Anda di halaman 1dari 22

[Type text]

MAKALAH

ASPEK LEGAL ETIK (ABORSI)

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK II

1. ANDI SUMARNI A.D. C1914201202


C1914201235
2. AURELIA ANTONIETA EXPOSTO C1914201262
3. DELFIANUS ROBERT C1914201208
4. DESTILILIANA BABUR C1914201269
5. HARRY CRISTIAN SAROINSONG C1914201246
6. MARDIANA C1914201214
7. MARIA DAFROCIANA PURNAMA C1914201215
8. MARIA RESKY LOPAK C1914201263
9. MARIA ROSALIA YOANA GOSAL C1914201217
10. NENI SOMBO BAMBA C1914201231
11. ZENNA ELIZABETH NIKIJULUW C1914201261
12. ZYATNA PATATTAN

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


TINGKAT 1 SEMESTER 5 TAHUN AJARAN 2019/2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kelompok panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga Kelompok dapat menyelesaikan makalah Konsep Dasar Keperawatan
yang berjudul: ASPEK LEGAL ETIK ABORSI.

Didalam makalah ini dijabarkan mengenai definisi aborsi, kalsifikasi, penyebab, resiko
aborsi serta pandangan aborsi dari berbagai aspek dan kasus tentang aborsi.

Kelompok mengucapkan terima kasih kepada narasumber, dosen pengampuh, dan semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini hingga sampai kepada Mahasiswa.

Makassar, 05 November 2019

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………….. i

Daftar isi…………………………………………………………………………….
ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
2. Rumusan Masalah……………………………………………………… 2
3. Tujuan Pembahasan……………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Aborsi……………………………………………………… 3
2. Klasifikasi Aborsi……………………………………………………… 3
3. Penyebab Aborsi………………………………………………………. 4
4. Resiko Aborsi…………………………………………………………. 5
5. Pandangan Aborsi dari Berbagai Aspek………………………………. 7

BAB III STUDI KASUS………………………………………………………….. 15

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan…………………………………………………………….. 17
2. Saran…………………………………………………………………… 17

DAFTAR PUSTAKA
ii

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya
angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka
pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat
besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yang mengkategorikan aborsi itu
pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bai
juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.

Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.


Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya diakhiri dengan
abortus. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram, sedangkan menurut WHO batasan usia kehamilan adalah
sebelum 22 minggu.

Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Namun


demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena sebagian
keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak dating ke
dokter atau rumah sakit.

Sementara itu, kendati dilarang, baikoleh KUHP, UU, maupun fatwa MUI atau
majelis tarjih Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia tetap
tinggi dan mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar dilakukan oleh para
remaja.

Aborsi atau pengguran kandungan seringkali identik dengan hal-hal negative bagi
orang-orang awam. Bagi mereka, aborsi adalah tindakan dosa. Melanggar hokum dan
sebagainya. Namun, sebenarnya tidak semua aborsi merupakan tindakan yang negative
karena ada kalanya aborsi dianjurkan oleh dokter demi kondisi kesehatan ibu hamil yang
lebih baik.
Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang
tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan
kehilangan, kesedihan yang mendalam, dan atau rasa bersalah.

Dalam kasus aborsi yang dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai counselor atau
peran dan fungsi perawat yang lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas etik
keperawatan yang ada untuk membantu pasien menghadapi pilihan yang telah dipilih
(aborsi).

2. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2) Bagaimana pandangan aborsi dari berbagai aspek?
3) Bagiamana sikap perawat dalam menghadapi dilemma etis dalam kasus aborsi?

3. Tujuan Pembahasan
1) Untuk mengetahui pengertian, klasifikasi, penyebab dan resiko aborsi
2) Untuk mengetahui pandangan aborsi dari aspek medis, agama, social budaya dan hukum
3) Untuk mengetahui sikap perawat dalam mengalami dilemma etis dalam kasus aborsi
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Aborsi

Aborsi adalah ancaan atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim jika beratnya kurang dari 500 g atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada
bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya
janin dalam rahim.

Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yang berarti berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu disebut kelahiran premature. Untuk bisa
mengatakan seorang wanita mengalami abortus haruslah memenuhi persyaratan diatas.

Pengertian aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia adalah:

1) Pengeluaran hasil konsepsi pada stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan


yang lengkap tercapai (38-40 mingg)
2) Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat kurang
dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).

Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU
Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Maksud dari tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.

2. Klasifikasi Aborsi
a. Aborsi Spontan
Abortus spontanea merupakan keluarnya janin sebelum dapat hidup dalam
kandungan yang terjadi dengan sendirinya, tanpa tindakan apapun dari manusia, tanpa
disengaja dank arena faktor-faktor alamiah di luar kemampuan manusia. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Dalam bahasa sehari-
hari biasanya disebut keguguran. Aborsi spontan dibagi menjadi beberapa golongan
sebagai berikut:
1) Abortus Imminens
Abortus imminens adalah aborsi tingkat permulaan, pada kehamilan kurang dari
20 minggu terjadi perdarahan dari uterus atau rahim, dimana janin masih dalam
kondisi baik di dalam rahim, serta leher rahim belum melebar. Ibu mungkin
mengalami mulas atau tidak sama sekali.
2) Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah aborsi dimana pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
terjadi pendarahan, dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Ibu mengalami mulas yang
sering dan kuat.
3) Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum
20 minggu, namun sebagian organ janin, sisanya masih tertinggal didalam rahim,
yang tertinggal adalah desidua atau plasenta. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan,
jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri
eksterium. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan,
sehingga harus dikuret.
4) Abortus Kompletus
Abortus kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar (desisua atau fetus),
sehingga rongga rahim kosong sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.
Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan
mungkin sedikit dan uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang
mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika
dating ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang
tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
5) Missed Abortion
Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.
Missed abortion digolongkan kepada abortus imminiens.
6) Abortus Habitualis
Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keadaan terjadinya abortus tiga
kali berturut-turut atau lebih. Aborsi habitualis ini dapat terjadi juga jika kadangkala
seorang wanita mudahsekali mengalami keguguran yang disebabkan oleh gangguan
dari luar yang amat ringan sekali, misalnya terpeleset, bermain skipping (meloncat
dengan tali), naik kuda, naik sepeda dan lain-lain. Bila keguguran hampir tiap kali
terjadi pada tiap-tiap kehamilan, maka keadaan ini disebut “aborsi habitualis” yang
biasanya terjadi pada kandungan minggu kelima sampai kelimabelas.
7) Abortus infeksiosa
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi organ genital.
8) Abortus septik
Abortus septik adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum karena tindakan
abortus yang disengaja (dilakukan dukun atau bukan ahli) lalu menimbulkan infeksi.
b. Aborsi provokatus
Aborsi provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan oleh
perbuatan manusia dengan maksud dan pertimbangan tertentu, yakni dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu baik dengan
memakai obat-obatan atau alat karena kandungan tidak dikehendaki untuk dilahirkan.
Abortus provokatus dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Aborsi Medis/Trapeutik (abortus provocatus therapeuticus)
Aborsi medis adalah pengguguran janin dalam kandungan sebelum waktunya
secara sengaja karena adanya alasan medis tertentu, indikasi medis yang dimaksud
misalnya, pada kehamilan di luar kandungan, ibu hamil sakit jantung yang parah,
penyakit TBC yang parah, tekanan darah tinggi, kanker payudara, kanker leher
rahim. Aborsi provokatus dapat juga dilakukan pada saat kritis menolong jiwa si ibu.
Bila kehamilan diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin, sekali lagi
keputusan menggugurkan akan sangat dipikirkan secara matang. Indikasi untuk
melakukan aborsi provokatus therapeuticum sedikit-dikitnya harus ditentukan oleh
dua orang dokter spesialis, seorang dari ahli kebidanan dan seorang lagi dari ahli
penyakit dalam atau seorang ahli penyakit jantung.
2) Aborsi Kriminalis (abortus provocatus criminalis)
Aborsi kriminalis adalah pengguguran janin dalam kandungan sebelum
waktunya secara sengaja tanpa mempunyai alasan medis/illegal dan disebabkan oleh
alasan-alasan tertentu, misalnya malu mengandung karena hamil di luar nikah.
Aborsi ini biasanya dilakukan demi kepentingan pelaku, baik itu dari wanita yang
mengadopsi kandungannya ataupun orang yang melakukan aborsi seperti dokter
secara medis ataupun dilakukan oleh dukun beranak yang hanya akan mencari
keuntungan materi saja.

3. Penyebab Aborsi
a. Alasan Medis
1) Kadang kondisi rahim perempuan hamil yang tidak kondusif untuk perkembangan
janin. Dalam kasus ini aborsi bisa dilakukan.
2) Dalam beberapa kasus medis, ada perempuan yang mengalami kerusakan atau
kelainan pada organ reproduksi sehingga berbahaya bagi janin. Jika dokter
mendiagnosis ada kerusakan maka aborsi bisa dilakukan.
3) Kelainan genetik yang akan menyebabkan kelainan pada anak setelah lahir juga
merupakan asalan mengapa banyak perempuan memilih aborsi. Kelainan genetic ini
dapat diketahui dengan bantuan tes darah. Jika hasilnya tidak memuaskan maka
aborsi dapat dilakukan.
4) Kadang-kadang, pertumbuhan janin bisa membahayakan kesehatan ibu yang
membawanya ke ambang kematian. Dalam kasus ini, perempuan dapat melakukan
aborsi untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
5) Jika seorang perempuan menderita penyakit seperti jantung, AIDS atau penyakit
menular seksual, dia dapat melakukan aborsi.
b. Alasan Pribadi
1) Sebuah kehamilan yang terjadi akibat perkosaan dapat digugurkan karena si
perempuan inginmenghilangkan trauma. Anak yang dikandungnya dapat menjadi
pengingat pengalaman mengerikan di masa lalu.
2) Kadang seorang perempuan merasa tidak yakin secara financial untuk merawat
dirinya dan bayi yang dikandungnya. Belum lagi si suami tidak mau bertanggung
jawab dengan meninggalkan si istri atau menganggur. Karena alasan ekonomi sangat
mungkin si perempuan melakukan aborsi.
3) Banyak perempuan menikah memilih aborsi karena si suami tidak mau membesarkan
anak bersama sebagai orang tua. Si perempuan kemudian tidak merasa aman secara
financial dan takut si suami akan meninggalkannya.
4) Adanya desakan dari orangtua dan kecaman social terhadap perempuan yang hamil di
luar nikah adalah alasan lain mengapa banyak perempuan memilih aborsi. Banyak
sekali orang tua yang memaksa anak perempuan yang belum menikah untuk
melakukan aborsi hanya untuk menyelamatkan muka di depan masyarakat dan
kerabat lainnya.
5) Banyak juga kasus perempuan yang melakukan aborsi akibat kontrasepsi yang gagal.
6) Bagi sebagian wanita menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak
dikehendaki, dan sebagian wanita merasa bahagia menjalani kehamilan. Terlepas dari
alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi kehamilan
yang tidak diinginkan.
7) Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil, baik yang telah menikah maupun yang
belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah
alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan/sengaja).
8) Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama merka yang
hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang
menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka
tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat
merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.

4. Resiko Aborsi

Aborsi memiliki resiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun


keselamatan hidup seorang wanita. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi
beresiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis pada wanita yang
melakukan aborsi.

a. Resiko kesehatan
 Kematian mendadak karena pendarahan hebat
 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
 Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
 Kerusakan leher rahim (Cervical Laceration) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya.
 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormone estrogen pada wanita)
 Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
 Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
 Kanker hati (Liver Cancer)
 Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya
 Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
 Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
b. Resiko Psikososial
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak
yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”


(Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological
Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post Abortion Review
(1994).

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal
seperti berikut ini:

1) Kehilangan harga diri (82%)


2) Berteriak-teriak histeris (51%)
3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4) Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5) Mulai mencoba menggunakan obat-obatan terlarang (41%)
6) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi
perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
5. Pandangan Aborsi dari Berbagai Aspek
a. Ditinjau dari aspek medis
Dari segi medis, ada kalanya aborsi boleh dilakukan, yaitu aborsi spontan.
Namun memiliki resiko pada kehamilan berikutnya, bayi lahir dengan berat badan
rendah sampai kemungkinan terjadinya kemandulan akibat kerusakan yang luas pada
endometrium. Berbeda dengan aborsi provocatus yang merupakan tindakan amoral.
Karena sesungguhnya umat manusia itu adalah umat manusia itu adalah umat yang
mulia dan membunuh satu nyawa berarti membunuh semua orang. Sebaliknya,
menyelamatkan satu nyawa berarti menyelamatkan nyawa semua orang.
Resiko dari tindakan aborsi provocatus tidak hanya mencakup resiko jangka
pendek melainkan juga resiko jangka panjang. Resiko jangka pendek yang tersering
adalah terjadinya perdarahan aborsi yang dapat mengancam jiwa. Resiko lain adalah
syok septik akibat tindakan aborsi yang tidak steril biasanya berakhir dengan
kematian dan kegagalan ginjal. Kegagalan ginjal ini dapat terjadi sebagai penyerta
syok ataupun yang ditimbulkan karena penggunaan senyawa-senyawa racun yang
dipakai untuk menimbulkan aborsi, seperti lisol, sabun, phisohex. Sedangkan resiko
jangka panjang yang akan dialami adalah kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
(kehamilan di luar tempat yang semestinya) pada kehamilan berikutnya. Hal ini
terjadi akibat kerusakan pada lapisan dalamrahim (endometrium) setelah dilakukan
dilatasi (pelebaran secara paksa leher rahim dengan alat khusus) dan kuretase
(pengerokan endometrium dengan alat khusus) pada tindakan aborsi. Kerusakan pada
endometrium yang diakibatkan dilatasi dan kuretase ini juga meningkatkan resiko
terjadinya plasenta previa (letak plasenta tidak pada tempat semestinya sehingga
menggangu proses persalinan).

b. Ditinjau dari aspek agama

1) Islam

Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum
aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt :

” Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah
murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang
besar.”( Qs An Nisa’ : 93 )

Ijhadh (aborsi) menurut bahasa berarti menggugurkan kandungan yang


kurang masanya atau kurang kejadiannya, tidak ada perbedaan antara kehamilan
anak perempuan atau laki – laki, baik aborsi ini dilakukan dengan sengaja atau
tidak. lafazh ijhadh memiliki beberapa sinonim seperti isqath (menjatuhkan),
ilqa’ (membuang), tharah (melempar), dan imlash (menyingkirkan).

Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I
hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang
diharamkan Allah swt.

Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus
Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan
jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya. Melakukan aborsi
baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika
dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu
akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti
ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan
jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran
Islam, sesuai firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah


dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32).

Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang
lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi
Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya,
meskipun ini berarti membunuh janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara
medis. Karena syariat memandang sang ibu sebagai akar pohon dan sang janin
sebagai cabangnya. Dalam Islam dikenal prinsip al ahamm wa al muhimmn
(yang lebih penting dan yang penting), dalam kasus ini dapat diartikan
“mengambilan yang lebih kecil buruknya dari dua keburukan”. Di Indonesia
yang dimaksud dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya:

 Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan


untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
 Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
 Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
 Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
 Prosedur tidak dirahasiakan.
 Dokumen medik harus lengkap.

2) Kristen

Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan
atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.

a) Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki
nyawa.

Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah
mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-
bangsa.”

b) Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.

Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk
kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran
kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka
pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu
kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim.  Tetapi jika
perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus
memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti
tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti
bengkak.

c) Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan. 

Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak
lahirnya.  Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”” Jawab
Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-
pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia…”
d) Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. 
Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab;
dialah bapa orang Moab yang sekarang.  Yang lebih mudapun melahirkan
seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang
sekarang.
e) Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun
alasannya.

3) Katolik

Gereja mengajak kita untuk menghormati hidup manusia sejak dari awal, oleh
karena itu dapat dikatakan dengan tegas, kita menolak adanya pengguguran. Hal ini
ditulis dengan jelas dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci Roma
pada tanggal 10 Maret 1987, yaitu Dokumen Donum Vitae. Dan dokumen ini
bersumberkan pada Kitab Suci sendiri yaitu larangan membunuh orang yang tidak
bersalah (bdk. Kel 20:13 dan Ul 5:17).

Jadi iman katolik menolak dengan tegas abortus atau pengguguran dengan cara
dan alasan apa pun. Sekalipun aborsi itu dilakukan dengan alasan kesehatan dari si
ibu. Atau karena rasa belas kasihan karena melihat anak yang akan dilahirkan itu
nanti cacat (cacat fisik atau cacat mental) sehingga dianggap tidak memiliki masa
depan yang baik kecuali penderitaan. Bahkan katolik juga menolak aborsi terhadap
bayi yang dikandung akibat kecelakaan (ibu diperkosa atau hasil pergaulan bebas dan
sebagainya). Tidak ada satu orang pun yang berhak mengambil jiwa seseorang,
sekalipun ia masih manusia kecil dalam kandungan.

Sanksi aborsi termuat dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja no. 1398, yaitu
berupa ekskomunikasi otomatis, atau pengucilan dari kehidupan Gereja. Seandainya
walaupun Gereja dan lingkungan tidak mengetahui bahwa seseorang telah jatuh ke
dalam dosa ini, namun Tuhan tetap mengetahuinya dan kita tidak bisa melarikan diri
dari hukuman Tuhan. Sehingga apabila dia dalam keadaan dosa ini tetap menerima
sakramen, berarti dia menambah dosanya sendiri.

Mereka yang terkena sanksi ekskomunikasi otomatis ini tidak diperkenankan


untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai acara doa bersama, misalnya: Perayaan
Ekaristi, sakramen lainnya dan sebagainya (Kan. 1331).

Sanksi ekskomunikasi otomatis ini hanya bisa dihilangkan melalui penerimaan


Sakramen Tobat atau Sakramen Pengampunan Dosa. Bahkan untuk menunjukkan
ketegasannya, Gereja pada awalnya menetapkan bahwa hanya Uskup yang
berwenang memberikan Sakramen Tobat kepada mereka yang terlibat dalam
pengguguran ini. dalam perkembangan selanjutnya, demi pelayanan pastoral yang
memadai, kekuasaan itu didelegasikan kepada semua imam.

Kasih Tuhan tercurah kepada setiap orang, termasuk juga manusia kecil yang
baru diciptakan-Nya. Marilah kita juga mencintai si manusia kecil ini seperti kita
mencintai diri kita sendiri. Kalau di dalam diri kita, kita meyakini bahwa Allah hadir
dan berkarya, niscaya kita akan sadar pula karya Tuhan dalam diri si manusia kecil.
Oleh karena itu, lihatlah Dia yang hadir dalam diri manusia kecil ini (bdk. Mrk
12:28-34).

4) Hindu

Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut


“Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan
membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam
sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah
berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang
belum sempurna seperti tubuh manusia. Oleh karena itulah perbuatan aborsi
disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain
Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya:
”Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.”. Atharvaveda X.1.29:
“Anagohatya vai bhima” artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan
Atharvaveda X.1.29: “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya: Jangan
membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah
mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah
membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa,
serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.

Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan
semata-mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama
Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan.

5) Buddha

Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran


kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
Dari sudut pandang Buddhis aborsi bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk
dilakukan. Agama Buddha, umat Buddha terdiri dari dua golongan yaitu pabbajita
dan umat awam. Seorang pabbajita mutlak tidak boleh melakukan aborsi karena
melanggar vinaya yaitu parajjika.
Tetapi sebagai umat awam aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat.
Misal janin dalam kandungan dalam kondisi abnormal yang dapat membahayakan
kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan ibu. Aborsi dalam agama
Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan yang dapat
menimbulkan karma buruk. Tetapi agama Buddha tidak melarang secara multak
orang yang melakukan aborsi. Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat
dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Hal terbaik untuk tidak melakukan aborsi
adalah menghindari terjadinya aborsi misal tidak melakukan hubungan seks bebas
yang bisa memungkinkan terjadinya aborsi. Dalam kasus lain yang tidak dapat
dihindari untuk terjadinya aborsi boleh dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain
yang terbaik dan dengan alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan
kondisi yang sangat sulit akan tetapi seminimal mungkin untuk menghindari
terjadinya aborsi karena dalam agama buddha aborsi merupakan suatu pembunuhan
yang tidak diperbolehkan karena menghilangkan nyawa suatu mahluk yang
mengakibatkan karma buruk. Dalam agama budha perlakuan aborsi tidak dibenarkan
karena suatu karma harus diselesaikan dengan cara yang baik, jika tidak maka akan
timbul karma yang lebih buruk lagi.

Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :

a) Mata utuni hoti: masa subur seorang wanita


b) Mata pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c) Gandhabo paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus
kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang
memiliki energi karma

6. Ditinjau dari aspek social budaya

Indonesia merupakan Negara yang memiliki nilai dan norma yang sangat
tinggi. Masyarakat Indonesia masih memegang tinggi nilai dan norma
dalamkehidupan. Sebenarnya salah satu penyebab tingginya aborsi di masyarakat kita
adalah kebiasaan di masyarakat juga. Tekanan masyarakat terhadap kehamilan diluar
nikah juga menjadi salah satu pemicu orang nekad untuk aborsi. Masyarakat sendiri
tidak melihat kehamilan itu sebagai anugerah, tapi justru mencela dan mngejek
sebagai aib. Seandainya masyarakat atau paling tidak orang tua bertindak dengan
memberikan support, maka bisa jadi si calon ibu tidak sampai berpikir pendek dan
nekad.
Adanya pengaruh globalisasi yang terjadi di Indonesia, membuat remaja mulai
menjadikan kultur Negara-negara maju sebagai acuan hidupnya. Terkadang remaja
tidak memfilter apa yang mereka dapat. Baik dan sekedar ditiru saja. Adanya
anggapan bahwa budaya barat adalah sesuatu yang hebat dan modern. Sehingga para
remaja beranggapan bahwa, bila tidak menirukan budaya barat tersebut maka akan
dianggap ketinggalan jaman. Misalnya dampak dari adanya globalisasi adalah
terjadinya pergaulan yang bebas dan terkesan tanpa adanya control. Pada awalnya
pergaulan bebas belum meluas, sehingga masih terlihat sebagai sesuatu yang tabu.
Namun dengan berjalannya waktu, dan kurang adanya control terhadap penetrasi
budaya barat tersebut, fre sex pun semakin meluas. Sehingga free sex mulai dianggap
sebagai hal yang biasa pada sebagian orang, misalnya pada kota besar atau
metropolitan. Free sex mulai menjamur, sehingga akibat dari free sex seperti aborsi
mulai banyak terjadi.

7. Ditinjau dari aspek hukum

Abortus provocatus atau pembunuhan paksa yang dilakukan oleh seorang


wanita terhadap bayi yang dikandungnya termasuk tindakan pidana. Sebenarnya
aborsi dilakukan dengan sengaja untuk menutup aib yang tidak ingin diketahui.
Tindakan ini melanggar hokum pidana yang diberlakukan untuk melindungi atau
mencegah perlakukan tidak terpuji tersebut. Beberapa pasal yang mengatur abortus
provocatus antara lain:

1) UU HAM, pasal 53 ayat 1 :


Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup
& meningkatkan taraf kehidupannya.
2) Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan:
Ayat (1) : Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Ayat (2) : Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
3) Pasal 347 KUHP
Ayat (1) : Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuan, pidana penjara 12 tahun
Ayat (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, pidana
penjara 15 tahun
4) Pasal 348 KUHP
Ayat (1) : Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, pidana penjara 5 tahun
Ayat (2) : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wnaita tersebut, pidana 7
tahun
5) Pasal 349 KUHP

“Apabila tindakan pengguguran kandungan sesuai pasal 346, 347 dan 348
dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat maka pidananya diperberat dengan
ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak profesinya”.

6) Pasal 299 KUHP


Ayat (1) : Sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan sesuatu
perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau
menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapat gugur
kandungannya dihukum selama-lamanya 4 (empat) tahun.
Ayat (2) : kalau si tersalah melakukan pekerjaan itu karena mengharapkan
keuntungan dan menjadi kebiasaan dan dilakukan oleh tabib, bidan
atau tukang pembuat obat maka hukumannya dapat ditambah 1/3nya.
BAB III
STUDI KASUS

1) Contoh kasus
a. Kasus 1

Ada seorang ibu hamil muda dengan usia kandungan 4 bulan. Tetapi
mempunyai penyakit jantung kronik yang dapat membahayakan ibu maupun
janin yang dikandungnya. Dia pun dating memeriksakan dirinya pada seorang
Dokter. Dokter mengatakan kalau janinnya tetap dipertahankan nyawa ibu
akan terancam, janinnya pun sama. Sang ibu pun sangat takut dan bersedih
dengan masalah yang dia alami.

b. Kasus 2
Seorang remaja yang berumur 18 tahun yang baru lulus SMA telah
melakukan hubungan sex pranikah, akhirnya remaja tersebut hamil. Ketika
usia kandungannya mencapai 2 bulan dia mengatakan kepada pasangannya
dan meminta pasangannya untuk bertanggung jawab sebelum perutnya
semakin besar. Akan tetapi, pasangannya tidak mau bertanggung jawab atas
perbuatannya dan memaksa untuk menggugurkan kandungannya. Remaja
perempuan itu merasa cemas dan bersedih. Bila tidak digugurkan dia juga
takut mencoreng nama baik keluarganya dan membuat malu orang tuanya jika
masyarakat tahu akan kehamilannya. Akhirnya dia memilih jalan untuk
menggugurkan kandungannya di sebuah klinik.
2) Analisa kasus
a. Pada kasus pertama, dilema etik yang terjadi adalah:
a) Menurut medis, jika janin tersebut tidak digugurkan ibunya akan
meninggal, janinnya pun sama padahal dengan menggugurkan janin
tersebut, nyawa ibunya akan tertolong.
b) Menurut islam, setelah usia kandungan 120 hari aborsi sama sekali
dilarang kecuali menyelamatkan nyawa ibu.
c) Menurut hukum, dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu (aborsi).
b. Pada kasus kedua, dilemma etik yang terjadi adalah:
a) Menurut medis, abortus provocatus memiliki resiko jangka pendek dan
jangka panjang yang sangat membahayakan.
b) Menurut islam, hukumdasar aborsi adalah dilarang atau haram. Aborsi
diizinkan jika ada yang dibenarkan hokum silam.
c) Menurut social budaya, aborsi yang dilakukan remaja itu adalah hal yang
biasa.
d) Menurut hukum, tindakan abortus provocatus dapat dikenai tindak pidana
karena bertentangan dengan HAM dan KUHP.
c. Pembahasan
1) Kasus 1
Kasus pertama merupakan kasus Abortus Provocatus Therapeuticum.
Dalam kondisi ini, secara medis kehamilan boleh digugurkan yang dilakukan
untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Begitu juga menurut
islam. Menggugurkan kandungan diperbolehkan jika ada alasan yang dibenarkan
hukum islam. Seperti kondisi kesehatan ibu buruk dan tidak bisa lagi untuk
mengandung sang bayi. Menurut hukum pun memperbolehkan aborsi dalam
keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu oleh tim ahli dan melalui persetujuan
yang bersangkutan.
Jadi, tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dalm menghadapi,
kasus dilema etik ini antara lain:
 Memberi penjelasan kepada yang bersangkutan bahwa tindakan
menggugurkan adalah jalan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa ibu.
 Meminta persetujuan kepada ibu hamil, suami dan keluarganya.
 Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
 Menjelaskan proses aborsi sesuai dengan prosedur yang benar.
2) Kasus 2
Kasus kedua merupakan kasus Abortus Provocatus Criminalis. Dalam
kondisi ini, secara medis abortus provocatus tidak diperbolehkan jika tidak ada
kepentingan medis dan juga memiliki resiko jangka pendek serta jangka panjang
yang sangat membahayakan sang ibu. Begitu juga menurut islam, hukum dasar
aborsi adalah dilarang atau haram kecuali jika ada alasan yang dibenarkan hukum
islam. Menurut hukum pun, tindakan abortus provocatus dapat dikenai tindak
aborsi saja, tetapi juga tim medis yang membantu proses aborsinya juga
dikenakan hukuman.
Jadi, tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dalam menghadapi
kasus dilema etik ini antara lain :
 Memberi penjelasan bahwa abortus provocatus memiliki resiko yang sangat
berbahaya.
 Menjelaskan bahwa aborsi provocatus criminalis tidak diperbolehkan karena
akan dikenai hukuman pidana bagi pelaku dan tim yang membantu.
 Memberi motivasi pada pasangan remaja tersebut untuk mempertahankan
kehamilannya dan menyarankan untuk memilih jalan pernikahan yang telah
disetujui oleh orang tua masing-masing.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Aborsi adalah ancaman atau pengeluaran hasilkonsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar rahim. Aborsi dibagi menjadi dua yaitu aborsi spontan dan provocatus. Aborsi
spontan terdiri dari aborsi imminens, insipiens, inkompletus, komplitus, missed
abortion, habitualis, infeksiosa dan septik. Aborsi provocatus terdiri dari aborsi medis
dan criminalis. Penyebab aborsi terdiri dari alasan medis dan alasan pribadi. Resiko
aborsi dibagi menjadi resiko medis dan resiko psikologis.

Bila aborsi dipandang dari berbagai aspek:

a. Abortus spontan tidak menentang dari aspek medis, agama, hukum dan social
budaya. Karena aborsi ini terjadi secara langsung tanpa ada kesengajaan dari
pelaku dan tindakan medis.
b. Abortus provocatus dibedakan menjadi 2:
 Abortus Provocatus Therapeuticum diperbolehkan dalam medis, agama
maupun hukum. Hal ini dikarenakan bertujuan untuk kepentingan medis dan
terapi serta pengobatan.
 Abortus Provocatus Criminalis tidak diperbolehkan dari semua aspek. Hal ini
sudah jelas karena termasuk tindakan criminal yang bertentangan dengan
HAM, agama serta medis.

2. Saran
Saran penulis, seorang perawat yang sedang merawat klien yang akan melakukan
aborsi, hendaknya ciptakan suasana yang membuat klien dapat berdiskusi secara
terbuka tentang aborsi, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asas-asas yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_23_92.htm diakses pada tanggal 3 November 2019

http://www.academia.edu/6348414/CONTOH_KASUS_ISBD_ABORSI diakses pada


tanggal 3 November 2019

https://www.academia.edu/11848400/Dilema_Etik_keperawatan_tentang_Aborsi diakses
pada tanggal 3 November 2019

https://www.academia.edu/27462786/ABORSI diakses pada tanggal 3 November 2019

K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003

Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1992, Yayasan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai