Anda di halaman 1dari 12

I.

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


A. HIPERTENSI KRONIS
Hipertensi kehamilan dibawah 20 minggu
Obat pilihan; nifedipin oral 5-10 mg bisa 8x/24 jam, bika tidak respons setelah 10 menit, bisa
diberikan nifedipin oral 5 mg sublingual
Bisa juga dberikan labetolol 10 mg oral, jika tidak respons setelah 10 menit, berikan lagi
labetolol 20 mg oral

B. HIPERTENSI GESTASIONAL
- TD 140/90
- Kenaikan diastolik 15 mmHg atau > 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran jarak 1 jam
- Protenuria (-), kehamilan > 20 minggu, tanpa disertai gangguan fungsi organ

C. PREEKLAMPSIA
- PE without severe: protenuria +1
- PE berat : TD >160/110, serta tanda lain seperti protenuria +2, oliguria, hiperrefleksia,
gangguan fungsi penglihatan nyeri epigastrium
- Multiorgan terlibat seperti otak, ginjal, hepar, koagulasi
- Protenuria >300mg/24 jam; protein/ kreatinin ratio >0.3; > +1 dipstick
- Atau kegagaln fungsi organ seperti thrombocytopenia (<100.000), insufisiensi ginjal (Cr
>1.1), gangguan fungsi hati, edema pulmonal, gangguan cerebral atau penglihatan,
gangguan sirkulasi plasenta seperti oligohidramnion, IUGR.

FAKTOR PREDISPOSISI
- Usia
- Paritas
- Ras
- Genetik
- Gizi
- Perilaku
- Hiperplacentosis
- Penyakit HT Ginjal, DM

PATOFISIOLOGI
1. Faktor Imunologi
2. Faktor genetik
3. Faktor invasi tropoblast
4. Faktor inflamasi
5. Faktor endotel vaskular

PREEKLAMPSIA BERAT
Gejala
- Gangguan penglihatan/pandangan kabur, sakit kepala, gangguan mental
- Gangguan liver, nyeri epigastrium
Tanda
- TD >160/110 2x dalam selang 4 jam
- Eklampsia (koma)
- Edema pulmonal
- CVA
- Kebutaan

Laboratorium
Trombocytopenia (<100.000)
Oliguria (<500ml/24 jam)
Hepatoselular injury (> 2x normal)
Gagal fungsi ginjal (Cr >1.1)
HELLP sindrom
Coagulopathy

NOTE: Protenuria +1 = 0,3 gr/L; +2 = 1 gr/L; +3 = 3 gr/L (RCOG)

TATALAKSANA
A. PE without severe
Manajemen ekspektatif utk kehamilan < 37 minggu dilakukan evaluasi maternal dan janin:
1. Evaluasi gejala ibu dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
2. Evaluasi 2x TD dalam seminggu
3. Evaluasi trombosit dan fungsi lover tiap minggu
4. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin dianjurkan 2x seminggu
5. Jika didapatkan tanda PJT, evaluasi menggunakan doppler velocitometry terhadap arteri
umbilikalis

Untuk PE pada kehamilan > 37 minggu, segera dilahirkan atau terminasi

PREEKLAMPSIA BERAT
- Rawat inap, evaluasi gejala, DJJ, cek laboratorium
- Stabilisasi, pemberian MgSO4 profilaksis
- Bila < 34 minggu, jika didapatkan tanda2 eklampsia, edema paru, DIC, HT berat, Gawat
janin, solusio plasenta, IUFD, janin tidak viabel maka beri kortikosteroid, lalu diterminasi 48
jam setelahnya
- Bila didapatkan juga gejala persisten, HELLP sindrom, PJT, gamgguan renal berat,
oligohidramnion berat, bisa dberikan inj. dexamethason 2x6 gr I.M atau 1x12 mg I.M
bethametason 2x24 jam
- Bila tidak ada gejalanya, bisa dievaluasi di kamar bersalin selama 24-48 jam, stop MgSO4,
profilaksis 1x24 jam, pemberian anti HY jika TD >160/110 mmHg, pematangan paru 2x24
jam, evaluasi maternal fetal berkala

PEMBERIAN MgSO4
MgSO4 40% 10 cc (4 gr) diencerkan menjadi 20 cc bolus i.v atau MgSO4 20% 20cc bolus i.v
dalam waktu 5-10 menit atau 4 gr MgSO4 dalam larutan kristaloid 100cc selama 15-20 menit

Dilanjutkan MgSO4 40% sisa 15cc (6 gr) dalam RL 500 cc dalam waktu 6 jam atau 28 tpm
Atau 10 gr I.M (5 gr boka boki), maintenance dose 5gr tiap 4-6 jam boka boki
Atau10 gr dalam 500 cc kristaloid dberikan 1-2 gr/jam (20-30 tpm)

