Anda di halaman 1dari 24

Mata Kuliah Fisiologi Veteriner II

TUGAS PAPER
“Sistem Respirasi pada Hewan Buaya”

Dosen Pengampu: Drh. Muh. Ardiansyah Nurdin. M.Si.

Oleh:
Nama: Nabila Azzahra
NIM : C031211035
Kelas : FKH A

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023/2024
Apa itu respirasi?
Berdasarkan berbagai sumber, sistem respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sistem respirasi (pernapasan) dan peredaran darah menjadi salah satu hal
terpenting dalam tubuh suatu organisme. Sistem pernapasan juga merupakan salah
satu cara nutrisi dikirim ke setiap sel dan mengeluarkan limbah. Fungsi sistem
pernapasan meliputi pertukaran gas, pengaturan pH darah, dan penyaringan udara
inspirasi. Fungsi utama sistem pernapasan adalah memasok oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh (Akers dan Michael, 2013).
Proses pernapasan adalah proses pengikatan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida oleh darah melalui permukaan organ pernapasan. Oksigen
merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh untuk mengoksidasi zat
makanan berupa karbohidrat, lemak dan protein untuk menghasilkan energi.
Respirasi termasuk mengambil oksigen, mengedarkannya ke sel, dan melepaskan
karbon dioksida. Proses respirasi melibatkan media pernapasan, membran
pernapasan, dan organ pernapasan. Alat pernapasan pada setiap individu berbeda-
beda tergantung dari habitat dan cara hidupnya. Hewan air memiliki organ tertentu
yang berperan dalam pertukaran gas khusus, organ yang dimaksud disebut insang.
Organ pernapasan pada hewan darat berbeda dengan hewan air. Organ-organ ini
termasuk paru-paru difus, paru-paru buku, trakea, paru-paru alveolar, dan paru-paru
sempurna (Anfa et al., 2016).
Sistem pernapasan memiliki fungsi utama memasok oksigen ke tubuh dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Oksigen yang diperoleh dari lingkungan
ini kemudian digunakan dalam proses fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan
ATP. Fungsi respirasi lainnya adalah untuk menjaga keseimbangan pH dan
keseimbangan listrik dalam cairan tubuh. Difusi gas antara organ pernapasan dan
lingkungan dapat terjadi karena perbedaan tekanan gas (Anfa et al., 2016).
Respirasi yang berlangsung di dalam tubuh hewan sendiri terbagi menjadi dua
bagian, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal terjadi di
paru-paru dimana pertukaran antara oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2)
terjadi ketika udara dihirup ke dalam paru-paru dan darah mengalir melalui kapiler
paru-paru. Respirasi internal terjadi di seluruh tubuh. Ini adalah pertukaran oksigen
(O2) dan karbon dioksida (CO2) antara darah dalam kapiler di seluruh tubuh
(kapiler sistemik), dan semua sel dan jaringan tubuh (Colville dan Joanna, 2016).
Menurut Aspinall dan Melanie (2019), Ada dua proses respirasi yaitu respirasi
eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal adalah pertukaran gas antara
udara dan darah. Sedangkan respirasi internal atau jaringan adalah pertukaran gas
antara darah dan jaringan. Fungsi sebagian besar saluran pernafasan adalah untuk
melakukan inspirasi dan ekspirasi yaitu keluar masuknya gas dari dalam tubuh.
Udara yang mengandung oksigen akan masuk dan dihembuskan oleh otot
pernafasan. Otot-otot pernapasan ini membentuk dinding toraks dan diafragma dan
menyebabkan perubahan volume sehingga menimbulkan tekanan internal di dalam
rongga dada. Selaput paru-paru di dalam alveoli adalah satu-satunya area tempat
pertukaran gas terjadi. Oksigen berdifusi dengan karbon dioksida dari udara
inspirasi ke dalam darah, karbon dioksida dibentuk oleh jaringan selama
metabolisme, berdifusi dari darah ke udara selama ekspirasi.
Semua jaringan dalam tubuh membutuhkan oksigen untuk menghasilkan
energi. Karena kebutuhan jaringan tubuh akan energi berfluktuasi selama aktivitas
normal sehari-hari, sistem pernapasan harus mampu merespons dengan cepat untuk
memasok oksigen dalam jumlah yang bervariasi. Sistem kontrol kompleks ada di
dalam otak belakang dan sistem darah tepi untuk memantau status gas pernapasan
dan untuk menjaga tubuh dalam keadaan seimbang (Aspinall dan Melanie, 2019).
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengalirkan udara inspirasi yang
mengandung oksigen di sepanjang saluran pernapasan ke tempat terjadinya
pertukaran gas dan menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida
keluar dari tubuh. Respirasi adalah pertukaran gas antara organisme dan
lingkungannya. Semua hewan membutuhkan oksigen untuk melakukan proses
kimia yang penting bagi kehidupan: oksigen dibutuhkan oleh sel untuk
mendapatkan energi dari bahan mentah yang berasal dari makanan. Proses ini
melibatkan oksidasi dan glukosa untuk menghasilkan energi dalam bentuk adenosin
trifosfat (ATP) (Aspinall dan Melanie, 2019).
Sistem pernapasan adalah proses pertemuan langsung antara lingkungan dan
lingkungan internal tubuh dan merupakan langkah pertama dalam kaskade oksigen
(Schachner et al., 2013). Fungsi utama sistem pernapasan adalah mengatur
pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Selain itu, sistem pernafasan juga
memiliki fungsi sekunder yang penting bagi tubuh hewan yaitu menghasilkan suara,
berfungsi mengatur suhu tubuh, mengatur asam dan basa tubuh, dan juga membantu
indra penciuman. Proses pembuatan pita suara biasanya dimulai di laring dimana
terdapat kotak suara yang terdiri dari dua jaringan ikat fibrosa yang disebut pita
suara. Proses pembentukan suara dimulai ketika pita suara meregang melintasi
lumen laring dan bergetar, menghasilkan suara dasar hewan (Colville dan Joanna,
2016).
Selanjutnya, fungsi sistem pernapasan adalah untuk membantu mengatur suhu
tubuh. Dimana pada kondisi lingkungan yang dingin, pembuluh darah perifer yang
berada tepat di bawah epitel saluran hidung membantu menghangatkan udara yang
akan dihirup sebelum mencapai paru-paru. Hal ini dapat membantu mencegah
hipotermia akibat darah dingin yang beredar melalui paru-paru. Selain itu, saat
berada dalam kondisi lingkungan yang panas, hewan akan membantu
mendinginkan tubuhnya dengan mekanisme terengah-engah. Pergerakan napas
yang cepat saat terengah-engah dapat meningkatkan penguapan cairan dari lapisan
saluran pernapasan dan mulut yang membantu mendinginkan sirkulasi darah tepat
di bawah epitel (Colville dan Joanna, 2016).
Pengaturan asam-basa tubuh hewan merupakan mekanisme penting untuk
menjaga tubuh hewan dalam keadaan homeostatis. pH adalah angka yang dapat
menyatakan tingkat keasaman relatif dari sesuatu dengan kisaran 1-14. Semakin
kecil angkanya, semakin asam dan sebaliknya. PH yang menunjukkan angka tujuh
adalah angka yang menunjukkan pH netral, sedangkan pH normal pada hewan ini
adalah sekitar 7,35-7,45. Nah, sistem pernapasan ini bisa berperan dalam proses
pengendalian asam basa ini dengan kemampuannya memengaruhi jumlah cardon
dioxia CO2 dalam darah. Semakin banyak CO2 dalam darah, maka kondisi dalam
tubuh akan semakin asam. Oleh karena itu hewan dapat mengendalikannya dengan
mengatur volume dan laju respirasi. Sistem pernapasan juga memiliki fungsi yaitu
untuk membantu indra penciuman yaitu dimana pada salah satu organ sistem
pernapasan yaitu hidung terdapat indera penciuman yang berperan sebagai
penerima indra penciuman. Reseptor ini terkandung dalam bercak epitel sensorik
yang terletak di saluran hidung (Colville dan Joanna, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi suatu organisme meliputi usia,
berat badan, jenis kelamin, suhu, aktivitas, dan emosi. Semakin tua usia suatu
organisme, semakin sedikit respirasi yang dibutuhkannya. Hal ini disebabkan oleh
penurunan regenerasi sel. Semakin berat suatu organisme, semakin banyak respirasi
yang dibutuhkannya, karena jumlah sel yang dimiliki organisme tersebut menjadi
lebih banyak (Anfa et al., 2016).

1. Penjelasan Umum Mengenai Karakteristik Hewan Buaya


Menurut Aspinall dan Melanie (2019), Buaya merupakan hewan yang termasuk
dalam golongan reptilia yang sering disebut dengan hewan aligator. Hewan
karnivora. Kelas reptil saja mencakup sekitar 6.500 spesies, yang semuanya
berkembang biak di darat. Kelas reptil ini dibagi menjadi empat ordo dan ada dua
ordo yang penting karena melibatkan hewan peliharaan eksotis. Keempat ordo
tersebut adalah Rhynchocephalia yang termasuk dalam tuatara dan sangat langka
serta tidak mungkin ditemukan di penangkaran. Ordo kedua adalah Crocodilia,
contoh hewan dari ordo ini antara lain buaya dan aligator yang jarang dipelihara
sebagai hewan peliharaan. Urutan ketiga adalah chelonia yang meliputi kura-kura,
terrapin, dan kura-kura. Dan urutan terakhir adalah squamata yang meliputi subordo
sauria yang memiliki 19 famili kadal, subordo Serpentes yang memiliki 11 famili
ular dan subordo Amphisbaena yang memiliki satu famili.
Adapun Berdasarkan taksonominya, klasifikasi Buaya Muara adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Superkelas : Tetrapoda
Kelas : Reptilia
Subkelas : Diapsida
Ordo : Crocodylia
Famili : Crocodylidae
Genus : Crocodylus
Spesies : Crocodylus porosus
Sedangkan menurut Pariyanto et al. (2020), Reptilia adalah kelompok hewan
vertebrata yang termasuk ke dalam golongan hewan ektotermik atau dapat diartikan
bahwa suhu tubuh hewan tersebut bergantung atau pada lingkungan di sekitarnya.
Dengan kata lain reptil ini akan memiliki suhu tubuh yang sama dengan suhu di
lingkungannya. Jika suhu lingkungan naik maka suhu tubuh reptil juga akan naik.
Begitu juga ketika suhu lingkungan rendah. Reptil juga memiliki kemampuan
beradaptasi dengan tempat kering di tanah. Ciri lain dari reptil adalah kornifikasi
atau kornifikasi kulit dan squama atau carpace untuk menjaga hilangnya banyak
cairan dari tubuh di tempat yang kasar. Reptil terdiri dari berbagai jenis hewan,
antara lain ular, kadal cacing, kadal buaya, caiman, kura-kura, kura-kura, dan
tuatara. Ada sekitar 7.900 spesies reptilia yang ada saat ini dan reptilia ini menghuni
berbagai tipe habitat, seperti iklim sedang dan tropis termasuk hutan, lahan basah
dan air tawar, hutan bakau, dan laut lepas. Menurut Setyowati et al. (2019), di
Indonesia sendiri terdapat empat jenis buaya yang hidup yaitu tomistoma schlegelii,
crocodylus siamensis, crocodylus novaeguineae, crocodylus porosus.
2. Mekanisme Proses Pernafasan
Tekanan di dada negatif dengan tekanan atmosfer. Ini adalah cara yang bagus
untuk mengatakan bahwa ada ruang hampa sebagian di dada. Kekosongan parsial
itu menarik paru-paru dengan erat ke dinding dada. Sifat fleksibel paru-paru
memungkinkannya menyesuaikan diri dengan bentuk bagian dalam dinding toraks.
Cairan pleura antara paru-paru dan dinding dada berfungsi sebagai pelumas. Ketika
dinding toraks bergerak, begitu juga dengan paru-paru. Paru-paru mengikuti
gerakan pasif karena gerakan dinding toraks dan diafragma secara bergantian
meningkatkan dan menurunkan volume dada. Seluruh sistem berfungsi seperti
penghembus, menarik udara ke dalam paru-paru (inspirasi) dan meniupnya kembali
(ekspirasi). (Colville dan Joanna, 2016).
Tekanan negatif di dada juga membantu darah kembali ke jantung. Ini
membantu menarik darah ke pembuluh besar di mediastinum, seperti vena cava
kranial, dan vena cava caudalis, serta vena pulmonalis. Pembuluh darah besar ini
mengembalikan volume darah ke jantung tetapi kekurangan pompa otot untuk
memfasilitasi proses tersebut. Tekanan intrathoracic negatif membantu menarik
darah dari vena menengah ke dalam vena besar ini, yang kemudian mengeluarkan
darah ke atrium kanan dan kiri jantung (Colville dan Joanna, 2016).
Inspirasi adalah proses menarik udara ke dalam paru-paru. Seperti yang biasa
kita sebut nafas. Mekanisme dasar inspirasi adalah perluasan volume rongga toraks
oleh otot-otot inspirasi. Kemudian paru-paru mengikuti ekspansi pasif, dan udara
masuk ke saluran pernapasan. Otot inspirasi utama adalah diafragma dan otot
interkostal eksternal. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, diafragma berbentuk
kubah saat rileks, dengan permukaan cembungnya memproyeksikan tengkorak ke
dada. Ini memperbesar rongga dada dengan meratakan bentuk kubahnya. Otot
interkostal eksternal terletak di luar ruang antara tulang rusuk (ruang interkostal).
Serabutnya berorientasi miring sehingga, ketika berkontraksi, mereka memperbesar
ukuran rongga toraks dengan memutar tulang rusuk ke atas dan ke depan.
Pengangkatan tulang rusuk juga dibantu oleh beberapa otot dari bahu, leher, dan
dada yang menempel pada tulang rusuk (Colville dan Joanna, 2016).
Ekspirasi adalah proses mendorong udara keluar dari paru-paru. Mekanisme
dasar paru-paru adalah kebalikan dari inspirasi di mana ukuran rongga dada
mengecil. Hal ini terjadi karena ada aktivitas yang menekan paru-paru dan
mendorong udara keluar melalui saluran pernafasan. Otot ekspirasi utama adalah
otot interkostal internal dan otot perut. Otot interkostal internal adalah otot yang
terletak di antara tulang rusuk. Ketika otot interkostal internal berkontraksi, mereka
memutar tulang rusuk ke belakang, yang mengurangi ukuran dada dan membantu
mendorong udara keluar dari paru-paru. Saat otot perut berkontraksi, mereka
mendorong organ perut ke arah permukaan kaudal diafragma (Colville dan Joanna,
2016).
Otot eksternal lainnya juga dapat berkontribusi pada upaya ekspirasi. Nyatanya,
ekspirasi biasanya tidak membutuhkan kerja sebanyak inspirasi karena gravitasi
menarik tulang rusuk ke bawah, membantu mengurangi volume rongga dada.
Kedaluwarsa menjadi lebih cepat saat bernapas cepat dan saat pengerahan tenaga
dilakukan, seperti saat hewan mengerahkan tenaga. Kemudian paru-paru harus diisi
dalam-dalam dan dikosongkan dengan cepat (Colville dan Joanna, 2016).
3. Struktur Sistem Pernafasan Secara Umum
Struktur sistem pernapasan pada hewan umumnya terdiri dari paru-paru dan
saluran pernapasan yang menghubungkan struktur pernapasan ini dengan
