Anda di halaman 1dari 6

ETIKA PERGAULAN MUDA-MUDI

PENDAHULUAN
1. Cara pendekatan masalah :
a. Bukan informasi
b. Sikap hati (attitude) dalam pendekatan :
Keluaran 3 : 5; Yosua 5 : 15.

2. Dua sikap yang salah terhadap masalah cinta dan sex :


2.1 Falsafah kaum Victorian : “sexless love”
2.2 Prinsip cinta “The New Mortality” :”loveless sex”
3. Pandangan Alkitab :
3.1 Mengapa Allah menciptakan sex ?
Pertama : Kejadian 1:28 - prokreasi atau re-produksi
Kedua : Kejadian 2:18 - persekutuan yang memberi
Kejadian 2:24 kelengkapan
Ketiga : Kejadian 1:26,27 - Persekutuan pria-wanita adalah refleksi
Pesekutuan ke Allah-an.
Cf. : “….menurut gambarnya”.
3.2 Alkitab mengajarkan, bahwa tubuh itu sendiri tidak bersifat dosa. Itulah sebabnya,
Tuhan Yesus datang ke dunia ini dalam tubuh manusia.
Yohanes 1 : 14
Kolose 1 : 19; 2 : 9.
I Korintus 6 : 19,20.

4. Pembicaraan tentang cinta, pacaran dan sex bukan sesuatu yang tabu.
Namun sebagai orang Kristen, kita terpanggil untuk memahami dalam terang Alkitab,
sebagaimana Allah merencanakannya ketika Ia menciptakan manusia.

Dalam uraian berikut ini kita akan mempelajari, bagaimana Alkitab mengoreksi dua sikap
yang salah di atas : cinta tanpa sex pada kaum victorian dan sex tanpa cinta pada “The
New Morality”.

1. CINTA
1.1 Apakah cinta itu ?
a. Macam-macam konotasi kata “cinta”
b. Etimologi cinta (dalam bahasa Indonesia) dan sebuah konsep.
c. Cinta yang berfaset ada 4 :
(1) Stergo
(2) Philio
(3) Eros
(4) Agape
d. Batu Ujian cinta.
Walter Trobisch (dalam bukunya “I married you”) menunjukan 6 batu ujian cinta.
Berikut ini adalah uraian tentang ke-6 batu ujian itu namun dengan tekanan
yang sedikit berbeda dengan Trobisch :
1. Ujian untuk merasakan sesuatu bersama-sama :
Herman Oeser : “Mereka yang ingin berbahagia (sendiri), janganlah
mencintai. Karena yang terpenting dalam mencintai
adalah membuat sang partner berbahagia.
Mereka yang ingin dimengerti oleh partnernya,
janganlah mencintai . karena yang terpenting di sini
adalah mengerti partnernya”.
2. Ujian ketahanan mental atau ujian perspektif :
Salah satu ciri ketahanan mental adalah penguasaan diri (Galatia 5:23).
Cf. : I Korintus 13- ‘ Kasih itu sabar”
Cinta menempatkan dorongan seksual ke dalam satu perspektif :
perkawinan.
Perkawinan menjamin “home” bagi buah cinta : anak-anak yang kelak
dianugerahkan Tuhan.
3. Ujian kebiasaan :
Ingat, orang yang dicintai adalah seorang manusia : ia mempunyai pribadi,
dengan segi-segi positif dan negatifnya.
Pemuda-pemudi tidak seharusnya bermanipulasi dengan menutupi cacat-
celanya.
Ilustrasi :
Apabila menghadapi kesulitan dalam usaha mengubah/memperbaiki sang
partner :
Attitude yang tepat :
Doa 7 kata : “Ubahlah partner saya melalui perubahan saya sendiri”.
4. Ujian Perselisihan :
Ilustrasi : Pendeta dan sepasang calon pengantin.
Yang penting, bukanlah bahwa kedua orang yang saling mencintai itu tidak
pernah berselisih, melainkan apakah mereka mampu menyelesaikan
perselisihan mereka.
Kemampuan ini harus dilatih sebelum keduanya mengambil keputusan
untuk kawin. Latihan ini menyebabkan mereka “terangkat ke tempat yang
lebih tinggi, sehingga mampu melihat horizon yang lebih luas”.
5. Ujian Penghargaan :
Cinta akan bermuara ke dalam perkawinan. Dan perkawinan (Kristen)
adalah untuk seumur hidup.
Peringatan :
Sang pria, kekasih yang gagah itu akan menjadi seorang kakek
Sang gadis, buah hati yang jelita akan menjadi seorang nenek.

