Isu Dan Trend Dalam Pendidikan Keperawatan Komunitas
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas yang diampu oleh dosen :Susan Susyanti S.Kp.,M.Kep
Disusun Oleh :
Dimelda Ayuni Putri
KHGC20046
KELAS 3B
PRODI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2022/2023 Latar Belakang
Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus-
menerusdan terlibat dalam masyarakat yang yang berubah, sehingga pemenuhan dan metodekeperawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawatsendiri juga dapat menyesuaikan perubahan tersebut. Keperawatan menetapkan diri dariilmu social bidang lain karena focus asuhan keperawatan bidang lain meluas. Tren dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta keperawatan yangmenerima pendidikan keperawatan, baik peserta didik dari D3 keperawatan, S1keperawatan atau kesehatan masayrakat sampai ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu S2.Tren paraktik keperawatanmeliputi berbagai praktik di berbagai tempat praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat secara terus menerusmeningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota tim asuhan keperawatan. Peran perawat meningkat dengan meluasnya focus asuhan keperawatan. Tren dalamkeperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek dari keperawatan yangmengkarakteristikan keperawatan sebagai profesi meliputi: pendidikan, teori, pelayanan,otonomi, dan kode etik. Aktivitas dari organisasi keperawatan professionalmenggambarkan trend dan praktik keperawatan. Keperawatan sebagai profesi dituntutuntuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkankesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Kecenderungan Situasi Yang Terjadi
A. Aplikasi pendidikan perawat ke masyarakat
Dalam jurnal Aarabi, et all (2015) menyebutkan bahwa pendidikan keperawatan di Iran meningkatkan partisipasi perawat dalam professional decision, dibutuhkan perawat yang terdidik dengan baik dan terlatih untuk berhubungan dengan komunitas dan berhadapan langsung dengan pasien. Dalam pengembangannya, Iran membuat keputusan untuk melatih mahasiswa Sarjana, menghadapi tantagan untuk perawat PhD dan menghadapi deficit pendidikan keperawatan secara umum. Kemudian membuat kurikulum yang komprehensif pada program PhD, mengembangkan attitude perawat PhD, dan performa perawat PhD. Amstrong & Rispel (2015) juga menjelaskan bahwa akuntabilitas sosial merupakan komponen penting untu transformasi pendidikan, harus memperhatikan isu pemerintah, tanggung jawab terhadap kurikulum, kesiapan pendidik, dan kesiapan siswa. Isu dan masalah terkait perkembangan profesi keperawatan Indonesia adalah distribusi yang belum merata, jumlah perawat tinggi namun rasio perawat disbanding jumlah penduduk sebagian besar wilayah Indonesia belum memenuhi target Renstra Kesehatan, selain itu jumlah perawat ahli dan spesialis masih relative kecil, melainkan paling banyak adalah perawat vokasi dan perawat yang bekerja dengan menggunakan STR hanya sebesar 41,8% (Infodatin, 2017).
B. Level pendidikan Keperawatan di Dunia
Pendidikan keperawatan secara global mayoritas adalah pendidikan Sarjana untuk level terendah. Seperti dalam jurnal Simunovic (2010) menyebutkan bahwa tiga siklus pendidikan 4 keperawatan untuk mendidik generasi perawat professional yang safe, competent, dan beretika. Tiga level pendidikan, yaitu basic education (bachelor’s level) merupakan program sarjana yang harus memberikan dasar yang sama untuk para mahasiswa. Kemudian level pendidikan kedua yaitu master’s degree (program magister) yang dirancang untuk professional kesehatan yang berencana untuk berpartisipasi di organisasi, menejemen, dan pengawasan proses keperawatan. Dan level pendidikan keperawatan ketiga adalah doctoral degree (program doktor) untuk mrningkatkan kemampuan siswa untuk terlibat dalam pengajaran dan penelitian. Sedangkan kondisi di Indonesia, jenjang pendidikan yang lebih sering berhadapan lansung dengan masyarakat adalah level vokasi, dimana skill atau keterampilan lebih diutamakan. Dan jumlah institusi maupun mahasiswa yang terjun di masyarakat paling banyak adalah perawat vokasi. Sehingga persepsi maupun realisasi pelayanan asuhan keperawatan professional di Indonesia belum begitu terlihat. Berdasarkan klasifikasi pendidikan, perawat yang berada di Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah 77,56% perawat non ners (lulusan D3), 10,84% perawat ners, 5,17% perawat lulusan SPK, dan 6,42% perawat spesialis (Infodatin, 2017).
