Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM DAKWAH SUFISTIK ABAH GAOS DAN SYEKH


FATHURRAHMAN:ANALISIS PERBANDINGAN CORAK PEMAHAMAN TASAWUF
DAN FAKTOR KEBERHASILANNYA

Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perbandingan Sistem Dakwah

Dosen pengampu : Dr. Hajir tajiri ,M.Ag.

Oleh :

Dinda Permata Dewi Putri A 1214010052

Enong Aini 1214010053

Hanifah Ramdhania Muksodi 1214010063

Hilda Nuraeni 1214010070

Jihan Nurul Huda 1214010081

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kasih sayang Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul sistem dakwah abag gaos dan
syekh fatturahman dalam analisis perbandingan corak pemahaman tasawuf dan faktor
keberhasilannya

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak Dr. Hajir
Tajiri, M.Ag. pada mata kuliah Perbandingan Sistem Dakwah. Selain itu, makalah ini juga
bertujuanuntuk menambah wawasan tentang sistem dakwah abah gaos dan syekh fatturahman
dalam analisis Perbandingan corak pemahaman tasawuf dan faktor keberhasilannya

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Hajir Tajiri, M.Ag. selaku dosen
Perbandingan Sistem Dakwah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami tentang sistem dakwah abah gaos dan syekh fatturahman dalam
analisis perbandingan corak dan pemahaman tasawuf

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak ada gading yang tak
retak. Begitu pun makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung , 29 mei 2023

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Kata pengantar ..................................................................................................................................

Daftar isi ............................................................................................................................................

BAB I pendahuluan............................................................................................................................

A latar belakang .................................................................................................................................

B rumusan masalah ............................................................................................................................

C tujuan penelitian ............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................................

1. Abah Gaos ..............................................................................................................................


A. Biografi Abah Gaos .........................................................................................................
B. Sistem dakwah Abah Gaos ..............................................................................................
C. Faktor Keberhasilan .........................................................................................................
2. Syekh Fathurrahman ..............................................................................................................
A. Biografi syekh fathurahman.............................................................................................
B. sistem dakwah syekh faturahman ....................................................................................
C. Faktor keberhasilan
3. Analisis perbandingan corak pemahaman tasawuf ................................................................

BAB III PENUTUPAN......................................................................................................................

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sufistik dikenal sebagai tasawuf, adalah dimensi mistis atau spiritual dalam agama
Islam. Ia mengarah pada pencarian dan pengalaman langsung akan kehadiran Allah, serta
peningkatan kesadaran spiritual dan cinta kepada-Nya. Sufistik menekankan pada
pengembangan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan, serta transformasi
batiniah yang membawa mereka lebih dekat dengan kebenaran absolut. Sufistik melibatkan
praktik-praktik spiritual yang meliputi meditasi, refleksi diri, zikir (pengingatan terhadap
Allah), renungan, dan pengendalian diri. Tujuannya adalah untuk mencapai kesatuan
dengan Tuhan, mengatasi ego, dan menyingkap kebenaran yang lebih dalam. Para sufi atau
praktisi sufistik umumnya mengikuti jalur spiritual yang terstruktur dalam bentuk tarekat.
Tarekat adalah jalan atau metode tertentu yang dipimpin oleh seorang guru (murshid) yang
berpengalaman. Guru ini membimbing para murid dalam pencarian spiritual, memberikan
ajaran, nasihat, dan latihan-latihan yang relevan.Sufistik bukan hanya terbatas pada Islam,
tetapi juga ditemukan dalam tradisi sufi di berbagai agama seperti Islam, Kristen, dan
Bahá'í. Meskipun ada perbedaan dalam praktik dan terminologi antara tradisi sufistik di
berbagai agama, inti dari sufistik tetaplah pencarian akan kebenaran spiritual dan kesatuan
dengan Yang Maha Kuasa. Tujuan utama dari praktik sufistik bervariasi antara individu
dan kelompok sufistik yang berbeda, namun ada beberapa tujuan umum yang sering
ditemukan dalam praktik sufistik

B. RUMUSAN MASALAH
1. biografi abah gaos & sistem dakwah dan sufistik abah gaos
2. faktor keberhasilan dakwah abah gaos
3. biografi sykeh faturahman& sistem dakwah dan sufistik syekh faturrahman
4. keberhasilan dakwah sykeh faturahman

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk memahami biografi abah gaos &syekh fatturahman
2. Untuk memahami sistem dakwah dan sufistik abah gaos&syekh fatturahman
3. Untuk memahami keberhasilam dakwah abah gaos & sykeh fatturahman
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi dan sistem dakwah Abah Gaos


A. Biografi abah gaos

Syaikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul atau yang akrab disapa Pangersa Abah
Aos merupakan Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya
silsilah ke 38. Beliau lahir di Dusun Ciceuri, Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis
pada tanggal 1 September 1944. Sebelum berguru kepada Pangersa Abah Anom, beliau
memanfaatkan masa mudanya untuk mempelajari ilmu Agama di Pesantren Gegempalan, yang
pada kala itu dipimpin oleh Ajengan Iskandar Gegempalan, di pesantren ini Pangersa Abah Aos
menghabiskan waktu selama 10 tahun.Pendidikan formal Pangersa Abah Gaos hanya sampai SR.
SR dikenal pada zaman dahulu dengan sekolah rakyat. Namun karena ketekunannya mendalami
keilmuan akhirnya beliau senantiasa mampu menjawab pertanyaan bahkan sekelas guru besar
sehingga banyak diantara guru besar tersebut bertabarruk kepada Pangersa Abah Gaos dan ada di
antaranya menjadi wakil talqin.