Beberapa prinsip dalam saling menghargai :


Pertama : Menghargai seorang partner sebagai pribadi (yang utuh).
Lukas 2 : 52
Aspek fisik
Aspek mental
Aspek spiritual
Aspek sosial
Kedua : Saling membantu dalam memelihara kesucian.
(Mazmur 119 : 9 – 11)
Peliharakan diri dari “double standard”
Ketiga : Rela berkorban bagi sang kekasih.
Berkorban berarti memberi :
Mazmur 37 : 5 “Serahkanlah segala hidupmu kepada
Tuhan...”
Yohanes 3 : 16 “Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan ....”
Keempat : Menahan diri dari keinginan untuk menguasai sang partner.
Cf. : Dr. Howard Hendricks tentang homoseks dan
lesbianisme yang merajalela di kalangan muda-mudi
sebagai akibat dari apa yang disebutkan ayah yang “zero in
leadership” dan ibu yang merupakan “dominate
aggressivesmothering mother”

6. Ujian Ruang dan waktu.


Ujian ruang : punya pacar di beberapa kota sekaligus?
Ujian waktu : jatuh cinta pada pandangan pertama?

RENUNGAN : I Korintus 13
2. S E X

2.1 Apakah sex tidak merupakan batu ujian bagi cinta?


Bentuk-bentuk lain dari pertanyaan ini :
a. Apakah tidak perlu ada semacam “test of love?”
Bukankah sebelum orang membeli buah, ia harus mengecapnya dahulu?
b. Kalau memang kami saling mencintai sekarang, mengapa harus
menunggu?
c. Bukankah kami akan kawin nanti? Mengapa tidak boleh sekarang?
Penganut The New Morality memperkenalkan “kawin percobaan”
Maksudnya :

Prakteknya : Percobaan itu tidak pernah berakhir.


Sebenarnya apa yang disebut The New Mortality itu adalah the old immortality” :
Kejadian 6: 1-3 Cf. : Matius 24 : 37-39
Kejadian 19
II Samuel 13 :
(1) Ayat 1-3 - Eros tidak dengan sendirinya jahat
(2) Ayat 3-6 - Yonadab : personifikasi The New Mortality (atau
lebih dapat dikatakan The Old Immortality)
(3) Ayat 12-13 - Tamar : mewakili nilai-nilai The Old Immortality
(Biblical Morality)
(4) Ayat 9-11 - Kesalahan Tamar : tidak waspada
(5) Ayat 14-15 - Eros berubah menjadi benci
(6) Ayat 22, 28-29 - Akibat yang tragis
Cf. : II Samuel 15-18
Seks seperti lampu tembok : apabila sumbunya di putar terlalu tinggi maka
nyalanya besar, sehingga mengeluarkan asap hitam yang mengotorkan seluruh
ruangan. Tetapi apabila sumbu itu di atur sedemikian rupa, nyalanya akan memberi
terang pada seluruh ruangan.
Dua perbandingan :
Pertama : Kidung Agung 8 : 6 “Cinta kuat seperti maut”
CINTA = MAUT
Cinta tidak dapat dicoba lebih dahulu, sama halnya dengan
maut atau kematian : orang tidak dapat “mencoba mati”
dengan cara tidur nyenyak.
Kedua : Sex dalam hubungannya dengan cinta sama halnya dengan
terjun payung : orang tidak dapat naik ke atas bubungan
rumah lalu terjun degan parasut (payung udara) nya, Ia
harus naik pesawat udara, lalu dari ketinggian tertentu ia
dapat terjun. Ketinggian tertentu itu adalah perkawinan.

