, “tanpa saya memastikan, hal itu sudah pasti nak, buktinya
mengapa suami saya meninggalkan saya”. “kalau boleh saya tahu, mengapa suami ibu
meninggalkan ibu ?”, tanya Kirman, “2 tahun lalu hubungan kami baik-baik saja, ini terjadi
ketika dia berusaha keras untuk mencari pengganti saya, apakah karena saya tidak bisa
menghasilkan keturunan ?, dia bekerja keras sangat keras sampai disuatu malam penyakitnya
kumat ketika perjalanan menuju ke Semarang nak”, “artinya, suami ibu meninggalkan ibu
untuk selamanya ?” tanya Kirman, “betul nak, saya terus bertanya pada diri saya sendiri, jika
hanya untuk meninggalkan mengapa dia datang di kehidupan saya dan membuat saya harus
menerima dengan ikhlas atas kepergiannya”.

Setelah pembicaraan itu Kirman beranjak pergi dan meninggalkan ibu itu sendirian
dengan tas koper besarnya, kendati ingin tahu lebih apa yang dialami oleh ibu itu namun
waktu Kirman tidak banyak dikarenakan dia harus sampai di Semarang pukul 5 pagi. Sembari
menunggu bus yang membawa Kirman ke Semarang dia menyalakan rokok dan juga
memesan satu cangkir teh panas sebab hujan saat itu lumayan deras. Kirman melihat
ponselnya yang berisi pesan dari sahabatnya agar segera sampai di Semarang pukul 3 pagi
“loh bukannya pukul 5, dia minum apa sampai ngelantur seperti ini huhhh..”, dalam hati
Kirman bergumam, kemudian ada panggilan masuk di ponsel Kirman “halo, man kamu itu
kemana saja mengapa kamu tinggalkan dia tadi di Pelabuhan sendirian kamu gila ya ?”, Supri
salah satu sahabat Kirman menelepon Kirman dengan nada yang aneh dan tidak seperti
biasanya, “kamu ini bicara apa pri, di Pelabuhan ? siapa ?”, sahut Kirman yang kebingungan
dengan Supri, “kamu itu kemana saja, kamu tau sendiri dia itu lagi sakit keras mengapa kamu
tinggalkan ?”, “pri kamu habis berapa botol kok bicaramu aneh seperti ini, memangnya kamu
tahu aku ini lagi dimana ?”, “hei man sebenarnya kamu itu yang aneh, jelas-jelas kamu
sendiri yang meninggalkan dia tadi, cepat kembali ke Pelabuhan dan habiskan tehmu itu”,
“pri heeii, haloo, priii”, Kirman begitu kebingungan apa yang sebenarnya terjadi, dia merasa
seperti ada yang aneh seperti di film-film.

Bus yang segera membawa Kirman ke Semarang tiba, kemudian Kirman naik bus
tersebut dan duduk di bangku tengah sebelah kanan dari belakang. Seperti biasa keadaan
dimana Kirman merasa bosan namun bagaimana lagi ini sudah menjadi kewajiban untuknya
demi sebuah pertanyaan yang harus ia dapatkan jawabannya sendiri. Bus tersebut tidak
terlalu penuh seperti biasanya yang selalu dipadati penumpang setiap Kirman keluar masuk
kota, hanya Kirman, seorang anak muda yang selesai ngamen, kondektur dan sopir bus yang
ada di dalam bus tersebut. Kirman tak ingin menghiraukan hal-hal aneh yang terjadi seperti
beberapa jam lalu ia alami, “apa karena malam menjelang pagi sampai-sampai busnya sepi
penumpang”, gumaman Kirman.

Perjalanan begitu sepi dan tak ada percakapan sama sekali membuat Kirman tertidur
pulas, di dalam tidurnya Kirman seperti mendengar suara yang tak asing di telinganya, suara
yang setiap hari menjadi alarm untuk segera melakukan sesuatu terkadang juga membuat
Kirman semakin bingung. “bagaimana kerja hari ini mas ?” tanya istri Kirman,
“Alhamdulillah lancar dik, ya doakan saja ya semoga lancar terus”, “oh iya mas kemarin adik
sudah beli beras dan juga beberapa peralatan rumah”, “dik, jangan bilang kamu hutang lagi
?”, “mas, mau sampai kapan seperti ini, semenjak kita pindah bulan lalu, yang hanya bisa
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ya hanya ngutang, adik sudah cari pinjaman sana sini
tapi mereka hanya bilang gak ada, mau sampai kapan mas, sampai kapan ?”, tegas istri
Kirman, “oh jadi sekarang kamu menuntut balas dengan ucapan tersiratmu itu ya ?”, tanya
Kirman, “maksud mas bagaimana sampai tega hati menuduh adik dendam dengan mas ?”,
“dari penjelasanmu tadi sudah jelas bahwa adik tidak sabar dengan keadaan yang seperti ini,
mas berusaha dengan sekuat tenaga untuk menghidupi keluarga kita tetapi adik justru
bersikap seperti ini, malu dik, apa kata mertua nanti”, “loh, justru mas yang bersikap tidak
mensejahterakan istrinya dan hanya bisa berdalih yang aneh-aneh, sekarang jawaban seperti
apa yang ingin kamu temukan, sampai-sampai istrimu sendiri tidak kamu tanggapi layaknya
rumah tak berpenghuni”. “adik bicara apa ? kenapa adik seperti ini ?, apa tak cukup aku
memperjuangkanmu hah ?”, tegas Kirman sampai darahnya sudah di pucuk kepala yang
membara tanpa sadar tangan Kirman mengayun kencang mengarah pipi sebelah kanan.

Tangisan dan amarah mereka pecah bak gunung api yang telah lama mati meledak
dengan jujur. “mas, sampai tega hati kamu seperti ini, iblis apa yang ada di dalam dirimu,
adik hanya ingin mencari jalan tengah untuk memenuhi kebutuhan tetapi mas justru bersikap
seperti ini, sudah tidak ada jawaban lagi mas”. Tegas istri Kirman, “kalau dulu aku tahu jika
seperti ini tak mungkin aku menikahi hubungan terkutuk ini”, jawab Kirman. Istri Kirman
mendekat dengan pisau yang diambilnya dari dapur, mengetahui hal itu Kirman berbalik arah
tapi apa daya pisau itu sudah menancap di bagian tubuhnya, tubuh Kirman terjatuh di lantai
serta darahnya bercucuran. Teriak tangis istri Kirman tak beraturan apakah bahagia ataupun
sedih melihat suaminya sudah terdiam kaku bermandikan darah hasil dari perlakuannya
“dasar lelaki tak tau diri, setelah kau mendapatkanku, aku harus mengikhlaskanmu begitu
saja haa.. ?, kau anggap aku pelacur ? dasar bedebah, hahahahaha, hahahahaha…”.

Tiba-tiba Kirman terjaga dalam tidurnya, karena si kondektur bus berteriak “Semarang,
Semarang, Semarang”, “oh sudah sampai, perasaan aku tadi tidur lama sekali, kukira aku
bakal kelewatan lagi seperti minggu lalu, aku justru turun di terminal Demak, tetapi jika
diingat-ingat tadi seperti nyata sekali mimpinya, ada yang di pelabuhan, si Supri gak jelas
bicaranya, aku yang sudah berkeluarga dan juga akhir yang tragis haduh”, gumam Kirman
dalam hatinya sambil bertanya-tanya sendiri dengan apa yang terjadi di mimpinya tadi.
Setelah banyak hal yang dialami Kirman lusa kemarin, akhirnya Kirman ada waktu untuk
bersantai menikmati hari libur kerja, bagi Kirman seorang pemuda harus bekerja keras untuk
masa depan yang katanya begitu indah.

Sahabat Kirman atau kerap dipanggil Supri membuatkan kopi untuk Kirman dan
menyodorkan rokok kretek andalan Kirman, “gimana hari ini man ?, libur kerja ?” tanya
Supri, “iya nih Pri, kamu sendiri gimana kerjaanmu ?”, “ya gini Man, seperti biasanya
nunggu orderan, mana lagi aku disuruh pulang sama bapakku setelah ndak pulang empat
tahun terakhir ini”, “ya kamu pulang saja dulu, bukannya bapakmu sendirian di rumah ya Pri
?”, “ya rencanaku pulang minggu depan Man, ya kalo sekarang ndak ada uang”, “iya iya aku
tau kok, kita gak jauh beda Pri hahaha” canda Kirman. Banyak peristiwa di tanah rantaunya
sampai dimana Kirman sudah mempersiapkan rencana untuk menikahi wanita yang ia cinta
satu tahun ini. Seperti orang pada umumnya, bagaimana rasanya menjadi keluarga yang utuh
dan mendapatkan restu dari orang tua mereka untuk berlayar di kehidupan dengan bahtera
rumah tangganya. Kirman menikah dengan wanita Flores yang anggun dan juga ramah nada
bicaranya.

Anda mungkin juga menyukai