Pada usia 13 tahun yaitu pada tahun 1957, beliau memulai kiprahnya menuntut ilmu agama
dengan memasuki Pesantren Gegempalan di Maparah Panjalu yang saat itu dipimpin oleh KH.
Iskandar Zainal Arifin. Di Pesantren ini, ternyata karakter seringkali melampaui rekan-rekan
sebayanya bahkan tidak jarang melampaui santi-santri senior. Hal ini terjadi karena diluar jadwal-
jadwal resmi pelajaran di Pesantren, Abdul Gaos muda seringkali mempelajari, mengikuti dan
banyak bertanya tentang ilmu-ilmu yang ingin diketahuinya. Di pesantren ini pula, beliau pertama
kali dididik ilmuilmu dasa kesalafiyahan dan intelektual serta ilmu organisasi. (Abdushomad, dkk.
2018:21).

Setelah delapan tahun merasakan suka-duka nya tinggal di Pesantren Gegempalan maka
pada tahun 1965, atas kehendak kyai nya beliau dimnita untuk menimba ilmu keagamaannya di
pesantren lain. Bahkan dengan bijak, gurunya memotivasi bahwa semua ilmu yang diajarkan di
Pesantren Gegempalan sudah habis diberikan kepada Abah Gaos muda. Menurut KH. Iskandar
Zainal Arifin (gurunya sewaktu di di Pesantren Gegempalan), Ajengan Gaos muda memang
termasuk santri yang sangat cerdas dan mempunyai keingintahuan yang sangat besar terhadap
pelbagai kajian ilmu. Bahkan ia seringkali melampaui santri-santri yang lebih senior dalam
mengadaptasi setiap pelajaran yang diberikan. (Abdushomad, dkk. 2018:22). Selepas dari
Pesantren Gegempalan, beliau kemudian melanjutkan pendidikan agamanya di Pesantren
Cinttawana Singaparna di Tasikmalaya yang merupakan salah satu pesantren yang termasyhur
kala itu bahkan sampai saat ini.

Pada waktu Abah Gaos menuntut ilmu di Pesantren itu, lembaga tersebut dipimpin oleh
KH. Isak Farid yang merupakan ulama cendikia yang terkenal akan keluasan ilmunya. Di
Pesantren Cintawana pun rupanya, kecerdasan dan kemampuan beliau nampak semakin matang.
Terbukti di pesantren ini pun, Abah Gaos muda seringkali mengasisteni materi-materi pelajaran
yang biasa 71 disampaikan oleh Kyai Isak. Abah Gaos menyelesaikan pendidikannya di Pesantren
Cintawana sampai pada tahun 1968. Walaupun hanya sebentar saja, Abah Gaos pun sempat
mendalami kemampuan Qiroatnya di Pesantren al-Quran Cijantung Ciamis. Itulah sebabnya,
mengapa dalam moment moment resmi di Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Gaos pun sering
didaulat oleh Pangersa Abah Anom untuk mengimami sholat di Mesjid Nurul Asror karena
lantunan suara Abah Gaos yang enak di dengar. Abah Gaos berguru dengan Abah Anom selama
40 tahun lebih. (Abdushomad, dkk. 2018: 24).

Di pesantren-pesantren yang pernah disinggahi oleh Pangersa Abah Gaos telah banyak
diceritakan oleh rekan-rekannya yang pernah sama-sama pesantren bahwa ada kelebihan-
kelebihan Abah Gaos telah terlihat dari sejak muda. Bahkan di usianya yang masih belia saat
Pesantren di Gegempalan, dirinya telah mampu menunjukkan ajag (sejenis anjing hutan) yang saat
itu sangat meresahkan masyarakat karena banyaknya hewan ternak yang dimangsa.

