Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit adalah olahan minyak

nabati yang sudah banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat dunia.

Minyak ini tergolong murah dan mudah untuk diproduksi. Pada tahun 2020,

tercatat negara – negara di dunia yang merupakan pengekspor minyak kelapa

sawit terbesar di dunia yaitu, Indonesia lalu diikuti oleh Malaysia, Belanda,

Belanda, Papua New Guinea, Guatemala, Colombia, Honduras, dan Jerman. Di

Asia Tenggara, Indonesia menjadi eksportir minyak kelapa sawit terbesar pertama

di dunia dengan nilai US$17.4 Milyar dan di posisi kedua adalah Malaysia dengan

nilai $9.8 Milyar.1

Di Indonesia, kelapa sawit menjadi komoditas hasil perkebunan yang

memegang peranan penting dalam perekonomian karena merupakan penyumbang

devisa non-migas terbesar di Indonesia Di tahun 2019 tujuan utama dari ekspor

produk minyak sawit Indonesia adalah China sebanyak 6 juta ton, lalu India

sebanyak 4,8 juta ton dan disusul oleh Uni Eropa sebanyak 4,6 juta ton.2

1
Daniel Workman, Palm Oil Exports by Country, World’s Top Exports, diakses dalam
https://www.worldstopexports.com/palm-oil-exports-by-country/ (17/4/2021,18:31 WIB)
2
GAPKI, “Refleksi Industri Industri Kelapa Sawit 2018 & Prospek 2019”, diakses dalam
https://gapki.id/news/14263/refleksi-industri-industri-kelapa-sawit-2018-prospek-2019
(18/04/2021,10.31 WIB)

1
Untuk Malaysia, negara ini merupakan negara penghasil minyak kelapa

sawit paling besar kedua di dunia setelah Indonesia. Industri minyak kelapa sawit

Malaysia memerankan peran yang penting dalam pembangunan ekonomi dengan

menyumbang RM 63 Milyar dari Pendapatan Nasional Bruto Malaysia pada tahun

2015.3 Importir terbesar produk CPO Malaysia adalah China kemudian diikuti

oleh Uni Eropa.

Kawasan Uni Eropa menjadi pasar dimana kelapa sawit menjadi satu dari

beberapa jenis minyak yang paling dominan untuk dikonsumsi oleh masyarakat

Uni Eropa. Minyak kelapa sawit yang diolah menjadi bahan konsumsi bagi

masyarakat yang berasal dari berbagai negara, terutama adalah Indonesia dan

Malaysia yang merpakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar.4

Semakin bertambahnya produksi minyak kelapa sawit ini membuat

masyarakat di Uni Eropa dan berbagai belahan dunia mengekspresikan

keprihatinan mereka tentang dampak buruk kelapa sawit terhadap lingkungan

dengan kampanye yang sering disebut sebagai ‘Black Campaign’. Salah satu

bentuk dari black campaign ini yaitu meningkatnya produk berlabel “Palm oil-

free” di pasaran yang mana hal tersebut dapat menimbulkan stigma negatif

terhadap produk minyak kelapa sawit dan hambatan perdagangan terhadap negara

3
Norlin Khalid, Crude Palm Oil Price Forcasting in Malaysia : An Economic Approach
(Peramalan Harga Minyak Sawit Mentah Malaysia : Suatu pendekatan Ekonometrik), Jurnal
Ekonomi Malaysia 52 (3), (2018), hal 263.
4
GAPKI, Uni Eropa Diuntungkan Dengan Mengimpor Minyak Sawit, diakses dalam
https://gapki.id/news/2888/uni-eropa-diuntungkan-dengan-mengimpor-minyak-sawit
(16/04/2021,18.34 WIB)

2
– negara yang merupakan penghasil minyak kelapa sawit khususnya Indonesia

dan Malaysia. 5

Isu Black Campaign ini diperparah ketika Uni Eropa membuat kebijakan

RED I (Renewable Energy Directive) tahun 2009 dan RED II tahun 2018 yang

dianggap sebagai langkah diskriminatif bagi negara – negara penghasil kelapa

sawit. Uni Eropa mengeluarkan kebijakan RED I dan RED II yang berisi aturan

mengenai bahan - bahan berkelanjutan yang bisa dipakai untuk biofuel. Melalui

kebijakan tersebut, kelapa sawit diklasifikasikan sebagai bahan bakar nabati yang

tidak berkelanjutan dan memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan. 6

Beberapa negara yang mengalami dampak kerugian dari adanya kebijakan

dari Uni Eropa adalah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sama-sama

menganggap kebijakan Uni Eropa tersebut sebagai suatu bentuk hambatan

perdagangan yang dilakukan untuk melindungi komoditas biofuel domestik yang

mereka produksi agar tidak tersaingi oleh minyak kelapa sawit. Baik Indonesia

dan Malaysia, tentunya sama-sama menerima konsekuensi dari pemberlakuan

black campaign produk minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa,

khususnya sejak pemberlakuan RED II pada 2018. Oleh karena itu, dalam

menghadapi sengketa perdagangan ini, Indonesia dan Malaysia melakukan upaya

diplomasi ekonomi. Dengan melihat respon dari Indonesia yang terlebih dahulu

menggugat Uni Eropa ke WTO atas diskriminasi kelapa sawit pada tahun 2019

5
Jayanti Nada Shofa, Palm Oil Free’ Advs Irk Gov’t, Associatio, Jakarta Globe, diakses dalam
https://jakartaglobe.id/business/palm-oil-free-ads-irk-govt-association/ (22/04/2021,15:30WIB)
6
Andre Ahmad Stiadi, Potensi Dampak Penerapan RED II Terhadap Perekonomian Indonesia,
LIPI, diakses dalam http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/potensi-dampak-penerapan-
red-ii-terhadap-perekenomian-indonesia.html (22/04/2021,19:38 WIB)

3
dan Malaysia yang menggugat Uni Eropa pada tahun 2021, penelitian ini

bermaksud untuk melihat langkah yang diambil oleh keduanya.

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis

akan melakukan sebuah penelitian mengenai perbandingan strategi diplomasi

ekonomi Indonesia dan Malaysia dalam menyikapi black campaign yang

dilakukan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit. Sehingga penelitian ini

berjudul “Perbandingan Diplomasi Ekonomi Indonesia dan Malaysia dalam

Menghadapi Black Campaign Kelapa Sawit oleh Uni Eropa”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan dan urgensi diatas, penulis dapat menarik

suatu pertanyaan penelitian yaitu “Bagaimana perbandingan upaya diplomasi

ekonomi Indonesia dan Malaysia dalam merespon black campaign produk

minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menjelaskan black campaign Uni Eropa terhadap produk minyak

kelapa sawit.

2. Menjelaskan perbandingan diplomasi ekonomi Indonesia dan

Malaysia dalam menghadapi black campaign produk minyak

kelapa sawit oleh Uni Eropa.

4
1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini dibuat dengan harapan bisa menjadi bahan pembelajaran,

penyumbang imformasi bagi pengembangan keilmuan Hubungan Internasional,

serta diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya

yang relevan

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi

peneliti – peneliti berikutnya dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.

1.4 Penelitian Terdahulu

Rujukan penelitian pertama yang ditulis oleh Rozy Ahimsyah Pratama dan

Tri Widodo yang berjudul “The Impact of Nontariff Trade Policy of European

Union Crude Palm Oil Import on Indonesia and Malaysia Economy: An Analysis

in GTAP Framework” membahas Indonesia dan Malaysia sebagai negara

pengekspor kelapa sawit. Uni Eropa memiliki kebijakan untuk menghentikan

impor pada komoditas kelapa sawit. Indonesia dan Malaysia yang menjadi negara

penghasil kelapa sawit terbesar ini merasakan dampak yang ditimbulkan oleh

kebijakan tersebut. Penelitian yang ditulis oleh Rozy Ahimsyah Pratama dan Tri

Widodo ini menjadi acuan untuk penulis dalam memahami berbagai dampak yang

dialami oleh Indonesia dan Malaysia jika kebijakan penghentian sektor kelapa

sawit dihentikan sepenuhnya. Jika penelitian tersebut secara keseluruhan

membahas dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan Uni Eropa, maka

5
perbedaannya dengan penelitian ini yaitu akan memapaparkan upaya Indonesia

dan Malaysia dalam menghadapi isu Black Campaign komoditas kelapa sawit.

Rujukan penelitian kedua yang ditulis oleh Verdinand Robertua yang

berjudul “Environmental Diplomacy Case Study of The EU-Indonesia Palm Oil

Dispute”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa kebijakan RED II

menadji sebuah alat kebijakan yang diggunakan untuk melindungi produk biji

bunga matahari serta rapeseed yang mana minyak kelapa sawit menjadi pesaing

tanaman tersebut. Penulis menjelaskan bahwa RED II oleh Uni Eropa merupakan

alat politik yang digunakan untuk melindungi komoditas pertanian domestik

seperti rapeseed dan bunga matahari dari persaingan ketat produk kelapa sawit

Indonesia.

Rujukan penelitian ketiga yang ditulis oleh Adelita Sukma

Kusumaningtyas yang berjudul “Upaya Hambatan Non-Tarif oleh Uni Eropa

Terhadap Minyak Kelapa Sawit Indonesia” dipaparkan oleh pulis bahwa Uni

Eropa melakukan kebijakan ini didasari alasan karena prduk kelapa sawit

Indonesia menjadi pesaing yang kuat bagi minyak nabati domestik Eropa seperti

minyak bunga matahati dan rapeseed.

Rujukan penelitian keempat yang ditulis oleh Mohd. Basri Wahid, Faizah

Mohd Shariff, N. Balu dan Nazlin Ismail yang berjudul “EU’s Renewable Energy

Directive: Possible Implications on Malaysian Palm Oil Trade” menjelaskan

kebijakan RED oleh Uni Eropa dan memaparkan kemungkinan implikasinya

terhadap perdagangan minyak sawit. Hasil yang didapatkan adalah Uni Eropa

memiliki ambisi untuk menetapkan 10% target untuk produk yang useable.

6
Namun demikian Uni Eropa kemungkinan tidak memenuhi targetnya di 2020

dalam memproduksi rapeseed oil nya sendiri.

Rujukan penelitian kelima yang ditulis oleh Bambang Dradjat yang

berjudul “Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis

ke Depan” menjelaskan langkah yang harus diambil dalam mengatasi Black

Campaign. Hasil dari penelitian ini adalah adanya deforestasi bukanlah semaata –

mata dikeranakan adanya perluasan lahan untuk kelapa sawit melainkan karena

faktor – faktor yang lain seperti adanya perburuan liar dan juga pertambangan.

Rujukan kedua, ketiga, keempat dan kelima ini memiliki perbedaan

dengan penelitian ini dimana dalam penelitian ini menjelaskan langkah Indonesia

dan Malaysia dalam menghadapi kebijakan RED II dengan melayangkan gugatan

ke WTO karena tindakan Uni Eropa tersebut tidak sejalan dengan prinsip WTO

serta bagaimana respon dari Uni Eropa menanggapi sengketa ini.

Rujukan penelitian keenam merupakan skripsi berujudul Analisis Alasan

Resolusi Kelapa Sawit Uni Eropa (Report on Palm Oil and Deforestation of

Rainforest) dalam Perspektif Neo-Merkantilisme yang ditulis oleh Andhiko Satria

Yusticia menjelaskan bahwa alasan dibalik Uni Eropa menerapkan kebijakan

untuk menghentikan penggunaan kelapa sawit di negaranya adalah produksi

kelapa sawit menjadi faktor dari kerusakan lingkungan. Penelitian ini juga

menjelaskan dari sisi ekonomi dimana Uni Eropa memanfaatkan kebijakannya

guna mencapai kepentingan ekonominya dimana Uni Eropa merasa tersaingi oleh

pertumbuhan produk kelapa sawit yang semakin meningkat di pasar global.

Penelitian keenam dengan penelitian ini memiliki perbedaan dimana penelitian ini

7
berusaha untuk menjelaskan dampak kampanye negatif dari perspektif dua negara

produsen kelapa sawit terbesar di Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Malaysia.

Rujukan penelitian ketujuh yang ditulis oleh Luh Made Junita Dwi Jayanti

dan I Gede Putra Ariana yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Impor Daging

Ayam antar Brasil dengan Indonesia melalui Dispute Settlement Body World

Trade Organizattion”. Penulis memaparkan bahwa Indonesia tidak melarang

maupun membatasi impor daging ayam dari negara manapun termasuk Brasil.

Indonesia hanya memastikan bahwa produk ayam yang masuk ke Indonesia

merupakan produk yang aman, halal dan sehat. Namun bagi Brasil, kebijakan

tersebut telah mengakibatkan adanya penghentian perdagangan yang merugikan

Brasil.

Rujukan penelitian kedelapan yang ditulis oleh Yuni Ariza Rostia yang

berjudul “Langkah Indonesia Menghadapi Uni Eropa Terhadap Praktek Dumping

Produk Biodesel Indonesia tahun 2013” memaparkan langkah – langkah yang

diambil Indonesia dalam menghadapi klaim yang diajukan oleh Uni Eropa

mengenai praktek dumping dari produk biodesel Indonesia di 2013. Hasil yang

didapatkan adalah Indonesia mengambil langkah dengan menggugat Uni Eropa ke

World Trade Organization.

Rujukan penelitian kesembilan yang ditulis oleh Yuniarti yang Berjudul

“Penyelesaian Konflik Dagang Uni Eropa – Amerika Serikat melalui Mekanisme

WTO”. Penelitian ini menggunakan pendekatan Instituitional Bargaining Game

oleh Vinod Aggarwal. Penelitian ini menganalisa pertimbangan WTO dalam

menangani sengketa peraturan impor pisang Amerika oleh Uni Eropa. Sengketa

8
perdagangan ini dilatarbelakangi oleh kebijakan dari Uni Eropa dalam NBR 1993

yang dianggap diskriminatif terhadap pasar pisang. Kebijakan tersebut mengatur

tentang kuota tarif serta sistem lisensi. Amerika Serikat meminta WTO untuk

membentuk panel untuk menyelesaikan sengketa ini.

Rujukan penelitian ketujuh, dan kedelapan, dan kesembilan memiliki

persamaan yaitu respon suatu negara dalam menghadapi ancaman yang dapat

menimbulkan dampak buruk terhadap ekonomi negaranya. Perbedaan penelitian

ini dengan jurnal rujukan tersebut yaitu penulis akan menjelaskan langkah

Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi ancaman Black Campaign oleh Uni

Eropa dimana dengan diberlakukannya kebijakan RED II tersebut..

Rujukan penelitian kesepuluh yang ditulis oleh Rosita Dewi yang berjudul

“Implementassi Renewable Energy Direvtive Uni Eropa sebagai Hambatan Non

Tarif Perdagangan” menyajikan penjelasan yang terkait dengan penerapan

kebijakan RED Uni Eropa. Kebijakan RED Uni Eropa adalah sebuah langkah

yang dilakukan dalam rangka mengurangi emisi karbon secara global. Langkah

Uni Eropa dilaksanakan dengan tujuan menjaga keberlanjutan lingkungan serta

megurangi emisi global. Hal tersebut secara tidak langsung menjadi hambatan

perdagangan yang diciptakan oleh Uni Eropa sebagai bentuk proteksi terhadap

produk biofuel domestiknya. Jurnal kesepuluh memiliki persamaan dengan

penelitian ini yaitu RED merupakan kebijakan yang diberlakukan dalam rangka

mengurangi emisi karbon namun secara tidak langsung menjadi hambatan

perdagangan non-tarif bagi perdagangan minyak nabati yang masuk ke negar-

negara anggota Uni Eropa. Perbedaan jurnal kesepuluh dengan penelitian ini yaitu

9
dalam penelitian ini akan menjelaskan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

kebijakan Uni Eropa terhadap dua negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar

di dunia yaitu Indonesia dan Malaysia.

Untuk pemahaman yang lebih dalam membedakan penelitian terdahulu

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu

No. Judul dan Nama Jenis Penelitian Hasil

Peneliti dan Alat

Analisis

1. The Impact of Jenis penelitian Kebijakan Uni Eropa

Nontariff Trade ini adalah untuk menghentikan impor

Policy of European eksplanatif dan kelapa sawit memiliki dampak

Union Crude Palm teknik negatif bagi negara penghasil

Oil Import on pengumpulan kelapa sawit dalam bidang

Indonesia and data sekunder ekonomi.

Malaysia Economy:

An Analysis in GTAP

Framework oleh

Rozy Ahimsyah

Pratama dan Tri

Widodo

2. Environmental Jenis penelitian Kebijakan yang diambil Uni

10
Diplomacy Case ini adalah Eropa menjadi alat kebijakan

Study of The EU – eksplanatif dan yang digunakan untuk

Indonesia Palm Oil teknik melindungi produk nabati yang

Dispute pengumpulan menjadi saingan kelapa sawit

data sekunder
Oleh Verdinand

Robertua

3. Upaya Hambatan Jenis penelitian Uni Eropa melakukan kebijakan

Non-Tarif oleh Uni ini adalah ini didasari alasan karena prduk

Eropa Terhadap eksplanatif kelapa sawit Indonesia menjadi

Minyak Kelapa Sawit pesaing yang kuat bagi minyak

Indonesia nabati domestik Eropa seperti

minyak bunga matahati dan


Oleh Adelita Sukma
rapeseed.
Kusumaningtyas

4. EU’s Renewable Jenis penelitian Uni Eropa memiliki ambisi

Energy Directive: ini adalah untuk menetapkan 10% target

Possible Implications eksplanatif untuk produk yang useable.

on Malaysian Palm Namun demikian Uni Eropa

Oil Trade” kemungkinan tidak memenuhi

targetnya di 2020 dalam


Oleh Mohd. Basri
memproduksi rapeseed oil nya
Wahid, Faizah Mohd
sendiri.
Shariff, N. Balu dan

11
Nazlin Ismail

5. Upaya Mengatasi Jenis penelitian Adanya deforestasi bukanlah

Black Campaign ini adalah semaata – mata dikeranakan

Kelapa Sawit dan eksplanatif adanya perluasan lahan untuk

Langkah Strategis ke kelapa sawit melainkan karena

Depan Oleh Bambang faktor – faktor yang lain seperti

Drajat adanya perburuan liar

6. Resolusi Kelapa Jenis penelitian Uni Eropa menerapkan

Sawit Uni Eropa ini adalah kebijakan untuk menghentikan

(Report on Palm Oil eksplanatif penggunaan kelapa sawit di

and Deforestation of negaranya dikarenakan produksi

Rainforest) dalam kelapa sawit telah menjadi

Perspektif Neo- faktor dari kerusakan

Merkantilisme Oleh lingkungan dengan hampir 49 %

Andhiko Satria dari terjadinya deforestasi.

Yusticia

7. Penyelesaian Penelitian ini Indonesia tidak membatasi

Sengketa Impor menggunakan impor daging ayam dari negara

Daging Ayam antara metode Hukum manapun, namun Indonesia

Brasil dengan normatif dan hanya memastikan bahwa

Indonesia melalui jenis penelitian produk ayam yang masuk ke

12
Dispute Settlement eksplanatif. Indonesia adalah produk yang

Body World Trade aman, sehat dan halal.

Organization

Oleh Luh Made Junita

dan I Gede Putra

Arjana

8. Langkah Indonesia Jenis penelitian Indonesia mengambil langkah

Uni ini adalah proteksionisme dengan


Menghadapi

Terhadap eksplanatif menggugat Uni Eropa ke World


Eropa
Trade
Praktek Dumping

Produk Biodesel

Indonesia tahun 2013

Oleh Yuni Ariza

Rostia

9. Penyelesaian Konflik Jenis Penelitian Kebijakan NBR 1993 oleh Uni

Dagang Uni Eropa – ini adalah Eropa yang dianggap

Amerika Serikat deskriptif dan diskriminatif terhadap pasar

melalui Mekanisme menggunakan pisang membuat Amerika

WTO oleh Yuniarti pendekatan Serikat meminta WTO untuk

Institutional membentuk panel untuk

Bargaining menyelesaikan sengketa ini.

13
Game

10. Implementassi Jenis penelitian Kebijakan RED oeh Uni Eropa

Renewable Energy ini adalah secara tidak langsung menjadi

Direvtive Uni Eropa deskriptif hambatan perdagangan sebagai

sebagai Hambatan bentuk proteksi terhadap produk

Non Tarif biofuel domestiknya

Perdagangan oleh

Rosita Dewi

1.5 Kerangka Analisis

1.5.1 Diplomasi Ekonomi

Diplomasi adalah sebuah metode yang dipakai dimana dapat

mempengaruhi keputusan atau perilaku pemerintah luar negeri melalui sebuah

dialog, atau negosiasi. Tujuan dari diplomasi adalah untuk memperkuat negara,

bangsa dengan membawa kepentingan nasionalnya. Langkah diplomasi diambil

untuk bisa memaksimalkan keuntungan kelompok tanpa harus menghadapi resiko

dengan menggunakan kekerasaan. Diplomasi sering digunakan untuk negosiasi

demi tercapainya kesapakatan dan menyelesaikan masalah antar negara.

Diplomasi mengacu pada proses sebuah pemerintahan bernegoiasi dengan

pemerintahan luar negeri dalam upaya mewujudkan kepentingan nasional dan

14
kebijakan.. Diplomasi memiliki beberapa tipe yang diantaranya yaitu diplomasi

publik, diplomasi ekonomi, diplomasi kebudayaan, diplomasi koersif. 7

Diplomasi ekonomi secara umum dapat dipahami sebagai diplomasi yang

bertujuan mendukung kepentingan ekonomi suatu negara melalui penggunaan

instrumen kebijakan luar negeri. Selain itu, alasan diplomasi ekonomi yang

dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk menetralisir atau meniadakan adanya

ancaman terhadap keamanan ekonomi negara dengan memastikan adanya

persaingan yang adil antar negara, serta memastikan akses ke pasar ekonomi

dunia. Diplomasi ekonomi berhubungan erat dengan permasalahan ekonomi yang

dihadapi oleh suatu negara dengan negara yang lainnya. 8

Dalam sengketa perdagangan dimana Uni Eropa melakukan black

campaign terhadap komoditas kelapa sawit, hal ini tidak hanya dianggap sebagai

masalah ekonomi melainkan dianggap sebagai masalah politik. Dalam hal ini

yaitu dampak yang ditimbulkan dari kebijakan Uni Eropa terhadap negara-negara

produsen kelapa sawit. Black campaign yang dilakukan oleh Uni Eropa

menimbulkan dampak negatif dimana reputasi komoditas kelapa sawit menjadi

buruk di mata publik serta berpotensi untuk mengganggu sektor perekonomian

negara penghasil komoditas kelapa sawit. 9

Pada penelitian ini, diplomasi ekonomi menjadi alat yang digunakan oleh

Indonesia dan Malaysia untuk mencapai kepentingan negara yang berkaitan

7
Cosmina-loana Codrean, “Diplomacy, A Brief Analysis of The Types of Diplomacy”, The Annals
of the Univeristy of Oradea, Economic Sciences, TOM XXVI 2017, Issue 2
8
Tatoul Manasserian, “Economic Diplomacy: From Theory to Real Life”, Research Center
ALTERNATIVE (2017).
9
Windratomo Suwarno, “Kebijakan Sawit Uni Eropa dan Tantangan bagi Diplomasi Ekonomi
Indonesia”, Jurnal Hubungan Internasional, Vol.8, No. 1 / April – September 2019, hal. 24

15
dengan komoditas kelapa sawit. Dalam menghadapi isu black campaign yang

dilakukan oleh Uni Eropa dimana hal tersebut dianggap sebagai suatu hambatan

perdagangan bagi komoditas minyak kelapa sawit, Indonesia dan Malaysia

melakukan melakukan berbagai langkah agar komoditas kelapa sawit bisa

diterima di pasar Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia terus melakukan langkah

diplomasi ekonomi dengan meningkatkan keberterimaan sertifikasi keberlanjutan

untuk komoditas minyak kelapa sawit mereka agar diterima oleh Uni Eropa,

melakukan kerja sama CPOPC serta melakukan diplomasi melalui WTO terkait

dengan black campaign.

Diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia ini

bertujuan untuk mempromosikan serta menunjukkan bahwa industri minyak

kelapa sawit Indonesia dan Malaysia sudah dikelola secara berkelanjutan dengan

mengutamakan lingkungan serta kesejahteraan sosial. Langkah diplomasi yang

dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia ini diharapkan akan memiliki dampak

positif dalam memperbaiki industri komoditas minyak kelapa sawit agar kedua

negara ini tetap bisa menjalankan proses ekspor kelapa sawit di pasar global,

terutama di Uni Eropa.

1.5.1 Hambatan Perdagangan

Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan perdagangan yang melibatkan dua

negara atau lebih tanpa adanya suatu hambatan. Kendati demikian, setiap negara

memiliki perbedaan dalam pengelolaan sumber daya negaranya. Hal tersebut

memicu adanya upaya untuk memproteksi produksi dalam negeri dikarenakan

semakin tingginya persaingan usaha antara produsen luar negeri dan produsen

16
dalam negeri yang tidak bisa dihindari. 10 Oleh karena itu, dalam perdagangan

bebas di pasar internasional terdapat upaya proteksi yang ditreapkan dalam bentuk

hambatan perdagangan.

Hambatan perdagangan merupakan adanya pembatasan terhadap

perdagangan internasional yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara. Setiap

negara mempunyai kebijakan ekonomi yang berbeda-beda dimana kebijakan

yang diambil tersebut terkadang dapat menghambat terjadinya proses

perdagangan internasional.

Hambatan perdagangan memiliki dua macam yaitu hambatan tarif dan

non-tarif Hambatan tarif atau tarif barriers merupakan kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah dalam bentuk pemberlakuan bea masuk untuk barang-barang impor

atau bea keluar untuk barang-barang ekspor. Adanya bea masuk yang besar,

maka pendapatan negara akan meningkat namun juga sekaligus akan membatasi

permintaan konsumen terhadap produk impor sehingga konsumen akan lebih

memilih untuk menggunakan produk dalam negeri. Kebijakan tarif terdiri atas: 11

1. Tarif Umum atau Most Favoured Nation (MFN), merupakan tarif bea

masuk yang berlaku untuk semua negara anggota WTO dimana

penetapannya berdasarkan kesepakatan WTO.

10
Umar Fakhrudin, Kebijakan Hambatan Perdagangan atas Produk Ekspor Indonesia di Negara
Mitra Dagang, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.II, No.02, (2008), hal. 217
11
Kementerian Perdagangan, Tarif Preferensi, diakses dalam https://e-
ska.kemendag.go.id/home.php/home/preferensi (20/112021,18:32 WIB)

17
2. Bea Masuk atau Import Tariff, merupakan pungutan negara dari undang-

undang yang dikenakan terhadap barang-barang yang memasuki wilayah

impor.

3. Tarif Preferensi atau Preferential Tariff, merupakan fasilitas pengurangan

atau pembebasan bea masuk yang telah diatur dalam perjanjian atau

kesepakatan internasional.

Hambatan non-tarif merupakan hambatan yang diimplementasikan untuk

mengurangi barang-barang impor melalui peraturan, regulasi, hingga adaanya

kampanye-kampanye yang dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun non-

pemerintah. Kebijakan non-tarif ini merupakan cara yang dilakukan pemerintah

suatu negara untuk mengendalikan volume perdagangan. Kebijakan non-tarif

dapat berupa pembatasan spesifik seperti larangan impor, pembatasan jumlah

impor, perizinan untuk impor, dan juga embargo.

Penerapan kebijakan RED yang mewajibkan negara-negara anggota Uni

Eropa untuk menggunakan bahan bakar nabati yang memenuhi kriteria

keberlanjutan atau sustainability, akan berdampak pada perdagangan sumber

bahan bakar minyak nabati seperti minyak kelapa sawit. Kebijakan tersebut dapat

menghambat masuknya produk minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia

ke pasar Uni Eropa dikarenakan minyak sawit tidak memenuhi kriteria

sustainability yang ada dalam kebijakan RED. Hal ini dilihat sebagai salah satu

hambatan non-tarif yang dilakukan Uni Eropa untuk membatasi jumlah impor

minyak kelapa sawit dari negara produsen, khususnya Indonesia dan Malaysia

yang merupakan dua negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

18
1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian ini

adalah metode deskriptif. Penelitian dengan metode deskriptif adalah penelitian

yang berkaitan dengan pengkajian suatu fenomena dengan lebih rinci. 12 Dalam

konteks penelitian ini, peniliti akan memaparkan fenomena yang terjadi terhadap

komoditas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di pasar Uni Eropa, serta

menganalisis langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia

dalam menghadapi fenomena tersebut.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan yang peniliti gunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari Library Research yang didapatkan dari membaca buku, jurnal ilmiah, website

resmi dan sumber akurat lainnya yang kemudian diolah dan dianalisa mendalam.

Setelah data – data tersebut dikumpulkan, data tersebut kemudian diseleksi dan

dikelompokkan ke dalam bab pembahasan yang ada pada sistematika penulisan.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik analisa data kualitatif untuk menganalisis

data dari penelitian deskriptif dimana analisis kualitatif merupakan penggambaran

permasalahan berdasarkan fakta – fakta yang ada lalu ditarik sebuah kesimpulan.

12
Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta:Literasi Media
Publishing, 2015), hal. 8.

19
1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan Materi

Batasan materi merupakan fokus penelitian yang akan menjadi

pembahasan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini batasan materi akan

berfokus pada langkah yang diambil oleh Indonesia dan Malaysia dalam

menghadapi black campaign kelapa sawit oleh Uni Eropa.

1.6.4.1 Batasan Waktu

Batasan waktu merupakan waktu yang telah ditentukan peneliti guna

menganalisa data – data yang telah dikumpulkan dan menjadi acuan dalam

memaparkan data. Dalam penelitian ini dimulai dari tahun 2019-2021 dimana

Indonesia dan Malaysia melakukan upaya diplomasi ekonomi sebagai respon atas

Black Campaign dari Uni Eropa pada tahun 2018..

1.7 Sistematika Penulisan

Tabel 1. 2 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Kerangka Konseptual

20
1.6 .Metodologi Penelitian

1.6.1 Jenis Penilitian

1.6.2 Metode Analisa

1.6.3 Variabel Penelitian

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

1.7 Sistematika Penelitian

BAB II Indonesia dan Malaysia Sebagai Mitra Perdagangan CPO Uni Eropa

2.1 Sektor Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia

2.2 Posisi Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia di Pasar Uni Eropa

2.3 Industri Minyak Nabati di Uni Eropa

BAB Kebijakan Uni Eropa Terkait Komoditas Kelapa Sawit

III
3.1 Hambatan Perdagangan Kelapa Sawit di Pasar Uni Eropa

3.2 Kebijakan RED Uni Eropa terhadap Komoditas Kelapa Sawit

3.3 Dampak dari Black Campaign Uni Eropa terhadap Sektor Kelapa

Sawit Indonesia dan Malaysia

BAB Diplomasi Ekonomi Indonesia dan Malaysia dalam Menghadapi


IV Black Campaign Kelapa Sawit

4.1 Upaya Diplomasi Ekonomi Indonesia dalam menghadapi black

campaign

4.2 Upaya Diplomasi Ekonomi Malaysia dalam menghadapi black

campaign

21
4.3 Analisa Perbandingan Upaya Diplomasi Ekonomi yang diambil

Indonesia dan Malaysia

BAB V Penutup

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

22

Anda mungkin juga menyukai