Anda di halaman 1dari 5

Nama Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Judul : Meresume Buku Pegangan (BUMI MANUSIA)

Nama : Sri Wahyuni Agus

Nim : 70100120028

Jurusan : Farmasi (B)

Dosen: Zulkifli Makmur, S.Hum, M.A

email: zulkifli.makmur@mail.ugm.ac.id
Isi : Novel Bumi Manusia menjadi salah satu karya dari Pramoedya Ananta Toer yang
fenomenal. Novel ini bercerita tentang dua orang pribumi yang bernama Minke dan Nyai
Ontosoroh. Sinopsis novel Bumi Manusia menceritakan bahwa walaupun hanya anak pribumi
karena pintar sekali menulis, Minke diperbolehkan sekolah di HBS.

Judul : Bumi Manusia

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara

Cetakan : 17 Januari 2011

Isi : 535 hlm

ISBN : 979-97312-3-2
Penulis: Nola Armylia (Penulis resensi adalah guru
Bimbel Gugusan Bintang YKIB)

Editor: Muhammad Roqib

“BUMI MANUSIA”
"Cerita, nya hewan, raksasa arau dewa atau hantu Dan tak ada yang lebih sulit dapar difahami
ikut sang jangan anggap remeh si manusia, yang keli- hatannya begitu sederhana; biar
pengelihatanmu setajam mata clang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari
dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis kehidupan, penge manusia tahuanmu
tentang manusia takkan bakal bisa kemput --Pramoedya Ananta Toer- Tetralogi Buru ditulis
Pramoedya Ananta Toer waktu masih mendekam di kamp kerjapaksa tanpa proses hukum pengadilan
di Pulau Buru, sebelum ditulis roman ini olch Penulis diceritaulangkan pada teman- remannya di P
Buru Hal ini mengisyaratkan bahwa Penulisnya bukan hanya sekedar menulis dan membu bungkan
imajinasınya sendiri, tapi dengan penguasaan cerita cerita yang dimaksud- penelusuran dokumen
awal abad 20. Pram memang tidak diketahui sejar ah sebagai- mana terwarta secara objektif dan
dingin yang selama ini diampuh oleh orang-orang sekolahan. Pram juga ber- beda dengan penceritaan
kesilaman yang lazim terskripta dalam buku-buku pelajaran sekolah yang memberi jarak antara
pembaca dan kurun sejarah yang tercerita. Dengan gayanya sendiri, Pram coba ajakan, bukan
ingatan, tapi juga pikir, rasa, bahkan diri untuk mewujudkan dalam golak gerakan nasional awal abad.
Karena itu dengan gaya kepeng- rangan dan bahasa Pram yang khas, pembaca diseret untuk
mengambil peran di antara tokoh-tokoh yang populer. Hadirnya roman sejarah ini, bukan saja
menjadi pengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan,
namun juga mengisi masalah kesusastraan yang sangat minim menggarap periode pelik ini, karena itu
hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah
secara lain dan dari sisinya yang berbeda. Tetralogi ini merupakan roman empat serial: Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkab dan Rumah Kaca. Pembagian ini dapat diartikan
sebagai pembelahan yang hadir dalam beberapa episode.
Orang Eropa menganggap Timur sebagai barang temuan mereka', memandang Timur
berdasarkan tradisi yang disebut Orientalisme, suatu cara untuk memahami dunia Timur yang
didasarkan pada keeksotisannya di mata orang Eropa yang berujung pada gaya Barat mendominasi,
menata ulang, dan menetapkan kekuasaan mereka terhadap dunia Timur. Bangsa Barat yang
melakukan penjelajahan ke Timur lantas datang dan melakukan kolonialisme, menjajah Timur.
Contohnya adalah bangsa Belanda di Indonesia (Hindia-Belanda) pada 1800-1942 yang disebut
dengan masa kolonial Belanda. Dalam Orientalisme yang menjadi tonggak lahirnya teori poskolon ial,
Said memberi pesan pada pembaca dunia ketiga, negara-negara yang pernah terjajah supaya memiliki
kesadaran dalam melihat keadilan dan kesetaraan, serta mengerti kekuatan wacana budaya Barat
Menggunakan Orientalisme dan konsep Homi Bhabha dalam teori poskolonial, maka novel Bumi
Manusia karya Pramoedya Ananta Noer yang berlatar kolonial Belanda dan dijajah Barat (Belanda)
dibaca geuad Suei esãurq trep 'intui Sueso trexedniai Sur. sntad Surpurd snpns trep strup.

Ringkasan Cerita Bumi Manusia


Minke adalah seorang pribumi yang bersekolah di H.B.S., berdarah priyayi. Suatu hari, ia
diajak oleh teman sekolahnya, Robert Suurhof ke rumah Robert Mellema, seorang Indo -anak orang
Belanda bernama Herman Mellema dan gundiknya, Nyai Ontosoroh. di kediaman Robert Mellema,
Boerderij Buitenzorg. Minke bertemu Annelies Mellema, seorang gadis Indo dan Nyai Ontosoroh.
Dengan cepat, Minke menjadi bagian dari kisah hidup Annelies dan Nyai Ontosoroh. Annelies jatuh
hati pada Minke, pun sebaliknya. Nyai Ontosoroh pun mendukung hubungan putus. Sayangnya,
kematian tuan Herman Mellema membuat Annelies dan Minke yang menikah berada di ujung tanduk
karena pernikahan pribumi dan Indo tidak dibenarkan di hukum Belanda, Annelies pun dibawa ke
Belanda. Analisis Orientalisme Belanda Terhadap Pribumi Pada masa kolonial Belanda di Hindia
Belanda, tingkat sosial dibagi menjadi tiga yaitu: orang Eropa, satu (Arab, Cina, dsb) dan yang
terendah adalah pribumi, Tingkat sosial tersebut dapat dilihat dalam novel Bumi Manusia, pada
perkataan yang dilontarkan oleh seorang Belanda, Herman Mellema kepada Minke, si pribumi.
Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa bisa sedikit bicara Belanda
lantas jadi Eropa Tetap monyet! "(Hal.64)
Minke yang menemani pengelolaan, Robert Suurhof ke rumah Robert Mellema dan
berkenalan dengan Annelies serta Nyai Ontosoroh, diundang untuk makan malam di kediaman
Mellema. Di tengah menikmati makan malam, Herman Mellema datang dan dengan sinis
mengomentari Minke yang berusaha tampil seperti Eropa sebagai monyet, setara dengan hewan
pemakan pisang. Hal ini menyiratkan kalau orang Eropa (Barat) menganggap dirinya lebih tinggi dan
beradab dibanding Pribumi (Timur). Bahkan, anak keturunan Belanda dan Pribumi menganggap
pribumi sebagai bawahan. Dalam Bumi Manusia, tokoh Robert Mellema, anak campuran Belanda
dan gundik sangat mengagungkan Eropa, dia menghubungkan Ibunya yang seorang pribumi Bagi dia
(Robert Mellema) tak ada yang lebih besar yang harus jadi orang Eropa dan semua Pribumi harus
tunduk padanya. (Nyai Ontosorob, hal 97).
Bagi dia (Robert Mellema) tak ada yang lebih agung cocok jadi orang Eropa dan semua
Pribumi harus tunduk padanya. "(Nyai Ontosoroh, hal.97) Di contoh lain yang digambarkan dalam
Bumi Manusia adalah anggapan kalau Pribumi (Timur) identik dengan kasar , tidak beradab, dan
tidak sopan dibandingkan dengan Eropa (Barat) dan peradabannya yang menjawab 'tinggi' seperti
yang di dialog Dokter.
Martinet (dokter keluarga Mellema yang tengah merawat Annelies yang jatuh sakit) dan
Minke. Tak boleh ada kata keras, kasar, mengecewakan. - Hal ini berlaku karena pria Pribumi belum
terbiasa memperlakukan wanita dengan lembut dan sopan, ramah dan tulus. Setidak-tidaknya begitu
yang dapat kuketahui, kudengar, juga kubaca. Tuan telah belajar adab Eropa selama ini, tentu Tuan
tahu perbedaan antara sikap pria Eropa dan pria Pribumi terhadap wanita. Kalau Tuan sama dengan
pria Jawa pada umumnya, anak ini takkan berumur panjang (Dokter Martinet, hal 301)

Said dalam Orientalisme menyebutkan bahwa Barat dan Timur memiliki sejarah, pemikiran,
kosakata, dan citranya sendiri. Bagi Timur, proses tersebut membuat Timur 'ada secara eksotik di dan
bagi Barat. Malah, hal ini menciptakan "ada secara dominan di dan bagi Timur Dalam novel Bumi
Manusia, anggapan bahwa Barat lebih dominan dan tinggi derajatnya, diakut oleh pribumi (Timur)
diperlihatkan dalam adegan ketika Herman Mellema ditemukan tewas di rumah bordil Babah Ah
Tjong dan anggota keluarga Mellema beserta Minke terlibat dalam pengadilan untuk mengusut
kematian Herman. Nyai Ontosoroh skeptis kalau mereka (Pribumi) bisa memenangkan pengadilan
dan menunjukkan Babah Ah Tjong yang tingkat sosialnya jika lebih tinggi (Cina) ke meja hijau.
Terlebih relevan dengan orang Eropa (anak dari istri resmi resmi) Herman Mellema) dalam urusan
harta waris. Bagi mereka Pribumi mesti salah orang Eropa harus bersih, jadi pribumi pun sudah salah.
Dilahirkan sebagai Pribumi lebih salah lagi. (Nyai Ontosoroh, hal 413)
Analisis Mariinalitas Akibat Dominasi Dominasi Barat di Hindia-Belanda tidak hanya
menghasilkan tingkat sosial dalam tiga golongan saja (Eropa-Asing-Pribumi), melainkan di kalangan
pribumi (Jawa tradisional) pun ada tingkat sosial (priyayi, wong cilik). Disebutkan di beberapa
bagian Bumi Manusia tentang pandangan masyarakat terhadap gundik / nyai dan orang Jawa
berpendidikan Belanda terhadap Jawa. 1. Marjinalitas Perempuan (Nyai) Tokoh Nyai Ontosoroh
digambarkan sebagai sosok yang cerdas. Tetapi, dalam masyarakat, istilah Nyai mengacu pada
perempuan yang tidak beradab seperti yang ditunjukkan pada dialog hal.75:. tingkat susila keluarga
nyai-nyai rendah, jorok, tanpa kebudayaan, perhatiannya hanya pada soal-soal berahi semata. Mereka
hanya keluarga pelacur, manusia tanpa pribadi, dikodratkan akan tenggelam dalam ketiadaan tanpa
bekas. "(Hal.75) Padahal bukan kehendak Nyai Ontosoroh menjadi Nyai. Dia adalah perempuan yang
dijual oleh orang tuanya kepada Herman Mellema, seseorang yang memiliki istri dan anak resmi di
negeri Belanda. Meski begitu, Nyai Ontosoroh tumbuh dengan didikan Eropa oleh Herman Mellema
dan mampu menjadi perempuan vang menjalankan perusahaan Herman Mellema. Dalam
marjinalitas Nyai, ketika dirunut ke masa Nyai Ontosoroh dijual oleh orang tua ke orang Belanda, hal
ini menunjukkan bahwa seorang perempuan bisa dengan mudah diserahkan demi materi (uang),
bahkan oleh orang tua sendiri. Ada kuasa ayah dan anak perempuan, serta kuasa Belanda- Pribumi.
2. Marjinalitas Jawa / Pribumi "Apa Mas lebih suka kalau aku bicara Jawa?" Tidak, aku tak mau
menganiayanya dengan bahasa yang masuk, menaruh diri pada ditempatkan di dalam tatahıdup Jawa
yang pelik itu. "Belanda sajalah," kataku. (Annelies dan Minke, hal.94)
Sewaktu tokoh Minke dan Annelies Jawa dan Indo- bertemu dan Minke memutuskan untuk
berbicara dalam bahasa Belanda meskipun lawan bicaranya bisa berbahasa Jawa menunjukkan bahwa
Minke memiliki pemikiran bahwa Jawa pelik dan tidak dipriorltas kan dibanding pemilihan bahasa
Belanda Ketika Berbicara dengan seorang Indo, ada dua kemungkinan yaitu: 1. Minke merasa
seorang Indo tidak pantas bicara Jawa karena hal itu bisa merendahkan si Indo yang berkedudukan
sosial lebih tinggi. 2. Bahasa Jawa lebih rendah dibanding bahasa Belanda dalam pemikiran Minke.
Selain bahasa Jawa, tokoh Minke juga tidak terlihat suka atau menolak adat Jawa. Dia kalau bisa
menyembah seorang raja (bupati), merangkak, atau merendahkan diri adalah hal yang tidak pantas
karena berbeda dari ilmu dan cara bergaul yang didapatnya dari sekolah HB.S. Meski begitu, Minke
tetap menjalankan adat Jawa yang diwariskan oleh leluhurnya. Apa guna belajar ilmu dan
pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak,
beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula? (Minke,
hal.179)
Analisis Mimikri Budaya Belanda oleh Pribumi Homi Bhabha Berbicara soal mimikri atau
peniruan sebagai salah satu dampak kolonial di teori poskolonial. Mimikri merupakan waktu bintik-
bintik di lingkungan kolonial dan subyektivitas Eropa yang 'tercemar ", tergusur dari asal-usulnya dan
ulang dalam kepekaan dan kolonialisme Contoh mimikri yang ditemukan dalam novel Bumi Manusia
adalah sebagai berikut:" Jadi kau berani, muji kecantikan gadis Eropa di hadapan orangnya sendiri?
"" Ya, Mama, guru kami mengajar adab Eropa. "(Nyai Ontosoroh dan Minke, hal.39) Dialog antara
Nyai Ontosoroh dan Minke dipicu karena Minke sebagai kecantikan Annelies Sikap secara langsung
merupakan sesuatu yang Tidak biasa dalam adat pribumi pada waktu itu, melainkan ajaran adab
Eropa yang dipraktikkan oleh Minke (ada peninuan adab Eropa oleh pribumi), Di sisi lain terdapat
adegan peniruan cara makan dan selera musik oleh Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh dididik secara
Eropa oleh suaminya, Tuan Herman Mellema dan kebiasaannya kebiasaannya sehari-hari. Nyai
makan tenang-tenang seperti wanita Eropa tulen lulusan boarding school Inggris. (hal.41) Kami
(Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh) melewatkan malam itu dengan mendengarkan waltz Austria
dari fonograf (hal. 102) Suratno (2013) menyebut peniruan budaya Eropa merupakan sebuah
keharusan dalam pengaturan pribadi-pribadi pribumi modern dan dilihat sebagai perintah atau versi
zaman. Apabila ditentukan sikap Minke dan budaya Jawa yang ia tentangkan, maka terlihat kalau ada
pesanan dari orang yang mengikuti budaya modern alias Eropa sebagai kelompok yang telah maju
dan temporer budaya Jawa itu tradisional dan tertinggal.

Kesimpulan
Pada bagian awal BM, diceritakan bahwa Minke adalah seorang pribumi muda yang berbakat dan
bersekolah di sekolah H.B.S. Minke juga banyak bergaul dengan teman-temannya yang kebanyakan
adalah anak totok Belanda/Eropa dan campuran totok dengan Pribumi (Indo). Sahabat pribadinya
sendiri, Jean Marais, adalah seorang totok berkebangsaan Prancis yang pernah menjadi serdadu
kumpeni dan kehilangan salah satu kakinya. Jean yang sebetulnya humanis itu terpaksa menjadi
serdadu karena kemiskinannya. Di medan perang, ia kemudian justru menikahi seorang wanita Aceh
dan memiliki putri cantik bernama Maysaroh. Sayangnya, istrinya meninggal dunia. Jean pun hanya
bisa bertahan hidup sebagai pelukis pesanan di Hindia Belanda. Minke kerap membantunya
mencarikan pesanan untuk sahabatnya itu.
Hidup di antara kalangan Indo, Minke merasa tak ada masalah dengan hal tersebut. Ia
dibesarkan dari keluarga priyayi Jawa dan bisa menggunakan bahasa Belanda dengan fasih. Meski
demikian, ia sadar ia hanya seorang inlander. Bagaimanapun juga, ia tidak “sekeren” para Indo dan
totok.
Minke adalah seorang pengagum kecantikan. Di bagian awal novel ini, kita akan mudah menangkap
karakter Minke ini. Pram membuatnya tampak seperti remaja lelaki galau yang tengah di mabuk cinta.
Tak tanggung-tanggung, ia jatuh hati pada Ratu Wihelmina, ratu Belanda! Hahaha.
Sifat Minke yang mudah jatuh hati pada wanita ini diketahui teman-temannya, tak terkecuali Suurof.
Suurof adalah indo yang sangat rasis. Ia sangat membanggakan dirinya yang punya darah Eropa.
Suatu hari, ia ditantang Suurof menaklukkan hati wanita yang konon lebih cantik dari Sri Ratu
Belanda! Tantangan pun bersambut. Minke mau diajak ke rumah seorang pribumi simpanan Belanda
bernama Nyai Ontosoroh. Di rumah tersebutlah Minke bertemu dengan wanita yang konon luar biasa
cantik itu. Ia adalah Annelies, bungsu dari Nyai Ontosoroh dan adik dari Robert Mellema.
Begitu melihat Annelis pada pandangan pertama, Minke sudah tak bisa berkata apa-apa. Tapi Minke
tak hanya terperdaya oleh kecantikan Annelies. Menurutnya, keluarga Nyai Ontosoroh alias Sanikem
sangatlah unik. Nyai Ontosoroh tampil sebagai wanita super cerdas. Dia tak seperti nyai-nyai atau
simpanan Belanda kebanyakan. Anaknya, Annelies juga unik. Meski luar biasa cantik, ia tak punya
teman Indo dan totok karena berhenti sekolah. Mentalnya pun seperti bocah karena sejak kecil harus
membantu ibunya di perusahaan tanpa pergaulan dengan kawan-kawan seumurnya. Abangnya, Robert
Mellema sangat “mengesankan”. Meski yang ini kesannya negatif. Tapi setidaknya, Robert tak
semengerikan Herman Mellema (sang kepala keluarga) yang begitu jijik ada pribumi seperti Minke
yang masuk ke dalam rumahnya. Herman Mellema bahkan mengumpati Minke dengan sebutan
monyet. Untungnya, Nyai Ontosoroh memberanikan diri membela Minke. Ini adalah tindakan luar
biasa mengingat biasanya seroang nyai pribumi tunduk di bawah totok Belanda.
Seiring berjalannya waktu, Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Tapi Minke tak menyangka
bahwa Annelies menjadi sangat bergantung padanya. Ia terus disurati agar kembali ke rumah Nyai
untuk tinggal bersama. Pernah juga Annelies sakit parah setelah lama tak melihat Minke yang dipaksa
berkunjung ke rumah orangtuanya. Minke mau saja sebetulnya tinggal bersama Annelies. Tapi tinggal
di rumah seorang Nyai membuatnya kena stigma buruk di masyarakat. Seorang Nyai atau simpanan
Belanda dianggap sebagai wanita perayu yang mesum. Minke pun pernah berpandangan demikian.
Untungnya ia ditegur oleh sahabatnya, Jean Marais. Berlakulah adil sejak dalam pikiran! Begitu pesan
Jean pada Minke. Jangan menghakimi Nyai Ontosoroh sebagai tuna susila seperti yang dilakukan
orang lain.
Minke pun kembali menginap di Wonokromo (rumah Annelies) sambil terus bersekolah di
H.B.S. Ia sendiri sudah mulai menulis untuk koran-koran. Sebagai pribumi, Minke banyak dipuji
karena mampu menulis belanda dengan sangat baik. Tapi sayangnya, banyak temannya yang berdarah
Eropa sinis padanya. Mereka merasa keeropaan mereka tersakiti karena ada pribumi yang prestasinya
lebih baik. Pelan-pelan, Minke juga mulai paham kenapa Annelies begitu tergantung dan “ringkih.”
Annelies pernah diperkosa abangnya sendiri. Traumanya membekas terus bertahun-tahun kemudian.
Apalagi Annelis tak pernah menceritakan kejadian itu kecuali pada Minke seorang.
Dari Wonokromi, sebuah kabar mengejutkan tiba-tiba terdengar. Tuan Herman Mellema
meninggal dunia. Selepas itu, datang lagi sebuah kabar menggemparkan. Nyai mendapat surat dari
anak kandung Mellema di Belanda bernama Ir. Maurits Mellema. Maurits adalah anak sah Herman
Mellema dengan Amelia Mellema-Hammers. Maurits menuntut seluruh kekayaan perusahaan yang
dimiliki Herman Mellema yang selama ini dibesarkan Nyai Ontosoroh. Bukan itu saja, ia minta hak
asuh atas Annelies untuk dibawa ke Belanda.
Tuntutan Maurits diajukanke pengadilan. Nyai bersikukuh melawan meski mereka tahu
bahwa mereka akan kalah. Pasalnya sederhana, tak ada pribumi yang bisa melawan Belanda, apalagi
yang totok! Meski perusahaan Mellema tersebut dibesarkan oleh Nyai Ontosoroh, tapi akhirnya
pengadilan memutuskan untuk menyerahkannya pada Maurits. Annelies dan Robert diberi bagian.
Tapi Robert telah pergi dan hak asuh Ann diminta Maurits. Alasannya? Jelas supaya seluruh harta
Herman Mellema jatuh ke tangan Maurits.
Di tengah kasus ini, Minke dengan setia berada dan membantu Nyai maupun Annelies. Ia pun banyak
diterpa gossip memalukan. Misalnya, ia mendapat stigma buruk akibat serumah dengan simpanan
Belanda. Ia pun rajin membalas dengan artikel-artikel buatan sendiri yang dikirim ke surat kabar
langganannya dan surat kabar Melayu milik Kommer. Tapi akhirnya ia dikeluarkan dari sekolah atas
tuduhan membahayakan gadis-gadis sekolah (sebab Minke dianggap mesum dengan Nyai
Ontosoroh!). Temannya, Robert Suurof adalah salah satu orang di balik gossip murahan ini.
Meski gejolak demi gejolak dialami, Minke akhirnya memutuskan menikah dengan Annelies.
Ia ingin membuktikan bahwa stigma yang menempel padanya tidak benar. Ia juga ingin menahan Ann
supaya tidak dibawa ke Belanda dengan menikahinya. Sayangnya, Minke harus kembali menelan pil
pahit. Pengadilan bersikukuh membawa segera membawa Ann ke Belanda. Nyai Ontosoroh dan
Minke mencari berbagai cara untuk mencegah hal ini. Bahkan teman-teman Darsam sudah berjaga-
jaga di depan rumah Nyai dengan membawa clurit. Tapi aparat kolonial tetap memaksa membawa
Ann. Kerusuhan pun pecah dengan iringan takbir dari pasukan Madura. Pihak Belanda memenangkan
kerusuhan dan Annelies pun dipaksa pergi dari rumahnya. Mereka kalah. Tak bisa dipungkiri bahwa
Nyai maupun Minke kalah. Tapi Nyai menghibur Minke bahwa mereka sudah mencoba melawan.

“Kita sudah melawan, sehormat-hormatnya.”

Anda mungkin juga menyukai