C. Kolaborasi dalam pendidikan keperawatan
Evaluasi pendidikan komprehensif memerlukan partisipasi, keterlibatan, dan kolaborasi antara Dewan Perawat, kantor menteri keperawatan, fakultas keperawatan, dan Organisasi Keperawatan. Dengan demikian, perlu untuk lebih menentukan sistem evaluasi, kebijakan, pendekatan, metode, dan prosedur evaluasi pendidikan saat ini (Khodaveisi, Pazargadhi, Bimoradi, et all. 2012). Sedangkan kondisi di Indonesia evaluasi pembelajaran merupakan hasil belajar mahasiswa yang dievaluasi secara berkala meliputi struktur, proses, hasil, berdasarkan capaian kompetensi. Kemudian hasil evaluasi dijadikan sebagai acuan pengembangan bagi 5 mahasiswa, program pendidikan, dan penentuan beban studi selanjutnya. Evaluasi dilakukan oleh pendidik (Standar Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2012). Untuk peningkatan kualitas pendidikan tinggi kesehatan dinilai berdasarkan system akreditasi, penjaminan mutu lulusan melalui system uji Kompetensi (Sailah, 2012).
D. Lulusan Perawat yang mampu bersaing Global
Masalah yang sering dihadapi dan menjadi tinjauan public adalah masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia. Kurangnya kemampuan bahasa oleh perawat Indonesia menyebabkan kualitas perawat Indonesia masih lemah apabila disandingkan dengan perawat Internasional (Komarudin, 2012). Menurut Zurn et all (2002) dalam artikelnya mengatakan bahwa ada ketidakseimbangan tenaga kesehatan. Terutama tenaga perawat, yang sejak tahun 1915 di dunia terdapat ketidakseimbangan jumlah perawat disbanding dengan kebutuhan pelayanan kesehatan negara-negara Asean yang mampu menekspor tenaga professional adalah mayoritas dari Filipin dan Singapura. Ini seharusnya memberi peluang bekerja bagi perawat Indonesia, namun kenyataannya perawat kita tidak mampu bersaing dengan perawat di negeri lain. Hal ini disebabkan kesulitan berbahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi Internasional.
Bagaimana Seharusnya Pengembangan Keilmuan Keperawatan Menghadapi
Tantangan Tersebut
1. Seluruh stakeholder keperawatan di Indonesia, baik di lingkup akademik maupun
klinik mendukung dang mendesak agar pengaplikasian UU Keperawatan tahun 2014 berjalan lancar agar pelayanan keperawatan yang sah dan professional bisa berkembang dan ikut berperan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Termasuk perihal pengembangan praktik mandiri keperawatan yang sampai sekarang ini masih pada tahap 6 proses perizinan dan aturan (legalitas).
2. Perlu adanya pemaksimalan program profesi seperti di pendidikan keperawatan,
pelayanan, dan riset keperawatan (empowering dan strengthening). Sehingga dalam kehidupan sehari-hari pun para pelaku professional keperawatan mampu menunjukkan sikap dan perilaku professional, terutama dalam memberikan asuha keperawatan kepada masyarakat. Selain itu, bagi perawat akademisi maupun praktisi perlu melanjutkan pendidikan, baik pendidikankeperawatan formal maupun non formal karena pendidikan akan mampu mengembangkan kemapuan berfikir kritis dan professional desicion.
3. Pelaksanaan pengawasan dan penilaian terhadap system pendidikan lebih komprehensif
dengan melibatkan organisasi keperawatan dalam hal ini PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). 4. Mengembangkan kurikulum di pendidikan dengan memasukkan beban kuliah Bahasa Inggris, sebagai mata kuliah wajib.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis