Anda di halaman 1dari 18

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara dengan banyak budaya dan tradisi yang berbeda,

yang membawa keragaman budaya. Berdasarkan Statistik Kebudayaan 2021 yang

menjadi dasar pemikiran budaya daerah, kita dapat melihat bahwa Indonesia

memiliki 20 taman budaya, 176 cagar budaya, 488 desa adat, dan 2.228 komunitas

budaya. 1 Kebudayaan sebagai segala sesuatu yang dapat memengaruhi masyarakat,

baik dari segi agama, politik, adat istiadat, bahasa, maupun karya. Budaya

diturunkan dari pendahulunya kepada generasi mendatang. 2 Harta tradisi Indonesia

didapatkan dari adat dan kebiasaan yang telah diulang-ulang dan diwariskan secara

turun-temurun oleh masyarakat.

Tradisi tidak hanya mencakup nilai sosial tetapi juga nilai moral, sehingga

dampak dari keberadaan tradisi dalam masyarakat dapat hidup, rukun, damai,

tenteram, dan membangun ikatan dengan sesama manusia meningkat. Tradisi ini

memiliki kegunaan sebagai pemasok fragmen peninggalan sejarah yang dianggap

bermanfaat. Misalnya, tradisi Mandi-Mandi digunakan untuk mensucikan sendiri

1
Pusat Data dan Teknologi Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Statistik Kebudayaan 2021, (Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2021), hlm. vi.
2
Zulkarnain Dali, Hubungan Antara Manusia, Masyarakat, dan Budaya
Dalam Perspektif Islam, Jurnal Nuansa, Vol. 9 (1), 2016, hlm. 52.

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

segala kekurangan dan bentuk permintaan maaf antara sesama manusia dengan

Tuhan.3

Untuk menciptakan karya seni, perlu memberi bentuk pada ekspresi seperti

feel (perasaan), think (pikiran), dan asal usul masyarakat. Seni sebagai benda

fungsional yang memiliki nilai tertentu, mewakili maksud juga gagasan pencipta,

serta mengungkapkan maknanya sebagai ekspresi kehidupan manusia. Tradisi telah

menjadi praktik masyarakat dan seni mengandung nilai-nilai yang dijadikan

pedoman masyarakat.

Hubungan antara tradisi, budaya, kebudayaan, dan seni tidak dapat

dipisahkan karena keempat esensi tersebut terkait sebagai warisan sejarah

kehidupan manusia dan menjadi identitas masyarakat. Salah satu contoh tradisi

yang ada di Indonesia adalah tradisi Mandi-Mandi yang ada di Kecamatan

Cilincing, Jakarta Utara. Relasional antara tradisi Mandi-Mandi dengan masyarakat

Tugu adalah bahwa Kampung Tugu terletak di Kecamatan Cilincing, Kelurahan

Semper Barat, dimana menjadi titik pusat tradisi ini berkembang.

Masyarakat Portugis yang ada di Kampung Tugu membentuk sebuah

komunitas di tahun 1522. Tahun 1621 ditandai dengan penangkapan sekelompok

orang Goa yang menjadi tawanan Belanda, dipekerjakan sebagai budak dan

3
Purwadi Soeriadiredja, Fenomena Kesenian Dalam Studi Antropologi
(Bahan Ajar), (Denpasar: Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Udayana, 2016), hlm. 16.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

terpaksa untuk memeluk agama Khatolik sebagai syarat lepas dari perbudakan

hingga tahun 1661 mayoritas memeluk agama Khatolik. Mereka juga memiliki

pemahaman terhadap bahasa Portugis dan mendirikan sebuah kampung ibadah

yakni Gereja Tugu di tahun yang sama. Secara umum, Tugu memiliki 25 keturunan

Portugis, tetapi saat ini hanya tersisa delapan keturunan. Ini dapat dibagi menjadi

dua kategori: Tugu asli (penduduk asli Tugu) dan pendatang (orang luar tugu dan

pendatang). Tugu Asli memiliki tujuh nama keturunan utama. Ini termasuk

Abrahams, Andries, Braune, Cornelis, Seymons, Salomons, Michiels, atau Quiko.

Tak heran jika Tugu Asli berasal dari Portugis dan Jerman. Pendatang lainnya yang

tinggal di Kampng Tugu berasal dari China, Ambon, Manado, dan Timor. 4

Asal usul Kampung Tugu yang tercatat dalam sejarah Indonesia dimulai

pada tahun 1510-1511 ketika pemimpin kala itu Alfonso de Albuquerque ingin

menaklukkan Goa dan Malaka. Selain kedua lokasi tersebut, menurut Alfonso,

penguasa Tom Pires menduduki Sunda Kelapa pada tahun 1513 dengan tujuan

mencari rempah-rempah dalam perjalanannya ke Malaka-Maluku. Rencana yang

dilakukan oleh Portugis selain memperebutkan rempah-rempah, mereka ingin

menyebarkan agama Katolik kepada masyarakat setempat, namun pada

kenyataannya usaha mereka sia-sia. Sejak kedatangan Belanda di Nusantara pada

tahun 1559, Portugis melemah. Kekuasaan Portugis juga didorong oleh ultimatum

4
Raan-Hann Tan, Por-Tugu-Ese? The Protestant Tugu Community of
Jakarta, Indonesia, Thesis School of Social Sciences Department of Anthropology
(Portuguese: Instituto Universitario de Lisboa, 2016), hlm. 54.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

dari kerajaan Islam Nusantara dari invasi Belanda ke Malaka, sehingga Malaka

ditaklukkan. 5

Masyarakat Tugu menyimpulkan bahwa nenek moyang mereka mendarat di

Desa Tugu pada tahun 1522 ketika para saudagar, awak kapal dan mantan prajurit

Laskar Portugis menjadikannya tempat untuk menghabiskan pensiunan veteran di

wilayah Tugu. Rosalie Gross juga percaya bahwa para navigator Portugis yang

singgah di Sunda Kelapa ikut serta dalam warisan musik Portugis.6 Sebuah tulisan

dari Windoro Adi dalam buku karangannya yang berjudul “Menyisir Jejak Betawi”

menjelaskan bahwa kaum mardjikers adalah penduduk asli Benggala (sekarang

Bangladesh), Malabar, Koromandel (India), dan Sri Lanka. Masyarakat Kampung

Tugu adalah keturunan Portugis campuran Goa, India dan Pulau Banda.

Para Mardijkers singgah di Indonesia pada abad ke-16 dengan niat mencari

rempah-rempah. Rempah-rempah, terutama lada, pala dan cengkeh, dibutuhkan

untuk menjaga daging sapi yang disembelih tetap segar selama beberapa bulan,

karena parfum farmasi dan kosmetik telah menjadi produk penting bagi orang

Eropa, juga membantu untuk mengkonsentrasikan minuman daging sapi. Namun

dalam perjalanannya, Portugis menyerah kepada VOC dan terpaksa menuruti

5
Risa Nopianti, dkk. Identitas Orang Tugu Sebagai Keturunan Portugis di
Jakarta (Identity of Tugu People as Portuguese Descent in Jakarta), (Bandung:
BPNB dan UNPAD, 2019), hlm. 174-175.
6
Victor Ganap, Krontjong Toegoe Asal-Usul Musik Keroncong (Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara, 2020), hlm. 36.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

keinginan para pemenang. Selama 20 tahun sebagai budak VOC, VOC akhirnya

melepaskan budak yang mereka tangkap, yang menjadi tentara Portugis.7

Berdasarkan data kependudukan Batavia, para tawanan Belanda itu adalah

Laskar Portugis asal Bengali dan Coromandel sehingga Belanda lebih menargetkan

tahanan dari agama Khatolik dibanding Protestan, berasal dari India sekaligus lihai

dalam berbahasa Portugis, juga telah dilatih lama dalam hal persenjataan atau

militer.8 Namun di lain sisi, orang-orang Goa tetap gigih untuk mempertahankan

identitas diri mereka sebagai kaum Portugis juga sekaligus menjadi cikal bakal dari

adanya komunitas Tugu di Kampung Tugu dengan bukti bahwa komunitas ini tetap

beragama Khatolik, dan mengakui dirinya sebagai Laskar Portugis meski pada

akhirnya berubah keyakinan menganut agama Protestan.9

Tradisi Mandi-Mandi menjadi tradisi masyarakat yang ada di Kampung

Tugu, Jakarta Utara dengan serangkaian prosesi acara ibadah hingga maaf-

memaafkan. Tradisi yang sudah ada sejak tahun 1930 dengan ditandai masih

terdapat keturunan mardijkers mendiami Kampung Tugu Selatan. Tradisi ini

hingga tahun 1990 selalu diadakan secara tertutup dikarenakan akan berkurangnya

nilai dan makna dari tradisi Mandi-Mandi juga hanya dinikmati oleh orang-orang

Tugu. Setelah tahun 1990 dibuka untuk umum dan memperbolehkan siapapun

berpartisipasi dalam acara tradisi ini. Tradisi Mandi-Mandi mulai tahun 2017 sudah

mulai anak-anak muda untuk berpartisipasi karena semakin menyadari tradisi yang

7
“Menengok Tradisi Natal Kaum Mardijkers Di Kampung Tugu” diakses
dari https://topcareer.id/read/2019/12/29/18553/menengok-tradisi-natal-kaum-
mardjikers-di-kampung-tugu/ pada 10 Agustus 2021.
8
Victor Ganap, op.cit, hlm. 31-32.
9
Ibid, hlm. 39.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

seharusnya dilestarikan hingga tahun 2019 dinobatkan sebagai Karya Budaya oleh

Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia.

Beberapa penelitian terkait tradisi Mandi-Mandi oleh para seniman lokal

dan para sejarawan masih terbatas dikarenakan keterbatasan dalam memeroleh

data. Hanya menjelaskan secara sekilas mengenai tradisi Mandi-Mandi, namun

untuk tradisi Rabo-Rabo secara kompleks sudah ditulis oleh para peneliti. Buku

Victor Ganap yang berjudul Krontjong Toegoe menjelaskan hanya inti dari

perayaan Tahun Baru dan tidak menjelaskan tentang dampak yang diterima oleh

masyarakat sebelum dan sesudah merayakan tradisi tersebut. Tradisi Mandi-Mandi

sudah menjadi tradisi Komunitas Tugu yang telah dilakukan setiap Minggu pertama

bulan Januari.

Tradisi Mandi-Mandi hampir mirip dengan Festival Holi yang

diselenggarakan di India untuk menyambut musim semi dan melambangkan sebuah

makna kemenangan kebaikan atas kejahatan. Tradisi Mandi-Mandi dimaknai untuk

menghapus dosa-dosa setahun yang lalu, saling memaafkan, dan pembersihan jiwa

raga. Bahan dari “bedak” untuk menaburkan ke wajah juga berbeda. Bubuk warna-

warni pada Festival Holi menggunakan bahan alami seperti kayu cendana juga

pohon koral, buah bit, dan tanaman indigofera. Akan tetapi untuk tradisi Mandi-

Mandi hanya menggunakan bedak berwarna putih.

Penelitian mengenai tradisi Mandi-Mandi sangat menarik untuk dikaji dan

diteliti lebih lanjut mengenai tradisi lokal yang diperkenalkan oleh keturunan

Portugis di Kampung Tugu khususnya membahas tradisi Mandi-Mandi. Untuk itu


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

penelitian ini berjudul “Eksistensi Tradisi Mandi-Mandi Masyarakat Tugu,

Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara Sebagai Identitas

Budaya Lokal Tahun 2017—2022”. Skripsi ini memfokuskan pada dinamika tradisi

Mandi-Mandi yang ikonik sehingga mudah diterima di lingkungan masyarakat

sekitar.

Penentuan temporal tahun 2017—2022 dipilih karena menjadi tahun

semakin berkembangnya tradisi Mandi-Mandi bahkan para masyarakat Tugu yang

sudah mulai menyadari budaya yang menjadi ciri khas dari Kampung Tugu dan

kedatangan dari salah satu tokoh penting dalam sejarah Timor Leste tahun 2017

hingga dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Tahun 2019 menyebutkan bahwa Tradisi Mandi-Mandi telah

dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2019 dalam

domain Adat Istiadat, Masyarakat, Ritus, dan Perayaan yang telah ditandatangani

oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2019,

Muhadjir Effendy. Pemilihan tahun 2022 dipilih karena sudah memasuki era

modernisasi serta pemulihan pasca terjadi pandemi yang menyerang seluruh dunia.

Pemerintah melarang untuk berkegiatan di luar rumah, membatasi jumlah

masyarakat agar tetap terjaga, serta golongan muda yang lambat laun mulai

melupakan tradisi ini. Masyarakat Tugu berinisiatif untuk memperkenalkan tradisi

yang telah ada sejak abad ke-17 kepada masyarakat di luar Kampung Tugu dan

mengkreasikan tradisi ini menjadi lebih bervariatif. Pada tahun 2022 diadakan

“Pengembangan Destinasi Wisata Kampung Tugu” oleh Suku Dinas Jakarta Utara

bersama Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana latar belakang Tradisi Mandi-Mandi di Kampung Tugu?

2. Bagaimana eksistensi Tradisi Mandi-Mandi tahun 2017 sampai 2022?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui latar belakang Tradisi Mandi-Mandi di Kampung Tugu.

2. Mengetahui eksistensi Tradisi Mandi-Mandi tahun 2017 sampai 2022.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh adalah sebagai bahan penelitian, metode penelitian,

referensi dan pengembangan ilmu serta karya ilmiah berikut yang lebih lanjut

tentang tema yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan. Masyarakat dan pembaca

mendapatkan informasi, referensi tambahan ilmiah mengenai sejarah kebudayaan,

memperoleh wawasan luas mengenai Tradisi Mandi-Mandi sehingga

mengingatkan masyarakat akan pentingnya mengetahui dan melestarikan tradisi

budaya lokal.

E. Kajian Pustaka

Buku karangan Susan Blackburn dengan judul Jakarta a History

menjelaskan mengenai asal muasal etnis Mardijkers yang mendiami Kampung

Tugu, penjelasan wilayah Batavia pada saat abad ke-15 hingga abad ke-18 yang

sangat kental dengan unsur kolonial, dan kehidupan kota Batavia dengan suku-suku

serta etnis yang ada. Perbedaan tulisan tersebut dengan penelitian penulis terdapat

pada segi temporal dan kajian. Penjelasan mengenai tradisi-tradisi yang ada di
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Batavia khususnya Kampung Tugu Jakarta Utara dan upaya dari pemerintah dalam

hal tradisi Mandi-Mandi.

Buku dari Windoro Adi yang berjudul Batavia 1740 Menyisir Jejak Betawi

membahas sejarah kota Batavia dengan kisah-kisah masa lampau pada saat koloni

Belanda menjajah hingga kesenian juga budaya yang melekat pada kota ini. Dalam

buku tersebut mengangkat keroncong, orang-orang toegoe sebagai salah satu

peninggalan kesejarahan yang sangat unik serta hanya dimiliki oleh Batavia, dan

penjelasan secara ringkas mengenai tradisi Mandi-Mandi yang ada di Kampung

Tugu Jakarta Utara. Perbedaan tulisan tersebut dengan penelitian penulis terdapat

pada segi temporal dan kajian. Penjelasan mengenai pelaksanaan tradisi Mandi-

Mandi baik dari organisasi dan panitia pelaksana tradisi Mandi-Mandi, apresiasi

dari masyarakat Tugu keturunan Portugis yang beragama Kristen dan masyarakat

sekitar Kampung Tugu, apresiasi dari pemerintah terhadap tradisi Mandi-Mandi,

dan respon dari masyarakat Tugu.

Victor Ganap menerbitkan sebuah buku dengan judul Krontjong Toegoe.

Buku yang mengulas keberadaan komunitas dan musik Tugu di Kampung Tugu

dan mengungkapkan bagaimana interaksi budaya Timur dan Barat. Buku ini pula

menjelaskan acara-acara atau tradisi Kampung Tugu yang diiringi oleh musik

keroncong, tokoh-tokoh yang terlibat, tetapi tidak membahas dampak dan peran

komunitas di luar komunitas Tugu. Perbedaan tulisan tersebut dengan penelitian

penulis terdapat pada segi temporal dan kajian. Penjelasan pada alur dari tradisi

Mandi-Mandi secara menyeluruh dan panitia pelaksana tradisi Mandi-Mandi di

Kampung Tugu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Artikel dari Risa Nopianti, Selly Riawanti, dan Budi Rajab dalam Jurnal

Patanjala yang berjudul “Identitas Orang Tugu Sebagai Keturunan Portugis di

Jakarta” ini mengulas tentang keberadaan Orang Tugu di Jakarta yang sudah ada

menetap sejak masa kolonial. Dibuktikan dengan kemunculan suku Betawi yang

telah ada sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 melalui proses kreolisasi, proses ini

terjadi di antara orang-orang asli khususnya orang Sunda dengan para pendatang

(suku Ambon, etnik Tiongkok, dan suku India). Setelah mereka menetap di Jakarta,

lantas mereka mengidentifikasinya sebagai Orang Betawi. Artikel ini juga

mengulas sejarah Orang Tugu, interaksi sosial yang terjadi akibat proses akulturasi

budaya, menjelaskan secara ringkas soal tradisi Mandi-Mandi, dan komunitas

Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB). Perbedaan tulisan tersebut dengan

penelitian penulis terdapat pada segi temporal dan kajian. Penjelasan dalam

organisasi IKBT (Ikatan Keluarga Besar Tugu), respon dari masyarakat keturunan

Portugis yang beragama Kristen serta masyarakat di luar Tugu, dan apresiasi dari

Walikota Jakarta Utara dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia.

Artikel Oki Heryanto, Moch. Rey Baskara, dan Evi Novianti dengan judul

“Peran Kampung Tugu Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Unik di Jakarta” dalam

Journal Sustainable Tourism Research. Artikel yang menjelaskan tentang

Kampung Tugu dan seluruh keunikan di dalamnya menjadi sebuah potensi

pariwisata yang dapat mendatangkan wisatawan untuk mengunjungi wisata

Kampung Tugu di Jakarta Utara, sungguhan yang didapat ketika mengunjungi

Kampung Tugu dimana dapat menemui Gereja Tugu yang masih beroperasi hingga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

sekarang sebagi daya tarik wisata, dan tradisi unik yakni Mandi-Mandi dan Rabu-

Rabu. Tradisi ini rutin dilaksanakan setiap setahun sekali pada hari Minggu pertama

di bulan Januari. Perbedaan tulisan tersebut dengan penelitian penulis terdapat pada

segi temporal, kajian, dan subjektivitas. Penjelasan mengenai tradisi Mandi-Mandi,

apresiasi Masyarakat Tugu, apresiasi dari pemerintah, dan bentuk pelestarian dari

Tradisi Mandi-Mandi tahun 2019—2022.

Artikel yang berjudul “Menjaga Warisan Budaya Kampung Tugu dengan

Bahasa Kreol Portugis Tugu yang Telah Punah” karya Arif Budiman, Venansia,

Febri, dan Budi yang sudah ada dalam jurnal Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia. Artikel tersebut menjelaskan sejarah bagaimana dibentuknya Kampung

Tugu, bahasa Kreol yang digunakan oleh orang-orang keturunan Portugis di

Kampung Tugu, dan tradisi yang telah ada di Kampung Tugu. Perbedaan tulisan

tersebut dengan penelitian penulis terdapat pada segi temporal, spasial, dan kajian

yang digunakan. Penjelasan secara sistematis mengenai tradisi Mandi-Mandi baik

dari pelaksanaan, organisasi yang ada di Kampung Tugu, apresiasi masyarakat

Tugu, revitalisasi terhadap tradisi Mandi-Mandi, dan pelestarian tradisi Mandi-

Mandi oleh Walikota Jakarta Utara serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia.

Skripsi yang dipakai adalah skripsi dengan judul “Akulturasi Budaya Dalam

Interaksi Sosial Budaya Portugis dan Budaya Betawi di Kampung Tugu-Koja,

Jakarta Utara” karya dari Erymitha Lusiana, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Mercubuana Jakarta, yang mengkaji tentang akulturasi budaya yang terjadi di

Ibukota Jakarta khususnya Budaya Betawi yang terdapat di Kampung Tugu dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

menjelaskan tentang tradisi khas dari Tugu yaitu tradisi Rabo-Rabo dan Mandi-

Mandi secara ringkas. Perbedaan tulisan ini dengan penelitian penulis terdapat pada

segi temporal, spasial, dan kajian yang digunakan. Penjelasan terhadap peran

organisasi yang ada di Kampung Tugu untuk menyelenggarakan tradisi Mandi-

Mandi, pelaksanaan tradisi Mandi-Mandi dari tahun 2017 hingga 2022, dan

pelestarian tradisi Mandi-Mandi atas upaya dari pemerintah daerah maupun pusat.

Thesis dari Raan-Hann Tan yang berjudul “Por-Tugu-Ese? The Protestant

Tugu Community of Jakarta, Indonesia” dari Instituto Universitario de Lisboa

School of Social Sciences Department of Anthropology. Dalam thesis ini membahas

tentang sejarah masuknya bangsa Portugis di Indonesia, asal usul dari Kampung

Tugu, kaum Mardijkers, komunitas-komunitas yang mendiami Kampung Tugu

beserta perintisan Ikatan Keluarga Besar Tugu, sejarah dari Gereja Tugu, festival

yang diselenggarakan oleh masyarakat Tugu (Mandi-Mandi dan Rabo-Rabo), serta

hubungannya antara bangsa Belanda, Portugis, dan Betawi. Perbedaan tulisan ini

dengan penelitian penulis terdapat pada segi temporal, spasial, dan kajian yang

digunakan. Penjelasan terhadap organisasi yang ada di Kampung Tugu juga panitia

pelaksana tradisi Mandi-Mandi, tradisi Mandi-Mandi dari tahun 2017 sampai 2022,

apresiasi baik dari masyarakat keturunan Portugis yang beragama Kristen maupun

masyarakat sekitar Kampung Tugu, revitalisasi tradisi Mandi-Mandi tahun 2019

sampai 2022, dan apresiasi dari pemerintah terhadap tradisi Mandi-Mandi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah

membahas secara detail mengenai pelaksanaan tradisi Mandi-Mandi dari tahun

2017 sampai 2022, organisasi yang ada di Kampung Tugu beserta panitia pelaksana
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

tradisi Mandi-Mandi, apresiasi dari masyarakat keturunan Portugis yang beragama

Kristen maupun masyarakat sekitarnya, pelestarian tradisi Mandi-Mandi hingga

apresiasi dari instansi pemerintah perihal tradisi Mandi-Mandi.

F. Metode Penelitian

Pendapat dari Louis Gottschalk, metode sejarah yakni proses menguji dan

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu. Rekonstruksi masa

lalu yang didasarkan atas fakta sejarah tersebut disebut dengan historiografi

(penulisan sejarah) 10. Metode sejarah terdiri dari empat komponen, yaitu: heuristik

atau pengumpulan sumber, kritik sumber atau verifikasi, interpretasi atau

penafsiran fakta sejarah, dan historiografi atau hasil penafsiran atas fakta sejarah

dimana hasil yang didapat adalah karya ilmiah berupa skripsi.

1. Heuristik atau pengumpulan data

Tahapan awal dalam menyusun sebuah penulisan sejarah (historiografi)

adalah melakukan teknik dengan mengumpulkan sumber-sumber yang sangat

diperlukan dalam menerbitkan suatu karya ilmiah yang bersifat deskriptif kualitatif.

Sumber pertama menggunakan dokumen atau arsip yang dikaji. Sumber

dari KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal Land-en Volkenkunde) dengan judul

“Kerk in Toegoe te Batavia” tahun 2007, sebuah rekaman video dari Metro TV dan

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dengan judul “Kampung

Tugu: Identitas yang Tersisa” tahun 2013, sumber Kompas edisi Natal dan Tahun

Baru dengan judul “Gereja Tugu, Kesetiaan pada Tradisi” tanggal 30 Desember

2002, “Kampung Tugu dan Keroncong Pembebasan” tanggal 27 Desember 2005,

10
Nina Herlina, Metode Sejarah (Bandung: Satya Historika, 2008), hlm. 2.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

dan “Keroncong dan Gereja Tugu” 26 Desember 2003, Surat Keputusan Direktur

Jenderal Kebudayaan Nomor 1613/E/EI/KP/2019 tentang Tim Ahli Warisan

Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2019—2020 juga Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 362/M/2019 tentang

Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2019.

Pengumpulan data selanjutnya didapat dengan melakukan wawancara

dengan tokoh sejarah atau keturunan yang terlibat dalam pembahasan penelitian

yakni Guido Quiko jabatan Ketua Keroncong Tugu Cafrinho, Lisa Michiels jabatan

manager Krontjong Toegoe dan Bendahara Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT),

Arthur James Michiels jabatan ketua Krontjong Toegoe, Rensyi Michiels jabatan

ketua Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT) tahun 2022—2025, Johan

Sopaheluwakan jabatan Humas dan Urusan Khusus Kepemerintahan Ikatan

Keluarga Besar Tugu (IKBT) tahun 2016—2019, dan George Letwory jabatan

Ketua II Pelaksana Harian Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Barat (PHMJ

GPIB) Tugu, Martinus Cornelis jabatan Germasa (Gereja dan Masyarakat dalam

Majelis Jemaat Gereja Protestan di Indonesia Barat Tugu), Sum dan Lina jabatan

Ibu Rumah Tangga juga sesepuh di Kampung Tugu.

Studi pustaka penelitian dilakukan di beberapa lokasi: Monumen Pers

Nasional, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Perpustakaan Pusat

Universitas Sebelas Maret.

2. Verifikasi atau kritik sumber

Kritik sumber menjadi salah satu tahapan dalam kajian pustaka yang

berisikan keabsahan sumber dengan adanya dua macam verifikasi yakni kritik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

ekstern (autentisitas atau keaslian sumber), dan kritik intern (kredibilitas atau

sumber yang dapat dipercaya). 11

a. Kritik Eksternal

Kritik ini menyelidiki atau memastikan keaslian sumber sejarah didapatkan dari

data yang berasal pada surat, notulensi sejarah dan sumber lisan hasil wawancara.12

Kritik yang dilakukan adalah pada arsip susunan Badan Pengurus Ikatan Keluarga

Besar Tugu dan susunan panitia pelaksana ibadah Kampung Tugu. Kritik eksternal

pada arsip penghargaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

menetapkan karya budaya Mandi-Mandi.

b. Kritik Internal

Kritik yang melihat dan menyelidiki terhadap isi dari bahan sejarah dan dokumen

sejarah sehingga layak menjadikannya sebagai fakta historis. 13 Penulis dalam kritik

internal susunan Badan Pengurus Ikatan Keluarga Besar Tugu tahun 2022—2025

dan susunan panitia pelaksana ibadah Kampung Tugu tahun 2022—2023 yang

sudah dikonfirmasi keakuratannya melalui wawancara dengan Lisa Michiels juga

George Letwory serta penghargaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia tahun 2019 melalui wawancara dengan Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara tahun 2022 Puji Surono.

11
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2018), hlm. 77
12
Ibid.
13
Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988),
hlm. 60.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

3. Interpretasi

Interpretasi bersifat subjektif yang berisikan penafsiran dengan dibuktikan

oleh data-data serta keterangan yang riil. Sejarah dapat diakui apabila dibuktikan

dari penuturan sejarawan juga data yang dapat dipertanggungjawabkan.14

Interpretasi memiliki dua macam yakni analisis dengan maksud menguraikan serta

sintesis yang sifatnya menyatukan sejarah. 15

Analisis bertugas sebagai menguraikan sumber yang sesuai dan memiliki

keterkaitan yang pada akhirnya menghasilkan fakta sejarah. Dalam skripsi ini

memiliki kepengurusan organisasi di Kampung Tugu yaitu Ikatan Keluarga Besar

Tugu (IKBT) yang bertugas dalam mengelola berbagai tradisi yang ada di

Kampung Tugu, seperti tradisi Mandi-Mandi juga Rabo-Rabo, juga Pelaksana

Harian Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Barat Tugu (PHMJ GPIB)

sehingga mendapatkan fakta bahwa organisasi masyarakat periode terdahulu

hingga sekarang bersifat terbuka oleh seluruh elemen masyarakat. Terdapat juga

dokumen-dokumen dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

4. Historiografi atau penulisan sejarah

Tahapan terakhir dalam penelitian ini yang kemudian akan menjadi suatu

karya ilmiah yang bersifat historis adalah penulisan sejarah atau historiografi.

14
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 78.
15
Ibid.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Historiografi merupakan menuliskan tentang fakta berdasarkan kronologis atau

diakronis dan sistematis menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. 16

G. Sistematika Skripsi

Penulisan dalam skripsi ini terdiri atas lima bab, dengan penjabaran sebagai

berikut :

Bab I membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah yang

menjadi point utama, tujuan dan manfaat penelitian yang dikaji, kajian pustaka yang

berisi tentang sumber referensi mengenai topik pembahasan, metode penelitian, dan

sistematika penulisan skripsi.

Bab II membahas tentang penjelasan terkait masyarakat Portugis dan

budayanya di Kampung Tugu dengan menjabarkan bagaimana latar belakang

keberadaan masyarakat Portugis di Kampung Tugu dan menjelaskan mengenai

tradisi-tradisi yang dilakukan di Kampung Tugu dimana terdapat pergelaran

Keroncong Tugu.

Bab III menjelaskan mengenai eksistensi tradisi Mandi-Mandi tahun 2017

samapi 2018 dengan menjabarkan bagaimana pelaksanaan tradisi Mandi-Mandi di

Kampung Tugu tahun 2017 dan 2018, organisasi yang terdapat di Kampung Tugu

sebagai pelaksana juga pendukung dalam Tradisi Mandi-Mandi, dan apresiasi dari

masyarakat Tugu baik yang merupakan keturunan Portugis Kristen serta

masyarakat sekitar.

16
Sukmawati Wahyu, Pemikiran Kuntowijoyo Tentang Historiografi Islam
di Indonesia, Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), hlm. 44.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Bab IV membahas pelestarian Tradisi Mandi-Mandi tahun 2019—2022

dengan menjabarkan bagaimana revitalisasi terhadap Tradisi Mandi-Mandi, bentuk

apresiasi dari pemerintah terhadap tradisi Mandi-Mandi di tahun 2019—2022, dan

respon dari masyarakat Tugu.

Bab V kesimpulan dimaksudkan untuk mengetahui inti dari penulisan yang

diteliti oleh penulis dan disertai dengan daftar pustaka sebagai penunjang dalam

bentuk literatur.

Anda mungkin juga menyukai