Dosis tambahan bila ada kejang berulang bisa dberikan 2 gr MgSO4 15 menit setelah dosis
terakhir

Syarat pemberian MgSO4:


1. Ada refleks patela
2. RR >16x/menit
3. Produksi urine > 30 ml/jam atau >500 cc/24 jam
4. Ada antidotum Ca glukonas

KRITERIA TERMINASI
FAKTOR MATERNAL
HT berat tidak terkontrol
Gejala PEB tidak berkurang
Penurunan fungsi ginjal progresif
HELLP sindrom
Edema paru
Eklampsia
Solusio plasenta
Ketuban pecah

FAKTOR JANIN
Usia kehamilan 34 minggu
PJT
Oligohidramnion persisten
Profil biofisik < 4
Deselerasi lambat pada NST
Doppler umbilikalis: reversed end diastolic flow
IUFD

PENCEGAHAN
1. Pemberian aspirin dosis rendah 80-150 mg
2. Pemberian kalsium 1.5-2 gr/ hari

KOMPLIKASI
1. Eklampsia
Gambaran klinik:
Kejang tonik klonik
Durasi 30-60 detik
Sering disertai gangguan kesadaran
Kadang disertai aura sebelum kejang

Penanganan eklampsia:
- Stabilisasi
- ABC harus terjamin
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan asidemia
- Melahirkan janin pada saat dan cara yg tepat
- Pasien di ruang isolasi, sisipkan sudip lidah, kepala diletakkan lebih rendah mencegah
aspirasi, fiksasi badan dengan ikatan kendor, rail tempat tidur dikunci
- TERMINASI; selambatnya 4-8 jam setelah keaadan berikut:
Pemberian obat kejang terakhir
Kejang terakhir
Pemberian anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar

2. HELLP sindrom
Klasifikasi Missisippi
Class 1
Trombosit < 50 rb
Serum LDH > 600 rb IU/L
SGOT atau SGPT > 40 IU/L

Class 2
Trombosit > 50 rb sampai < 100 rb
Serum LDH > 600 rb IU/L
SGOT atau SGPT > 40 IU/L

Class 3
Trombosit >100 rb sampai < 150 rb
Serum LDH > 600 rb IU/L
SGOT atau SGPT > 40 IU/L

Semua hellp sindrome harus dilakukan terminasi kehamilan, yaitu injeksi dexa 2x10 mg
iv/ 24 jam, tappering down 2x5 mg bila trombosit > 100 rb atau LDH turun

3. Edema paru
4. CVA
5. Fetal distress
6. IUGR
7. Oligohidramnion

D. SUPERIMPOSED PREEKLAMSIA
Hipertensi kronik yang muncul tanda-tanda PE

II. PERDARAHAN POST PARTUM


 Kehilangan darah dari saluran genitalia 500 ml setelah persalinan
pervaginam dalam 24 jam setelah melahirkan
 Atau 1000 ml pada SC dalam 24 jam setelahnya
Perdarahan postpartum dibagi 2, yaitu:
1. Primer (<24 jam)
70% disebabkan oleh atonia uteri (kegagalan uterus untuk berkontraksi
secara adequate setelah bayi lahir)
2. Secondary (> 24 jam – 6 minggu)
Disebabkan oleh sisa plasenta, infeksi atau keduanya yang bisa
menyebakan syok hemoragik

ETIOLOGI
- TONUS : Kontraksi Uterus
- TISSUE : Sisa plasenta
- TRAUMA : laserasi, ruptur uterus
- THROMBIN/Clotting: Koagulopati

A. Tonus
- Uterus overdistended (bayi besar, polihidramnion, gemelli)
- Atonia uteri (kelelahan otot uterus akibat persalinan lama.
- Infeksi intraamnion
- Gangguan anatomi/fungsional uterus (mioma uteri)

B. TISSUE
- Sisa plasenta
- Abnormal placenta
- Plasenta previa/solusio placenta
- Blood cloth atau kotiledon yang tertinggal

C. Trauma
- Cervix, vagina, perineum laserasi
- Laserasi post SC
- Ruptur uterus
- Inversio - uterus

D. THROMBIN/COAGULOPATI

FAKTOR RESIKO
- Usia ibu >35 th
- Obesitas BMI > 30
- Grande multipara
- Abnormalitas uterus
- Kelainan darah ibu
- Riwayat PPH atau retensio plasenta sebelumnya
- Anemia < 9 gr/dL
- Overdistensi uterus
- IUFD

