Anda di halaman 1dari 25

RESPONSI

SKABIES IMPETIGENISATA

Oleh :
Samuel Fiergeon Picardi
G99161091

Pembimbing :
.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing :
Nama Mahasiswa : Samuel Fiergeon Picardi
NIM : G99161091

SKABIES IMPETIGENISATA

1. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (telur, feses).1,2 Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Infeksi ini
terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui
benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).3
Skabies Impetigenisata merupakan suatu keadaan dimana seseorang tersebut telah
terinfeksi skabies yang ditumpangi infeksi sekunder, skabies impetigenisata juga dapat
disebut skabies dengan infeksi sekunder. Bakteri penyebab infeksi sekunder yang paling
sering adalah Streptococcus B hemolyticus dan Staphylococcus Aureus. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Di indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2008 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Setyaningrum memaparkan tingkat
kejadian skabies di pondok pesantrean antara 64,2%-78,3%.23
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah,
kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta
ekologik. Keadaan tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh
karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan
penjara. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual).2

3. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu scabies
memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan
menggunakan mata telanjang.10 Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk
oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata (Gambar 1). Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450
mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x
150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan
alat perekat.2

Gambar 1. Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei betina5

4. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.2
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
antara 8-12 hari. Studi lain menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup dari telur sampai
dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk tungau betina bisa sampai
30 hari.11 Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia sebagai
host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain pada
suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan untuk berinfestasi dan
menggali terowongan.9,12

Berikut dipaparkan gambar siklus hidup skabies.

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei13

Kutu skabies betina menggali terowongan pada stratum korneum dengan kecepatan
2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya. Telur-telur ini akan
menetas setelah 3-5 hari dan menjadi larva, yang akan membentuk kantung dangkal di
stratum korneum dimana larva-larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam
waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi
kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya
(Gambar 2). Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk
timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.
Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada stratum korneum bagian bawah dan
melepaskan substansi yang berefek pada sel keratinosit dan fibroblast yang mengawali
reaksi tubuh. Sensitivitas alergi terhadap tungau maupun produk tungau tampaknya
memiliki peranan penting dalam menyebabkan pruritus. Reaksi imunitas tersebut meliputi
hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Pada reaksi tipe I, antigen tungau bertemu dengan
Imunoglobulin E (IgE) pada sel mast diantara epidermis menyebabkan degranulasi sel
mast dan terjadi wheal and flare reaction. Hal tersebut didukung fakta bahwa terdapat
kenaikan IgE pada pasien skabies dan menurun setelah terapi. Pada reaksi
hipersensitivitas tipe IV, seseorang kontak pertama kali dengan tungau 10-30 hari sebelum
muncul ruam, dan ketika pasien kontak untuk yang kedua kalinya, maka reaksi
hipersensitivitas terjadi dalam waktu 1 hari.15 Fakta bahwa gejala yang timbul jauh lebih
cepat ketika terjadi reinfeksi mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi skabies adalah
hasil dari reaksi hipersensitivitas.24,25
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya
dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebasea. Biasanya, pada satu
individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies,
dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus
immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko
tinggi untuk menderita Norwegian scabies.
Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak dengan obyek terinfestasi seperti
handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui hubungan langsung kulit ke
kulit. Berdasarkan alasan tersebut, skabies terkadang dianggap sebagai penyakit menular
seksual. Ketika satu orang dalam rumah tangga menderita skabies, orang lain dalam rumah
tangga tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk terinfeksi. Seseorang yang
terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat menyebarkan skabies walaupun ia tidak menunjukkan
gejala. Semakin banyak jumlah parasit dalam tubuh seseorang, semakin besar pula
kemungkinan ia akan menularkan parasit tersebut melalui kontak tidak langsung.
5. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :2,12
Pruritus Nocturna
Artinya adalah gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. 1,16 Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. 2 Sensasi
gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.12
a. Menyerang Manusia secara Berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit, namun tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carrier) bagi individu
lain.2,12
b. Adanya Terowongan (Kunikulus)
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel (Gambar
3). Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dll). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus,
bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.2
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh
karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum
yang relatif lebih longgar dan tipis.12

Gambar 3. Terowongan pada penderita skabies17

Lesi kulit primer berupa papul, pustul, vesikel, dan nodul.1 Bila ada infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (erosi, ekskoriasi, krusta).12 (Gambar
4)
Gambar 4. Gambaran klasik Skabies3

Erupsi eritematosa dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas


pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan
kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan
ini terlihat jelas terlihat di sela-sela jari, pergelangan tangan, dan daerah siku
(Gambar 5). Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.4
Gambar 5. Distribusi makro lesi primer skabies pada orang dewasa14

c. Menemukan Sarcoptes scabiei


Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Akan tetapi, kriteria yang
keempat ini agak sulit ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada
umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.12

Gambar 6. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei19

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan.
Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal
sign.12 Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya
yaitu :

a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan skalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di
gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian
dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang
sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian
tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan
lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam
terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas
berupa garis menyerupai bentuk S.
d. Membuat biopsi irisan (Epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan berhati-
hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas
kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop. Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin. (Gambar 8)

Gambar 7. Sarcoptes scabiei dalam epidermis 13


e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.
9. DIAGNOSIS BANDING
1. Prurigo Hebra
2. Pedikulosis Corporis

10. PENATALAKSANAAN

Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.4
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dimulai dari leher ke bawah hingga ke jari-jari kaki,
dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar
kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan
kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Karena gejala skabies disebabkan reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau dan feses, pasien harus diinformasikan bahwa walaupun
telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 2 minggu, meskipun tungau dan telur telah mati. Jika tidak diberikan
penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Jika gatal masih
menetap lebih dari 2-4 minggu setelah pengobatan atau jika muncul terowongan baru atau
lesi ruam seperti jerawat terus muncul, maka dibutuhkan pengobatan ulang. Pasangan
seksual dan orang lain yang memiliki riwayat kontak skin to skin dengan pasien pengidap
skabies dalam waktu 1 bulan sebaiknya diperiksakan dan jika terbukti maka diobati.
Semua orang yang berisiko sebaiknya diobati dalam waktu yang sama untuk mencegah
reinfestasi.20
Hanya permethrin dan sulfur ointment yang boleh digunakan pada bayi. 19 Steroid
topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi
skabisid yang lengkap.4

1. Penatalaksanaan Non-medikamentosa

Edukasi pada pasien skabies :21


1 Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2 Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang terkena
oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3 Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit selama 8-14 jam, tidak kena air,
dan diulang seminggu kemudian. Sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur
4 Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan
5 Mencuci pakaian dengan air panas bersuhu 60oC dan keringkan dengan hot
dryer
6 Untuk benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan mesin, maka isolasi dalam
kantong plastik selama 72 jam
7 Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas (60oC)
8 Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun
rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
9 Setiap orang yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
10 Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

2. Penatalaksanaan medikamentosa
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
a Permetrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena
efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil.21 Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di
kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal
digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu
selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang
kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang
ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan
tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindan dan krotamiton.
Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.
b Sulfur Presipitat 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah
harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara
yang membutuhkan terapi massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan
fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak,
wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi.17
c Benzil benzoat
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoat bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzil benzoat sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur
dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita
harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun.
Tapi benzil benzoat lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil
benzoat digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih
murah.
d Lindan (Gamma benzene heksaklorida)
Lindan juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian
tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.11
Lindan tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh
dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotio.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.
Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindan
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan
dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.12
Efek samping lindan antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf
pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang
terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia,
dan pansitopenia.11
e Krotamiton (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotio. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam,
kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan
berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.12
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan
terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat
keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi
dan anak kecil.11
f
Ivermektin
Ivermektin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun
tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan
endo parasit. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 mcg/kgBB dan
dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.
Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati skabies. Dapat dipertimbangkan sebagai obat lini kedua pada
skabies jika permethrin tidak sukses.21 Efek samping yang sering adalah
dermatitis kontak dan Nekrolisis Epidermal Toksik.
g
Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotio 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.12
h
Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.10 Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.11

Tabel 1. Pengobatan Skabies10

Jenis Obat Dosis Keterangan

Krim Permetrin Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di Amerika
5% diulangi selama 7 hari. Serikat dan kehamilan kategori
B.

Lotio Lindan Dioleskan selama 8 jam setelah Tidak dapat diberikan pada anak
1% itu dibersihkan, olesan kedua umur 2 tahun kebawah, wanita
diberikan 1 minggu kemudian. selama masa kehamilan dan
laktasi.

Krotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus


10% berturut-turut, lalu diulangi tetapi efektifitasnya tidak sebaik
dalam 5 hari. topikal lainnya.

Sulfur presipitat Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2
5-10% dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa
kehamilan dan laktasi, tetapi
tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi
obat ini masih kurang.

Lotio Benzil Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat


Benzoat 10% dibersihkan menyebabkan dermatitis pada
wajah

Ivermektin 200 Dosis tunggal oral, bisa diulangi Memiliki efektifitas yang tinggi
mcg/kg pada hari ke-14 dan aman. Dapat digunakan
bersama bahan topikal lainnya.
Digunakan pada kasus-kasus
skabies berkrusta dan skabies
resisten.

Antipruritus topikal krotamiton sering membantu jika kulit gatal dengan hanya
sedikit reaksi peradangan. Pasien harus disarankan bahwa erupsi dari skabies
membutuhkan waktu untuk proses penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan
penggunaan skabisid yang berlebihan.22

I. PROGNOSIS

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu
yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.10 Investasi skabies
dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies, jika diobati dengan benar,
memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan eksema akan sembuh.22

II. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum cleaner).10
DAFTAR PUSTAKA

1. Currie JB, McCarthy JS. Permetrin dan Ivermektin untuk Skabies. New England J
Med. 2010; 362: p. 718.

2. Handoko,PR. Skabies. In: Djuanda, Adi, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed
7. Jakarta. FK UI; 2015.p.138-140.

3. Chosidow O. Skabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-23.

4. Stone, S.P., Jonathan N.G., Rocky E.B., 2008, In: Fitzpatrick,s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, pp. 2030-31.

5. Strina, A. et al., 2013. Validation of epidemiological tools for eczema diagnosis in


Brazilian children: the ISAAC's and UK Working Party's criteria.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21062476, diakses tanggal 1 Februari 2017.

6. Salifou, S. et al., 2013. Prevalence and zoonotic aspects of small ruminant mange
in the lateritic and waterlogged zones, southern Benin.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23856728, diakses tanggal 1 Februari 2017.

7. Emodi, I.J. et al., 2013. Skin diseases among children attending the out patient
clinic of the University of Nigeria teaching hospital, Enug.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3052811/, diakses tanggal 1
Februari.

8. Zayyid, M.M. et al., 2013. Prevalence of scabies and head lice among children in a
welfare home in Pulau Pinang, Malaysia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21399584/, diakses tanggal ! Februari 2017.
9. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology : a
color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p. 500.

10. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In:
Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill;
2008. p. 2029-2032.

11. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.


2005; 81: p. 8 - 10.

12. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1.
Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas
hasanuddin; 2003. p. 5-10.

13. Granholm JM, Olazowaki J. Pencegahan Skabies dan Manual Kontrol. Michigan
department of community health. 2005; 1: p. 10.

14. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An
Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11

15. Rakhmawati, D., dkk., 2012. Laporan Kasus: Crusted Scabies.Pertemuan Ilmiah
Tahunan XII PERDOSKI. Solo.

16. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In: Rook’s
textbook of dermatology. 8th ed. Washington. Willey-blackwell; 2010. p. 38.36 –
38.38.

17. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p. 12-16.

18. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin: Clinical
Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453

19. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a Ubiquitous
Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771

20. CDC; 2017 [diakses pada tanggal 10 Januari 2017]. Tersedia dari
http://www.cdc.gov/parasites/scabies/treatment.html
21. Wolf R, Davidovici B. Treatment of scabies and pediculosis: facts and
controversies. Clin Dermatol. 2010;28(5): 511-8.

22. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals. 2005;
331: p. 619, 622.

23. Setyaningrum YI: Skabies Penyakit Kulit Yang Terabaikan: Prevalensi, Tantangan
dan Pendidikan Sebagai Solusi Pencegahan. Seminar Nasional X Pendidikan
Biologi FKIP UNS
24. Hadi UK. Scabies In Indonesia. Departement of infection dissease and veterinary
public health faculty of veterinary medicine.

25. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, a global disease in human
and animal infection. American society of microbiology. 2007

LAPORAN KASUS

SKABIES IMPETIGENISATA

A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : Tn. R
Usia : 24 tahun
Alamat : xxxxx, S
Pekerjaan : xxxxxx
Status : Belum menikah
No RM : 013xxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 21 Januari 2017

2. Keluhan Utama
Gatal seluruh badan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Kulit RSDM dengan Keluhan Gatal dan bitik seluruh di
seluruh badan sejak 1 bulan. Gatal dirasa terus menerus dan memberat saat malam
hari, 1 minggu terakhir gatal semakin memberat dan oleh pasien digaruk hingga
muncul plenting berisi nanah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat alergi makanan : (-)
Riwayat alergi obat : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : (+) ayah, ibu dan adik pasien
Riwayat alergi : (-)
Riwayat asma : (-)

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien berobat dengan BPJS.

7. Riwayat Kebiasaan dan Asupan Gizi


Merokok : (+)
Minum alkohol : disangkal
Olahraga : jarang
Gizi : pasien makan 3 kali sehari dengan porsi cukup, nasi,
lauk pauk dan sayur, jarang mengkonsumsi buah.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Composmentis, baik.

Vital Sign : BP : 110/70


RR : 18x Menit
HR : 80x/menit
T : 37,1oC

Status Gizi : BB: 47 kg


TB: 150 cm
BMI: 20,89 (Normoweight)

Kepala : dalam Batas Normal


Wajah : dalam Batas Normal
Leher : dalam Batas Normal
Mata : dalam Batas Normal
Telinga : dalam Batas Normal
Axilla : dalam Batas Normal
Truncus Anterior : lihat Status Dermatovenerologi
Truncus Posterior : lihat Status Dermatovenerologi
Gluteal : lihat Status Dermatovenerologi
Inguinal : lihat Status Dermatovenerologi
Genital : lihat Status Dermatovenerologi
Ekstermitas Atas : lihat Status Dermatovenerologi
Ekstermitas Bawah : lihat Status Dermatovenerologi
Skrotal : lihat Status Dermatovenerologi

2. Status Dermatologis
Pada regio Generalisata tampak papul eritem dan pustul multiple diskrit disertai
sebagian erosi, ekskoriasi, skuama dan krusta kekuningan diatasnya

Gambar . Regio Extremitas Inferior


Gambar . Regio Extremitas Superior
Gambar . Regio Truncus Anterior et
Posterior

Gambar . Regio Genital


Gambar . Regio Scrotal dan Inguinal

Gambar . Regio Gluteal


C. DIAGNOSIS BANDING
 Skabies Impetigenisata
 Impetigo Krustosa
 Prurigo Hebra

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan kerokan kulit-NaCl (-).
2. Pemeriksaan Burrow Ink Test (-).
3. Coccus Gram + pada pustul tangan sebanyak 30-50/LPB.

E. DIAGNOSIS
Skabies impeigenisata

F. TERAPI
1. Non- medikamentosa
a. Edukasi pada pasien mengenai penyakitnya, rencana pemberian terapi dan
prognosis.
b. Edukasi untuk tidak menggunakan handuk, pakaian, alas tidur secara bergantian.
c. Edukasi untuk tidak menggaruk daerah gatal, supaya tidak terjadi infeksi
sekunder.
d. Pasien diedukasi supaya seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
diobati secara bersamaan untuk memutus rantai penularan.
2. Farmakologis
Pasien diedukasi bahwa penyakitnya merupakan skabies impetigenisata,
penatalaksanaannya dengan diobati terlebih dahulu infeksi sekundernya, jika
sudah membaik (+/- 3 hari) bisa diberikan pengobatan terhadap skabiesnya
Terapi awal :
a. Medikasi berupa aspirasi pustul, kompres daerah post aspirasi dan erosi
selama 15 menit, kemudian dioles mupirocin 2 kali sehari
b. Pemberian Loraadine 10 mg per 24 jam PO (malam) dan Amoxiciline
tablet 500 mg tiap 8 jam ( 3 kali sehari) selama 5 hari.
Rencana Terapi :
a. 3 hari kemudian pasien kontrol, setelah infeksi sekundernya membaik
pengobatan terhadap skabies dimulai.
b. Cream permethrin 5% dioles ke seluruh tubuh malam hari, dibiarkan 8-
12 jam tidak boleh kena air.
c. Cetirizine tablet 10 mg 2x/ hari.

G. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

Anda mungkin juga menyukai