Anda di halaman 1dari 8

Gangguan Mitokondria

Mutasi DNA terus terjadi pada setiap mitokondria, bagian sel yang menyediakan
energi untuk berkembang. Ketika mitokondria rusak, berarti sel juga rusak atau
menjadi awal ketuaan.

Prolla dan kelompoknya menggunakan tikus yang direkayasa sehingga memiliki


sedikit protein yang diperlukan untuk memperbaiki mitokondria DNA. Tikus ini
mengalami tingkat mutasi yang tinggi daripada tikus biasa.

"Hasilnya seperti pengecek ejaan yang kacau," kata Prolla. "Dengan bagian
pengecek kerusakan genetik yang tidak berfungsi dengan baik, mutasi akan terus
terjadi lebih cepat," katanya. Sel tidak dapat mengetahui bahwa kode genetik terus
mengalami perubahan dan menyimpang.

Temuan ini mendukung teori yang menyebutkan bahwa kematian sel menyebabkan
ketuaan. Teori lainnya yang dikenal dengan sebutan ’tekanan oksidasi’ mengatakan
bahwa proses ketuaan merupakan hasil reaksi oksigen dengan radikal bebas dalam
jangka panjang sehingga menghasilkan molekul sel yang rusak di seluruh bagian
tubuh.

Namun, tim penelitian yang dipimpin Prolla tidak menemukan bukti yang
menunjukkan bahwa tekanan oksidasi menyebabkan ketuaan. Faktanya, mereka
hanya menemukan sedikit tekanan oksidasi yang tidak normal pada jaringan hati.

Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan mitokondria sangat parah. Selain itu,
metabolisme tikus yang mengalami kemunduran, menghasilkan lebih sedikit radikal
bebas.

Dengan adanya temuan ini, suatu saat obat-obatan pencegah ketuaan dapat
dikembangkan untuk mencegah mutasi yang terjadi di mitokondria DNA. Baik untuk
merawat tubuh secara keseluruhan maupun untuk bagian-bagian tertentu, misalnya
indera pendengaran atau akar rambut. Tentu saja, tikus akan kembali menjadi
kelinci percobaan untuk menguji penelitian ini.
"Idenya adalah mengurangi tingkat kematian sel dan meningkatkan fungsinya," kata
Prolla. "Jika dugaan tersebut benar, kami dapat mulai membuat ramuan obat-obatan
yang dapat mencegah ketuaan dengan mempertahankan fungsi mitokondria,"
katanya.

PROSES KETUAAN

Penuaan merupakan suatu proses yang secara normal terjadi di dalam tubuh.
Proses penuaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk faktor gizi,
radikal bebas, sistem kekebalan dan lain sebagainya. Dari sekian banyak penyebab
ketuaan, radikal bebas mendapat porsi tersendiri karena dianggap cukup signifikan
dan terkait dalam proses terjadinya berbagai penyakit lain seperti aterosklerosis,
katarak, penyakit jantung, kanker dan auto imun.

PROSES KETUAAN AKIBAT RADIKAL BEBAS

Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu atom atau molekul yang mempunyai satu
elektron atau lebih tanpa pasangan. Radikal bebas dianggap sangat berbahaya
karena menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya.
Dapat pula terbentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya
terambil untuk berpasangan dengan radikal bebas sebelumnya. Dalam gerakannya
yang tidak beraturan karena sangat reaktif tersebut, radikal bebas dapat
nienimbulkan kerusakan pada berbagai bagian sel. Radikal bebas yang terbentuk
melalui proses radiasi maupun oksidasi yang menghasilkan senyawa beracun dapat
merusak sel dan berlanjut dengan kurang berfungsinya suatu jaringan atau
terjadinya perubahan struktur sel dan jaringan sehingga fungsi organ menjadi sangat
berkurang. Kejadian ini lama kelamaan akan meninggalkan tanda-tanda penuaan
seperti bintik hitam di wajah dan keriput. Proses degeneratif ini terjadi melalui reaksi
radikal bebas. Kerusakan yang dapat terjadi akibat reaksi radikal bebas

Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 13

GIZI PENGHAMBAT PROSES PENUAAN

Proses penuaan dapat dihambat apabila makanan yang dikonsumsi sehari-hari


mengandung senyawa antioksidan yang cukup atau dapat memobilisasi aktivitas
antioksidan dalam mencegah oksidasi. Makanan-makanan tersebut diharapkan
mengandung zat-zat gizi yang diperlukan dalam sistim pertahanan tubuh untuk
melawan atau meredam radikal bebas. Salah satu cara memperlambat proses
penuaan ialah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi yang
bersifat sebagai penetralisir reaktan radikal bebas tersebut. Zat-zat tersebut antara
lain: vitamin C, vitamin E, beta karoten, Zn, Se dan Cu. Semua zat yang disebutkan
tadi mempunyai sifat sebagai antioksidan dan menetralisir reaksi radikal bebas.
terutama bila belum terjadi kerusakan sel. Semua zat tersebut harus diterima tubuh
secara konsisten.

Zat gizi mikro seperti vitamin C, E dan provitamin A beta karoten mempunyai peran
yang sangat penting. Vitamin E dan beta aroten bersifat lipofilik (suka lemak),
sehingga dapat dipakai untuk mencegah oksidasi lemak di dalam membran. Vitamin
E dapat bereaksi dengan radikal peroksida membentuk radikal vitamin E yang
bersifat kurang reaktif karena mudah bereaksi dengan senyawa lain seperti vitamin
C. glutathion maupun asam amino sistein.

Mineral mikro yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh adalah seng, tembaga,
mangan, zat besi dan selenium. Mineral-mineral tersebut tergabung dalam ensimn
antioksidan yang berperan melindungi membran sel dan komponenkomponen dalam
sitosol.

Perlindungan yang dilakukan oleh mineral mikro dapat dilakukan melalui beberapa
mekanisme yaitu :

1) Mineral seng (Zn) berperan dalam sistem pertahanan tubuh dengan cara
berkonyugasi dengan thiol sehingga menghambat pembentukan ion superoksida.
Mineral seng sebagai komponen berperan sebagai pembersih radikal bebas. Mineral
seng juga merupakan komponen enzim yang berperan dalam perbaikan asam
nukleat.

2) Mineral tembaga (Cu) berperan melalui aktivitas ensirn superoksidadismutase


(SOD). SOD mempunyai substrat spesifik yaitu ion superoksida. Peran tembaga
sebagai kofaktor maupun pengatur ensim SOD cukup besar, jika tubuh kekurangan
tembaga maka akan terjadi peningkatan peroksidasi lemak.
3) Mineral zat besi (Fe) merupakan komponen ensim katalaseyang berperan dalam
mengkatalisis reaksi dismutasi hydrogen peroksida.

4) Mineral selenium (Se) sehagai komponen ensim glutathion peroksidase yang


mengkatalisis reaksi perubahan hidrogen peroksida menjadi glutathion dan air.

Tokoferol merupakan antioksidan pemutus rantai yang hersifat lipofilik dan dapat
bereaksi dengan radikal peroksida lemak sehingga terjadi hambatan oksidasi asam
lemak tidak jenuh terutama asam arakhidonat.

Mengurangi takaran d4T memperbaiki toksisitas mitokondria tetapi tidak Unduh versi
lipoatrofi PDF
Oleh: David McLay, aidsmap.com Tgl. laporan: 16 April 2008

Mengurangi separuh takaran d4T menghasilkan perbaikan pada tanda laboratorium lipoatrofi,
tetapi tidak menimbulkan perbaikan fisik. Hal ini berdasarkan laporan yang diterbitkan dalam
jurnal Clinical Infectious Diseases edisi 15April 2008.