FAKTOR RESIKO INTRAPARTUM


- Partus presipitatus (partus cepat)  Trauma/Tone
- Persalinan memanjang  Tone/Tissue
- Korioamnionitis
- Penggunaan oksitosin berlebihan (induksi, augmentasi)
- Emboli cairan amnion
- Inversio uterus
- Trauma saluran genital
- Persalinan pervaginam dibantu (vakum atau forsep)
- Seksio Cesarea

FAKTOR RESIKO POSTPARTUM


- Sisa konsepsi baik plasenta, kotiledon, selaput, atau bekuan darah
- DIC
- Hipotonia yang diinduksi obat
- Distensi kandung kemih yang mencegah kontraksi uterus
-

A. TONUS (ATONIA UTERUS)


- Dilakukan masase uterus dan pemberian uterotonika (oxytocin)

B. TISSUE
- Sisa plasenta, cloth yg tertinggal
- Plasenta yg invasif seperti acreta atau perkreta, yang tidak bisa dibersihkan
dengan kuretase  Histerektomi

C. TRAUMA
- Persalinan dbantu alat
- Ruptur uterus
- SC
- Episiotomy mediolateral
- Ruptur perineal, vaginal, serviks

D. THROMBIN
- DIC
- Solusio plasenta
- Hemophilia
- Konsumsi antikoagulan
- Tatalaksana pemberian TC, FFP, faktor koagulasi V dan VIII

MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan vagina terlihat di luar, kadang bs perdarahan tersembunyi yang
berupa hematoma
2. Uterus membesar, karena terisi darah atau bekuan darah, terasa lembek
saat palpasi, yaitu tonus menurun, terasa lembek, dan distended.
3. Tanda2 syok

PENCEGAHAN
- PPH tidak selalu dapat dicegah, insidensi dapat diturunkan melalui skrining
terhadap faktor resikonya

TATALAKSANA PPH
RIMT
R = Resusitasi
I = Infus 2 jalur

M= Monitoring KU, TTV


T= Team approach

- HAEMOSTASIS
- Help (meminta pertolongan)
- Assess (tanda2 vital, blood loss) dan Resusitasi
- Etiology (Cari penyebab, memastikan ketersediaan darah)
- Masase uterus
- Oxytocin infus/Prostaglandin IV/per rectal/IM
- Shift to theatre (persiapan operasi)/ kompresi bimanual
- Tampon uterus vagina, kondom kateter
- Apply compression suture/ jahit kompresi, teknik B-Lynch
- Systematic pelvic devascularization
- Interventional radiologist – jika diperlukan embolisasi arteri uterina
- Subtotal/total abdominal histerektomi

REKOMENDASI FIGO
MANAJEMEN AKTIF KALA III
- Uterotonic agent seperti oxytocin 10 IU 1M atau misoprostol 600 pg oral
- Regangan tali pusat terkendali
- Massase uterus setelah plasenta lahir

Jika PPH, kontol perdarahan, kompresi aorta abdominal, tampon uterus, pasang
IV line 2 jalur.

Jika masih terjadi perdarahan berlangsung, lakukan monitoring ABC


Oxytocin 20-40 IU/L IV alam infus, siapkan darah untuk transfusi, massase uterus,
pasang DC, cari penyebab perdarahannya.

Oxytocin/Carbetocin lini pertama  metil ergometrine/methergine 


misoprostol  prostaglandin

DOSIS OBAT OXYTOCIN DAN ERGOMETRIN


- Oxytocin ; Infus 20 IU dalam 1 L/cairan IV 60 tpm, dilanjutkan 20 IU dalam 1
L 40 tpm, maximal dosis < 3 L cairan berisi oksitosin 100 IU, jangan
diberikan secara bolus IV
- Metilergometrin : 0,2 mg IV lambat atau IM, lalu ulangi 0,2 mg, dosis
maksimal 1 mg. Tidak boleh pada hipertensi dan preeklampsia.

III. KETUBAN PECAH DINI/ PORM DAN PPROM

A. KPD preterm /PPROM


Pecahnya ketuban yg terbukti dengan vaginal pooling, nitrazin test, test fern atau IGFBP-
1 pada usia kehamilan 24 sampai <37 minggu
B. KPD aterm /PROM
Pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, nitrazin test
dan test Fen pada usia kehamilan > 37 minggu

Faktor Resiko
1. Status ekonomi rendah
2. Riwayat merokok
3. Riwayat IMS
4. Riwayat persalinan prematur dan atau KPD sebelumnya
5. Riwayat prosdur sirklase (jahitan pada portio) dan amniosentesis (penambahan cairan
ketuban)
6. Infeksi / inflamasi koriodesidua

Patofisiologi

Pecahnya keuban bisa terjadi karena faktor fisiologis dan patologis


Lapisan ketuban terdiri dari amnion dan korion. Korion berhubungan ke dinding rahim dan
plasenta.