Dalam aspek pendidikan, Abah Gaos mampu melampaui santrisantri senior dalam
penguasaan ilmu yang diajarkan. Bahkan tak jarang, santri-santri senior pada akhirnya banyak
belajar pada Abah Gaos. Itu sebabnya di manapun Abah Gaos pesantren, senantiasa dijadikan
asisten oleh kyainya untuk mengajar santri-santri karena kepahamannya yang sudah menyamai
kyainya. (Abdushomad, dkk. 2018: 24) Seringkali Pangersa Abah Gaos menyampaikan kepada
para santri guna memotivasi bahwa apa yang dianugrahkan kepada beliau tidak datang tiba-tiba,
namun dengan sebuah proses yang cukup panjang terutama dalam menuntut ilmu. Menurut Beliau,
“ilmu itu didapat dengan sungguh-sungguh. Ilmu tidak mungkin didapat dengan cara enak-enakan
(Man Jadda Wajada). Harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Serta kesungguhan adalah kunci
keberhasilan

Santri harus melakukan Mujahadah memerangi hawa nafsu. Jika perang fi sabilillah, atau
bisa bermakan memerangi hawa nafsu. Jika 72 ingin mengikuti Pangersa Abah Gaos, belajar yang
sungguh-sungguh. Perangi hawa nafsu. Kalau makan, makanannya yang halal. Minumamnnya
yang halal serta sandalnya yang halal. Soal sandal hilang jangan dianggap masalah sepele.
Semenjak dahulu, orang memakai barang orang lain tanpa izin adalah ghosob.

Ilmu itu nurulloh, dan nurulloh itu memantul di hati seseorang. Tempatnya nurulloh adalah
hati. orang yang mencari ilmu itu harus punya hati yang bersih. Hati yang jernih itu bisa
diupayakan salah satunya dengan makanan yang halal, rumah yang halal, pakaian yang halal, dan
sandal yang halal. Ini jangan dianggap remeh. Perlu ada perubahan watak agar menjauhkan dari
hal-hal yang haram walau sedikit.

Pangersa Abah Gaos ketika menuntut ilmu, fokus. Cukuplah Allah yang menemani dan
malaikat. Dan cukuplah berteman kitab atau buku. Jadi orang yang sedang belajar, harus fokus
belajar. Supaya memprioritaskan ngaji. Pangersa Abah saat mesantren banyak melakukan
muthalaah kitab. Itu sebabnya, banyak melampaui santri-santri senior. Bahkan tidak sedikit santri
senior diajari oleh Abah ketika itu. Abah Gaos menyampaikan bahwa agar harus jadi orang yang
beda. Beda disini contohnya, yang lain tidur, ini dipakai melek untuk belajar. Yang lain pada
pulang ke rumah saat libur, ini tetap diam di pesantren untuk melakukan berbagai amaliyah dan
ilmiyah. (Abdushomad, dkk. 2018: 25-26) Jika mengalami kesulitan, tekuni terus dengan sabar.

Abah Gaos merupakan sosok yang memiliki andil besar terhadap pengikutnya. Tujuan dari
Abah Gaos sendiri ingin menjadikan pendidikan yang berbasis tarekat sebagai hamba yang selalu
dekat kepada Allah Swt melalui ajaran-ajaran yang diajarkan oleh guru-gurunya. Dengan begitu,
ikhwan yang telah baiat, 127 mengikuti perjanjian, seyogyanya untuk selalu bertakwa kepada
Allah Swt, menjalankan amaliyah-amaliyahnya dengan sebaik-baiknya, serta menjaga dirinya dari
hal-hal yang meruntuhkan penyakit rohani seperti dengki, sombong, riya, namimah dan lain
sebagainya.
B. Sistem dakwah sufistik abah gaos

Pada bidang dakwah bi al-hal, Abah Aos dikenal sebagai da’ i yang memiliki akhlaq
yang dicontohkan oleh Rosululloh SAW. Baik di lingkungan keluarga, masyarakat, pemerintah.
Wilayah aktivitas dakwah Tarekat (tasawuf) yang menjadi jalan hidupnya, Abah Aos
memperlihatkan kecemerlangan dakwahnya. Ia tercatat oleh lembaga Jam’ iyah Ahli Thoriqoh
Mu’ tabaroh An-Nahdiyah (JATMAN). (Wawancara dengan KH. Budi Rahman Hakim pada 11
Juni 2016) Sebagai Mursyid Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Suryalaya.

Abah Aos dikategorikan sebagai dâ ’ i yang sufi. Dâ ’ i sufi, nampak pada diri Abah
Aos. Abah Aos mampu menampilkan suasana dakwah yang santun dan adaptatif, tanpa harus
melepaskan prinsip dan substansi dakwah yang benar dan segar. Secara kasap mata, pelaksanaan
dakwah Abah Aos nampak biasa-biasa saja. Namun, pengaruhnya begitu besar terhadap mad’ u-
nya. Secara teoritis, salah satu faktor yang menentukan besar atau kecilnya pengaruh pemikiran
dakwah adalah pemilihan metode dan strategi yang tepat dalam aktivitas dakwah.

Pada setiap harinya kegiatan Abah Aos adalah mendidik para santrinya serta
masyarakatnya (Ikhwan TQNS) yaitu melakukan sholat berjamaah, wiridan, dzikir dan khotaman
dan Manaqiban yang rutin dilaksanakan sebagaimana yang telah dicontohkan di Pondok
Pesantren Suryalaya oleh Guru Muryid Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah Suryalaya (TQNS)
sebelumnya yaitu Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin. Di samping itu pula setiap harinya
banyak para tamu yang mengunjunginya untuk berkonsultasi baik masalah agama atau masalah
keduniawian baik dari dalam maupun luar negeri.

