Anda di halaman 1dari 6

2.

2 Art therapy

2.2.1 Definisi Art therapy

Seni merupakan sarana untuk mengekspresikan diri sehingga dapat mengatasi

perasaan negatif yang muncul (Ganim, 1999). Art therapy merupakan terapi yang

menggunakan materi seni untuk mengekspresikan diri dan merefleksikan perasaan.

Partisipan yang menggunakan pendekatan art therapy tidak harus memiliki kemampuan di

dalam kesenian karena art therapy tidak mengutamakan keindahan dari hasil yang

dilakukan tetapi mengutamakan proses pelaksanaan art therapy (British Association of Art

therapy dalam Edwards, 2004). Art therapy merupakan proses mengekspresikan diri melalui

seni dan proses kreatif yang diterapkan berdasarkan teori psikologis dan pengalaman

manusia. (American Art therapy Association, 2017).

Art therapy dapat membantu partisipan menceritakan dan mengeksplorasi emosi yang

sulit diungkapkan atau sebagai media untuk mengembangkan cara baru dalam

mengungkapkan perasaan ke dalam bentuk gambar (Edwards, 2004). Art therapy berupa

ekspresi kreatif yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan bahasa yang dapat

digunakan. Jika sulit mengungkapkan hal yang membingungkan atau menyakitkan maka

dapat menggunakan seni seperti menggambar, melukis, memahat, mewarnai, menjahit, dan

menempel (American Art therapy Association, 2017). Art therapy dapat digunakan untuk

segala usia. Aktivitas seni dapat menenangkan perasaan, melepaskan ketegangan dan

stress, memberikan kesenangan, dan mengatasi perasaan yang mengganggu (Malchiodi,

2007).

2.2.2 Manfaat Art therapy

Art therapy bermanfaat untuk mengekspresikan emosi secara spontan yang dapat

menunjukkan harapan individu, membuat individu lebih memahami dirinya, meningkatkan


perasaan pasif menjadi aktif dan perasaan distress menjadi tenang (Ulman, 2016; Finnegan,

2009). Art therapy dapat memberikan peluang untuk mengungkapkan perasaan, harapan,

dan konflik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir pada partisipan. Art therapy

dapat mereduksi stress yang diakibatkan karena masalah fisik, emosi, dan mental (Ganim,

1999).

Art therapy dapat membantu individu menjadi rileks dan lebih fokus. Menciptakan

kreasi seni dapat menjadi katarsis karena menggunakan energi secara konstruktif sehingga

dapat melepaskan ketegangan. Partisipan yang melakukan art therapy tidak perlu khawatir

akan hasilnya, hanya perlu berkonsentrasi pada tugas yang diberikan. Hal ini dapat

membebaskan diri dari stressor sehingga menurunkan stress, kecemasan, ketakutan, dan

depresi (Buchalter, 2004). Art therapy menekankan pada mengatur ulang pikiran yang

bertujuan mengurangi stress atau membuat keadaan mental menjadi lebih baik. Seni juga

dapat mengorganisasikan pikiran seseorang sehingga membantu pemecahan masalah dari

situasi yang penuh tekanan (Leviton & Leviton; Pinkard dalam Curl & Forks, 2008).

2.2.3 Teknik Art Therapy

Dalam tahapan art therapy terdapat elemen penting yaitu media, tema, dan tata cara

dalam pengerjaan (Rubin, 2010). Terapis perlu menetapkan menyiapkan kondisi ruangan

(setting the stage). Terapis juga perlu menstimulasi dan memfasilitasi partisipan untuk

berekspresi (evoking and facilitating expression). Hal ini diperlukan agar partisipan dapat

mengekspresikan emosinya. Terapis harus meyakinkan partisipan bahwa ia bebas untuk

berekspresi, tidak ada benar atau salah, atau kegagalan.

Ganim (1998) menyatakan bahwa terdapat empat tahapan art therapy. Pertama

adalah expressing emotion yang bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan

membantu partisipan memahami perbedaan cara mengekspresikan diri melalui verbal dan

gambar. Kedua adalah healing the mind yang bertujuan untuk menyadari pikiran negatif dan

mengubah pikiran negatif tersebut menjadi positif. Ketiga adalah healing the body yang
bertujuan untuk mengenali tanda atau sinyal tubuh yang membuat partisipan tidak nyaman.

Keempat adalah transformation of the spirit yang bertujuan untuk memperoleh kebebasan

dari batasan dan pola yang buruk di masa lalu sehingga memiliki potensi yang tidak terbatas

untuk masa depan, serta membantu partisipan menemukan tujuan hidupnya.

2.2.4 Menggambar dan Melukis dalam Art Therapy

Menggambar dan melukis termasuk ke dalam jenis visual art therapy. Menggambar

biasanya menjadi tahap awal dalam membuat karya seni. Dalam meggambar, garis

merupakan elemen seni yang paling penting. Karakteristik garis ditentukan oleh media yang

dipakai untuk menggambar. Media yang sering digunakan untuk menggambar adalah pensil,

krayon, spidol berwarna, pena, kapur, tinta, dan cat air juga digunakan dalam menggambar

(Ragans, 2005).

Menggambar dapat membantu partisipan untuk mengekspresikan perasaan dan

pikiran tanpa merasa terancam. Menggambar dapat memberikan informasi mengenai

perkembangan, emosi, fungsi kognitif, ekspresi, trauma, dan persepsi. Visual art therapy

mendorong partisipan untuk menceritakan emosi yang sulit untuk diungkapkan ke dalam

bentuk gambar (Edwards, 2004).

Melukis merupakan proses mengaplikasikan warna pada suatu permukaan

menggunakan alat seperti kuas, pisau lukis, penggulung (roller), atau jari. Permukaan yang

sering digunakan untuk melukis adalah kanvas, kertas, dan kayu. Media yang digunakan

dalam melukis adalah cat minyak dan cat yang larut dalam air. Cat minyak akan mengering

lebih lama sehingga memudahkan pencampuran warna pada kanvas. Cat yang larut dalam

air misalnya tempera dan akrilik (Ragans, 2005). Media pensil atau krayon memungkinkan

lebih banyak kontrol emosi sehingga menunjukkan kebutuhan untuk terstruktur. Sedangkan,

media cat air dan cat poster disebut sebagai loosening agent karena kurang terstruktur

sehingga dapat bebas dalam mengekspresikan emosi (Landgarten, 1981).


2.2.5 Art Therapy untuk Kehamilan

Art therapy dengan menggambar dan melukis dapat digunakan sebagai psikoterapi

pada perempuan hamil sebagai sarana untuk mengekspresikan perasaan takut dan khawatir

melalui proyeksi visual. Perasaan yang digambarkan secara simbolis meningkatkan

kesadaran diri pada perempuan hamil sehingga mengarahkan kepada self-esteem yang

lebih tinggi, kemampuan kontrol diri, dan pembentukan persepsi baru untuk menghadapi

masa depan (Swan-Foster, 1989).

Art therapy dengan menggambar efektif untuk perempuan hamil yang khawatir dan

cemas dalam menghadapi persalinan. Art therapy membantu perempuan hamil dengan usia

kehamilan trimester ketiga dalam mengekspresikan perasaan takut dan khawatir pada saat

akan melahirkan nantinya. Ekspresi ketakutan yang diekspresikan dalam bentuk gambar

membuat ibu hamil dapat menceritakan bebannya sehingga meningkatkan harapan dan

kepercayaan diri dalam menghadapi persalinan (Wahlbeck, Kvist, Landgren, 2017).

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Unsalver dan Sezen (2017) menunjukkan art therapy

dalam bentuk visual dapat menurunkan kecemasan dan depresi pada perempuan hamil

dengan usia kehamilan trimester ketiga sehingga dapat menangani rasa takut dan khawatir

terhadap persalinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Chetu (2015) menunjukkan art therapy dengan

menggambar untuk mengekspresikan emosi dapat meningkatkan prenatal attachment atau

kedekatan secara emosional antara ibu dan janinnya pada ibu hamil dengan usia kehamilan

trimester kedua. Penelitian yang dilakukan Miller (2017) menunjukkan art therapy dengan

menggambar, mewarnai, dan melukis dapat membangun attachment yang aman (secure

attachment) antara ibu hamil dengan janin.

2.3 Kehamilan

2.3.1 Definisi Kehamilan

Kehamilan terjadi jika ada pertemuan antara sel telur (ovum) dan sel mani

(spermatozoa) (Susanti, 2008). Kehamilan merupakan periode perkembangan embrio


menjadi bayi. Penelitian menemukan kehamilan merupakan pengalaman yang penting untuk

wanita, biasanya mereka memiliki ingatan yang kuat mengenai kehamilan dan kelahiran

selama 20 tahun setelah kejadian tersebut. Kehamilan pada umumnya terjadi selama 40

minggu dari proses pembentukan hingga kelahiran. Kehamilan kurang dari 37 minggu

memiliki risiko rendahnya berat badan bayi (kurang dari 2500 gram). Berat badan bayi yang

rendah meningkatkan risiko kematian di tahun pertama, gangguan kesehatan, dan

gangguan perkembangan (Lobel, 2004).

Kehamilan dibagi menjadi tiga trimester, yaitu trimester pertama (1-13 minggu),

trimester kedua (14-26 minggu), dan trimester ketiga (27-40 minggu). Pada trimester

pertama, kehamilan ditandai dengan berhentinya menstruasi (amenorrhea), uji kehamilan

dinyatakan positif, dan janin seolah-olah tidak nyata (Lumley, dalam Susanti, 2008). Ibu

hamil mulai melakukan penyesuaian fisik dan emosional terhadap kehamilan. Ibu akan

merasakan pembengkakan atau rasa nyeri pada payudara atau rasa sakit pada perut

bagian bawah, keletihan dan membutuhkan tidur lebih banyak karena terjadinya perubahan

metabolisme pada tubuh. Ibu juga akan mengalami mual dan muntah atau yang sering

disebut sebagai morning sickness tetapi keadaan tersebut dapat muncul kapan saja.

Penyebab mual dan muntah diperkirakan karena human chorionic gonadotropin (hCG) yang

diproduksi oleh plasenta yang sedang berkembang. Beberapa wanita akan merasa rasa

logam di dalam mulutnya tetapi penyebabnya tidak diketahui (Simkin, Whalley, Keppler,

2010).

Selama bulan pertama kehamilan, ibu hamil biasanya mengalami gejolak emosi yang

naik turun. Ibu menjadi mudah menangis. Keadaan kehamilan dan akan menjadi seorang

ibu membuat wanita senang tetapi terkadang kurang nyaman. Gejolak emosi tersebut sulit

untuk dipahami oleh wanita hamil ataupun pasangannya. Perasaan saat wanita mengetahui

dirinya hamil menimbulkan emosi yang beragam pada dirinya dan pasangannya. Ibu akan

bangga akan kemampuannya dapat menghadapi kehamilan, takut kehilangan kemandirian,

khawatir akan adanya perubahan hubungan dengan pasangan, ragu-ragu akan kemampuan

menjadi orangtua, dan bahagia akan menjadi orangtua (Simkin, Whalley, Keppler, 2010).
Pada trimester kedua, organ-organ dan struktur janin sudah mulai membesar dan

menjadi matang. Rambut, alis, dan bulu mata mulai muncul, serta kuku pada jari mulai

tampak. Kira-kira pada minggu kedelapan belas, janin mampu melakukan gerakan yang

berbeda-beda. Pada trimester kedua perasaan mual dan muntah pada ibu hamil menjadi

berkurang atau hilang sehingga ibu hamil merasa sehat secara fisik. Perubahan fisik berupa

perut yang membesar pada trimester kedua membuat beberapa wanita menyukai

penampilannya. Tetapi, untuk beberapa wanita merasa dirinya tidak menarik, tidak nyaman,

dan hanya dapat melakukan gerakan yang terbatas (Simkin, Whalley, Keppler, 2010).

Pada trimester ketiga, antibodi mengalir dari plasenta ke janin sehingga memberikan
ketahanan terhadap penyakit-penyakit yang sudah diimunisasikan oleh ibu. Bayi yang lahir
prematur akan menerima perlindungan yang lebih sedikit daripada bayi yang lahir normal.
Maka bayi prematur lebih rentan terhadap infeksi sesudah lahir atau pada masa kanak-
kanak. Rahim ibu akan membesar sampai tepat di bawah tulang payudara. Kepala janin
yang berada di posisi bawah di dekat rahim menekan kandung kemih sehingga membuat
ibu hamil sering buang air kecil (Simkin, Whalley, Keppler, 2010).

Anda mungkin juga menyukai