volume
disertai
perluasan
ruang
likuor
serebrospinalis.
Merokok
Narkoba
2. Pola makan yang tidak sehat. Mengonsumsi lemak jenuh (kolesterol), junk
food, gula murni berlebihan, MSG dan kurang serat
3. Makanan teroksidasi (minyak jlantah, pemanasan minyak dengan suhu tinggi,
daging bakar atau panggang).
4. Genetik atau keturunan.
5. Obesitas atau kegemukan.
6. Paparan zat kimia (plastik, Pb, Ar, Hg, zat warna pakaian, asam boraks,
formalin, dll).
7. Polusi udara dan faktor lingkungan yang terakumulasi selama bertahun-tahun.
8. Radikal bebas (polusi udara dari asap motor/mobil, asap pabrik, asap rokok).
Mengonsumsi
Bahan
Makanan
Non-Nabati
terhadap
Penyakit Degeneratif
Bahan makanan non nabati atau bahan makanan hewani merupakan bahan
makanan yang berasal dari hewan. Contohnya yaitu daging, ikan, telur dan produk
olahan lainnya yang berasal dari hewan. Berikut akan dibahas mengenai pengaruh
mengonsumsi daging terhadap beberapa penyakit degeneratif.
Hubungan Daging Merah dengan Kanker
Daging merah adalah jenis daging yang berasal dari sapi, kambing,
babi, dan kuda. Jenis daging ini berwarna merah karena mengandung senyawa
heme. Selain daging merah, ada juga jenis daging putih, yang diperoleh dari
ayam, bebek, dan ikan. Kedua jenis daging ini tidak hanya berbeda dari segi
warna saja, dampak kesehatan dari mengonsumsi kedua jenis daging ini pun
berbeda.
Ada empat alasan mengenai daging merah yang dapat menyebabkan
kanker, yakni sebagai berikut.
1. Proses memasak daging merah dapat menyebabkan pembentukan
senyawa pencetus kanker.
2. Mengonsumsi daging dapat menyebabkan reaksi antara NO dan N 2O3
dengan amine di saluran cerna.
3. Daging merah akan meningkatkan asupan lemak harian.
4. Zat besi (heme) dalam daging dapat menyebabkan pembentukan
oksigen radikal di saluran cerna.
Hubungan Daging dengan Stroke dan Penyakit Jantung
Jika lemak jenuh masuk ke dalam darah akan menyebabkan beberapa
penyakit, diantaranya adalah penyakit yang berhubungan dengan pembuluh
darah seperti stroke dan pembengkakan jantung. Ini disebabkan oleh
Konstituen dasar dinding pembuluh darah adalah sel endotel dan sel
otot polos serta matriks ekstrasel (extracellular matrix, ECM) termasuk elastin,
kolagen, dan glikosaminoglikan. Terdapat tiga lapisan konsentrik yaitu intima,
media, dan adventisia. Pada arteri normal, tunika intima terdiri dari satu
lapisan sel endotel dengan jaringan ikat subendotel yang minimal. Lapisan ini
dipisahkan dari tunika media oleh membran elastik padat yang disebut lamina
elastika internal. Lapisan sel otot polos tunika media dekat lumen pembuluh
darah menerima oksigen dan nutrisi melalui difusi langsung dari lumen
pembuluh darah, yang dipermudah oleh adanya lubang-lubang di membrana
elastika interna. Namun, difusi dari lumen kurang memadai untuk bagian
luar tunika media di pembuluh darah berukuran sedang sampai besar
sehingga bagian ini mendapat nutrisi dari arteriol-arteriol kecil yang berasal
dari
luar
pembuluh
darah
(disebut
vasa
vasorum,
secara
harfiah
fisiologis
aliran darah.
secara
radiografis
dan
sering
dapat
diraba,
tidak
dapat
menyebabkan
cedera
iskemik
di
jaringan
sebelah
hilir.
arteri muskular ukuran sedang dan besar (mis. arteri koronaria dan arteri poplitea).
Penyakit aterosklerotik simtomatik paling sering mengenai arteri-arteri yang
mendarahi jantung, otak, ginjal, dan ekstremitas bawah.
fologi.
Proses
kunci
aterosklerosis
tunika
adalah
intima
dan
lipid.
Suatu
10
ateroma (berasal dari kata Yunani untuk gruel) atau plak ateromatosa terdiri dari lesi
fokal meninggi yang berawal di dalam tunika intima, dan memiliki inti lipid lunak,
kuning, bergumpal (terutama kolesterol dan ester kolesterol), yang dibungkus
selubung fibrosa putih padat. Plak ateromatosa, yang juga disebut plak fibrosa,
fibrofatty, lipid, atau fibrolipid, tampak putih hingga kuning-keputihan serta menekan
lumen arteri, Ukurannya bervariasi dari garis tengah sekitar 0,3 sampai 1,5 cm, tetapi
kadang-kadang menyatu membentuk massa yang lebih besar.
11
untuk
mengurangi
konsekuensi
dan dampak aterosklerosis mencakup: program pencegahan primer, yang ditujukan
untuk menunda pembentukan ateroma atau menyebabkan regresi lesi yang sudah
terbentuk pada orang yang belum pernah mengalami penyulit serius penyakit
aterosklerosis arteri koronaria, dan program pencegahan sekunder, yang ditujukan
untuk mencegah kekambuhan serangan, seperti infark miokardium pada pasien yang
simtomatik.
Seperti dirinci di atas, banyak bukti untuk memberikan anjuran berikut untuk
pencegahan primer komplikasi terkait-aterosklerosis pada orang dewasa, berdasarkan
modifikasi faktor risiko: tidak atau berhenti merokok, mengendalikan hipertensi,
penurunan berat badan dan peningkatan olahraga, pengurangan konsumsi alkohol,
12
dan, yang terpenting, menurunkan kadar kolesterol LDL total dan darah sambil
meningkatkan HDL.
2 Penyakit Degeneratif pada Jantung
Jantung normal memiliki berat bervariasi sesuai tinggi dan berat tubuh
individu; berat rata-rata pada wanita adalah sekitar 250 sampai 300 gram dan 300
sampai 350 gram pada pria. Ketebalan dinding ventrikel kanan berkisar antara 0,3
sampai 0,5 cm ventrikel kiri 1,3 sampai 1,5 cm. Seperti akan terlihat, meningkatnya
ukuran dan berat jantung dijumpai pada banyak penyakit jantung. Peningkatan berat
jantung atau ketebalan ventrikel menunjukkan hipertrofi (pembesaran sel), dan
peningkatan ukuran ruang/chamber jantung mengisyaratkan dilatasi (melebar).
Meningkatnya berat atau ukuran jantung (akibat hipertrofi dan/atau dilatasi) disebut
kardiomegali (pembesaran sel otot jantung).
Patologi
Meskipun banyak penyakit dapat mengenai jantung dan pembuluh darah,
disfungsi kardiovaskular terjadi akibat satu atau lebih dari lima mekanisme utama.
Kegagalan pompa
Obstruksi aliran
Regurgitasi aliran
Gangguan hantaran jantung
Gangguan kontinuitas system sirkulasi
Sebagian besar penyakit kardiovaskular terjadi akibat interaksi faktor
adaptif
ini
mungkin
adekuat
untuk
14
Gambar 6 kardiomiopati
Di ventrikel kiri, hipertrofi otot dapat menyebabkan garis tengah rongga
berkurang. Pada kelebihan beban volume, massa otot dan ketebalan dinding meningkat
kira-kira setara dengan garis tengah ruang jantung. Namun, karena dilatasi, ketebalan
dinding jantung yang telah mengalami hipertrofi dan dilatasi tidak selalu meningkat
dan ketebalan tersebut mungkin normal atau kurang daripada normal.
Hipertrofi jantung yang menetap sering berkembang menjadi gagal jantung.
Pada akhirnya, penyakit jantung primer dan beban kompensatorik yang timbul
semakin menggerogoti cadangan miokardium. Kemudian mulai terjadi penurunan isi
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) yang sering berakhir
dengan kematian.
Bagian otot jantung yang tidak mengalami infark harus bekerja berlebihan.
Sebaliknya, pada penyakit katup jantung, meningkatnya kerja volume atau tekanan
memengaruhi miokardium secara global. Perubahan molekular dan selular pada
15
jantung yang mengalami hipertrofi yang pada awalnya berperan meningkatkan fungsi
dapat ikut menyebabkan terjadinya gagal jantung. Berkurangnya miosit akibat
apoptosis mungkin berperan dalam disfungsi miokardium progresif yang dijumpai
pada penyakit jantung dengan hipertrofi. Selain menjadi faktor predisposisi untuk
terjadinya GJK, hipertrofi ventrikel kiri adalah faktor risiko independen untuk
kematian mendadak. Sistem kardiovaskular adalah suatu sirkuit yang tertutup maka
kegagalan di satu sisi (terutama sisi kiri) sering menimbulkan beban berlebihan di sisi
yang lain, yang berakhir pada gagal jantung global.
a. Gagal Jantung Sisi Kiri
Seperti yang telah dibahas, gagal jantung sisi-kiri paling sering disebabkan
oleh (1) penyakit jantung iskemik, (2) hipertensi, (3) penyakit katup aorta dan mitral,
dan (4) penyakit miokardium noniskemik. Efek morfologik dan klinis dari GJK sisikiri terutama terjadi karena pembendungan progresif darah di dalam sirkulasi paru dan
akibat berkurangnya tekanan dan aliran darah perifer.
Biasanya terdapat perubahan nonspesifik berupa hipertrofi dun fibrosis
miokardium. Pembesaran sekunder atrium kiri yang menyebabkan fibrilasi atrium
(kontraksi atrium yang tidak terkoordinasi dan kacau) mungkin menyebabkan
berkurangnya isi sekuncup.
Tekanan di vena-vena paru meningkat dan akhirnya disalurkan balik
(retrograd) ke kapiler dan arteri. Hasilnya adalah kongesti dan edema paru, dengan
paru yang berat basah. Adanya makrofag yang mengandung hemosiderin di alveolus
(disebut siderofag atau sel gagal jantung) menandakan bahwa pernah terjadi serangan
edema paru. Batuk adalah keluhan gagal jantung-kiri yang sering dijumpai.
b. Gagal Jantung Sisi Kanan
Gagal jantung sisi-kanan yang timbul tersendiri hanya terjadi pada beberapa
penyakit. Keadaan ini biasanya merupakan konsekuensi sekunder gagal jantung sisikiri karena setiap peningkatan tekanan di sirkulasi paru akibat gagal jantung sisi-kiri
akhirnya akan menyebabkan peningkatan beban pada sisi-kanan jantung. Oleh karena
16
itu, penyebab gagal jantung sisi-kanan harus mencakup semua kausa yang
menimbulkan gagal jantung sisi-kiri.
Gagal jantung sisi-kanan murni paling sering terjadi pada hipertensi
pulmonaris berat kronik dan karenanya disebut kor pulmonale. Pada keadaan ini,
ventrikel kanan mendapat beban tekanan berlebihan karena peningkatan resistensi di
dalam sirkulasi paru. Hipertrofi dan dilatasi biasanya terbatas di ventrikel dan atrium
kanan meskipun penonjolan septum ventrikel ke kiri dapat menyebabkan disfungsi
ventrikel kiri. Efek morfologis dan klinis utama gagal jantung sisi-kanan murni
berbeda dengan yang ditemukan pada gagal jantung sisi-kiri, yaitu bahwa kongesti
paru minimal, sementara bendungan sistem vena porta dan sistemik mungkin
mencolok.
Respons fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan.
Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah:
-
Pemberian oksigen terutama ditunjukan pada pasien dengan gagal jantung yang
di sertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan
miokardium akan oksigen dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
3 Penyakit Degeneratif pada Otak
Stroke adalah suatu defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau
hemoragi sirkulasi saraf otak. Dari definisi tersebut jelas bahwa kelainan utama
strok adalah kelainan Pembuluh darah yang tentu saja, merupakan bagian dari
pembuluh darah sistemik. Penyebab dan kelainan pembuluh darah tersebut secara
patologis bisa didapati pada pembuluh darah di bagian lain tubuh. Oleh karenanya
stroke harus dianggap merupakan akibat komplikasi penyakit sistemik.
Komplikasi yang terjadi, mengingat pembuluh darah di otak masih merupakan
bagian dari pembuluh darah sistemik. Di samping itu, kematian otak yang sudah
terjadi tidak akan dapat diobati dengan cara apapun. obat-obatan neuroprotektor
yang sering digunakan oleh para dokter ternyata tidak terbukti bermanfaat
17
18
b. Non Hemoragik
Jenis strok ini pada dasarnya disebabkan karena pembuluh darah otak yang
kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Strok ini
sering diakibatkan trombosis akibat plak aterosklerosis arteri yang memberi
vaskularisasi pada emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di
arteri otak. Strok jenis ini merupakan strok yang tersering didengar. Strok
jenis ini juga bisa disebabkan berbagai terhentinya aliran darah atau hipovolemia
dan saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien datang
dalam keadaan koma dalam sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding
sebelum mengarah ke strok. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak
lesi di otak, yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh
19
bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum
tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja.
Setiap strok yang terjadi pada setiap bagian otak mempunyai efek yang berbeda
seperti pada lesi di korteks, lesi di kapsul, lesi di batang otak, ataupun lesi di medulla
spinalis.
Gejala akibat komplikasi akut menyebabkan kematian 5 kali lebih banyak
dibandingkan akibat lesi, dan bersama-sama keduanya menyebabkan sekitar
20% kematian pada hari pertama.
Komplikasi akut yang terjadi adalah:
20
21
sendiri. Oleh karena itu keadaan tersebut harus selalu dipantau adalah t ekanan
darah, gula darah dan keadaan kardiorespirasi.
Upaya rehabilitasi harus segera dikerjakan sedini mungkin apabila
keadaan pasien sudah stabil. Fisioterapi pasif perlu diberikan bahkan saat pasien
masih di ruang intensif yang segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif bila
memungkinkan. Apabila terdapat gangguan bicara atau menelan, upaya terapi
berbicara bisa diberikan. Setelah pasien bisa berjalan sendiri, terapi fisis dan okupasi
perlu diberikan, agar pasien bisa kembali mandiri. Pendekatan psikologis terutama
berguna untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun
setelah terjadinya strok. Kalau perlu dapat diberikan antidepresi ringan.
Tindakan untuk mencegah strok berulang dan upaya rehabilitasi kronis
harus terus dikerjakan. Hal ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis penyakit dalam
yang mengetahui penatalaksanaan berbagai faktor risiko terjadinya strok ulangan.
Dengan melihat tinjauan di atas, maka penatalaksanaan strok akut setelah
diagnosis ditegakkan (terutama dengan CT-Scan/MRl), terutama harus dilakukan
oleh spesialis penyakit dalam dan meliputi ABC seperti juga dalam menghadapi
kegawatan lain sebagai berikut:
Airway, artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai
napas
Cardiovascular Function (Fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau
gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara tepat. Gangguan
jantung seringkali merupakan penyebab strok, akan tetapi juga bisa
merupakan komplikasi dari strok tersebut.
22
destruksi autoimun sel beta; tipe 1B berkaitan dengan defisiensi berat insulin.
Sekitar 80% pasien mengidap sebagai diabetes tipe 2, yang dahulu disebut
diabetes melitus non dependen-insulin onset dewasa.
23
kompleks
histokompatibilitas mayor (MHC) kelas II dan lokus genetik lain yang menyebabkan
seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet; (2) reaksi
24
autoimun timbul secara spontan atau dipicu oleh (3) suatu kejadian di lingkungan yang
mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik. Diabetes muncul setelah
sebagian besar sel beta rusak (Gambar. 13).
Kerentanan Genetik
Autoimunitas.
Faktor Lingkungan
Gaya
hidup jelas
berperan,
yang
akan
jelas
jika
kegemukan
dipertimbangkan.
Pada tipe ini, faktor genetik berperan lebih penting dibandingkan dengan pada
diabetes tipe 1A. Di antara kembar identik, angka concordance adalah 60% hingga 80%.
Pada anggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar nonidentik),
risiko menderita penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih besar dari pada subjek
(dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam
keluarganya.
25
26
27
28
Pasien
ini
harus
menerima
kalori
yang
cukup
untuk
rata sedemikian rupa sehingga apa yang dimakan oleh pasien sesuai dengan
kebutuhannya sepanjang hari. Insulin dapat digunakan dengan rasio 1 unit per 15
gram karbohidrat total.
Latihan fisik kelihatannya mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel
dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan
insulin menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan.
Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai
cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan
hipoglikemia. Faktor ini penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik saat
insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan menyesuaikan waktu
pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan
pengontrolan kadar glukosa mereka.
Pasien-pasien
dengan
gejala
diabetes
melitus
tipe
dini
dapat
dan
30
31
adalah insulin glargine yang diberikan sekali sehari menjelang tidur dikombinasikan
dengan lispro dosis multipel pada saat makan.
Terapi insulin yang intensif dapat diberikan melalui pompa infus insulin
subkutan. Beberapa pompa infus insulin yang ringan dan mudah dibawa telah
tersedia sehingga dapat diberikan infus basal yang terus menerus dan bolus
preprandial yang diberikan 30 menit sebelum makan. Pemakaian sistem ini
seringkali menghasilkan kontrol glukosa yang lebih baik. Pasien yang sedang
diterapi insulin harus diawasi kadar glukosa mereka sebelum diberikan setiap dosis
insulin. Penilaian ini dilakukan pada ujung jari, yang dapat menghasilkan darah
kapiler yang menetes. Darah diletakkan pada sebuah uji strip dan dibaca dengan
pengukur glukosa. Alat tersebut dapat menyimpan nilai glukosa dalam memorinya,
dan informasi ini dapat dilihat oleh ahli kesehatan untuk saran selanjutnya dalam
program insulin. Terapi insulin yang intensif seringkali berakibat pada perbaikan
kontrol glukosa. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 yang mengalami obesitas,
asimtomatik, dan mempunyai kadar glukosa yang cukup tinggi, pengobatan pilihan
adalah pembatasan diet dan penurunan berat badan.
32
3. Asam Urat
Yang dimaksud dengan asam urat adalah sisa metabolisme zat purin
yang berasal dari makanan yang kita konsumsi. Ini juga merupakan hasil
samping dari pemecahan sel dalam darah.
Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan
yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain, dalam tubuh
makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu karena kita memakan makhluk
hidup tersebut, maka zat purin tersebut berpindah ke dalam tubuh kita.
33
Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan
dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena
penyakit tertentu.
Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses
(kotoran) dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat
yang ada menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat
meningkatkan kadar asam urat adalah kita terlalu banyak mengkonsumsi
bahan makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih
selanjutnya akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa
nyeri atau bengkak.
tepat dapat diobati sehingga kadar asam urat dalam tubuhnya kembali normal.
Tapi karena dalam tubuhnya ada potensi penumpukan asam urat, maka
disarankan agar mengontrol makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
menghindari makanan yang banyak mengandung purin.
Gejala Asam Urat :
a) Kesemutan dan linu
b) Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur.
c) Sendi yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas
dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi.
Solusi Mengatasi Asam Urat:
a) Melakukan pengobatan hingga kadar asam urat kembali normal. Kadar
normalnya adalah 2.4 hingga 6 untuk wanita dan 3.0 hingga 7 untuk
pria.
b) Kontrol makanan yang dikonsumsi.
c) Banyak minum air putih. Dengan banyak minum air putih, kita dapat
membantu membuang purin yang ada dalam tubuh.
G. Pencegahan Penyakit Degeneratif secara Umum
Faktor-faktor resiko utama penyebab penyakit degeneratif adalah pola makan
yang tidak sehat, kurangnya aktifitas fisik, serta konsumsi rokok. Pola makan yang
tidak sehat contohnya adalah mengkonsumsi makanan berlemak jenuh seperti junk
food serta makanan berkolestrol lainnya.
34
Mengkonsumsi ikan sejak usia muda juga dapat menunjang perkembangan kesehatan
dan kecerdasan otak.
H. Tips Cara Hidup Sehat Untuk Menghindari Penyakit Degeneratif
Ada beberapa tips cara hidup yang dapat kita lakukan agar terhindar dari
berbagai macam penyakit degeneratif, tips tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Batasi asupan gula (baik camilan, soft drink, coklat dll).
2. Kurangi asupan purin (dari bahan makanan, misalnya: jerohan, alkohol,
sarden, burung dara, unggas, kaldu daging, emping, tape).
3. Diet rendah lemak. (lemak tinggi pada kuning telur, keju, kepiting, udang,
kerang, cumi, susu dan santan).
4. Cegah kegemukan (untuk orang Asia BMI ideal = 8.5 22.9 kgm2 )
5. Hindari asupan garam yang berlebihan.
6. Berhenti merokok.
7. Latihan/olahraga harian sekitar 300 kkal perhari atau jalan 3 km.
8. Tidur 6 jam per hari.
9. Berhenti minum alkohol.
10. Medical check up teratur, terutama yang berusia > 40 th, lakukan tiap 3, 6
dan 12 bulanan.
36