Sejarah PT HM Sampoerna dimulai pada tahun 1913, ketika seorang imigran asal Tiongkok yang bernama Liem Seeng Tee memulai usahanya dengan memproduksi dan menjual rokok kretek dengan merek Dji Sam Soe di rumahnya yang berada di Kota Surabaya. Usaha kecilnya teersebut merupakan salah satu usaha pertama di Indonesia dalam bidang produksi rokok. Kemudian pada tahun 1930, Liem Seeng Tee mendirikan perusahaan dengan nama Sampoerna dan memindahkan tempat tinggal keluarganya serta pabriknya ke sebuah kompleks bangunan di Surabaya yang diberi nama “Taman Sampoerna”. Pada tahun 1959 bisnis ini dilanjutkan oleh generasi kedua dari keluarga Sampoerna yaitu Aga Sampoerna., yang memfokuskan usaha pada produksi Sigaret Kretek Tangan. Kemudian pada tahun 1978 kepemimpinan Sampoerna diambil alih oleh generasi ketiga dari keluarga Sampoerna yaitu Putera Sampoerna. Di bawah kepemimpinannya ini, perusahaan Sampoerna mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Di tahun 1989 Sampoerna meluncurkan produk barunya yang merupakan produk Sigaret Kretek Mesin yang diberi merek Sampoerna A. Pada tahun 1990, PT HM Sampoerna Tbk memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam- LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham HMSP (IPO) kepada masyarakat. Di tahun 2001, kepemimpinan Putera Sampoerna digantikan oleh generasi keempat dari keluarga Sampoena, yaitu Michael Sampoerna. Michael Sampoerna berhasil melanjutkan kesuksesan perusahaan tersebut. Di tahun 2005, karena keberhasilan usahanya ini, Sampoerna berhasil menarik perhatian Philip Morris International. Melalui anak perusahaan Philip Morris International yaitu PT Philip Morris Indonesia, mereka mengakuisisi mayoritas saham Sampoerna pada bulan Mei 2005. Transaksi akuisisi ini mencapai senilai US$5,2 miliar atau Rp 48 triliun. Di tahun 2006, Sampoerna berhasil menduduki posisi nomor 1 dalam pangsa pasar rokok di Indonesia. Sampoerna juga memutuskan untuk melakukan ekspansi dengan meresmikan pengoperasian pabrik Sigaret Kretek Mesin di Karawang dengan nilai investasi sebesar US$250 juta pada tahun 2008. Di tahun 2012 Sampoerna berhasil untuk melewati volume penjualan rokok sebesar 100 miliar batang rokok.
K3.2. Sejarah Phillip Morris International
Philip Morris International Inc adalah sebuah perusahaan publik asal Amerika Serikat yang bergerak dibidang rokok dan tembakau. Awal mula didirikan nya PMI berasal dari tahun 1847, Philip Morris membuka usaha toko tembakau dan rokok di London. Pada tahun 1881 usaha yang dibangun oleh Philip Morris menjadi perusahaan publik. Salah satu tujuan utama dari PMI adalah menjadi perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial. Pada tahun 1954, Philip Morris International membangun hubungan afiliasi pertamanya dengan Philip Morris Australia. Seiring berjalannya waktu, PMI menjadi sebuah perusahaan incorporated pada tahun 1987 dan menjadi perusahaan tembakau terkemuka didunia. Produk dari PMI telah tersebar di lebih dari 180 pasar di dunia. Portfolio brand lokal dan internasional PMI dipegang oleh Marlboro yang merupakan produk penjualan rokok terbaik di dunia. Setelah mengakuisis PT HM Sampoerna, kini PMI memiliki lokal brand yang terkenal yang tersebar di beberapa negara, yaitu Dji Sam Soe, Sampoerna dan U Mild di Indonesia, Champion, Fortune dan Hope di Filipina, Apollo-Soyuz dan Optima di Russia, Morven Gold di Pakistan serta Boston di Colombia.