lingkungan luar tubuh hewan. Struktur pernapasan hewan dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu bagian atas (saluran pernapasan bagian atas) yang merupakan
semua struktur selain paru-paru dan struktur bagian bawah (saluran pernapasan
bagian bawah) yang merupakan paru-paru dan semua struktur yang ada di dalam
paru-paru (Colville dan Joanna, 2016).
Bagian atas saluran pernafasan (upper respiratory tract) adalah hidung, faring
(tenggorokan), laring (tempat pita suara) dan trakea. Semua udara yang akan masuk
dan keluar dari paru-paru harus melewati saluran ini (Colville dan Joanna, 2016).
Bagian bagian penyusun sistem pernafasan sebagai berikut.
a. Hidung
Hidung merupakan salah satu bagian dari sistem pernapasan bagian atas
(upper). Molekul udara yang akan masuk ke dalam tubuh hewan terlebih
dahulu akan melewati lubang hidung yang disebut external nares atau lubang
hidung. Lubang hidung ini mengarahkan udara ke hidung. Bagian dalam
hidung berada di antara lubang hidung dan faring. Pada hidung ini terdapat
septum hidung yang memisahkan rongga hidung kiri dan rongga hidung kanan,
juga memisahkan langit-langit keras dan langit-langit lunak di bagian dorsal
dan ventral hidung. Saluran hidung ini bukan hanya saluran normal tetapi
memiliki struktur yang berbelit-belit dan berliku-liku karena turbinatum atau
disebut juga dengan concha hidung. Turbinatum adalah tulang tipis bergulung
yang ditutupi oleh epitel hidung. Ada dua turbinatum, yaitu bagian dorsal dan
ventral yang membagi saluran hidung menjadi beberapa saluran utama yang
disebut meatus (Colville dan Joanna, 2016).
Bagian dalam rongga hidung sangat penting untuk menjalankan fungsinya.
Ini terdiri dari epitel kolumnar semu dengan silia yang selanjutnya berasal dari
permukaan sel dan menghasilkan lapisan lendir yang disekresikan oleh sel
lendir dan sel goblet. Silia yang menonjol ke atas lapisan mukosa dan memiliki
banyak pembuluh darah besar di bawah epitel (Colville dan Joanna, 2016).
Selain sebagai tempat reseptor indra penciuman, fungsi utama saluran
hidung adalah untuk mengkondisikan udara yang dihirup yang melewatinya.
Tiga peran pengkondisian utama atau hal-hal yang dilakukan oleh lapisan
dalam hidung adalah menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara
yang dihirup. Lekukan yang dibuat oleh turbinatum di saluran hidung sangat
meningkatkan luas permukaan lapisan hidung. Udara yang akan masuk ke
hidung akan diolah sehingga menjadi hangat oleh darah yang mengalir melalui
kompleks pembuluh darah tepat di bawah epitel hidung, dan udara juga akan
dibasahi oleh lendir dan cairan lain yang terletak di permukaan hidung. epitel
hidung (Colville dan Joanna, 2016).
Adaapun fungsi penyaringan pada saluran hidung bagian dalam membantu
menghilangkan partikel, seperti debu dan serbuk sari dari udara yang dihirup
sebelum sampai masuk ke paru- paru. Mekanisme penyaringan ini bergantung
pada beberapa factor yaitu banyaknya lika-liku saluran hidung yang dihasilkan
oleh turbinatum, juga lapisan lendir di permukaan epitel hidung, dan silia yang
menjorok ke dalamnya. Mengingat bahwa udara adalah gas, ia dengan mudah
melewati jalur yang berliku-liku pada lapisan hidung saat dihirup, tetapi
partikel debu dan puing- puing lainnya tidak dengan mudah untuk melewati
lika- liku tersebut dan akhirnya akan terperangkap di lapisan mukosa.
Pemukulan silia menyapu lendir dan benda asing yang terperangkap kembali
dari faring, sebagai tempat udaraa itu masuk. Salah satu efek dari infeksi
saluran pernafasan adalah yang bengkak dan adanya pengentalan atau sekresi
inflamasi. Sekresi berlebih yaitu adanya pengentalan akibat terperangkatnya
kotoran lalu dihasilkannya maukus bisa kemudian menempati ruangan di epitel
hidung. Sehingga dapat menghalangi aliran udara, dan merangsang batuk dan
bersin (Colville dan Joanna, 2016).
b. Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan struktur respirasi bagian atas (upper). Sinus
paranasal kelihatan seperti sebuah legokan dari saluran hidung yang terdapat di
dalam ruang-ruang tertentu pada tulang tengkorak. Setiap sinus paranasal ini
diberi nama untuk yang sesuai dengan nama tulang yang ditempatinya.
Kebanyakan hewan memiliki dua sinus paranasal yaitu sinus frontal dan dua
sinus maxsilari, yang berada di dalam os frontal dan os maxilla. Beberapa
hewan, termasuk manusia, memiliki dua sinus lagi yaitu sinus sphenoidal dan
sinus ethmoidal yang terletak di os sphenoid dan os ethmoid. Sinus paranasal
mempunyai jenis lapisan bersilia yang strukturnya sama dengan hidung bagian
dalam. Silia secara konstan menyapu lendir yang diproduksi di sinus paranasal
dan saluran hidung. Tindakan ini adalah tindakan untuk membantu mencegah
cairan dan kotoran menumpuk di sinus dan menghalanginya agar masuk ke
lubang bagian hidung (Colville dan Joanna, 2016).
c. Faring
Saluran dalam hidung selanjutnya akan mengarah ke faring, atau biasanya
kita sebut dengan tenggorokan. Di faring inilah jalan umum yang dilewatidua
saluran yaitu sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Di bagian rostral
palatum molle membagi faring menjadi dorsal nasofaring (saluran pernapasan)
dan ventral orofaring (saluran pencernaan). Faring membuka bagian dorsal ke
dalam kerongkongan yaitu saluran pencernaa dan bagian ventral ke dalam
laring yaitu saluran pernapasan. Dapat diketahui bahwa saluran pernafasan dan
saluran pencernaan bertukar tempat di faring. Saluran pernapasan (saluran
hidung) dimulai dari dorsal ke saluran pencernaan (mulut) tetapi, lebih jauh ke
bagian caudal. Sedangkan, saluran pernapasan (laring) letaknya lebih ventral
daripada saluran pencernaan (esofagus). Maka oleh sebab itu dapat diketahui
bahwa ketika kita melakukan kegiatan makan atau menelan bersamaan dengan
berbicara atau menghirup udara maka akan tersedak, karena di faring itu adalah
jalan umum yang menjadi jalannya makanan ke saluran pencernaan dan udara
ke saluaran pernafasan selanjutnya. Bernafas adalah kegiatan yang lebih mudah
dilakukan oleh faring. Faring hanya harus tetap terbuka untuk memungkinkan
aliran udara masuk. Sedangkan menelan adalah bagian yang sulit. Seperti