2.2 Kalau sex tidak dapat dijadikan batu ujian cinta, bagaimana hubungan antara
keduanya?
a. Cinta dan sex harus dilihat hubungan perkawinan : Kejadian 2 : 21-25.
(1) Beberapa prinsip dasar :
Perkawinan adalah lembaga pertama yang dibentuk Allah.
(2) Pemahaman terhadap Kejadian 2 : 24
Tiga “kata kunci”
Meninggalkan :
Bersatu :
Menjadi satu daging :
ILUSTRASI :

PERKAWINAN PERKAWINAN

KOSONG
Kesetiaan kesetiaan

CINTA SEX CINTA SEX


Kemesraan Kemesraan

b. Beberapa pertimbangan lebih lanjut, mengapa hubungan pra-nikah (sexual pre-


marital) itu salah? Berikut ini adalah beberapa alasan seperti dirangkumkan oleh
Dr.Hebert J. Miles dalam bukunya yang sangat terkenal. “Sexual Understanding
Before Marriage” (1975). Halaman 48-59 :
(1) Keberatan pertama yang paling konkrit adalah bahaya kehamilan di luar
pernikahan :
(a) akibat fisik :
(b) akibat psikis :
(c) akibat sosial :
(2) Berkembangnya penyakit kelamin.
(3) Hubungan pra-nikah membawa pengaruh yang merusak terhadap sikap dan
konsep muda-mudi tentang sex :
(4) Tuduhan dari hati nurani dan rasa bersalah yang mendalam karena
hubungan pra-nikah, cenderung merusak niat dan penghargaan pasangan
yang berpacaran :
(5) Hubungan pra-nikah menimbulkan dan bahkan terus meningkatkan rasa
takut, kecurigaan dan “ketidak-percayaan” terhadap sang partner.
(6) Hubungan pra-nikah biasanya didorong oleh sifat-sifat yang tidak stabil, a-
sosial atau egoistis dan kadang-kadang juga disebabkan oleh gangguan
saraf :
(7) Hubungan pra-nikah merusak hakikat bulan madu dan menjadikannya tidak
bernilai, karena bulan madu sesungguhnya memberi makna pertama
terhadap pengertian “satu tubuh” :
(8) Hubungan pra-nikah menyebabkan pasangan yang bersangkutan
kehilangan kesempatan untuk belajar bersama. Dengan menanti sampai
pernikahan, maka pasangan yang bersangkutan belajar untuk
menyesuaikan diri baik secara fisik/seksual, maupun secara
psikis/emosional, dalam keadaan tenang dan terlindung oleh status nikah
mereka :
(9) Hubungan pra-nikah merusak kesempatan untuk belajar mengendalikan diri,
padahal pengendalian atau penguasaan diri (sifat buah roh yang ke-9,
Galatia 5 : 23a) menghasilkan pernikahan yang berbahagia.

c. Bagaimana dengan seorang yang sudah terlanjur?


Perhatikan segi-3 kedua dalam ilustrasi di atas.
Kosong :
Yesus Kristus adalah Juruselamat, juga bagi mereka yang demikian :
Mazmur 103 : 12
Yeremia 31 : 34
Mikha 7 : 19

2.3 Siapakah yang harus menarik garis batas ? Pemuda atau Pemudi ?
Beberapa fakta :
a. Apabila dua orang muda-mudi yang mengira bahwa mereka sedang jatuh cinta
mendapat kesempatan tanpa batas untuk menyatakan dorongan cinta, maka tidak
ada yang dapat menghalanginya : iman, intelek, akal sehat, kemauan dan
sebagainya.
b. Tuhan telah menciptakan wanita dengan kemauan yang lebih besar dalam
mengendalikan dorongan seksual dibandingkan dengan pria.
c. Kalau terjadi sesuatu “keterlanjuran”, maka pihak wanitalah yang paling menanggung
resikonya : hamil, melahirkan/menggugurkan dan sebagainya.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka pertanyaan di atas harus di jawab sebagai berikut
:

a. Pemuda :

b. Pemudi :

3. PACARAN

3.1 Etimologi dan sebuah konsep.


Pacar = Bunga
a.
b.
c. Bunga di taman : Hidup, karena ada hubungan dengan sumber yang memberinya
hidup.

Berpacaran, berarti menjadi pemelihara taman :


a. memelihara, memupuk, menjaga
b. menanti dengan sabar
c. mempunyai iman, bahwa Tuhanlah menumbuhkan dan mengembangkan.