K3.3 Jenis Merger & Akuisisi yang dilakukan
Jenis merger yang dilakukan oleh Philip Morris International adalah secara horizontal yaitu dimana Philip Morris mengambil alih HM Sampoerna yang juga memiliki produk dan wilayah pemasaran yang sama. Kondisi ini juga termasuk salah satu motivasi merger yaitu operating synergy yang akan saling menguntungkan bagi PMI maupun HM Sampoerna. Pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya yang dibawa oleh PMI, digabung dengan pemahaman Sampoerna yang mendalam tentang bisnis rokok kretek di Indonesia serta memberikan keunggulan kompetitif yang tak tertandingi bagi perusahaan. Perusahaan juga berhasil menyatukan sumber daya dan perspektif global dari PMI, dengan pengetahuan lokal, kekayaan tradisi, dan cara berpikir yang inovatif dari Sampoerna.
K3.4 Proses M&A
Dibawah ini merupakan proses tahapan merger yang terjadi antara PMI dengan PT HM Sampoerna: • Untuk transaksi ini, Philip Morris menunjuk Credit Suisse First Boston dan penasehat hukum Clifford Chance LLP dan Mohtar Karuwin Komar. • Proses akuisisi HM Sampoerna oleh Philip Morris dimulai dengan adanya pembelian saham 40% dari Putera Sampoerna dan pemegang saham utama lainnya pada 18 Maret 2005. Kemudian dibarengi dengan penawaran tender umum untuk membeli saham yang tersisa • Setelah penawaran tender ditutup, Kustodian Sentral Efek Indonesia mengesahkan bahwa PMI telah menambah kepemilikannya atas HM Sampoerna sebesar 58%. Dan digabung dengan kepemilikan sebelumnya sehingga menjadi sebesar 98%. • Kemudian setelah akuisisi tesebut, dilakukannya Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham untuk menentukan pucuk pimpinan PT HM Sampoerna yang baru. • Jajaran Komisaris dan Direksi yang baru terbentuk merupakan perpaduan dari para eksekutif PMI yang memiliki pengalaman bertaraf internasional dari seluruh dunia dengan pimpinan HM Sampoerna yang telah teruji. • Kombinasi yang kuat ini menghasilkan tim manajemen yang mampu menjadikan HM Sampoerna sebagai pemain kuat dan tangguh di industri rokok Indonesia.
K3.5 Mempertahankan Yang Sudah Baik
Mempertahankan yang sudah baik merupakan cara tepat PMI dalam berinvestasi di Indonesia atas PT HM Sampoerna. Hal ini dilakukan dengan tetap menjaga perasaan dan kebanggaan lokal, melibatkan masyarakat sekitar dalam pengembangan industrinya, dan padat karya. • Citra dan nama besar Sampoerna. Hal yang biasanya terjadi adalah perusahaan multinasional praktis langsung meleburkan nama atau mencantumkan nama besar mereka pada logo atau produk perusahaan yang diakuisisinya. Dalam dalam kondisi ini PMI malah melakukan malah sebaliknya. Martin King, presiden direktur PMI Asia menegaskan bahwa logo Sampoerna tetap dipertahankan, karena citra dan nama Sampoerna sudah besar. Hal ini tidaklah mengherankan. Karena saat PMI mengakuisisi 98% saham HMS, PMI membayar Rp 48T, padahal aset HMS hanya Rp 12T. Hal ini menunjukkan bahwa PMI sebenarnya membeli Brand Equity Sampoerna yang well known brand. Selain itu, nama besar Sampoerna tetap dipertahankan, karena citra rokok kretek adalah milik Sampoerna, bukan milik PMI. • Padat Karya. Citra rokok kretek identik dengan padat karya. Lazimnya, bagi perusahaan multinasional, mesin merupakan pilihan cepat, efektif dan efisien ketimbang sebuah industri padat karya. Tapi PMI tidak berpikir untuk menggantikan tangan pelinting kretek dengan mesin. Apalagi diakui PMI bahwa sistem padat karya dan pola kemitraan memberikan banyak benefit, salah satunya adalah pertumbuhan penjualan hingga 44 persen pada tahun 2005 beberapa saat setelah akuisisi. Selain itu, Martin King juga tetap mempertahankan manajemen yang sudah ada di HMS. Martin King hanya membawa 14 anggota staf, termasuk dirinya. Semua anggota staf PMI melebur, larut ke dalam pola kerja dan sistem yang sudah tercipta di Sampoerna. “Yang terpenting bagi PMI, adalah mengintegrasikan kelebihan sehingga mampu menghasilkan sinergi yang meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Citra dan kebanggaan akan merek dari satu cita rasa lokal tidak perlu diganggu, karena justru itulah yang dibeli. Kami datang untuk membeli harta karun ini. Jadi, jangan sampai kami merusaknya. Sebisa mungkin kami justru meningkatkan nilainya.” (King, 2005-Website Philip Morris).
K3.6 Kinerja Keuangan dari sisi tren profitabiltas
Berikut ini adalah analisa komponen rasio profitabilitas sesudah akuisisi tahun 2000-2010. Sumber: laporan keuangan tahunan perusahaan
Gambar K3.1 tren penjualan PT HM SAMPOERNA:
Trend penjualan dari Sampoerna setelah akuisisi (2005) mengalami peningkatan setelah akuisisi, Hal ini terjadi karena perusahaan semakin gencar dalam melakukan promosi produknya melalui iklan di media. Selain itu jumlah masyarakat yang mengkonsumsi rokok semakin lama semakin meningkat.
Sumber: laporan keuangan tahunan perusahaan
Gambar K3.2 tren laba kotor PT HM SAMPOERNA.
Selain itu trend gross profit dari Sampoerna juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah dikurangi dengan harga pokok penjualan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilakukan akuisisi. Hal ini disebabkan oleh kegiatan produksi perusahaan yang dilakukan dengan cukup efisien.
Sumber: laporan keuangan tahunan perusahaan
Gambar K3.3 tren laba operasi PT HM Sampoerna.
Trend operating income Sampoerna juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba lebih baik setelah akuisisi. Selain itu, perusahaan juga semakin gencar mempromosikan produknya melalui iklan-iklan yang unik. Promosi yang dilakukan perusahaan ini cukup berhasil, dapat dilihat dari laba perusahaan yang terus meningkat.
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Gambar K3.4 Tren Laba Bersih PT HM Sampoerna.
Sama halnya dengan trend lainnya, net income Sampoerna juga mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan setelah akuisisi semakin baik. Kinerja perusahaan yang baik tampak dari penjualan yang dihasilkan oleh Sampoerna yang mampu mengimbangi peningkatan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk berbagai macam kegiatan bisnisnya.
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Gambar K3.5 Tren Aset PT HM Sampoerna.
Total asset Sampoerna juga terus mengalami peningkatan setelah akuisisi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan investasi untuk menambah asetnya. Salah satu alasan perusahaan melakukan penambahan asset adalah untuk menambah kapasitas produksi, contohnya adalah pembangunan pabrik baru di Karawang International Industrial City pada tahun 2006 yang mulai dioperasikan pada tahun 2008. Pabrik ini dibangun untuk mengolah cengkeh dan tembakau serta untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi. Trend total equity Sampoerna setelah akuisisi juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dan peningkatan trend retained earning perusahaan. Peningkatan trend equity perusahaan dapat dilihat pada grafik K3.6. Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Gambar K3.6 Tren Equity PT HM Sampoerna.