dibahas selanjutnya, laring dan faring bekerja sama untuk mencegah menelan
agar tidak mengganggu pernapasan dan sebaliknya (Colville dan Joanna, 2016).
d. Laring
Laring adalah terusan dari faring yang biasanya di sebut sebagai kotak
suara. Laring ini adalah tabung pendek yang tidak teratur yang menghubungkan
faring dengan batang tenggorokan (trakea). Laring terutama terdiri dari segmen
tulang rawan atau icartilago yang terhubung satu sama lain dan jaringan di
sekitarnya oleh otot. Laring ditopang oleh os hyoid. Pola komponen tulang
rawan laring dan juga jumlahnya di setiap spesies memiliki perbedaan. Tulang
rawan atau cartilago yang paling utama pada kebanyakan spesies hewan adalah
tulang rawan atau cartilago epiglotis yang tunggal, cartilago arytenoid
berpasangan, dan cartilage tiroid tunggal, serta cartilage cricoid yang tunggal..
Dari jumlah tersebut, epiglotis dan cartilago arytenoid adalah yang paling
umum kepentingan klinis. Epiglotis berbentuk seperti daun terletak di bagian
paling rostral tulang rawan laring. Ketika hewan bernafas epiglottis ini akan
terbuka sehingga udara dapat masuk ke dalam saluran pernafasan. Namun,
ketika hewan itu menelan, epiglotis ini akan menutupi pembukaan laring,
sehingga makanan tak bisa masuk ke dalam laring. Ini membuat makanan yang
datang dari luar tidak bisa masuk ke dalam laring dan membantu mengarahkan
makanan ke arah ventral yaitu ke dalam lubang esofagus. Selain itu pita suara
juga melekat pada tulang rawan yang membentuk laring ini yaitu melekat pada
dua tulang rawan aritenoid. Otot menyesuaikan ketegangan pita suara dengan
menggerakkan tulang rawan. Tulang rawan arytenoid dan pita suara
membentuk batas glotis dengan lubang pembukaan ke laring (Colville dan
Joanna, 2016).
Udara yang terinspirasi memasuki laring, yang terletak di caudal dari faring
dan berada dalam ruang antara dua bagian dari rahang bawah. Fungsi laring
adalah untuk mengatur aliran gas ke saluran pernapasan dan untuk mencegah
benda – benda asing selain gas yang memasuki saluran pernapasan. Laring
digantung dari tengkorak oleh os hyoid yang memungkinkannya untuk berayun
ke belakang dan ke depan. Os hyoid adalah struktur berongga seperti kotak yang
terdiri dari sejumlah tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan jaringan ikat.
Yang paling rostral dari tulang rawan ini adalah epiglotis. Epiglotis adalah
tulang rawan elastis dan bertanggung jawab untuk penyegelan dari pintu masuk
ke laring atau glotis saat hewan menelan. Ini mencegah air liur atau makanan
masuk ke saluran pernapasan, yang dapat menyebabkan hewan tersedak. Saat
laring kembali ke posisi istirahatnya atau posisi setelah menelan maka epiglotis
akan jatuh ke depan, membuka glotis dan dengan demikian memungkinkan
jalannya udara untuk dilanjutkan (Aspinall dan Melanie, 2019).
Pada hewan nonruminansia, terdapat sepasang jaringan ikat, yang disebut
pita suara palsu atau biasa disebut ”false vocal cord”, atau “vestibular cord”.
Walaupun disebut pita suara palsu, jaringan ikat tersebut tidak terlibat dalam
produksi suara. Di setiap sisi laring hewan ini, terdapat blind pouches yang
disebut ventrikel lateral memproyeksikan secara lateral ke dalam ruang antara
pita suara dan lipatan vestibular. Ventrikel lateral ini sering terkena dalam
pengobatan suatu kondisi pada kuda yang disebut menderu. Selain perannya
sebagai bagian dari jalan nafas atas, laring juga memiliki tiga fungsi utama
lainnya yaitu produksi suara, pencegahan bahan asing yang dihirup agar tidak
masuk ke organ pernafasan seterusnya, dan kontrol aliran udara ke paru-paru
dan atau dari paru-paru (Colville dan Joanna, 2016).
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, suara dasar hewan berasal dari
pita suara yang terdapat di laring. Dua ini pita adalah jaringan ikat fibrosa yang
melekat pada tulang rawan arytenoid. Saat udara yang kencang melewati pita
suara, pita suara ini akan bergetar dan menghasilkan suara. Otot yang menempel
pada kartilago arytenoid bertugas mengontrol ketegangan pita suara. Mereka
dapat mengatur ketegangan dari keadaan relaksasi total, yang membuka lebar
glotis dan tidak menghasilkan suara. Otot yang menempel pada cartilago
arytenoid mampu mengontrol ketegangan dari pita suara. Otot ini dapat
mengatur ketegangan dari keadaan relaksasi total dengan cara membuka lebar
glotis dan tidak mengeluarkan suara, pada kondisi yang sangat tegang, maka
akan menutup glotis sepenuhnya dan mencegah aliran udara. Produksi suara
membutuhkan ketegangan pada suatu tempat di antara dua cara ini. Secara
umum, dengan mengurangi ketegangan pita suara maka nada dari suara yang
dibuat ialah rendah sebaliknya, dengan mengencangkannya maka nada yang
dihasilkan dari suara akan lebih tinggi (Colville dan Joanna, 2016).
Laring atau pangkal tenggorokan juga membantu mencegah masuknya
benda asing ke trakea dan turun ke paru-paru. Kondisi ini dapat terjadi terutama
ketika epiglotis beraksi dengan jebakan dari epiglotis. Bagian Proses menelan
terdiri dari kontraksi otot yang menarik seluruh bagian tulang laring ke depan
dan melipat epiglotis kembali ke pembukaannya sehingga laring akan tertutup.
Hal ini dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari pada jakun atau pada
bagian tulang rawan tiroid laring lalu lakukan kegiatan menelan. Maka kita
dapat merasakan jakun bergerak ke atas saat Anda menelan. Proses yang sangat
efektif ini membantu melindungi jaringan halus trakea dan paru-paru akibat
trauma karena benda asing yang terhirup (Colville dan Joanna, 2016).
Laring mengontrol aliran udara ke / dan dari paru-paru sebagian melalui
tindakan pintu jebakan dari epiglotis saat kegiatan menelan terjadi, tetapi juga
melalui penyesuaian ukuran dari glotis. Penyesuaian kecil glotis membantu
hewan menggerakkan udara dengan menarik udara ke dalam paru-parunya dan
menghembuskannya. Kadang, penutupan glotis sepenuhnya sangat membantu.
Misalnya, pada proses batuk yang dimulai dengan tertutupnya glotis. Untuk
menghasilkan batuk, glotis akan menutup sepenuhnya dan otot pernapasan
berkontraksi sehingga menekan dada. Hal tersebut membuat tekanan di
belakang glotis ketika glotis tertutup. Ketika glotis tiba-tiba terbuka, saat itu
pula terjadi pelepasan udara dengankuat yang menghasilkan suatu hasil yang
biasanya kita sebut batuk. Tujuan dari batuk biasanya untuk membersihkan
lendir dan materi lainnya dari saluran pernapasan bagian bawah (Colville dan
Joanna, 2016).
Penutupan glotis bahkan membantu fungsi non-pernapasan yang
melibatkan mengejan dan membantu kontraksi, seperti buang air kecil, buang
air besar, dan proses melahirkan. Proses tersebut dimulai ketika hewan menahan
glotis tertutup sambil memberikan tekanan ke dada dengan otot pernapasan. Hal
ini menstabilkan dada dan memungkinkan otot perut untuk menekan organ
perut secara efektif saat berkontraksi. Tanpa menutup glotis, otot perut hanya
dapat membuat kontraksi udara keluar dari paru-paru atau disebut ekspirasi
(Colville dan Joanna, 2016).
e. Trakea
Trakea, atau batang tenggorokan, adalah tabung pendek dan lebar yang
memanjang dari laring ke bawah melalui daerah leher ke dalam toraks, di mana
trakea ini akan terbagi menjadi dua bagian utama yang disebut bronkus utama
yang masuk paru-paru. Bagian percabangan ini, disebut bifurcation of the
trachea atau percabangan trakea. Percabangan ini terjadi di sekitar bagian dasar
jantung. Secara struktural, trakea adalah tabung yang tersusun dari jaringan ikat
fibrosa dan otot polos yang dilingkari oleh cincin tulang rawan hyalin dan
dilapisi oleh epitel yang sama dengan jenis epitel bersilia yang ada di saluran
hidung. Bentuk dari trakea ini sendiri adalah seperti huruf Y terbalik. Bagian
utama dari dasar trakea adalah huruf Y, dan percabangan membentuk lengan
dari lengan Y. Percabangan tersebut dibentuk oleh bronkus utama kiri dan
kanan yang akan masuk ke paru-paru (Colville dan Joanna, 2016).
Jika tidak ada yang menahan trakea tersebut, maka trakea itu akan collapse
atau runtuh setiap kali hewan tersebut dihirup udara akibat tekanan parsial
vakum yang dibuat oleh proses inspirasi. Tulang rawan hialin yang ditempatkan
di sepanjang trakea mencegah keruntuhan atau collapse yang terjadi pake
trakea. Setiap cincin trakea adalah Berbentuk C dengan bagian terbuka C
menghadap ke dorsal. Celah yang terdapat dari setiap ujung cincin tulang rawan
hyaline ini diisi oleh otot polos (Colville dan Joanna, 2016).
f. Bronchial Tree
Saluran udara yang mengarah dari bronkus ke alveoli sering disebut
bronchial tree atau pohon bronkial, karena bronchial tree membelah lorong yang
lebih kecil dan lebih kecil seperti percabangan pohon. Sehingga memberikan
kesan seperti percabangan pada pohon bronkial. Hal ini dapat dibayangkan
seperti pohon yang lebat, lalu batang pohon tersebut mewakili bronkus utama
yang memasuki setiap paru-paru menjadi beberapa cabang yang cukup besar,
yang terbagi menjadi lebih kecil dan bercabang-cabang kecil seperti ranting
yang akhirnya berhenti menjadi daun. Dan daun dari pohon ini dapat
dianalogikan sebagai dengan alveoli yang di ujung cabang pohon bronkial
(Colville dan Joanna, 2016).
Setelah masuk ke paru-paru, setiap bronkus utama membelah menjadi
bronkus yang lebih kecil yang disebut bronkiolus. Bronkiolus terus berlanjut
bagi ke saluran udara terkecil yang mikroskopis yaitu ductus alveolar. Ductus
alveolar akan berakhir dalam kelompok alveoli yang tersusun seperti buah
anggur. Kelompok- kelompok alveoli yang berbentuk ini disebut kantung
alveolar. Saluran udara yang membentuk pohon bronkial adalah bukan hanya
tabung yang kaku. Diameter masing-masing bisa disesuaikan dengan serabut
otot polos di dindingnya. Saraf yang berperan dalam ini adalah sistem saraf
otonom atau (tidak sadar) dari sistem saraf mengontrol ini adalah otot polos.
Selama aktivitas fisik yang intens, otot polos bronkus mengendur,
memungkinkan saluran udara melebar hingga diameter maksimum penuhnya
dalam proses bronkodilatasi yang membantu upaya pernapasan memindahkan
sejumlah besar udara bolak-balik ke alveoli pada setiap kali bernafas (Colville
dan Joanna, 2016).
g. Alveoli
Respirasi eksternal terjadi di alveoli, tempat oksigen dan karbon dioksida
dipertukarkan antara darah dan udara. Sisa dari struktur pernafasan ada hanya
untuk memindahkan udara masuk dan keluar dari alveoli. Secara struktural,
alveoli adalah kantung kecil berdinding tipis dikelilingi oleh jaringan kapiler.
Susunan kapiler yang mengelilingi alveoli seperti jaring di sekitar alveolus.
Dinding setiap alveolus tersusun dari epitel tertipis yang ada di tubuh yaitu
epitel squamosal sederhana. Kapiler yang mengelilingi alveoli juga ada terdiri
dari epitel skuamosa sederhana. Oleh karena itu, penghalang fisik utama antara
udara di alveoli dan udara darah di kapiler adalah epitel tipis dari alveolus dan
yang berdekatan dan epitel kapiler yang sama tipisnya. Kedua lapisan tipis ini
memungkinkan adanya oksigen dan karbon dioksida untuk menyebar bebas
bolak-balik antara udara dan darah (Colville dan Joanna, 2016).
Setiap alveolus dilapisi dengan lapisan tipis cairan yang mengandung zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan membantu mengurangi tegangan permukaan
(daya tarik molekul air ke masing-masing lainnya) dari cairan. Ini mencegah
alveoli runtuh saat udara masuk dan keluar saat bernapas (Colville dan Joanna,
2016).
h. Paru-Paru
Kedua paru-paru kanan dan kiri bersama-sama membentuk suatu bentuk
yang agak mirip dengan sebuah kerucut. Setiap paru digambarkan memiliki
dasar, puncak, dan permukaan lateral yang cembung. Pangkal setiap paru paru
berada di bagian caudal dari rongga dada dan berbatasan langsung di bagian
permukaan depan diafragma (lembaran otot tipis seperti kubah yang
memisahkan rongga toraks dari rongga perut). Puncak setiap paru jauh lebih
sempit dari pada yang terletak di dasar. Permukaan lateral berbentuk cembung
yang langsung berhadapan dengan permukaan bagian dalam dinding toraks.
Daerah yang berada di antara paru-paru disebut mediastinum. Sebagian besar
isi rongga dada lainnya adalah, jantung, pembuluh darah besar, saraf, trakea,
esofagus, pembuluh limfatik, dan kelenjar limfonodus (Colville dan Joanna,
2016).