Dakwah sufi memiliki kohesifitas yang sangat erat antara dâ’I sufi dan mad’unya.
Bahkan dâ’I sufi, laksana dokter bagi mad’unya. Mad’u berbondong-bondong datang meminta
nasihat, doa, dan membawa berbagai masalah, yang mereka anggap dapat diselesaikan oleh sang
sufi tadi. Dâ’I sufi sebagaimana diurai terakhir, nampak pada diri Abah Aos. Abah Aos mampu
menampilkan suasana dakwah yang santun dan adaptatif, tanpa harus melepaskan prinsip dan
substansi dakwah yang benar dan segar. Secara kasapmata, pelaksanaan dakwah Abah Aos
nampak biasa-biasa saja. Namun, pengaruhnya begitu besar terhadap mad’u-nya. Secara teoritis,
salah satu faktor yang menentukan besar atau kecilnya pengaruhpemikiran dakwah adalah
pemilihan metode dan strategi yang tepat dalam aktivitas dakwah.Gerakan dakwah TQNS Abah
Aos dilihat dari segala bentuk upaya dalam berbagai dimensi dan aspek yang merupakan
himbauan untuk melakukan perubahan dari kedhaliman menuju keadilan, dari kebodohan kepada
kemajuan, menuju keselamatan dunia dan akhirat dalam ruang lingkup TQNS.

Gerakan dakwah TQNS Abah Aos akan didasarkan pada kerangka pemikiran dalam
penelitian yang berpijak pada teori tindakan yang dikemukakan oleh Max Weber bahwa teori
tindakan mengklasifikasi tindakan manusia menjadi empat macam : Zweck rational, yaitu tindakan
sosial yang melandaskan diri kepada pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika
menanggapi lingkungan eksternalnya (juga ketika menanggapi orang-orang lain di luar dirinya
dalam rangka usahanya menutupi kebutuhan hidup). Dengan perkataan lain, zweck rational adalah
suatu tindakan sosial yang ditunjukan untuk mencapai tujuan semaksimal mungkin dengan
menggunakan dana serta daya seminimal mungkin (dalam hal ini ingatlah hukum-hukum
ekonomi).Konsep dakwah TQNS Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al-Qodiri An-
Naqsyabandi Al-Kamil secara garis besar mengenai inti ajaran TQNterbagi dalam enam bahasan,
yaitu pemahaman tentang Wali Alloh, Pemahaman tentang Ilmu Amaliyah, Pemahaman tentang
Amal Ilmiyah, Pemahaman tentang Talqin, Pemahaman tentang Dzikrulloh dan pemahaman
tentang Syariat, Tarekat, hakikat dan ma’rifat.

Kemudian Sufistik dikenal sebagai tasawuf, adalah dimensi mistis atau spiritual dalam
agama Islam. Ia mengarah pada pencarian dan pengalaman langsung akan kehadiran Allah, serta
peningkatan kesadaran spiritual dan cinta kepada-Nya. Sufistik menekankan pada pengembangan
hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan, serta transformasi batiniah yang membawa
mereka lebih dekat dengan kebenaran absolut. Sufistik melibatkan praktik-praktik spiritual yang
meliputi meditasi, refleksi diri, zikir (pengingatan terhadap Allah), renungan, dan pengendalian
diri. Tujuannya adalah untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan, mengatasi ego, dan menyingkap
kebenaran yang lebih dalam. Para sufi atau praktisi sufistik umumnya mengikuti jalur spiritual
yang terstruktur dalam bentuk tarekat. Tarekat adalah jalan atau metode tertentu yang dipimpin
oleh seorang guru (murshid) yang berpengalaman. Guru ini membimbing para murid dalam
pencarian spiritual, memberikan ajaran, nasihat, dan latihan-latihan yang relevan.

Sufistik bukan hanya terbatas pada Islam, tetapi juga ditemukan dalam tradisi sufi di
berbagai agama seperti Islam, Kristen, dan Bahá'í. Meskipun ada perbedaan dalam praktik dan
terminologi antara tradisi sufistik di berbagai agama, inti dari sufistik tetaplah pencarian akan
kebenaran spiritual dan kesatuan dengan Yang Maha Kuasa. Tujuan utama dari praktik sufistik
bervariasi antara individu dan kelompok sufistik yang berbeda, namun ada beberapa tujuan umum
yang sering ditemukan dalam praktik sufistik. Berikut ini beberapa tujuan utama yang sering
dikejar oleh praktisi sufistik:

1. Mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan: Praktisi sufistik berusaha untuk
mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan, mengalami kehadiran-Nya,
dan merasakan cinta dan kasih sayang-Nya. Mereka ingin mencapai pemahaman dan
pengalaman langsung akan kebenaran spiritual.