3.2 Bilamanakah seseorang dapat memulai berpacaran?


Umur : relatif (Pertimbangkan kedewasaan : fisik, mental-emosi, rohani, sosial
ekonomi).
Kalau masa berpacaran merupakan persiapan ke arah pernikahan, maka
persiapan-persiapan itu mencakup :
a. Persiapan fisik :
b. Persiapan mental :
c. Persiapan sosial-ekonomi :
d. Persiapan rohani :

3.3 Pedoman dalam berpacaran : Rahasia sukses.


Dalam bukunya “Sexual Understanding Before Marriage” (1975) yang telah kami
sebutkan, Hebert J. Miles memberikan “catur-rangkai pedoman” sebagai berikut :
a. Waktu yang tepat
b. Tempat yang tepat
c. Pengertian yang tepat
d. Penguasaan diri secara tepat
Waktu yang tepat dan tempat yang tepat :
Hindari sikap “ingin pamer”.
Cinta adalah sesuatu yang bersifat pribadi, membutuhkan kehalusan dan
apresiasi.
Pengertian yang tepat :
Kedua pihak harus mengerti, bahwa ciuman misalnya adalah pernyataan
terbatas dari cinta dan bersifat pribadi. Mereka harus menyadari, bahwa
berciuman merangsang dorongan seksual dan itulah sebabnya dibutuhkan
penguasaan diri kedua belah pihak.
Penguasaan diri secara tepat :
Hindari keinginan untuk “berduaan” tanpa orang-orang lain, karena orang yang
kuat imannya sekalipun dapat “lupa daratan”.
Penguasaan diri itu tidak boleh merupakan usaha yang sia-sia : sukses dalam
penguasaan diri mulai ketika langkah pertama berhasil digagalkan.
3.4 Bagaimana dengan “ciuman selamat malam”.
Jawaban bagi pertanyaan di atas adalah melalui pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Bagaimana saudara menilai ciuman ini ?
b. Apakah saudara mengucapkan selamat malam selalu dengan cara ini, tiap kali
saudara mengantar pulang seorang gadis/diantar pulang seorang pemuda?
c. Berapa banyak waktu yang saudara pakai untuk “mengucapkan” selamat
malam dengan cara yang istimewa ini?
d. Apakah kesepian malam tidak akan membantu menciptakan situasi yang
menyebabkan saudara dan pacar saudara akan hilang penguasaan diri?
Ilustrasi :
Cf. : : Efesus 6 :12,13; Galatia 5 : 23.

3.5 Berpacaran dengan orang tepat.


Masalah ini menyangkut kebijaksanaan dalam hal memilih. Ujilah pilihan Saudara
dengan bertanya pada diri :
a. Apakah dia seorang yang mengasihi Tuhan dan mencintai firmanNya ?
Cf. : Bilangan 25 : Murka Tuhan karena orang Israel berzinah
dengan wanita-wanita Moab. Hal ini menyangkut masalah ritus.
Bilangan 22-24 : Latar belakang.
Bilangan 31 : 8,16 : Akibat yang menyedihkan
b. Apakah dia seorang yang mendorong saya bersaksi bagi Tuhan ?
c. Apakah dia seorang yang memberi inspirasi untuk maju dan menambah
kegairahan untuk bekerja dan belajar ?
d. Dapatkah saya berpacaran dengan dia, padahal hati kecil saya mengakui
bahwa kami tidak mungkin kawin karena alasan-alasan tertentu ?
e. Dapatkah saya memberi pengaruh positif dalam hidupnya ?
f. Apakah kami saling menghargai, sebagaimana layaknya penghargaan terhadap
seorang pribadi ?
g. Dapatkah kami berdua “berbagi pelayanan” untuk memperkaya kehidupan
rohani dan mengembangkan “berbagai potensi” yang dianugerahkan Allah bagi
kami ?

3.6 Pentingnya iman dalam masa pacaran.


a. Kehidupan Kristen adalah kehidupan berdasarkan iman :
Ibrani 11 : 6
I Petrus 5 : 7
b. Iman berarti menanti waktu Tuhan.
c. Mazmur 37 : 7- “Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia”.
Dalam penantian itu :
(1) Biarkan Tuhan menyelenggarakan hidup saudara. Kehidupan Kristen itu
bukan saja sulit, melainkan juga mustahil. Hanya ada seorang yang mampu
menjalankan kehidupan Kristen : Tuhan kita Yesus Kristus. Karena itu
biarkanlah Kristus hidup di dalam dan melalui hidup Saudara.

Anda mungkin juga menyukai