Tetapi, dengan kenyataan bahwa dosis separuh tetap mampu mempertahankan virus,
mungkin ada harapan bahwa cara ini dapat meningkatkan keamanan orang di negara
berkembang yang sering hanya memiliki sedikit pilihan pengobatan.

d4T dianggap sebagai penyebab terburuk terhadap lipoatrofi dan perubahan bentuk tubuh
lainnya yang dikaitkan dengan terapi antiretroviral (ART). Tetapi, ada beberapa bukti bahwa
mengurangi atau menghentikan obat dapat memperlambat atau menghentikan perubahan
metabolisme dan komposisi tubuh. Mengurangi takaran d4T juga terbukti membantu
mengurangi neuropati perifer, salah satu efek samping lain dari d4T.

Dalam penelitian ini, para peneliti di AS timur membuat hipotesis bahwa mengurangi
separuh dosis d4T akan berdampak pada komposisi tubuh dan akan berdampak ukuran
metabolik yang sering dikaitkan dengan perubahan komposisi tubuh, khususnya tingkat lipid
dan tanda toksisitas mitokondria.

Penelitian secara acak, open-label, terkontrol mendaftarkan 24 peserta HIV-positif, semuanya


pernah memakai d4T selama paling sedikit 24 minggu, melaporkan viral load tidak terdeteksi
dan memiliki sedikitnya satu tanda toksisitas mitokondria. Sembilan peserta tetap memakai
d4T dengan takaran yang tetap sama (40 atau 30mg dua kali sehari; kelompok dosis-penuh),
sementara 15 peserta takarannya dikurangi separuh (20 atau 15mg dua kali sehari; kelompok
dosis-separuh). Peserta dipantau selama 48 minggu dengan mengukur jumlah CD4, viral
load, parameter metabolik, komposisi tubuh diambil di awal dan akhir penelitian.

Pada awal, 21 peserta mempunyai lipoatrofi, dengan 13 di antaranya berada dalam kelompok
dosis-separuh. Kedua kelompok memiliki ciri-ciri yang serupa kecuali bahwa kelompok
dosis-separuh memiliki median BMI yang lebih tinggi (26,6 banding 23), jumlah massa tubuh
tanpa lemak (62 kg banding 52 kg) dan tingkat trigliserid (175mg/dl banding 113mg/dl).

Pada minggu ke-48, viral load yang tidak terdeteksi pada awal di semua peserta, meningkat
menjadi terdeteksi pada empat pasien dalam kelompok dosis-separuh dan dua pada kelompok
dosis-penuh (median 972). Tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada keenam peserta ini
kurang dari 80%, dibandingkan dengan lebih dari 90% pada peserta yang viral load-nya tetap
tidak terdeteksi. Median jumlah CD4 558, secara keseluruhan tidak berubah secara bermakna
selama 48 minggu masa pengobatan.

Untuk menilai fungsi mitokondria, para peneliti mengukur tingkat DNA mitokondria
(mtDNA) pada jaringan lemak dan sel mononuklear darah perifer serta tingkat laktat piruvat
dalam darah. Tingkat mtDNA menurun dan tingkat asam dalam darah meningkat
sebagaimana toksisitas mitokondria berkembang.

Pada minggu ke-48, kelompok dosis-separuh melaporkan peningkatan secara bermakna pada
median lemak mtDNA (+40), persentase lemak mtDNA berubah dari awal (+67%) dan
median tingkat laktat (-0,027mmol/l). Tidak ada perubahan terhadap parameter ini yang
terlihat dalam kelompok dosis-penuh, dan tidak ada perbedaan bermakna lain di antara atau
pada kedua kelompok selama masa penelitian.

Untuk menilai komposisi tubuh dan metabolisme, para peneliti mengukur indeks massa tubuh
(BMI), tekanan darah dan kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserid dan glukosa dalam
darah. Lipoatrofi dan lipohipertrofi dinilai secara subjektif oleh peserta dan dokter. Rontgen
absortiometri (Dual-energy x-ray absorptiometry/DEXA) dilakukan untuk mengukur lemak
pada tubuh bagian atas dan tungkai, massa tubuh tanpa lemak dan kepadatan mineral tulang
(bone mineral density/BMD).

Hanya ada sedikit perbedaan pada tanda komposisi tubuh di antara atau pada kedua
kelompok sejak awal hingga akhir penelitian. Tidak ada perbedaan secara bermakna pada
tingkat lipid di antara atau pada kedua kelompok. Median BMD menurun secara bermakna
pada kelompok dosis-penuh (-1,7%), sementara tidak ada perubahan pada kelompok dosis-
separuh. Dampak terhadap BMD ini memberi petunjuk adanya hubungan yang perlu diteliti
lebih lanjut, para peneliti menulis.

Sebagai kesimpulan, para penulis mencatat bahwa mengurangi separuh takaran d4T
mempertahankan penekanan virus dan “angka mitokondria membaik sedikit tetapi bermakna,
tanpa perubahan komposisi tubuh.” Penelitian untuk menghentikan d4T dan
menggantikannya dengan obat lain membuktikan adanya keuntungan pada fungsi
mitokondria dan komposisi tubuh, dan para penulis berpendapat bahwa mengurangi dosis
bukanlah pilihan terbaik untuk mencegah kehilangan lemak yang terkait dengan obat.

Namun demikian, mengurangi takaran d4T mungkin merupakan pilihan untuk meningkatkan
keamanan obat yang masih dipakai secara luas di negara berkembang karena murah dan tidak
ada pilihan lain. Pada 2007 WHO menyarankan bahwa takaran d4T harus dikurangi menjadi
30mg dua kali sehari untuk menghindari toksisitas. Tetapi, para penulis penelitian di AS yang
diterbitkan minggu ini menggarisbawahi: “agar aman, pilihan untuk mengurangi takaran (15–
30 mg) ini harus dilakukan secara hati-hati, karena strategi dosis-rendah mungkin kurang
‘memaafkan’ ketidakpatuhan terhadap pengobatan.”
Membran

Membran sel terdiri dari lapisan ganda fosfolipid dan berbagai protein.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Membran sel

Membran sel yang membatasi sel disebut sebagai membran plasma dan berfungsi sebagai
rintangan selektif yang memungkinkan aliran oksigen, nutrien, dan limbah yang cukup untuk
melayani seluruh volume sel.[7] Membran sel juga berperan dalam sintesis ATP, pensinyalan
sel, dan adhesi sel.

Membran sel berupa lapisan sangat tipis yang terbentuk dari molekul lipid dan protein.
Membran sel bersifat dinamik dan kebanyakan molekulnya dapat bergerak di sepanjang
bidang membran. Molekul lipid membran tersusun dalam dua lapis dengan tebal sekitar 5 nm
yang menjadi penghalang bagi kebanyakan molekul hidrofilik. Molekul-molekul protein yang
menembus lapisan ganda lipid tersebut berperan dalam hampir semua fungsi lain membran,
misalnya mengangkut molekul tertentu melewati membran. Ada pula protein yang menjadi
pengait struktural ke sel lain, atau menjadi reseptor yang mendeteksi dan menyalurkan sinyal
kimiawi dalam lingkungan sel. Diperkirakan bahwa sekitar 30% protein yang dapat disintesis
sel hewan merupakan protein membran.[37]

[sunting] Nukleus

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Inti sel

Nukleus dan bagian-bagiannya.


Nukleus mengandung sebagian besar gen yang mengendalikan sel eukariota (sebagian lain
gen terletak di dalam mitokondria dan kloroplas). Dengan diameter rata-rata 5 µm, organel
ini umumnya adalah organel yang paling mencolok dalam sel eukariota.[38] Kebanyakan sel
memiliki satu nukleus,[39] namun ada pula yang memiliki banyak nukleus, contohnya sel otot
rangka, dan ada pula yang tidak memiliki nukleus, contohnya sel darah merah matang yang
kehilangan nukleusnya saat berkembang.[40]

Selubung nukleus melingkupi nukleus dan memisahkan isinya (yang disebut nukleoplasma)
dari sitoplasma. Selubung ini terdiri dari dua membran yang masing-masing merupakan
lapisan ganda lipid dengan protein terkait. Membran luar dan dalam selubung nukleus
dipisahkan oleh ruangan sekitar 20–40 nm. Selubung nukleus memiliki sejumlah pori yang
berdiameter sekitar 100 nm dan pada bibir setiap pori, kedua membran selubung nukleus
menyatu.[38]

Di dalam nukleus, DNA terorganisasi bersama dengan protein menjadi kromatin. Sewaktu sel
siap untuk membelah, kromatin kusut yang berbentuk benang akan menggulung, menjadi
cukup tebal untuk dibedakan melalui mikroskop sebagai struktur terpisah yang disebut
kromosom.[38]

Struktur yang menonjol di dalam nukleus sel yang sedang tidak membelah ialah nukleolus,
yang merupakan tempat sejumlah komponen ribosom disintesis dan dirakit. Komponen-
komponen ini kemudian dilewatkan melalui pori nukleus ke sitoplasma, tempat semuanya
bergabung menjadi ribosom. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu nukleolus, bergantung
pada spesiesnya dan tahap reproduksi sel tersebut.[38]

Nukleus mengedalikan sintesis protein di dalam sitoplasma dengan cara mengirim molekul
pembawa pesan berupa RNA, yaitu mRNA, yang disintesis berdasarkan "pesan" gen pada
DNA. RNA ini lalu dikeluarkan ke sitoplasma melalui pori nukleus dan melekat pada
ribosom, tempat pesan genetik tersebut diterjemahkan menjadi urutan asam amino protein
yang disintesis.[38]

[sunting] Ribosom

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ribosom

Ribosom merupakan tempat sel membuat protein. Sel dengan laju sintesis protein yang tinggi
memiliki banyak sekali ribosom, contohnya sel hati manusia yang memiliki beberapa juta
ribosom.[38] Ribosom sendiri tersusun atas berbagai jenis protein dan sejumlah molekul RNA.

Ribosom eukariota lebih besar daripada ribosom prokariota, namun keduanya sangat mirip
dalam hal struktur dan fungsi. Keduanya terdiri dari satu subunit besar dan satu subunit kecil
yang bergabung membentuk ribosom lengkap dengan massa beberapa juta dalton.[41]

Pada eukariota, ribosom dapat ditemukan bebas di sitosol atau terikat pada bagian luar
retikulum endoplasma. Sebagian besar protein yang diproduksi ribosom bebas akan berfungsi
di dalam sitosol, sementara ribosom terikat umumnya membuat protein yang ditujukan untuk
dimasukkan ke dalam membran, untuk dibungkus di dalam organel tertentu seperti lisosom,
atau untuk dikirim ke luar sel. Ribosom bebas dan terikat memiliki struktur identik dan dapat
saling bertukar tempat. Sel dapat menyesuaikan jumlah relatif masing-masing ribosom begitu
metabolismenya berubah.[38]
[sunting] Sistem endomembran

Sistem endomembran sel.

Berbagai membran dalam sel eukariota merupakan bagian dari sistem endomembran.
Membran ini dihubungkan melalui sambungan fisik langsung atau melalui transfer
antarsegmen membran dalam bentuk vesikel (gelembung yang dibungkus membran) kecil.
Sistem endomembran mencakup selubung nukleus, retikulum endoplasma, badan Golgi,
lisosom, berbagai jenis vakuola, dan membran plasma.[38] Sistem ini memiliki berbagai
fungsi, termasuk sintesis dan modifikasi protein serta transpor protein ke membran dan
organel atau ke luar sel, sintesis lipid, dan penetralan beberapa jenis racun.[42]

[sunting] Retikulum endoplasma

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Retikulum endoplasma

Retikulum endoplasma merupakan perluasan selubung nukleus yang terdiri dari jaringan
(reticulum = 'jaring kecil') saluran bermembran dan vesikel yang saling terhubung. Terdapat
dua bentuk retikulum endoplasma, yaitu retikulum endoplasma kasar dan retikulum
endoplasma halu

Anda mungkin juga menyukai