K3.7 Kinerja Keuangan dari sisi rasio profitabiltas
Profitabilitas merupakan salah satu alat ukur yang paling sering digunakan untuk menentukan tingkat kesuksesan sebuah bisnis, yakni kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba Ukuran ini merupakan salah satu ukuran yang paling tradisional dan mendasar untuk mengukur kinerja sebuah organisasi bisnis. Berikut ini merupakan kinerja rasio profitabiltas yang tercatat dalam PT HM Sampoerna sebelum (t-10) dan sesudah (t+10) diakuisisi. Rasio profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio Gross Profit Margin, Operating Profit margin, Net Profit Margin, Return on Equity dan Return on Assest. Hasilnya dapat dilihat secara bersama-sama dalam gambar K3.7. Dari grafik K3.7 dapat dilihat bahwa Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM) mengalami perbedaan yang cukup signifikan sebelum dan sesudah akuisisi. Trend ROA yang mengalami kenaikan menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengelola assetnya dengan efisien untuk menghasilkan laba. Trend ROE juga mengalami kenaikan menunjukkan bahwa perusahaan mampu untuk menghasilkan laba dari modal yang ditanamkan oleh pemegang saham. Salam halnya dengan trend NPM yang mengalami kenaikan menunjukkan bahwa perusahaan mampu untuk menghasilkan laba yang sesungguhnya atas penjualan yang dilakukan.
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
Gambar K3.7 Tren kelima rasio profitabilitas PT HM Sampoerna.
Tabel K3.1 Hasil pengujian Signed Rank Test Wilcoxon.
No. Rasio Profitabilitas Asymp. Sign Alpha >/< Keterangan 1 Gross Profit Margin 0.080 0.05 > Tidak Signifikan 2 Operating Profit Margin 0.893 0.05 > Tidak Signifikan 3 Net Profit Margin 0.043 0.05 < Signifikan 4 Return on Asset 0.043 0.05 < Signifikan 5 Return on Equity 0.043 0.05 < Signifikan sumber: data olahan laporan keuangan
Untuk memastikan apakah benar-benar terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah akuisisi, dilakukan analisa dengan menggunakan Signed Rank Test Wilcoxon. Uji ini dilakukan menggunakan software SPSS versi 20.00. Hasil dari pengujian ini dikatakan signifikan apabila nilai Asymp. Sig. lebih kecil dari nilai Alpha (0.05). K3.8 Kesimpulan Pilihan untuk menjadi perusahaan yang besar, kuat dan bertumbuh dapat berupa organic growth ataupun M&A. PT HM Sampoerna memilih keduanya, dengan melakukan organic growth terlebih dahulu dan akhirnya di tahun 2005 hal yang paling bersejarah dalam PT HM Sampoerna menjadi bagian dari perusahaan internasional dengan melakukan strategi M&A. Proses M&A Sampoerna dan Philip Morris merupakan bentuk strategi perusahaan yang bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan adanya strategi ini memberikan keuntungan baik bagi Sampoerna maupun Philip Morris seperti memadukan kedua perusahaan yang sama-sama kuat. Dapat dikatakan salah satu tujuan utama dari akuisisi yang dilakukan PMI terhadap Sampoerna ini adalah PMI ingin melakukan ekspansi dan menjadi salah satu pemain tembakau terbesar serta perusahaan paling kompetitif di Indonesia. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa akuisisi yang dilakukan oleh Phillip Morris terhadap PT. Hanjaya Mandala Sampoerna memang membawa dampak positif terhadap kinerja keuangan organisasi, secara khusus yang dikaji secara mendalam dalam kasus ini adalah kinerja profitabilitas.
PERTANYAAN PENGUASAAN MATERI
1. Jelaskan mengapaPMI tertarik untuk mengakuisisi Sampoerna? 2. Bagaimana proses akuisisi yang dilakukan PMI? Jelaskan 3. Jelaskan bagaimana trend kinerja keuangan PT Sampoerna setelah diakuisisi oleh PMI? 4. Faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan M&A diatas? 5. Pembelajaran apa yang penting anda lihat dalam proses M&A di PMI?