Thorax, juga dikenal sebagai rongga dada atau cavum thorax. Cavum thorax
dibatasi oleh os vertebrae thoracichae di bagian dorsal, lalu dibatasi oleh os
costae atau tulang rusuk dan otot interkostal di bagian lateral, dan os sternum di
bagian ventral. Isi utamanya meliputi paru-paru, jantung, darah besar pembuluh
darah, saraf, trakea, esofagus, pembuluh limfatik, dan kelenjar getah bening.
Sebuah selaput tipis yang disebut pleura menutupi organ dan struktur di dada
dan garis di dalam rongga dada. Membran yang menutupi organ di dalam cavum
thorax dan strukturnya disebut lapisan pleura visceral, dan bagian yang melapisi
rongga thorax sendiri disebut lapisan pleura parietal. Di antara dua lapisan itu
ada ruang potensial diisi dengan sedikit cairan pelumas. Permukaan membran
pleura yang dilumasi dengan cairan pleura memastikan bahwa permukaan
organ, terutama paru-paru, dapat bergerak di sepanjang lapisan dada dengan
lancar selama bernapas (Colville dan Joanna, 2016).
Mediastinum adalah bagian di antara dada dan paru-paru. Mediastinum ini
berisi jantung dan sebagian besar struktur toraks lainnya termasuk trakea,
esofagus, pembuluh darah, saraf, dan struktur limfatik. Gambar 15-13
menunjukkan posisi jantung di dada relatif terhadap paru-paru (Colville dan
Joanna, 2016).
Diafragma adalah selembar otot rangka yang tipis membentuk batas antara
caudal dada dan bertindak sebagai otot pernapasan penting. Dalam keadaan
santai, diafragma membentuk kubah dengan permukaan cembung menghadap
ke arah tengkorak. Dasar paru-paru terletak tepat di atas permukaan tengkorak
kubah diafragma, serta hati dan lambung terletak tepat di belakang diafragma.
Saat diafragma berkontraksi, bentuk kubahnya agak rata. Ini membesarkan
volume dada dan membantu menyelesaikan proses inspirasi (inhalasi) (Colville
dan Joanna, 2016).
4. Sistem Respirasi Buaya
Anatomi dan fisiologi sistem respirasi dari reptilia termasuk buaya mempunyai
perbedaan dengan hewan mamalia. Reptil mampu menggunakan fungsi dari sistem
respirasinya dengan tingkat oksigen yang sangat rendah, dengan memperhitungkan
banyak organ dan fungsi unik. Karena volume paru – paru yang relative besar,
metabolisme anaerobic (metabolisme tanpa memerlukan oksigen) yang efisien,
juga kemampuan jantung untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh membuat
reptile termasuk buaya mampu bertahan untuk waktu yang cukup lama dengan tidak
bernafas (tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tubuh) (Colville dan Joanna,
2016).
Menurut Aspinall dan Melanie (2019), pertukaran gas atau proses respirasi pada
hewan reptile yang termasuk buaya ini adalah sama dengan pertukaran gas yang
ada pada hewan mamalia. Tetapi, perbedaan yang signifikan antara mamalia dan
reptile adalah dalam anatomi sistem pernafasannya. Sistem pernafasan reptilia tidak
memiliki diafragma, berbeda dengan mamalia yang memiliki diafragma untuk
membantu proses pernafasannya. Seperti pada burung, reptilian ini rongga
tubuhnya tidak terbagi menjadi dua.
Glotis pada kebanyakan amfibi dan reptil mudah ditemukan. Glottis ini adalah
lubang yang terletak di bagian rostral rongga mulut dan berada di belakang lidah.
Glotis ini ada pada semua spesies reptil dan pada ular glottis ini sangat mobile.
Pembukaan glotis ini hanya dapat terjadi saat respirasi, dibatasi oleh kartilago
arytenoid yang berpasangan. Amfibi dan reptil tidak memiliki pita suara dan oleh
karena itu, mereka hanya mampu melakukan penyuaraan yang terbatas seperti
contohnya semua spesies yang mendesis, beberapa mendengus seperti chelonians
dan buaya. Dari situ maka muncul pertanyaan. Mengapa kodok dan katak memiliki
suara yang besar. Jawabannya adalah suara panggilan yang dihasilkan oleh katak
dan kodok itu bukan berasal dari pita suara melainkan diproduksi oleh kantung
vokal yang muncul dari trakea. Pergerakan udara yang masuk dan keluar dari
kantung vokal inilah yang menghasilkan suara (Colville dan Joanna, 2016).
Reptil memiliki paru-paru yang letaknya berada dalam rongga dada dan
dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru dari reptil ini lebih sederhana, dimana
hanya dengan beberapa lipatan dinding yang memiliki fungsi memperbesar
permukaan pertukaran gas. Pertukaran gas pada reptil biasanya tidak efektif. Paru-
paru yang kompleks dimiliki oleh kadal, kura-kura, dan juga buaya, dimana
terdapat beberapa belahan-belahan yang membuat paru-paru pada hewan tersebut
bertekstur seperti spon. Sementara pada beberapa jenis kadal seperti bunglon afrika
mempunyai pundi-pundi hawa cadangan yang memungkinkan hewan tersebut
melayang di udara.
Reptilia menunjukkan heterogenitas struktural paru yang bagus dan tidak ada
model tunggal dari paru-paru reptilia. Berdasarkan kompleksitas organisasi
internal, klasifikasi yang berbeda menunjukkan bahwa kura-kura, biawak, buaya
dan ular memiliki paru-paru yang sangat banyak (multikameral), bunglon dan
iguana memiliki paru-paru yang lebih sederhana (paucicameral) dan kadal teju
(Tupinambis nigropunctatus) memiliki sakular, berdinding halus, paru transparan
(unikameral) (Carvalho dan Goncalves, 2011).
Pembagian lumen paru menjadi beberapa ruang, dengan septasi, memperbesar
pada area pertukaran, fakta yang diamati pada penyu, biawak dan buaya. Paruparu
terlokalisasi di rongga pleuroperitoneal dan tidak ada diafragma yang memisahkan
toraks dari rongga perut. Kehadiran tulang rusuk dan otot interkostal pada reptil
memungkinkan pengembangan ventilasi paru yang lebih efektif daripada amfibi
yang tidak memiliki struktur anatomi ini. Umumnya, pola organisasi sistem
pernafasan reptil identik dengan mamalia, dengan paru-paru yang secara eksternal
dilapisi oleh serosa. Bagian konduksi didukung oleh cincin tulang rawan lengkap,
yang berlanjut melalui bronkus ekstra dan intrapulmonal. Percabangan pohon
intrapulmonal bronkial pada reptil mirip dengan mamalia, namun mereka memiliki
sebutan khusus, yang muncul secara berurutan bronkus, ruang tubular, relung dan
aedikula. Bronkus intrapulmonal dari reptilia yang memberikan akses langsung ke
daerah pernafasan sesuai dengan bronkiolus pernafasan mamalia, ruang tubular,