2. Transformasi batiniah dan pemurnian diri: Sufistik berfokus pada transformasi batiniah,
yaitu mengatasi sifat-sifat negatif, ego, dan keinginan duniawi. Praktisi berupaya untuk
mengembangkan akhlak yang baik, kebajikan, dan kesalehan.

3. Mencapai kesatuan dengan Tuhan: Tujuan utama sufistik adalah mencapai kesatuan
(wahdatul wujud) dengan Tuhan. Praktisi ingin mengalami bahwa hakikat sejati dari diri
mereka adalah bagian tak terpisahkan dari Tuhan.

4. Pembebasan dari keduniawian dan hawa nafsu: Sufistik bertujuan untuk melepaskan diri
dari ikatan materi dan hawa nafsu, sehingga praktisi dapat mencapai kebebasan spiritual
dan kedamaian batin.

5. Menjadi teladan yang baik: Praktisi sufistik berupaya untuk menjadi teladan yang baik
dalam masyarakat, menunjukkan kasih sayang, kedermawanan, dan ketulusan dalam
perilaku dan hubungan mereka dengan orang lain.

6. Mengembangkan cinta dan kasih sayang universal: Sufistik mendorong praktisi untuk
mengembangkan cinta dan kasih sayang universal terhadap semua makhluk, tanpa
memandang perbedaan agama, etnis, atau status sosial.
7. Mencapai pemahaman dan pengetahuan spiritual yang mendalam: Praktisi sufistik
berusaha untuk mendalami makna-makna spiritual dan menemukan pemahaman yang
mendalam tentang tujuan hidup, makna kehidupan, dan hakikat eksistensi.

Tujuan ini mungkin bervariasi tergantung pada tradisi sufistik yang diikuti dan pendekatan
individu terhadap praktik sufistik. Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki
perjalanan spiritual yang unik, dan tujuan-tujuan ini dapat ditempuh dengan berbagai cara
yang sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan masing-masing praktisi sufistik.

Dalam konteks praktik sufistik, tasawuf dan tarekat memiliki keterkaitan yang erat. Berikut
adalah penjelasan mengenai hubungan antara tasawuf dan tarekat

C. Keberhasilan dakwah Abah Gaos

Keberhasilan Abah Aos dalam menarik minat masyarakat khususnya yang berada di
lingkungan sekitar pesantren karena, beliau berhasil menjalankan tiga fungsi lembaga yang
dipimpinnya, yaitu: Fungsi Ta lim, Fungsi Tarbiyah dan Fungsi Sosial. Fungsi talim yang
dimaksud di sini lebih berorientasi pada program transformasi ilmu pengetahuan dan bahasa, yaitu
lebih menekankan pada aspek keilmuan. Secara kelembagaan terwujud dalam bentuk lembaga
formal yaitu TK, SD, M.TS, MA serta diselenggarakannya berbagai macam kursus keterampilan.

2. Syekh Muhammad Fathurahman Mursyid


A. Biografi Syekh Fathurahman

Syeikh Muhammad Fathurrahman lahir pada tanggal 03 Maret 1973 di Tasikmalaya. Dari
pasangan seorang ajengan kharismatik yang bernama Nasruddin dan Maemunah. Setelah Beliau
di angkat menjadi menantu oleh Syekh Al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang
pertama, Beliau kemudian dipercayakan memegang tanggung jawab Tarekat Al-Idrisiyyah sebagai
ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama
pada masalah Kepemimpinan.

Sejak kecil Beliau sudah menampakkan sifat kepemimpinannya. Hal itu terlihat ketika
sedang makan bersama keluarga, Beliau-lah yang menjadi pengatur saji di meja makan. Padahal
ditengah keluarganya itu masih ada yang lebih tua darinya .Ayah Beliau (Aj.Nasruddin) adalah
sosok mubaligh [1]yang energik dan kharismatik. Dalam kehidupannya tidak lepas dari
berdakwah, melakukan kunjungan ke berbagai wilayah yang ada murid, meskipun ditempuh
dengan jarak puluhan km.

Dalam perjalanan musafirnya, suatu ketika ia didatangi seseorang yang berkata setelah
melihat telapak tangannya, “ Bapak akan menjadi Ulama besar, jika tidak maka diantara anak
bapak selanjutnya!’’ Hal senada pernah di ungkapkan oleh Syeikh Al-Akbar Muhammad Dahlan
kepada Beliau bahwa suatu saat kelak ia dan Fathurrahman akan menjadi bintang pada masanya.

Muhammad Fathurrahman dipanggil dengan “ Nunang” sejak kecil. Pada saat usianya
dibawah 5 tahun ia tinggal di Sukahening. Di daerah ini ada di dekat Gunung Boer. Konon disana
ada sebuah makam seorang keturunan Sunan Gunung Jati yang bernama Eyang Sri. Riwayat
dikenalnya makam yang dahulunya tidak dikenal dan terurus itu adalah didatanginya seseorang
yang tinggal di kampung tersebut oleh seseorang lewat mimpi. Ia mengaku sebagai Eyang Jaya
Sri. Eyang Jaya Sri menyampaikan pesan agar makamnya dirawat, karena akan datang orang-
orang berziarah ke tempat tersebut. Kelak yang bagi mengurusnya akan diberi keberkahan
hidupnya.

Pada zaman dahulu pernah diadakan majelis Dzikir secara rutin oleh jama’ah Idrisiyyah
yang tinggal disana. Suatu ketika saat majelis Dzikir sedang berlangsung terjadi kerasukan Eyang
Jaya Sri pada seseorang yang hadir. Sosok yang mengaku Eyang Jaya Sri itu memberikan isyarat
bahwa kelak dari keturunannya akan ada seorang yang akan menjadi Ulama terkenal.

Suatu sore ia duduk di luar rumah seorang diri. Semua saudara dan orang tuanya sedang
berkumpul di dalam rumah. Tiba-tiba ia melihat bulan berwarna kemerahan dan besar bentuknya.
Belum pernah ia melihat bulan besar itu. Bulan besar seolah menatap dirinya, hingga ia merasakan
sesuatu yang kuat yang mempengaruhi jiwanya saat itu. Jiwa kanak-kanaknya mendorongnya
untuk memberitahu apa yang ia saksikan.Ada bulan gede! Ada bulan gede! `... ia berteriak
berulang-ulang. Seketika itu orang-orang yang berada di dalam rumah berhamburan keluar. Lalu
menanyakannya, `Mana dia? Kok tidak ada! ` Saat itu Fathurrahman kecil menjadi heran, bulan
aneh itu menyelinap kedalam awan dan menghilang. Seakan-akan ia tidak ingin dilihat oleh yang
lain.
Pada waktu itu ia pernah tinggal bersama neneknya. Neneknya menikah dengan salah
seorang anak dari Syeikh Akbar Abdul Fattah. Beliau dikaruniai Kasyfi dan berbagai ilmu
hikmah. Pada masanya dikenal sebagai jawara yang ditakuti. Pada masa kecil Fathurrahman
sering suka digendong dan diayun keatas. Dia pernah menunjuk Fathurrahman di antara saudara
lainnya sebagai anak yang hebat dan istimewa di kemudian hari.

B. Sistem dakwah Syekh Faturrahman

Dakwah merupakan profesi yang paling mulia di sisi Allah dan menjadi kewajiban setiap
muslim untuk menyeru dan menyebarkan agama kepada masyarakat. M. Fathurahman telah aktif
menjalankan peran ini sejak masa kuliahnya. Pengalaman menimba ilmu di berbagai lembaga
formal dan informal yang ia ikuti, serta pendidikan agama khususnya bidang tasawuf yang ia
terima langsung dari guru Mursyidnya semasa kecil di kalangan kaum tani, menjadi salah satu
faktor pendukung bagi Kesuksesannya sebagai seorang pendidik, kepribadian sufi,
wirausahawan, motivator keagamaan, Da'i dan sebagai direktur pondok pesantren Idrisiyyah.

Perjalanan dakwahnya dari masa ke masa di berbagai acara di masyarakat luas semakin
membuktikan eksistensinya. Fokus dakwahnya berupa konsep tajdid pada tiga disiplin dasar
yaitu tauhid, fikih dan tasawuf. Khotbah Ikhwanul Idrisiyyah gurunya yang juga mertuanya,
Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahla, semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Model dakwah yang beliau gunakan sejak naik tahta untuk melanjutkan kepemimpinan
Tarekat Idrisiyyah adalah dengan membawa nilai-nilai Tasamuh (toleransi) kepada seluruh umat,
yaitu dengan mengutamakan kesetaraan dan persaudaraan sesama muslim, dimana Meniadakan
perbedaan adalah sebuah pertimbangan. penghalang bagi umat Islam, yang menyebabkan
perselisihan dan kemungkinan perpecahan di antara orang-orang.

Menurut Syekh M. Fathurahman, salah satu penyebab tidak bisanya umat Islam bersatu
adalah karena mereka tidak rela mengorbankan manhaj idealis demi penyatuan umat yang
potensinya besar. Keberagaman manhaj suatu kelompok merupakan kekuatan ummat itu sendiri
ketika dapat bersatu. Kekuatan ini dibandingkan dengan pekerja proyek gedung. dia
mengungkapkan: “Banyaknya pengrajin yang mengerjakan suatu proyek dengan cepat dan tepat
mengarah pada hasil pekerjaan berupa bangunan yang diinginkan. Dengan demikian, keberadaan
kelompok Muslim yang berbeda menciptakan kekuatan besar ketika semua potensi dan kekuatan
digabungkan.” Dengan model dakwah yang moderat ini, ia mampu menjalin pertemanan dan
membangun kemitraan dan koherensi dengan berbagai lembaga atau komunitas dan berbagai
profesi. Kerjasama yang terjalin meliputi bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan dakwah.

