Anda di halaman 1dari 11

BAB II

DASAR TEORI

2.1 MODUL 1 (Master Training Dan Learning Curve)


Master Training adalah cara untuk memecahkan masalah – masalah
yang melibatkan orang seperti karyawan yang melakukan pekerjaan. MT
memperkenalkan bahwa pekerjaan yang tidak sesuai disebabkan bahwa
pekerja tidak mengerti atau memahami sungguh– sungguh pekerjaan yang
akan di lakukannya. Pemahaman yang kurang baik dapat mempengaruhi
kualitas produk yang akan dihasilkan. Apabila hal ini tidak segera di atasi oleh
perusahaan atau manjemen maka mereka akan kehilangan konsumen dan
bangkrut sebagai akibat dari menjual barang cacat.
Fungsi MT adalah:

1. Untuk melatih operator baru


2. Untuk melatih operator lama dengan metode baru
3. Untuk memberikan kepuasan bagi operator melalui kursus
4. Untuk memperbaiki performance yang rendah.
5. Untuk memperbaiki cara kerja operator.
Prosedur pengembangan program training engineer.

1. Survey
Mencari dampak training terhadap manajemen, kemudian
menghubungkannya dengan kegiatan di departemen lain sebagai fungsi
yang terintegrasi.
2. Analisa
Menyiapkan orientasi, teori dan latihan yang akan diajukan, memilih
instruktur yang tepat, membuat studi detail tentang operasi yang akan
dijalankan, menetapkan standar metode kerja, membuat beberapa usulan
perbaikan, menentukan standar produksi dari operator yang kualified.
3. Desain dan Organisasi
Menyusun jadwal dan waktu training, mempersiapkan seluruh material
training.

4
4. Introduction
Membuat pengaturan jalannya training yang baik dengan aktivitas yang
terintegrasi.
5. Pelatihan
Menjalankan seluruh tahapan training yang telah disiapkan.
6. Evaluasi
Melaporkan seluruh hasil training.

Learning Curve

Pada awalnya orang percaya bahwa bila seseorang melakukan suatu


pekerjaan yang sama secara berulang-ulang, maka karyawan tersebut akan
menjadi semakin lancar dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut sejalan
dengan pengalamannya. Dengan semakin lancarnya pelaksanaan pekerjaan
tersebut, maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya pun semakin
cepat atau pendek. Dengan kata lain, bila suatu pekerjaan diulang secara ajeg,
maka waktu yang digunakan akan menjadi lebih pendek dibanding dengan saat
pertama kali dikerjakan dan secara ajeg pula akan turun dengan tingkat tertentu
sesuai dengan tingkat pengalaman, adaptasi, dan belajarnya. Gejala ini
menunjukkan adanya adaptasi pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapinya.
Adaptasi terhadap pekerjaan tersebut didorong oleh keinginan setiap individu
pekerja untuk melaksanakan gerakan ekonomis. Gejala tersebut dapat
dijelaskan melalui “kurva belajar” atau “Kurva Pengalaman”. Gejala Learning
Curve terjadi pada setiap macam organisasi usaha manusia.

Learning Curve adalah sebuah gejala yang universal. Selagi di situ ada
manusia yang terlibat dalam kegiatan, maka di situ pasti ada proses belajar
betapa pun kecil kadarnya. Belajar adalah produk pengalaman. Belajar hanya
dapat terjadi melalui usaha untuk menyelesaikan suatu persoalan dan oleh
karena itu hanya terjadi selama kegiatan. Bagaimanapun juga, pengalaman
sebelumnya adalah ‘a significant role’ yang mengubah persepsi seseorang.

5
Kurva Pembelajaran atau kurva pengalaman (learning curve) adalah
sebuah kurva garis yang menunjukkan hubungan antara waktu yang
diperlukan untuk produksi dan jumlah komulatif unit yang diproduksi. Teori
pembelajaran atau pengalaman telah diaplikasikan secara luas di dunia
bisnis. Di dunia manufaktur, kurva pengalaman dapat digunakan untuk
mengestimasi waktu untuk mendisain produk dan produksi, serta biayanya.
Kurva pengalaman penting dan menjadi bagian yang integral dalam
perencanaan strategi perusahaan. Keputusan harga, investasi dan biaya
operasi didasarkan pada kurva pengalaman. Kurva pengalaman juga
diaplikasikan selain pada level individu, juga pada level organisasi.

Pengalaman atau pembelajaran individual akan berdampak pada


perbaikan hasil ketika orang mengulang suatu proses dan memperoleh
ketrampilan atau efisiensi dari pengalaman mereka. Dengan demikian
“practice makes perfect”. Sementara pengalaman atau pembelajaran
organisasional merupakan hasil dari latihan sebagaimana dalam pengalaman
atau pembelajaran individual, tetapi juga datang dari perubahan
administrasi, peralatan, dan disain produk.

2.2 MODUL 2 (Assembling Dan Multiple Product Process Chart)


2.2.1 PETA PERAKITAN (ASSEMBLING CHART)
Peta Rakitan adalah gambaran grafis dari urutan-urutan aliran
komponen dan rakitan bagian (sub assembly) ke rakitan suatu produk.
Akan terlihat bahwa peta rakitan menunjukkan cara yang mudah untuk
memahami:

a. Komponen-komponen yang membentuk produk


b. Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama
c. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian
d. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan
e. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian
f. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan
g. Urutan waktu komponen bergabung bersama

6
h. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan

2.2.2 MULTIPLE PRODUCT PROCESS CHART


MPPC (Multi Product Process Chart) adalah suatu diagram yang
menunjukkan urutan untuk masing-masing komponen yang akan
diproduksi. Peta MPPC juga dapat berguna sebagai gambaran umum
yang berkaitan dengan langkah-langkah pengerjaan dari setiap produk
yang ada pada waktu proses tertentu sehingga diperoleh informasi
tentang kesamaan proses dari setiap produk dengan yang lainya.
Berdasarkan MPPC juga dapat diketahui aliran balik (backtracking) dan
pola aliran yang tidak sesuai dengan urutan proses (Lutfah Ariana, 2005).

Biasanya Multi Product Process Chart sangat berguna sebagai


petunjuk teman kerja dalam suatu proses produksi dan terdapat pula
kegunaan lainnya. Fungsi lain dari MPPC diantaranya adalah untuk
menghitung jumlah mesin atau mesin teoritis, untuk keperluan membuat
setiap komponen, menentukan jumlah mesin setiap unit dan jumlah
operator (Harahap,2006).

2.2.3 PERHITUNGAN WAKTU BAKU


Pada peta proses operasi terdapat data yang menunjukkan waktu
standar atau waktu baku dari operasi tertentu yaitu waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan secara wajar dari
seorang pekerja normal yang dilaksanakan dengan metode terbaik.

1. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku


Untuk mengetahui waktu baku terlebih dahulu ditentukan waktu
siklus yaitu waktu yang tercatat selama pekerja yang melaksanakan
pekerjaanya. Pengamatan waktu siklus ini dilakukan selama sejumlah
tertentu. Dari pengamatan tersebut ditentukan waktu siklus rata-rata
sebagai berikut:
∑𝑛 Kj

Ws= i=1

Xj = waktu siklus pada pengamatan ke j

7
N = jumlas siklus pengamatan

8
Setelah waktu siklus diketahui, selanjutnya diperlukan faktor
penyesuaian (P) terhadap konsistensi pekerja yang diukur (untuk
memperoleh waktu normal). Karena dalam melaksanakan pekerjaannya
konsistensi waktu pekerja dapat berubah-ubah akibat kurang bersungguh-
sungguh, terlalu cepat, terlalu buru-buru atau karena sebab lain. Salah
satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian
digunakan Objective.
Metode dengan menggunakan faktor penyesuaian “P”. Kemudian nilai P
ada 3 yaitu: P
˂1 ; pekerja bekerja lambat, P = 1 ; pekerja bekerja normal, P ˃ 1 ;
pekerja bekerja cepat. Sehingga Waktu normal adalah:
Wn = Ws x P
Ws = waktu siklus
P = faktor penyesuaian
Selain faktor penyesuaian P, yang perlu diperhatikan adalah faktor
kelonggaran. Faktor kelonggaran ini berkaitan erat dengan kebutuhan
operator secara personal. Biasanya diklasifikasikan ke dalam 3
kebutuhan, yaitu:
1) Kelonggaran waktu untuk kebutuhan personel (personnel allowance)
2) Kelonggaran waktu untuk melepas lelah (fatique allowance)
3) Kelonggaran untuk keterlambatan (delay allowance)
Pada prinsipnya, allowance bertujuan untuk mengetahui berapa
Persen waktu tidak produktif pekerja dalam satuan waktu tertentu.
Sehingga dengan mempertimbangkan faktor penyesuaian dan
kelonggaran, maka waktu standar atau waktu baku dari suatu operasi
tertentu adalah:

Ws = Wn + (Wn x L)
Wn = waktu normal
L = kelonggaran

9
a. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data
Pada saat mengamati waktu siklus diperlukan adanya
pengulangan sampai memenuhi kriteria keseragaman dan kecukupan
data. Uji keseragaman dilakukan dengan mengaplikasikan Peta
Kontrol (control chart). Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat untuk
mengetes keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Uji
keseragaman data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Masukan data - data kedalam sub group dan menghitung rata-rata
dari setiap sub group dengan rumus:
𝒏
∑ 𝒙𝒊
Xj = 𝒏 𝒊=𝟏

Xj = harga rata-rata dari sub group ke-j


Xi = data pengamatan ke-i dari sub group ke-j
N = banyaknya data dari sub group ke-j

2) Hitunglah harga rata2 sub grup dengan

X = rata-rata seluruh sub group


Xj = harga rata-rata sub group ke-j
N = banyaknya sub group

3) Hitunglah standar deviasi sebenarya dari waktu penyelesaian


dengan rumus :

σ = standar deviasi
Xi = data pengamatan ke-

10
N = jumlah pengamatan

11
4) Hitung deviasi dari distribusi sub group dengan rumus :

𝝈= 𝝈
√𝒏

σ = standar deviasi
n = ukuran sub group
5) Hitung batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dengan rumus
: BKA = X + 2σx
BKB = X - 2σX
Data yang keluar dari batas kontrol atas dan batas kontrol
bawah merupakan data extrim yang tidak dimasukkan kedalam
perhitungan (harus dibuang). Banyaknya data yang diperlukan
setelah dilakukan pengamatan pendahuluan sebanyak N adalah
sebagai berikut:

N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya


S = Derajat ketelitian N = banyaknya data yang diambil
X = waktu siklus
K = harga indeks yang tergantung kepada tingkat kepercayaan
yang diambil (CL) (CL=68%, k=1; CL=95%, k=2; CL=99%,
k=3)
Jika N’ ˂ N, maka data dianggap cukup. Jika data N’ ˃ N, maka
data dianggap belum cukup, sehingga diperlukan penggambilan
data tambahan sebanyak N’ – N.
2.3 MODUL 3 (Line Balancing)
Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu
perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses
secara berimbang sehingga tidak ada proses yang idle akibat terlalu lama
menunggu keluarnya peroduk dari proses yang sebelumnya. Adapun tujuan
12
utama dalam menyusun.

13
Line Balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban
kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan
keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di
beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun
kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Dengan demikian,
masalah keseimbangan lintasan perakitan (Balancing Line) adalah bagaimana
agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan beban kerja yang sama pada
setiap stasiun kerja, sehingga menghasilkan keluaran produk yang
sama persatuan waktu. Tujuan dasar dari pada
penyeimbang lintasan yaitu untuk membantu meningkatkan jumlah produksi
yang dikeluarkan dengan fasilitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Megatasi permasalahan bottleneck yang terjadi pada tahapan proses agar
proses produksi dapat berjalan efektif dan effisien. Umumnya merencanakan
keseimbangan dalam sebuah lintasan meliputi usaha yang bertujuan untuk
mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak terjadi pemborosan
fasilitas (waktu, tenaga dan

material). Tujuan ini tercapai bila:

1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja


yang sama nilainya diukur dengan waktu.
2. Jumlah waktu operator menunggu dari proses sebelumnya (idle) minimum
di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan proses.
3. Jumlah stasiun yang ada di lintasan memiliki waktu yang seimbang.

14

Anda mungkin juga menyukai