menurut posisi dan struktur morfofungsionalnya, setara dengan saluran alveolar
pada mamalia, dan ceruknya mirip dengan kantung alveolar. Dengan posisinya
dalam sistem pernafasan dan konstitusi anatomis, aedikula setara dengan alveoli
mamalia, namun memiliki struktur yang lonjong dibandingkan dengan alveoli
mamalia yang berbentuk bola (Carvalho dan Goncalves, 2011).
Ordo chelonia memiliki trakea dengan cincin tulang rawan trakea yang lengkap,
sedangkan cincin tulang rawan ini tidak lengkap pada semua reptil lainnya.
Percabangan trakea atau trakeal bifucartio pada Ordo chelonia biasanya terdapat
pada bagian (cervical), sedangkan pada reptil lainnya termasuk buaya Percabangan
trakea atau trakeal bifucartio biasanya terdapat pada bagian bawah/dasar dari
jantung (Colville dan Joanna, 2016).
Trakea memiliki struktur yang mirip dengan cincin tulang rawan, dan sangat
distensible sepanjang sumbu panjangnya. Pada spesimen yang lebih kecil, carina
atau bifucartio terletak tepat di tengkorak ke outlet pembuluh besar dari
perikardium. Sedangkan pada hewan yang lebih besar, carina atau bifucartio ini
diposisikan jauh lebih proksimal dan karena pemanjangan bronkus primer, trakea
membentuk lingkaran yang berbeda (Schachner et al., 2013).
Sedangkan untuk bronkus primer sendiri terdiri dari tiga struktur yang berbeda
yaitu bronkus primer ekstrapulmonal, cartilago bronkus primer intrapulmonal dan
non-cartilago bronkus primer intrapulmonal. Bronkus primer ekstrapulmonal
memasuki paru-paru secara ventro-medial kira-kira sepertiga panjang paru-paru
dari puncaknya, Di semua spesimen yang diperiksa, bagian bronkus non-
kartilaginous primer intrapulmoner meluas secara signifikan menjadi setidaknya
dua kali lebih lebar dari daerah tulang rawan karena meluas secara caudal;
kemudian melingkar secara medial di ujung caudal paru-paru menghasilkan
bronkus seperti kait yang khas. Daerah caudal paru- paru di Crocodylus niloticus
mengalami kurangnya vaskularisasi dibandingkan daerah dorsal dan akibatnya
kemungkinan lebih sedikit terlibat dalam pertukaran gas (Schachner et al., 2013).
Tiga struktur paru yang berbeda ditemukan pada reptil. Yang paling primitif
adalah paru-paru unicameral yang dapat ditemukan pada ular dan beberapa kadal.
Paru- paru unicameral adalah paru-paru sederhana yang memiliki struktur seperti
kantung. Bagian kranial paru-paru unikameral biasanya berisi jaringan yang terlibat
dalam pertukaran gas, dan bagian caudal yang relatif avaskular sebanding dengan
kantung udara (air sac) yang terdapat pada bangsa aves. Paru - paru multicameral
dapat ditemukan pada ordo chelonians, beberapa kadal, dan buaya. Paru – paru
multicameral dibagi menjadi banyak kompartemen dan memiliki broncus
intrapulmonal (Colville dan Joanna, 2016).
Selanjutnya adalah struktur paru-paru menengah, yaitu paru paucicameral, yang
memiliki karakteristik yang sama dari kedua paru-paru unicameral dan
multicameral. Paru-paru paucicameral biasanya dapat ditemukan terutama pada
hewan iguana dan bunglon. Jaringan paru – paru reptil sangat parah berpenampilan
sangat mirip seperti sarang lebah. Lubang masuk dari struktur yang mirip sarang
lebah ini akan berujung dalam struktur yang berfungsi sebagai tempat pertukaran
gas yang disebut faveoli. Tidak seperti alveoli yang terdapat pada sistem respirasi
mamalia, faveoli adalah struktur tetap yang tidak meluas atau berkontraksi. Faveoli
dikelilingi oleh lekukan lekukan kapiler. Dan dikapiler inilah tempat darah
mengambil oksigen dan melepaskan karbon dioksida (Colville dan Joanna, 2016).
Reptil termasuk buaya di dalamnya tidak memiliki diafragma sejati, oleh karena
itu hewan-hewan reptile ini harus bergantung pada metode pernapasan yang
berbeda. Kebanyakan dari ordo chelonian dan beberapa kadal memiliki membran
yang dapat memisahkan antara paru-paru dan organ coelomic lain yang dapat
dianalogikan sama seperti diafragma pada mamalia. Meskipun membran ini tidak
terlibat langsung di dalam siklus pernapasan. Reptil mengandalkan aksi otot
interkostal dan bagian lain dari otot aksial untuk berperan saat fase aktif respirasi
(Colville dan Joanna, 2016). Selain otot interkostal, buaya juga memiliki
mekanisme unik untuk ventilasi paru berupa otot diafragma yang menggerakkan
bolak-balik hati dan organ dalam untuk menyedot paru-paru. Otot ini disisipkan
pada korset panggul, yang juga diputar untuk mengubah volume perut. Tulang
rusuk Chelonia menyatu dengan karapas dan ventilasi paru-paru dicapai dengan
gerakan lengan depan dan korset bahu, bersama dengan glotis (Taylor et al., 2010).
Variasi unik dalam respirasi yang digunakan oleh buaya, dimana buaya ini
bernapas melalui fungsi piston hepatik. Buaya memiliki m. septum caudalis yang
menuju ke paru-paru dan struktur ini mirip dengan diafragma pada mamalia, pada
bagian cranial dari hati akan bertaut dengan m. septum caudalis tersebut. Kontraksi
diafragma menggerakkan septum postpulmoner ke caudal melalui hati, dan
mengakibatkan inflasi paru-paru (Colville dan Joanna, 2016).
Pemompaan cavum bucalis dan faring menyediakan sarana utama ventilasi paru
pada amfibi. Gas pertukaran juga dapat terjadi di seluruh selaput lendir cavum
bucalis dan faring. Banyak ordo chelonians akuatik yang juga mampu bertukar gas
melintasi selaput lendir faring dan kloaka (Colville dan Joanna, 2016).
Hubungan yang terjadi diantara sistem respires dan sistem kardiovaskular
sangatlah erat karena untuk melakukan proses respirasi external dan internal maka
diperlukannya kerja sama antara sistem respirasi dan sistem perdaran darah atau
sistem kardiovaskular. Dimana sistem kardiovaskular ini inilah yang akan
membawa dan menyebarkan oksigen (O2) ke seluruh sel tubuh yang
memerlukannya untuk melakukan metabolisme serta mendapatkan outputnya yaitu
terpenuhinya kebutuhan energi tubuh. Begitu juga dengan karbon dioksida atau
CO2 yang merupakan limbah dari metabolism yang harus dikeluaran oleh tubuh
melalui proses pernafasan yang mula-mula CO2 ini akan dibawa oleh sistem
kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA

Akers, R. Michael dan D. Michael Denbow. 2013. Anatomy and Physiology of


Domestic Animals. Wiley Blacwell: USA
Anfa, Azki Afidati Putri, Nadyatul Khaira Huda, Nurul Fathjri Rahmayeny, Rifqi
Ramadhana dan Selvi Nur Afni. 2016. Laju Respirasi Hewan. Academia.
2(1):1-8.
Aspinall, Victoria dan Melanie Capello. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy
and Physiology Textbook: Third Edition. Elsevier: China.
Carvalho, Olga dan Carlos Gonçalves. 2011. Comparative Physiology of the
Respiratory System in the Animal Kingdom. The Open Biology Journal.
4(1): 35-46.
Colville, Thomas dan Joanna M. Bassert. 2016. Clinical Anatomy and Physiology
for Veterinary Technicians. Elsevier: Canada.
Crocodylus Niloticus: Non-Respiratory Parameters. J. exp. Bio. 134(1) 99-11.
Pariyanto, Rahmi dan Dindi antarsyah. 2020. Keanekaragaman Jenis Reptilia di
Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan: Diversity Of Reptile
Species Found In District Seginim Bengkulu Selatan. Simbiosa. 9(2): 90-
96.
Schachner, E. R., Hutchinson, J. R., & Farmer, C. G. (2013). Pulmonary anatomy
in the Nile crocodile and the evolution of unidirectional airflow in
Archosauria. PeerJ. 1(1): 60.
Setyowati, E., Ngabekti, S., & Priyono, B. (2019). Konservasi Buaya Muara di
Taman Margasatwa Semarang. Life Science. 8(1):34-40.
Taylor, E.W., C.A.C. Leite., D.J. McKenzie dan T. Wang. 2010. Control of
respiration in fish, amphibians and reptiles. Braz J Med Biol Res. 43(5): 409-
424.
bilza
ORIGINALITY REPORT

16 %
SIMILARITY INDEX
16%
INTERNET SOURCES
0%
PUBLICATIONS
10%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
library.unisel.edu.my
Internet Source 9%
2
dokumen.pub
Internet Source 4%
3
www.brainscape.com
Internet Source 1%
4
slideplayer.com
Internet Source 1%
5
documents.mx
Internet Source 1%
6
Submitted to California Virtual Campus
Region IV
<1 %
Student Paper

7
cgtiazonline.org
Internet Source <1 %
8
Submitted to New York Institute of
Technology
<1 %
Student Paper

9
Submitted to Marquette University
<1 %
Student Paper

10
study.emergencyaustralia.com.au
Internet Source <1 %

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography Off

Anda mungkin juga menyukai