Fisiologis saat aterm terjadi karena melemahnya membran disertai dengan kekuatan dari
kontrasi uterus dan menyebabkan robekan ketuban.

Ketuban pecah prematur biasanya disebabkan terdapat kerusakan di membran bukan karena
kelemahan mebran dimana terdapat percepatan dari proses pecahnya ktuban yg seharusnya
terjadi saat persalinan.

Pecahnya ketuban dapat terjadi karena mekanisme patologis yang disebabkan infeksi
intraamnion terutama pada KPD preterm sehingga membran janin bereaksi terhadap stimuli
seperti infeksi dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon yang merangsang aktifias Matrix Degrading Enzyme.

Daerah yang robek morfologinya berubah drastis dengan adanya pembengkakan dan kerusakan
jaringan kolagen fibrilar dengan lapisan yang padat, fibroblas dan spongy.

ETIOLOGI
1. Infeksi intrauterin : Streptoccus grup B, Stafilokokus Aureus, trichomonas vaginalis,
chlamydia trachomatis, Neisseria GO, Gardenerella Vaginalis
2. Apoptosis
3. Hormon PG, ES, Relaxin
4. Overdistensi uterus: Polihidramnion, gemeli, bayi besar

KOMPLIKASI
A. IBU
- Infeksi intrauterine: Koriomnionitis, endomiometritis, sepsi
- Tali pusat membumbung, solusio plasenta,kompresi tali pusat
- Meningkatkan angka SC
B. JANIN
- Persalinan lebih awal
- Neonatus menderita seperti necrotizing enr\terocoliti, gangguan neurologi,
perarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.

PENCEGAHAN
1. Skrining infeksi genital saat ANC (tanda infeksi seperti keputihan, nyeri BAK, demam)
2. Skrining keadaan overdistensi kehamilan ( polihidramnion, gemeli, bayi besar)
3. Segera rujuk apabila terjadi KPD

ALGORITMA TATALAKSANA
< 24 MINGGU
- Evaluasi pasien 24-48 jam, berikan antibiotik
- USG fetal tiap minggu
- Kortikosteroid (-)

Bisa diinduksi atau ekspektatif (SC)

24-34 MINGGU
- Manajemen ekspektatif/ranap
- Beri magnesium jika persalinan < 24 jam
- Beri korikosteroid
-
34-37 MINGGU
- Jika fetus matur, pertimbangkan induksi/manajemen ekspektatif
- Pertimbangkan kortikosteroid
- Berikan AB
- Konsul ahli fetomaternal bila curiga ada infeksi HSV, HIV, Hepatitis C
- Pengawasan dengan NST/CTG dan USG periodik
- Nilai maturitas fetus dengan penghitungan badan lamelar dari cairan amnion

>37 MINGGU
- Berikan antibiotik profilaksis
- Lahirkan

REKOMENASI UNTUK KPD


- Diagnosis KPD paling baik dari anamnesis dan pemeriksaan spekulum steril
- Pemeriksaan USG untuk konfirmasi KPD
- Ibu hamil harus dipantau tanda klinis korioamnionitis
- CTG untuk monitor takikardi fetal
- Tokolitik pada KPD preterm tidak direkomendasikan
- Eritromisin diberikan 10 hari pasca diagnosis KPD preterm
- Persalinan dilakukan setelah 34 minggu.

TOKOLITIK, KORTIKOSTEROID, ANTIBIOTIK IN PRETERM

- Nifedipine (CCB) 30 mg loading dose, lalu 10-20 mg setiap 4-6 jam (max dosis 180
mg per hari)
- Indometasin 50-100 mg loading dose, lalu 25-50 mg oral setiap 4-6 jam
- Terbutalin 0.25 mg Subkutan setiap 20-30 menit sampai 4 dosis, lalu 0.25 mg setiap
3-4 jam sampai konraksi uterus berheni selama 24 jam
- Progesterone bisa diberikan
-
Tujuan pemberian kortikoteroid
1. Untuk pematangan paru janin
2. Mengurangi resiko intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, neonatal
mortality, sepsis di 48 jam kehidupan
Bisa dexamethasone atau bethamethasone

Komplikasi pemberian steroid jangka panjang


- Pemberian lebih dari 4x bisa menyebabkan Cerebral palsy

HIPERTIROID PADA KEHAMILAN

PLASENTA PREVIA DAN AKRETA

SOLUSIO PLASENTA

ABORTUS

IUGR/PJT

INFEKSI PADA KEHAMILAN (TORCH DAN IMS)

KONTRASEPSI

PUA

Anda mungkin juga menyukai