Ayat 3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara
kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.
Ayat 8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan.
Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,
pacaran berasal dari katan dasar pacar yang berarti pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang
tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Sehingga pacaran adalah proses perkenalan
antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju
kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.
Sebagai anak muda, merupakan hal yang wajar apabila kita memiliki ketertarikan kepada lawan jenis, atau
mungkin menjalin hubungan dengan seseorang sebagai pacar kita. Tuhan menciptakan kita sebagai
makhluk yang memiliki rasa saling mengasihi. Tujuannya adalah supaya kita dapat saling mengasihi, baik
mengasihi Tuhan, keluarga, kerabat, teman, dan pasangan (pacar). Namun, ketika kita berpacaran, bukan
berarti kita memiliki kebebasan untuk melakukan apa pun yang kita mau.
Saat ini, banyak anak muda yang salah mengartikan arti cinta dalam berpacaran. Saat ini, cinta sering
dihubung-hubungkan dengan berpelukan, ciuman, bahkan melakukan hubungan yang sepantasnya
dilakukan oleh pasangan suami istri. Akibatnya, tidak sedikit anak-anak muda yang jatuh dalam dosa
percabulan. Lalu, bagaimanakah dengan kita?
Firman Tuhan dalam Efesus 5:2-3, 8 telah berbicara banyak kepada kita. Tuhan mengatakan bahwa
sebagai manusia, kita harus saling mengasihi karena Yesus telah mengajarkan dan memberikan teladan
kepada kita tentang kasih. Namun, ketika kita mengasihi seseorang sebagai pacar, kita harus bisa
membedakan mana wujud kasih yang benar dan yang tidak benar menurut Alkitab. Orang-orang dunia
yang tidak mengenal Yesus sering menghubungkan cinta dengan ciuman, pelukan, seks, dan hal-hal lain
yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Namun, tidak demikian dengan kita. Alkitab mengajarkan bahwa
kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, dan masih banyak lagi
seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 13:4-7.
Dalam berpacaran, ada hal yang harus kita perhatikan agar kita mengetahui mana pacaran yang sesuai
dengan iman kita (Kristen) dan mana yang tidak. Hal tersebut antara lain :
Tahap Perkenalan : suatu tahapan di mana dua pribadi berusaha untuk saling mengenal satu sama
lain. Bagi pria dan wanita yang sudah saling kenal sebelumnya, proses saling mengenal itu lebih
cepat.
Tahap Penjajakan : pria dan wanita saling berusaha untuk mengenali kebiasaan, dan sifat-sifat.
Dari situ mereka dapat saling mengetahui apa mereka beruda saling tertarik dan mau saling
berhubungan lebih dekat.
Tahap Pendekatan : kedua individu berusaha untuk saling menerima satu sama lain, yang akhirnya
menampakan ada rasa ingin lebih dekat lagi.
Tahap Kesepakatan : hubungan kedua individu yang berlainan tersebut bukan lagi sekedar kenal,
bukan lagi sekedar bersahabat, melainkan melangkah dalam kesepakatan untuk menikah.
Akan tetapi dalam hubungan berpacaran, seringkali anak-anak remaja jatuh ke dalam dosa seks.
Dengan kata lain melakukan seks di luar nika. Berbuat seoalh-olah sudah suami istri, atau
menganggap “dunia ini milik kita berdua” dan kurang memperhatikan teman-teman lain yang ada
di sekitarnya. Selain itu dalam berpacaran sering juga terhalang karena faktor orang tua tidak
setuju, misalnya karena perbedaan suku/budaya, adanya perbedaan pendidikan. Oleh karena itu
dalam berpacaran perlu adanya keterbukaan dan pengenalaan yang lebih mendalam lagi
mengenai latar belakang seseorang yang akan dijadikan pacar. Selain itu terdapat juga masalah-
masalah yang lebih khusus lagi, misalnya cemburu. Hal itu boleh saja terjadi untuk menandakan
ada rasa cinta. Tetapi jika berlebihan akan mengakibatkan hal yang sangat fatal. Saling menerima
satu sama lain, bukan yang didasarkan pada nafsu (cinta erotis) melainkan didasarkan pada kasih
Ilahi.
Jadi, pacaran yang sehat sesuai Firman Tuhan itu seperti apa? Kalau kita mengerti bahwa kita adalah
manusia yang berdosa sehinga mudah dikuasai oleh hawa nafsu, maka usahakan jangan berduaan di
tempat sepi atau bahkan liburan berdua. Menghargai seks sebagai suatu anugerah yang harusnya dilakukan
oleh pasangan yang sudah menikah. Menjadikan pasangan sebagai sahabat baik yang saling mendukung
satu sama lain. Mencintai kepribadiannya dan bukan fisik ataupun materi yang dimiliki. Beberapa syarat yang
harus dimiliki baik pria ataupun wanita seperti Adam dan Hawa (Kejadian 2:23-25). Pria: memiliki visi, mampu
menjadi pemimpin atau menjadi kepala keluarga yang baik, dan bertanggung jawab. Wanita: memiliki
kecantikan batin, pendukung, lemah lembut, tenang dan tidak mudah khawatir. Secara keseluruhan,
pasangan yang baik adalah pasangan yang memiliki kasih sejati di dalam hidupnya.
1 Korintus 13:4-5, Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri
dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Ia tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Masing-masing dari kita harus mengaplikasikan sifat-sifat tersebut, sehingga kita mampu menjadi pasangan
yang penuh kasih sesuai dengan apa yang baik di mata Tuhan.