Selain kebijakan dakwahnya yang toleran, Syaikh M. Fathurahman mencirikan dakwah


dengan metode Tarîqah Manhaj yang dijiwai dengan nilai-nilai tasawuf dalam menyampaikan
pesan-pesan dakwahnya. Menurutnya, tasawuf adalah energi ajaran Islam yang dapat
menyambut kebangkitan ummat jika semua orang kembali dan mengikuti ajaran tasawuf dengan
benar. Karena dengan mempelajari dan mengamalkan ilmu tasawuf di bawah bimbingan seorang
Murshido, hati menjadi suci dan terhindar dari penyakit hati. Salah satunya adalah penyakit
Ananiyah (kesombongan), yaitu merasa benar sendiri dan hina atau hina terhadap orang lain,
yang menjadi salah satu faktor penyebab perpecahan umat saat ini.

Dalam dakwahnya, Syaikh M. Fathurahman ingin memperkenalkan konsep tarekat atau


tasawuf sebagai metode (kebiasaan) daripada tujuan. Dengan bantuan 3 T (Tazkiyyah al-Nafs,
Tasfiyyah al-Qalb dan Tahdzib al-Akhlak) dalam dakwah terapannya diharapkan dapat menjadi
solusi untuk menggali potensi kecerdasan intelektual (IQ). , Kecerdasan Emosional (EQ) dan
Kecerdasan Mental (SQ). ) Manusia Dengan demikian, kebangkitan umat dan kejayaan Islam
akan terwujud.

Beliau senantiasa menyampaikan tuntunan dakwah dan tasawuf kepada masyarakat luas
di berbagai daerah secara nasional dan internasional dengan dua pendekatan praktis melalui
konsep sarasehan ilmiah dan sarasehan. Temu ilmiah tersebut berbentuk Kajian Islam untuk
mencapai multiplikasi pemahaman ilmiah dan kecerdasan intelektual. Sedangkan majelis dzikir
adalah suatu bentuk amalan yang dipimpin oleh dzikir yang dilakukan secara kolektif di bawah
pengawasan seorang pemimpin dzikir (mursyid) dengan tujuan mensucikan jiwa, meningkatkan
kualitas spiritual dan meningkatkan kecerdasan emosional umat untuk menguatkan.

Dalam perannya sebagai Mursy Tarekat Idrisiyyah dan Penasihat Ahli Tasawuf Ma'had
'Aly Society seluruh Indonesia, Syekh Muhammad Fathurahman memperkuat jaringan dakwah
multinasional internasional sebagai bagian dari tujuan besarnya. Keorang-orang Hal itu terlihat
dari beberapa jadwal dakwahnya, antara lain di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong, antara lain
dilakukan di Masjid Agung Tsim Sha Tsui Kowloon. Balai Kota Yuen Long - Area Baru Masjid
Ammar & Pusat Islam Osman Ramju Sadick 40 Oi Kwan Road Hong Kong. Selama kegiatan
dakwahnya ia tampil di berbagai tempat seperti Jakarta, Lampung, Papua, Lombok, Riau,
Tasikmalaya dan lain-lain. Dia telah melatih lebih dari 60 ansambel taklim dan dzikir di
Finlandia dan luar negeri.

Dalam upaya strategis peningkatan produktivitas dalam membudayakan dan


memantapkan ibadah dan dakwah, Syekh Muhammad Fathurahman menerapkan beberapa
kebijakan tegas yang diambil untuk memenuhi harapan dan kebutuhan serta menyadari kondisi
umat. khususnya masyarakat ldrisiyyah. Menyukai: Zikrul Makhsu, Qini Nasional; kajian Arba'i;
penyelenggaraan ibadah haji dan umrah; STC (Pusat Pelatihan Sufi);

C. Keberhasilan dakwah syekh faturrahman mursyid


1) Metode ceramah

Metode ceramah adalah metode yang tujuannya untuk menyampaikan informasi dan
penjelasan tentang segala sesuatu secara lisan kepada pendengar. Da’i memberikan
penjelasan materi dakwah pada tingkat minat dan pemahaman khalayak (subjek dakwah).
Cara penyampaian yang digunakan Da’i dalam kegiatan dakwah ini dinilai lebih fleksibel,
artinya dapat dengan mudah disesuaikan dengan situasi dan keadaan, serta waktu yang
tersedia. Jika waktu terbatas (sedikit), materi dapat dipangkas, dan sebaliknya jika waktu
memungkinkan (banyak), dapat disampaikan dengan materi sebanyak-banyaknya. Metode
ini digunakan dalam semua kegiatan Dakwah KH. M. Fathurrohman.

2) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah metode yang menggunakan tanya jawab untuk
mengetahui tingkat daya ingat dan nalar dalam memahami atau menguasai materi dakwah.
Selain itu, juga harus menarik perhatian masyarakat. Dengan metode tanya jawab
pengajian rutin, audiens (objek dakwah) menjadi hidup (aktif). Jadi jika ada perbedaan
pendapat, bisa diselesaikan dengan diskusi di forum. Adapun penggunaan metode tanya
jawab disini adalah cara gereja memahami materi atau memecahkan masalah.

