Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan melawan Uni Eropa ke Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) atas kebijakan-kebijakan yang dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia yaitu pada Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation (DR) Uni Eropa. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit sehingga berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Alasannya dikarenakan minyak kelapa sawit masuk ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC). Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan Uni Eropa. Hal tersebut membuat Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa. Gugatan akan diajukan melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) ke Organisasi Perdagangan Internasional atau World Trade Organization (WTO) di Jenewa, Swiss melalui rapat konsolidasi terlebih dahulu. Rapat konsolidasi dipimpin Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dan dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Wakil Tetap RI Jenewa, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri, dan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional. Tujuan gugatan tersebut yaitu untuk meminta klarifikasi atas isu-isu yang dipermasalahkan dan mencari solusi yang memuaskan kedua pihak tanpa harus melalui proses litigasi atau penyelesaian secara hukum di WTO.
2. Analisis peluang dan kegagalan rencana proses litigasi
Litigasi adalah proses menyelesaikan perselisihan hukum dimana setiap pihak yang bersengketa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan gugatan dan bantahan. Disini, berdasarkan kasus diskriminasi kelapa sawit tersebut langkah pemerintah dalam menggugat Uni Eropa malah bisa kontraproduktif karena kasus tersebut masuk kedalam kategori non-tariff barrier yang lebih sulit dibuktikan di forum WTO karena sifatnya yang sangat abstrak sehingga rencana dalam melalui proses ligitasi bisa gagal apalagi dalam menggugat melalui proses litigasi membutuhkan pengeluaran biaya yang cukup besar untuk menggugat perkara tersebut ke WTO, terlebih apalagi kurangnya kajian terkait produk yang akan dibela.
3. Saran penyelesaian kasus bagi Indonesia
Berdasarkan sumber yang saya baca, kelapa sawit merupakan komoditas strategis Indonesia yang menjadi kunci pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Daripada reaktif terhadap kebijakan Uni Eropa, sebaiknya pemerintah mengkaji ulang manfaat sawit bagi kepentingan nasional. Pemerintah pun perlu merumuskan seberapa luas keperluan lahan untuk sawit, dan seberapa ekonomis tanaman itu.