Anda di halaman 1dari 4

Cisplatin

Cisplatin merupakan salah satu obat dengan target utama adalah DNA. Cisplatin
merupakan agen anti-kanker yang sangat efektif dan telah memiliki dampak klinis utama,
terutama untuk pasien dengan kanker testis atau ovarium.Oleh karena itu, gelombang pertama
aktivitas pengembangan obat anti-kanker adalah menemukan analog yang lebih aman yang
mempertahankan aktivitas antikanker. Seluruh obat platinum diberikan melalui bolus injeksi
intravena (pada volume besar dalam waktu singkat) atau melalui infus intravena lambat, dan
saat obat berada dalam aliran darah, obat akan berikatan dengan serum albumin. Obat-obatan
platinum dimasukkan ke dalam sel melalui berbagai mekanisme, terutama transporter
tembaga, dan transporter tembaga dengan afinitas tinggi. Setelah memasuki sel, konsentrasi
garam yang rendah menghasilkan penguapan obat dan hilangnya kelompok zat terlarut obat
tersebut (klorida atau ligan berbasis karboksilat) (Oun, et al, 2018).

Secara klinis, kompleks platinum digunakan sebagai terapi ajuvan kanker.Tujuan


dari terapi anti kanker menginduksu kematian sel tumor. Cisplatin aktif terhadap spektrum
luas neoplasma padat, termasuk kanker ovarium, testis, vesika urinaria, kolorektal, paru-paru
dan kepala-leher.Agen ini sering digunakan sebagai respon terapeutik awal yang terkait
dengan remisi penyakit lengkap, respons parsial, atau stabilisasi penyakit (Dilruba &
Kalayda, 2016).

Sitotoksisitas cisplatin terutama diakibatkan oleh terbentuknya ikatan cisplatin-DNA


yang Sebagian besar berupa intrastrand crosslink dan akan dikenali sebagai DNA yang rusak.
Setelah cisplatin masuk ke dalam sel, maka cisplatin melepas rantai chlorine (cl) dan
digantikan oleh molekul air membentuk [Pt(H2O)2(NH3)2]2+ yang sangat reaktif terhadap
DNA dan membentuk ikatan Cisplatin-DNA. Ikatan tersebut merusakn rantai DNA dan
kerusakan tersebut diperbaiki melalui beberapa mekanisme perbaikan DNA, terutama melalui
mekanisme nucleotide excision repair (NER).

Cisplatin, cis-diammine-dichloroplatinum (II), dikenal sebagai klorida Peyrone sejak


akhir abad kesembilan belas (dinamai menurut Michele Peyrone, yang mensintesis pertama
kali). Properti sitostatik cisplatin ditemukan oleh Barnett Rosenberg pada akhir 1960-an,
ketika ia sedang melakukan percobaan untuk menganalisis efek medan listrik pada
pertumbuhan bakteri. Rosenberg dan rekannya mengidentifikasi cisplatin sebagai senyawa
kunci yang bertanggung jawab atas efek anti-proliferasi. Uji klinis dimulai pada tahun 1971,
dan setelah menghindari beberapa kendala, cisplatin akhirnya disetujui untuk digunakan pada
kanker testis dan ovarium oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS dan di beberapa
negara Eropa pada tahun 1979

Mekanisme Aksi Cisplatin sebagai anti kanker

Cisplatin (cis-diamminedichloroplatinum II atau CDDP) termasuk dalam kemoterapi golongan


platinum (mengandung cisplatin, carboplatin, dan oxaliplatin) termasuk dalam antikeganasan
spektrum luas bekerja menjadi salah satu terapi lini pertama pada hampir seluruh penyakit
keganasan.

Cisplatin diketahui masuk ke dalam sel melalui dua jalur yaitu secara difusi pasif dan aktif serta
uptake-nya difasilitasi oleh sejumlah protein transport. Beberapa transport tersebut adalah Cu-
transporter, organic cation transporter, solute carriers, dan ATP-binding cassete. Menurut penelitian
Tsang RY et al., Cisplatin bekerja seperti sitotoksik yang spesifik pada siklus non-cell dengan mengikat
basa DNA purin secara kovalen purin serta membentuk untaian inter dan intra crosslink. Hasil yang
terjadi pada DNA denaturasi setempat tersebut menyebabkan terjadinya pemecahan untaian melalui
mekanisme perbaikan sel. Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Tsang RY, pada penelitian Shen
DWet al, lesi sitotoksik yang diakibatkan oleh agen platinum (dikenal sebagai platinum-DNA) dimana
membentuk intrastrand crosslink yang mengaktifkan rangkaian apoptosis.

DNA telah diketahui sebagai target mayor dalam pengobatan cisplatin, membentuk sekitar 65%
pGpG-Intrastrand crosslink, 25% pApG-intrastrand crosslink. Ikatan cisplatin terhadap DNA bersifat
ireversibel dan akan membentuk struktur adducts (berupa intrastrand crosslink) yang berbeda. Selain
itu, mediator penting dalam efek toksiksitas cisplatin ialah DNA-platinum-protein crossink (DPCL)
dimana DPCL akan menginhibisi polimerisasi DNA. Menurut penelitian Santiago ADS et al., yang
membahas mengenai DNA dependent protein kinase (yaitu berupa jalur perbaikan terhadap untai
ganda DNA), protein tersebut berfungsi untuk mempertahankan stabilitas genomic dimana salah
satunya dari kerusakan akibatnya adanya radiasi. Cisplatin DNA adducts akan menghambat jalur
perbaikan tersebut.

Sejalan dengan penelitian oleh Santiago ADS et al., pada penelitian yang dilakukan oleh Karasawa T,
pembentukan DNA-adducts akan mengaktivasi beberapa mekanisme signaling seperti DNA repair,
cell cycle arrest, dan apoptosis.DNA repair diinduksi melalui sistem nucleotide excision repair (NER),
excision repair cross-complementation group 1 (ERCC1), dan xeroderma pigmentosum (XP), dimana
secara bersamaan akan menggantikan kerusakan DNA selanjutnnya akan terjadi polimerase dan
ligase akan terisi gap oleh DNA untai normal.

Menurut penelitian dari Park et al., cisplatin menginduksi apoptosis melalui sitokin-sitokin
proinflamasi seperti TNF-a, IL-1b, dan IL-6 pada sel. Selain itu terdapat aktivitas lain melalui jalur-
jalur sinyal seperti PI3K/Akt dan MAPK yang mempengaruhi proliferasi, diferensiasi serta kematian
sel. Cisplatin juga diidentifikasi mengikat dua tempat untuk cisplatin dapat berligasi yaitu N-terminal
methionine dan histidine 68, dari keduanya menyebabkan gangguan aktivitas protesomal dan
kerusakan sel. Inaktivasi proteosomal melalui inhibisi yang spesifik menunjukan cisplatin sebagai
kemoterapi yang menjanjikan.

Efek ototoksik cisplatin

Menurut penelitian dari Greene JB et al., dan Edward ED et al., efek samping yang ditimbulkan
oleh kemoterapi cisplatin diantaranya nefrotoksik, neurotoksik, dan ototoksik. Khusus pada
ototoksik, menunjukan adanya kerusakan pada sel rambut luar dengan organ korti, sel ganglia spiral
dan sel sel dengan stria vaskularis. Ototoksisitas yang dilaporkan terjadi pada setiap waktu, mulai
dari hitungan jam hingga hari setelah kemoterapi dan ototoksisitas ini terjadi secara permanen,
bilateral, dan adanya gangguan pendengaran sensorineural. Tercatat 30 hingga 100 persen pasien
kemoterapi cisplatin mengalami dampak dari efek samping khususnya gangguan pendengaran.

Ototoksisitas akibat cisplatin disebabkan oleh beberapa mekanisme berbeda, salah satunya
adalah antioksidan, yang mempengaruhi pembentukan ROS. Selain itu, adanya aktivasi transient
reseptor potensial Vinilloid 1 (TRPV 1). Sejalan dengan itu, pada penelitian Mukherjea D et al.,
menjelaskan tentang adanya ROS berlebih akan menuntun terjadinya deplesi pada sistem enzim
antioksidan koklea (seperti glutathione-S-transfease GST). Cisplatin yang telah menginduksi
peningkatan ROS, menyebabkan terjadinya peningkatan sitokin proinflamasi dan superoksida pada
koklea. Sehingga peningkatan ROS yang tidak terkontrol ini mengarah pada aktivasi jalur pro-
apoptosis. Superoksida seperti hidrogen peroksida juga terbukti dapat menginduksi adanya stress
oksidatif dimana yang diakibatkan oleh beberapa penyakit seperti inflamasi, penyakit jantung, dan
penyakit serebrovaskular melalui mekanisme multipel, sehingga ROS dan radikal bebas memainkan
peran sentral pada berbagai patofisiologi organ.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Karasawa T et al., dimana stres nitrosative akibat ROS
memainkan peran yang signifikan terhadap kejadian pada nefrotoksiksitas dan ototoksisitas.16
Dimana cisplatin meningkatkan ekspresi protein inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada ginjal.
Protein iNOS akan menginduksi pembentukan reactive nitric species (RNS), dimana RNS akan bekerja
pada beberapa target sel dan menyebabkan sitotoksik. Terapi cisplatin menunjukan adanya
peningkatan ekspresi NF-kB dan sintesis iNOS pada stria vaskularis dan ligamen spiral.

Beberapa penelitian juga mengemukakan tentang adanya cyclin-dependent kinase (CDK)


dimana pemberian cisplatin juga bersamaan dengan adanya peningkatan dari CDK. Menurut
penelitian sebelumnya, fosforilasi dari 18-kDa Protein oleh CDK meningkat setelah 12 jam paparan
cisplatin terhadap sel.21 Protein ini juga tercatat terkandung dan terfosfosrilasi dalam sel ginjal dan
menyimpulkan bahwa peningkatan serta fosforilasi oleh karena CDK merupakan sebuah jalur
sitotoksik daripada cisplatin.

Penelitian yang dilakukan Park HJ et al., memaparkan mengenai Glycogen synthase kinase-3
(GSK-3) yang korelasi terhadap adanya neurodegerasi. Peningkatan dari GSK-3 diduga kuat
berkontribusi terhadap adanya kerusakan sel.

Anda mungkin juga menyukai