Faktor lain dari keberhasilan Syekh Muhammad Fathurrahman yaitu:

1) Pengetahuan dan pemahaman tentang Islam


Pemahaman mendalam Syekh Muhammad Fathurrahman tentang Islam dan ajarannya telah
membantunya terhubung dengan pendengarnya dan menyampaikan pesannya secara efektif.

2) Kejelasan pesan

Dakwah Syekh Muhammad Fathurrahman dikenal karena kejelasan dan kesederhanaannya,


sehingga mudah dipahami dan dipahami orang.

3) Kesabaran dan ketekunan

Syekh Muhammad Fathurrahman telah berkhotbah selama bertahun-tahun dan telah


mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan pesan Islam. Kegigihan dan dedikasinya telah
membantunya tetap tabah dalam misinya.

4) Gaya relatable

Gaya khotbah Sheikh Muhammad Fathurrahman relatable dan menarik, membuatnya menarik
bagi audiens dari segala usia.

5) Keterampilan komunikasi yang baik

Keterampilan komunikasi Sheikh Muhammad Fathurrahman yang sangat baik telah membantunya
terhubung dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.

3. Analisis Perbandingan Pemahaman tasawuf :


Tasawuf: Tasawuf adalah dimensi mistis atau spiritual dalam Islam yang
menekankan pada pengembangan hubungan pribadi dengan Tuhan, transformasi batiniah,
dan pencarian akan kebenaran spiritual. Ia melibatkan praktik-praktik seperti meditasi,
zikir, refleksi diri, dan pengendalian diri untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan. Tasawuf
melibatkan pemahaman mendalam tentang hakikat keberadaan dan pencarian akan cahaya
spiritual.
A. Tasawuf menurut Abah Gaos
inti ajaran tasawuf berbasis tarekat Abah Gaos adalah Dzikir La Ilaha Illa
Allah, baik zikir jahr yang bersuara dengan menggunakan lafadz tersebut dan
atau zikir khofi yang tidak bersuara atau dilisankan dengan menggunakan
lafadz Allahu Allah tanpa bernafas.
B. Tasawuf menurut Syekh Fathurrahman
Apabila kita melihat tasawuf,definisinya saja setiap ulama pasti akan beda
mendefinisikannya akan tetapi sebetulnya perbedaannya itu hanya di wilayah
teknis sudut pandangnya saja. Tapi esensinya mempunyai kesamaan jadi ketika
mengambil misalnya ilmu tasawuf yaitu ilmu-ilmu yang mempelajari tentang
kondisi jiwa manusia,ilmu untuk mengetahui tentang jiwa manusia baik
jiwanya mahmudah maupun mazmumah maupun jiwa yang baik ataupun jiwa
yang buruk dan bagaimana cara membersihkannya itu yang menjadi esensi dari
definisi ilmu tasawuf jadi ilmu yang membedah tentang jiwa manusia sehingga
akan mengetahui baik dan buruknya dan bagaimana cara membersihkannya.
Jadi itulah esensi dari ilmu tasawuf atau definisi tasawuf perbedaan hanya dari
sisi sudut pandangnya.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya Sufistik dikenal sebagai tasawuf, adalah dimensi mistis atau spiritual
dalam agama Islam. Ia mengarah pada pencarian dan pengalaman langsung akan kehadiran
Allah, serta peningkatan kesadaran spiritual dan cinta kepada-Nya. Sufistik menekankan
pada pengembangan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan, serta transformasi
batiniah yang membawa mereka lebih dekat dengan kebenaran absolut. Sufistik melibatkan
praktik-praktik spiritual yang meliputi meditasi, refleksi diri, zikir (pengingatan terhadap
Allah), renungan, dan pengendalian diri. Tujuannya adalah untuk mencapai kesatuan
dengan Tuhan, mengatasi ego, dan menyingkap kebenaran yang lebih dalam.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca.Makalah ini hanya menjadi bahan acuan untuk teman teman di diskusikan lebih
detail apabila teman teman tambahkan dari beberapa sumber dan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Makalah, Panji. 2022. Selayang Pandang Biografi Hadlrotussyeikh Muhammad Abdul Gaos
Saefulloh Maslul Ra.

https://tqnppsuryalaya.com/selayang-pandang-biografi-hadlrotussyeikh-muhammad-abdul-gaos-
saefulloh-maslul-ra-qs/3980/

TINJAUAN UMUM TENTANG NILAI-NILAI SUFISTIK”

http://eprints.walisongo.ac.id/

Al-Syaibani Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad. 1998. Musnad
Ahmad bin Hanbal, Beirut: ‘Alam al-Kitab.

Ahmad Muchtar, “Pemikian Tarekat Abah Ghaos”, TESIS MAGISTER PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA, 12 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai