Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas berkah
rahmat dan karuniaNya kami semua mampu menyusun makalah ini dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Maternitas.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tim penyusun mengalami banyak permasalahan. Namun
berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu penyusun berterima kasih apabila ada kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat
bermanfaat bagi rekan-rekan.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................................................4
2.1 Laporan Pendahuluan Abortus........................................................................................................4
2.1.1 Definisi.........................................................................................................................................4
2.1.2 Klasifikasi....................................................................................................................................4
2.1.3 Etiologi.........................................................................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.................................................................................................................................6
2.1.5 Manifestasi Klinik.......................................................................................................................6
2.1.6 Komplikasi...................................................................................................................................7
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................8
2.1.8 Penatalaksanaan.........................................................................................................................8
2.2 Asuhan Keperawatan........................................................................................................................9
2.2.1 Pengkajian Data Dasar...........................................................................................................9
2.2.2 Diagnosis....................................................................................................................................10
2.2.3 Intervensi...................................................................................................................................10
2.2.4 Implementasi.............................................................................................................................12
2.2.5 Evaluasi......................................................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................................................14
PENUTUP...................................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................14
3.2 Saran.................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abortus, sering disebut keguguran atau early pregnancy loss, didefinisikan sebagai keluarnya
produk konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yakni pada usia kehamilan 22
minggu atau jika berat janin kurang dari 500 gram. ACOG mendefinisikan Abortus secara lebih
spesifik, yakni jika terjadi pada 13 minggu pertama kehamilan. Abortus biasanya ditandai
dengan keluar darah disertai gumpalan-gumpalan dari jalan lahir pada Wanita yang sedang hamil
dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG.
Menurut Word Health Organization (WHO) bahwa aborsi termasuk dalam masalah
Kesehatan reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab penderita
Wanita di seluruh dunia “Masalah Aborsi menjadi suatu pokok perhatian dalam Kesehatan
Masyarakat karena pengaruhnya terhadap mobiditas dan mortalitas maternal”. Angka Aborsi di
Negara berkembang masih sangat tinggi sekitar 1.113.000 kelahiran per 100.000 kelahiran
hidup, dan 90.000 aborsi dilakukan dalam kondisi tidak aman.
Di Indonesia, sekitar 22,5% Aborsi terjadi setiap tahun, yang secara signifikan dapat
menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 juta per tahun. (WHO, 2019). Berdasarkan data Survei
Kependudukan dan Kesehatan Ibu (SDKI,2019), angka kematian ibu yang berhubungan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas adalah 359.100.000 per kelahiran hidup.
Abortus inkomplit menurut Pratiwi (2017), merupakan proses keluarnya beberapa hasil dari
konsepsi di usia kehamilan di bawah 20 minggu yang terdapat pula sisa di bagian uterus.
Sedangkan fifah (2020), memaparkan bila Abortus Inkomplit adalah suatu gejala pendarahan di
usia muda kehamilan yang dilihat dari Sebagian konsepsi yang dikeluarkan melalui cavum uteri
dan lewat kanalis servikalis. Jadi dapat di jabarkan indikasi. Abortus Inkomplit adalah dengan
keluarnya hasil konsepsi yang jumlahnya sedikit lewat uterus dan membuat kemunculan dampak
berupa gejala klinis.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan Abortus
2.1.1 Definisi
Abortus, sering disebut keguguran atau early pregnancy loss, didefinisikan sebagai
keluarnya produk konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yakni pada usia
kehamilan 22 minggu atau jika berat janin kurang dari 500 gram. ACOG mendefinisikan Abortus
secara lebih spesifik, yakni jika terjadi pada 13 minggu pertama kehamilan. Abortus biasanya
ditandai dengan keluar darah disertai gumpalan-gumpalan dari jalan lahir pada Wanita yang
sedang hamil dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG.
2.1.2 Klasifikasi
Abortus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Abortus Spontan :
Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (miscarriage) (Cunningham, 2000).
Keguguran adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum janin dapat
bertahan. Sebuah keguguran secara medis disebut sebagai aborsi spontan. WHO mendefenisikan
tidak dapat bertahan hidup sebagai embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang
4
biasanya sesuai dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Aspek
klinis abortus spontan dibagi menjadi lima subkelompok, yaitu:
a. Threatened Miscarriage (Abortus Iminens)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Yang pertama kali muncul
biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram
perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis : nyeri dapat berupa nyeri
punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul atau rasa tidak nyaman atau
nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
b. Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan)
Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang nyata disertai
pembukaan serviks.
c. Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap)
Abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar
bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila seluruh atau sebagian
plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkomplet.
d. Missed Abortion
Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah meninggal in utero
selama 8 minggu. Setelah janin meninggal, mungkin terjadi perdarahan pervaginam atau gejala
lain yang mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya tidak
mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada payudara biasanya kembali
seperti semula.
e. Recurrent Miscarriage atau Abortus Habitualis (Abortus Berulang)
Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi definisi
yang paling luas diterima adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut selama tiga kali atau
lebih (Cunningham, 2000).
2. Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) :
Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup di luar kandungan apabila kehamilan belum mencapai 100
5
gram, walaupun terdapat kasus bayi dibawah 100 gram bisa hidup di luar tubuh. Abortus ini
dibagi 2 yaitu :
a. Abortus medisinalis
Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b. Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
2.1.3 Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol
2. kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis
4. kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus
5. kelainan endokrin (hypertiroid, diabetes melitus, kekurangan hormon progesteron)
6. trauma, gangguan nutrisi, stress psikologis
2.1.4 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
6
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda
kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. (Mansjoer Arif M. 1999)
2.1.6 Komplikasi
7
2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan
tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga
pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi
karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus,
sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara
dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml
dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi
pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang
digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
5. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti KmnO4
pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau
kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-
Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan
waktu.
7. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan
pengaliran arus listrik.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus imminens menurut varney 2001 adalah :
1. Trimester pertama dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram :
8
a. Tirah baring untuk meningkatkan aliran darah ke rahim dan mengurangi rangsangan
mekanis, terutama bagi yang pernah abortus sampai perdarahan benar – benar berhenti
b. Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi atau memasukkan
sesuatu ke dalam vagina)
c. Tidak melakukan aktifitas seksual yang menimbulkan orgasme
2. Pemeriksaan pada hari berikutnya di rumah sakit :
a. Evaluasi tanda – tanda vital
b. Pemeriksaan selanjutnya dengan spekulum : merupakan skrining vaginitis dan servisistis :
observasi pembukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian – bagian
janin
c. Pemeriksaan bimanual : ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi
ketuban
3. Jika pemeriksaan, negatif dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukkan
kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita
4. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasonografi negatif, tenangkan ibu, kaji ulang gejala bahaya
dan pertahankan nilai normal
5. Konsultasikan ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil
pemeriksaan fisik dan ultrasonogrfi menunjukkan hasil abnormal
Terapi yang diberikan menurut Masjoer (2001) adalah sedativa ringan seperti phenobarbital 3 x
30 mg dan menurut Manuaba (2007) diberikan terapi hormonal yaitu progesteron, misalnya
premaston hingga perdarahan berhenti.
9
Gejala : perdarahan yang cukup hebat, nyeri (sedang/berat)
Tanda : wajah meringis, tampak sangat berhati – hati
3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Gejala : masalah financial, yang berhubungan dengan kondisi bingung terhadap keadaan, merasa
cemas
Tanda : peka rangsangan (sensitif)
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Gejala : pengeluaran cairan pervaginal
Tanda : tidak seimbangnya intake dan output cairan
5. Resiko tinggi infeksi behubungan dgn perdarahan, kondisi vulva yang lembab
Gejala : terjadinya dishart keluar, adanya warna yang lebih gelap disertai bau, kurang kebersihan
genitalia
Tanda : terjadinya infeksi, vulva lembab
2.2.2 Diagnosis
1. Nyeri melahirkan berhubungan dengan Dilatasi serviks di buktikan dengan Ekspresi
wajah meringis, berposisi meringankan nyeri, Uterus teraba membulat, tekanan darah
meningkat,Frekuensi Nadi meningkat, pola tidur berubah, fungsi beremih berubah dan
perilaku ekspresif.
2. Hipertermia berhubungan dengan Respon trauma di buktikan dengan suhu tubuh diatas
nilai normal, kulit merah, kejang, Takikardi, Takipnea dan Kulit terasa hangat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan Efek prosedur invasif
2.2.3 Intervensi
10
Keluhan Nyeri menurun (5) kualitas, intensitas nyeri
Meringis menurun (5) Identifikasi skala nyeri
Sikap protektif menurun (5) Identifikasi respons nyeri non verbal
Gelisah menurun (5) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
Kesulitan tidur menurun (5) nyeri
Frekuensi Nada membaik (5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetic
Terapeutik
Berikan Teknik nonfarmalogis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromatetapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis,
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tdur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu
11
Setelah dilakukan Intervensi Manajemen Hipertermia
Keperawatan selama 3x24 jam Tindakan
maka Termoregulasi mebaik Observasi
dengan Kriteria hasil: Identifikasi penyebab Hipertermia (mis, dehidrasi,
Menggigil menurun (5) terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
Suhu tubuh membaik (5) Monitor suhu tubuh
Suhu kulit membaik (5) Monitor kadar elektrolit
Tekanan Darah membaik (5) Monitor keluaran urine
Monitor komplikasi akibat Hipertermia
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
Hiperhidrosis (keringat berlebih)
Lakukan pendingin eksternal (mis, selimut hiportermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen dan
aksila.
Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 3x24 jam Tindakan
maka Tingkat Infeksi menurun Observasi
dengan Kriteria Hasil: Monitor tanda dan gejala Infeksi local dan sistematik
12
Kebersihan badan meningkat (5) Terapeutik
Nyeri menurun (5) Batasi jumlah pengunjung
Deman menurun (5) Berikan perawatan kulit pada area edema
Nafsu makan membaik (5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan Nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan Dimana perawat memberikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status Kesehatan yang dihadapi ke status Kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang di harapkan. Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari
rencana keperawatan yang di lihat dari Diagnosa Keperawatan
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan dalam proses keperawatan pada tahap evaluasi
ini dilakukan kembali pengkajian ulang mengenai respon pasien terhadap tindakan yang sudah
13
diberikan oleh Perawat. Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk menentukan langkah rencana
keperawatan dan apakah bisa dilanjutkan atau tidak, merevisi atau bisa juga diberikan
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut
atau dipertahankan (Syaifudin.Bari Abdul,2000) Abortus terbagi atas 2 yaitu :
1. Abortus Spontan :
Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (miscarriage) (Cunningham, 2000).
2. Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) :
Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup di luar kandungan apabila kehamilan belum mencapai 100
gram, walaupun terdapat kasus bayi dibawah 100 gram bisa hidup di luar tubuh.
3.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa
mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36968450/MAKALAH_ASKEP_MATERNITAS_ABORTUS
16